Anda di halaman 1dari 50

Pengertian & Dasar Hukum P3K

Hebbie Ilma Adzim, S.ST P3K | Juli 01, 2021

Pengertian pertolongan pertama ialah pemberian pertolongan segera kepada


penderita sakit ataupun cedera (kecelakaan) yang memerlukan penanganan
medis Dasar. Sedangkan pengertian medis dasar ialah tindakan perawatan
berdasarkan ilmu kedokteran yang dimiliki oleh orang awam atau orang awam
yang terlatih secara khusus. Dasar hukum mengenai pertolongan pertama
belum diatur secara khusus, namun umumnya merujuk pasal 531 KUHP yang
menyebutkan bahwa Barangsiapa menyaksikan sendiri ada orang di dalam
keadaan bahaya maut, lalai memberikan atau mengadakan pertolongan
kepadanya sedang pertolongan itu dapat diberikannya atau diadakannya
dengan tidak akan menguatirkan, bahwa ia sendiri atau orang lain akan kena
bahaya dihukum kurungan selama-lamanya tiga bulan atau denda sebanyak-
banyaknya Rp. 4.500,-. Jika orang yang perlu ditolong itu mati, diancam
dengan : KUHP 45, 165, 187, 304s, 478, 535, 566.

Dalam pelaksanaan pertolongan pertama terdapat beberapa tujuan, di antaranya


ialah sebagai berikut :

1. Menyelamatkan jiwa penderita.


2. Mencegah kecacatan.
3. Memberikan rasa nyaman dan menunjang proses penyembuhan.

Dalam pertolongan pertama terdapat pelaku pertolongan pertama yang artinya


ialah penolong yang pertama kali tiba di tempat kejadian, yang memiliki
kemampuan dan terlatih dalam kemampuan medis dasar.

Kewajiban pelaku pertolongan pertama antara lain :

1. Menjaga keselamatan diri, anggota tim, penderita dan orang lain di


sekitarnya.
2. Dapat menjangkau penderita baik dalam kendaraan, kerumunan massa
maupun bangunan.
3. Dapat mengenali dan mengatasi masalah yang mengancam nyawa.
4. Meminta bantuan ataupun rujukan apabila diperlukan.
5. Memberikan pertolongan dengan cepat dan tepat berdasarkan keadaan
korban.
6. Membantu pelaku pertolongan pertama lainnya.
7. Ikut menjaga kerahasiaan medis penderita.
8. Melakukan komunikasi dengan petugas lain yang terlibat.
9. Mempersiapkan penderita untuk ditransportasikan.

Pelaku pertolongan pertama dalam melaksanakan tugasnya memerlukan


peralatan dasar untuk digunakan. Oleh karena penderita dapat saja
mengeluarkan ceceran darah ataupun cairan tubuh lainnya yang memiliki
potensi sumber penyakit, maka pelaku penolong pertama memerlukan APD
(Alat Perlindungan Diri) yang di antaranya ialah :
1. Sarung tangan lateks.
2. Kacamata pelindung.
3. Baju pelindung.
4. Masker.
5. Helm (untuk melindungi apabila menolong di tempat yang rawan akan
jatuhnya benda dari atas seperti runtuhan bangunan,dsj).

Selain APD, penolong pertama juga menggunakan peralatan penolong dalam


menjalankan tugasnya di antaranya ialah :

1. Penutup luka :
o Kasa steril.
o Bantalan Kasa.
2. Pembalut luka :
o Pembalut gulung (pita).
o Pembalut segitiga (mitella).
o Pembalut tubuller (tabung).
o Pembalut rekat (plester).
3. Cairan antiseptik :
o Alkohol 70%.
o Betadine.
4. Cairan pencuci mata (boorwater).
5. Bidai dan peralatan stabilitas tubuh lainnya.
6. Gunting pembalut.
7. Pinset.
8. Senter.
9. Kapas.
10.Selimut.
11.Oksigen.
12.Tensimeter.
13.Stetoskop.
14.Tandu.
15.Alat Tulis.

Kemampuan berimprovisasi pelaku penolong pertama juga diperlukan apabila


tidak ditemukan alat-alat di atas di lokasi kejadian sehingga dapat mencari alat
lain sesuai fungsinya serta aman untuk digunakan.
Penilaian Keadaan dan Penderita Pada P3K
Hebbie Ilma Adzim, S.ST P3K | Juli 01, 2021
Penilaian penderita merupakan langkah awal dalam pelaksanaan  P3K
(Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan). Penilaian tersebut mencakup
penilaian terhadap keadaan penderita juga terhadap kondisi / situasi
keseluruhan pada saat kejadian. Pelaksanaan P3K sangat bergantung pada
hasil penilaian tersebut sehingga penilaian menjadi penting untuk dilakukan
sebaik-baiknya tanpa terlewat. Penilaian-penilaian tersebut secara umum
mencakup hal-hal sebagai berikut:

A. Penilaian Keadaan

Penilaian keadaan bertujuan untuk memperoleh gambaran umum tentang


kejadian kecelakaan. Penilaian keadaan juga bertujuan untuk dapat
mengetahui faktor-faktor apa saja yang dapat mendukung ataupun mendukung
pelaksanaan pertolongan pertama. Disamping hal itu, penilaian keadaan juga
perlu menilai mengenai bahaya lain yang dapat terjadi baik terhadap penderita,
penolong maupun orang lain di sekitar tempat kejadian.

Pada tahap ini penolong juga perlu melakukan langkah-langkah pengamanan


lokasi, penderita, diri sendiri maupun orang lain di tempat kejadian. Selain hal
tersebut penolong juga menilai bantuan apa saja yang diperlukan jika dianggap
perlu dan memungkinkan.

B. Penilaian Dini

1. Kesan Umum
o Kasus trauma : kasus yang disebabkan ruda-paksa. Memiliki
tanda-tanda yang terlihat jelas atau teraba, misal : luka terbuka,
memar, patah tulang dan sejenisnya yang dapat disertai juga
gangguan kesadaran dan sejenisnya.
o Kasus Medis : kasus yang diderita seseorang tanpa ada riwayat
ruda-paksa. Misal : sesak nafas, pingsan, dsj. Penolong perlu
mencari tahu riwayat gangguan penderita dari saksi maupun
keluarga penderita.
2. Respon

Merupakan respon yang ditunjukkan oleh penderita

o Awas : sadar dan tanggap terhadap orang, waktu dan tempat.


o Suara : penderita hanya bisa merespon apabila dipanggil atau
mendengar suara. Adapula dimana penderita tidak dapat
menjawab namun dapat mengikuti perintah sederhana.
o Nyeri : penderita hanya bereaksi terhadap rangsangan nyeri yang
diberikan, misal : cubitan kuat, tekanan pada tengah tulang dada,
dsj. Reaksi yang ditunjukkan penderita dapat berupa erangan
maupun gerakan ringan terhadap daerah rangsangan nyeri.

o Tidak respon : penderita tidak menunjukkan reaksi apapun


terhadap rangsangan apapun yang diberikan penolong.
3. Jalan Nafas

Memastikan jalan nafas penderita terbuka dan bersih.

o Penderita respon : memperhatikan ada tidaknya gangguan suara,


berbicara ataupun suara tambahan di luar suara normal. Dapat
dinilai juga apakah penderita dapat mengucapkan suatu kalimat
tanpa terputus.
o Penderita tidak respon : jika penderita dipastikan tidak terdapat
cedera leher, maka gunakan teknik angkat dagu tekan dahi untuk
melihat apakah ada benda yang menghalangi jalur nafas pada
mulut/hidung penderita. Lihat, dengar dan rasakan pernafasan
penderita apakah bernafas secara normal. Pernafasan normal
manusia dewasa : 12 - 20 kali per menit, pada anak-anak : 15 - 30
kali/menit dan pada bayi : 25 - 50 kali/menit.

4. Sirkulasi dan Perdarahan Berat

Melakukan penilaian apakah jantung bekerja dengan normal dan tidak


terdapat perdarahan yang dapat mengancam nyawa penderita.

o Penderita respon : periksa nadi pergelangan tangan (radial).


Pemeriksaan pada bayi ialah dengan memeriksa nadi pada bagian
dalam lengan atas (brankial).
o Penderita tidak respon : periksa nadi leher (karotis). Pada bayi
tetap dilakukan pemeriksaan terhadap nadi brankial. Denyut nadi
manusia dewasa : 60 - 90 kali/menit, pada anak : 80 - 150
kali/menit, bayi : 120 - 150 kali/menit.

Penilaian dini harus diselesaikan dan semua keadaan yang mengancam nyawa
harus sudah ditangani sebelum melanjutkan ke pemeriksaan selanjutnya
(Pemeriksaan Fisik).

C. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dilaksanakan dengan cara melihat, meraba dan


mendengarkan. Pemeriksaan fisik dilaksanakan secara menyeluruh terhadap
bagian tubuh penderita. Mulai dari kepala, mata, telinga, mulut, leher, dada,
perut, punggung, panggul, anggota gerak atas dan anggota gerak bawah,
kondisi dan warna kulit, suhu tubuh (normal : 37 derajat Celcius), tekanan
darah (normal dewasa : 60/100 mmHg - 90/140 mmHg). Pemeriksaan fisik juga
ditujukan untuk mengetahui :

1. Perubahan bentuk.
2. Luka terbuka.
3. Nyeri tekan.
4. Bengkak.

D. Riwayat Penderita
Pelaksanaan wawancara dapat dilakukan untuk mengetahui riwayat penderita.
Wawancara dapat dilakukan dengan penderita dengan respon yang baik,
keluarga maupun saksi di lokasi kejadian. Penilaian riwayat merupakan hal
yang penting untuk kasus medis. Penilaian riwayat secara umum mencakup
hal-hal sebagai berikut :

1. Keluhan utama.
2. Obat-obatan yang diminum.
3. Makanan/Minuman terakhir sebelum kejadian.
4. Penyakit yang sedang/pernah diderita.
5. Riwayat alergi.
6. Kejadian yang dialami sebelum terjadinya gejala/kecelakaan.

Guna mendukung dilaksanakannya penilaian penderita, maka secara umum


terdapat peralatan-peralatan yang digunakan antara lain :

1. Jam dengan penunjuk detik yang jelas.


2. Senter kecil.
3. Stetoskop.
4. Alat pengukur tekanan darah (sfigmomanometer).
5. Alat tulis untuk mencatat.

Perdarahan & Syok


Hebbie Ilma Adzim, S.ST P3K | Juli 01, 2021

Perdarahan terjadi akibat dari rusaknya dinding pembuluh darah yang dapat
disebabkan oleh ruda paksa (trauma) ataupun penyakit. Perdarahan dengan
skala besar dapat menyebabkan syok. Perdarahan sendiri dibagi menjadi 2
(dua) macam yaitu perdarahan luar dan perdarahan dalam dimana berbeda
penanganan terhadap keduanya.

Perdarahan Luar (Terbuka)

Perdarahan luar terjadi akibat rusaknya pembuluh darah disertai dengan


kerusakan kulit yang memungkinkan darah keluar dari tubuh.

Pada perdarahan jenis ini penolong wajib berhati-hati dikarenakan darah yang
keluar bisa saja menjadi penularan suatu penyakit.

Berdasarkan pembuluh darah yang mengalami kerusakan, perdarahan luar


dibedakan menjadi 3 (tiga) macam, antara lain :

1. Perdarahan Arteri

Ditandai dengan darah yang berasal dari pembuluh nadi keluar


menyembur sesuai dengan denyut pada nadi dan darah berwarna merah
terang karena darah kaya akan oksigen. Apabila tekanan sistolik
berkurang, maka semburan juga ikut berkurang. Umumnya perdarahan
arteri lebih sulit dikendalikan, oleh sebab itu pemantauan dan
pengendalian dilaksanakan sepanjang perjalanan menuju fasilitas
kesehatan terdekat.

2. Perdarahan Balik (Vena)

Ditandai dengan darah yang keluar dari pembuluh balik (vena) yang
berwarna agak gelap. Walau terlihat banyak & luas, namun umumnya
lebih mudah dikendalikan. Bahaya yang mungkin terjadi ialah masuknya
kotoran tersedot oleh pembuluh darah vena.

3. Perdarahan Rambut (Kapiler)

Berasal dari pembuluh rambut (kapiler), dimana darah merembes keluar


perlahan. Darah yang keluar bervariasi antara merah terang ataupun
merah gelap. Umumnya membeku sendiri perlahan.

Derajat Berat Perdarahan


Kehilangan darah sebanyak 1000 cc pada manusia dewasa merupakan hal
yang serius, sedangkan pada anak kehilangan 500 cc darah juga merupakan
hal yang serius. Pada bayi, kehilangan 150 cc darah dapat mengancam nyawa.

Hal yang perlu diketahui dalam menolong penderita perdarahan antara lain :

1. Gunakan alat pelindung diri untuk mencegah penularan penyakit melalui


kontak dengan darah.
2. Hindari menyentuh mulut, hidung, mata dan makanan sewaktu menolong
penderita karena dapat menjadikan media penularan penyakit melalui
kontak darah.

Penanggulangan Perdarahan Luar

Perawatan (pengendalian) perdarahan luar umumnya dapat dilakukan dengan 4


(empat) cara sebagai berikut

1. Tekanan Langsung.

Menekan bagian yang berdarah tepat di atas luka (jangan buang waktu
untuk mencari penutup luka). Umumnya perdarahan akan berhenti 5 - 15
menit kemudian. Selanjutnya berikan penutup luka yang tebal di daerah
perdarahan.

2. Elevasi yang dilakukan bersamaan dengan tekanan langsung.

Tindakan ini hanya dilakukan pada perdarahan di daerah anggota gerak


saja yaitu dengan meninggikan daerah luka lebih tinggi dari jantung
disertai dengan teknik penekanan langsung di atas. Hal ini berguna untuk
memperlambat perdarahan. Teknik ini tidak disarankan untuk penderita
yang mengalami cedera tulang (rangka) pada anggota gerak.
3. Titik tekan.

Apabila kedua upaya di atas belum berhasil, maka dilakukan cara ke tiga
yaitu dengan menekan pembuluh nadi di atas daerah yang mengalami
perdarahan. Terdapat 2 (dua) titik tekan yaitu nadi brakialis (pembuluh
nadi di lengan atas) dan nadi femoralis (pembuluh nadi di lipat paha).

4. Cara lain :
o Immobilisasi dengan atau tanpa pembidaian.
o Kompres dingin.
o Torniket.

Torniket ialah suatu alat yang menutup seluruh aliran darah pada
alat gerak. Torniket dilakukan apabila cara-cara di atas belum
dapat menghentikan perdarahan. Kerugian teknik torniket ialah
kematian jaringan bagian yang dipasang torniket, sehingga bagian
tersebut mati dan harus diamputasi. Torniket umumnya digunakan
pada luka amputasi ataupun robekan dengan tepi yang tidak rata.
Pada kasus amputasi dengan tepi yang rata umumnya
penanggulangan perdarahan hanya menggunakan pembalut tekan.
Torniket merupakan upaya terkahir untuk menghentikan
perdarahan.

Torniket dilakukan dengan cara pemasangan pembalut yang


diikatkan sangat kencang di atas daerah luka untuk menghentikan
perdarahan. Umumnya torniket dipasang tidak lebih dari 5 cm di
atas bagian yang mengalami perdarahan. Apabila perdarahan ada
pada bagian sendi, maka torniket dipasang tepat di atas sendi.
Umumnya digunakan tongkat kecil ataupun pena dan sejenisnya
yang dipasang di atas simpul dan diputar untuk mengencangkan
ikatan torniket sehingga perdarahan terhenti kemudian diikat
supaya tidak berputar kembali. Torniket yang sudah terpasang dan
menghentikan perdarahan tidak diperbolehkan untuk dikendorkan.

Perdarahan Dalam

Penyebab umum perdarahan dalam ialah benturan keras dengan benda tumpul,
terjatuh, ledakan dan sejenisnya. Kehilangan darah pada perdarahan dalam
tidak terlihat dikarenakan jaringan kulit yang masih utuh. Ada kalanya kita
dapat melihat darah yang terkumpul di bawah kulit seperti pada kasus memar.

Perdarahan dalam juga bersifat variatif dari yang paling ringan sampai dengan
mengancam nyawa. Kerusakan alat dalam tubuh dan pembuluh darah besar
dapat mengakibatkan kehilangan darah dalam waktu singkat. Kehilangan darah
tidak terlihat, karenanya penderita dapat meninggal tanpa mengalami luka luar
yang berat.

Dikarenakan kasus perdarahan dalam dimana kehilangan darah tidak terlihat,


maka kecurigaan adanya perdarahan dalam seharusnya dinilai dari
pemeriksaan fisik lengkap termasuk wawancara dan menganalisa kronologis
kejadiannya. Lebih baik menganggap seseorang mengalami perdarahan dalam
daripada ridak dikarenakan penanganan perdarahan dalam tidak akan
memperburuk keadaan penderita yang ternyata tidak mengalaminya.

Tanda-tanda Perdarahan Dalam

1. Cedera ataupun memar disertai nyeri dan pembengkakan.


2. Muntah darah, batuk darah, berak darah, kencing disertai darah, keluar
darah atau cairan dari hidung atau telinga baik berupa darah segar
maupun darah hitam seperti kopi.

Penanganan Perdarahan Dalam

1. Baringkan penderita.
2. Jangan memberikan makanan ataupun minuman pada penderita.
3. Berikan oksigen bila ada.
4. Rawat sebagai syok (baca penjelasan di bawah).

Syok

Syok terjadi bilamana sistem peredaran darah gagal mengirimkan darah yang
mengandung oksigen dan bahan nutrisi ke organ vital tubuh. Penyebab syok
sendiri dapat terdiri dari 3 (tiga) komponen diantaranya ialah adanya gangguan
pada organ jantung, kehilangan darah dalam jumlah besar dan pelebaran
pembuluh darah akibat penyakit, trauma maupun alergi.

Tanda-tanda Syok

1. Nadi cepat dan lemah.


2. Nafas cepat dan dangkal.
3. Kulit pucat, dingin dan lembab.
4. Wajah, bibir, lidah dan telinga terlihat pucat.
5. Pandangan mata terkesan hampa serta pupil melebar.
6. Perubahan mental (gelisah/marah)

Akibat dari hal di atas, maka penderita akan mengalami ataupun merasakan hal
sebagai berikut
1. Mual yang kemungkinan disertai muntah.
2. Haus.
3. Lemah.
4. Pusing ataupun vertigo.
5. Tidak nyaman dan takut.

Penanganan Syok

1. Pindah penderita ke tempat teduh dan aman.


2. Baringkan penderita sambil posisi tungkai kaki ditinggikan 20 - 30 cm
dari tubuh.
3. Longgarkan pakaian penderita.
4. Cegah penderita kehilangan panas tubuh dengan memberikan selimut
yang menutupi semua bagian tubuh penderita.
5. Tenangkan penderita.
6. Pastikan pernafasan dan jalan nafas baik.
7. Jangan beri penderita makanan ataupun minuman.
8. Rawat cedera serta kendalikan perdarahan lainnya apabila ada.
9. Berikan oksigen bila ada.
10.Periksa tanda vital berkala.
11.Rujuk ke fasilitas kesehatan terdekat.

Cedera Sistem Otot Dan Rangka


Hebbie Ilma Adzim, S.ST P3K | Juli 01, 2021

Sistem muskuloskeletal (otot - rangka) memungkinkan manusia berdiri tegak


dan bergerak. Selain itu, sistem otot dan rangka juga berfungsi untuk
melindungi organ dalam tubuh vital. Sistem otot dan rangka erat kaitannya
dengan anggota gerak, setiap cedera ataupun gangguan pada sistem ini akan
mengakibatkan terganggunya pergerakan seseorang untuk sementara ataupun
selamanya. Secara umum, cedera sistem otot dan rangka dapat berupa :

A. Patah Tulang
Patah tulang ialah terputusnya jaringan tulang baik seluruhnya maupun
sebagian saja. Penyebab umumnya ialah gaya yang cukup besar baik gaya
langsung, tidak langsung maupun gaya puntir yang berkontak dengan tubuh
kita (sistem otot-rangka)

Terdapat 2 (dua) jenis patah tulang, antara lain :

1. Patah Tulang Terbuka

Patah tulang terbuka ditandai dengan adanya luka di permukaan kulit di


atas/dekat bagian tulang yang patah sehingga bagian tulang yang patah
berhubungan langsung dengan udara, akan tetapi patahan tulang tidak
selalu terlihat menonjol keluar. Patah tulang terbuka memerlukan
pertolongan lebih cepat dikarenakan adanya resiko perdarahan serta
kemungkinan terjadinya infeksi lebih besar karena terpapar lingkungan.

2. Patah Tulang Tertutup

Pada patah tulang tertutup permukaan kulit di dekat daerah patahan


masih utuh sehingga patahan tulang tidak berhubungan dengan kontak
udara luar.

Tanda-tanda patah tulang :

1. Perubahan bentuk anggota badan.


2. Nyeri dan kaku pada daerah yang mengalami patah.
3. Terdengar suara berderik di daerah patah karena gesekan antara tulang
yang patah.
4. Pembengkakan (dikarenakan jaringan lunak di sekitar patahan robek dan
mengalami perdarahan).
5. Memar (perubahan warna kulit menjadi agak kebiruan akibat cedera di
bawah kulit).
6. Gangguan peredaran darah dan persyarafan.

B. Urai/Cerai Sendi (Dislokasi)

ialah peristiwa keluarnya kepala sendi dari mangkok sendi atau keluarnya ujung
tulang dari sendinya yang bisa diakibatkan karena sendi yang teregang
melebihi batas normal sehingga kedua ujung tulang persendian terpisah tidak
pada tempatnya. Jaringan ikat sendi tertarik dan kemungkinan sampai terobek.
Tanda-tandanya hampir sama dengan tanda-tanda patah tulang di atas, namun
lokasinya di daerah persendian secara khusus.

C. Terkilir/Keseleo

Terkilir/keseleo dibedakan menjadi 2(dua) macam, antara lain :

1. Terkilir Sendi (Sprain)

Robek/putusnya jaringan ikat sekitar sendi karena sendi teregang


melebihi batas normal yang bisa disbabkan karena salah gerakan atau
pun terpeleset. Gejala dan tanda terkilir sendi antara lain : nyeri, bengkak
dan warna kulit merah kebiruan di sekitar persendian.

2. Terkilir Otot (Strain)

Robek/putusnya jaringan otot pada bagian tendon (ekor otot) karena otot
teregang melebihi batas normal. Cedera ini umumnya terjadi karena
pembebanan secara tiba-tiba pada otot tertentu. Bisa juga terjadi karena
pembebanan berat tanpa pemanasan otot terlebih dahulu ataupun
pemanasan dengan gerakan yang salah dan teregang melebihi batas
normal. Tanda-tanda terkilir otot antara lain : nyeri yang tajam dan
mendadak pada daerah otot tertentu, nyeri menyebar keluar disertai
kejang dan kaku (kaku otot) dan bengkak pada daerah cedera.

Penanganan (P3K) Cedera Otot dan Rangka

1. Lakukan penilaian dini (respon, tanda nafas dan nadi).


2. Lakukan penilaian fisik (perubahan bentuk, luka, nyeri tekan dan
bengkak).
3. Stabilkan bagian yang patah.
4. Atasi perdarahan dan luka (bila ada).
5. Persiapkan alat dan bahan untuk pembidaian kemudian lakukan
pembidaian. Sesuaikan ukuran bidai sesuai ukuran daerah cedera dan
jangan terlalu kuat sehingga peredaran darah terganggu.
6. Kurangi rasa sakit dengan kompres dingin, jika bukan cedera patah
tulang terbuka.
7. Baringkan penderita pada posisi nyaman.
8. Rujuk ke fasilitas kesehatan terdekat.

Jenis-jenis Bidai

Secara umum terdapat jenis-jenis bidai, antara lain :

1. Bidai Keras

Secara umum terbuat dari bahan yang keras dan kaku. Bahan yang
sering dipakai ialah kayu, aluminium, karton, plastik ataupun bahan lain
yang kuat. Contoh : bidai kayu dan bidai vakum.

2. Bidai yang dapat dibentuk

Bidai yang dapat diubah menjadi berbagai bentuk dan kombinasi sesuai
dengan daerah cedera. Contoh : bidai vakum, bantal, selimut, karton dan
kawat.

3. Bidai Traksi

Bidai bentuk jadi yang bervariasi tergantung dari pembuatannya.


Umumnya digunakan oleh tenaga ahli (khusus) dan dipakai untuk patah
tulang paha. Tujuannya ialah untuk menjaga kelurusan dari tulang yang
patah.

4. Bidai Gendongan/Bebat

Umumnya menggunakan pembalut mitela (pembalut segi tiga).


Menggunakan prinsip memanfaatkan tubuh penderita untuk
menghentikan pergerakan pada daerah cedera. Merupakan bidai yang
sering digunakan untuk cedera anggota gerak bagian atas. Contoh : bidai
gendongan lengan.
Luka Bakar
Hebbie Ilma Adzim, S.ST P3K | Juli 01, 2021

Luka bakar ialah semua cedera yang terjadi akibat paparan terhadap suhu yang
tinggi. Penyebab luka bakar umumnya dikelompokkan berdasarkan sumber
panasnya yaitu thermal (suhu > 60C), Kimia (asam kuat), Listrik dan Radiasi.

Derajat Luka Bakar

1. Luka Bakar Derajat I (Satu) / Permukaan.

Luka bakar hanya meliputi lapisan kulit paling atas saja. Ditandai dengan
kulit kemerahan, nyeri dan terkadang bengkak pada daerah yang
terkena. Contoh : luka bakar karena sengatan matahari.
2. Luka Bakar Derajat II (Dua).

Luka bakar meliputi lapisan kulit paling luar sehingga lapisan kulit di
bawahnya terganggu. Luka bakar ini termasuk luka bakar yang paling
sakit. Ditandai dengan gelembung pada kulit yang menggelembung berisi
cairan, bengkak, kulit kemerahan ataupun putih, lembab dan rusak.
Contoh : luka bakar terkena minyak panas.

3. Luka Bakar Derajat III (Tiga).


Lapisan yang terkena tidak terbatas. Luka bakar juga bisa sampai ke
tulang dan organ tubuh dalam. Ditandai dengan kulit tampak kering,
pucat atau putih dan gosong atau hitam diikuti dengan mati rasa karena
kerusakan syaraf sehingga rasa nyeri hanya timbul di daerah sekitar luka
saja.

Luka bakar derajat yang lebih tinggi selalu dikelilingi oleh luka bakar derajat
lebih rendah di sekitarnya.

Tingkat Keparahan Luka Bakar

1. Luka Bakar Ringan.


o Tidak mengenai wajah, tangan, kaki, sendi, kemaluan atau saluran
nafas.
o Luka bakar derajat III (tiga) kurang dari 2% luas permukaan tubuh.
o Luka bakar derajat II (dua) kurang dari 15% luas permukaan
tubuh.
o Luka bakar derajat I (satu) kurang dari 50% luas permukaan tubuh.
o Luka bakar derajat II (dua) kurang dari 10% luas permukaan tubuh
(bayi/anak).
2. Luka Bakar Sedang.
o Tidak mengenai wajah, tangan, kaki, sendi, kemaluan atau saluran
nafas.
o Luka bakar derajat III (tiga) 2% - 10% luas permukaan tubuh.
o Luka bakar derajat II (dua) 15% - 30% luas permukaan tubuh.
o Luka bakar derajat I (satu) lebih dari 50% luas permukaan tubuh.
o Luka bakar derajat II (dua) 10% - 20% luas permukaan tubuh
(bayi/anak).
3. Luka Bakar Berat
o Mengenai wajah, tangan, kaki, sendi, kemaluan atau saluran
pernafasan.
o Luka bakar derajat III (tiga) lebih dari 10% luas permukaan tubuh.
o Luka bakar derajat II (dua) lebih dari 30% luas permukaan tubuh.
o Luka bakar yang disertai nyeri, bengkak dan perubahan bentuk
alat gerak.
o Luka bakar meliputi satu bagian tubuh seperti lengan, tungkai atau
dada.
o Luka bakar derajat III (tiga) atau derajat II (dua) lebih besar 20%
luas permukaan tubuh (bayi/anak).

Untuk menilai prosentase luas luka bakar, maka dapat menggunakan hukum 9
(sembilan) pada gambar di bawah.
Penanganan (P3K) Luka Bakar

1. Hentikan proses luka bakar, alirkan air dingin pada bagian yang terkena.
Bila proses luka bakar dikarenakan bahan kimia, maka alirkan air dingin
terus-menerus selama 20 menit.
2. Lepaskan pakaiaan ataupun perhiasan penderita. Gunting pakaian
apabila pakaian penderita lengket pada luka bakar.
3. Lakukan penilaian dini (respon, nafas dan nadi).
4. Berikan oksigen bila ada.
5. Tentukan derajat dan tingkat keparahan luka bakar penderita.
6. Tutup luka bakar menggunakan penutup (kassa) steril. Jangan pecahkan
gelembung serta jangan gunakan salep, antiseptik maupun es pada luka
bakar. Jika luka bakar mengenai mata, maka pastikan kedua mata
ditutup. Jika luka bakar mengenai jari-jemari, maka balut masing-masing
jari secara terpisah.
7. Jaga suhu tubuh penderita dan rawat cedera lain bila ada.
8. Rujuk ke fasilitas kesehatan terdekat.

Penanganan (P3K) Luka Bakar Khusus

1. Luka Bakar Kimia


o Aliri daerah luka bakar dengan air yang banyak secara terus-
menerus selama 20 menit dan jangan menyiram luka bakar
dengan dengan air apabila diketahui bahan kimia tersebut
bereaksi kuat apabila berkontak dengan air.
o Bila terkena mata, maka aliri terus luka bakar dengan air yang
banyak lebih dari 20 menit dan selama perjalanan menuju fasilitas
kesehatan terdekat apabila diperlukan.

o Posisikan tubuh agak jauh dari tubuh penderita yang


terkontaminasi bahan kimia untuk keselamatan penolong.
o Apabila diketahui bahan kimia berupa serbuk padat, maka sapu
daerah luka bakar dengan sikat halus, kemudian aliri air pada
daerah luka bakar selama 20 menit.
o Amankan bekas pakaiaan penderita yang terkontaminasi.
o Tutup luka bakar dengan kasa steril.
o Rujuk ke fasilitas kesehatan terdekat.
2. Luka Bakar Listrik.
o Matikan sumber listrik dan pindahkan penderita secara hati-hati
dari sumber listrik yang mengalir (gunakan papan dan galah
supaya tidak ikut teraliri listrik apabila aliran listrik masih ada).

o Lakukan penilaian dini (respon, nadi dan nafas).


o Cari luka bakar di daerah yang teraliri listrik dan tutup dengan
kasa steril.
o Persiapkan resisutasi jantung paru (RJP) apabila ada resiko henti
nafas atau henti jantung pada penderita.
o Rujuk ke fasilitas kesehatan terdekat.
3. Luka Bakar Inhalasi (terhirup uap panas / bahan kimia).
o Pindahkan penderita ke tempat sejuk dan aman.
o Berikan oksigen, jika perlu oksigen yang dilembabkan.
o Jaga jalan nafas dan pernafasan.
o Lakukan nafas buatan bila perlu.
o Rujuk ke fasilitas kesehatan terdekat.

Keracunan
Hebbie Ilma Adzim, S.ST P3K | Juli 01, 2021

Setiap hari manusia berhubungan dengan bahan yang dapat menjadi racun
karena semua zat dalam jumlah tertentu dapat menjadi racun. Pengertian racun
sendiri ialah suatu zat yang apabila masuk ke dalam tubuh dalam jumlah
tertentu dapat menimbulkan reaksi tubuh yang tidak diingikan bahkan kematian.
Reaksi kimia yang terjadi dapat merusak jaringan tubuh ataupun mengganggu
fungsi tubuh. Hal tersebut berbeda dengan penggunaan obat dikarenakan
reaksi penggunaan obat umumnya sudah diketahui dan diinginkan, namun
adakalanya juga reaksi obat menimbulkan hal yang tidak diinginkan seperti
gatal, sesak nafas, lemas, mual, dsj.

Beberapa contoh zat racun antara lain : insektisida (pembasmi serangga),


sianida (sering ditemui pada singkong beracun), logam berat (timah hitam pada
asap kendaraan bermotor), bisa binatang (bisa ular, kalajengking, dsj) ataupun
bahan kimia yang bersifat korosif (dapat menyebabkan luka bakar pada bagian
tubuh dalam jika masuk ke dalam tubuh).

Macam-macam Terjadinya Keracunan

1. Sengaja Bunuh Diri.

Penderita sengaja menelan, menghirup ataupun menyuntikkan suatu


obat dalam junlah melebihi dosis pengobatan atau benda lain yang
sebenarnya tidak ditujukan untuk dikonsumsi dengan cara-cara tersebut
di atas. Sering menyebabkan kematian jika tidak segera mendapat
pertolongan. Contoh : minum racun serangga, obat tidur berlebihan, dsj.

2. Keracunan Tidak Disengaja.

Terjadi akibat terpapar bahan beracun secara tidak sengaja, contoh :


o Mengkonsunsi bahan makanan/minuman yang tercemar oleh
kuman ataupun zat kimia tertentu.
o Salah minum yang biasanya dialami oleh anak-anak atau orang
lanjut usia yang sudah pikun (misal obat kutu anjing disangka
susu, dsj).
o Makan singkong yang memiliki kadar sianida tinggi.
o Udara yang tercemar gas beracun, dsj.
3. Penyalahgunaan Obat.

Yaitu obat yang dikonsumsi selain untuk pengobatan.

Jalur Masuk Racun

1. Keracunan melalui mulut/alat pencernaan.

Umumnya terkait dengan bahan-bahan yang terdapat di rumah tangga.

o Obat-obatan misalnya obat tidur/penenang yang dikonsumsi dalam


jumlah banyak atau diminum dengan bahan lain sehingga
menimbulkan keracunan.
o Makanan yang mengandung racun (misal : singkong beracun),
makanan kadaluarsa serta makanan yang tidak dipersiapkan
dengan baik/tercemar.
o Obat nyamuk, minyak tanah, dsj.
o Makanan/minuman yang mengandung alkohol (minuman keras).
2. Keracunan melalui pernafasan.

Umumnya berupa gas, uap dan bahan semprotan.

o Menghirup gas/udara beracun, misal : gas mobil dalam keadaan


mobil tertutup, uap minyak tanah, dsj.
o Kebocoran gas industri, misal : amonia, klorin, dsj.
3. Keracunan melalui kulit/kontak (absorbsi).

Racun yang terserap ada kalanya dapat merusak kulit. Racun yang
masuk dari kulit secara perlahan terserap aliran darah.

o Umumnya zat kimia pertanian seperti insektisida, pestisida


maupun zat kimia yang bersifat korosif.
o Tanaman.
o Tersentuh binatang yang mengandung racun pada kulitnya
ataupun bagian tubuhnya yang lain (umumnya pada binatang yang
hidup di air).
4. Keracunan melalui suntikan ataupun gigitan.

Zat racun menembus kulit langsung ke dalam tubuh melalui sistem


peredaran darah.

o Obat suntik, misal : penyalahgunaan obat dan narkotika.


o Gigitan/sengatan binatang yang mengandung bisa racun, misal :
kalajengking, ubur-ubur, dsj.

Gejala Umum Keracunan

1. Penurunan respon, gangguan status mental (gelisah, takut, dsj)


2. Gangguan pernafasan
3. Nyeri kepala, pusing ataupun gangguan pengelihatan.
4. Mual ataupun muntah.
5. Lemas, lumpuh ataupun kesemutan.
6. Pucat ataupun kulit kebiruan.
7. Kejang.
8. Syok.
9. Gangguan irama detak jantung ataupun pernafasan.

Gejala Khusus Keracunan

1. Keracunan melalui mulut/alat pencernaan.


o Mual ataupun muntah.
o Nyeri perut.
o Diare.
o Nafas ataupun mulut yang berbau.
o Suara parau, nyeri di saluran cerna (mulut dan kerongkongan).
o Luka bakar atau sisa racun di daerah mulut.
o Produksi air liur yang berlebih ataupun mulut menjadi berbusa.
2. Keracunan melalui pernafasan.
o Gangguan pernafasan ataupun pernafasan.
o Kulit kebiruan.
o Nafas berbau.
o Batuk ataupun suara parau.
3. Keracunan melalui kulit.
o Daerah kontak berwarna kemerahan, nyeri, melepuh dan meluas.
o Syok anafilaktik (gejala alergi yang mengancam nyawa yang dapat
menyebabkan penderita tidak sadarkan diri, melebarnya pembuluh
darah, naiknya denyut nadi, menurunnya tekanan darah,
menyempitnya saluran nafas, ruam pada kulit, mual dan anggota
gerak yang hangat.
4. Keracunan melalui suntikan ataupun gigitan.
o Luka di daerah suntikan ataupun gigitan berupa luka tusuk atau
bekas gigitan.
o Nyeri pada daerah sekitar suntikan ataupun gigitan dan
kemerahan.

Pada kasus gigitan ular :

o Demam.
o Mual dan muntah.
o Pingsan.
o Lemah.
o Nadi cepat dan lemah.
o Kejang.
o Gangguan pernafasan.

Penanganan/Pertolongan Pertama (P3K) Pada Kasus Keracunan Umum

1. Amankan tempat kejadian.


2. Pengamanan penolong dan penderita apabila diketahui zat racun berupa
gas.
3. Keluarkan penderita dari daerah yang berbahaya.
4. Lakukan penilaian dini (respon, nafas dan nadi) dan lakukan resusitasi
jantung paru (RJP) bila perlu.
5. Periksa jalan nafas apabila respon penderita menurun ataupun jika
penderita muntah.
6. Berikan oksigen bila ada.
7. Amankan pembungkus, sisa muntahan dan sejenisnya untuk identifikasi
jenis racun.
8. Periksa tanda vital secara berkala (nafas dan nadi) dan rujuk ke fasilitas
kesehatan terdekat.

Penanganan/Pertolongan Pertama (P3K) Pada Kasus Keracunan Khusus

1. Keracunan melalui mulut/alat pencernaan.


o Turunkan kadar kekuatan racun dengan pengenceran dengan cara
memberi minum susu ataupun air sebanyak-banyaknya maupun
memberi anti racun umum yaitu norit ataupun putih telur (JANGAN
BERIKAN SUSU PADA KERACUNAN YANG DIKETAHUI KARENA
ZAT YANG MENGANDUNG FOSFAT !!!).
o Lakukan rangsangan-rangsangan muntah untuk mengeluarkan
racun dari dalam lambung dimana cara ini hanya efektif 2 (dua)
jam pertama saat kejadian. Namun jangan lakukan rangsangan
muntah pada keracunan yang menelan asam/basa kuat, menelan
minyak, penderita kejang ataupun ada riwayat kejang dan
penderita yang tidak sadar atau mengalami gangguan kesadaran.
2. Keracunan melalui kulit.
o Buka baju penderita yang terkena.
o Siram bagian yang terkena racun dengan air sekurang-kurangnya
selama 20 menit (bila racun berupa serbuk maka sikat dahulu
sebelum menyiram dengan air dan jangan lakukan penyiraman jika
diketahui racun bereaksi kuat dengan air). Posisikan penolong
agak jauh dari bagian tubuh penderita yang terkena racun untuk
menghindari kontaminasi.
3. Gigitan ular.
o Amankan diri penolong dan tempat kejadian.
o Tenangkan penderita.
o Lakukan penilaian dini (respon, nafas dan nadi).
o Rawat luka serta pasang bidai bila diperlukan.
o Pasang (ikat) pembalut elastis pada daerah gigitan.
o Jika tidak berbahaya bawa ular yang menggigit untuk identifikasi
jenis racun.
o Rujuk ke fasilitas kesehatan terdekat.

Pemindahan Penderita
Hebbie Ilma Adzim, S.ST P3K | Juli 01, 2021

Berdasarkan masalah keselamatan, pengangkatan dan pemindahan penderita


dibagi menjadi 2 (dua) macam yaitu pemindahan darurat dan pemindahan biasa
(tidak darurat). Yang dimaksud dengan darurat di sini bukan pada masalah
peralatan, namun pada masalah keadaan dan situasi di tempat kejadian.

Pemindahan Darurat

Lakukan pemindahan darurat hanya jika ada bahaya segera terhadap penderita
ataupun penolong dan juga jika penderita menghalangi akses ke penderita
lainnya. Tindakan ini dapat dilakukan tanpa dimulai dengan penilaian dini
(respon, nafas dan nadi) mengingat faktor bahaya dan resiko di tempat
kejadian.

Pemindahan ini juga dapat menimbulkan resiko bertambah parahnya cedera


penderita terutama penderita yang mengalami cedera spinal (tulang belakang
mulai dari tulang leher sampai tulang ekor).

Contoh pemindahan darurat antara lain :

1. Tarikan Lengan

Posisikan tubuh penolong di atas kepala penderita. Kemudian masukkan


lengan di bawah ketiak penderita dan pegang lengan bawah penderita.
Selanjutnya silangkan kedua lengan penderita di depan dada dan tarik
penderita menuju tempat aman. Hat-hati terhadap kaki penderita yang
mungkin akan membentur benda di sekitar lokasi kejadian.
2. Tarikan Bahu

Cara ini berbahaya bagi penderita cedera spinal (tulang belakang dari
tulang leher sampai tulang ekor). Posisikan penolong berlutut di atas
kepala penderita. Masukkan kedua lengan di bawah ketiak penderita
kemudian tarik ke belakang.

3. Tarikan Baju

Pertama ikat kedua tangan penderita di atas dada menggunakan kain


(pembalut). Kemudian cengkram baju penderita di daerah baju dan tarik
di bawah kepala penderita untuk penyokong dan pegangan untuk
menarik penderita ke tempat aman.

4. Tarikan Selimut

Apabila penderita telah berbaring di atas selimut atau sejenisnya, maka


lipat bagian selimut yang berada di bagian kepala penderita lalu tarik
penderita ke tempat yang aman. Supaya penderita tidak bergeser dari
atas selimut, maka dapat dibuat simpul di ujung selimut bagian kaki
penderita.

5. Tarikan Menjulang

Cara ini umumnya digunakan oleh petugas pemadam kebakaran yaitu


dengan menggendong penderita di belakang punggung penolong dengan
cara mengangkat lalu membopong penderita
Pemindahan Biasa (Tidak Darurat)

Pemindahan biasa (tidak darurat) dapat dilakukan ketika :

1. Penilaian awal (penilaian dini dan penilaian fisik) sudah dilakukan.


2. Denyut nadi dan pernafasan stabil.
3. Perdarahan sudah dikendalikan.
4. Tidak ada cedera leher.
5. Semua patah tulang sudah diimobilisasi.
Contoh pemindahan biasa (tidak darurat) :

1. Teknik Angkat Langsung

Teknik ini dilakukan oleh 3 (tiga) orang terutama pada penderita yang
memiliki berat badan tinggi dan atau jika tandu tidak di dapat di lokasi
kejadian.

o Ketiga penolong berlutut di sisi penderita yang paling sedikit


mengalami cedera.
o Penolong pertama menyisipkan satu lengan di bawah leher dan
bahu lengan penderita, kemudian lengan satunya disisipkan di
bawah punggung penderita.
o Penolong ke dua menyisipkan lengannya di bawah punggung dan
bokong penderita.
o Penolong ke tiga satu lengan disisipkan di bawah bokong
penderita dan lengan satunya di bawah lutut penderita.
o Penderita siap diangkat dengan satu aba-aba.

o Angkat penderita di atas lutut ketiga penolong secara bersamaan.


Jika terdapat tandu, maka penolong lain menyiapkan tandu di
bawah penderita kemudian meletakkan penderita di atas tandu
dengan satu aba-aba.

o Jika tidak terdapat tandu untuk pemindahan penderita, maka


miringkan penderita di atas dada ketiga penolong kemudian ketiga
penolong berdiri bersama-sama dengan satu aba-aba.
o Ketiga penolong memindahkan penderita dengan melangkah
bertahap dengan satu aba-aba.
2. Pemindahan Dengan Tandu

Dilakukan oleh 2 (dua) penolong.

o Kedua penolong berjongkok di masing-masing ujung tandu


menghadap ke arah yang sama (ujung kaki penderita sebagai arah
depan).
o Penolong memposisikan kaki pada jarak yang tepat kemudian
menggenggam pegangan tandu dengan erat.
o Punggung lurus, kepala menghadap ke depan dengan posisi
netral.
o Kencangkan otot punggung dan perut penolong dan angkat tandu
dengan satu aba-aba.
o Pindahkan penderita ke tempat yang aman dengan satu aba-aba.
o Turunkan penderita secara hati-hati dengan mengulang langkah-
langkah di atas secara mundur (berkebalikan).
3. Teknik Angkat Anggota Gerak

Dilakukan oleh 2 (dua) orang penolong.

o Masing-masing penolong berjongkok berhadap-hadapan, penolong


pertama di ujung kepala penderita, penolong kedua di antara kaki
penderita.
o Penolong pertama mengangkat kedua lengan penderita dengan
kedua tangannya.
o Penolong ke dua mengangkat kedua lutut penderita.
o Kedua penolong berdiri secara bersamaan dengan satu aba-aba
dan mulai memindahkan penderita ke tempat aman.

Peralatan Pemindahan Penderita


Bantuan Hidup Dasar & Resusitasi Jantung Paru (RJP)
Hebbie Ilma Adzim, S.ST P3K | Juli 01, 2021
Bantuan hidup dasar harus segera dilaksanakan oleh penolong apabila
dalam penilaian dini penderita ditemukan salah satu dari masalah antara lain :
tersumbatnya jalan nafas, tidak menemukan adanya nafas serta tidak
ditemukan adanya tanda-tanda nadi. Seperti diketahui bahwa tujuan dari  P3K
(Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan) salah satunya ialah menyelamatkan
jiwa penderita sehingga dapat selamat dari kematian. Pengertian mati sendiri
terbagi menjadi 2 (dua) yaitu mati klinis dan mati biologis. Mati klinis berarti
tidak ditemukan adanya pernafasan dan nadi. Mati klinis dapat bersifat
reversibel (dapat dipulihkan). Penderita mati klinis mempunyai waktu 4-6 menit
untuk dilakukan resusitasi tanpa kerusakan otak. Sedangkan mati biologis
berarti kematian sel dimulai terutama sel otak & bersifat ireversibel (tidak bisa
dipulihkan) yang biasa terjadi 8-10 menit dari henti jantung.
Dalam memberikan bantuan hidup dasar dikenal 3 (tiga) tahap utama yaitu :
penguasaan jalan nafas, bantuan pernafasan dan bantuan sirkulasi darah yang
lebih dikenal juga dengan istilah pijatan jantung luar dan penghentian
perdarahan besar.

A. Penguasaan Jalan Nafas.

1. Membebaskan Jalan Nafas.

Pada penderita dimana tidak ditemukan adanya pernafasan, maka harus


dipastikan penolong memeriksa jalan nafas apakah terdapat benda asing
ataupun terdapat lidah penderita yang menghalangi jalan nafas.

o Teknik angkat dagu tekan dahi.

Teknik ini dilakukan pada penderita yang tidak mengalami cedera


kepala, leher maupun tulang belakang.

o Teknik jaw thrus maneuver (mendorong rahang bawah).

Teknik ini digunakan pada penderita yang mengalami cedera


kepala, leher maupun tulang belakang.

2. Membersihkan Jalan Nafas.


o Teknik sapuan jari.
Teknik ini hanya digunakan pada penderita yang tidak respon /
tidak sadar untuk membersihkan benda asing yang masuk ke jalan
nafas penderita. Jari telunjuk ditekuk seperti kait untuk mengambil
benda asing yang menghalangi jalan nafas.

o Posisi pemulihan.

Bila penderita dapat bernafas dengan baik dan tidak ditemukan


adanya cedera leher maupun tulang belakang. Posisi penderita
dimiringkan menyerupai posisi tidur miring. Dengan posisi ini
diharapkan mencegah terjadinya penyumbatan jalan nafas dan
apabila terdapat cairan pada jalur nafas maka cairan tersebut
dapat mengalir keluar melalui mulut sehingga tidak masuk ke jalan
nafas.

3. Sumbatan Jalan Nafas.

Sumbatan jalan nafas umumnya terjadi pada saluran nafas bagian bawah
yaitu bagian bawah laring (tenggorokan) sampai lanjutannya. Umumnya
sumbatan jalan nafas pada penderita respon/sadar ialah karena
makanan dan benda asing lainnya, sedangkan pada penderita tidak
respon / tidak sadar ialah lidah yang menekuk ke belakang. Untuk
mengatasinya umumnya menggunakan teknik heimlich maneuver
(hentakan perut-dada).

o Heimlich maneuver pada penderita respon / sadar.

Penolong berdiri di belakang penderita. Tangan penolong


dirangkulkan tepat di antara pusar dan iga penderita. Hentakkan
rangkulan tangan ke arah belakang dan atas dan minta penderita
untuk memuntahkannya. Lakukan berulang-ulang sampai berhasil
atau penderita menjadi tidak respon / tidak sadar.
o Heimlich maneuver penderita tidak respon / tidak sadar.

Baringkan penderita dengan posisi telentang. Penolong berjongkok


di atas paha penderita. Posisikan kedua tumit tangan di antara
pusat dan iga kemudian lakukan hentakan perut ke arah atas
sebanyak 5 (lima) kali. Periksa mulut penderita bilamana terdapat
benda asing yang keluar dari mulut penderita. Lakukan 2-5 kali
sampai jalan nafas terbuka.

o Heimlich maneuver pada penderita kegemukan atau wanita hamil


yang respon / sadar.

Penolong berdiri di belakang penderita. Posisikan kedua tangan


merangkul dada penderita melalui bawah ketiak. Posisikan
rangkulan tangan tepat di pertengahan tulang dada dan lakukan
hentakan dada sambil meminta penderita memuntahkan benda
asing yang menyumbat. Lakukan berulangkali sampai berhasil
atau penderita menjadi tidak respon / tidak sadar.
o Heimlich maneuver pada penderita kegemukan atau wanita hamil
yang tidak respon / tidak sadar.

Langkahnya sama dengan heimlich maneuver pada penderita tidak


respon / tidak sadar di atas namum posisi penolong berada di
samping penderita dan posisi tumit tangan pada pertengahan
tulang dada.

B. Bantuan Pernafasan

Terdapat beberapa teknik yang dikenal untuk memberikan bantuan pernafasan


pada penderita yang ditemukan tidak terdeteksi adanya nafas namun nadi
masih berdetak dan jalan nafas tidak mengalami gangguan antara lain :

1. Menggunakan mulut penolong :


o Mulut ke masker RJP (Resusitasi Jantung Paru).

o Mulut ke APD (Alat Pelindung Diri).


o Mulut ke mulut ataupun hidung.
2. Menggunakan alat bantu nafas : menggunakan kantung masker
berkatub.

Di udara bebas kandungan oksigen ialah sebesar kurang lebih 21%. Dari
kandungan oksigen sebanyak 21% tersebut, sebanyak 5% digunakan manusia
dalam proses pernafasan. Sehingga terdapat sekitar 16% kandungan oksigen
dari udara pernafasan yang manusia keluarkan. Sisa oksigen sebanyak 16%
inilah yang digunakan untuk memberi bantuan nafas kepada penderita yang
terdeteksi tidak terdapat nafas. Pada manusia dewasa frekuensi pemberian
nafas buatan ialah sebanyak 10-12 kali bantuan nafas per menit dengan durasi
tiap bantuan nafas ialah 1,5-2 detik tiap hembusan bantuan nafas.

Memberikan bantuan nafas kepada penderita bagi penolong bukan tanpa


resiko. Terdapat resiko yang mungkin dialami penolong antara lain :
penyebaran penyakit, kontaminasi bahan kimia dan muntahan penderita.
Langkah-langkah dalam memberikan bantuan nafas kepada penderita
terdeteksi tidak terdapat nafas antara lain :

1. Pastikan jalan nafas terbuka pada penderita.


2. Jika penolong menggunakan APD ataupun alat bantu pastikan alat
tersebut tidak bocor (tertutup rapat).
3. Pastikan juga bantuan nafas yang dihembuskan tidak bocor melalui
hidung penderita dengan cara mencapit lubang hidung penderita.
4. Berikan 2 (dua) kali bantuan nafas awal (1,5-2 detik pada manusia
dewasa). Tiupan/hembusan merata dan cukup (dada penderita bergerak
naik).
5. Periksa nadi penderita selama 5-10 detik dan pastikan nadi penderita
masih terdeteksi.
6. Lanjutkan pemberian nafas buatan sesuai dengan frekuensi pemberian
bantuan nafas (dewasa : 10-12 kali bantuan nafas per menit).
7. Apabila bantuan nafas berhasil dengan baik akan ditandai dengan
bergerak naik turunnya dada penderita.
C. Bantuan Sirkulasi

Tindakan paling penting dalam bantuan sirkulasi ialah pijatan jantung luar. Hal
tersebut dimaksudkan untuk memberikan efek pompa jantung yang dinilai
cukup untuk membantu sirkulasi darah penderita pada saat kondisi penderita
mati klinis. Kedalaman penekanan pijatan jantung luar pada manusia dewasa
ialah 4-5 cm ke dalam rongga dada.

Resusitasi Jantung Paru (RJP) merupakan gabungan dari tindakan A, B dan C


di atas. Resusitasi Jantung Paru dilaksanakan dengan memastikan bahwa
penderita tidak ada respon / tidak sadar, tidak terdapat pernafasan dan tidak
terdapat denyut nadi. Pada manusia dewasa resusitasi jantung paru dikenal 2
(dua) rasio, yaitu rasio 15 kali kompresi dada berbanding 2 kali tiupan bantuan
nafas (15:2) apabila dilaksanakan oleh satu penolong, serta rasio 5:1 per siklus
apabila dilaksanakan oleh 2 (dua) orang penolong.

Teknik kompresi dada pada manusia dewasa :

1. Posisikan penderita berbaring telentang pada bidang yang keras (misal :


lantai).
2. Posisikan penolong berada di samping penderita.
3. Temukan pertemuan lengkung tulang iga kanan dan kiri (ulu hati).

4. Tentukan titik pijatan (kira-kira 2 ruas jari ke arah dada atas dari titik
pertemuan lengkung tulang iga kanan dan kiri).
5. Posisikan salah satu tumit tangan di titik pijat, tumit tangan lainnya
diletakkan di atasnya untuk menopang.
6. Posisikan bahu penolong tegak lurus dengan tumit tangan.

7. Lakukan pijatan jantung luar.

Resusitasi jantung paru dengan satu orang penolong :

1. Tiupkan bantuan nafas awal 2 (dua) kali.


2. Jika penderita bernafas dan nadi berdenyut maka posisikan penderita
pada posisi pemulihan.
3. Apabila masih belum terdapat nafas dan nadi, maka lakukan pijatan
jantung sebanyak 15 kali dengan kecepatan pijatan 80-100 kali per
menit.
4. Berikan bantuan nafas lagi sebanyak 2 (dua) kali.
5. Lakukan terus 15 kali pijatan jantung dan 2 kali bantuan nafas sampai 4
siklus.
6. Periksa kembali nadi dan nafas penderita, apabila terdapat nadi namun
belum terdapat nafas maka teruskan bantuan nafas 10-12 kali per menit.

Resusitasi jantung paru 2 (dua) orang penolong :

1. Posisi penolong saling berseberangan.


2. Lakukan bantuan nafas awal sebanyak 2 (dua) kali.
3. Lakukan pijatan jantung luar sebanyak 5 (lima) kali dengan kecepatan
pijatan 80-100 kali per menit.
4. Berikan nafas bantuan sebanyak 1 (satu) kali.
5. Lakukan 5 pijatan jantung dan 1 nafas bantuan sampai 12 siklus
6. Periksa kembali nadi dan nafas penderita, apabila terdapat nadi namun
belum terdapat nafas maka teruskan bantuan nafas 10-12 kali per menit.

Dalam melaksanakan resusitasi jantung paru pun bukan tanpa resiko bagi
penderita, resiko-resiko yang mungkin dialami penderita antara lain : patah
tulang dada/iga, kebocoran paru-paru, perdarahan dalam pada dada/paru-paru,
memar paru dan robekan pada hati/limpa. Maka bagi penolong perlu berhati-
hati.

Pertolongan Korban Banyak (Triage)


Hebbie Ilma Adzim, S.ST P3K | Juli 01, 2021
Pertolongan korban banyak dapat dinyatakan jika jumlah korban (penderita)
sekurang-kurangnya ialah sebanyak 3 (tiga) orang atau jumlah korban
(penderita) melebihi jumlah tim penolong itu sendiri. Tindakan/proses yang
umum digunakan dalam pertolongan korban banyak ialah triage (baca : triase).
Triage berasal dari bahasa Perancis yang artinya memilih/memilah (mensortir).
Triage berarti melakukan penilaian penderita, menandainya dan meemindahkan
penderita ke lokasi perawatan yang sudah ditentukan.

Pelaksanaan triage ialah dengan memberi tanda (label) dengan warna tertentu
pada korban (penderita).

Prioritas Pertolongan Korban Banyak (Triage)


1. Prioritas I (Tertinggi)

Merupakan golongan cedera atau penyakit yang mengancam nyawa


namun masih bisa diatasi. Yaitu korban (penderita) yang berada dalam
kondisi kritis seperti gangguan pernafasan, perdarahan yang belum
terkendali ataupun perdarahan besar dan penurunan status mental
(respon).

2. Prioritas II (Sedang)

Merupakan golongan yang perlu pertolongan. Yaitu korban (penderita)


luka bakar tanpa gangguan pernafasan, nyeri hebat setempat, nyeri pada
beberapa lokasi alat gerak termasuk bengkak ataupun perubahan bentuk
lainnya, cedera punggung, dsj.

3. Prioritas III (Rendah)

Merupakan golongan cedera relatif ringan, tidak memerlukan banyak


bantuan, dapat menunggu pertolongan tanpa menjadikan cedera
bertambah parah atau dengan kata lain golongan yang pertolongannya
dapat ditunda atau korban (penderita) yang mengalami cedera namum
masih sanggup berjalan sendiri. Yaitu korban (penderita) yang
mengalami nyeri biasa pada alat gerak, sedikit bengkak dan perubahan
bentuk, cedera jaringan lunak ringan, dsj.

4. Prioritas IV (Paling Akhir/Terakhir)

Golongan cedera mematikan atau korban (penderita) yang telah


meninggal. Misal : cedera kepala yang terpisah dari badan atauupun
cedera lain yang secara manusia tidak dapat ditolong.

Tanda (Label) Triage

Secara umum, tanda (label) triage dilambangkan dengan


warna HIJAU, KUNING, MERAH dan HITAM. Tanda (label) triage beragam baik
dari segi bentuk, ukuran, model, bahan dan warna. Bentuknya mulai dari kartu
berwarna saja, kartu dengan bermacam warna yang dapat ditandai, pita, pita
khusus, tali berwarna, dsj. Bila bahan warna tidak dapat ditemukan, maka
dapat menggunakan bahan lain yang berwarna makna sama dengan triage
seperti pakaian, kain, pembungkus, dsj.
Prioritas Pertolongan dengan Label

Hubungan prioritas pertolongan dengan label dapat digambarkan sebagai


berikut :

1. HIJAU : Prioritas III.


2. KUNING : Prioritas II.
3. MERAH : Prioritas I.
4. HITAM : Prioritas IV.

Pelaksanaan (Tata-Cara) Triage

Di lokasi kejadian, tim penolong menyiapkan pos-pos pertolongan sesuai


dengan label (prioritas) korban (penderita).

1. Pemilihan Korban (Penderita) Yang Dapat Ditunda Pertolongannya.

Penolong mengenali dan mengelompokkan para korban (penderita) yang


masih mampu berjalan dan memberi label warna HIJAU kemudian
mengarahkan ke pos pertolongan yang sesuai. Walaupun korban
(penderita) masih mampu berjalan, penolong wajib mengarahkan supaya
tidak terpencar. Adakalanya beberapa korban kelompok ini dapat
dimanfaatkan untuk ikut membantu proses pertolongan.

2. Pemeriksaan Pernafasan.

Penolong mendatangi para korban (penderita) yang tidak mampu


berjalan dan lakukan penilaian pernafasan secara cepat dan sistematis
(tidak terlalu menghabiskan banyak waktu pada proses penilaian).
Apabila korban (penderita) tidak bernafas, maka bersihkan dan buka
jalan nafas. Apabila korban (penderita) masih tidak bernafas, maka beri
label warna HITAM. Apabila korban (penderita) mampu bernafas
kembali, maka lakukan penilaian pernafasan dimana jika korban dalam
waktu 5 (lima) detik mampu bernafas 3 (tiga) kali hembusan secara
konstan maka beri label warna MERAH dan apabila kurang dari itu
lanjutkan ke langkah nomor 3 (tiga) di bawah. Beritahukan kepada
penolong lain untuk memindahkan korban (penderita) yang sudah diberi
label ke pos pertolongan sesuai label masing-masing.

3. Penilaian Sirkulasi.

Penolong memeriksa nadi karotis (nadi di dekat urat leher) pada korban
(penderita). Jika tidak ada nadi, maka beri label warna MERAH dan jika
ada maka lanjutkan ke langkah nomor 4 (empat) di bawah. Beritahukan
kepada penolong lain untuk memindahkan korban (penderita) yang
sudah diberi label ke pos pertolongan sesuai label masing-masing.

4. Penilaian Mental.

Dalam langkah ini, korban (penderita) berarti masih memiliki nafas yang
cukup dan sirkulasi yang baik. Penolong memeriksa status mental korban
(penderita) dengan cara meminta korban (penderita) untuk mengikuti
perintah sederhana seperti menggerakkan jari atau mengarahkan
pandangan mata ke arah tertertu, dsj. Jika korban (penderita) mampu
mengikuti perintah sederhana, maka berikan label warna KUNING dan
apabila korban (penderita) tidak mampu mengikuti perintah sederhana,
maka berikan label warna MERAH. Beritahukan kepada penolong lain
untuk memindahkan korban (penderita) yang sudah diberi label ke pos
pertolongan sesuai label masing-masing.

Di pos pertolongan masing-masing, akan dilakukan penilaian ulang secara lebih


teliti. Apabila terdapat perubahan kondisi (prioritas) pada korban(penderita),
maka label diganti sesuai dengan kondisi/keadaan korban (penderita). Korban
(penderita) yang memerlukan pertolongan lanjutan segera dibawa ke fasilitas
kesehatan terdekat.

Anda mungkin juga menyukai