Anda di halaman 1dari 3

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pencemaran limbah logam adalah salah satu permasahalan yang sangat serius bagi
kesehatan dan lingkungan untuk masyarakat disekitarnya [1]. Pencemaran limbah
logam ini biasanya berasal dari proses alami misalnya dari pelapukan bebatuan [2],
juga bisa berasal dari aktivitas manusia berupa perindustrian [3]. Limbah logam
berat yang ada seperti timbal (Pb), merkuri (Hg), nikel (Ni), kadmium (Cd),
tembaga (Cu), dan kromium (Cr) [4] adalah logam yang memiliki dampak buruk
bagi kesehatan, seperti kerusakan paru-paru, kulit, hati, dan memengaruhi sistem
saraf [5]. Sehingga, perlu upaya untuk mengatasi pencemaran ini dengan berbagai
cara seperti adsorpsi dan flokulasi [6]. Namun, limbah logam berat juga dapat
dilakukan pencegahan dengan metode optik untuk mendeteksi keberadaan dan
kadar suatu logam di dalam air agar pencemaran tidak terjadi [7].

Menurut penelitian sebelumnya, ditemukan bahwa nanomaterial dapat mendeteksi


logam melalui teknik optik seperti layer double hydroxides (LDH) [8], AgSiO2
nanokomposit [9], ligand capped CdTe quantum dots [10], dan material
multifungsi bintik kuantuk karbon (BKK) [11]. Teknik optik atau sensor optik ini
dapat memberikan informasi berupa optik, dengan menggunakan metode
konvensional penyerapan, dan spektrometri luminesensi [12]. Nanomaterial sangat
efektif untuk deteksi logam, karena luas permukaannya sehingga dengan cepat
dapat mendeteksi ion logam. Selain itu, ukuran partikel kecil dapat memberikan
sifat fluoresen yang baik seperti nilai panjang gelombang berbeda-beda yang berada
pada cahaya tampak, sehingga dapat mendeteksi ion logam melalui pendaran
cahaya [13].

Bintik kuantum karbon (BKK) merupakan nanomaterial berbasis karbon dengan


ukuran kurang dari 10 nm [14], memiliki keunggulan yang mampu menunjukkan
sifat optik seperti fotoluminesensi [15], larut dalam air, serta mudah memodifikasi
gugus fungsi yang berada di permukaan BKK, seperti hidroksil, karboksil, karbonil
dan amino [16]. Oleh karena itu, BKK sangat potensial untuk diaplikasikan sebagai
pendeteksi ion logam [17]. Bintik kuantum karbon (BKK) dapat diperoleh melalui
2

dua pendekatan, yaitu top-down dan bottom-up [18]. Pada pendekatan top-down,
molekul karbon yang berukuran mikroskopi akan dipecah menjadi molekul karbon
berukuran nano [19] melalui metode seperti ablasi laser [20] dan oksidasi asam
[21]. Sedangkan pada pendekatan bottom-up yaitu mengkonversi molekul karbon
yang lebih kecil menjadi ukuran skala nano sebagai sumber prekursor karbon BKK
[22], melalui metode hidrotermal atau solvotermal [23] dan pirolisis [14]. Di antara
beberapa metode tersebut, metode hidrotemal merupakan metode yang paling
banyak digunakan karena relatif mudah dalam mensintesis BKK dari berbagai
prekursor karbon, ramah lingkungan, serta penggunaan biaya yang cukup rendah
[24].

Berbagai prekursor dapat dimanfaatkan untuk dilakukannya sintesis BKK melalui


metode hidrotermal. Biomassa adalah prekursor yang sering dipilih karena lebih
ramah lingkungan, dan ketersediaannya di alam yang berlimpah [25]. Biomassa
yang sudah pernah digunakan antara lain, kulit batang jagung [26], sekam padi [18],
kayu pinus [27], dan serbuk kopi [28]. Selain serbuk kopi, kulit kopi juga dapat
digunakan sebagai bahan baku sintesis BKK karena memiliki kandungan selulosa
sebanyak 43% [29], sehingga dapat dijadikan sebagai sumber prekursor karbon.
Pada penelitian ini dilakukan sintesis BKK menggunakan kulit biji kopi sebagai
sumber prekursor karbon untuk aplikasi detektor ion logam berat.

1.2 Tujuan Penelitian


Berdasarkan latar belakang tersebut, tujuan dilakukannya penelitian ini,
adalah:
1) Mensintesis bintik kuantum karbon dengan menggunakan kulit biji kopi.
2) Mengidentifikasi pengaruh konsentrasi dan waktu sintesis terhadap sifat
fluoresensi bintik kuantum karbon berdasarkan nilai HSV.
3) Menghasilkan bintik kuantum karbon yang selektif terhadap ion logam berat.
3

1.3 Ruang Lingkup Penelitian


Penelitian ini merupakan sintesis nanomaterial bintik kuantum karbon (BKK)
menggunakan bahan biomassa kulit biji kopi untuk deteksi ion logam berat. Ruang
lingkup penelitian ini hanya dibatasi mengidentifikasi karakteristik BKK
berdasarkan pengamatan variabel konsentrasi sampel, dan waktu sintesis. Dalam
melakukan pengaplikasian BKK untuk deteksi ion logam seperti Cu(II), Cr(III),
Pb(II), Fe(III), Al(III), Na(I), Ni(II), dan Co(II). Karakterisktik sifat fluoresensi,
gugus fungsi permukaan, dan ukuran partikel pada bintik kuantum karbon dipelajari
dengan menggunakan UV-Vis, Spektrofluoresensi (PL), FTIR, dan partice size
analyzer (PSA).

Anda mungkin juga menyukai