Anda di halaman 1dari 23

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB II
LANDASAN TEORI

A. Kajian Pustaka
1. Keterampilan Menyimak Cerita Anak
a. Pengertian Keterampilan Menyimak
Keterampilan merupakan tujuan utama dari proses pembelajaran.
Keterampilan juga menjadi alasan mengapa manusia belajar secara terus
menerus, karena pada dasarnya seorang manusia belajar untuk bisa terampil.
Keterampilan inilah yang digunakan oleh manusia untuk melanjutkan
kehidupan.
Pada pembelajaran Bahasa Indonesia, terdapat empat keterampilan
berbahasa yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain. Begitu juga
dengan keterampilan menyimak yang tidak dapat dipisahkan dari ketiga
keterampilan berbahasa lainnya yaitu keterampilan berbicara, membaca, dan
menulis. Keempat keterampilan berbahasa ini saling berkaitan erat dan saling
mempengaruhi. Menyimak merupakan suatu kegiatan untuk mendapatkan
informasi dari yang disampaikan oleh pembicara.
Keterampilan pada dasarnya sama artinya denga kecekatan. Dalam
kehidupan sehari-hari keterampilan sering dikaitkan dengan kecepatan
seseorang dalam menyelesaikan suatu pekerjaan atau tugas. Pendapat ini sesuai
dengan pendapat Soemarjadi, dkk (2001: 2) yang menyatakan bahwa
“keterampilan adalah kepandaian melakukan suatu pekerjaan dengan cepat
dan benar”. Jadi, siswa akan dapat dikatakan memiliki keterampilan apabila
siswa tersebut bisa menyelesaikan tugas atau pekerjaan secara cepat dan tepat.
Jika siswa melakukan tugas atau pekerjaan dengan cepat tetapi salah, maka
siswa tersebut tidak bisa dikatakan terampil. Begitu juga dengan siswa yang
dapat melakukan tugas atau pekerjaan dengan benar tetapi lambat tidak bisa
dikatakan terampil. Sedangkan menurut Syah (2009: 117) keterampilan ialah
kegiatan yang berhubungan dengan urat-urat syaraf dan otot-otot
commit to user

6
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

(neuromuscular) yang lazimnya tampak dalam kegiatan jasmaniah seperti


menulis, mengetik, olah raga, dan sebagainya.
Seperti halnya dalam kegiatan jasmaniah, menyimak juga merupakan
suatu aktivitas yang memerlukan kerja syaraf-syaraf pendengaran. Menyimak
hampir sama dengan kegiatan kegiatan mendengarkan. Menurut Mudjianto dan
Gatut Susanto (2010: 1) “menyimak sama dengan mendengarkan, yaitu
aktivitas mental untuk menerima dan memproses semua informasi melalui alat
pendengaran atau indra pendengaran.”
Menurut Moeliono (1988) mendengar dengan menyimak adalah suatu
kegiatan yang berbeda. Mendengar hanya mengenal bunyi sedangkan
menyimak adalah memperhatikan baik-baik apa yang diucapkan atau dibaca
orang lain” (Slamet, 2009: 3).
Menyimak merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang bersifat
reseptif dan apresiatif. Reseptif berarti bahwa dalam menyimak pelibat harus
mampu memahami apa yang terkandung dalam bahan simakan. Bersifat
apresiatif artinya bahwa menyimak menuntut pelibat untuk tidak hanya mampu
memahami pesan apa yang terkandung dalam bahan simakan tetapi lebih jauh
memberikan respons atas bahan simakan tersebut (Abidin, 2012: 93). Pendapat
ini didukung dengan pendapat Slamet (2009: 2) yang mengemukakan bahwa
menyimak dapat dikatakan sebagai bahasa reseptif dalam suatu kegiatan
becakap-cakap dengan medium dengar maupun medium pandang.
Sejalan dengan pendapat tersebut, Tarigan (2008: 31) mengemukakan
menyimak adalah suatu proses kegiatan yang mendengarkan lambang-lambang
lisan dengan penuh perhatian, pemahaman, apreasiasi, serta interpretasi untuk
memperoleh informasi, menangkap isi atau pesan, serta memahami makna
komunikasi yang telah disampaikan sang pembicara melalui ujaran atau bahasa
lisan.
Seperti halnya dengan pendapat Brown (2004) mengenai keterampilan
menyimak sebagai berikut:
“Many students fall shoer of achieving their goals because they have
commit to user
difficulty listening and comprehending. Hearing is merely a sense, while
listening is learned behavior. Just a decoding the written word 15 is not the
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

same as comprehending its meaning, hearing a sound is not is not the same as
understanding what is being said.” (Brown, 2004). Developing Positive
Listening Skills, School Library Journal, Vol. 50 No. 4 April 2004 page 72)

Pendapat di atas dapat diartikan sebagai banyak siswa yang jatuh


dalam mencapai tujuan karena mereka memiliki kesulitan dalam
menyimak memahami. Mendengarkan hanyalah menggunakan indera,
sedangkan menyimak adalah perilaku yang dipelajari. Hanya
menerjemahkan kata yang tertulis tidak sama dengan memahami
maknanya, mendengarkan suara tidak sama dengan memahami apa yang
diucapkan.
Berkenaan dengan menyimak sebagai kegiatan aktif, terdapat
minimalnya tiga istilah yang kadang dipertukarkan penggunaannya. Ketiga
istilah tersebut adalah mendengar, mendengarkan, dan menyimak. Mendengar
adalah kegiatan menangkap bunyi bahasa yang dilakukan tanpa sengaja.
Mendengarkan adalah kegiatan yang dilakukan secara sengaja untuk
menangkap bunyi bahasa walaupun belum berorientasi pada pembentukan
pemahaman atas pesan yang terkandung dalam bunyi bahasa tersebut.
Menyimak di sisi lain merupakan kegiatan yang dilakukan secara sungguh-
sungguh untuk beroleh pesan, pengetahuan, dan informasi yang terkandung
dalam bunyi bahasa yang didengarkan dengan serius dan penuh perhatian.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa keterampilan
menyimak merupakan suatu kegiatan aktif yang bersifat reseptif dan apresiatif
yang memerlukan perhatian dan pemahaman untuk memperoleh informasi atau
pesan serta memahami makna komunikasi yang telah disampaikan sang
pembicara melalui ujaran atau bahasa lisan secara cepat dan tepat.
b. Tahapan-tahapan Menyimak Cerita Anak
Menyimak sebagi suatu proses memiliki beberapa tahapan, tahapan
dalam kegiatan menyimak ada tiga, yaitu (1) tahap prasimak, (2) tahap
menyimak, dan (3) tahap pascasimak (Abidin 2012: 104).
Pada tahap prasimak terdapat beberapa kegiatan yang dilakukan, antara
commit
lain memprediksi cerita, menebak to curah
cerita, user pendapat, observasi gambar dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

ilustrasi, arisan keinginan, pertanyaan pemandu, menyusun peta semantik,


memerankan adegan/tokoh, dan membongkar skemata. Pada tahap menyimak
ada kegiatan mengisi peta konsep, menangkap ide pokok, menjawab
pertanyaan pemandu,diskusi ide pokok, membedakan fakta dan opini,
membengun peta cerita, menyusun ide pokok mrnjadi kerangka karangan,
menguji prediksi, dan membandingkan bahan simak dengan wacana lain.
Sedangkan pada tahap pascasimak, tujuan utamnya adalah untuk menguji
kemampuan siswa dalam menyimak.
Berbeda dengan pendapat di atas, Tarigan (2009: 63) menyatakan bahwa
tahap-tahap menyimak, antara lain:
1) Tahap Mendengar; dalam tahap ini pendengar baru mendengar
segala sesuatu yang dikemukakan oleh pembicara dalam ujaran
atas pembicaraannya. Jadi, kita masih berada dalam tahap hearing.
2) Tahap Memahami; setelah pendengar mendengar maka ada
keinginan bagi pendengar untuk mengerti atau memahami dengan
baik isi pembicaraan yang disampaikan oleh pembicara. Kemudian,
sampailah pendengar pada tahap understanding.
3) Tahap Menginterpretasi; penyimak yang baik, cermat, dan teliti,
belum puas kalau hanya mendengar dan memahami isi ujaran sang
pembicara, dia ingin menafsirkan atau menginterpretasikan isi, butir-
butir pendapat yang terdapat dan tersirat dalam ujaran itu; dengan
demikian, sang penyimak telah tiba pada tahap interpreting.
4) Tahap Mengevaluasi; setelah memahami serta dapat menafsirkan
atau menginterpretasikan isi pembicaraan, penyimak pun mulailah
menilai atau mengevaluasi pendapat serta gagasan pembicara
mengenai keunggulan dan kelemahan serta kebaikan dan kekurangan
pembicara; dengan demikian sudah sampai tahap evaluating.
5) Tahap Menanggapi; tahap ini merupakan tahap terakhir dalam
kegiatan menyimak. Penyimak menyambut, mencamkan dan
menyerap serta menerima gagasan atau ide yang dikemukakan
oleh pembicara dalam ujaran atau pembicaraannya. Lalu, penyimak
pun sampailah pada tahap menanggapi (responding).

Sejalan dengan hal tersebut, Slamet (2009: 12) menjelaskan tahapan


menyimak, antara lain mendengarkan, memahami, menginterpretasi,
mengevaluasi, dan menanggapi. Dalam setiap tahapan menyimak diperlukan
kemampuan tertentu agar proses menyimak berlangsung dengan baik.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa sebenarnya
commit to user
pendapat para ahli tersebut saling berkaitan dan saling melengkapi untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

10

keberhasilan pembelajaran menyimak. Jadi pembelajaran menyimak cerita


anak dapat dikatakan berhasil apabila siswa mampu menjawab pertanyaan-
pertanyaan tentang bahan simakan baik yang tersurat maupun tersirat. Selain
itu juga siswa harus mampu menjaga konsentrasinya selama proses menyimak.
c. Prinsip-prinsip Menyimak
Selain memiliki tahapan-tahapan dalam pelaksanaannya, pembelajaran
keterampilan menyimak juga memiliki beberapa prinsip yang perlu untuk
diperhatikan. Prinsip-prinsip pembelajaran menyimak menurut Brown (2001)
menyatakan minimalnya ada 6 prinsip yang harus diperhatikan dalam
pembelajaran menyimak sebagai berikut:
1) Pembelajaran menyimak hendaknya dilakukan secara terpadu dengan
keterampilan berbahasa yang lain dengan tepat memfokuskan
diripada pengembangan kemampuan penyimak pemahaman.
2) Pembelajaran menyimak hendaknya dilakukan dengan menerapkan
strategi pembelajaran yang mampu memotivasi siswa secara intrinsik.
3) Pembelajaran menyimak hendaknya dilakukan dengan menggunakan
bahasa dan konteks yang otentik bagi siswa.
4) Pembelajaran menyimak hendaknya dilakukan dengan menggunakan
bentuk respons yang tepat.
5) Strategi pembelajaran menyimak yang digunakan hendaknya secara
nyata mampu mendorong perkembangan kemampuan menyimak
siswa.
6) Gunakan model yang tepat selama pembelajaran menyimak
(Abidin,2012: 101).

Selain pembelajaran menyimak seperti yang dikemukakan Brown di atas,


ada pula beberapa prinsip penting yang perlu diperhatikan guru, antara lain:
1) Pembelajaran menyimak hendaknya tidak dilakukan sebatas menguji
kemampuan siswa menyimak tetapi harus diarahkan pada
pembentukan keterampilan menyimak.
2) Pembelajaran mmenyimak hendaknya dikemas oleh guru melalui
berbagai aktivitas aktif kreatif bagi siswa selama pembelajaran
sehingga mampu membentuk keterampilan menyimak dan mampu
pula mengembangkan karakter siswa.
3) Pembelajaran menyimak harus dilakukan dengan berbasis proses
menyimak disertai dengan penilaian otentik di dalamnya.
4) Pembelajaran menyimak hendaknya dilakukan sesuai dengan
kemampuan siswa dengan berorientasi terhadap pembentukan
commit
perilaku menyimak yang baik.to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

11

5) Pembelajaran menyimak hendaknya dilakukan dengan menggunakan


berbagai media pembelajaran yang tepat (Abidin, 2012: 102-103).

Demikianlah berbagai prinsip pembelajaran menyimak yang


dikemukakan oleh para ahli. Jadi semua prinsip pembelajaran menyimak ini
harus digunakan sebagai jiwa bagi pembelajaran menyimak cerita anak
sehingga pembelajaran menyimak benar-benar berorientasi pada tujuan
pembelajaran menyimak yang telah ditetapkan.
d. Tujuan Keterampilan Menyimak
Semua bentuk kegiatan yang dilakuan manusia pastilah memiliki tujuan
yang ingin dicapai, tak terkecuali dengan menyimak. Menurut Abidin (2012:
95), menyimak memiliki berbagai tujuan, namun secara esensial minimalnya
ada tiga tujuan penting pembelajaran menyimak di sekolah. Ketiga tujuan
tersebut adalah untuk (1) melatih daya konsentrasi siswa, (2) melatih daya
paham siswa, dan (3) melatih daya kreatif siswa.
Tujuan pertama menyimak adalah untuk melatih daya konsentrasi siswa.
Hal ini berarti untuk dapat mengukur daya konsentrasi siswa dalam menyimak
guru perlu menggunakan berbagai kegiatan yang mampu melatih dan
membiasakan siswa untuk memusatkan perhatiannya pada bahan simakan.
Kegiatan yang digunakan untuk melatih dan membiasakan siswa untuk
memusatkan perhatian juga harus dipilih dengan tepat. Tujuan yang kedua
adalah untuk melatih daya paham siswa, maksudnya pembelajaran menyimak
tidak hanya melibatkan kemampuan auditif siswa tapi juga melibatkan
kemampuan kognitif. Sehingga tidak akan terbentuk keterampilan menyimak
yang semu, yaitu siswa yang hanya mampu menjawab pertanyaan terkait isi
simakan dan tidak lebih dari itu. Tujuan yang terakhir yaitu, melatih daya
kreatif siswa. Hal ini berarti bahwa menyimak juga harus berorientasi pada
kemampuan siswa untuk mengembangkan kreativitas berdasarkan atas isi
simakan yang diperoleh.
Berbeda dengan pendapat Abidin, Tarigan (2008: 62) menyatakan bahwa
tujuan menyimak ada 8, yaitu (1) menyimak untuk belajar, (2) menyimak
commit
untuk menikmati, (3) menyimak to user
untuk mengevaluasi, (4) menyimak untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

12

mengapresiasi, (5) menyimak untuk mengomunikasikan ide-ide, (6)


menyimak untuk membedakan bunyi-bunyi, (7) menyimak untuk
memecahkan masalah, dan (8) menyimak untuk meyakinkan.
Gary T. Hunt (1981: 14) menyatakan bahwa tujuan menyimak sebagai
berikut:
(1) Untuk memperoleh informasi yang bersangkut paut denga
pekerjaan/profesi;
(2) Agar menjadi lebih efektif dalam hubungan antarpribadi dalam
kehidupan sehari-hari di rumah, di tempat bekerja, dan di dalam
kehidupan bermasyarakat;
(3) Untuk mengumpulkan data agar dapat membuat kesimpulan-
kesimpulan yang masuk akal; dan
(4) Agar dapat memberikan respons yang tepat terhadap segala sesuatu
yang didengar (Slamet, 2009: 10).

Dari berbagai pendapat yang telah dikemukakan oleh para ahli di atas,
dapat disimpulkan bahwa tujuan menyimak antara lain untuk mendapatkan
informasi atau pesan dari bahan simakan yang telah disimak. Selain itu, jika
sudah memahami bahan simakan, maka tujuan selanjutnya yaitu untuk
mengevaluasi, mengasah kreatifitas, mengapresiasi, mengomunikasikan ide,
dan untuk memecahkan masalah.
e. Urgensi Keterampilan Menyimak
Dalam pembelajaran Bahasa Indonesia, terdapat empat keterampilan
berbahasa yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya, yaitu keterampilan
menyimak, keterampilan berbicara, keterampilan membaca, dan keterampilan
menulis.
Dari keempat jenis keterampilan berbahasa tersebut, keterampilan
menyimak merupakan keterampilan yang perlu mendapat banyak perhatian,
karena keterampilan menyimak merupakan keterampilan yang menjadi dasar
keterampilan berbahasa lain yang harus bisa dikuasai pertama kali oleh
seseorang. Sesuai dengan pendapat Tarigan (2008 : 2) yang menyatakan bahwa
mula-mula pada masa kecil anak belajar menyimak bahasa kemudian
berbicara, sesudah itu anak belajar membaca dan menulis.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

13

Dari pendapat Tarigan di atas dapat diketahui betapa pentingnya


pembelajaran keterampilan menyimak bagi manusia. Sedangkan bagi siswa,
keterampilan menyimak memiliki peran yang sangat penting dalam
pembelajaran. Hal itu dikarenakan keterampilan menyimak dijadikan sebagai
dasar bagi siswa untuk dapat menguasai keterampilan-keterampilan berbahasa
lainnya.
Pada siswa kelas V sekolah dasar, siswa diajarkan untuk menyimak cerita
anak. Hal-hal yang perlu disimak dalam cerita anak salah satunya adalah unsur-
unsur yang membangun cerita anak tersebut, yang meliputi tema, penokohan,
setting, latar, alur, dan amanat. Unsur yang membangun cerita anak ini sama
halnya dengan unsur yang membangun sebuah cerita pada umumnya, jadi
pembelajaran menyimak cerita anak ini juga bisa mengantarkan siswa untuk
pembelajaran menyimak selanjutnya.
f. Jenis Menyimak
Dalam kegiatan menyimak terdapat beberapa jenis kegiatan menyimak.
Diantara pendapat yang mengemukakan jenis menyimak adalah Tarigan (2008:
38) yang membedakan aktivitas menyimak berdasarkan cara penyimakan
menjadi meyimak ekstensif dan menyimak intenisif. Menyimak ekstensif
adalah sejenis kegiatan menyimak mengenai hal-hal yang lebih umum dan
lebih bebas terhadap suatu ujaran, tidak perlu di bawah bimbingan langsung
dari seorang guru. Sedangkan menyimak intensif lebih diarahkan pada kegiatan
menyimak secara lebih bebas dan lebih umum serta perlu di bawah bimbingan
langsung para guru, selain itu menyimak intensif juga diarahkan pada suatu
kegiatan yang jauh lebih diawasi, dikontrol terhadap satu hal tertentu.
Berbeda dengan pendapat di atas, Green dan Petty (1969: 162)
mengelompokkan jenis menyimak berdasarkan hasil simakan menjadi
sembilan jenis. Kesembilan jenis menyimak tersebut adalah sebagai berikut:
1) Menyimak tanpa mereaksi. Dalam jenis menyimak ini, penyimak
mendengar suara tetapi yang bersangkutan tidak memberikan reaksi
apapun.
2) Menyimak Pasif. Dalam menyimak pasif, kegiatan penyimak hampir
sama dengan menyimakcommit
tanpatomereaksi.
user Hanya saja dalam menyimak
pasif, penyimak sudah memberi reaksi meskipun relatif sedikit.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

14

3) Menyimak terputus-putus. Dalam menyimak terputus-putus,


penyimak tidak kontinyu menyimak bahan simakan.
4) Menyimak dangkal. Penyimak hanya menangkap sebagian isi
simakan.
5) Menyimak terpusat. Pikiran penyimak terpusat pada pembicaraan.
6) Menyimak untuk membandingkan. Penyimak menyimak pesan
kemudian membandingkan isinya dengan pengetahuan dan
pengalaman yang dimiliki oleh si penyimak.
7) Menyimak organisasi materi. Penyimak berusaha mengetahui
bagaimana organisasi materi yang disampaikan oleh pembicara, ide
pokok beserta detail-detail penunjangnya.
8) Menyimak kritis. Penyimak nenganalisis secara kritis isi simakan
yang disampaikan oleh pembicara.
9) Menyimak kreatif dan aspiratif. Penyimak berusaha memberikan
respons mental dan fisik yang asli terhadap pembicaraan yang
disampaikan oleh si pembicara (Slamet, 2009: 16-17).

Dari pendapat-pendapat yang telah dikemukakan oleh para ahli di atas,


dapat disimpulkan bahwa jenis menyimak didasarkan pada hasil simakan dan
juga cara penyimakan. Untuk tingkat siswa kelas V SD dapat disesuaikan
sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Anderson (1972: 22-3) berpendapat
bahwa dalam hal ini menyimak cerita anak pada siswa kelas V SD sebaiknya
menggunakan jenis menyimak intensif, sedangkan berdasarkan hasil simakan
dapat menggunakan jenis menyimak kritis (Tarigan, 2008: 65).
g. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keterampilan Menyimak
Aktivitas menyimak, terutama menyimak pembicaraan orang lain,
bukanlah suatu kegiatan yang yang berdiri sendiri, melainkan kegiatan yang
melibatkan berbagai unsur. Setiap orang selalu berusaha agar penyimaknya
dapat efektif, untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Beberapa unsur yang
mempengaruhi keefektifan menyimak tersebut antara lain: (1) pembicara, (2)
pembicaraan, (3) situasi, dan (4) penyimak (Slamet, 2009: 19).
Pembicara adalah orang yang menyampaikan pembicaraan, ide, pesan,
informasi kepada penyimak melalui bahasa lisan, dalam kegiatan pembelajaran
pembicaranya adalah guru. Pembicaraan adalah materi, isi, pesan, atau
informasi yang disampaikan oleh pembicara kepada penyimak, dalam
pembelajaran yang dimaksud adalah materi pembelajaran itu sendiri. Situasi
commit to user
menyimak diartikan sebagai sesuatu yang menyertai kegiatan menyimak di luar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

15

pembicara, pembicaraan, dan penyimak. Faktor menyimak yang terakhir, yaitu


penyimak adalah orang yang mendengarkan dan memahami isi bahan simakan
yang disampaikan oleh pembicara dalam suatu peristiwa menyimak
berlangsung.
Berbeda dengan pendapat di atas, Tarigan (2008: 105) menyatakan
bahwa faktor pemengaruh menyimak ada delapan, yaitu: (1) fisik, (2)
psikologis, (3) pengalaman, (4) sikap, (5) motivasi, (6) jenis kelamin, (7)
lingkungan, dan (8) peranan dalam masyarakat.
Selain beberapa faktor di atas ada juga faktor penghambat menyimak.
Faktor-faktor penghambat tersebut menurut Linz dan Anderson antara lain:
1) Sususan informasi (teks yang berisi informasi yang disusun secara
kronologis lebih mudah dipahami dari pada yang tidak kronologis).
2) Latar belakang pengetahuan penyimak mengenai topikyang disimak.
3) Kelengkapan dan kejelasan informasi yang disimak.
4) Pembicara lebih banyak menggunakan kata ganti dari pada
menggunakan kata benda secara lengkap maka teks itu lebih sulit
dipahami.
5) Yang dideskripsikan dalam teks yang disimak mengandung hubungan
statis, misalnya ataukah hubungan statis (Rofi’uddin dan Zuhdi,
2002: 3).

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa untuk


mendapatkan hasil yang optimal dalam proses pembelajaran menyimak
terdapat beberapa faktor pendukung, yaitu pembicara, penyimak , situasi, dan
pembicaraan atau materi. Sedangkan untuk faktor fisik, jenis kelamin,
lingkungan, dan pengalaman lebih pada faktor penunjang untuk pembicara dan
penyimak.
h. Penilaian Menyimak
Pada dasarnya penilaian menyimak terdapat dua penilaian yaitu penilaian
proses dan penilaian hasil. Penilaian proses ini meliputi kemampuan siswa
dalam menyebutkan unsur-unsur dan menjawab pertanyaan sesuai isi dongeng.
Sedangkan penilaian hasil ini berdasarkan pada kemampuan siswa dalam
menceritakan kembali isi dongeng yang didengarnya secara runtut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

16

Menurut Nurgiyantoro (2001: 231) tes keterampilan menyimak


dimaksudkan untuk mengukur kemampuan siswa menangkap dan memahami
informasi yang terkandung di dalam wacana yang diterimanya melalui saluran
pendengaran. Untuk tes keterampilan menyimak, pemilihan bahan tes lebih
ditekankan pada keadaan wacana, baik dilihat dari segi tingkat kesulitan, isi,
dan cakupan, maupun jenis-jenis wacana. Nurgiyantoro (2001: 239)
mengungkapkan empat tingkatan tes keterampilan menyimak pada aspek
kognitif yaitu :
1) Tes Keterampilan Menyimak Tingkat Ingatan
Tes keterampilan menyimak pada tingkat ingatan sekedar menuntut
siswa untuk mengingat fakta atau menyatukan kembali fakta-fakta
yang terdapat di dalam wacana yang telah diperdengar. Bentuk tes
yang dipergunakan dapat tes bentuk objektif, isian singkat, ataupun
bentuk pilihan ganda.
2) Tes Menyimak Tingkat Pemahaman
Tes keterampilan menyimak ini pada tingkat pemahaman menuntut
siswa untuk dapat memahami wacana yang dipergunakan.
Pemahaman pada tingkat ini belum kompleks benar, belum menuntut
kerja kognitif tingkat tinggi. Bentuk tes yang dipergunakan tes esai
atau bentuk objektif.
3) Tes Menyimak Tingkat Penerapan
Amran Halim (1984) dalam Nurgiyantoro (2001:242)
mengungkapkan bahwa “Butir-butir tes keterampilan menyimak yang
dapat dikategorikan tes tingkat penerapan adalah butir tes yang terdiri
dari pernyataan (diperdengarkan) dan gambar-gambar alternatif
jawaban yang terdapat di lembar tugas. Tingkat kesulitan tes
ditentukan oleh kompleksitas gambar.
4) Tes Keterampilan Menyimak Tingkat Analisis
Tes keterampilan menyimak tingkat analisis menuntut siswa untuk
melakukan kerja analisis, yaitu memilih alternatif jawaban yang
tepat. Analisis yang dilakukan berupa analisis detil-detil informasi,
mempertimbangkan bentuk, dan aspek kebahasaan tertentu,
menemukan hubungan kelogisan, sebab akibat dan lain-lain.
Hubungan antara rangsang yang diperdengarkan dengan alternatif
jawaban yang disediakan kurang menunjukkan hubungan secara
langsung.

Jadi penilaian menyimak terdiri dari empat tingkatan yaitu tes menyimak
ingatan, pemahaman, penerapan dan analisis. Dalam penelitian ini
menggunakan penilaian tes jenis menyimak pemahaman, karena sesuai dengan
commit to user
kemampuan siswa Kelas V SD pada umumnya. Sedangkan untuk bentuk tes
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

17

dapat berupa isian singkat ataupun uraian tentang materi yang telah
disimaknya.
Penilaian keterampilan menyimak yang digunakan dalam penelitian ini
adalah penilaian keterampilan menyimak secara tertulis dari Nurgiyantoro
(2013: 367), yaitu meliputi: 1) pemahaman isi teks, 2) pemahaman detil isi
teks, 3) ketepatan organisasi tes, 4) ketepatan diksi, 5) ketepatan struktur
kalimat, 6) ejaan dan tata tulis, serta 7) kebermaknaan penuturan.
i. Pengertian Cerita Anak
Sastra terbagi menjadi dua jenis, yaitu prosa dan puisi. Cerita merupakan
salah satu bentuk karya sastra yang berbentuk prosa dan tidak terikat pada
aturan bait maupun rima seperti halnya puisi dan pantun.
Cerita anak juga merupakan salah satu bentuk sastra anak. Sastra anak
adalah sastra yang secara emosionanl psikologis dapat ditanggapi dan dipahami
oleh anak, dan itu pada umumnya berangkat dari fakta yang konkret dan
mudah diimajinasikan. (Nurgiyantoro, 2005: 6). Sastra anak dapat berkisah
tentang apa saja, bahkan yang menurut ukuran dewasa tidak masuk akal.
Misalnya kisah binatang yang dapat berbicara, bertingkah laku, berpikir, dan
berperasaan layaknya manusia. Imajinasi dan emosi anak dapat menerima
cerita semacam itu secara wajar dan memang begitulah seharusnya menurut
jangkauan pemahaman anak.
Sejalan dengan pendapat di atas, Sarumpaet (2002) cerita anak adalah
cerita yang ditulis untuk anak, yang berbicara mengenai kehidupan anak
dan sekitarnya yang mempengaruhi anak, dan tulisan itu hanyalah dapat
dinikmati oleh anak dengan bantuan dan pengarahan orang dewasa.
Sedangkan Departemen Pendidikan Nasionl dalam modulnya yang berjudul
“Mengenal Cerita Anak” menyatakan bahwa, cerita anak adalah karangan yang
menuturkan perbuatan, pengalaman, atau penderitaan orang; kejadian dan
sebagainya, yang merupakan rekaan belaka, bersifat imajinatif dan fiktif.
Selain pendapat tersebut, Hardjana HP mengemukakan bahwa cerita anak atau
cerita anak-anak adalah cerita yang ditujukan untuk anak-anak, dan bukan
cerita tentang anak (2011: 2) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

18

Dari pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa cerita anak
adalah salah satu jenis sastra anak yang menuturkan tentang kehidupan anak
dan sekitarnya serta bersifat imajinatif dan fiktif yang hanya dapat dinikmati
oleh anak dengan didampingi orang dewasa.

j. Karakteristik Cerita Anak


Untuk membedakan setiap jenis karya sastra anak, baik itu prosa maupun
puisi dapat diketahui dari ciri dari masing-masing jenis karya sastra. Begitu
pula dengan cerita anak yang termasuk jenis prosa dalam sastra anak.
Menurut Sarumpaet (1976: 24) cerita anak memiliki tiga ciri yang
membedakannya dengan cerita dewasa, ketiga ciri tersebut adalah:
1) Unsur pantangan, yaitu unsur yang berkaitan dengan tema dan
amanat.
2) Unsur langsung dalam cerita anak, yaitu cara penyajian cerita
cenderung beralur datar, tidak menyajikan cerita bertele-tele
ataupun berbelit-belit.
3) Fungsi terapan dalam cerita anak, maksudnya adalah digunakannya
cerita anak-anak sebagai sarana pendidikan oleh orang dewasa.

Berbeda dengan pendapat di atas, Hasyim (1981) mengemukakan


bahwa cerita yang diberikan kepada anak sebagai bahan belajar di sekolah
dasar hendaknya memiliki ciri sebagai berikut:
a) Bahasa yang digunakan haruslah sesuai dengan tingkat perkembangan
bahasa anak.
b) Isi ceritanya haruslah sesuai dengan tingkat umur dan perhatian anak.
Pada tahap pertama (kelas 1-3 SD), bacaan untuk anak laki-laki dan
wanita dapat disamakan. Untuk selanjutnya (kelas 4-6 SD), secara
berangsur-angsur akan kelihatan bahwa anak laki-laki lebih
menyenangi cerita petualangan, olahraga, dan teknik, sedangkan anak
wanita lebih menyenangi cerita yang bersifat kekeluargaan dan social.
c) Hedaknya jangan diberikan cerita yang bersendikan politk tetapi
mengutamakan pendidikan moral dan pembentukan watak.

Demikian ciri-ciri cerita anak menurut ahli. Selain ciri di atas, hal yang
membuat cerita anak berbeda dengan cerita dewasa adalah cerita anak memiliki
sifat yang fiktif dan imajinatif yang disesuaikan dengan perkembangan anak.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

19

k. Unsur Pembangun Cerita Anak


Seperti pada umumnya cerita, cerita anak juga memiliki unsur-unsur
yang membangunnya menjadi satu kesatuan cerita yang utuh. Menurut modul
Depdiknas (11-14), unsur-unsur cerita anak memiliki ciri tersendiri yang
membedakan dengan cerita orang dewasa. Unsur-unsur tersebut antara lain:
1) Tema. Berkaitan dengan adanya pantangan dalam cerita anak, tema-
tema cerita anak harus ditentukan dengan memperhatikan pantangan
yang ada.
2) Tokoh. Tokoh dalam cerita anak tidak harus manusia. Tokoh dalam
cerita anak bisa siapa saja, bahkan golongan hewan, tumbuhan, dan
benda mati sekalipun.
3) Latar. Latar dalam cerita anak dapat dilihat dariisi cerita anak
itusendiri.
4) Sudut pandang. Sudut pandang atau pusat pengisahan adalah sudut
tinjau yang diambil pengarang dalam menuturkan kisahnya.
5) Alur. Dalam cerita ana, cenderung menggunakan alur yang datar dan
tidak serumit cerita orangdewasa.

Selain pendapat di atas, Musfiroh (2005: 38) menyatakan bahwa unsur


pembangun cerita untuk anak-anak adalah tema dan amanat, alur, setting, sudut
pandang, dan sarana kebahasaan. Sejalan dengan pendapat di atas, Kurniawan
(2013: 24-40) mengemukakan bahwa unsur pembangun cerita anak sebagai
brikut:
1) Tema. Tema adalah pokok permasalahan dalam cerita.
2) Tokoh. Dibandingkan dengan tokoh dalam cerita dewasa, tokoh
dalam cerita anak termasuk sederhana, yaitu protagonis, antagonis,
serta protaginis dan antagonis.
3) Latar. Latar adalah tempat terjadinya peristiwa yang dialami para
tokoh.
4) Alur. Alur adalah rangkaian peristiwa dalam cerita.
5) Suasana. Suasana adalah keadaan yang terdapat dalam peristiwa-
peristiwa cerita.
6) Amanat. Amanat adalah pesan berupa nilai-nilai yang akan
disampaikan cerita pada pembaca.

Demikian pendapat beberapa ahli tentang unsur pembangun cerita anak


yang dalam setiap pembahasan secara umum adalah sama, yaitu tema, tokoh,
latar, dana amanat. Unsur-unsur secara umum itulah yang dipelajari dalam
pembelajaran Bahasa Indonesiacommit to user
di Sekolah Dasar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

20

2. Metode Cooperative Script


a. Pengertian Metode Cooperative Script
Cooperative Script merupakan salah satu metode dari model
pembelajaran Cooperative Learning atau pembelajaran kooperatif yang
dikembangkan oleh Slavin. Sedangkan Cooperative Script dikembangkan lebih
lanjut oleh Dansereau pada tahun 1985.
Menurut Suprijono (2013: 54) pembelajaran kooperatif adalah konsep
yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk
yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Dalam pembelajaran
dengan model ini, yang dimaksud dengan dipimpin oleh guru adalah guru
sebagai fasilitator. Dalam pembelajaran kooperatif lebih menitik beratkan pada
kerjasama kelompok untuk dapat menyelesaikan permasalahan. Hal ini
diperkuat dengan pernyataan Lau (2013: 83) dalam jurnalnya bahwa
“Cooperative learning is the use of small teams so that students work on real
tasks with each other to achieve the purpose of learning.” Hal itu dapat
diartikan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan kelompok kerja siswa
dengan anggota yang terbatas dimana mereka bekerja untuk mencapai tujuan
tertentu.
Dalam model pembelajaran Kooperatif, terdapat pengelompokan metode
yaitu, metode pendukung pembelajaran Kooperative dan juga metode
pembelajaran aktif. Dalam metode pembelajaran aktif terdapat Learning Start
With A Question, Tean Quiz, Snowball Throwing, Cooperative Script, dll
(Suprijono, 2013: 111). Tetapi dalam penelitian ini, metode yang akan peneliti
gunakan adalah metode Cooperative Script yang akan dikaji secara lebih
mendalam.
Sehubungan dengan Cooperative Script yang merupakan salah satu
metode dari model pembelajaran kooperatif, maka metode Cooperative Script
ini juga menitik beratkan pada kerjasama antarkelompok untuk menyelesaikan
masalah yang diberikan.
A’la (2011: 98) menyatakan bahwa metode Cooperative Script adalah
commitbekerja
metode belajar di mana siswa to user berpasangan dan secara lisan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

21

mengikhtisarkan bagian-bagian materi yang dipelajarinya dalam rung kelas.


Sejalan dengan pendapat di atas, Suprijono (2013: 126) menyatakan bahwa
Cooperative Script merupakan metode belajar di mana siswa bekerja
berpasangan dan bergantian secara lisan mengikhtisarkan bagian-bagian materi
yang dipelajari.
Selain itu, Hertz dan Miller (1995: 129) mengungkapkan bahwa,
“Cooperative Script is the mechanism that guides the interaction of
cooperating groups as they complete the designated task.” Maksud dari
pernyataan Hertz dan Miller ini bahwa Cooperative Script adalah mekanisme
yang memandu interaksi kerja sama kelompok untuk menyelesaikan tugas
yang telah dibuat.
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan
bahwa metode Cooperative Script adalah salah satu metode dari model
Cooperative Learning yang pelaksanaannya dengan cara siswa berpasangan
dan dalam pasangan tersebut terjadi pembagian tugas secara bergantian sebagai
pembaca dan pendengar untuk mengikhtisarkan bagian-bagian materi yang
dipelajari.
b. Langkah-langkah Metode Cooperatine Script
Sebagai salah satu metode pembalajaran dalam model Cooperative
Learning, metode Cooperative Script memiliki ciri khas atau karakteristik yang
membedakannya dengan meode-metode pembelajaran lain dari model
Cooperative Learning, yaitu langkah-langkah pembelajarannya.
Langkah-langkah penerapan metode Cooperative Script dalam kegiatan
pembelajaran adalah sebagai berikut:
1. Guru membagi siswa untuk berpasangan.
2. Guru membagikan wacana atau materi pada setiap siswa untuk dibaca
dan membuat ringkasan.
3. Guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai
pembicara dan siapa yang berperan sebagai pendengar.
4. Pembicara membacakan ringkasannya selengkap mungkin, dengan
memasukkan ide-ide pokok dalam ringkasannya.
Sementara pendengar:
 Menyimak/mengoreksi/menunjukkan ide-ide pokok yang kurang
commit to user
lengkap.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

22

 Membantu mengingat/menghafal ide-ide pokok dengan


menghubungkan materi sebelumnya atau dengan materi lainnya.
5. Bertukar peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar
dan sebaliknya. Serta lakukan seperti di atas.
6. Kesimpulan siswa bersama-sama dengan guru.
7. Penutup. (Suprijono, 2009: 126-127).

Sejalan dengan pendapatdi atas, Warsono dan Hariyanto (2013: 205)


menyatakan bahwa sintaks atau cara kerja metode Cooperative Script sebagai
berikut:
1. Siswa duduk berpasangan.
2. Guru membagikan wacana/materi kepada siswa untuk dibaca dan
diringkas.
3. Setelah semua siswa memiliki ringkasannya sendiri, guru menugasi
setiap pasangan, siapa yang berperan sebagai pembaca dan siapa
yang berperan sebagai pendengar. Pembaca membacakan ringkasan
selengkap-lengkapnya dengan memasukkan gagasan-gagasan dalam
ringkasannya.
4. Kemudian bertukar peran, pembaca menjadi pendengar dan
sebaliknya.
5. Guru memimpin kelas membuat kesimpulan.
6. Refleksi akhir.
7. Evaluasi.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa


dalam pembelajaran yang menggunakan metode Cooperative Script siswa
bekerja secara berpasang-pasangan dan pembagian peran akan dapat terbagi
secara merata. Sesuai dengan langkah-langkah dalam pelaksanaan metode
Cooperative Script sebagai berikut:
1. Guru membagi siswa untuk berpasangan.
2. Guru membagikan wacana atau materi pada setiap siswa untuk
dibacakan kepada temannya.
3. Guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai
pembicara dan siapa yang berperan sebagai pendengar.
4. Pembicara membacakan cerita yang diterima.
Sementara pendengar menyimak dan menulis ide-ide pokok cerita
yang didengar/disimak.
5. Bertukar peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi
pendengar dan sebaliknya. Serta lakukan seperti di atas.
6. Berbagi hasil simakan dan saling memberi masukan tentang hasil
simakan.
commit to user
7. Kesimpulan siswa bersama-sama dengan guru.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

23

8. Penutup.

c. Urgensi Metode Cooperative Script


Dalam metode Cooperative Script yang memiliki beberapa langkah
dalam pelaksanaannya, pastilah juga memiliki kelebihan yang tidak dimiliki
oleh metode-metode pembelajaran lain. Kelebihan Cooperative Script sebagai
metode pembelajaran, antara lain: 1) melatih pendengaran,
ketelitian/kecermatan, 2) setiap siswa mendapat peran, dan 3) melatih
mengungkapkan kesalahan orang lain dengan lisan. (A’la, 2011: 98).
Sejalan dengan pendapat di atas, Huda (2013: 215) menyatakan bahwa
metode Cooperative Script memiliki beberapa kelebihan, antara lain:
1) dapat menumbuhkan ide-ide atau gagasan baru, daya berpikir kritis, serta
mengembangkan jiwa keberanian dalam menyampaikan hal-hal baru yang
diyakini benar; 2) mengajarkan siswa untuk percaya kepada guru dan lebih
percaya lagi pada kemampuan sendiri untuk berpikir,mencari informasi dari
sumber lain, dan belajar dari siswa lain; 3) mendorong siswa untuk berlatih
memecahkan masalah dengan mengungkapkan idenya secara verbal dan
membandingkan ide siswa dengan ide temannya; 4) membantu siswa belajar
menghormati siswa yang pintar dan siswa yang kurang pintar serta menerima
perbedaan yang ada; 5) memotivasi siswa yang kurang pandai agar mampu
mengungkapkan pemikirannya; 6) memudahkan siswa berdiskusi dan
melakukan interaksi sosial; dan 7) meningkatkan kemampuan berpikir kreatif.

Dari beberapa uraian di atas, dapat diketahui kelebihan-kelebihan yang


dimiliki oleh metode Cooperative Script yang diharapkan dapat meningkatkan
kualitas pembelajaran yang dilaksanakan dengan metode ini.
d. Penerapan Metode Cooperatine Script dalam Pembelajaran Menyimak
Cerita Anak
Dalam pelaksanaan metode Cooperative Script pada pembelajaran
menyimak cerita anak terdapat beberapa langkah yang merupakan langkah
pembelajaran metode Cooperative Script sebagai berikut
1) Guru membagi siswa untuk berpasangan.
2) Guru membagikan wacana atau cerita anak pada setiap siswa untuk
dibacakan dan disimak oleh teman kelompok/pasangan kelompoknya.
3) Guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai
commit to user
pembicara dan siapa yang berperan sebagai pendengar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

24

4) Pembicara membacakan cerita yang diterima dengan suara yang keras


dan mudah dipahami pendengar/penyimak. Sementara pendengar
menyimak dan menulis ide-ide pokok cerita yang didengar/disimak.
5) Bertukar peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar
dan sebaliknya. Serta lakukan seperti di atas.
6) Berbagi hasil simakan dan saling memberi masukan tentang hasil
simakan teman kelompok/pasangan kelompoknya.
7) Menyimpulkan hasil simakan yang telah diberi masukan oleh masing-
masing anggota kelompok (pasangan) dengan guru secara bersama-sama
8) Penutup.

B. Penelitian yang Relevan


Ada beberapa penelitian yang dipandang relevan dengan penelitian ini,
yaitu:
1. Penelitian Anesa Surya (2012) dengan berjudul Peningkatan Keterampilan
Menyimak Dongeng Melalui Model Cooperative Learning Teknik Inside-
Outside Circle (IOC) Siswa Kelas II SDN JOGOROGO 1 Ngawi Tahun
Pelajaran 2011/2012. Hasil penelitian ini menunjukkan peningkatan
keterampilan menyimak dongeng siswa kelas II SDN Jogorogo 1 melalui
penggunaan model Cooperative Learning teknik Inside-Outside Circle (IOC).
Peningkatan tersebut dapat terlihat dari peningkatan persentase setiap
indikator keterampilan Bahasa Indonesia dari siklus I ke siklus II, yaitu:
keaktifan dari 72,72 % menjadi 87,89%, kerjasama dari 78,79% menjadi
93,94%, dan demonstrasi dari 60,61% menjadi 81,82%
Persamaan antara penelitian ini dengan penelitian Anesa Surya terletak pada
variabel terikat, yaitu keterampilan menyimak. Perbedaannya, penelitian
tersebut menggunakan model Cooperative Learning teknik Inside-Outside
Circle (IOC), sedangkan penelitian ini menggunakan metode Cooperative
Script. Perbedaan lainnya terdapat pada subjek penelitian, subjek penelitian
tersebut adalah siswa kelas II SDN JOGOROGO 1, sedangkan dalam
commit
penelitian ini subjeknya adalah siswa to userV SD Negeri 02 Klodran.
kelas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

25

2. Penelitian dengan judul Efektivitas Penggunaan Metode Pembelajaran


Cooperative Script Terhadap Hasil Belajar Mata Pelajaran Bahasa Indonesia
Siswa Kelas IV SDN Sidorejo Lor 01 yang disusun oleh Masturoh. Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah penggunaan cooperative
script efektif untuk meningkatkan hasil belajar bahasa Indonesia siswa kelas
IV. Data yang diperoleh dari hasil tes Bahasa Indonesia dari dua kelas, IV
A(Kelas eksperimen yang diberi perlakuan menggunakan cooperative script)
dan kelas IV B (kelas kontrol, kelas yang tidak diberi perlakuan)
menunjukkan bahwa pembelajaran cooperative script berpengaruh terhadap
peningkatan hasil belajar bahasa Indonesia siswa kelas IV SD Negeri
Sidorejo Lor 01 Salatiga. Hal ini dapat dilihat dari hasil perhitungan uji t yang
menunjukkan bahwa t hitung sebesar 2.009 dengan signifikansi 0.040 (p <
0.05).
Kesamaan dengan penelitian ini terletak pada variabel bebas yakni
penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe cooperative script,
sedangkan pebedaannya terletak pada variable terikat, pada penelitian ini
adalah hasil belajar bahasa Indonesia, sedang penelitian yang akan dilakukan
menggunakan variabel terikat keterampilan berbicara. Pada penelitian ini
terbukti cooperative script adalah strategi pembelajaran yang efektif dan
dapat meningkatkan hasil belajar bahasa Indonesia, diharapkan juga
cooperative script dapat meningkatkan keterampilan berbicara pada siswa
kelas V SD N 03 Gemolong.
3. Penelitian Azizah Nurlaili (2014) dengan judul Upaya Meningkatkan
Keterampilan Berbicara dengan Menggunakan Model Kooperatif Tipe
Cooperative Script pada Siswa Kelas V SDN 03 Gemolong Tahun Ajaran
2013/2014. Hasil penelitian ini menunjukkan peningkatan keterampilan
berbicara dengan menggunakan model Kooperative tipe Cooperative Script.
Peningkatan tersebut dapat terlihat dari peningkatan persentase pada pra-
tindakan yaitu sebesar 20,59%, setelah dilakukan siklus I meningkat menjadi
70,58%, dan meningkat pada siklus II menjadi 91,17%.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

26

Persamaan antara penelitian ini dengan penelitian Azizah Nurlaili terletak


pada variabel bebas, yaitu Cooperative Script. Perbedaannya, penelitian
tersebut meneliti tentang keterampilan berbicara, sedangkan penelitian ini
meneliti keterampilan menyimak. Perbedaan lainnya terdapat pada subjek
penelitian, subjek penelitian tersebut adalah siswa kelas V SDN 03
Gemolong, sedangkan dalam penelitian ini subjeknya adalah siswa kelas V
SD Negeri 02 Klodran.

C. Kerangka Berpikir
Pembelajaran Bahasa Indonesia, khususnya keterampilan menyimak
cerita anak pada siswa kelas V SD Negeri 02 Klodran tahun ajaran 2013/2014
masih menunjukkan hasil yang rendah.
Pada kondisi awal pembelajaran yang digunakan oleh guru masih
pembelajaran yang bersifat konvensional. Pusat pembelajaran adalah guru
(Teacher Centered Learning), sehingga siswa masih belum memiliki
pengalaman belajar, hasilnya pembelajaran yang bermakna pun tidak dapat
tercapai. Selain itu, guru juga kurang dalam memberikan umban balik tentang
cerita anak yang telah disimak untuk mengetahui tingkat keterampilan
menyimak cerita anak pada siswa kelas V SD Negeri 02 Klodran tahun ajaran
2013/2014. Hal ini yang membuat siswa merasa bosan dan cenderung tidak
fokus pada pembelajaran yang sedang berlangsung, karena jika siswa sudah
merasa bosan, siswa akan mencari kegiatan lain untuk mengatasi rasa bosan
tersebut. Selain itu, siswa juga menjadi pasif dalam kegiatan pembelajaran,
karena siswa kurang memiliki pengalaman belajar tentang apa yang baru saja
disampaikan oleh guru, sehingga kualitas pembelajaran menyimak siswa kelas
V SD Negeri 02 Klodran masih rendah. Siswa yang nilainya mampu mencapai
KKM hanya sejumlah 7 anak.
Berdasarkan kondisi awal tersebut, maka tindakan peneliti adalah
mencari alternatif yang tepat untuk mengatasi permasalahan pada pembelajaran
tersebut. Alternatif yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan
commitmenggunakan
pembelajara tersebut adalah dengan to user metode pembelajaran yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

27

tepat dan dapat menarik perhatian siswa terhadap pembelajaran yang sedang
berlangsung. Metode yang tepat untuk mengatasi masalah ini adalah dengan
menggunakan metode Cooperative Script. Cooperative Script adalah metode
pembelajaran yang dilaksanakan dengan cara berpasangan, dalam setiap
pasangan nantinya setiap anggota akan mendapat peran yang sama secara
bergantian, yaitu sebagai pembaca dan sebagai pendengar. Dalam
pelaksanannya, penelitian ini memerlukan kolaborasi antara guru kelas dengan
dan peneliti, metode Cooperative Script diterapkan pada siklus I dan siklus II
melalui tahap perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Dalam
penelitian ini peneliti menetapkan indikator ketercapaian klasikal sebesar 85 %.
Dengan penerapan metode Cooperative Script diharapkan dapat
meningkatkan keterampilan menyimak cerita anak pada siswa kelas V SD
Negeri 02 Klodran, Kecamatan Colomadu, Kabupaten Karanganyar tahun
ajaran 2013/2014.
Sejalan dengan judul penelitian ini, hubungan antarvariabel penerapan
metode Cooperative Script dengan peningkatan keterampilan menyimak cerita
anak pada siswa kelas V SD Negeri 02 Klodran tahun ajaran 2013/2014 secara
sederhana dapat dibuat kerangka berpikir sebagai berikut:

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

28

Kondisi Guru mengajar dengan Keterampilan


Awal menggunakan metode menyimak cerita
konvensional anak rendah

Guru Siklus I
menggunakan
metode 1. Perencanaan
Tindakan Cooperative Script 2. Tindakan
dalam pembelajara 3. Observasi
pembelajaran
menyimak cerita anak 4. Refleksi
menyimak cerita
anak
Siklus II

1. Perencanaan
2. Tindakan
3. Observasi
4. Refleksi

Melalui metode Cooperative


Kondisi Script keterampilan menyimak
Akhir cerita anak meningkat

Gambar 2.1. Alur Kerangka Berpikir Penelitian Tindakan

D. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan landasan teori dan kerangka berpikir, maka dapat
dirumuskan hipotesis penelitian tindakan kelas sebagai berikut: “ Penggunaan
metode Cooperative Script dapat meningkatkan keterampilan menyimak cerita
anak pada siswa kelas V SD Negeri 02 Klodran Kecamatan Colomadu
Kabupaten Karanganyar Tahun Ajaran 2013/2014.”
commit to user

Anda mungkin juga menyukai