Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

Memperkokoh Identitas Nasional dalam Menghadapi Politik


Identitas Agama di Era Globalisasi

Disusun oleh :

Agapeano Aditama (V2620001)


Anggi Putri Kusumawati (V2620005)
Fauzi Nur Rahman (V2620018)
Natasya Dian Andini (V2620028)

PROGRAM STUDI DIPLOMA III TEKNIK KIMIA


SEKOLAH VOKASI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2020
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
DAFTAR ISI ......................................................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................1
A. Latar Belakang....................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................3
A. Pengertian Identitas Nasional ................................................................................ 3
B. Fungsi dan Tujuan ................................................................................................. 3
C. Hubungan Politik Identitas dengan Globalisasi..................................................... 4
D. Pengertian Politik Identitas dalam Bidang Agama ................................................ 5
BAB III PEMBAHASAN ............................................................................................... .7
A. Identitas Nasional sebagai Karakter Bangsa ......................................................... 7
B. Tantangan Politik Identitas Agama di Era Globalisasi.......................................... 8
C. Upaya Memperkokoh Identitas Nasional dalam Menghadapi Politik Identitas
Agama di Era Globalisasi ...................................................................................... 9
BAB IV PENUTUP .........................................................................................................12
A. Kesimpulan .......................................................................................................... 12
B. Saran .................................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................14

i
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Integrasi nasional merupakan suatu konsep yang mengarah pada terciptanya
keutuhan bangsa diantara keragaman yang ada. Melalui upaya ini, setiap fenomena
kemasyarakatan diharapkan dapat memberikan sumbangan maksimal bagi eksistensi
dan kemajuan bangsa. Ide pokok integrasi nasional adalah memaksimalkan persamaan
dan meminimalkan perbedaan dalam pendayagunaan potensi, pemenuhan aspirasi, dan
penanggulangan setiap masalah kebangsaan. Dengan demikian, integrasi nasional
merupakan suatu proses yang perlu terus dibina dan ditingkatkan, terutama karena
sifatnya yang dinamis sejalan dengan kondisi kehidupan politik nasional yang juga
selalu berkembang.
Disamping itu, setiap perbedaan dan keragaman bisa menjadi identitas dan
karakter bangsa, yang meliputi bahasa, adat istiadat, lagu, serta kebudayaan lainnya.
Dengan keberagaman ini tentunya dapat memperkenalkan identitas kultural bangsa
yang akan dikenal dunia. Akan tetapi upaya yang dilakukan untuk memelihara
eksistensi bangsa dan mensinergikan keutuhan bangsa demi memperkuat identitas
politik nasional tentunya tidak selalu mudah. Banyaknya tantangan dan berbagai
ancaman dari dalam dan luar negeri.
Pengaruh globalisasi merupakan salah satu ancaman terbesar yang harus dihadapi
secara positif. Perkembangan teknologi yang semakin pesat menimbulkan dampak
adanya globalisasi informasi, mode, serta menjamurnya berbagai macam perangkat
media massa dan elektronik, seperti televisi, internet dan alat-alat komunikasi yang
mengakibatkan perubahan nilai serta pola atau gaya hidup masyarakat Indonesia.
Modernisasi yang terjadi di Indonesia merupakan akibat dari proses global yang
didalamnya terimbas oleh paham matrealis dan sekuralisme. Globalisasi yang semakin
kuat memberi dampak terjadinya perubahan yang dapat mempengaruhi perilaku
individu, dan remaja merupakan generasi yang paling mudah terpengaruh pada efek
globalisasi.
Politik nasional di negeri ini tentunya tidak terlepas dari peran teknologi dan
informasi. Penggunaan media informasi dalam politik seperti kampanye digital dan
publikasi berita mengenai politik. Terkadang peran pemerintah tidak sepenuhnya
terlaksana dalam memperkuat integrasi nasional. Hal ini terbukti dengan adanya banyak
kubu partai politik dengan ide dan aliran yang berbeda – beda, sehingga menghambat
integrasi itu sendiri. Meskipun begitu, negara ini merupakan demokrasi yang
memberikan hak untuk berpendapat, berkumpul, dan berserikat antar politikus yang
rindu untuk berkontribusi dalam dunia politik di tanah air.
Terkadang politik juga membawa beberapa aliran agama dalam partai politik,
sehingga tidak menutup kemungkinan bahwa maraknya kasus radikalisme terjadi di
pemerintahan atau di dunia politik tanah air. Hal tersebut menjadi tantangan tambahan

1
yang menghambat integrasi nasional. Akan tetapi kembali lagi mengenai hak untuk
kebebasan dalam beragama, tentu dengan memahami sepenuhnya implementasi dari sila
pertama Pancasila. Tidak etis memang apabila agama dijadikan batu loncatan untuk
berdirinya suatu partai politik, terlebih masyarakat yang majemuk dan berbeda-beda,
disatu sisi partai tersebut dapat mewakili suara dari golongan dan pendukung partai
berbasis agama yang bersangkutan disisi lain, partai tersebut mudah ditunggangi dan
berpotensi memecah belah dan merusak integrasi nasional. Didukung dari era
globalisasi juga memberi dampak yang signifikan ketika suatu partai atau ormas itu
berdiri, media sosial dan media digital lain sangat membantu dalam publikasi informasi
mengenai politik saat ini.

B. Rumusan Masalah
1. Apa identitas nasional sebagai karakter bangsa itu?
2. Apa saja tantangan politik identitas di era globalisasi?
3. Bagaimana upaya dalam mempertahankan politik identitas agama nasional di
era globalisasi?
4. Apa saja dampak positif dan negatif dengan adanya unsur agama dalam politik
identitas nasional?

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Identitas Nasional


Identitas nasional merupakan suatu penanda atau jati diri suatubangsa yang dapat
membedakan ciri khasnya dengan bangsa lain,karena ciri khas suatu bangsa terletak
pada konsep bangsa itu sendiri.Secara etimologis, istilah identitas nasional berasal dari
kata“identitas” dan “nasional”. Identitas bersal dari kata identity yangartinya memiliki
tanda, ciri atau jati diri yang melekat pada suatu individu, kelompok atau sesuatu yang
membedakannya dengan yang lain. Sedangkan nasional berasal dari ka nation yang
artinya bangsa (Winarno, 2013).
Maka dapat disimpulkan bahwa, identitas nasional adalah suatu kelompok
masyarakat yang memiliki ciri dan melahirkantindakan secara kolektif yang diberi
sebutan nasional. Berdasarkanpengertian tersebut setiap bangsa di dunia pasti memiliki
identitastersendiri yang sesuai dengan karakter, ciri khas dari bangsa tersebut.

B. Fungsi dan Tujuan


Identitas nasional memiliki tujuan utama yakni sebagai alat untuk mempersatukan
bangsa. Seperti kita ketahui bahwa Indonesia memiliki berbagai macam suku, agama
dan kebudayaan. Identitas nasional digunakan sebagai merek untuk mempersatukan
keberagaman Indonesia tersebut. Selain itu, hal ini juga digunakan untuk
memperkenalkan akan Indonesia kepada bangsa lainnya (Rahayu, 2007).
Fungsi Identitas Nasional
a. Sebagai Pembeda
Dengan adanya identitas nasional, maka suatu bangsa akan menjadi berbeda
dengan bangsa lainnya.
b. Sebagai Landasan Negara
Identitas nasional digunakan sebagai panduan, pemersatu dan merupakan
pegangan agar bisa mewujudkan cita – cita dan tujuan negara tersebut.
c. Nilai Potensi Bangsa
Selain itu, identitas nasional digunakan untuk gambaran akan potensi dan
kemampuan yang dimiliki oleh negara tersebut. Sebab setiap negara berbeda satu sama
lainnya.
1. Unsur Identitas Nasional
Seperti yang telah dijelaskan di atas, ada banyak unsur identitas nasional yang
bisa dimiliki suatu bangsa misalnya bahasa, budaya, produk budaya dan lainnya.
Berikut adalah unsur pembentuk identitas nasional.
a. Bahasa
Unsur pembentuk identitas nasional yang berikutnya adalah bahasa. Bahasa
merupakan simbol atau lambang secara arbitrer atau verbal. Pembentuk bahasa
dilakukan berdasarkan unsur – unsur bunyi ucapan manusia. Bahasa digunakan sebagai

3
sarana komunikasi antar manusia satu dengan lainnya. Sudah dijelaskan bahwa di
Indonesia sendiri memiliki setidaknya ratusan suku bangsa dan setiap suku minimal
memiliki satu bahasa yang berbeda. Salah satu contoh bahasa yang sering digunakan
adalah Jawa, Sunda, Minang dan Batak.
b. Suku Bangsa
Suku bangsa juga dikenal sebagai unsur pembentukan akan identitas nasional
tersebut. Suku bangsa adalah satu golongan sosial yang bersifat askriptif, yakni dibawa
sejak lahir. Di mana suku bangsa sama dengan jenis kelamin dan umur. Di Indonesia
terdapat ratusan suku bangsa atau kelompok etnis dengan bahasa mereka masing –
masing.
c. Kebudayaan
Kebudayaan adalah kemampuan manusia sebagai makhluk sosial yang berisi
tentang model atau perangkat pengetahuan secara kolektif yang digunakan untuk
mendukung kehidupan manusia itu sendiri. Dengan kata lain, kebudayaan merupakan
suatu pedoman atau rujukan bagaimana manusia bisa menghadapi keadaan lingkungan
sekitar guna bertahan hidup.
Budaya menjadi salah satu faktor penting akan pembentukan identitas nasional.
Dengan berbagai macam budaya yang dimiliki oleh Indonesia menjadi salah satu ciri
khas dari negara Indonesia itu sendiri. Oleh karena itu, kita harus melestarikan budaya
yang merupakan warisan dari nenek moyang kota.
d. Agama
Dasar negara Indonesia, Pancasila sila pertama menyebutkan “Ketuhanan Yang
Maha Esa”. Hal ini menggambarkan bahwa Indonesia merupakan negara yang
menjunjung tinggi nilai Keagamaan dan Ketuhanan. Indonesia sendiri dikenal sebagai
masyarakat agamis, artinya setiap setiap penduduk di Indonesia memiliki agama mereka
masing – masing dan hal tersebut wajib hukumnya. Agama yang berkembang di
Indonesia sendiri adalah Islam, Katholik, Kristen, Hindu, Budha, dan Kong Hu Cu.

C. Hubungan Politik Identitas dengan Globalisasi


Pada awalnya Globalisasi dinilai telah membantu munculnya „politik identitas‟
yang juga ikut menggeser peran dari kedaulatan negara sebagai struktur sosial utama di
masyarakat. Gerakan sosial kemudian muncul sebagai respon dari keterbukaan
globalisasi dan memungkinkan munculnya ragam framework alternatif akan struktur
sosial di masyarakat. Tetapi kehadiran gerakan sosial inibisa saja tidak hanya dilihat
dari bergersernya peran kedaulatan negara tetapi sebagai konsekuensi dari kebijakan
negara. Adanya upaya negara untuk melakukan pemisahan antar individu melalui batas-
batas negara, warganegara domestik, warganegara asing kemudian juga terjadi cara
pandang terhadap kelompok minoritas yang dianggap sebagai „internal other’, minoritas
yang berbeda yang dimarjinalkan. Jika Scholte melihat kondisi ini sebagai awal
munculnya kelompok minoritas untuk memunculkan suatu „politik identitas‟ di dalam
negara, maka Linklater bergerak lebih jauh dengan berbicara tentang „politik
pengakuan‟ yang menuntut adanya ekspresi sensitivitas kepada perbedaan dan

4
kemungkinan-kemungkinan baru untuk memperluas berbagai perbedaan pendapat
terkait komunitas politik‟ (Linklater, 1998)
Dari sisi lain, politik nasionalisme itu mengakar dari cara pandang „politik
kepemilikan‟. Kemudian nasionalisme menundukkan segala bentuk lain dari identitas.
Dari cara pandang ini kita dapat melihat bahwa identitas dibentuk melalui komitmen
politik dari satu bentuk komunitas dibandingkan pada kebebasan untuk mengikuti
keinginan manusia untuk mengkonsolidasi satu identitas. Pada pemikiran Chipkin ini
kita dapat memahami bagaimana negara mengkonstruk cara pandang akan identitas,
bahwa identitas nasionalisme dibangun untuk mempersatukan dan menundukkan
identitas lainnya, baik ethnis, agama, kesukuan, gender, ideologi politik, dan indigenous
people. Dari titik ini pulalah kita dapat melihat negara menggunakan identitas sebagai
mekanisme pengendalian kecemasan melalui penguatan rasa kepercayaan,
prediktabilitas dan kontrol sebagai reaksi terhadap perubahan yang menganggu dengan
cara membangun kembali identitas yang telah ada atau membangun sebuah identitas
baru (Kinnvall, 2004)

D. Pengertian Politik Identitas dalam Bidang Agama


Menurut Cressida Heyes (dalam Stanford Encyclopedia of Philosophm 2007)
politik identitas adalah tindakan politik untuk mengedepankan kepentingan-kepentingan
dari anggota-anggota suatu kelompok karena memiliki kesamaan identitas atau
karakteristik, baik berbasiskan pada ras, etnisitas, jender, atau keagamaan. Menguatnya
Politik identitas ini dapat kita lihat contoh-contohnya di banyak daerah, yaitu adanya
gerakan-gerakan serba kedaerahan, keagamaan, kesukuan, sampai gerakan cara
berpakaian yang melambangkan kedaerahan dan keagamaan tertentu.
Menurut Rahayu (2009) penguatan-penguatan politik identitas yang tidak dilandasi
semangat pluralisme dapat membuat kon ik antar etnis dan budaya, konflik antar
kelompok berbeda agama dan kepercayaan, bahkan banyak konflik dapat terjadi hanya
karena tapal batas desa, kuburan maupun hanya karena tidak adanya toleransi dan
pemahaman atas kebiasaan dan cara berpakaian pada etnis, suku maupun agama
tertentu. Sementara itu, dalam studi studi gerakan sosial bahwa terminologi politik
identitas mengacu pada gerakan yang berusaha membela dan memperjuangkan
kepentingan kelompok-kelompok tertentu yang tertindas karena identitas yang
dimilikinya. Hal ini timbul karena kepentingan kelompok dan individu didefenisikan
menurut kategori-kategori seperti ras, etnis, agama, dan gender serta orientasi seksual
yang sulit bahkan tidak dapat dinyatakan dalam basis kelas dan negara. Politik identitas
sangat berkaitan erat dengan usaha memperjuangkan hak-hak dan pengakuan terhadap
keberadaan kelompok-kelompok minorititas.
Menurut Mudzakkir (2010) agama, dalam hal ini Islam, masih menjadi faktor
penting dalam politik. Berlawanan dengan perspektif modernisasi yang percaya bahwa
pembangunan negara modern yang berwatak sekuler akan menghempaskan agama ke
sisi jurang peradaban, kenyataan menujukkan hal sebaliknya. Terutama di negara-
negara Dunia Ketiga, di mana pembangunan ekonomi dan politik tidak selalu diiringi
dengan pemerataan kesejaheraan, agama justru terus hidup dan berkembang menjadi
sumber bagi solidaritas sosial dan perlawanan politik. Di Indonesia, pengaruh agama
bahkan ditegaskan, meski secara ambigu, dalam konstitusi.

5
Tindakan politis yang mengedepankan kepentingan-kepentingan dari suatu
kelompok atas dasar kesamaan identitas atau karakteristik, baik berbasiskan pada ras,
etnisitas, jender, atau keagamaan merupakan sebuah pernyataan identitas politik. Politik
identitas ini menjadi sebuah gerakan-gerakan yang bercorak kedaerahan, keagamaan,
kesukuan, yang menggambarkan ciri kedaerahan atau agama tertentu. Penggunaan
identitas ini berpengaruh secara signifikan sebab identitas adalah konsep kunci dalam
arena politik. Dalam konteks politik di Indonesia, identitas agama yang ditunjukkan
dalam sebuah perjuangan tidak hanya dimunculkan oleh kelompok agama minoritas,
tetapi oleh kelompok mayoritas. Identitas agama muncul sebagai salah satu pemicu
pengelompokan dalam konteks politik lokal. Agama menjadi sumber daya yang kuat
untuk dimobilisasi menjadi kekuatan politik. Konflik agama, baik lintas agama maupun
yang bersifat sekterian menjadi pemandangan yang lazim.

6
BAB III
PEMBAHASAN

A. Identitas Nasional sebagai Karakter Bangsa


Kepribadian sebagai identitas nasional suatu bangsa adalah keseluruhan atau
totalitas dari kepribadian individu-individu sebagai unsur yang membentuk bangsa
tersebut. Oleh karena itu pengertian identitas nasional suatu bangsa tidak dapat
dipisahkan dengan pengertian “peoples character”, “national character” atau “national
identity”. Dalam hubungannya dengan identitas nasional Indonesia, kepribadian bangsa
Indonesia tidak bisa diketahui jika hanya dideskripsikan berdasarkan ciri khas fisik. Hal
ini mengingat bangsa Indonesia terdiri atas berbagai macam unsur etnis, ras, suku,
kebudayaan, agama, serta yang sejak asalnya memiliki perbedaan (Hendrizal, 2020).
Identitas berarti ciri-ciri, sifat- sifat khas yang melekat pada suatu hal sehingga
menunjukkan suatu keunikan-nya serta membedakannya dengan hal- hal lain. Nasional
berasal dari kata nation yang memiliki arti bangsa, menunjukkan kesatuan komunitas
sosio kultural tertentu yang memiliki semangat, cita-cita, tujuan dan ideologi bersama.
Identitas nasional Indonesia adalah ciri-ciri atau sifat-sifat khas bangsa Indonesia yang
membedakannya dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Identitas nasional tersebut
dimulai dari identitas manusia, dan diakhiri dengan integrasi nasional (Hendrizal, 2020)
Identitas nasional sebagai karakter bangsa tampil dalam tiga fungsi, yaitu :
a. Sebagai penanda keberadaan atau eksistensinya. Bangsa yang tidak mempunyai
jadi diri tidak akan eksis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
b. Sebagai pencerminan kondisi bangsa yang menampilkan kematangan jiwa, daya
juang, dan kekuasaan bangsa ini. Hal ini tercermin dalam kondisi bangsa pada
umumnya dan kondisi ketahanan bangsa pada khususnya, dan
c. Sebagai pembeda dengan bangsa lain di dunia.
Dalam karakteristik nasional Indonesia ini terdiri dari beberapa konsep, yaitu
Cultural Unitiy dan Political Unitiy :
1. Identitas Cultural Unity (Identitas Kesukubangsaan)
Identitas Kesukubangsaan merujuk pada bangsa dalam pengertian kebudayaan
atau bangsa dalam arti sosiologis antropoligis. Identitas kesukubangsaan disatukan
oleh adanya kesamaan ras, suku, agama, adat dan budaya, keturunan dan daerah
asal. Unsur-unsur ini menjadi Identitas kelompok bangsa sekaligus Identitas suatu
bangasa yang keragamannya membuat bangsa Indonesia itu sendiri berbeda dan
dapat dibedakan dengan bangsa-bangsa yang lainnya. Identitas yang dimiliki oleh
sebuah cultural unity kurang lebih bersifat ascribtife (sudah ada sejak lahir),
bersifat alamiah / bawaan, primer dan etnik. Identitas kesukubangsaan dapat
diketahui dari sisi budaya orang yang bersangkutan.
2. Identitas Political Unity (Identitas Kebangsaan)
Identitas Kebangsaan merujuk pada bangsa dalam pengertian politik, yaitu
bangsa-Negara. Negara baru perlu menciptakan identitas yang baru pula untuk

7
bangsanya yang di sebut juga sebagai Identitas nasional. Kebangsaan merupakan
kesepakatan dari banyak bangsa didalamnya. Identitas kebangsaan bersifat buatan,
sekunder, etis dan nasional. Beberapa bentuk Identitas nasional adalah bahasa
nasional, lambang nasional, semboyan nasional, bendera nasional dan ideologi
nasional (Kaelan, 2010)

B. Tantangan Politik Identitas Agama di Era Globalisasi


Di era globalisasi ini, agama masih memiliki peranan besar di dalam peradaban
manusia. Ini terjadi, setelah di era modern lalu, agama disingkirkan dari peradaban
manusia, karena dianggap memperbodoh dan mempermiskin. Kembalinya agama-
agama di panggung politik dunia merupakan sebuah tanda, bahwa akal budi dan
peradaban modern tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan rohani manusia. Agama,
dengan pengalaman akan kesatuan dan tata nilai yang ditawarkan, bisa memberikan
secercah kepastian di tengah hidup yang terus berubah ini.
Globaliasi menyediakan dua kemungkinan bagi agama. Yang pertama adalah
peluang untuk berkembang secara global, terutama dengan memanfaatkan
perkembangan teknologi informasi, komunikasi dan transportasi yang ada. Agama-
agama bisa saling bekerja sama, guna mewujudkan nilai-nilai luhur mereka di dalam
dunia. Kerja sama ini bisa membuka wawasan masing-masing agama, sehingga semakin
terbuka dan bijak.
Yang kedua adalah krisis identitas. Globalisasi mengancam nilai-nilai yang dulu
begitu kuat mengikat begitu banyak komunitas. Di hadapan arus informasi dari internet
dan industri komunikasi lainnya, nilai-nilai lama dipertanyakan, dan nilai-nilai baru
bermunculan. Bagi beberapa kelompok, keadaan ini menciptakan ketakutan, dan
akhirnya, dengan dorongan beberapa hal lainnya, mendorong mereka untuk menjadi
ekstremis, maupun teroris.
Identitas-identitas di bawah negara muncul dan mengemuka pada saat era
keterbukaan globalisasi hadir. Kehadiran kelompok ethno-religius, feminisme,
indigenous people yang semakin massif dalam menujukkan aspirasi akan identitas
politik yang mereka perjuangkan. Untuk menemukan kedekatan interaksi pada saat
teknologi globalisasi telah membuka ruang keterbatasan akan jarak, benda, tempat,
gagasan yang nampaknya tidak mencapai sasaran) (Maiguashca, 2005).
Globalisasi dengan visi multi-kultural dan multi-religiusnya adakalanya dianggap
dapat mengancam pelbagai identitas lokal dan primordial. Tidak sedikit orang yang
mengalami krisis identitas dan kehilangan orientasi nilai-nilai moral, etika, dan spiritual.
Dalam konteks ini muncul peluang bagi lahirnya gerakan-gerakan keagamaan baru
terbuka dengan lapang. Sistem kepercayaan dan komunitas iman yang lama dapat
ditanggalkan dan kemudian berpaling pada agama-agama modern yang bersifat mistik
personalistik atau sebaliknya rasionalistik materialistik. Kedua kategori agama modern
ini bersifat artifisial dan menjauhkan manusia dari eksistensi dan transendensi dirinya.
Di abad 21 ini, agama juga jatuh ke dalam krisis. Agama digunakan untuk
membenarkan tujuan-tujuan politik yang tidak jujur. Agama diperas untuk meraup uang

8
demi memuaskan kerakusan dan nafsu tak terkendali manusia. Agama pun justru
menjadi pemecah yang menciptakan kebencian dan perang.
Pengertian politik identitas adalah sebuah alat politik suatu kelompok seperti
etnis, suku, budaya, agama atau yang lainnya untuk tujuan tertentu misalnya sebagai
bentuk perlawan atau sebagai alat untuk menunjukan jati diri suatu kelompok tersebut
(Buchari, 2014).
Politik identitas merupakan politik yang fokus utama kajian dan permasalahannya
menyangkut perbedaan-perbedaan yang didasarkan atas asumsi-asumsi fisik tubuh,
politik etnisitas atas primodialisme dan pertentangan agama, kepercayaan, atau bahasa.
Politik identitas dikhawatirkan hadir sebagai narasi resisten kelompok terpinggirkan
akibat kegagalan narasi arus utama mengakomodir kepentingan minoritas yang
berdampak pada generasi milenial. (Soenjoto, 2019).
Politik identitas merupakan proses penyatuan dari berbagai identitas dalam
self concept dan self image. Selain itu politik identitas dibangun sebagai gambaran
stereotype lingkungan. Dengan demikian politik identitas memiliki dua hal penting.
Pertama, bahwa adanya reformasi dan demokrasi menghasilkan nilai pluralisme
terhadap kaum minoritas yang termarginalkan sehingga mereka mendapatkan
perlakuan yang sama. Kedua, pengakuan dari berbagai identitas tidak lagi
dianggap sebagai alat national building, akan tetapi justru hal tersebut akan
merusak identitas nasional (Ibrahim, 2013).

C. Upaya Memperkokoh Identitas Nasional dalam Menghadapi Politik Identitas


Agama di Era Globalisasi
Dalam arus globalisasi ada begitu banyak tantangan yang dihadapi oleh berbagai
Negara, maka ada begitu banyak pula tuntutan untuk menyesuaikan diri pada kondisi
tersebut. Termasuk juga tantangan dalam mempertahankan jati diri bangsa. Untuk
menghadapi hal itu perlu adanya strategi untuk mempertahankan identitas nasional yang
merupakan jati diri bangsa diantaranya dengan mengembangkan nasionalisme.
Istilah nasionalisme yang telah diserap ke dalam bahasa Indonesia memiliki dua
pengertian: paham (ajaran) untuk mencintai bangsa dan negara sendiri dan kesadaran
keanggotaan dalam suatu bangsa yang secara potensial atau aktual bersama-sama
mencapai, mempertahankan, dan mengabadikan identitas,integritas, kemakmuran, dan
kekuatan bangsa itu. Dengan demikian, nasionalisme berarti menyatakan keunggulan
suatu kelompok yang didasarkan atas kesamaan bahasa, budaya, dan wilayah (Yatim,
2001).
Kedudukan dan peran agama di era globalisasi yang penuh dengan perubahan
dan ketidakpastian ini adalah Pertama, agama perlu kembali ke kedudukan dasariahnya,
yakni sebagai pengikat segala yang hidup di dalam tata moral yang terbuka, damai dan
penuh kasih. Karena keberagaman yang begitu besar, agama pun perlu kembali
mengingat nilai dasarnya yang lain, yakni toleransi. Dalam arti ini, toleransi adalah
sebuah nilai global yang terdiri dari tiga unsur dasar, yakni empati, rasa saling
menghargai dan mengakui keunikan masing-masing. Dua, agama perlu merumuskan

9
ulang bahasa-bahasa mereka di dalam ruang publik. Di dalam ruang privat, yakni ruang
orang-orang yang seagama, agama bisa tetap menggunakan bahasa khas mereka.
Namun, di dalam ruang publik, yakni ruang hidup bersama yang berciri keragaman,
agama harus menggunakan bahasa bersama yang bisa diterima semua pihak. Dengan
kata lain, di dalam ruang hidup bersama, agama-agama perlu menggunakan bahasa-
bahasa dunia yang bisa dimengerti oleh semua pihak, terutama oleh mereka yang
berbeda agama. Tiga, konflik adalah bagian dari hidup manusia. Yang terpenting
bukanlah menghindari konflik, melainkan menata konflik tersebut secara damai. Agama
berperan besar dalam hal ini. Agama bisa mengajarkan kedamaian dan kasih yang bisa
menjadi dasar bagi penyelesaian semua konflik secara damai. Empat, agama lahir dari
budaya yang khas di tempat tertentu. Namun, hakekat agama dan nilai-nilai yang ia
tawarkan melampaui budaya-budaya tersebut. Di era globalisasi, agama harus bergerak
dari budaya-budaya yang melahirkannya (Irhandayaningsih, 2012)
Generasi muda mengembangkan karakter nasionalisme melalui tiga proses yaitu :
1. Pembangun Karakter (character builder) yaitu generasi muda berperan membangun
karakter positif bangsa melalui kemauan keras, untuk menjunjung nilai-nilai moral
serta mengimplementasikannya pada kehidupan nyata.
2. Pemberdaya Karakter (character enabler), generasi muda menjadi role model dari
pengembangan karakter bangsa yang positif, dengan berinisiatif membangun
kesadaran kolektif dengan kohesivitas tinggi,misalnya menyerukan penyelesaian
konflik.
3. Perekayasa karakter (character engineer) yaitu generasi muda berperan dan
berprestasi dalam ilmu pengetahuan dan kebudayaan, serta terlibat dalam proses
pembelajaran dalam pengembangan karakter positifbangsa sesuai dengan
perkembangan zaman dan nilai-nilai Pancasila (Rajasa, 2007).
Dalam situasi ini, Indonesia dapat mengambil pelajaran dari suatu proses
pendidikan yang bersifat maya (virtual) yang mampu mempersiapkan generasi muda
menjadi komunitas yang terberdayakan dalam menghadapi kehidupan global yang
semakin lama semakin menggantungkan diri pada teknologi informasi dan komunikasi.
Pendidikan tinggi di Indonesia dapat mensinergikan antara agama, sains, dan teknologi
sebagai alternatif utama, terutama ketika lembaga pendidikan di era ini secara global
mencari pendekatan baru dalam pengembangan sains dan teknologi yang lebih
konstruktif. Bahkan secara faktual semakin maju sains dan teknologi semakin relevan
dan dekat dengan ayat-ayat sains dan teknologi yang terkandung dalam kitab-kitab suci.
Dengan peningkatan intelektual yang tercerahkan, bangsa Indonesia dapat terhindar dari
merebaknya faham radikalisme ekstrim yang diimpor dari pusat negara-negara asalnya.
Dengan hanya berbekal pendidikan religius yang bersumber pada revealed knowledge
semata, bangsa Indonesia akan lumpuh dalam menghadapi persaingan global.
Sebaliknya dengan berbekal sains dan teknologi yang bersumber dari acquired
knowledge semata, umat beragama Indonesia akan kehilangan kontrol dalam
mengimplementasikan sains dan teknologi. Memadukan antara revealed knowledge

10
dengan acquired knowledge secara total merupakan langkah awal dalam mengatasi
problematik globalisasi yang dihadapi bangsa Indonesia selama ini (Soenjoto, 2019).
Politik identitas pada generasi milineal dimaknai sebagai suatu proses yang
dibentuk melalui sistem bawah sadar manusia, sistem ini rejadi karena adanya
ketidakpuasaan dalam menghadapi berbagai macam masalah-masalah sosial yang
terjadi. Sebagai makhluk sosial tentunya manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa merasa
tidak membutuhkan siapapun. Gunanya memahami dalam komunikasi tentu saja adalah
untuk menumbuhkan hubungan sosial yang baik dengan sesama manusia dan
mempertahankan hubungan sosial dengan orang lain. Dengan demikian, komunikasi
dapat menjadi cara untuk membangun hubungan sosial yang kokoh melalui landasan
yang kokoh pula, sehingga hubungan tersebut tidak mudah rusak atau terganggu..
Berdasarkan pendidikan multikulturalisme (multicultural education). Multikulturalisme
merupakan strategi pendidikan yang memanfaatkan keragaman latar belakang
kebudayaan dari generasi milineal sebagai salah satu kekuatan untuk membentuk sikap
multikultural. Strategi ini sangat bermanfaat sekurangkurangnya dari sekolah sebagai
lembaga pendidikan, dapat terbetuk pemahaman bersama atas konsep kebudayaan,
keseimbangan dan demokrasi dalam artian luas (Liliwer, 2005).

11
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Identitas Nasional, merupakan manifestasi nilai-nilai budaya yang tumbuh dan
berkembang dalam berbagai aspek kehidupan suatu bangsa dengan ciri-ciri khas tertentu
yang membuat bangsa bersangkutan berbeda dengan bangsa lain. Arti penting identitas
nasional bagi suatu bangsa adalah sebagai pemersatu bangsa yang bersangkutan. Bangsa
yang bersatu karena identitas yang sama dapat menimbulkan rasa kebanggan,
kebersamaan, dan kecintaan pada bangsa dan tanah airnya. Di sisi lain, identitas
nasional yang membedakan dengan bangsa lain akan menumbuhkan rasa saling
menghargai, toleransi, hormat menghormati, dan sikap apresiatif terhadap identitas lain.
Politik identitas merupakan alat perjuangan yang dipakai suatu kelompok untuk
memperjuangkan apa yang menjadi keingininan kelompok tersebut. Politik identitas
pada dasarnya sering muncul ketika terjadi adanya ketidakadilan atau biasanya hal
tersebut juga muncul akibat adanya konflik yang melibatkan kelompok satu dengan
kelompok yang lain. Hal tersebut terjadi karena merasa adanya kesamaan karakteristik
atau etnis serta kesukuan suatu kelompok tersebut. Berbicara tentang politik identitas
tak lepas dengan adanya jati diri, pentingnya jati diri diletakkan sebagai basis
entitas dan menjadi dasar dalam memperjuangkan dirinya dalam kontestan politik.
Hal ini menunjukkan bahwa munculnya politik identitas adalah wujud dari adanya
jati diri sebuah kelompok sosial yang bergeser menjadi kekuatan politik.
Saat ini identitas nasional Indonesia mulai mengalami kemerosotan akibat dari
arus globalisasi yang sulit dihentikan sehingga nilai-nilai luhur budaya asli kita mulai
luntur oleh kebudayaan luar. Selain itu, dalam bidang agama globalisasi mengancam
nilai-nilai yang dulu begitu kuat mengikat begitu banyak komunitas. Di hadapan arus
informasi dari internet dan industri komunikasi lainnya, nilai-nilai lama dipertanyakan,
dan nilai-nilai baru bermunculan. Bagi beberapa kelompok, keadaan ini menciptakan
ketakutan, dan akhirnya, dengan dorongan beberapa hal lainnya, mendorong mereka
untuk menjadi ekstremis, maupun teroris.
Globalisasi meniscayakan model tunggal dalam dunia dan masyarakat. Segala
sesuatu, termasuk agama, menjadi instrumen bagi masyarakat untuk berinteraksi dan
berkomunikasi. Partikularitas yang dimiliki agama bertransformasi menjadi hal yang
bersifat universal dalam bahasa dan simbol-simbol yang disepakati secara konsensus
oleh masyarakat dunia.Sebagai instrumen komunikasi, agama merelativisasikan diri
agar memiliki kelenturan yang berfungsi secara fungsional bagi instrument interaktif. Ia
bergerak dari eksklusivitas keagamaan yang tertutup menjadi idiom-idiom publik
terbuka yang bisa diakses oleh siapapun yang tidak terbatas bagi kelompok agama
tertentu. Selain partikularitas agama yang mengalami universalisasi, instrumen-
instrumen global yang bersifat universal juga mengalami partikularisasi dalam
idiom-idiom keagamaan. Komoditas dan ekonomi misalnya yang sebelumnya

12
bersifat universal bertransformasi menjadi simbol dan bahasa-bahasa agama yang
fungsional dalam interaksi-interaksi sakral. Agama berorientasi ekonomis dalam
arti memberi dukungan secara ekonomis bagi masyarakat dalam membangun
hubunganhubungan transaksional dan berbagi komoditi. Agama dalam globalisasi
eksistensinya bertransformasi dari hal-hal yang bersifat privat, unik, dan sakral
menjadi bersifat publik, general, dan faktual. Transendensi sebagai ciri utama agama
dikomodifikasi sebagai semangat global yang secara terusmenerus dan berkelanjutan
mengatasi problem sosial yang diidentifikasi dalam persoalan ekonomi dan politik.

B. Saran
Pendidikan tinggi di Indonesia dapat mensinergikan antara agama, sains, dan
teknologi sebagai alternatif utama, terutama ketika lembaga pendidikan di era ini secara
global mencari pendekatan baru dalam pengembangan sains dan teknologi yang lebih
konstruktif. Dengan peningkatan intelektual yang tercerahkan, bangsa Indonesia dapat
terhindar dari merebaknya faham radikalisme ekstrim yang diimpor dari pusat negara-
negara asalnya.

13
DAFTAR PUSTAKA

Buchari, S.A., 2014. Kebangkitan Etnis Menuju Politik Identitas. Jakarta: Yayasan
Pustaka Obor Indonesia.

Hendrizal, 2020. Mengulas Identitas Nasional Bangsa Indonesia Terkini. Jurnal PPKn
dan Hukum, 15(1).

Ibrahim, 2013. Dari Politik Identitas ke Politik Kewarganegaraan. Yogyakarta:


Danadyaksa.

Irhandayaningsih, A., 2012. Peranan Pancasila dalam Menumbuhkan Kesadaran


Nasionalisme Generasi Muda di Era Global. Jurnal Humanika, 16(9).

Kaelan, 2010. Pendidikan Kewarganegaraan untuk Perguruan Tinggi. Yogyakarta:


Paradigma.

Kinnvall, C., 2004. Globalization and Religious Nationalism: Self,Identity, and the
Search for Ontological Security. Malden : Blackwell.

Lestari, E.Y., Janah, M. & Wardanai, P.K., 2019. Menumbuhkan Kesadaran


Nasionalisme Generasi Muda di Era Globalisasi Melalui Penerapam Nilai-nilai
Pancasila. Adil Indonesia Jurnal, 1(1).

Liliwer, A, 2005. Komunikasi Antar Personal. Jakarta: Gramedia.

Linklater, A., 1998. Theories Of International Relations. New York : Palgrave


Macmillan

Maiguashca, B., 2005. Globalisation and The Politics of Identity. New York:
Routledge.

Monteiro, J., 2015. Pendidikan Kewarganegaraan Perjuangan Membentuk Karakter


Bangsa. Yogyakarta: Depublish.

Mudzakkir, Amin., 2010, Demokratisasi, Islamisasi, dan Posisi Kaum Minoritas:


Pengalaman Indonesia, Makalah, Disajikan dalam Seminar Nasional
Membangun Masyarakat Tasikmalaya yang Demokratis, Tasikmalaya, 27 Mei
2010.

Rahayu, M., 2007. Pendidikan Kewarganegaraan Perjuangan Menghidupi Jati Diri


Bangsa. Depok: Grasindo.

Rahayu, Luh Riniti., 2009, Politik Identitas, Kebergaman, dan Pluralisme, LSM Bali
Sutri, www.balisutri.org, diunduh pada 10 Mei 2014.

14
Rajasa, 2007. Kongres Pancasila IV. Jakarta: Bumi Aksara.

Soenjoto, W.P.P., 2019. Eksploitasi Isu Politik Identitas terhadap Identitas Politik pada
Generasi Milenial Indonesia di Era 4.0. Journal of Islamic Studies and
Humanities, 4(2).

Winarno, 2013. Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan Panduan Kuliah di


Perguruan Tinggi. Jakarta: Grafika.

Yatim, 2001. Soekarno, Islam dan Nasionalisme. Bandung: Nuansa.

Yuniarto, 2014. Pembelajaran PPKn. Yogyakarta: Samudra Biru.

15

Anda mungkin juga menyukai