Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

‫ طلب النقود للمقامرة محظور‬- ‫األصل في المنافع اإلباحة وفي المضار التحريم‬

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

”Kaidah Fiqh Ekonomi“

Dosen Pengampu :

Dr. Bakhrul Huda, Lc., M.E.I

Disusun Oleh :

Rayhan Fahreza Rahmadana (08020421082)

Zahra Shella Anggreini (08020421093)

Ajjib Ahsanal Hakam (08040421118)

PRODI EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

2022
KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah, dengan rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa, akhirnya penulis
berhasil menyelesaikan makalah yang berjudul “‫ريم‬88‫ار التح‬88‫ة وفي المض‬88‫افع اإلباح‬88‫ل في المن‬88‫”األص‬.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi syarat tugas Mata Kuliah
Kaidah Fiqh Ekonomi Semester 3 Tahun Ajaran 2022/2023 di UIN Sunan Ampel Surabaya.

Dalam penulisan makalah ini, penulis sadar tanpa bantuan dari berbagai pihak,
penyusunan makalah ini tidak akan terwujud seperti ini. Pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Tuhan Yang Maha Esa, yang atas karuniaNya kami dapat menjalani kehidupan di dunia
ini.

2. Kedua orang tua kami, yang telah membesarkan dan mengajarkan kami dari lahir hingga
tumbuh kini.

3. Dr. Bakhrul Huda, Lc., M.E.I selaku dosen Kaidah Fiqh Ekonomi yang telah
membimbing dan mengarahkan kami dalam proses pengerjaaan makalah ini.

4. Dan semua pihak yang telah membantu kami yang tidak dapat kami sebutkan disini,
berkat bantuannya penulis dapat menyelesaikan makalah ini, dan atas kerjasamanya kami
sampaikan terima kasih.

Penulis menyadari bahwa dengan kekurangan dan keterbatasan yang dimiliki, oleh
karena itu penulis mengharapkan saran yang membangun agar tulisan ini bermanfaat bagi
yang membutuhkan.

Surabaya, 22 September 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.................................................................................................................................iii
BAB I...............................................................................................................................................4
PENDAHULUAN..........................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang..................................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................................6
1.3 Tujuan................................................................................................................................6
BAB II.............................................................................................................................................7
PEMBAHASAN.............................................................................................................................7
2.1 Teks Kaidah.......................................................................................................................7
2.2 Dalil Kaidah Fiqh..............................................................................................................7
2.3 Pengertian Kaidah...........................................................................................................10
2.4 Penerapan Qaidah Muamalah..........................................................................................11
2.5 Peranan Kaidah dalam Merumuskan Kebijakan Ekonomi dan Keuangan Islam............12
BAB III.........................................................................................................................................13
PENUTUP....................................................................................................................................13
3.1 Kesimpulan......................................................................................................................13
3.2 Saran................................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................14

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam syariah Islam yang dipegang teguh oleh umat Islam yang berawal dari datangnya
Nabi terakhir yaitu Muhammad SAW. Beliau adalah pembawa risalah terakhir dari ajaran
Allah, yang merupakan kelanjutan dari risalah-risalah yang pernah ada sebelumnya sebagai
penyempurnaan atau pelengkap supaya dijadikan sebuah pedoman dalam hidup dari
kehidupannya.1
Agama Islam adalah agama yang memberi pedoman hidup kepada manusia secara
menyeluruh, meliputi segala aspek kehidupannya menuju tercapainya kebahagiaan hidup
rohani dan jasmani, baik dalam kehidupan individunya maupun dalam kehidupan
masyarakatnya.
Secara umum, tujuan pencipta hukum (Syar’i) dalam menetapkan hukum-hukumnya
adalah untuk kemaslahatan dan kepentingan serta kebahagiaan manusia seluruhnya, baik
kebahagiaan di dunia yang fana (sementara) ini, maupun akhirat yang haqa (kekal) kelak.
Tujuan hukum Islam yang demikian itu dapat kita tangkap antara lain dari firman Allah dalam
QS. al-Anbiya' (21); 107 dan QS. al-Baqarah (2): 201-202.2
Perkembangan ekonomi Islam saat ini adalah wujud dari upaya menerjemahkan visi Islam
yang rahmatan lil alamin, berkeadilan, universalitas (alamiyyah) dan seimbang dengan alam.
Bahwa muslim harus mengikuti dan mematuhi tuntutan Islam secara kaffah, termasuk di
dalamnya adalah nilai-nilai yang berlaku pada bidang muamalah. Lebih spesifik lagi dalam
bidang ekonomi, karena jika agama ditopang dengan ekonomi yang kuat, maka agama akan
menjadi raksasa superioritas yang mudah mempengaruhi nilai-nilai ajarannya pada
masyarakat dunia lewat hegemoni ekonomi.
Islam sangat memperhatikan perekonomian umatnya, hal ini dapat dilihat dari banyaknya
ayat-ayat Alquran, hadist, maupun ijtihad para ulama yang berbicara tentang perekonomian.
Bahkan ayat terpanjang yaitu surat al Baqarah ayat 282 justru berisi tentang masalah
perekonomian.

1
Hamka Haq, Falsafat Ushul Fiqh (Makassar: Yayasan al-Ahkam,1998), h.1.
2
Suparman Uvnan, Hukum Islam, Asas-Asas dan Pengantar, Studi Hukum Islam dalam Tata Hukum Indonesia
(Cet. I; Jakarta : Gaya Media Pratama, 2001), h. 66

4
Alquran sebagai pegangan hidup umat Islam telah mengatur kegiatan ekonomi secara
eksplisit dan implisit, dan mengisyaratkan berdagang sebagai sebuah pekerjaan yang mulia
dan menguntungkan sebagaimana nabi Muhammad dalam sejarah yang tak hanyal dikenal
sebagai pemimpin dan politisi yang ulung, akan tetapi jauh sebelumnya ia dikenal sebagai
pebisnis yang ulung juga.
Namun demikian perkembangan aspek ekonomi telah mengundang berbagai persoalan
yang memerlukan kepastian hukumnya. Banyaknya umat Islam di Indonesia atau global
secara umum gamang dan ragu atas kepastian hukum masalah-masalah transaksi keuangan
atau produk finansial yang berkembang belakangan. Maka ini merupakan tugas berat bagi
para akademisi Islam untuk segera merespon sehingga kekosongan hukum tidak sampai
terjadi.
Penetapan segera hukum Islam pada masalah ekonomi ini merupakan suatu keniscayaan.
Namun demikian al Quran dan Hadis sangat terbatas menjawab persoalan tersebut
sehubungan dengan telah terhentinya wahyu, sementara peristiwa dan masalah dalam
kehidupan manusia terus berkembang dan tak terbatas. Maka, mengandalkan teks wahyu
semata tidaklah cukup memadai dalam menyikapi persoalan kemanusiaan sehari-hari.
Setidaknya upaya melakukan ijtihad terhadap masalah kekinian selain dengan menggunakan
dua sumber utama yaitu al Quran dan hadits yang bersifat umum (tidak spesifik) juga bisa
dengan dengan menggunakan kaidah fiqhiyyah yang sudah mapan yang telah dirumuskan
oleh ahli fikih.
Sementara itu, perubahan-perubahan sosial yang dihadapi umat Islam di era modern telah
menimbulkan sejumlah masalah serius berkaitan dengan hukum Islam. Di lain pihak, metode
yang dikembangkan para pembaru dalam menjawab permasalahan tersebut terlihat belum
memuaskan. Dalam penelitian mengenai pembaruan hukum di dunia Islam, disimpulkan
bahwa metode yang umumnya dikembangkan oleh pembaru Islam dalam menangani isu-isu
hukum masih bertumpu pada pendekatan yang terpilah-pilah dengan mengeksploitasi prinsip
takhayyur dan talfiq.
Dari uraian di atas memberi gambaran bahwa manusia sangat tergantung dan
membutuhkan syari'ah sehingga syari'ah menjadi sangat penting bagi kehidupan umat
manusia dengan tujuan agar bisa dijadikan pegangan dalam kehidupan di dunia menuju
kehidupan yang abadi di akhirat kelak.

5
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari kaidah tersebut?
2. Apa saja dasar hukum kaidah tersebut?
3. Bagaiamana Penerapan Kaidah Muamalah ini dalam ekonomi dan keuangan Islam

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari kaidah tersebut
2. Untuk mengetahui dasar hukum kaidah tersebut
3. Untuk mengetahui Penerapan Kaidah Muamalah ini dalam ekonomi dan keuangan
Islam

6
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Teks Kaidah


‫األصل في المنافع اإلباحة و في المضار التحريم‬
“Setiap yang membawa kemanfaatan dibolehkan, dan setiap yang menimbulkan
keburukan dilarang.”

2.2 Dalil Kaidah Fiqh


a. Al-Quran Beserta Tafsiran
 Surah al-Baqarah ayat 219
َ َ‫اس َواِ ْث ُمهُ َمٓا اَ ْكبَ ُر ِم ْن نَّ ْف ِع ِه َم ۗا َويَ ْسـَٔلُوْ ن‬
‫ك َما َذا يُ ْنفِقُوْ نَ ەۗ قُ ِل ْال َع ْف ۗ َو‬ ِ ۖ َّ‫ك َع ِن ْال َخ ْم ِر َو ْال َمي ِْس ۗ ِر قُلْ فِ ْي ِه َمٓا اِ ْث ٌم َكبِ ْي ٌر َّو َمنَافِ ُع لِلن‬ َ َ‫يَ ْسـَٔلُوْ ن‬
‫هّٰللا‬ َ ِ‫َك ٰذل‬
ِ ‫ك يُبَيِّنُ ُ ۙلَ ُك ُم ااْل ٰ ٰي‬
َ‫ت لَ َعلَّ ُك ْم تَتَفَ َّكرُوْ ن‬
Artinya : “Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi. Katakanlah: Pada
keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa
keduanya lebih besar dari manfaatnya. Dan mereka bertanya kepadamu apa yang
mereka nafkahkan. Katakanlah: Yang lebih dari keperluan. Demikianlah Allah
menerangkan ayat-ayatNya kepadamu supaya kamu berfikir”

Ayat ini menjelaskan tentang khamr, perjudian dan juga tentang macam-macam
pengeluaran harta yang telah diajarkan oleh Al-Qur’an. Arti kata (‫ )خمر‬khamr adalah
sesuatu yang memabukkan, apapun bahan mentahnya. Minuman yang berpotensi
memabukkan bila diminum dengan kadar normal. Illat keharaman khamr bukan karena
adanya bahan alkohol pada minuman itu, tetapi karena adanya potensi memabukkan.
Ulama bermadzhab Hanafi berpendapat bahwa mereka menilai khamr hanya minuman
yang terbuat dari anggur.

Adapun minuman lain seperti yang terbuat dari kurma atau gandum dan lain-lain yang
berpotensi memabukkan, maka ia tidak disebut dengan khamr, tetapi dinamai dengan (
‫ )نبيذ‬nabidz. Ulama madzhab Hanafi berpendapat, bahwa yang haram sedikit atau banyak
adalah sesuatu yang terbuat dari anggur. Sedang nabidz tidak haram kalau sedikit,
namun haram jika ia banyak.

7
Arti kata(‫ير‬88‫ )ميس‬maysir adalah judi. Ia terambil dari akar kata yang bermakna
gampang. Perjudian dinamai maysir karena harta hasil dari perjudian diperoleh dengan
cara gampang tanpa usaha yang hanya mengandalkan faktor keberuntungan.

Anak kalimat ayat diatas merupakan satu dari tiga macam pengeluaran harta yang
telah diajarkan oleh Al-Qur’an. Pertama, wajib dan harus dikeluarkan, yaitu zakat.
Kedua, sesuatu yang bukan zakat dan tidak berat hati saat dikeluarkan. Ketiga, tidak
wajib, tetapi berat hati saat mengeluarkannya. Inilah nafkah yang paling sulit, karena itu
ganjaran yang didapat sangat besar dan yang melakukannya mendapat pujian.

 Surah al-An’am ayat 17


‫ك بِ َخي ٍْر فَهُ َو ع َٰلى ُك ِّل َش ْي ٍء قَ ِد ْي ٌر‬
َ ‫اشفَ لَ ٗ ٓه اِاَّل ه َُو ۗ َواِ ْن يَّ ْم َس ْس‬ ُ ِ‫ك هّٰللا ُ ب‬
ِ ‫ض ٍّر فَاَل َك‬ َ ‫َواِ ْن يَّ ْم َس ْس‬
Artinya : “Dan jika Allah menimpakan suatu bencana kepadamu, maka tidak ada yang
dapat menghilangkannya selain Dia. Dan jika Dia mendatangkan kebaikan kepadamu,
maka Dia Mahakuasa atas segala sesuatu.”

Menurut Tafsir Al-Mishbah ayat ini menjelaskan, Bencana dan anugrah yang
diberikan oleh Allah swt. baik di dunia maupun di akhirat tidak dapat dihindari dalam
bentuk apapun karena sesungguhnya Allah swt. Maha Kuasa atas segala sesuatu.

Kata ( ‫ )ض ّر‬dhurr/mudharat adalah segala sesuatu yang menyakitkan, menyedihkan,


menakutkan, atau mengantar kepada salah satu yang disebut. Lawannya adalah (‫)نفع‬
naf’/manfaat yang merupakan segala sesuatu yang menyenangkan atau mengantar
kepada kesenangan.

Para pakar tafsir menjelaskan tentang pemilihan redaksi antara mudharat dan
kebaikan. Pemilihan redaksi tersebut mengisyaratkan bahwa mudharat yang bersumber
dari Allah pada hakikatnya tidak dapat dinilai buruk, tetapi itu dapat merupakan
pendidikan kejiwaan, pembersihan dosa, dan tangga menuju ketinggian derajat. Atas
dasar itu, ia tidak dapat dinamai buruk dan memang seharusnya tidak ada yang buruk
bila bersumber dari Allah. Ayat ini menegaskan bahwa tidak ada satu kekuatan pun
yang dapat menghalangi kehendak Allah swt. Baik sesuatu itu disembah sebagai tuhan
maupun upaya sungguh-sungguh dari manusia.

8
 Surah an-Nisa’ ayat 111
‫َو َم ْن يَّ ْك ِسبْ اِ ْث ًما فَاِنَّ َما يَ ْك ِسبُهٗ ع َٰلى نَ ْف ِس ٖه ۗ َو َكانَ هّٰللا ُ َعلِ ْي ًما َح ِك ْي ًما‬
Artinya : “Dan barangsiapa berbuat dosa, maka sesungguhnya dia mengerjakannya
untuk (kesulitan) dirinya sendiri. Dan Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.”

Pada ayat ini memiliki konteks anjuran untuk bertaubat bahwa (barangsiapa berbuat
dosa), apapun dosa itu (maka sesungguhnya dia mengerjakannya untuk (kesulitan)
dirinya sendiri), yakni Allah akan menjatuhkan sanksi atas siapapun yang melakukan
dosa, dan sanksi itu tidak dapat dilemparkan kepada orang lain, sebagaimana orang lain
tidak dapat memikul dosanya kepada orang lain. (Dan Allah Maha Mengetahui, Maha
Bijaksana) Sejak dahulu hingga sekarang, sehingga Allah tidak menjatuhkan sanksi dan
ganjaran kecuali pada tempatnya yang paling wajar dan benar.

 Surah al-Baqarah ayat 279


ْ ‫ب ِّمنَ هّٰللا ِ َو َرسُوْ لِ ٖ ۚه َواِ ْن تُ ْبتُ ْم فَلَ ُك ْم رُ ءُوْ سُ اَ ْم َوالِ ُك ۚ ْم اَل ت‬
ْ ُ‫َظلِ ُموْ نَ َواَل ت‬
َ‫ظلَ ُموْ ن‬ ٍ ْ‫فَا ِ ْن لَّ ْم تَ ْف َعلُوْ ا فَْأ َذنُوْ ا بِ َحر‬
Artinya : “Jika kamu tidak melaksanakannya (apa yang diperintahkan ini), maka
ketahuilah, bahwa akan terjadi perang (dahsyat) dari Allah dan Rasul-Nya. Tetapi jika
kamu bertobat, maka kamu berhak atas pokok hartamu. Kamu tidak berbuat
zalim(merugikan) dan tidak dizalimi(dirugikan).”

Pada ayat ini menjelaskan pernyataan berupa ancaman dari Allah dan para Rasul-Nya
terhadap praktek riba yang dilakukan oleh manusia, yaitu praktek riba atas pembayaran
hutang yang melebihi dari hutang itu sendiri. Namun, apabila manusia telah bertaubat
dan tidak lagi melakukan praktek riba maka ancaman tidak akan berlanjut dan tidak
berbuat zalim atas mereka dengan membebani mereka pembayaran hutang yang
melebihi apa yang mereka terima, dan tidak pula di zalimi oleh mereka karena mereka
harus membayar penuh sebesar jumlah hutang yang mereka terima.

b. Hadits Rasulullah Saw.


Diriwayatkan oleh Ahmad bin Hanbal dari ibnu Abbas r.a yang artinya: “Tidak boleh
membahayakan dan tidak boleh (pula) saling membahayakan (merugikan).”

9
2.3 Pengertian Kaidah
Kaidah muamalah ini adalah apa saja perbuatan muamalah yang di dalamnya
mengandung manfaat dan tidak mengandung mudharat dibolehkan, tetapi jika perbuatan
muamalah itu mengandung mudharat, maka diharamkan. Dalam syariat Islam, maka tujuan
diadakannya hukum, termasuk bagian muamalah adalah untuk mendapat kemaslahatan, dan
menjauhi kemudharatan. Setiap kemaslahatan mengandung manfaat, dan setiap kemudharatan
mengandung bahaya.
Kata mashlahat secara etimologi merupakan akar kata saluha. Kata ini digunakan
untuk menunjukkan jika seseorang menjadi (berkeadaan atau tabiat) baik, tidak menyimpang,
adil, saleh atau jujur. Kata ini secara alternatif juga menunjukkan keadaan yang mengandung
kebajikan-kebajikan tersebut. Maslahah berarti juga sebab, cara atau tujuan yang baik, yang
bermanfaat. Penggunaan kata maslahat pada periode awal berarti kebaikan dan kemanfaatan.
Secara umum, maslahah biasa diberi muatan pengertian dengan ungkapan yang masyhur yaitu
mengusahakan keuntungan dan menyingkirkan bahaya. Bentuk jamaknya adalah mashalih (
‫)مصالح‬. Lawan dari maslahah adalah mafsadah ( ‫دة‬8‫ ) مفس‬yaitu kerusakan. Mafsadat adalah
sesuatu yang menimbulkan kemudharatan.
Segala sesuatu yang disyariatkan oleh Islam tentu memiliki kemaslahatan dan
mengandung manfaat, sebaliknya segala sesuatu yang dilarang oleh Islam adalah mafsadat
dan mengandung bahaya. Ketentuan syariat yang menyatakan ada manfaat dan mudharat akan
terkadang berbeda dengan ketentuan akal manusia. Seperti perbuatan yang menurut akal
adalah maslahat dan mengandung manfaat, karena dengan riba mendapatkan keuntungan
dalam bertransaksi didapat dengan mudah, tetapi menurut syariat adalah mafsadat dan
mengandung bahaya, karena menyengsarakan bagi mereka yang bertransaksi.
Sebaliknya shadaqah, menurut akal mafsadat, karena menghabiskan harta, tetapi
menurut syariat adalah menyuburkan harta benda. Oleh karena itu, yang menentukan ada
manfaat dan mudharat adalah ditunjuki oleh dalil syara’, bukan ditunjuki oleh akal semata-
mata. Karena akal terkadang tidak dapat menjangkau hikmah yang dikandung oleh syariat.
Apabila sebuah maslahat didukung oleh nash, seperti menuliskan al-Qur'an supaya
tidak hilang, mengajar membaca dan menulis, atau terdapat nash yang mendukungnya, seperti
kewajiban mengajarkan dan menyebarkan ilmu, perintah mengajarkan segala kebaikan yang
diperintahkan syara' dan larangan mengerjakan segala macam kemungkaran yang dilarang
syara', maka maslahah semacam ini disebut maslahah mansus (maslahah yang ada nashnya),
maslahah jenis ini tidak termasuk maslahah mursalah Hukum maslahah mansus ditetapkan
oleh nash bukan oleh metode istislah.

10
Maslahat secara umum dapat dicapai melalui dua cara :
a. Mewujudkan manfaat, kebaikan dan kesenangan untuk manusia yang disebut dengan
istilah jalb al-manafi'. Manfaat ini bisa dirasakan secara langsung saat itu juga atau tidak
langsung pada waktu yang akan datang.
b. Menghindari atau mencegah kerusakan dan keburukan yang sering diistilahkan dengan
dar' al-mafasid.

Adapun yang dijadikan tolok ukur untuk menentukan baik buruknya (manfaat dan
mafsadahnya) sesuatu yang dilakukan adalah apa yang menjadi kebutuhan dasar bagi
kehidupan manusia. Tuntutan kebutuhan bagi kehidupan manusia itu bertingkat-tingkat, yakni
kebutuhan primer, sekunder, dan tersier.3 Contoh dalam tujuan syariah ini adalah larangan
menimbun kebutuhan pokok bergabai sanksi untuk mengilangkan mudharat.
Dalam muamalah, seperti jual beli, utang piutang dan lainnya, sebagaimana
diterangkan pada qaidah fiqhiyyah muamalah yang pertama, bahwa semua muamalah itu
boleh karena bermuamalah itu bermanfaat. Kebolehan muamalah itu selama tidak ada dalil
yang menyatakan keharaman, karena keharaman itu mengandung mafsadat dan bahaya. Oleh
karena dalam bermuamalah dilarang adanya unsur kezhaliman, unsur gharar, unsur maysir
dan riba. Karena semua itu adalah membawa mudharat kepada orang yang bertransaksi.

2.4 Penerapan Qaidah Muamalah


‫ضا ِّر ْالحُرْ َمةُ بَِأ ِدلَّ ٍة شَرْ ِعي ٍة‬
َ ‫ َو ْال ُم‬، ُّ‫اَألصْ ُل فِي ْال َمنَافِ ِع ْال ِحل‬
Pada dasarnya semua yang bermanfaat halal (boleh), demikian pula saling membahayakan
(merugikan) haram dengan petunjuk syariat.

a. Semua bentuk jual beli dibolehkan oleh para ulama, karena jual beli itu mengandung
manfaat, tetapi para ulama mengharamkan jual beli yang ada unsur riba, karena riba
mengandung unsur kemudharatan (bahaya), kemudharatan itu ditunjuk oleh syariat.
Misalnya seseorang melakukan utang piutang kemudian pembayarannya berlebih dari
jumlah utang dengan permintaan si pemberi utang.

b. Musyarakah dibutuhkan oleh masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan dan usaha


memerlukan dana dari pihak lain, di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi
dana, dengan ketentuan, bahwa keuntungan dan resiko ditanggung bersama sesuai dengan
3
Ghofar shidiq, Teori Maqashid Al-Syariah Dalam Hukum Islam, Jurnal, hlm 4.

11
kesepakatan ketika akad. Pada musyarakah terdapat beberapa manfaat, oleh karena itu
musyarakah dibolehkan. Tetapi musyarakah menjadi terlarang apabila ternyata pihak yang
ber-musyarakah itu tidak jujur, seperti pihak yang menjalankan usaha menggunakan dana
bukan seperti yang disebut dalam akad, atau sengaja membuat kesalahan dalam usaha, atau
menyembunyikan keuntungan, maka musyarkah itu menjadi terlarang.

c. Dalam melakukan muamalah seperti jual beli, upah mengupah, utang piutang dan lainnya
dibolehkan oleh Islam, karena mengandung manfaat dan tolong menolong di antara sesama
manusia. Tetapi jika dalam muamalah itu mengandung unsur penipuan, maka muamalah
itu menjadi haram.

2.5 Peranan Kaidah dalam Merumuskan Kebijakan Ekonomi dan Keuangan Islam
Mempelajari kaidah fiqhiyyah dalam membantu umat islam untuk membahas suatu
tema hukum ekonomi Islam, dalam memperoleh kemudahan dan mengetahui hukum-hukum
kontemporer ekonomi yang tidak memilik dalil pasti dalam al-quran dan hadits yaitu melalui
sebuah ungkapan yang padat dan ringkas berupa kaidah fiqhiyyah.
Dalam kaidah-kaidah fiqih lembaga keuangan syariah merumuskan peranan kaidah
“pada dasarnya semua yang bermanfaat boleh dilaksanakan dan semua yang mendatangkan
bahaya haram dilaksanakan” memiliki contoh dalam produk perasuransian atau produk
wakalah bi al-ujrah yaitu suatu bentuk pendelegasian suatu urusan kepada seseorang atau
badan usaha untuk berbuat sesuai dengan yang diinginkan orang yang menyerahkan urusan
tersebut, dimana orang, badan usaha yang mengelola urusan tersebut mendapatkan upah
(manfaat).
Wakalah bi al-ujrah adalah salah satu bentuk akad wakalah dimana peserta
memberikan kuasa kepada perusahaan asuransi dalam pengelolaan dana mereka dengan
pemberian upah.4

4
DSN, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI, h. 392

12
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
 Apa saja perbuatan muamalah yang di dalamnya mengandung manfaat dan tidak
mengandung mudharat dibolehkan, tetapi jika perbuatan muamalah itu mengandung
mudharat, maka diharamkan.
 Segala sesuatu yang disyariatkan oleh Islam tentu memiliki kemaslahatan dan mengandung
manfaat, sebaliknya segala sesuatu yang dilarang oleh Islam adalah mafsadat dan
mengandung bahaya.
 Kaidah fiqhiyyah dalam bidang ekonomi bertugas menjustifikasi dan melegitimasi seluruh
aktifitas ekonomi umat Islam dalam berbagai bidang transaksi, baik yang terkait dengan
transaksi-transaksi mono akad maupun multi akad. Transaksi mono akad atau akad tunggal
seperti jaul-beli, sewa-menyewa, gadai, hutangpiutang pada gilirannya sesuai kebutuhan
aktifitas ekonomi masyarakat kontemporer, memerlukan transaksi multi akad. Sebagai
contoh maraknya masyarakat melakukan transaksi sewa beli kendaraan bermotor,
perumahan, barang elektronik dan lain semisalnya. Maka kaidah fiqhiyyah yang
menjustifikasi adalah yang berkaitan dengan transaksi al-ijârah muntahiyah bi al-tamlîk.
Demikian seterusnya pada permasalahan ekonomi lainnya.

3.2 Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis
senantiasa dengan lapang dada menerima bimbingan dan arahan serta saran dan kritik yang
sifatnya membangun demi perbaikan makalah berikutnya.

13
DAFTAR PUSTAKA

Fathurrahman Azhari, H. (2015). QAWAID FIQHIYYAH MUAMALAH (A. Hadi, Ed.; Vol. 1).
Lembaga Pemberdayaan Kualitas Ummat (LPKU) Banjarmasin.

Nanik Khannifah. (2008). KAIDAH FIQHIYAH MENGENAI HUKUM ASAL SESUATU


MENURUT IMAM SYÂFI’IY DAN IMAM ABÛ HANÎFAH (STUDI KOMPARATIF).

Prof. Dr. H.M. Pudjihardjo, S. E. , M. S., & Dr. H. Nur Faizin Muhith, L. M. A. (2017). KAIDAH-
KAIDAH  FIKIH  untuk  EKONOMI ISLAM.

Putri, D. S., & Anissah. (2021). KAIDAH FIQIH EKONOMI SYARIAH.

Shobur, A., Dasuki, A., & Malik, A. A. (2021). KAIDAH AL-YAQINU LA YUZALU BI Al-SYAK.

Hamka, Haq. (1998) FALSAFAT USHUL FIQH MAKASSAR. Yayasan al-Ahkam.

Suparman, Uvnan. (2001). HUKUM ISLAM, ASAS-ASAS DAN PENGANTAR, STUDI


HUKUM ISLAM DALAM TATA HUKUM INDONESIA (Cet. I; Jakarta : Gaya Media
Pratama).

Hanbal, Ahmad bin. (1999). AL-MUSNAD, MUASSASAH AL-RISALAH.

Abdul Mun’im, Saleh Ghofar shidiq. (2017). TEORI MAQASHID AL-SYARIAH DALAM
HUKUM ISLAM.

DSN, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI.

Arfan, Abbas. (2014). 99 KAIDAH FIQHIYYAH KULLIYYAH MUAMALAH (cet. Ke-1


Malang: UIN Maliki Press).

Al-Kailani. (2000). QAWA’ID AL-MAQASHID ‘INDA AL-IMAM AL-SYATHIBI, ‘ARDHAN


WA DIRASAT WA TAHLILAN. (Damaskus: Dar al-Fikr).

Aslat,i & Afrizal. (2017). AL-QAID AL-MAQASHIDIAJ YANG TERKAIT DENGAN


MASHLAHAT DAN MAFSADAT.

14

Anda mungkin juga menyukai