Anda di halaman 1dari 17

A .

Klasifikasi Syok Distributif


1. Syock Neurogenik
a. Pengertian
Syok neurogenik disebut juga syok spinal merupakan bentuk dari syok
distributif, Syok neurogenik terjadi akibat  kegagalan pusat vasomotor karena
hilangnya tonus pembuluh darah secara mendadak di seluruh tubuh.sehingga
terjadi hipotensi dan penimbunan darah pada pembuluh tampung (capacitance
vessels). Hasil dari perubahan resistensi pembuluh darah sistemik ini
diakibatkan oleh cidera pada sistem saraf (seperti: trauma kepala, cidera spinal,
atau anestesi umum yang dalam).
Syok neurogenik juga disebut sinkop. Syok neurogenik terjadi karena reaksi
vasovagal berlebihan yang mengakibatkan terjadinya vasodilatasi menyeluruh
di daerah splangnikus sehingga aliran darah ke otak berkurang. Reaksi
vasovagal umumnya disebabkan oleh suhu lingkungan yang panas, terkejut,
takut, atau nyeri hebat. Pasien merasa pusing dan biasanya jatuh pingsan.
Setelah pasien dibaringkan, umumnya keadaan berubah menjadi baik kembali
secara spontan.
Trauma kepala yang terisolasi tidak akan menyebabkan syok. Adanya syok
pada trauma kepala harus dicari penyebab yang lain. Trauma pada medula
spinalis akan menyebabkan hipotensi akibat hilangnya tonus simpatis.
Gambaran klasik dari syok neurogenik adalah hipotensi tanpa takikardi atau
vasokonstriksi perifer.
b. Etiologi 
a) Trauma medula spinalis dengan quadriplegia atau paraplegia (syok spinal).
b) Rangsangan hebat yang kurang menyenangkan seperti rasa nyeri hebat
pada fraktur tulang.
c) Rangsangan pada medula spinalis seperti penggunaan obat anestesi
spinal/lumbal.
d) Trauma kepala (terdapat gangguan pada pusat otonom).
e) Suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut
c. Manifestasi Klinis
Hampir sama dengan syok pada umumnya tetapi pada syok neurogenik
terdapat tanda tekanan darah turun, nadi tidak bertambah cepat, bahkan dapat
lebih lambat (bradikardi) kadang disertai dengan adanya defisit neurologis
berupa quadriplegia atau paraplegia . Sedangkan pada keadaan lanjut, sesudah
pasien menjadi tidak sadar, barulah nadi bertambah cepat. Karena terjadinya
pengumpulan darah di dalam arteriol, kapiler dan vena, maka kulit terasa agak
hangat dan cepat berwarna kemerahan.

2. Syock anafilaktik
a. Pengertian
Anaphylaxis (Yunani, Ana = jauh dari dan phylaxis = perlindungan).
Anafilaksis berarti Menghilangkan perlindungan. Anafilaksis adalah reaksi
alergi umum dengan efek pada beberapa sistem organ terutama kardiovaskular,
respirasi, kutan dan gastro intestinal yang merupakan reaksi imunologis yang
didahului dengan terpaparnya alergen yang sebelumnya sudah tersensitisasi.
Syok anafilaktik(= shock anafilactic ) adalah reaksi anafilaksis yang disertai
hipotensi dengan atau tanpa penurunan kesadaran. Reaksi Anafilaktoid adalah
suatu reaksi anafilaksis yang terjadi tanpa melibatkan antigen-antibodi
kompleks. Karena kemiripan gejala dan tanda biasanya diterapi sebagai
anafilaksis.
Syock anafilaktik disebabkan oleh reaksi alergi ketika pasien yang
sebelumnya sudah membentuk anti bodi terhadap benda asing (anti gen)
mengalami reaksi anti gen- anti bodi sistemik
b. Patofisiologi
Oleh Coomb dan Gell (1963), anafilaksis dikelompokkan dalam
hipersensitivitas tipe 1 atau reaksi tipesegera (Immediate type reaction).
Mekanisme anafilaksis melalui beberapa fase :
a) Fase Sensitisasi Yaitu waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan Ig E
sampai diikatnya oleh reseptor spesifik pada permukaan mastosit dan
basofil. Alergen yang masuk lewat kulit, mukosa, saluran nafas atau saluran
makan di tangkap oleh Makrofag.
Makrofag segera mempresen-tasikan antigen tersebut kepada Limfosit T,
dimana ia akan mensekresikan sitokin (IL-4, IL-13) yang menginduksi
Limfosit B berproliferasi menjadi sel Plasma (Plasmosit).
Sel plasma memproduksi Immunoglobulin E (Ig E) spesifik untuk antigen
tersebut. Ig E ini kemudian terikat pada receptor permukaan sel Mast
(Mastosit) dan basofil.
b) Fase Aktivasi Yaitu waktu selama terjadinya pemaparan ulang dengan
antigen yang sama. Mastosit dan Basofil melepaskan isinya yang berupa
granula yang menimbulkan reaksi pada paparan ulang . Pada kesempatan
lain masuk alergen yang sama ke dalam tubuh. Alergen yang sama tadi
akan diikat oleh Ig E spesifik dan memicu terjadinya reaksi segera yaitu
pelepasan mediator vasoaktif antara lain histamin, serotonin, bradikinin dan
beberapa bahan vasoaktif lain dari granula yang di sebut dengan istilah
Preformed mediators.

Ikatan antigen-antibodi merangsang degradasi asam arakidonat dari


membran sel yang akan menghasilkan Leukotrien (LT) dan Prostaglandin (PG)
yang terjadi beberapa waktu setelah degranulasi yang disebut Newly formed
mediators. Fase Efektor Adalah waktu terjadinya respon yang kompleks
(anafilaksis) sebagai efek mediator yang dilepas mastosit atau basofil dengan
aktivitas farmakologik pada organ organ tertentu. Histamin memberikan efek
bronkokonstriksi, meningkatkan permeabilitas kapiler yang nantinya
menyebabkan edema, sekresi mukus dan vasodilatasi. Serotonin meningkatkan
permeabilitas vaskuler dan Bradikinin menyebabkan kontraksi otot polos.
Platelet activating factor (PAF) berefek bronchospasme dan meningkatkan
permeabilitas vaskuler, agregasi dan aktivasi trombosit. Beberapa faktor
kemotaktik menarik eosinofil dan neutrofil. Prostaglandin yang dihasilkan
menyebabkan bronchokonstriksi, demikian juga dengan Leukotrien.
3. Syok Septik
a. Pengertian
Syok septik adalah bentuk paling umum syok distributuf dan disebabkan
oleh infeksi yang menyebar luas. Insiden syok septik dapat dikurangi dengan
melakukan praktik pengendalian infeksi, melakukan teknijk aseptik yang
cermat, melakukan debriden luka ntuk membuang jarinan nekrotik,
pemeliharaan dan pembersihan peralatan secara tepat dan mencuci tangan
secara menyeluruh
b. Etiologi
Mikroorganisme penyebab syok septik adalah bakteri gram negatif. Ketika
mikroorganisme menyerang jaringan tubuh, pasien akan menunjukkan suatu
respon imun. Respon imun ini membangkitkan aktivasi berbagai mediator
kimiawi yang mempunyai berbagai efek yang mengarah pada syok.
Peningkatan permeabilitas kapiler, yang engarah pada perembesan cairan dari
kapiler dan vasodilatasi adalah dua efek tersebut.
c. Tanda dan Gejala
Sepsis merupakan respon sistemik terhadap bakteriemia. Pada saat
bakteriemia menyebabkan perubahan dalam sirkulasi menimbulkan penurunan
perfusi jaringan dan terjadi shock sepsis. Sekitar 40% pasien sepsis disebabkan
oleh mikroorganisme gram-positive dan 60% disebabkan mikroorganisme
gram-negative. Pada orang dewasa infeksi saluran kencing merupakan sumber
utama terjadinya infeksi. Di rumah sakit kemungkinan sumber infeksi adalah
luka dan kateter atau kateter intravena. Organisme yang paling sering
menyebabkan sepsis adalah staphylococcus aureus dan pseudomonas sp.
Pasien dengan sepsis dan shock sepsis merupakan penyakit akut. Pengkajian
dan pengobatan sangat diperlukan. Pasien dapat meninggal karena sepsis.
Gejala umum adalah:
a) Demam
b) Berkeringat
c) Sakit kepala
d) Nyeri otot

B. Manifestasi Klinis
1.      Tekanan darah sistemik dan takikardi; puncak tekanan darah sistolik <100mmHg
atau lebih dari 10% di bawah tekanan darah yang telah diketahui.
2.      Hipoperfusi perifer, vasokonstriksi; kulit dingin, lembab, dan sianosis.
3.      Status mental terganggu; kebingungan, agitasi, koma.
4.      Oliguria atau anuria; <0,5 ml/kgBB/jam.
5.      Asidosis metabolik.

Pemantauan hemodinamik :
1.   Tekanan darah arteri
2.    Tekanan vena sentral
3.    Tekanan arteri pulmonal, dimonitor dengan kateter Swan-Ganz untuk
pengukuran Pulmonary Catheter Wedge Presure (PCWP).
4.     Pengukuran tambahan. Pemantauan sensorium, jumlah urine, dan suhu kulit.

C.   Penatalaksanaan Syok Distributif


Penanggulangan syok dimulai dengan tindakan umum yang bertujuan untuk memperbaiki
perfusi jaringan; memperbaiki oksigenasi tubuh; dan mempertahankan suhu tubuh. Tindakan ini
tidak bergantung pada penyebab syok. Diagnosis harus segera ditegakkan sehingga dapat
diberikan pengobatan kausal.
1. Airway dan Breathing
a. Bebaskan jalan napas. Lakukan penghisapan, bila ada sekresi atau muntah.
b. Tengadah kepala-topang dagu, kalau perlu pasang alat bantu jalan nafas
(Gudel/oropharingeal airway).
c. Berikan oksigen minimal 6 liter/menit
d. Bila pernapasan/ventilasi tidak adekuat, berikan oksigen dengan pompa sungkup
(Ambu bag) atau ETT.
2. Pertahankan Sirkulasi
Segera pasang infus intravena. Bisa lebih dari satu infus. Pantau nadi, tekanan darah,
warna kulit, isi vena, dan produksi urin.
Cari dan Atasi Penyebab :
a. Penderita dijaga agar tetap merasa hangat dan kaki sedikit dinaikkan untuk
mempermudah kembalinya darah ke jantung.
b. Setiap perdarahan segera dihentikan dan pernafasan penderita diperiksa.
c. Jika muntah, kepala dimiringkan ke satu sisi untuk mencegah terhirupnya
muntahan.
d. Jangan diberikan apapun melalui mulut.
e. Tenaga kesehatan bisa memberikan bantuan pernafasan mekanis.
f. Obat-obatan diberikan secara intravena. Obat bius (narkotik), obat tidur dan obat
penenang biasanya tidak diberikan karena cenderung menurunkan tekanan darah.
g. Cairan diberikan melalui infus. Bila perlu, diberikan transfusi darah.
h. Cairan intravena dan transfusi darah mungkin tidak mempu mengatasi syok jika
perdarahan atau hilangnya cairan terlus berlanjut atau jika syok disebabkan oleh
serangan jantung atau keadaan lainnya yang tidak berhubungan dengan volume
darah.
i. Untuk menambah aliran darah ke otak atau jantung bisa diberikan obat yang
mengkerutkan pembuluh darah. Pemberian obat ini dilakukan sesingkat mungkin
karena bisa mengurangi aliran darah ke jaringan.
j. Jika penyebabnya adalah aksi pompa jantung yang tidak memadai, dilakukan usaha
untuk memperbaiki kinerja jantung. Kelainan denyut dan irama jantung diperbaiki
dan volume darah ditingkatkan (bila perlu). Untuk memperlambat denyut jantung
bisa diberikan atropin. Obat lainnya bisa diberikan untuk memperbaiki kemampuan
kontraksi otot jantung.

Pemberian Cairan :
a. Jangan memberikan minum kepada penderita yang tidak sadar, mual-mual, muntah,
kejang, akan dioperasi/dibius dan yang akan mendapat trauma pada perut serta kepala
(otak) karena bahaya terjadinya aspirasi cairan ke dalam paru.
b. Penderita hanya boleh minum bila penderita sadar betul dan tidak ada indikasi kontra.
c. Cairan intravena seperti larutan isotonik kristaloid merupakan pilihan pertama dalam
melakukan resusitasi cairan untuk mengembalikan volume intravaskuler, volume
interstitial, dan intra sel. Cairan plasma atau pengganti plasma berguna untuk
meningkatkan tekanan onkotik intravaskuler.
d. Pada syok hipovolemik, jumlah cairan yang diberikan harus seimbang dengan jumlah
cairan yang hilang. Sedapat mungkin diberikan jenis cairan yang sama dengan cairan
yang hilang, darah pada perdarahan, plasma pada luka bakar. Kehilangan air harus
diganti dengan larutan hipotonik. Kehilangan cairan berupa air dan elektrolit harus
diganti dengan larutan isotonik. Penggantian volume intra vaskuler dengan cairan
kristaloid memerlukan volume 3-4 kali volume perdarahan yang hilang, sedang bila
menggunakan larutan koloid memerlukan jumlah yang sama dengan jumlah
perdarahan yang hilang. Telah diketahui bahwa transfusi eritrosit konsentrat yang
dikombinasi dengan larutan ringer laktat sama efektifnya dengan darah lengkap.
e. Pemantauan tekanan vena sentral penting untuk mencegah pemberian cairan yang
berlebihan.
f. Pada penanggulangan syok kardiogenik harus dicegah pemberian cairan berlebihan
yang akan membebani jantung. Harus diperhatikan oksigenasi darah dan tindakan
untuk menghilangkan nyeri.
g. Pemberian cairan pada syok septik harus dalam pemantauan ketat, mengingat pada
syok septik biasanya terdapat gangguan organ majemuk (Multiple Organ
Disfunction). Diperlukan pemantauan alat canggih berupa pemasangan CVP, "Swan
Ganz" kateter, dan pemeriksaan analisa gas darah
D. KOMPLIKASI
1. Syok Neurogenik

Syok neurogenik dapat menyebabkan kerusakan permanen pada organ atau jaringan tubuh yang
tidak mendapat cukup pasokan darah. Hal ini bisa terjadi secara bersamaan pada seluruh organ
sehingga dapat menyebabkan kematian.

2. Syok Anafilaktik

syok anafilaktik merupakan kondis kegawat daruratan yang mesti segera ditandai. Gejala syok
anafilaktik bisa berkembang sangat cepat, sehingga menyebabkan detak jantung atau pernapasan
terhenti. Di samping itu, komplikasi syok anafilaktif juga bisa memicu aritmia, serangan jantung,
gagal ginjal, hingga kerusakan otak.

3. Syok Septik

Syok septik bisa mengakibatkan berbagai komplikasi yang sangat berbahaya dan mengancam
nyawa, yang bisa berakibat fatal. Kemungkinan komplikasi syok septik yaitu meliputi:

Gagal ginjal.

Stroke.

Gagal hati.

Gagal jantung.

Pembekuan darah yang tidak normal.

Gagal napas.

Komplikasi yang mungkin akan dialami, dan hasil dari kondisi ini, tergantung pada faktor-faktor
tertentu, seperti:

Usia.

Seberapa cepat pengobatan dimulai.

Penyebab dan asal mula sepsis di dalam tubuh.

Kondisi medis yang sudah ada sebelumnya.

E. PERAN PERAWAT DAN BAGAIMANA PENANGGANAN PADA SYOK


DISTRIBUTIF

1. Syok Neurogenik
Perawatan perawat bertujuan untuk menstabilkan kondisi syok dan mencegah cedera atau
komplikasi lain yang fatal seperti kerusakan organ secara permanen. Sebagai berikut :

a. Membatasi pergerakan tubuh, mencegah kerusakan lebih lanjut, contohnya seperti


memasang collar neck pada leher
b. Memberikan cairan melalui infus, mengendalikan atau mengatur tekanan darah agar tetap
dalam batas normal
c. Pemberian obat-obatan untuk meningkatkan tekanan darah atau menjaga detak jantung
agar tetap normal

2. Syok Anafilaktik

a. Terapi medikamentosa (obat-obat yang dibutuhkan


Adrenalin. Aminofilin, Anthistamin, dan Kortikosteroid. Adrenalin merupakan drug of
choice dari syok anafilaktik. Adrenalin merupakan bronkodilator yang kuat, sehingga
penderita dengan cepat terhindar dari hipoksia yang merupakan pembunuh utama.
Adrenatil merupakan vaokonstriktor pembuluh darah dan intropik yang kuat sehingga
tekanan darah dengan cepat naik kembali. Adrenalit adalah histamin bloker, melalui
peningkatan produksi cyclic AMP sehingga produksi dan pelepasan mediator kimia dapat
berkurang atau berhenti.

b. Terapi supportif:
Pemberian oksigen: jika laring atau brokospasme menyebabkan hipoksia pemberian
oksigen 8-12 liter/menit harus dilakukan. Pada keadaan yang amat ekstrim tindakan
trakeostomi atau krikotiroidektomi perlu dipertimbangkan.
Posisi trendelenburg: berbaring dengan kedua tungkai diangkat (diganjal dengan kursi)
akan membantu menaikan venous return sehingga tekanan darah ikut meningkat.
Pemasangan infus: cairan plasma expander (Dextran) adalah pilihan utama guna dapat
mengisi volume intravaskuler secepatnya. Jika cairan tersebut tak tersedia, RL atau NaCl
fisiologis dapat dipakai sebaga cairan pengganti.
c. Resusitasi Kardio Pulmoner (RKP): seandainya terjadi henti jantung (cardiac arrest).
3. Syok septik

Perawat yang profesional harus dapat mengetahui secara teliti bagaimana cara penularan
sebuah infeksi. Perawat juga harus melakukan pencegahan infeksi dengan cara melakukan
teknik aseptik dalam setiap melakukan tindakan keperawatan, melakukan asepsis terhadap
permukaan dan peralatan, dan melakukan cuci tangan setiap sebelum dan sesudah melakukan
prosedur apapun(6). Perawat juga harus mengambil peran dalam mempromosikan suatu
program pencegahan infeksi di rumah sakit untuk memberitahu antara tindakan kesehatan
yang profesional dan masyarakat juga bisa berkontribusi untuk melakukan peningkatan
keselamatan dan pencegahan tindakan(6).

Selain itu peran perawat pada pasien sepsis yaitu melakukan pemantauan cairan atau resusitasi
cairan awal yang sangat penting untuk stabilisasi hipoperfusi jaringan sepsis atau syok
septik(9). Mengingat keadaan darurat medis ini, resusitasi cairan awal harus dimulai segera
setelah mengenali pasien dengan sepsis dan atau hipotensi dan peningkatan laktat, dan selesai
dalam 3 jam dari awal diagnosis

Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Syok Distributif


A. Pengkajian
Data-data yang dapat ditemukan pada saat pengkajian meliputi :

a. Gelisah, ansietas, tekanan darah menurun
b. Tekanan darah sistolik < 90 mmHg (hipotensi)
c. Tekanan   ventrikel   kiri      peningkatan   tekanan   akhir   diastolik   ventrikel   kir,
peningkatan tekanan atrium kiri, peningkatan tekanan baji arteri pulmonal (PCWP)
d. Curah jantung 2,2 l/mnt, penurunan fraksi ejeksi, penurunan indeks jantung
e. Peningkatan tekanan vena sentral 1600 dyne/dtk/cm
f. Peningkatan  tekanan  pengisian  ventrikel  kanan    adanya  distensi  vena  jugularis,
peningkatan CVP (tekanan > 15 cm H2O, refleks hepatojugular meningkat
g. Takikardia nadi radialis halus, nadi perifer tidak ada atau berkurang
h. Terdengar bunyi gallop S3, S4  atau murmur
i. Distress pernafasan takipnea, ortopnea, hipoksia
j. Perubahan tingkat kesadaran apatis, letargi, semicoma, coma
k. Perubahan kulit pucat, dingin, lembab, sianosis
l. Perubahan suhu tubuh subnormal, meningkat
m. Sangat kehausan
n. Mual, muntah
o. Status  ginjal  haluaran  urine  di  bawah   20  ml/jam,  kreatinin  serum  
meningkat,nitrogen urea serum meningkat
p. Perubahan EKG perubahan iskemi, disritmia, fibrilasi ventrikel
q. Kenyamanan nyeri dada, nyeri abdominal

1.     Pengkajian Primer
Selalu menggunakan pendekatan ABCDE.
      Airway
 Yakinkan kepatenan jalan napas
 Berikan alat bantu napas jika perlu
 Jika terjadi penurunan fungsi pernapasan segera kontak ahli anestesi dan
bawa segera mungkin ke ICU
      Breathing
 Kaji jumlah pernapasan lebih dari 24 kali per menit merupakan gejala yang
signifikan
 Kaji saturasi oksigen
 Periksa gas darah arteri untuk mengkaji status oksigenasi dan
kemungkinan asidosis
 Berikan 100% oksigen melalui non re-breath mask
 auskulasi dada, untuk mengetahui adanya infeksi di dada
 Periksa foto thorak
      Circulation
 Kaji denyut jantung, >100 kali per menit merupakan tanda signifikan
 Monitoring tekanan darah
 Periksa waktu pengisian kapiler
 Pasang infus dengan menggunakan canul yang besar
 Berikan  cairan koloid – gelofusin atau haemaccel
 Pasang  kateter
 Lakukan  pemeriksaan darah lengkap
 Catat  temperature, kemungkinan pasien pyreksia atau temperature kurang
dari 360C
 Siapkan  pemeriksaan urin dan sputum
 Berikan  antibiotic spectrum luas sesuai kebijakan setempat.

      Disability
Bingung merupakan salah satu tanda pertama pada pasien sepsis padahal
sebelumnya tidak ada masalah (sehat dan baik). Kaji tingkat kesadaran dengan
menggunakan AVPU.
      Exposure
Jika sumber infeksi tidak diketahui, cari adanya cidera, luka dan tempat
suntikan dan tempat sumber infeksi lainnya.

2.     Pengkajian Sekunder
a. Aktivitas dan istirahat
Subyektif : Menurunnya tenaga/kelelahan dan insomnia
b. Sirkulasi
- Subyektif : Riwayat pembedahan jantung/ bypass cardiopulmonary,
fenomena embolik (darah, udara, lemak)
- Obyektif : Tekanan darah bisa normal atau meningkat (terjadinya
hipoksemia), hipotensi terjadi pada stadium lanjut (shock)
- Heart rate : takikardi biasa terjadi
- Bunyi jantung : normal pada fase awal, S2 (komponen pulmonic) dapat
terjadi disritmia dapat terjadi, tetapi ECG sering menunjukkan normal
- Kulit dan membran mukosa : mungkin pucat, dingin. Cyanosis biasa terjadi
(stadium lanjut)
c. Integritas Ego
- Subyektif : Keprihatinan/ketakutan, perasaan dekat dengan kematian
- Obyektif : Restlessness, agitasi, gemetar, iritabel, perubahan mental.
d. Makanan/Cairan
- Subyektif : Kehilangan selera makan, nausea
- Obyektif : Formasi edema/perubahan berat badan, hilang/melemahnya
bowel sounds
e. Neurosensori
- Subyektif atau Obyektif : Gejala truma kepala, kelambatan mental, disfungsi
motorik

f. Respirasi
- Subyektif : Riwayat aspirasi, merokok/inhalasi gas, infeksi pulmolal diffuse,
kesulitan bernafas akut atau khronis, “air hunger”
- Obyektif : Respirasi : rapid, swallow, grunting
g. Rasa Aman
- Subyektif : Adanya riwayat trauma tulang/fraktur, sepsis, transfusi darah,
episode anaplastik
h. Seksualitas
- Subyektif atau obyektif : Riwayat kehamilan dengan komplikasi eklampsia

B.     Diagnosa keperawatan
1) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan Ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan O2 , edema paru.
2) Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan afterload dan preload.
3) Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
4) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan cardiac output yang
tidak mencukupi.
5) Intoleransi aktivitas berhubungan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen.
6) Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.

C.      Intervensi
1) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan Ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan O2  edema paru.

Tujuan & Kriteria hasil Intervensi


( NOC) (NIC)
Setelah dilakukan tindakan Airway Managemen :
keperawatan selama ... x 24 jam .  Buka jalan nafas
pasien akan :  Posisikan pasien untuk memaksimalkan
 TTV dalam rentang normal ventilasi ( fowler/semifowler)
 Menunjukkan jalan napas yang  Auskultasi suara nafas , catat adanya suara
paten tambahan
 Mendemostrasikan suara napas  Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat
yang bersih, tidak ada sianosis dan jalan nafas buatan
dypsneu.  Monitor respirasi dan status O2
 Monitor TTV.

2) Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan afterload dan preload.

Tujuan & Kriteria hasil Intervensi


( NOC) (NIC)
Setelah dilakukan tindakan Cardiac care :
keperawatan selama ... x 24 jam .  catat adanya tanda dan gejala penurunan
pasien akan : cardiac output
 Menunjukkan TTV dalam rentang  monitor balance cairan
normal  catat adanya distritmia jantung
 Tidak ada oedema paru dan tidak  monitor TTV
ada asites  atur periode latihan dan istirahat untuk
 Tidak ada penurunan kesadaran menghindari kelelahan
 Dapat mentoleransi aktivitas dan  monitor status pernapasan yang menandakan
tidak ada kelelahan. gagal jantung.

3) Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi.

Tujuan & Kriteria hasil Intervensi


( NOC) (NIC)
Setelah dilakukan tindakan Fever Treatment :
keperawatan selama ... x 24 jam .  Observasi tanda-tanda vital tiap 3 jam.
pasien akan :  Beri kompres hangat pada bagian lipatan
 Suhu tubuh dalam rentang normal tubuh ( Paha dan aksila ).
 Tidak ada perubahan warna kulit  Monitor intake dan output
dan tidak ada pusing  Monitor warna dan suhu kulit
 Nadi dan respirasi dalam rentang  Berikan obat anti piretik
normal Temperature Regulation
 Beri banyak minum ( ± 1-1,5 liter/hari)
sedikit tapi sering
 Ganti pakaian klien dengan bahan tipis
menyerap keringat.

4) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan cardiac output yang


tidak mencukupi.

Tujuan & Kriteria hasil Intervensi


( NOC) (NIC)
Setelah dilakukan tindakan Management sensasi perifer:
keperawatan selama ... x 24 jam .  Monitor tekanan darah  dan nadi apikal
pasien akan : setiap 4 jam
 Tekanan sisitole dan diastole  Instruksikan keluarga untuk mengobservasi
dalam rentang normal kulit jika ada lesi
 Menunjukkan tingkat kesadaran  Monitor adanya daerah tertentu yang hanya
yang baik peka terhadap panas atau dingin
 Kolaborasi obat antihipertensi.

5) Intoleransi aktivitas berhubungan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan


oksigen.

Tujuan & Kriteria hasil Intervensi


( NOC) (NIC)
Setelah dilakukan tindakan Activity Therapy
keperawatan selama ... x 24 jam .  Kaji hal-hal yang mampu dilakukan klien.
pasien akan :  Bantu klien memenuhi kebutuhan
 Berpartisipasi dalam aktivitas fisik aktivitasnya sesuai dengan tingkat
tanpa disertai peningkatan tekanan keterbatasan klien
darah nadi dan respirasi  Beri penjelasan tentang hal-hal yang dapat
 Mampu melakukan aktivitas membantu dan meningkatkan kekuatan
sehari-hari secara mandiri fisik klien.
 TTV dalam rentang normal  Libatkan keluarga dalam pemenuhan ADL
 Status sirkulasi baik klien
 Jelaskan pada keluarga dan klien tentang
pentingnya bedrest ditempat tidur.

6) Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.

Tujuan & Kriteria hasil Intervensi


( NOC) (NIC)
Setelah dilakukan tindakan Anxiety Reduction 
keperawatan selama ... x 24 jam .  Kaji tingkat kecemasan
pasien akan :  Jelaskan prosedur pengobatan perawatan.
 Mampu mengidentifikasi dan  Beri kesempatan pada keluarga untuk
mengungkapkan gejala cemas bertanya tentang kondisi pasien.
 TTV normal  Beri penjelasan tiap prosedur/ tindakan yang
 Menunjukkan teknik untuk akan dilakukan terhadap pasien dan
mengontrol cemas. manfaatnya bagi pasien.
 Beri dorongan spiritual.

Anda mungkin juga menyukai