Anda di halaman 1dari 5

 

REVIEW MENGAPA NEGARA GAGAL


 – 
 AWAL MULA KEKUASAAN,KEMAKMURAN DAN KEMISKINANKARYA DARON
ACEMOGLU DAN JAMES A. ROBINSON

PROFIL
Daron Acemoglu adalah seorang Proffesor Ilmu Ekonomi dari MIT (Massacusetts Institute of
Technology). Pada 2005 ia pernah memenangkan John Bates Clark Medal sebagai ekonom
berusia di bawah 40 tahun yang dianggap telah memberikan kontribusi besar bagi
pengembangan pemikiran dan ilmu ekonomi.

James A. Robinson merupakan pakar politik, ekonomi dan Proffesor ilmu pemerintahan


di Harvard University. Pakar masalah ekonomi-politik di Amerika Latin dan Afrika itu pernah
bekerja di Bostwana, Mauritius, Sierra Lone, Afrika Selatan. Kedua penulis inimenghabiskan
waktu selama 15 tahun untuk menyelesaikan risetnya mengenai latar belakang negara-
negara gagal di dunia dari sudut pandang ekonomi dan politik.

PENJELASAN MENGAPA NEGARA GAGAL


Sebuah hal menarik membaca buku karya Daron Acemoglu dan James A. Robinson dengan judul
asli“Why Nation Fail – Origin of Power, Prosperity and Proverty” diterbitkan pertama kali
oleh Crown Publishing Group di New York tahun 2012. Selanjutnya diterjemahkan pertama
kali kedalam bahasa Indonesia dengan judul “Mengapa Negara gagal – Awal Mula
Kekuasaan, Kemakmuran dan Kemiskinan” diterbitkan oleh PT. Elex MediaKomputindo,
Kompas Gramedia di Jakarta Tahun 2014.

Tesis awal yang diajukan oleh Acemoglu dan Robinson dari karyanya
“Mengapa Negara Gagal”
ialah Sistem ekonomi yang bersifat inklusif dengan perlembagaan ekonomiyang inklusif
akan mendorong kemajuan ekonomi, kemudian sistem ekonomi ekstraktif dengan
perlembagaan ekonomi yang ekstraktif pula akan mendorong kemunduran ekonomidan menyisakan
penderitaan. Sedangkan dari sudut pandang politik kedua penulis bukutersebut mengungkapkan
kemajuan politik didorong oleh sistem dan perlembagaan politikyang inklusif.

Sungguh piawai memang Acemoglu dan Robinson dalam memberikan pandangan ekonomi-politik
dengan memberikan narasi dari sejarah perkembangan ekonomi dan politik,sebagaimana dia
mengungkapkan hubungan suku bangsa, budaya dan posisi geografis sebetulnya tidak menentukan
pertumbuhan ekonomi dalam suatu negara. Di permulaan bab mereka mengungkapkan bahwa
Kemajuan Amerika Serikat bukanlah karena faktor kekayaan alam, contoh yang dikemukakan ialah
Nagolas di Arizona Amerika Serikat dengan Nagolasdi Sonora Mexico, dimana Nagolas di
Arizona lebih sejahtera dibandingkan Nagolas di Sorona. Dari contoh kasus ini dijawab
dengan kota yang terpisah dalam dua negara terebutmemiliki budaya yang sama, iklim yang
sama, letak geografis yang sama, mengapa kondisi ekonominya berbeda? Kondisi Nagolas
yang berada dibawah kekuasaan politik AmerikaSerikat cenderung lebih bebas dalam
mencari pekerjaan, mendapatkan fasilitas publik dan insentif yang memadai bagi warganya
dikarenakan konstitusi Amerika Serikat menjunjung tinggi kebebasan kepemilikan tanpa
harus khawatir untuk dijarah. Sedangkan kondisi Nagolas pada Negara Mexico
kebalikannya, dimana negara ini cenderung otoriter dan tidak memiliki keleluasaan bagi
masyarakatnya dalam jaminan kesehatan, pendidikan danpekerjaan sehingga tidak
mendapatkan insentif yang memadai bagi kehidupannya di negara tersebut, bahkan angka
harapan hidupnya jauh berbeda dengan Nagolas di Amerika Serikat.

Untuk menjawab lebih jauh terkait permasalahan kedua negara ini, Acemoglu danRobinson
mengungkapkan dalam sejarah penguasaan negara-negara tersebut oleh bangsa Eropa,
bermula dari Bangsa Spanyol yang mendaratkan kakinya di wilayah Amerika Selatan atas
ketertarikannya pada sumber daya alam yang terkandung disana, membuat orang-orang
Spanyol menjadikan Amerika Latin menjadi daerah jajahannya, dengan memperlakukannya
secara kejam, dimana kepala-kepala suku/raja pada wilayah-wilayah yang dikuasainya
ditawan dan dirampas hartanya, kemudian menjarah seluruh kekayaan masyarakat
danalamnya. Mereka datang menjadi tuan baru di tanah Amerika, yang menjadikan pribumi
sebagai budak, akhirnya bangsa pribumi menjadi masyarakat tertindas, budak dan hidup
melarat. Sedangkan Amerika Serikat awalnya adalah hamparan yang tidak terlalu subur
dengan cakupan wilayah yang cukup luas, dimana suku-suku adat hidup disana,
pencaharian mereka adalah bertani, tidak ada sumber daya mineral dan tambang disana
(kondisi berbeda dengan Amerika Selatan). Amerika Utara (AS dan Kanada) dijadikan koloni
Inggris bukan tanpa alasan, tetapi memang sudah tidak mendapatkan negara jajahan (habis dikuasai
oleh Spanyol dan Portugis), Akhirnya bangsa Inggris harus bersusah payah dalam
menguasai Amerika Serikat, mereka akhirnya merumuskan konstitusi untuk setiap warga
negara harus bekerja, setiap keluarga diberikan 50 Ha tanah untuk dikelola, sehingga
kemajuan bidang pertanian berkembang pesat yang mengakibatkan setiap orang Amerika Serikat yang
menguasai tanah untuk dikelola mendapatkan insentif yang memadai, bahkan dapat
ikut serta dalam merumuskan undang-undang, kebalikan dari wilayah yang dikuasai oleh
Spanyol hanya menjadi negara budak yang tetap miskin.
 
Latar belakang kedua negara tersebut menerangkan cukup menerangkan bahwa system kolonial yang
dilakukanlah pembentuk penindasan itu sendiri, kemudian pada bagian-bagianselanjutnya
dalam buku ini disebut sebagai sistem ekstraktif.

Bab selanjutnya Acemoglu dan Robinson secara terang menolak teori Jared Diamond(1997)
dan Sach (2006) yang mengungkapkan bukanlah iklim, letak geografis maupun budaya yang
menentukan kemakmuran itu sendiri. Ia juga menolak toeri Max Weber (2002) yang menyatakan bahwa
kebangkitan industri modern di Eropa Barat merupakan merupakan refleksi dari etika
Protestan pasca reformasi agama, atau pandangan Landes (1999) yang berpendapat
bahwa negara-negara Eropa Barat maju berkat kultur yang unik yang mendorong mereka
untuk bekerja keras dan inovatif. Baginya Ketimpangan ekonomi antara Meksiko dan AS,
Jerman Timur dan Jerman Barat sebelum akhirnya bersatu, dan Korea Selatan dan Korea
Utara merupakan bukti bahwa kekayaan negara tidak ditentukan oleh faktor geografis,
namun karena faktor institusi politik. Selanjutnya menurut mereka, Amerika Serikat dan
Kanada merupakan dua bekas negara jajahan Inggris sama seperti Sierra Leone dan
Nigeria. Namun kedua negara yang disebutkan pertama mampu menjadi negara besar,
sementara dua negara terakhir, masih berkutat sebagai negara berkembang. Bahkan
menurut Acemoglu dan Robinson, berbagai etika yang muncul seperti semangat gotong
royong merupakan hasil dari penerapan dari sebuah institusi dan tidak berdiri
sendiri. Dengan demikian, keyakininan,nilai-nilai dan etika tidak dapat menentukan
kemajuan suatu negara.

Dalam teori First Welfare Theorem, disebutkan bahwa pasar ekonomi berasal dari sudut
pandang tertentu. Tidak adanya kebebasan dalam produksi, jual beli barang dan jasa,akan
menghasilkan kegagalan pasar. Kondisi inilah yang menjadi dasar dari teori ketimpangan
dunia. Negara kaya menjadi kaya karena mereka menerapkan kebijakan terbaik dan sukses
mengeliminasi kegagalan pasar tersebut. Sebaliknya, negara miskin terjadi akibat
penguasanya memilih kebijakan menciptakan kemiskinan.

Seperti yang sudah disampaikan di awal, teori yang dikembangkan oleh Acemoglu dan
Robinson adalah perekonomian suatu negara akan maju jika menerapkan ekonomi inklusif,sebaliknya,
negara akan menjadi miskin jika menerapkan ekoniomi ekstraktif. Penentu dari pilihan
tersebut kembali kepada institusi politik yang menjadi operator dari kebijakan-kebijakan
ekonomi yang diambil. Sebuah negara disebut memiliki institusi politik
ekstraktif jika desain kebijakan ekonominya berorientasi untuk memperkaya elit dengan beru
paya mempertahankan kekuasannya meskipun mengorbankan rakyatnya.
Sistem ekonomi inklusif memiliki ciri adanya lembaga yang mendorong property rights (Hak
Kepemilikan), menciptakan level playing field, mendorong investasi pada teknologi dan skill
akan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi. Ini berbeda dengan institusi ekonomi
ekstraktif yang menyedot sumber ekonomi dari banyak orang untuk hanya segelintir
orangdan gagal memberikan insentif pada kegiatan ekonomi.

Pemerintahan yang ekstratif (extractice institution) akan menjadi lingkaran setan dari kondisi
suatu negara yang secara permanen akan mengakibatkan ketimpangan ekonomi. Namun demikian
lingkaran setan tersebut dapat diputus jika ada faktor-faktor yang saling mendukung,
terutama oleh kondisi kritis, yang memaksa terjadinya suatu perubahan. Contoh hal ini
adalah Revolusi Prancis, Revolusi Inggris dan Restorasi Meiji di Jepang.

Masalah sistem ekonomi dan politik yang bersifat ekstraktif menurut Acemoglu danRobinson
hanya akan memunculkan pecundang ekonomi dan pecundang politik. Dimana pecundang ekonomi
yang dimaksud adalah setiap orang/kelompok tertentu yang berada dalam lingkaran
kekuasaan takut kehilangan keuntungan ekonominya, sehingga cara untuk menjaga
keuntungan pribadi dengan memberikan kebijakan-kebijakan yang hanya menguntungkannya.
Sedangkan yang dimaksud pecundang politik ialah orang/kelompokyang enggan kehilangan
kekuasaannya, sehingga membentuk semacam oligarki kekuasaan politik.

Penjelasan selanjutnya ialah, meskipun institusi bersifat ekstraktif yang berupaya mencapai
pertumbuhan ekonomi maupun politik yang tinggi, tidak akan mampu bertahan lama.
Dikarenakan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan memberikan syarat harus adanya
kreatifitas, sedangkan dalam sistem ekstraktif kreatifitas merupakan bola liar yang dapat
menggerus eksistensi kekuasaan. Disamping itu, institusi ekonomi yang bersifat ekstraktif
akan mendorong rasa iri dari pihak oposisi akan melakukan upaya untuk perebutan yang
berdampak pada stabilitas politik. Contoh kasus yang diberikan ialah Uni Soviet dan
Pemerintahan Ottoman, dimana Uni Soviet setelah perang dunia II dianggap akan menjadi
raja bagi perekonomian dunia karena pesatnya industrialisasi, namun faktanya kejayaan
UniSoviet tidak berlangsung lama, bahkan mengahdapi dekade 1990an mengalami
kehancuran,hal ini tidak lain dari sistem yang bersifat ekstraktif menggerus hak-hak
seseorang sehingga menimbulkan dorongan perlawanan. Begitu pula pada pemerintahan
Ottoman di Turki,mengalami kehancuran setelah dijungkalkan karena ketidakpuasan
masyarakatnya. Maka daricontoh tersebut, Acemoglu dan Robinson menekankan kelanggengan suatu
sistem ekonomidan politik akan bertahan lama apabila dikelola melalui lembaga-lembaga
inklusif yang menjamin kebebasan masyarakatnya untuk mendapatkan hak atas kepemilikan
individu,kekayaan intelektual dan kreatifitas dalam mengelola urusan ekonomi

Dengan kerangka teori yang dibangun, Acemoglu dan Robinson juga memprediksi bahwa
eksistensi Perekonomian China yang kini tumbuh manakjubkan, secara perlahan akan mengalami stagnasi.
Pasalnya, dominasi partai Komunis yang dipandang sebagai rezim ekstraktif telah menghalangi
kegiatan ekonomi yang kreatif dan inovatif terkecuali jika negara tersebut melakukan
reformasi politik secara ekstrim. Namun demikian, Acemoglu dan Robinson memprediksi
dalam beberapa dekade, elit Partai Komunis masih akan terus mempertahankan dominasi
mereka.

Acemoglu dan Robinson juga mendasarkan kemajuan ekonomi dan politik ditinjau dari sejarah, dimana
mereka mengungkapkan revolusi industri yang terjadi di Inggris karena adanya satu episode
sejarah dan perbedaan kecil. Wabah pes pada tahun 1348
menyebabkan jumlah petani berkurang, sehingga mereka berani menuntut perlakuan yang le
bih baik daripara bangsawan tuan tanah, bahkan melakukan pemberontakan pada tahun
1381. Meskipunpemberontakan tersebut gagal, namun keadaan telah berubah, para petani
mendapatperlakuan lebih baik sehingga lambat laun sistem feodal lenyap. Wabah pes di
Eropa Timur juga menimbulkan kelangkaan tenaga kerja, namun tuan tanah disana
melakukan penindasan lebih kejam, sehingga para petani semakin miskin dan institusi
ekonomi ekstraktif terus bertahan selama berabad-abad.

Inggris dapat melahirkan revolusi industri dikarenakan pada abad ke-17 telah memiliki
institusi ekonomi inklusif. Namun hal tersebut tidak muncul begitu saja, melainkan melalui
berbagai tahap yang cukup rumit, antara lain Perang Saudara Inggris dan Glorious
Revolution pada tahun 1688. Pemberontakan tersebut mengurangi kekuasaan raja dan
memberiwewenang kepada parlemen Inggris untuk menentukan struktur ekonomi. Setelah
revolusi,pemerintah menjamin hak kepemilikan atas asset dan properti, hak paten, dan
membangunberbagai infrastruktur seperti jalan raya, kanal dan kereta api. Selain itu
pungutan pajaksecara semena-mena dan monopoli dihapuskan. Hal ini mendorong inovasi
danperkembangan teknologi.

Keadaan di atas tidak terjadi di negara-negara Eropa lainnya, dimana monarki masih
berkuasa penuh, misalnya di Spanyol dan Prancis. Sementara itu di Eropa Timur, bahkan
sampai dengan tahun 1800, institusi ekonomi politik masih bersifat ekstraktif, para tuan
tanah masih memberlakukan system serfdom atau perbudakan terhadap para
petani.Perbedaan kecil pada abad 14, yaitu lebih kuatnya petani dan buruh di Eropa Barat
dari pada di Eropa Timur, akhirnya persitiwa wabah pes membawa perbedaan pada abad 17, 18 dan 19:
yaitu lenyapnya feodalisme di Eropa Barat dan penindasan kedua di Eropa Timur.
 
Pemerintahan yang bersifat absolut pada umumnya memiliki institusi ekonomi yang bersifat
ekstraktif, selain menindas rakyat, juga menolak inovasi/teknologi baru, sehingga
menghambat kemajuan dan kemakmuran. Hal ini dapat dilihat antara lain pada sejarah
kekaisarann Ottoman (Turki), Spanyol, Austria-Hungaria, Rusia, Cina, Etiopia, dan Somalia.
Kekaisaran Ottoman melarang penggunaan mesin cetak sejak tahun 1485 (tahun 1460 sudah ada
percetakan di Prancis), dan percetakan baru diizinkan berdiri tahun 1727. Namun buku yang
akan dicetak harus melalui sensor ketat, antara lain diperiksa dulu oleh para ahli hukum
syariah, hakim dan ulama.Tidak mengherankan sebuah percetakan yang sempat berdiri
akhirnya tutup pada tahun 1797 setelah mencoba bertahan selama 45 tahun, hanya menerbitkan 24
buku, tingkat orang buta aksara mencapai 98%. Sementara itu di Rusia satu persen kelompok
ningrat menguasai petani dan pekerja dengan penindasan, sedangkan di Spanyol kerajaan memonopoli
perdagangan, tidak melindungi hak rakyat atas kekayaan dan menghalangi masuknya teknologi baru.
Demikian pula kekaisaran Habsburg dan Rusia,keduanya melestarikan feodalisme,
menghambat industrialisasi dan memonopoliperdagangan. Sedangkan Cina melarang
perdagangan internasional dan pelayaran sejak tahun1436. Namun negara yang institusi
ekonominya paling ekstraktif adalah Etiopia, dimana raja sangat berkuasa, sehingga semua
tanah adalah miliknya dan dapat diambil sewaktu-waktu dari rakyat yang sedang menggarap
tanah tersebut, dan ketika muncul bangsa Eropa yangmencari budak, kerajaan langsung
memonopoli bisnis tersebut serta menindas rakyat lebih kejam.
Buku ini juga mengkritik pendekatan sejumlah lembaga multilateral seperti IMF, yang
dianggap gagal dalam mengobati perekonomian negara-negara yang menjadi
pasiennya,terlepas benar tidaknya resep yang mereka tawarkan. Hal ini dikarena hanya
fokus untuk mengimplementasikan kebijakan-kebijakan yang dibuat tanpa memahami
secara mendalam pada konteks kebijakan institusi politik yang buruk di negara-negara
tersebut.Jika kita kaitkan dengan konteks ke-Indonesiaan, bacaan ini cukup relevan untuk
menjelaskan kondisi Indonesia kini, karena jika dilihat dari ciri menurut Acemoglu dan
Robinson, sistem ekonomi dan politik Indonesia dapat dikategorikan pada sistem dan
perlembagaan ekonomi yang bersifat ekstraktif, namun sistem dan perlembagaan politiknya
cukup inklusif. Dari teori yang diterangkan bahwa sistem politik inklusif dengan
menggunakan sistem ekonomi yang bersifat ekstraktif, tidak akan memberikan kepuasan
kepada publik, dikarenakan segala kebijakan ekonomi akan tetap membelenggu hak-hak
warga negara. Akhirnya penindasan secara ekonomi tetap terjadi, pekerja berpenghasilan
rendah masih mendominasi, angka pengangguran tinggi, tingkat anak putus sekolah tinggi, tingkat
kriminalitas tinggi dan angka harapan hidup rendah, meskipun hak politik setiap warga
negaranya terpenuhi. Namun yang paling nyata ialah kapitalis yang berada dilingkaran
kekuasaan makin sejahtera karena disokong regulasi yang mendukung mereka,artinya
pertumbuhan ekonomi secara signifikan hanya berputar pada lingkaran elit saja.
Meskipun demikian, buku ini tidak cukup kritis dalam menjelaskan apa yang dimaksud
dengan negara-negara yang masuk dalam kategori sukses sebagai lawan dari negara yang
dianggapnya gagal. Negara-negara sukses tersebut hanya dilihat dari aspek pertumbuhan
ekonomi dan tingkat kesejahteraan secara agregat. Dalam kenyataannya, ketimpangan ekonomi
antara penduduk seperti di AS, kerentanan sistem finansial Amerika Serikat dan Uni Eropa
terhadap krisis yang menciptakan pengangguran massal tidak mendapatkan pembahasan
yang memadai.
Terlepas dari kritik terhadap buku mengapa negara gagal, buku ini tetap merupakan bacaan
yang bagus, menampilkan naratif komplet mengenai sejarah ekonomi dunia hingga dewasa
ini. Sayangnya, tidak banyak hal yang dapat dijawab dari pertanyaan Why NationsFail? oleh
penulisnya, mungkin hal tersebut dikarenakan penulis ingin membangun perspektif bahwa
keberhasilan sebuah negara dalam mengelola ekonomi-politik ialah melalui perlembagaannya.
 
SUMBER
Acemoglu, Daron., James Robinson. 2015.
 Mengapa Negara gagal
 – 
 Awal Mula Kekuasaan,Kemakmuran, dan Kemiskinan.
 Jakarta : PT. Elex Media Komputindo, Kompas Gramedia

Anda mungkin juga menyukai