Anda di halaman 1dari 25

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Pendukung utama bagi tercapainya sasaran pembangunan manusia
Indonesia yang bermutu adalah pendidikan yang bermutu. Pendidikan
yang bermutu dalam penyelenggaraannya tidak hanya cukup dilakukan
melalui transformasi ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi harus
didukung oleh peningkatan profesionalisasi dan sistem manajemen tenaga
pendidikan serta pengembangan kemampuan peserta didikyang baik.
Kemampuan seperti itu tidak hanya menyangkut aspek akademis,
tetapi juga menyangkut aspek perkembangan pribadi, sosial, kematangan
intelektual dan sistem nilai peserta didik. Berkaitan dengan pemikiran
tersebut, tampak bahwa pendidikan yang bermutu di sekolah adalah
pendidikan yang menghantarkan peserta didik pada pencapaian standar
akademis yang diharapkan dalam kondisi perkembangan diri yang sehat
dan optimal.
Pendidikan di Indonesia diantaranya terdapat beberapa macamnya
yang secara umum dibagi ke dalam pendidikan formal dan nonformal.
Karena pendidikan ini berkaitan dengan aspek perkembangan manusia
maka peran bimbingan dan konseling sangat dibutuhkan. Namun dalam
prosedur pemberian layanan bimbingan dan konseling tersebut perlu
dilakukan analisis kebutuhan agar layanan yang diberikan tepat sasaran
dan efektif.
Langkah awal yang hendaknya dilakukan ialah manajemen analisis
kebutuhan klien atau peserta didik baik di lingkup pendidikan formal
maupun di lembaga pendidikan nonformal. Pendidikan formal seperti
Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas (atau
yang sederajat) serta lembaga nonformal seperti pendidikan kecakapan
hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan
2

pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan


keterampilan dan pelatihan kerja (wikipedia).
Isi dari makalah ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi guru
untuk mengembangkan program Bimbingan dan Konseling di Sekolah
maupun di lembaga nonformal.

1.2 Rumusan Masalah


a. Apakah pentingnya manajemen analisis kebutuhan di pendidikan
formal dan nonformal
b. Bagaimana proses analisis kebutuhan di pendidikan formal dan
nonformal?

1.3 Tujuan
a. Mengetahui gambaran dasar manajemen analisis kebutuhan
b. Mengetahui prosedur analisis kebutuhan pendidikan formal
c. Mengetahui prosedur analisis kebutuhan pendidikan nonformal

1.4 Manfaat
a. Memberikan pemahaman akan pentingnya manajemen analisis
kebutuhan pendidikan formal dan nonformal
b. Mengefektifkan proses pemberian layanan baik di lembaga
pendidikan formal maupun nonformal
c. Meningkatkan efektifitas pelaksanaan bimbingan konseling di
sekolah maupun lembaga nonformal
3

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Need Assessmen
Wiggins (1984) dalam Ana menyatakan bahwa assesmen merupakan
sarana yang secara kronologis membantu guru dalam memonitor siswa.
Oleh karena itu, maka Popham (1995) dalam Ana menyatakan bahwa
assessmen sudah seharusnya merupakan bagian dari pembelajaran, bukan
merupakan hal yang terpisahkan.
Kemudian Gabel (1993: 388-390) dalam Ana mengkategorikan
assessmen ke dalam kelompok besar, yaitu assessmen tradisional dan
asessmen alternatif. Assessmen yang tergolong tradisional adalah tes benar-
salah, tes pilihan ganda, tes melengkapi, dan tes jawaban terbatas.
Sementara itu, yang tergolong ke dalam assessmen alternatif (non-tes)
adalah essay/uraian, penilaian praktek, penilaian proyek, kuesioner,
inventori, daftar cek, penilaian oleh teman sebaya, penilaian diri, portofolio,
observasi, diskusi, dan wawancara.

2.2 Need Assessmen di Pendidikan Formal


2.2.1 Kerangka Kerja Utuh Bimbingan dan Konseling
Secara utuh keseluruhan proses kerja bimbingan dan konseling
dalam jalur pendidikan formal dapat digambarkan pada Gambar
berikut :
Asesmen Harapan dan KOMPONEN
STRATEGI
Lingkungan PROGRAM
Kondisi PELAYANAN
Lingkungan
Asesmen

Pelayanan Dasar Bimbingan dan 1. Pelayanan Orientasi


Konseling (Untuk 2. Pelayanan Informasi
seluruh peserta didik 3. Konseling individual
Perangkat Tugas dan Orientasi Jangka 4. Konseling kelompok
5. Bimbingan kelompok
Perkembangan/(Komp Panjang)
6. Bimbingan klasikal
etensi/kecakapan Pelayanan 7. Referal
hidup, nilai dan moral Responsif(PemecahanMasalah,Rem 8. Bimbingan Teman Sebaya
peserta didik)Tataran idiasi) 9. Pengembangan media
Tujuan Bimbingan dan Pelayanan 10.Instrumentasi
Konseling (Penyadaran Perencanaan 11.Penilaian Individual atau
Akomodasi, Individual(PerencanaanPendidikan, Kelompok
Tindakan)Permasalaha Karir, 12.Penempatan danpenyaluran
n yang perlu Personal, Sosial) 13.Kunjungan rumah
Dukungan Sistem(Aspek 14.Konferensi kasus
15.Kolaborasi Guru
Manajemen dan Pengembangan)
16.Kolaborasi Orangtua
17.Kolaborasi Ahli Lain
Lingkungan 18.Konsultasi
19.Akses informasi dan teknologi
Asesmen Harapan dan 20.Sistem Manajemen
Perkemban Kondisi 21.Evaluasi, Akuntabilitas
22.Pengembangan Profesi
gan Konseli Konseling

konseli
4

Gambar tersebut menunjukkan bahwa seluruh pelayanan


bimbingan dan konseling yang selama ini dilaksanakan di
Sekolah/Madrasah bisa dipayungi oleh dan terakomodasi ke dalam
kerangka kerja tersebut. Berdasarkan kerangka kerja utuh dimaksud
pelayanan bimbingan dan konseling harus dikelola dengan baik
sehingga berjalan secara efektif dan produktif. Fungsi manajemen
yang penting dijalankan dalam pelayanan bimbingan dan konseling
meliputi: perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, analisis dan tindak
lanjut.
2.2.2 Perencanaan Program
Penyusunan program bimbingan dan konseling di
Sekolah/Madrasah dimulai dari kegiatan asesmen, atau kegiatan
mengidentifikasi aspek-aspek yang dijadikan bahan masukan bagi
penyusunan program tersebut. Kegiatan asesmen ini meliputi:
1. Assessmen lingkungan, yang terkait dengan kegiatan
mengidentifikasi harapan Sekolah/Madrasah dan masyarakat
(orang tua peserta didik), sarana dan prasarana pendukung
program bimbingan, kondisi dan kualifikasi konselor, dan
kebijakan pimpinan Sekolah/Madrasah.
2. Assessmen kebutuhan atau masalah peserta didik, yang
menyangkut karakteristik peserta didik, seperti aspek-aspek fisik
(kesehatan dan keberfungsiannya), kecerdasan, motif belajar,
sikap dan kebiasaan belajar, minat-minatnya (pekerjaan, jurusan,
olah raga, seni, dan keagamaan), masalah-masalah yang dialami,
dan kepribadian; atau tugas-tugas perkembangannya, sebagai
landasan untuk memberikan pelayanan bimbingan dan
konseling. Program bimbingan dan konseling di
Sekolah/Madrasah dapat disusun secara makro untuk 3-5 tahun,
meso 1 tahun dan mikro sebagai kegiatan operasional dan untuk
memfasilitasi kebutuhan-kebutuhan khusus.
5

Berikut adalah struktur pengembangan program berbasis tugas-


tugas perkembangan sebagai kompetensi yang harus dikuasai oleh
peserta didik. Dalam merumuskan program, struktur dan isi/materi
program ini bersifat fleksibel yang disesuaikan dengan kondisi atau
kebutuhan peserta didi berdasarkan hasil penilaian kebutuhan di
masing-masing Sekolah/Madrasah.
1. Rasional
Rumusan dasar pemikiran tentang urgensi bimbingan dan
konseling dalam keseluruhan program Sekolah/Madrasah.
Rumusan ini dapat menyangkut konsep dasar yang digunakan,
kaitan bimbingan dan konseling dengan
pembelajaran/implementasi kurikulum, dampak perkem-bangan
iptek dan sosial budaya terhadap gaya hidup masyarakat
(termasuk para peserta didik), dan hal-hal lain yang dianggap
relevan.
2. Visi dan Misi
Visi : Membangun iklim Sekolah/Madrasah bagi
kesuksesan seluruh peserta didik
Misi : Memfasilitasi seluruh peserta didik memperoleh
dan menguasai kompetensi di bidang akademik, pribadi-sosial,
karir berlandaskan pada tata kehidupan etis normatif dan
ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa
3. Deskripsi Kebutuhan
Rumusan hasil (penilaian kebutuhan) peserta didik dan
lingkungannya ke dalam rumusan perilaku-perilaku yang
diharapkan dikuasai peserta didik. Rumusan ini adalah rumusan
tugas-tugas perkembangan, yakni Standar Kompetensi
Kemandirian yang disepakati bersama.
4. Tujuan
Rumuskan tujuan yang akan dicapai dalam bentuk
perilaku yang harus dikuasai peserta didik setelah memperoleh
6

pelayanan bimbingan dan konseling. Tujuan hendaknya


dirumuskan ke dalam tataran tujuan:
a. Penyadaran, untuk membangun pengetahuan dan
pemahaman peserta didikterhadap perilaku atau standar
kompetensi yang harus dipelajari dan dikuasai.
b. Akomodasi, untuk membangun pemaknaan, internalisasi,
dan menjad kan perilakuatau kompetensi baru sebagai
bagian dari kemampuan dir nya.
c. Tindakan, yaitu mendorong peserta didik untuk
mewujudkan perilaku dankompetensi baru itu dalam
tindakan nyata sehari-hari.
5. Komponen Program.
Komponen program meliputi: komponen pelayanan dasar,
komponen pelayanan responsif, komponen perencanaan
individual, dan komponen dukungan sistem (manajemen).
6. Rencana Operasional (Action plans)
Rencana kegiatan (action plans) diperlukan untuk
menjamin peluncuran program dan konseling dapat
dilaksanakan secara efektif dan efisien. Rencana kegiatan adalah
uraian detil dari program yang menggam struktur isi program,
baik kegiatan di Sekolah/Madrasah maupun luar
Sekolah/Madrasah, untuk memfasilitasi peserta didik mencapai
tugas perkembangan atau kompetensi tertentu.
Atas dasar komponen program di atas lakukan:
a. Identifikasikan dan rumuskan berbagai kegiatan yang
harus/perlu dilakukan. Kegiatan ini diturunkan dari
perilaku/tugas perkembangan kompetensi yang harus
dikuasai peserta didik.
b. Pertimbangkan porsi waktu yang diperlukan untuk
melaksanakan setiap kegiatan di atas. Apakah kegiatan itu
dilakukan dalam waktu tertentu atau terus menerus.
7

Berapa banyak waktu yang diperlukan untuk


melaksanakan pelayanan bimbingan dan konseling dalam
setiap komponen program perlu dira ng dengan cermat.
Perencanaan waktu ini didasarkan kepada isi program
dandukungan manajemen yang harus dilakukan oleh
konselor.
c. Inventarisasi kebutuhan yang diperoleh dari tabel
kebutuhan yang akan menjadi rencana kegiatan. Rencana
kegiatan dituangkan ke dalam rancangan jadwal kegiatan
untuk satu tahun. Rancangan ini bisa dalam bentuk
matrik,program tahunan dan program semester.
d. Program bimbingan dan konseling Sekolah/Madrasah
yang telah dituangkan ke dalam rencana kegiatan perlu
dijadwalkan ke dalam bentuk kalender kegiatan. Kalender
kegiatan mencakup kalender tahunan, semesteran,
bulanan, dan mingguan.
e. Program bimbingan dan konseling perlu dilaksanakan
dalam bentuk kontak langsung dan tanpa kontak langsung
dengan peserta didik. Untuk kegiatan kontak langsung
yang dilakukan secara klasikal di kelas (pelayanan dasar)
perlu dialokasikan waktu terjadwal 2 (dua) jam pelajaran
per-kelas per-minggu. Adapun kegiatan bimbingan tanpa
kontak langsung dengan pesert didik dapat dilaksanakan
melalui tulisan (seperti e-mail, buku-buku, brosur, atau
majalah dinding), kunjungan rumah (home visit),
konferensi kasus (case conference), dan alih tangan
(referral).
7. Pengembangan Tema/Topik (bisa dalam bentuk dokumen
tersendiri). Tema ini merupakan rincian lanjut dari kegiatan
yang sudah diidentifikasikan yang terkait dengan tugas-tugas
8

perkembangan. Tema secara spesifik dirumuskan dalam bentuk


materi untuk setiap komponen program.
8. Pengembangan Satuan Pelayanan (bisa dalam bentuk dokumen
tersendiri) Dikembangkan secara bertahap sesuai dengan
tema/topik.
9. Evaluasi Rencana
Evaluasi perkembangan peserta didik dirumuskan atas
dasar tujuan yang ingin dicapai. Sejauh mungkin perlu
dirumuskan pula evaluasi program yang berfokus kepada
keterlaksanaan program, sebagai bentuk akuntabilitas pelayanan
bimbingan dan konseling.
10. Anggaran
Rencana anggaran untuk mendukung implementasi
program dinyatakan secara cermat, rasional, dan realistik.
2.2.3 Strategi Implementasi Program
Strategi pelaksanaan program untuk masing-masing komponen
pelayanan dapatdijelaskan sebagai berikut.
1. Pelayanan dasar
a. Bimbingan Kelas
Program yang dirancang menuntut konselor untuk
melakukan kontak langsungdengan para peserta didik di
kelas. Secara terjadwal, konselor memberikanpelayanan
bimbingan kepada para peserta didik. Kegiatan bimbingan
kelas inibisa berupa diskusi kelas atau (curah pendapat).

b. PelayananOrientasi
Pelayanan ini merupakan suatu kegiatan yang
memungkink peserta didikdapat memahami dan
menyesuaikan diri dengan lingkungan baru,
terutamalingkungan Sekolah/Madrasah, untuk
mempermudah atau memperlancarberperannya mereka di
9

lingkungan baru tersebut. Pelayanan orientasi inibiasanya


dilaksanakan pada awal program pelajaran baru. Materi
pelayananorientasi di Sekolah/ Madrasah biasanya
mencakup organisasiSekolah/Madrasah, staf dan guru-
guru, kurikulum, program bimbingan dankonseling,
program ekstrakurikuler, fasilitas atau sarana prasarana,
dan tata tertibSekolah/Madrasah.
c. Pelayanan Informasi
Yaitu pemberian informasi tentang berbagai hal
yang dipandang bermanfaat bagipeserta didik. melalui
komunikasi langsung, maupun tidak langsung
(melaluimedia cetak maupun elektronik, seperti : buku,
brosur, leaflet, majalah, daninternet).
d. Bimbingan Kelompok
Konselor memberikan pelayanan bimbingan kepada
peserta didik melaluikelompok-kelompok kecil (5 s.d. 10
orang). Bimbingan ini dituju n untukmerespon kebutuhan
dan minat para peserta didik. Topik yang
didiskusikandalam bimbingan kelompok ini, adalah
masalah yang bersifat umum dan tidak rahasia, seperti :
cara-cara belajar yang efektif, kiat-kiatmenghadapi ujian,
danmengelola stress.
e. Pelayanan Pengumpulan Data (Aplikasi Instrumentasi)
Merupakan kegiatan untuk mengumpulkan data atau
informasi tentang pribadipeserta didik, dan lingkungan
peserta didik. Pengumpulan data ini dapatdilakukan
dengan berbagai instrumen, baik tes maupun non-tes.
2. Pelayanan responsif
a. Konseling Individual dan Kelompok
Pemberian pelayanan konseling ini ditujukan untuk
membantu peserta didik yangmengalami kesulitan,
10

mengalami hambatan dalam mencapai tugas-


tugasperkembangannya. Melalui konseling, peserta didik
(konseli) dibantu untukmengidentifikasi masalah,
penyebab masalah, penemuan a atif pemecahanmasalah,
dan pengambilan keputusan secara lebih tepat. Kon eling
ini dapatdilakukan secara individualmaupun kelompok.
b. Referal (Rujukan atau Alih Tangan)
Apabila konselor merasa kurang memiliki
kemampuan untuk menangani masalahkonseli, maka
sebaiknya dia mereferal atau mengalihtangankan konseli
kepadapihak lain yang lebih berwenang, seperti psikolog,
psi iater, dokter, dankepolisian. Konseli yang sebaiknya
direferal adalah me eka yang memilikimasalah, seperti
depresi, tindak kejahatan (kriminalitas), kecanduan
narkoba,dan penyakit kronis.
c. Kolaborasi dengan Guru Mata Pelajaran atau Wali Kelas
Konselor berkolaborasi dengan guru dan wali kelas
dalam rangka memperolehinformasi tentang peserta didik
(seperti prestasi belajar, kehadiran, danpribadinya),
membantu memecahkan masalah peserta didik, dan
mengidentifikasiaspek-aspek bimbingan yang dapat
dilakukan oleh guru mata pelajaran. Aspek-aspekitu di
antaranya : menciptakan iklim sosio-emosional kelas
yangkondusif bagi belajar peserta didik, memahami
karakteristik peserta didik yangunik dan beragam,
menandai peserta didik yang diduga bermasalah,
membantu peserta didik yang mengalami kesulitan belaja
melalui program, mereferal (mengalihtangankan) peserta
didik yangmemerlukan pelayanan bimbingan dan
konseling kepada guru pembimbing, memberikan
informasi yang tentang kaitan mata pelajaran
11

denganbidang kerja yang diminati peserta didik,


memahami perkembangan duniaindustri atau perusahaan,
sehingga dapat memberikan informasi yang luaskepada
peserta didik tentang dunia kerja (tuntutan keahlian kerja,
suasana kerja,persyaratan kerja, dan prospek kerja),
menampilkan pribadi yang matang,baik dalam aspek
emosional, sosial, maupun moral-spiritual (hal ini
penting,karena guru merupakan “figur central” bagi
peserta didik), dan memberikaninformasi tentang cara-cara
mempelajari mata pelajaran yang diberikannyasecara
efektif.
d. Kolaborasi dengan Orang tua
Konselor perlu melakukan kerjasama dengan para
orang tua peserta didik.Kerjasama ini penting agar proses
bimbingan terhadap peserta didik tidak hanyaberlangsung
di Sekolah/Madrasah, tetapi juga oleh orang tua di rumah.
Melaluikerjasama ini memungkinkan terjadinya saling
memberika informasi, pengertian,dan tukar pikiran antar
konselor dan orang tua dalam upaya
mengembangkanpotensi peserta didik atau memecahkan
masalah yang mungkin dihadapi pesertadidik.
Untuk melakukan kerjasama dengan orang tua ini,
dapat dilakukanbeberapa upaya, seperti kepala
Sekolah/Madrasah atau komiteSekolah/Madrasah
mengundang para orang tua untuk datang
keSekolah/Madrasah (minimal satu semester satu kali),
yang pelaksanaannyadapat bersamaan dengan pembagian
rapor, Sekolah/Madrasah memberikaninformasi kepada
orang tua (melalui surat) tentang kemajuan belajar
ataumasalah peserta didik, dan orang tua diminta untuk
melaporkan keadaananaknya di rumah ke
12

Sekolah/Madrasah, terutama menyangkut kegiatan


belajardan perilaku sehari-harinya.
e. Kolaborasi dengan pihak-pihak terkait di luar
Sekolah/Madrasah
Yaitu berkaitan dengan upaya Sekolah/Madrasah
untuk menjalin kerjasamadengan unsur-unsur masyarakat
yang dipandang relevan dengan peningkatanmutu
pelayanan bimbingan. Jalinan kerjasama ini seperti dengan
pihak-pihak instansi pemerintah, instansi swasta,
organisasiprofesi, seperti ABKIN(Asosiasi Bimbingan dan
Konseling Indonesia), para ahli dalam bidangtertentu yang
terkait, seperti Depnaker (dalam rangka analisis
bursakerja/lapangan pekerjaan).
f. Konsultasi
Konselor menerima pelayanan konsultasi bagi guru,
orang tua, atau pihakpimpinan Sekolah/Madrasah yang
terkait dengan upaya membangun kesamaan persepsi
dalam memberikan bimbingan kepada para peserta didik,
menciptakan lingkungan Sekolah/Madrasah yang kondusif
bagi perkembangan peserta didik, melakukan referal, dan
meningkatkan kualitas program bimbingan dan konseling.
g. Bimbingan Teman Sebaya (Peer Guidance/Peer
Facilitation)
Bimbingan teman sebaya ini adalah bimbingan yang
dilak kan oleh peserta didik terhadap peserta didik yang
lainnya. Peserta didik yang menjadi pembimbing
sebelumnya diberikan latihan atau pembinaan oleh
konselor. Peserta didik yang menjadi pembimbing
berfungsi sebagai mentor atau tutor yang membantu
peserta didik lain dalam memecahkan masalah yang
dihad , baik akademik maupun non-akademik. Di samping
13

itu dia juga berfungsi sebagai mediator yang membantu


konselor dengan cara memberikan informasi tentang
kondisi, perkembangan, atau masalah peserta didik yang
perlu mendapat pelayanan bantuan bimbingan atau
konseling.
h. Konferensi Kasus
Yaitu kegiatan untuk membahas permasalahan
peserta didik dalam suatu pertemuan yang dihadiri oleh
pihak-pihak yang dapat memberikan keterangan,
kemudahan dan komitmen bagi terentaskannya
permasalaha peserta didik itu. Pertemuan konferensi kasus
ini bersifat terbatas dan tertutup.
i. Kunjungan Rumah
Yaitu kegiatan untuk memperoleh data atau
keterangan tentang peserta didik tertentu yang sedang
ditangani, dalam upaya menggentaskan masalahnya,
melalui kunjungan ke rumahnya.
3. Perencanaan individual
Konselor membantu peserta didik menganalisis kekuatan
kelemahan dirinya berdasarkan data atau informasi yang
diperoleh, yaitu yang menyangkut pencapaian tugas-tugas
perkembangan, atau aspek-aspek pribadi, sosial, belajar, dan
karier. Melalui kegiatan penilaian diri ini, peser didik akan
memiliki pemahaman, penerimaan, dan pengarahan dirinya
secara positif dan konstruktif.
Pelayanan perencanaan individual ini dapat dilakukan juga
melalui pelayanan penempatan (penjurusan, dan penyaluran),
untuk membentuk peserta didik menempati posisi yang sesuai
dengan bakat dan minatnya. Konseli menggunakan informasi
tentang pribadi, sosial, pendidikan dan karir yang diperolehnya
untuk merumuskan tujuan, dan merencanakan kegiatan
14

(alternatif kegiatan) yang menunjang pengembangan dirinya,


atau kegiatan yang berfungsi untuk memperbaiki kelemahan
dirinya, melakukan kegiatan yang sesuai dengan tujuan atau
perencanaan yang telah ditetapkan, dan mengevaluasi kegiatan
yang telah dilakukannya.
4. Dukungan sistem
a. Pengembangan Profesi
Konselor secara terus menerus berusaha untuk
“meng-update” pengetahuan danketerampilannya
melaluiin-service training, aktif dalam organisasi
profesi,aktif dalam kegiatan-kegiatan ilmiah, seperti
seminar dan workshop(lokakarya), atau melanjutkan studi
ke program yan lebih tinggi(Pascasarjana).
b. Manajemen Program
Program pelayanan bimbingan dan konseling tidak
mungkin akan tercipta,terselenggara, dan tercapai bila
tidak memiliki suatu stem manajemen yangbermutu,
dalam arti dilakukan secara jelas, sistematis, dan terarah.
Oleh karenaitu bimbingan dan konseling harus
ditempatkan sebagai bagian terpadu dariseluruh program
Sekolah/Madrasah dengan dukungan wajar baik dalam
aspekketersediaan sumber daya manusia (konselor),
sarana, dan pembiayaan.
2.2.4 Evaluasi dan Akuntabilitas
1. Maksud dan tujuan
Penilaian kegiatan bimbingan di Sekolah/Madrasah adalah
segala upaya, tindakan atau proses untuk menentukan derajat
kualitas kemajuan kegiatan yang berkaitan dengan pelaksanaan
program bimbingan di Sekolah/Madrasah dengan mengacu pada
kriteria atau patokan-patokan tertentu sesuai dengan program
bimbingan yang dilaksanakan.
15

Kriteria atau patokan yang dipakai untuk menilai


keberhasilan pelaksanaan program pelayanan bimbingan dan
konseling di Sekolah/Madrasah mengacu pada ketercapaian
kompetensi, keterpenuhan kebutuhan-kebutuhan peserta didik
dan pihak-pihak yang terlibat baik langsung maupun tidak
langsung berperan membantu peserta didik memperoleh
perubahan perilaku dan pribadi ke arah yang lebih baik.
Dalam keseluruhan kegiatan pelayanan bimbingan dan
konseling, penilaian diperlukan untuk memperoleh umpan balik
terhadap keefektifan pelayanan bimbingan yang telah
dilaksanakan. Dengan informasi ini dapat diketahui sampai
sejauh mana derajat keberhasilan kegiatan pelayanan bimbingan.
Berdasarkan informasi ini dapat ditetapkan langkah-langkah
tindak lanjut untuk memperbaiki dan mengembangkan program
selanjutnya.
2. Fungsi Evaluasi
a. Memberikan umpan balik (feed back) kepada guru
pembimbing konselor) untuk memperbaiki atau
mengembangkan program bimbingan dan konseling.
b. Memberikan informasi kepada pihak pimpinan Sekolah/
Madrasah, guru mata pelajaran, dan orang tua peserta
didik tentang perkembangan sikap dan perilaku, atau
tingkat ketercapaian tugas-tugas perkembangan peserta
didik, agar secara bersinergi atau berkolaborasi
meningkatkan kualitas implementasi program Bimbingan
dan Konseling di Sekolah/ Madrasah.
3. Aspek-aspek yang Dievaluasi
Ada dua macam aspek kegiatan penilaian program
kegiatan bimbingan, yaitu penilaian proses dan penilaian hasil.
Penilaian proses dimaksudkan untuk mengetahui sampai sejauh
mana keefektifan pelayanan bimbingan dilihat dari prosesnya,
16

sedangkan penilaian hasil dimaksudkan untuk memperoleh


informasi keefektifan pelayanan bimbingan dilihat dari hasilnya.
Aspek yang dinilai baik proses maupun hasil antara lain:
a. Kesesuaian antara program dengan pelaksanaan
b. Keterlaksanaan program
c. Hambatan-hambatan yang dijumpai
d. Dampak pelayanan bimbingan terhadap kegiatan belajar
mengajar
e. Respon peserta didik, personil Sekolah/Madrasah, orang
tua, dan masyarakat terhadap pelayanan bimbingan
f. Perubahan kemajuan peserta didik dilihat dari pencapai n
tujuan pelayanan bimbingan, pencapaian tugas-tugas
perkembangan, dan hasil belajar
g. Keberhasilan peserta didik setelah menamatkan
Sekolah/Madrasah baik pada studi lanjutan ataupun pada
kehidupannya di masyarakat
17

Apabila dilihat dari sifat evaluasi, evaluasi bimbingan dan


konseling lebih bersifat “penilaian dalam proses” yang dapat
dilakukan dengan cara berikut ini.
a. Mengamati partisipasi dan aktivitas peserta didik dalam
kegiatan pelayanan bimbingan.
b. Mengungkapkan pemahaman peserta didik atas bahan-
bahan yang disajikan atau pemahaman/pendalaman
peserta didik atas masalah yang dialaminya.
c. Mengungkapkan kegunaan pelayanan bagi peserta didik
dan perolehan peserta didik sebagai hasil dari
partisipasi/aktivitasnya dalam kegiatan pelayanan
bimbingan.
d. Mengungkapkan minat peserta didik tentang perlunya
pelayanan bimbingan lebih lanjut.
e. Mengamati perkembangan peserta didik dari waktu ke
waktu (butir ini terutama dilakukan dalam kegiatan
pelayanan bimbingan yang berkesinambungan).
f. Mengungkapkan kelancaran proses dan suasana
penyelengg aan kegiatan pelayanan. Berbeda dengan hasil
evaluasi pengajaran yang pada umumnya berbentuk angka
atau skor, maka hasil evaluasi bimbingan dan konseling
berupa deskripsi tentang aspek-aspek yang dievaluasi.
Deskripsi tersebut mencerminkan sejauh mana proses
penyelenggaraan pelayanan/pendukung memberikan
sesuatu yang berharga bagi kemajuan dan perkembangan
dan/atau memberikan bahan atau kemudahan untuk
kegiatan pelayanan terhadap peserta didik.
18

2.3 Need Assessmen dalam Pendidikan Nonformal


1. Ruang lingkup pendidikan nonformal: pengertian, fungsi dan
cakupannya
Pendidikan nonformal berbasis masyarakat adalah pendidikan
nonformal yang diselenggarakan oleh warga masyarakat yang
memerlukan layanan pendidikan dan berfungsi sebagai pengganti,
penambah dan/pelengkap pendidikan formal dalam rangka
mendukung pendidikan sepanjang hayat.
Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi
peserta didik dengan penekanan pengetahuan dan keterampilan
fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian fungsional.
Berfungsi pula sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap
pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang
hayat.
Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup,
pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan
pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan
keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan serta
pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan
peserta didik. Satuan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga
kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan
masyarakat, majelis taklirn serta satuan pendidikan yang sejenis.
Penyelenggara pendidikan nonformal:
 Kelompok bermain (KB)
 Taman penitipan anak (TPA)
 Lembaga kursus
 Sanggar
 Lembaga pelatihan
 Kelompok belajar
 Pusat kegiatan belajar masyarakat
19

 Majelis taklim
Kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang
memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan
sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja,
usaha mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih
tinggi.

2. Prosedur analisis kebutuhan lembaga nonformal (Prinsip


Perencanaan Pendidikan nonformal)
Terdapat sejumlah prinsip mengenai perencanaan pendidikan
nonformal antara lain:
1. Perencanaan yang dikembangkan harus bersifat fleksibel,
memadukan antara kualitas dengan sifat khusus pendidikan
nonformal dan keragaman program.
2. Dalam kasus tertentu penekanan lebih pada kebermaknaan
dalam upaya menunjang efisiensi dan memberikan peluang
sesuai dengan tujuan dan tuntutan dari program pendidikan
nonformal.
Pendidikan nonformal adalah bagian dari tantangan bagi
perencana pendidikan. Sifatnya yang beragam termasuk dalam proses
pendidikan, menjadi tantangan tersendiri bagi perencana yang akan
memanfaatkan cara tradisional yang sudah sistemik untuk pendidikan
nonformal.
Beberapa petimbangan yang harus diperhatikan dalam membuat
perencanaan pendidikan nonformal yaitu:
1. Apa tujuan yang akan diwujudkan dalam memberikan pelayanan
pada pendidikan nonformal ?
2. Kegiatan apa saja yang harus disertakan dalam kegiatan
pendidikan ?
3. Begaimana hubungan dengan sistem pendidikan secara
keseluruhan, termasuk pada pendidikan formal dan informal ?
20

4. Dapatkah perencanaan pendidikan nonformal dikemabangkan


secara efektif, dengan cara bagaimana dan oleh siapa ?
Cakupan pendidikan nonformal lebih menekankan pada
motivasi dan peningkatan kesadaran orang-orang untuk berpartisipasi
dalam perencanaan pendidikan dan struktur administrasi yang
memungkinkan mereka berpartisipasi dan memberikan kontrol pada
penyelenggaraan.

2.3.1 Perencanaan pendidikan nonformal


Prosedur perencanaan sangat menuntut pendekatan ini dan inilah
yang membedakan dengan perencanaan yang berlangsung pada
pendidikan formal. Perencanaan pendidikan dan struktur manajemen
nonformal lebih menekankan pada upaya untuk merintis,
memfasilitasi, dan meningkatkan kerja sama dalam melakukan
partisipasi yang merupakan tantangan baru bagi perencana. Tuntutan
ini berlaku bagi pendidikan formal maupun nonformal, akan tetapi
merupakan keharusan yang tidak dapat ditawar pada pendidikan
nonformal.
Perencanaan untuk pendidikan nonformal menyertakan sejumlah
isu. Isu-isu itu diantaranya:
a. Bagaimana mengembangkan pendidikan nonformal yang selama
ini berlangsung dengan kualitas rendah, yang dianggap kelas
dua setelah pendidikan formal?
b. Apakah masyarakat memberikan toleransi pada dual sistem yang
berarti memberikan peluang untuk mengelompokkan
masyarakat atas dasar perbedaan ekonomi dan status sosial?
c. Sesuai dengan permasalahan yang ada apakah dibutuhkan
perubahan terutama bagi pendidikan formal?
d. Atas dasar itu para pengambil kebijakan dan perencana harus
melakukan pengkajian kembali mengenai semua peluang
pendidikan ini.
21

Perancanganan Pendidikan Nonformal merupakan perencanaan


berbasis aternatif yang terbuka dalam rentangan yang luas.
Perencanaan akan terdiri dari sejumlah alternatif, terutama dalam
melihat lingkungan belajar, atau kurikulum yang dirahkan pada upaya
untuk memenuhi kebutuhan. Berikut sejumlah dimensi beserta ragam
alternatif dalam dimensi ini.
1. Tujuan Pembelajaran
Hal ini merupakan dimensi paling mendasar yang menjadi
jawaban pada pertanyaan mengenai dimensi. Mengapa program
pendidikan membutuhkan tujuan pembelajaran. Dalam beberapa
kasus program Pendidikan nonformal lebih banyak didominasi
oleh alasan politik dan sosial, sehingga yang timbul lebih
banyak tujuan program dan bukan tujuan belajar.
2. Karateristik peserta belajar
Ciri peserta blajar merupakan faktor utama dalam
menetapkan tujuan belajar, tempat belajar, keterbatasan dalam
waktu dan pemanfaatan metode. Peserta belajar yang beragam
membuka kemungkinan untuk keberagaman strategi
pembelajaran dimana kelompok belajar dapat dimanfaatkan
sebagai sumber belajar bagi anggota lain dalam kelompok.
3. Struktur Organisasi
Dimensi ini memiliki cakupan mengenai struktur internal
dan hubungan antara program dengan lembaga yang lebih luas.
Isu-isu organisasi internal memiliki cakupan sekitar staf, metode
pembelajaran dan pembiayaan. Yang berhubungan organisasi
ekternal, yaitu dalam hubungan antara menteri pendidikan
dengan lainnya. Dalam beberapa hal adanya kerjasama dengan
keagamaan dan lembaga sukarelawan lainnya demikian
bermanfaat, sedangkan program mungkin dimotori dan
mendapatkan pengelolaan masyarakat.
4. Staf
22

Staf merupakan merupakan aspek yang sangat


menentukan dalam pendidikan nonformal, sekaitan
pertimbangan terbatasnya pendanaan untuk menunjang program
kegiatan. Mengingat dana utama dipergunakan pada
pembayaran tenaga pendidik, apakah pelaksanaan pendidikan
nonformal dapat dilaksanakan dengan sempurna tanpa
memperhatikan alternatif dalam penetapan staf. Salah satu ciri
yang paling banyak ditunjukkan dalam upaya mengatasi
keterbatasn staf, yaitu melalui upaya sukarena dan staf paruh
waktu. Upaya awal yang umum dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan staf, yaitu dengan merekrut guru-guru sekolah dasar
sebagai pekerjaan tambahan pada tugas utamanya.
5. Biaya
Biaya untuk pendidikan nonformal umumnya
diperuntukkan untuk pembayaran staf, fasilitas, transport dan
berbagai pengeluaran untuk bahan sarana dan prasarana. Setelah
pembiayaan staf banyak didiskusikan, maka giliran berikutnya
membahas lebih jauh yang berhubungan dengan fasilitas yang
tidak begitu banyak diperhatikan dilihat dari pembiayaan baik
pada pendidikan formal maupun pendidikan nonformal.
Umumnya pembiayaan untuk fasilitas mandapat dukungan dari
lokal.
6. Metode pembelajaran
Metode pembelajaran menyiratkan sejumlah alternatif
yang mungkin merupakan kesulitan utama dalam pelatihan staf
pendidikan nonformal dalam melaksanakan peran pendidikan.
Sejumlah variasi alternatif inovatif terjadi dan dalam berbagai
situasi menghasilkan sejumlah model alternatif, seperti
pembelajaran tutor sebaya, metode discovery, kurikulum
berbasis pada peserta belajar, pembelajaran berbasis masyarakat
dan sejumlah metode berbasis penggunaan media. Pemilihan
23

metode pembelajaran memiliki hubungan langsung dengan


pemilihan staf yang dibutuhkan dan struktur internal seting
pembelajaran. Ketiga hal ini perlu dirancanakan bersama.
Pemilihan mengenai metode pembelajaran, atau lebih jauh lagi
perpaduan dari metode yang dipergunakan tergantung pada
tujuan pembelajaran dan ciri peserta belajar.
7. Kontrol kegiatan
Isu yang berhubungan dengan kontrol merupakan
jantungnya pendidikan nonformal dan hal ini merupakan bagian
tidak terpisahkan dari pemberian peran belajar berbasis pada
peserta belajar. Identifikasi kebutuhan belajar, disain metode
pembelajaran, peningkatan dan penetapan dana, dan penetapan
organisasi internal merupakan bagian utama dari proses kontrol.
8. Dimensi lain
Dimensi lain dari pendidikan nonformal, yaitu berkaitan
dengan upaya mem-pertegas definisi dari pendidikan nonformal
sendiri. Penggunaan dimensi dapat menjadikan upaya untuk
mempertegas dari definisi PNF sendiri. Bila terdapat gabungan
dari pemuda dan orang dewasa dalam satu kegiatan, maka hal
ini dikelompokkan pada pendidikan pedesaan.

2.3.2 Pelaksanaan Pendidikan Non-Formal


Pelaksanaan pendidikan nonformal dilihat dari lintasan
perkembangannya lebih banyak dilakukan oleh lembaga
nonpemerintahan. Mereka terdiri dari lembaga swasta, lembaga
keagamaan, dan kelompok masyarakat yang banyak memberikan
dukungan pada kegiatan nonformal saat ini.
a. Bagaimana masa depan kegiatan pendidikan nonformal?
b. Apakah keterbatasan dari program pendidikan nonformal
berbasis masyarakat?
24

c. Bagaimana pemerintah dan pihak swasta melakukan kerjasama


dan koordinasi satu dengan lainnya?
d. Apakah dibutuhkan dukungan dana dari pihak pemerintah dan
bagaimana pengaruhnya bagi kemandirian program yang
sebelumnya merupakan ciri dari pendidikan nonformal?
e. Apakah perencanaan dan kontrol yang dilakukan oleh pihak
pemerintah akan cenderung untuk mengurangi tingkat
efektivitas dan responsifness pada kebutuhan?
f. Siapa yang seharusnya membiayai pendidikan nonformal
apakah pengguna ataukah masyarakat?
g. Apakah pengguna harus memberikan dukungan dana sedangkan
umumnya yang menanggung biaya adalah masyarakat?
Pendidikan nonformal juga mencakup isu kesempatan
memperoleh pendidikan dan diharapkan peluang dan sumber-sumber
juga meningkat karenanya. Pertanyaan yang berkembang apakah betul
pendidikan nonformal lebih murah, sehingga negara dengan sumber
yang terbatas dapat memanfaatkan pendidikan nonformal untuk
memberikan pelayanan pada kelompok miskin ?
25

BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan
Wiggins (1984) dalam Ana menyatakan bahwa assesmen merupakan sarana
yang secara kronologis membantu guru dalam memonitor siswa.Seluruh
pelayanan bimbingan dan konseling yang selama ini dilaksanakan di
Sekolah/Madrasah bisa dipayungi oleh dan terakomodasi ke dalam
kerangka kerja tersebut.Penilaian kegiatan bimbingan di Sekolah/Madrasah
adalah segala upaya, tindakan atau proses untuk menentukan derajat kualitas
kemajuan kegiatan yang berkaitan dengan pelaksanaan program bimbingan
di Sekolah/Madrasah dengan mengacu pada kriteria atau patokan-patokan
tertentu sesuai dengan program bimbingan yang dilaksanakan.
Pendidikan nonformal berbasis masyarakat adalah pendidikan nonformal
yang diselenggarakan oleh warga masyarakat yang memerlukan layanan
pendidikan dan berfungsi sebagai pengganti, penambah dan/pelengkap
pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.

3.2 Saran
Dalam upaya meningkatkan prestasi belajar peserta didik atau individu,
maka saran yang pemakalah berikan antara lain :
1. Mengoptimalkan pendidikan pada jlur formal, nonformal, dan
informal sebagai satuan pendidikan secara efektif dalam peningkatan
prestasi belajar.
2. Mengoptimalkan pendidikan pada jalur formal, non formal, dan
informal sebagai satuan pendidikan secara efektif dalam peningkatan
prestasi belajar.
3. Menciptakan lingkungan pendidikan yang kondusif, edukatif, dan
menyenangkan.

Anda mungkin juga menyukai