Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

PENGARUH PENGUASAAN KONSEP TERHADAP MATERI


FOTOSINTESIS BERBASIS KOOPERATIF

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah Seminar
Pendidikan

Dosen Pengampu : 1. Dr. Hj. Tuti Kurniati, M.Pd.


2. Dr. Tri Wahyu Agustina, M.Pd.

Disusun Oleh:

Chintya Adi Kusumah 1192060018

Semester/Kelas:

7/A Pendidikan Biologi

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN MIPA

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI

BANDUNG
2022
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah hirobbil’aalamiin, segala puji bagi Allah SWT Tuhan
semesta alam yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, yang telah
memberikan kemudahan kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan makalah seminar pendidikan ini dengan sebaik-
baiknya. Sholawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan
Nabi besar Muhammad SAW beserta keluarganya, sahabat dan
pengikutnya yang selalu memegang teguh seluruh ajaran-Nya.
Penulis ucapakan terimakasih kepada dosen pengampu mata kuliah
Seminar Pendidikan Ibu Dr. Hj. Tuti Kurniati, M.Pd dan Ibu Dr. Tri
Wahyu Agustina, M.Pd. yang telah sabar dalam membimbing penulis
dalam membuat makalah yang berjudul “Pengaruh Penguasaan Konsep
Terhadap Materi Fotosintesis” ini dengan baik, terimakasih pula karena Ibu
telah memberikan ilmu dan pengetahuannya sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini hingga selesai.
Penulisan menyadari makalah ini jauh dari kata sempurna
dikarenakan terbatasnya pengetahuan yang penulis miliki maka dari itu
penulis mengharapkan kritikan dan saran yang membangun untuk
penulisan makalah selanjutnya yang lebih sempurna. Penulis juga berharap
makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Terimakasih.

Bandung, 15 September 2022

Penulis

iii
DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR........................................................................................................ii
A. Latar Belakang Penelitian........................................................................................5
B. Rumusan Masalah....................................................................................................7
C. Tujuan Penelitian.....................................................................................................7
D. Manfaat Hasil Penelitian..........................................................................................8
E. Kajian Teori.............................................................................................................8
F. Metodologi.............................................................................................................15
G. Hasil Penelitian.......................................................................................................16
H. Pembahasan............................................................................................................18
I. Kesimpulan............................................................................................................20
J. Daftar Pustaka............................................................................................................21

iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Skor Retensi Siswa yang Diajarkan Fotosintesis Menggunakan CM, CML, dan
CTM...................................................................................................................................12
Gambar 2 Rata-rata Skor Retensi Siswa Putra dan Putri yang Diajarkan Fotosintesis
Menggunakan CM dan yang Diajarkan Menggunakan CML.............................................13
Gambar 3 Koefisien Regresi Penguasaan Konsep dengan Kemampuan Representasi......13
Gambar 4 Instrumen penguasaan konsep berupa essay......................................................14
Gambar 5 Instrumen penguasaan konsep berupa “Concept Mapping” (CM) dan
“Cooperative Mastery Learning” (CML)...........................................................................14

v
A. Latar Belakang Penelitian
Peningkatan mutu pendidikan sangat berkaitan erat dengan proses
pendidikan yang terjadi dalam kegiatan belajar mengajar di kelas. Dalam
kegiatan belajar mengajar siswa akan memahami materi pelajaran dengan
baik bila terjadi kerjasama antara guru dan siswa. Untuk itu, seorang guru
harus mempunyai kreatifitas dan ide-ide baru untuk mengembangkan cara
penyajian materi pelajaran di sekolah. Dalam penyajian materi seorang guru
harus pandai memilih model, pendekatan, strategi, dan media yang tepat
serta cara penguasaan kelas yang sesuai dengan kondisi siswa agar siswa
tidak merasa bosan tapi justru malah tertarik untuk belajar (Faturrohman,
2007).
Proses pembelajaran yang terjadi selama ini, khususnya
pembelajaran biologi cenderung monoton dan tidak menarik. Proses belajar
mengajar lebih banyak didominaasi oleh guru, siswa pada umumnya
cenderung pasif hanya menerima saja informasi-informasi yang diberikan
guru, siswa lebih banyak mendengar, menulis apa yang di informasikan
guru dan latihan mengerjakan soal. Sebagai akibatnya proses belajar
mengajar dirasakan oleh siswa membosankan dan tidak menarik, bahkan
dari hasil pengamatan, siswa memperlihatkan sikap yang kurang bergairah,
kurang bersemangat dan kurang siap dalam mengikuti pembelajaran
biologi. Dalam proses pembelajaran interaksi antara guru dengan siswa
kurang lancar dan lebih buruk lagi interaksi antara siswa dengan siswa
hampir tidak terjadi dan hal ini membuat siswa tidak termotivasi untuk
belajar. Dampak dari semua itu minat belajar siswa menjadi rendah dan
pada akhirnya hasil belajar siswa pun masih jauh dari harapan.
Penguasaan konsep adalah kemampuan untuk menghubungkan
pengetahuan yang baru diperoleh dengan pengetahuan sebelumnya (Srikoon
et al., 2018; Taslidere & Eryilmaz, 2012; Zain, 2017). Indikator penguasaan
konsep meliputi tujuh proses kognitif, yaitu: 1) menafsirkan; 2) memberi
contoh; 3) mengklasifikasikan; 4) meringkas; 5) membuat kesimpulan; 6)
membandingkan; dan (7) menjelaskan. Penguasaan konsep sains sangat

6
menguntungkan bagi siswa untuk memecahkan masalah yang terjadi dalam
kehidupan sehari-hari (Aini et al., 2018). Penguasaan konsep merupakan
faktor yang sangat penting untuk mencapai tujuan pembelajaran yang
diharapkan dan persyaratan wajib untuk mencapai suksesnya pembelajaran
(Yunita et al., 2019). Penguasaan konsep dapat membantu peserta didik
untuk menjelaskan fenomena sains yang lebih abstrak (Tes et al., 2021),
seperti reaksi fotosintesis.
Kemampuan representasi merupakan salah satu keterampilan tingkat
tinggi yang sangat dibutuhkan sebagai bekal untuk menghadapi era abad 21.
Representasi digunakan untuk menggambarkan konsep ilmiah (interpretasi),
menghasilkan representasi (konstruksi), mengidentifikasi, menjelaskan, dan
menganalisis fitur representasi, menghubungkan berbagai representasi dan
menjelaskan hubungan di antara mereka (Rahmatina et al., 2017).
Representasi berisi interpretasi dan penjelasan mengenai ide atau konsep
ilmiah dengan menggunakan mode seperti analogi, pernyataan verbal, teks
tertulis, diagram, grafik, dan simulasi (Tang et al., 2014). Salah satu
penerjemahan representasi adalah secara vertikal atau Vertical Translations
across Level (VTL), artinya menerjemahkan konsep menggunakan
representasi secara vertikal yang menggambarkan berbagai tingkatan
organisasi dan kompleksitasnya (Anderson et al., 2013).
Kemampuan representasi belum sepenuhnya baik dalam
pembelajaran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, peserta didik yang
belum pernah dilatih dengan representasi eksternal akan mengalami
kesulitan dalam menginterpretasikan struktur submikroskopik, kemampuan
multi representasi siswa pada representasi verbal dan gambar atau grafik
masih tergolong rendah, tetapi representasi pada matematis tergolong
sedang. Hal ini disebabkan siswa belum mampu memahami dan
merepresentasikan dengan baik suatu konsep. Oleh karena itu, siswa perlu
mendapat pembelajaran yang memberdayakan kemampuan representasi
(Rahmatina et al., 2017; Sunyono & Meristin, 2018). Menggunakan
representasi dalam menampilkan konsep sains akan membuatnya lebih

7
mudah dipahami, sehingga penataan pengetahuan peserta didik menjadi
lebih baik (Prain & Tytler, 2012). Dalam proses pembelajaran, multi
representasi memiliki tiga fungsi pedagogis, yaitu untuk: 1) melengkapi
informasi/pengetahuan; 2) mengurangi misinterpretasi; dan 3) mengonstruk
pemahaman yang mendalam terhadap suatu keadaan (Ainsworth, 2018).
Berdasarkan uraian diatas menunjukkan bahwa penguasaan konsep
mahasiswa masih rendah, adapun mahasiswa yang memiliki penguasaan
konsep baik hanya dimiliki oleh beberapa mahasiswa saja maka dari itu
bagaimana peningkatan aktivitas belajar, peningkatan hasil belajar , dan
pengaruh peningkatan aktivitas belajar siswa terhadap materi fotosintesis
yang menggunakan penguasaan konsep serta mahasiswa hanya
menggunakan satu representasi saja dalam mengungkapkan konsep yang
mereka miliki, ini menujukkan bahwa mahasiswa belum dilatih
menggunakan multi representasi.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah
dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana peningkatan hasil belajar siswa terhadap materi fotosintesis
yang menggunakan penguasaan konsep berbasis kooperatif?
2. Apakah terdapat pengaruh peningkatan aktivitas belajar siswa terhadap
materi fotosintesis yang menggunakan penguasaan konsep berbasis
kooperatif?

C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa terhadap materi


fotosintesis yang menggunakan penguasaan konsep berbasis kooperatif?
2. Untuk mengetahui pengaruh peningkatan aktivitas belajar siswa
terhadap materi fotosintesis yang menggunakan penguasaan konsep
berbasis kooperatif?

8
D. Manfaat Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
berbagai pihak, diantaranya sebagai berikut:

1. Bagi siswa
a. Memberikan pengalaman belajar secara langsung dan bermakna
pada siswa.
b. Mengembangkan penguasaan konsep siswa pada materi
fotosintesis.
c. Menumbuhkan sikap ilmiah pada diri siswa, sehingga siswa
memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang lingkungan
sekitar.
2. Bagi guru
a. Memberikan rekomendasi dalam memilih model pembelajaran
yang dapat menunjang materi pelajaran.
b. Memberikan informasi tentang penguasaan konsep dan sikap
siswa melalui pembelajaran.
3. Bagi peneliti lain
a. Memberikan sumber rujukan untuk peneliti lainnya yang serupa
agar dapat lebih dikembangkan.
b. Hasil penelitian dapat dijadikan masukan dan bahan pertimbangan
peneliti lainnya untuk penelitian yang sejenis pada konsep yang
berbeda.

E. Kajian Teori
1. Hakikat Belajar
Pendidikan merupakan suatu aspek kehidupan yang sangat
mendasar bagi pembangunan bangsa dalam suatu negara. Dalam arti
luas, pendidikan sama dengan hidup. Pendidikan adalah segala situasi
dalam hidup yang mempengaruhi pertumbuhan seseorang atau dengan
kata lain pendidikan adalah pengalaman belajar. Oleh karena itu,
pendidikan dapat pula didefinisikan sebagai keseluruhan pengalaman

9
belajar setiap orang sepanjang hidupnya. Sedangkan dalam pengertian
sempit, pendidikan adalah sekolah atau persekolahan (schooling). Oleh
sebab itu, pendidikan dalam arti sempit dapat diartikan sebagai pengaruh
yang diupayakan dan direkayasa sekolah terhadap anak dan remaja yang
diserahkan kepada pihak sekolah agar mereka mempunyai kemampuan
yang sempurna dan kesadaran penuh terhadap hubungan-hubungan dan
tugas-tugas sosial mereka (Redja Mudyahardjo, 2001: 45-51)
a) Pengertian Belajar
Belajar merupakan hal yang penting dalam mencapai tujuan
pendidikan. Menurut Slameto (1995: 2) “Belajar adalah suatu proses
usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil
pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.”
Sedangkan Gage (1984) dalam Martinis Yamin (2005: 99)
menyatakan bahwa “Belajar sebagai suatu proses dimana organisme
berubah perilakunya diakibatkan pengalaman.” Sejalan dengan kedua
pendapat itu Gino (2000: 6) menyatakan bahwa “Belajar adalah suatu
kegiatan yang dapat menghasilkan perubahan tingkah laku, baik
potensial maupun aktual. Perubahan-perubahan itu berbentuk
kemampuan-kemampuan baru yang dimiliki dalam waktu yang
relatif lama (konstan). Serta perubahan-perubahan tersebut terjadi
karena usaha sadar yang dilakukan oleh individu yang sedang
belajar.” Jadi, berdasarkan pendapat tersebut diatas dapat
disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah
laku yang terjadi sebagai akibat dari latihan dan pengalaman baru
dalam interaksi dengan lingkungannya untuk waktu yang relatif
lama.
b) Faktor – faktor yang Mempengaruhi Belajar
Dalam belajar seseorang dipengaruhi oleh banyak faktor.
Sehingga sangat penting bagi individu faktor-faktor yang dimaksud
supaya dapat mengatur dan mengendalikan faktor-faktor yang

10
mempengaruhi belajar sedemikian hingga dapat terjadi proses belajar
yang optimal. Slameto (1995: 54-71) menyatakan bahwa faktor-
faktor yang mempengaruhi belajar banyak jenisnya, tetapi dapat
digolongkan menjadi dua golongan saja , yaitu:
1) Faktor intern
Faktor intern merupakan faktor-faktor yang berada pada diri
peserta didik itu sendiri yang dapat berupa: faktor jasmaniah,
faktor psikologis, serta faktor kelelahan. a) Faktor jasmaniah
berkaitan dengan faktor kesehatan dan keadaan tubuh (sempurna
atau ada cacat tubuh) yang mempengaruhi proses belajar
seseorang. Siswa yang segar jasmaninya dan mempunyai
keadaan tubuh yang sempurna akan lebih mudah dalam proses
belajarnya. b) Faktor Psikologis merupakan faktor yang
berhubungan dengan intelegensi, perhatian, minat, motif, bakat,
kematangan, dan kesiapan yang mempengaruhi individu yang
sedang belajar. c) Faktor Kelelahan dapat dibedakan menjadi
dua macam, yaitu kelelahan jasmani dan kelelahan rohani
(bersifat psikis). Kelelahan jasmani terlihat dengan lemah
lunglainya tubuh. Kelelahan jasmani terjadi karena kekacauan
substansi sisa pembakaran di dalam tubuh, sehingga darah
tidak / kurang lancar pada bagian-bagian tertentu. Sedangkan
kelelahan rohani dapat dilihat dengan adanya kelesuan dan
kebosanan, sehingga minat dan dorongan untuk menghasilkan
sesuatu hilang.
2) Faktor ekstern
Faktor ekstern merupakan faktor yang berasal dari luar
individu yang meliputi : faktor keluarga, faktor sekolah, dan
faktor masyarakat. a) Siswa yang belajar akan menerima
pengaruh dari keluarga berupa: cara orang tua mendidik, relasi
antara anggota keluarga, suasana rumah tangga, keadaan
ekonomi keluarga, pengertian dari orang tua serta latar belakang

11
kebudayaan keluarganya. b) Faktor sekolah yang mempengaruhi
belajar mencakup metode mengajar, kurikulum, relasi guru
dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah,
pelajaran dan waktu sekolah, standar pelajaran, keadaan gedung,
metode belajar, dan tugas rumah. c) Faktor masyarakat terjadi
karena keberadaan siswa dalam masyarakat yaitu tentang
kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media, teman bergaul
dan bentuk kehidupan masyarakat yang semuanya
mempengaruhi belajar.
2. Model Pembelajaran Kooperatif
a) Hakikat Model Pembelajaran
Ade Rusliana (2006) dalam tulisannya menyatakan bahwa:
“Apabila antara pendekatan, strategi, metode, teknik, dan bahkan
taktik pembelajaran sudah terangkai menjadi satu kesatuan yang utuh
maka terbentuklah apa yang disebut model pembelajaran. Jadi model
pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang
tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh
guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus
atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik
pembelajaran”.
Menurut Depdiknas (2002:11), menyatakan bahwa ”Model
pembelajaran diartikan sebagai suatu perencanaan atau suatu pola
yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran
di kelas atau toterial dan untuk menentukan perangkat-perangkat
pembelajaran, serta mengarahkan kita dalam mendesain
pembelajaran “. Jadi, dari kedua pengertian diatas dapat disimpulkan
bahwa pembelajaran adalah suatu pola yang digunakan sebagai
pedoman bagi perancang pembelajaran dan para pengajar dalam
merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar.
b) Hakikat Model Pembelajaran Kooperatif

12
Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran
dengan setting kelompok-kelompok kecil dan memperhatikan
keberagaman anggota kelompok sebagai wadah siswa bekerja sama
dan memecahkan suatu masalah melalui interaksi sosial dengan
teman sebayanya (Slavin, 2008:4). Sedangkan Anita Lie (2008:12)
menyatakan bahwa “ Cooperative Learning atau pembelajaran
kooperatif merupakan sistem pengajaran yang memberi kesempatan
kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam
tugas-tugas yang terstruktur.” Jadi, dari kedua pendapat tersebut
dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan model
pembelajaran yang mengutamakan kerja sama diantara siswa untuk
mencapai tujuan pembelajaran di dalam kelompok yang heterogen.
Maksudnya, kelompok heterogen dapat dibentuk dengan
memperhatikan keanekaragaman gender, agama, sosio-ekonomi, dan
etnik serta kemampuan akademis. Karena tujuannya untuk
meningkatkan relasi dan interaksi antaranggota serta memudahkan
dalam pengelolaan kelas. Dalam Anita Lie (2008:31), Roger dan
David Johnson mengungkapkan bahwa “tidak semua kerja kelompok
itu dapat dianggap sebagai cooperative learning”. Alasannya, untuk
mencapai hasil yang maksimal dalam pembelajaran kooperatif maka
suatu pembelajaran harus menerapkan lima unsur penting, yaitu:
1) Saling ketergantungan positif
2) Tanggung jawab Perseorangan
3) Tatap muka
4) Komunikasi antaranggota
5) Evaluasi proses kelompok
Pada intinya, siswa yang bekerja dalam situasi pembelajaran
kooperatif didorong untuk bekerja sama pada suatu tugas bersama
dan mereka harus mengkoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan
tugasnya atau dengan kata lain berorientasi pada tujuan dari tiap
individu untuk memberi kontribusi pada pencapaian tujuan anggota

13
yang lain sehingga kelompok mereka bisa berhasil menyelesaikan
tugasnya. Berdasarkan pernyataan di atas maka model pembelajaran
kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga
tujuan pembelajaran yang penting. Menurut Depdiknas seperti yang
telah ditulis oleh Yusuf (2008) dalam website pribadinya, tiga tujuan
tersebut yaitu:
1) Untuk meningkatkan hasil akademik, dengan meningkatkan
kinerja siswa dalam tugas-tugas akademiknya. Siswa yang lebih
mampu akan menjadi nara sumber bagi siswa yang kurang
mampu yang memiliki orientasi dan bahasa yang sama.
2) Memberi peluang agar siswa dapat menerima teman-temannya
yang mempunyai berbagai perbedaan latar belajar.
3) Untuk mengembangkan ketrampilan sosial siswa, antara lain :
berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain,
memancing teman untuk bertanya, mau menjelaskan ide atau
pendapat, bekerja dalam kelompok dan sebagainya
c) Keunggulan dan Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif memiliki dampak yang positif
untuk peran siswa terkhusus bagi siswa yang hasil belajarnya rendah
sehingga mampu memberikan peningkatan hasil belajar yang
signifikan. Menurut Cooper yang dikutip oleh Yusuf (2008)
mengungkapkan keuntungan dari metode pembelajaran kooperatif,
antara lain:
1) Siswa mempunyai tanggung jawab dan terlibat secara aktif
dalam pembelajaran.
2) Siswa dapat mengembangkan keterampilan berpikir tingkat
tinggi
3) Meningkatakan ingatan siswa
4) Meningkatkan kepuasan siswa terhadap materi pembelajaran
Model pembelajaran kooperatif selain memiliki kelebihan
seperti yang telah disebutkan di atas juga mempunyai beberapa

14
kelemahan. Wina Sanjaya (2008:250-251) menuliskan beberapa
keterbatasan pembelajaran kooperatif diantaranya :
1) Untuk memahami dan mengerti model pembelajaran kooperatif
memang butuh waktu. Sangat tidak rasional kalau secara
otomatis siswa dapat mengerti dan memahami filsafat cooperatif
learning. Untuk siswa yang dianggap memiliki kelebihan
contohnya, mereka library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id xxviii akan
merasa terhambat oleh siswa yang dianggap kurang memilki
kemampuan. Akibatnya, keadaan seperti ini dapat mengganggu
iklim kerja sama dalam kelompok.
2) Ciri utama dari pembelajaran kooperatif adalah bahwa siswa
saling membelajarkan. Oleh karena itu, jika tanpa peer teaching
yang efektif, maka dibandingkan dengan pengajaran langsung
dari guru, bisa terjadi cara belajar yang demikian apa yang
seharusnya dipelajari dan dipahami tidak pernah dicapai oleh
siswa.

3) Penilaian yang diberikan dalam model pembelajaran kooperatif


didasarkan kepada hasil kerja kelompok. Namun demikian, guru
perlu menyadari bahwa sebenarnya hasil atau prestasi yang
diharapkan adalah prestasi setiap individu siswa.
4) Keberhasilan model pembelajaran kooperatif dalam upaya
mengembangkan kesadaran berkelompok memerlukan periode
waktu yang cukup panjang. Dan hal ini tidak mungkin dapat
tercapai hanya dengan satu kali atau sekali-aekali penerapan
strategi ini.
5) Walaupun kemampuan bekerja sama merupakan kemampuan
yang sangat penting untuk siswa, akan tetapi banyak aktivitas
dalam kehidupan yang hanya didasarkan kepada kemampuan
individual. Oleh karena itu idealnya melalui model ini selain
siswa belajar bekerja sama, siswa juga harus belajar membangun

15
kepercayaan diri. Untuk mencapai kedua hal tersebut bukan
pekerjaan yang mudah
3. Hakikat Penguasaan Konsep dalam Pembelajaran
Menurut Oemar Hamalik (2003:162) “ Suatu konsep adalah
suatu kelas atau kategori stimuli yang memiliki ciri-ciri umum.
Stimuli merupakan obyekobyek atau orang (person). Konsep-konsep
tidak terlalu kongruen dengan library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
xxxii pengalaman pribadi kita tetapi menyajikan usaha-usaha
manusia untuk mengklasifikasikan pengalaman kita. Konsep adalah
suatu yang sangat luas.” Sedangkan menurut Winkel (2005:113) :
“Konsep merupakan suatu abstraksi dari pemikiran (ide) yang
merupakan generalisasi dari sesuatu yang khusus atau spesifik.
Konsep dibedakan atas konsep konkret dan konsep yang
didefinisikan. Konsep konkret adalah pengertian yang menunjuk
pada aneka objek dalam lingkungan fisik. Sedangkan konsep yang
didefinisikan adalah konsep yang mewakili realitas hidup, tetapi
tidak langsung menunjuk pada realitas dalam lingkungan hidup
fisik, karena realitas itu tidak berbeda. “
Oleh karena itu konsep-konsep itu merupakan penyajian-
penyajian internal dari sekelompok stimuli-stimuli,konsep-konsep
itu tidak dapat diamati; konsep-konsep harus disimpulkan dari
perilaku. Walaupun kita tidak dapat memberikan suatu definisi
verbal dari suatu konsep, suatu definisi tidak mungungkapkan
semua hubungan-hubungan antara konsep itu dengan konsep yang
lain.
Oemar Hamalik (2003:166) menyatakan bahwa hal-hal yang
harus diperhatikan untuk mengetahui keberhasilan siswa memahami
suatu konsep, yaitu: (1) dapat menyebutkan contoh konsep; (2)
dapat menyatakan ciri-ciri konsep; (3) dapat memilih dan
membedakan antara contoh dari yang bukan konsep; (4) dapat
memecahkan masalah yang berkenaan dengan konsep.

16
F. Metodologi
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pretest
Posttest Non-equivalent Groups yang dilaksanakan dengan menggunakan
metode eksperimen. Jenis eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu kuasi eksperimen (quasi eksperimental).
Instrumen penguasaan konsep dalam jurnal pertama yakni Concept
Mapping (CM) dan Cooperative Mastery Learning (CML) . Subjek
penelitian pada jurnal pertama yakni 6.707 Siswa Sekolah Menengah Atas
(SMA) yang tersebar di empat puluh enam sekolah menengah di distrik
Nyamagabe dari tahun ajaran 2020.
Sedangkan Instrumen penguasaan konsep dalam jurnal kedua yakni
berupa soal essay, diambil dari materi fotosintesis pada tumbuhan. Subjek
penelitian pada jurnal kedua yakni semester genap tahun akademik
2019/2020 di Program Studi Pendidikan Biologi, FSTT, Universitas
Pendidikan Mandalika. Adapun partisipan penelitian adalah mahasiswa
yang telah menempuh mata kuliah Fisiologi Tumbuhan, yaitu sebanyak 37
mahasiswa.
G. Hasil Penelitian
1) Jurnal Pertama

Gambar 1 Skor Retensi Siswa yang Diajarkan Fotosintesis Menggunakan


CM, CML, dan CTM
Data pada Tabel 1 menunjukkan bahwa perbedaan rata-rata skor
retensi antara kelompok CM dan CTM adalah 32,05 mendukung CM.
Demikian pula, perbedaan skor retensi rata-rata antara siswa dalam
kelompok CML dan CTM adalah 20,57 mendukung strategi CML. Dalam
nada yang sama, perbedaan skor retensi rata-rata antara kelompok CM dan

17
CML adalah 11,75 mendukung CM. Temuan ini menunjukkan bahwa siswa
yang diajarkan fotosintesis menggunakan CM dipertahankan lebih tinggi
daripada yang diajarkan menggunakan CML, sedangkan siswa yang
diajarkan menggunakan CML dipertahankan lebih tinggi daripada yang
diajarkan menggunakan kelompok CTM.

Gambar 2 Rata-rata Skor Retensi Siswa Putra dan Putri yang Diajarkan
Fotosintesis Menggunakan CM dan yang Diajarkan Menggunakan CML
Data pada Tabel 2 menunjukkan bahwa rata-rata skor retensi siswa
laki-laki yang diajar menggunakan CM adalah 79,78 dengan SD sebesar
5,27 sedangkan siswa putri adalah 78,06 dengan SD sebesar 6,57.
Perbedaan rata-rata skor retensi pria dan wanita adalah 1,72. Perbedaan ini
meskipun kecil berpihak pada siswa laki-laki. Ini menyiratkan bahwa siswa
laki-laki mempertahankan sedikit lebih tinggi daripada rekan-rekan
perempuan mereka di kelompok CM. Sekali lagi, data pada Tabel 5
menunjukkan bahwa siswa laki-laki yang diajar menggunakan CML
memiliki skor retensi rata-rata 65,11 dengan SD 7,33, sedangkan siswa
perempuan memiliki skor retensi rata-rata 69,25.
2. Jurnal Kedua

Gambar 3 Koefisien Regresi Penguasaan Konsep dengan Kemampuan


Representasi.

Jumlah sumbangan penguasaan konsep terhadap kemampuan


representasi ditampilkan pada Tabel 3. Besarnya sumbangan yang diberikan

18
oleh penguasaan konsep terhadap kemampuan representasi adalah 60,80%,
sedangkan 39,20% berasal dari variabel lainnya

Gambar 4 Instrumen penguasaan konsep berupa essay

Gambar 5 Instrumen penguasaan konsep berupa “Concept Mapping” (CM)


dan “Cooperative Mastery Learning” (CML)

H. Pembahasan
Temuan penelitian pada jurnal 1 mengungkapkan bahwa siswa
dalam kelompok CM dan CML mempertahankan secara signifikan lebih
baik daripada siswa dalam kelompok CTM dalam fotosintesis. Temuan ini
konsisten dengan temuan penelitian sebelumnya, yang menunjukkan bahwa
CM dan CML lebih baik daripada CTM dalam meningkatkan retensi siswa

19
terhadap konsep sains (Bawaneh, 2019; Keter, 2013; Khan & Masood,
2015). Keberhasilan unggul siswa dalam CM dan CLM atas CTM dapat
dikaitkan dengan keterlibatan aktif mereka dalam proses belajar mengajar.
Para siswa terlibat dalam kegiatan yang dirancang untuk menarik perhatian
mereka, membuat mereka berpikir tentang materi yang diajarkan,
merangsang pemikiran melalui kegiatan kolaboratif, dan mengaktifkan
pengetahuan mereka sebelumnya serta menjelaskan hubungan yang rumit
antara konsep dengan menerapkan strategi pembelajaran ini.
Namun, Temuan penelitian juga menunjukkan bahwa siswa dalam
kelompok CM memiliki skor retensi yang jauh lebih tinggi daripada rekan-
rekan mereka di kelompok CTM. Temuan ini bertepatan dengan karya
Ajaja (2011, 2013), Martins-Omole et al. (2016) yang menemukan dalam
studi terpisah mereka bahwa siswa yang terpapar pembelajaran fotosintesis
dengan strategi CM, bertahan lebih baik daripada rekan-rekan mereka di
CTM. Juga, temuan sama-sama cocok dengan karya Adeniran et al. (2018),
Ajayi dan Angura (2017, Bawaneh (2019), Fatokun dan Eniayeju (2014)
yang melaporkan dalam studi individu dan kolektif bahwa siswa mengajar
Fisika, IPA Dasar, dan Kimia menggunakan CM, kemampuan retensi
mereka lebih ditingkatkan daripada mereka diajarkan dengan CTM.
Demikian juga, terungkap bahwa perbedaan dalam retensi antara
siswa yang diajar fotosintesis menggunakan CM dan mereka yang diajar
menggunakan CML signifikan secara statistik dalam mendukung kelompok
CM. Studi yang langka pada perbandingan antara strategi CM dan CML
pada retensi siswa dalam mata pelajaran sains sebelumnya. Namun, temuan
tersebut tidak sependapat dengan Oluwatosin dan Bello (2015) yang
menemukan tidak ada pengaruh yang signifikan dari perlakuan terhadap
kemampuan retensi siswa yang diajarkan Fisika dengan strategi mastery
learning dan mind-mapping. Keunggulan kelompok CM atas kelompok
CML dapat dikaitkan dengan organisasi konsep dalam konstruksi peta
konsep. Sementara siswa sedang membangun peta konsep, mereka
mengorganisir konsep dalam hierarki yang menunjukkan hubungan yang

20
bermakna di antara konsep-konsep tersebut. Ini membantu mereka
mengintegrasikan konsep-konsep yang dipelajari. Di samping itu,
penggunaan peta konsep membantu siswa secara grafis memvisualisasikan
hubungan antara konsep-konsep dari yang paling konkret ke yang abstrak.
Hal ini pada gilirannya membantu mereka belajar bermakna dan
mempertahankan konsep diajari. Hal ini sejalan dengan pernyataan Romero
et al. (2017) bahwa informasi lebih baik disimpan dan diingat ketika
dikomunikasikan secara verbal dan visual. Selanjutnya, perbedaan yang
diamati dalam skor retensi rata-rata dalam fotosintesis antara kelompok CM
dan CML yang mendukung CM mungkin merupakan hasil dari CM yang
lebih efektif dalam meningkatkan retensi konsep siswa daripada CML
Sedangkan pada jurnal 2 pembahasan hasil penelitian menunjukkan
bahwa, penguasaan konsep memberikan sumbangan 60,80% terhadap
kemampuan representasi. Kelancaran dalam menyusun representasi adalah
ukuran kompetensi representasi yang merupakan proses penerjemahan dan
bergerak di dalam pikiran di antara representasi untuk memahami suatu
konsep (Basito et al., 2016). Penggunaan multi representasi dalam
mempelajari suatu konsep tertentu memberikan peluang yang cukup baik
dalam memahami konsep dan mengomunikasikannya, serta bagaimana
mereka bekerja dengan sistem dan proses suatu konsep tertentu (Hasbullah
et al., 2019). Hasil penelitian menunjukkan bahwa, melalui pemberian
format representasi yang lebih banyak kepada siswa, maka kemampuan
dalam menyelesaikan tes mereka akan lebih baik dari mereka yang
mendapatkan pengalaman belajar dengan pemberian format representasi
yang lebih sedikit ( Eilam & Reiter, 2014). Selain itu, multirepresentasi
berguna sebagai acuan untuk konsep yang lebih abstrak, multi representasi
membantu penguasaan konsep siswa ( Eilam & Reiter, 2014). Oleh karena
itu, penguasaan konsep yang baik akan membantu mahasiswa dalam
kelancaran menggunakan representasi.

21
I. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada makalah ini, maka
diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1) Peningkatan hasil belajar siswa terhadap materi fotosintesis yang
menggunakan penguasaan konsep berbasis kooperatif ini menunjukkan
bahwa siswa yang diajarkan fotosintesis menggunakan model kooperatif
lebih baik daripada menggunakan model pembelajaran yang lain.
2) Pengaruh peningkatan aktivitas belajar siswa terhadap materi
fotosintesis yang menggunakan penguasaan konsep berbasis kooperatif
ini menunjukan bahwa penggunaan model pembelajaran kooperatif
sangat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa karena penguasaan
konsep yang baik akan membantu mahasiswa dalam kelancaran
menggunakan representasi.

J. Daftar Pustaka
Aini, Z., Ramdani, A., dan Raksun, A. 2018. " Perbedaan Penguasaan
Konsep Biologi dan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas X
pada Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group
Investigation dan Guided Inquiry di MAN 1 Praya." Jurnal Pijar
Mipa 13(1), 19-23.

Bizimana, E., Mutangana, D., & Mwesigye, A. 2022. "Fostering Students'


Retention in Photosynthesis Using Concept Mapping and
Cooperative Mastery Learning Instructional Strategies." European
Journal of Educational Research 11(1), 103-116.

Campbell, N.A., Reece, J.B., & Mitchell, L.G. 2002. Biologi. Jilid 1. Edisi
Kelima. Alih Bahasa: Wasmen. Jakarta: Penerbit Erlangga.

—. 2003. Biologi. Jilid 2. Edisi Kelima. Alih Bahasa: Wasmen. Jakarta:


Penerbit Erlangga.

Fadhilaturrahmi, F. 2018. " Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Tipe Stad


Dan Gi Terhadap Peningkatan." Jurnal Basicedu 2(1), 160–165.

22
Fahmiati, A., Susantini, E., & Rachmadiati, F. 2017. "PENGEMBANGAN
PERANGKAT PEMBELAJARAN IPA BERBASIS
KOOPERATIF UNTUK MELATIH LITERASI SAINS SISWA
PADA MATERI FOTOSINTESIS DAN RESPIRASI." JPPS
(Jurnal Penelitian Pendidikan Sains) 6(2), 1348-1354.

Fatmawati, A., & Jannah, H. 2022. "Penguasaan Konsep Mahasiswa pada


Materi Fotosintesis: Korelasinya dengan Kemampuan Representasi
pada Vertical Translations acros level Penguasaan Konsep
Mahasiswa pada Materi Fotosintesis: Korelasinya dengan
Kemampuan Representasi pada Vertical Translatio." Bioscientist:
Jurnal Ilmiah Biologi 10(1), 193-201.

Rahayu, Merita Dwi. 2013. "Penerapan Model Kooperatif Tipe Stad Pada
Pembelajaran IPA Terpadu Tema Fotosintesis Untuk Melatihkan
Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Kelas VIII a SMP N 2 Sugio-
lamongan." PENSA: E-JURNAL PENDIDIKAN SAINS 1(02).

Sudirman, D., Agustina, F., & Candra, P. 2014. "Pengaruh Penggunaan


Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Team Game
Tournament) Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas VII pada Materi
Fotosintesis di SMPN 31 Batam." SIMBIOSA 3(2).

Wicaksana, Roni,Budi. 2012. "Pengembangan perangkat pembelajaran ipa


smp berbasis kooperatif tipe stad pada tema fotosintesis di smp giki-
3 surabaya." Pensa E-Jurnal: Pendidikan Sains 1(01).

Yunita, Y., Halim, A., dan Safitri, R. 2019. "Meningkatkan Penguasaan


Konsep Mahasiswa dengan Simulasi Physics Eduaction and
Technology (PHET)." JPSI : Jurnal Pendidikan Sains Indonesia
7(1), 16-22.

23

Anda mungkin juga menyukai