Anda di halaman 1dari 14

TUGAS RUTIN IsII

PANCASILA MENJADI DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Disusun untuk memenuhi salah satu Tugas dalam Mata Kuliah Pendidikan Pancasila

Dosen Pengampu : Sulaiman Lubis, SE., MM

Disusun oleh :

Nama : Kevin M Pasaribu


NIM : 6183321027
Prodi/ Kelas : PKO/ E
Fakultas : Ilmu Keolahragaan ( FIK )

UPT MKWUPENDIDIKAN PANCASILA

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmatnya penulis bisa menyelesaikan Tugas Rutin Pendidikan Pancasila.
Penyusunan Tugas Rutin ini penulis mendapatkan kelancaran dalam penulisan
Tugas Rutin ini berkat bantuan dan motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu
penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu
dalam kelancaran penulisan Tugas Rutin ini.

Dalam penulisan Tugas Rutin ini, penulis telah berusaha menyajikan yang
terbaik. Penulis berharap semoga Tugas Rutin ini dapat memberikan informasi serta
mempunyai nilai manfaat bagi semua pihak. Penulis juga menyadari masih banyak
terdapat kesalahan dalam penulisan. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang
dapat mebangkitkan semangat untuk melakukan review kembali dengan lebih baik
lagi.

Medan, 17 September 2019

Penulis
1. Makna Pancasila sebagai Dasar Negara
Arti dan Makna Sila Ketuhanan yang Maha Esa
a. Mengandung arti pengakuan adanya kuasa prima (sebab pertama) yaitu
Tuhan yang Maha Esa.
b. Menjamin penduduk untuk memeluk agama masing-masing dan beribadah
menurut agamanya.
c. Tidak memaksa warga negara untuk beragama.
d. Menjamin berkembang dan tumbuh suburnya kehidupan beragama.
e. Bertoleransi dalam beragama, dalam hal ini toleransi ditekankan dalam
beribadah menurut agamanya masing-masing.
f. Negara memberi fasilitator bagi tumbuh kembangnya agama dan iman
warga negara dan mediator ketika terjadi konflik agama.

Arti dan Makna Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab


a. Menempatkan manusia sesuai dengan hakikatnya sebagai makhluk Tuhan
b. Menjunjung tinggi kemerdekaan sebagai hak segala bangsa.
c. Mewujudkan keadilan dan peradaban yang tidak lemah.

Arti dan Makna Sila Persatuan Indonesia


a. Nasionalisme.
b. Cinta bangsa dan tanah air.
c. Menggalang persatuan dan kesatuan Indonesia.
d. Menghilangkan penonjolan kekuatan atau kekuasaan, keturunan dan
perbedaan warna kulit.
e. Menumbuhkan rasa senasib dan sepenanggungan.

Arti dan Makna Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan
dalam Permusyawaratan Perwakilan
a. Hakikat sila ini adalah demokrasi.
b. Permusyawaratan, artinya mengusahakan putusan bersama secara bulat,
baru sesudah itu diadakan tindakan bersama.
c. Dalam melaksanakan keputusan diperlukan kejujuran bersama.

Arti dan Makna Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
a. Kemakmuran yang merata bagi seluruh rakyat dalam arti dinamis dan
meningkat.
b. Seluruh kekayaan alam dan sebagainya dipergunakan bagi kebahagiaan
bersama menurut potensi masing-masing.
c. Melindungi yang lemah agar kelompok warga masyarakat dapat bekerja
sesuai dengan bidangnya.

Makna Pancasila Sebagai Dasar Negara ialah Pancasila berperan sebagai landasan


dan dasar bagi pelaksanaan pemerintahan, membentukan peraturan, dan mengatur
penyelenggaraan negara. Melihat dari makna pancasila sebagai dasar negara kita
tentu dapat menyimpulkan bahwa pancasila sangat berperan sebagai kacamata bagi
bangsa Indonesia dalam menilai kebijakan pemeritahan maupun segala fenomena
yang terjadi di masayrakat

2. Konsep Negara, Tujuan Negara dan Urgensi Dasar Negara

Menelusuri Konsep dan Urgensi Pancasila dalam Arus Sejarah Bangsa


Indonesia
a. Periode Pengusulan Pancasila
Cikal bakal munculnya ideologi bangsa itu diawali dengan lahirnya rasa
nasionalisme yang menjadi pembuka ke pintu gerbang kemerdekaan bangsa
Indonesia. Benih nasionalisme sudah mulai tertanam kuat dalam gerakan
Perhimpoenan Indonesia yang sangat menekankan solidaritas dan kesatuan bangsa.
Perhimpoenan Indonesia menghimbau agar segenap suku bangsa bersatu teguh
menghadapi penjajahan dan keterjajahan. Kemudian, disusul lahirnya Soempah
Pemoeda 28 Oktober 1928 merupakan momenmomen perumusan diri bagi bangsa
Indonesia. Kesemuanya itu merupakan modal politik awal yang sudah dimiliki tokoh-
tokoh pergerakan sehingga sidang-sidang maraton BPUPKI yang difasilitasi
Laksamana Maeda, tidak sedikitpun ada intervensi dari pihak penjajah Jepang.
Pabottinggi menegaskan bahwa diktum John Stuart Mill atas Cass R. Sunstein
tentang keniscayaan mengumpulkan the best minds atau the best character yang
dimiliki suatu bangsa, terutama di saat bangsa tersebut hendak membicarakan
masalah-masalah kenegaraan tertinggi, sudah terpenuhi. Dengan demikian, Pancasila
tidaklah sakti dalam pengertian mitologis, melainkan sakti dalam pengertian berhasil
memenuhi keabsahan prosedural dan keabsahan esensial sekaligus. (Pabottinggi,
2006: 158-159).
Selanjutnya, sidang-sidang BPUPKI berlangsung secara bertahap dan penuh
dengan semangat musyawarah untuk melengkapi goresan sejarah bangsa Indonesia
hingga sampai kepada masa sekarang ini. Perumusan Pancasila itu pada awalnya
dilakukan dalam sidang BPUPKI pertama yang dilaksanakan pada 29 Mei sampai
dengan 1 Juni 1945. BPUPKI dibentuk oleh Pemerintah Pendudukan Jepang pada 29
April 1945 dengan jumlah anggota 60 orang. Badan ini diketuai oleh dr. Rajiman
Wedyodiningrat yang didampingi oleh dua orang Ketua Muda (Wakil Ketua), yaitu
Raden Panji Suroso dan Ichibangase (orang Jepang). BPUPKI dilantik oleh Letjen
Kumakichi Harada, panglima tentara ke-16 Jepang di Jakarta, pada 28 Mei 1945.
Sehari setelah dilantik, 29 Mei 1945, dimulailah sidang yang pertama dengan materi
pokok pembicaraan calon dasar negara
Salah seorang pengusul calon dasar negara dalam sidang BPUPKI adalah Ir.
Soekarno yang berpidato pada 1 Juni 1945. Pada hari itu, Ir. Soekarno menyampaikan
lima butir gagasan tentang dasar negara sebagai berikut:
a. Nasionalisme atau Kebangsaan Indonesia,
b. Internasionalisme atau Peri Kemanusiaan,
c. Mufakat atau Demokrasi,
d. Kesejahteraan Sosial,
e. Ketuhanan yang berkebudayaan.
Berdasarkan catatan sejarah, kelima butir gagasan itu oleh Soekarno diberi
nama Pancasila. Setelah pidato Soekarno, sidang menerima usulan nama Pancasila
bagi dasar filsafat negara (Philosofische grondslag) yang diusulkan oleh Soekarno,
dan kemudian dibentuk panitia kecil 8 orang (Ki Bagus Hadi Kusumo, K.H. Wahid
Hasyim, Muh. Yamin, Sutarjo, A.A. Maramis, Otto Iskandar Dinata, dan Moh. Hatta)
yang bertugas menampung usul-usul seputar calon dasar negara. Kemudian, sidang
pertama BPUPKI (29 Mei - 1 Juni 1945) ini berhenti untuk sementara.
b. Periode Perumusan Pancasila
Sidang BPUPKI kedua pada 10 - 16 Juli 1945 disetujuinya naskah awal
“Pembukaan Hukum Dasar” yang kemudian dikenal dengan nama Piagam Jakarta.
Piagam Jakarta itu merupakan naskah awal pernyataan kemerdekaan Indonesia. Pada
alinea keempat Piagam Jakarta itulah terdapat rumusan Pancasila sebagai berikut.
1. Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemelukpemeluknya.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Ketika para pemimpin Indonesia sedang sibuk mempersiapkan kemerdekaan
menurut skenario Jepang, secara tiba-tiba terjadi perubahan peta politik dunia. Salah
satu penyebab terjadinya perubahan peta politik dunia itu ialah takluknya Jepang
terhadap Sekutu. Peristiwa itu ditandai dengan jatuhnya bom atom di kota Hiroshima
pada 6 Agustus 1945. Sehari setelah peristiwa itu, 7 Agustus 1945, Pemerintah
Pendudukan Jepang di Jakarta mengeluarkan maklumat yang berisi:
(1) pertengahan Agustus 1945 akan dibentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan bagi
Indonesia (PPKI),
(2) panitia itu rencananya akan dilantik 18 Agustus 1945 dan mulai bersidang 19
Agustus 1945, dan
(3) direncanakan 24 Agustus 1945 Indonesia dimerdekakan
Jatuhnya Bom di Hiroshima belum membuat Jepang takluk, Amerika dan
sekutu akhirnya menjatuhkan bom lagi di Nagasaki pada 9 Agustus 1945 yang
meluluhlantakkan kota tersebut sehingga menjadikan kekuatan Jepang semakin
lemah. Kekuatan yang semakin melemah, memaksa Jepang akhirnya menyerah tanpa
syarat kepada sekutu pada 14 Agustus 1945. Konsekuensi dari menyerahnya Jepang
kepada sekutu, menjadikan daerah bekas pendudukan Jepang beralih kepada wilayah
perwalian sekutu, termasuk Indonesia. Sebelum tentara sekutu dapat menjangkau
wilayah-wilayah itu, untuk sementara bala tentara Jepang masih ditugasi sebagai
sekadar penjaga kekosongan kekuasaan. Kekosongan kekuasaan ini tidak disia-
siakan oleh para tokoh nasional. PPKI yang semula dibentuk Jepang karena Jepang
sudah kalah dan tidak berkuasa lagi, maka para pemimpin nasional pada waktu itu
segera mengambil keputusan politis yang penting. Keputusan politis penting itu
berupa melepaskan diri dari bayang-bayang kekuasaan Jepang dan mempercepat
rencana kemerdekaan bangsa Indonesia.

c. Periode Pengesahan Pancasila


Peristiwa ini terjadi pada tanggal 12 Agustus 1945, ketika itu Soekarno, Hatta,
dan Rajiman Wedyodiningrat dipanggil oleh penguasa militer Jepang di Asia Selatan
ke Saigon untuk membahas tentang hari kemerdekaan Indonesia sebagaimana yang
pernah dijanjikan. Namun, di luar dugaan ternyata pada 14 Agustus 1945 Jepang
menyerah kepada Sekutu tanpa syarat. Pada 15 Agustus 1945 Soekarno, Hatta, dan
Rajiman kembali ke Indonesia. Melalui jalan berliku, akhirnya dicetuskanlah
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Teks kemerdekaan itu
didiktekan oleh Moh. Hatta dan ditulis oleh Soekarno pada dini hari. Dengan
demikian, naskah bersejarah teks proklamasi Kemerdekaan Indonesia ini digagas dan
ditulis oleh dua tokoh proklamator tersebut sehingga wajar jika mereka dinamakan
Dwitunggal. Selanjutnya, naskah tersebut diketik oleh Sayuti Melik. Rancangan
pernyataan kemerdekaan yang telah dipersiapkan oleh BPUPKI yang diberi nama
Piagam Jakarta, akhirnya tidak dibacakan pada 17 Agustus 1945 karena situasi politik
yang berubah.
Indonesia sebagai bangsa yang merdeka memerlukan perangkat dan
kelengkapan kehidupan bernegara, seperti: Dasar Negara, Undang-Undang Dasar,
Pemimpin negara, dan perangkat pendukung lainnya. Putusanputusan penting yang
dihasilkan mencakup hal-hal berikut:
i. Mengesahkan Undang-Undang Dasar Negara (UUD ‘45) yang terdiri atas
Pembukaan dan Batang Tubuh. Naskah Pembukaan berasal dari Piagam
Jakarta dengan sejumlah perubahan. Batang Tubuh juga berasal dari
rancangan BPUPKI dengan sejumlah perubahan pula.
ii. Memilih Presiden dan Wakil Presiden yang pertama (Soekarno dan Hatta).
iii. Membentuk KNIP yang anggota intinya adalah mantan anggota PPKI
ditambah tokoh-tokoh masyarakat dari banyak golongan. Komite ini dilantik
29 Agustus 1945 dengan ketua Mr. Kasman Singodimejo.

Rumusan Pancasila dalam Pembukaan UUD 1945 adalah sebagai berikut:


1. Ketuhanan Yang Maha Esa.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Persatuan Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Sejarah bangsa Indonesia juga mencatat bahwa rumusan Pancasila yang disahkan
PPKI ternyata berbeda dengan rumusan Pancasila yang termaktub dalam Piagam
Jakarta. Hal ini terjadi karena adanya tuntutan dari wakil yang mengatasnamakan
masyarakat Indonesia Bagian Timur yang menemui Bung Hatta yang
mempertanyakan 7 kata di belakang kata “Ketuhanan”, yaitu “dengan kewajiban
menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Tuntutan ini ditanggapi secara
arif oleh para pendiri negara sehingga terjadi perubahan yang disepakati, yaitu
dihapusnya 7 kata yang dianggap menjadi hambatan di kemudian hari dan diganti
dengan istilah “Yang Maha Esa”.

3. Hubungan Pancasila dengan Pembukaan UUD

Hubungan Pancasila dan Pembukaan UUD 1945, meliputi hubungan secara


formal dan secara material.
a. Hubungan Secara Formal, bahwa rumusan Pancasila sebagai dasar negara
Indonesia adalah seperti yang tercantum dalam Pembukaan UUD'45; bahwa
Pembukaan UUD'45 berkedudukan dan berfungsi selain sebagai Mukadimah
UUD'45 juga sebagai suatu yang bereksistensi sendiri karena Pembukaan
UUD'45 yang intinya Pancasila tidak tergantung pada batang tubuh UUD'45,
bahkan sebagai sumbernya; bahwa Pancasila sebagai inti Pembukaan UUD'45
dengan demikian mempunyai kedudukan yang kuat, tetap, tidak dapat diubah
dan terlekat pada kelangsungan hidup Negara RI.
b. Hubungan Secara Material, yaitu proses perumusan Pancasila: sidang
BPUPKI membahas dasar filsafat Pancasila, baru kemudian membahas
Pembukaan UUD'45; sidang berikutnya tersusun Piagam Jakarta sebagai
wujud bentuk pertama Pembukaan UUD'45.
Merujuk kepada sejarah tentang urut-urutan penyusunan antara Pancasila
dengan Pembukaan UUD 1945, penulis melihat bahwa para pendiri Negara
menganggap penting perumusan dasar Negara untuk dibahas karena memang
suatu Negara yang akan dibentuk harus memiliki dulu dasar ideologi Negara.
Pada saat itu sudah ada ideologi komunis dan liberal. Dan bangsa Indonesia
menginginkan dasar Negara sesuai pandangan hidup bangsa Indonesia sendiri.
Dasar Negara tersebut mendapatkan suatu legalitasnya dalam Piagam Jakarta
yang kemudian menjadi Pembukaan UUD 1945. Dengan masuknya rumusan
Pancasila dalam Pembukaan UUD, maka Pancasila menjadi inti dari
Pembukaan UUD 1945 dan kedudukan Pembukaan UUD 1945 menjadi kuat,
apalagi dari Penjelasan UUD 1945 dikatakan kalau Pembukaan itu memiliki
empat pokok pikiran dan ternyata keempat pokok pikiran dalam Pembukaan
UUD 1945 itu tiada lain adalah Pancasila.

4. Pancasila merupakan Tertib Hukum Tertinggi


Nilai-nilai yang terdapat dalam pandangan hidup masyarakat, pandangan
hidup bangsa dan pandangan hidup negara yang disebut dengan pancasila tidak
bersifat statis. Artinya dalam kehidupan bermasyrakat, berbangsa, dan bernegara,
ketiga bentuk pandangan hidup itu terus-menerus berinteraksi secara timbal-balik dan
Selalu ada benang merah yang tidak boleh putus atau diputuskan diantara ketiganya.
Ajaran filsafat bernegara bangsa indonesia yang dibingkai dalam sebuah
ideologi negara yang disebut pancasila merupakan landasan utama semua sistem
penyelenggaraan negara indonesia.
Dalam sistem tertib hukum indonesia, penjelasan UUD 1945 menyatkan
bahwa pokok pikiran itu meliputi suasana kebatinan dari undang-undang dasar negara
indonesia serta mewujudkan cita-cita hukum, yang menguasai hukum dasar tertulis
(UUD) dan hukum dasar tidak tertulis (konfrensi), selanjutnya pokok pikiran itu
dijelmakan dalam pasal-pasal UUD 1945. Maka dapatlah di simpulkan bahwa
suasana kebathinan undang-undang dasar 1945, tidak lain di jiwai atau bersumber
pada dasar filsafat negara yaitu pancasila. Oleh karena itu secara formal yuridis
pancasila di tetapkan sebagai dasar filsafat negara republik indonesia. Maka
hubungan antara pembukaan UUD 1945 dengan pancasila bersifat timbal balik sebagi
berikut yaitu Hubungan formal dan Hubungan material
Dengan bersendi pada jati diri Pancasila bukan bearti bangsa Indoesia
menghendaki situasi status quo, yang tidak menghendaki perubahan. Karena
perubahan tidak terletak pada esensi kwalitas jati diri, tetapi pada cara dan teknik
dalam mengantisipasi tantangan yang dihadapi. Atau dapat pula dikatakan bahwa
perubahan bukan pada tatanan dasar tetapi pada tatanan instrumental dan praksis.

5. Pancasila sebagai Pernyataan Kemerdekaan yang Terperinci dan


Penjabaran Pancasila dalam Pasal – Pasal
Menurut Sunoto (1984) melalui kajian filsafat Pancasila, menyatakan bahwa unsur-
unsur Pancasila berasal dari bangsa Indonesia sendiri, walaupun secara formal
Pancasila baru menjadi dasar Negara Republik Indonesia pada tanggal 18 Agustus
1945, namun jauh sebelum tanggal tersebut bangsa Indonesia telah memiliki unsur-
unsur Pancasila dan bahkan melaksanakan di dalam kehidupan mereka. Sejarah
bangsa Indonesia memberikan bukti yang dapat kita cari dalam berbagai adat istiadat,
tulisan, bahasa, kesenian, kepercayaan, agama, dan kebudayaan pada umumnya.
(Sunoto, 1984:1). Dengan rinci, Sunoto menunjukkan fakta historis, di antaranya
adalah:
a. Ketuhanan Yang Maha Esa: bahwa di Indonesia tidak pernah ada putus-
putusnya orang percaya kepada Tuhan.
b. Kemanusiaan yang adil dan beradab: bahwa bangsa Indonesia terkenal ramah
tamah, sopan santun, lemah lembut dengan sesama manusia.
c. Persatuan Indonesia: bahwa bangsa Indonesia dengan ciri-cirinya guyub,
rukun, bersatu, dan kekeluargaan.
d. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan: bahwa unsur-unsur demokrasi sudah ada dalam
masyarakat kita.
e. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia: bahwa bangsa Indonesia dalam
menunaikan tugas hidupnya terkenal lebih bersifat sosial dan berlaku adil
terhadap sesama.

6. Implementasi Pancasila dalam Kebijakan Negara

Berikut beberapa implementasi pancasila diberbagai bidang:


1) Implementasi Pancasila Dalam Bidang Politik.
Pembangunan dan pengembangan bidang politik harus mendasarkan pada dasar
ontologis manusia. Hal ini di dasarkan pada kenyataan objektif bahwa manusia
adalah sebagai subjek Negara, oleh karena itu kehidupan politik harus benar-benar
merealisasikan tujuan demi harkat dan martabat manusia.
Pengembangan politik Negara terutama dalam proses reformasi dewasa ini
harus mendasarkan pada moralitas sebagaimana tertuang dalam sila-sila pancasila
dam esensinya, sehingga praktek-praktek politik yang menghalalkan segala cara
harus segera diakhiri.
Implementasi pancasila dalam pembuatan kebijakan negara dalam bidang
politik dituangkan dalam pasal 26, 27 ayat (1), dan pasal 28. Pasal-pasal tersebut
adalah penjabaran dari pokok-pokok pikiran kedaulatan rakyat dan kemanusiaan yang
adil dan beradap yang masing-masing merupakan pancaran dari sila ke-4 dan ke-2
pancasila. Kedua pokok pikiran ini adalah landasan bagi kehidupan nasional bidang
politik di Negara Republik Indonesia.
Berdasarkan penjabaran kedua pokok pikiran tersebut, maka pembuatan
kebijakan negara dalam bidang politik harus berdasar pada manusia yang merupakan
subyek pendukung pancasila, sebagai mana dikatakan oleh Noto Nagoro (1975:23)
bahwa yang berketuhanan, berkemanusiaan,berpersatuan, berkerakyatan, dan
berkeadilan adalah manusia. Manusia adalah subyek negara dan oleh karena itu
politik negara harus berdasar dan merealisasikan harkat dan martabat manusia di
dalamnya. Hal ini dimaksudkan agar sistem politik negara dapat menjamin hak-hak
asasi manusia.Dengan kata lain, pembuatan kebijakan negara dalam bidang politik di
Indonesia harus memperhatikan rakyat yang merupakan pemegang kekuasaan atau
kedaulatan berada di tangan rakyat. Selain itu, sistem politik yang dikembangkan
adalah sistem yang memperhatikan pancasila sebagai dasar-dasar moral politik.
2) Implementasi Pancasila Dalam Bidang Ekonomi.
Di dalam dunia ilmu ekonomi terdapat istilah yang kuat yang menang,
sehingga lazimnya pengembangan ekonomi mengarah pada persaingan bebas dan
jarang mementingkan moralitas kemanusiaan. Hal ini tidak sesuai dengan Pancasila
yang lebih tertuju kepada ekonomi kerakyatan, yaitu ekonomi yang humanistic yang
mendasarkan pada tujuan demi kesejahteraan rakyat secara luas (Mubyarto,1999).
Pengembangan ekonomi bukan hanya mengejar pertumbuhan saja melainkan demi
kemanusiaan, demi kesejahteraan seluruh masyarakat. Maka sistem ekonomi
Indonesia mendasarkan atas kekeluargaan seluruh bangsa.
Implementasi pancasila dalam pembuatan kebijakan negara dalam bidang
politik dituangkan dalam pasal 27 ayat (2), pasal 33 dan pasal 34. Pasal-pasal tersebut
adalah penjabaran dari pokok-pokok pikiran kedaulatan rakyat dan keadilan sosial
yang masing-masing merupakan pancaran dari sila ke 4 dan sila ke-5 pancasila.
Kedua pokok pikiran ini adalah landasan bagi pembangunan sistem ekonomi
pancasila dan kehidupan ekonomi nasional. Berdasarkan penjabaran pokok-pokok
pikiran tersebut, maka pembuatan kebijakan negara dalam bidang ekonomi di
indonesia dimaksudkan untuk menciptakan sistem perekonomian yang bertumpu
pada kepentingan rakyat dan berkeadilan. Salah satu pemikiran yang sesuai dengan
maksud ini adalah gagasan ekonomi kerakyatan yang dilontarkan oleh Mubyarto,
sebagaimana dikutip oleh Kaelan (2000:239), yaitu pengembangan ekonomi bukan
hanya mengejar pertumbuhan, melankan demi kemanusiaan, demi kesejahteraan
seluruh bangsa. Dengan kata lain, pengembangan ekonomi tidak bisa di pisahkan
dengan nilai-nilai moral kemanusiaan.

3) Implementasi Pancasila Dalam Bidang Sosial Dan Budaya


Dalam pembangunan dan pengembangan aspek sosial budaya hendaknya
didasarkan atas sistem nilai yang sesuai dengan nilai-nilai budaya yang dimiliki oleh
masyarakat tersebut. Terutama dalam rangka bangsa Indonesia melakukan reformasi
di segala bidang dewasa ini. Sebagai anti-klimaks proses reformasi dewasa ini sering
kita saksikan adanya stagnasi nilai social budaya dalam masyarakat sehingga tidak
mengherankan jikalau di berbagai wilayah Indonesia saat ini terjadi berbagai gejolak
yang sangat memprihatinkan antara lain amuk massa yang cenderung anarkis, bentrok
antara kelompok masyarakat satu dengan yang lainnya yang muaranya adalah
masalah politik.
Oleh karena itu dalam pengembangan social budaya pada masa reformasi
dewasa ini kita harus mengangkat nilai-nilai yang dimiliki bangsa Indonesia sebagai
dasar nilai yaitu nilai-nilai pancasila itu sendiri. Dalam prinsip etika pancasila pada
hakikatnya bersifat humanistic, artinya nilai-nilai pancasila mendasarkan pada nilai
yang bersumber pada harkat dan martabat manusia sebagai makhluk yang berbudaya.
Implementasi pancasila dalam pembuatan kebijakan negara dalam bidang
politik dituangkan dalam pasal , 29, pasal 31, dan pasal 32. Pasal-pasal tersebut
adalah penjabaran dari pokok-pokok pikiran Ketuhanan Yang Maha Esa,
kemanusiaan yang adil dan beradap, dan persatuan yang massing-masing merupakan
pancaran dari sila pertama, kedua, dan ke-tiga pancasila. Ketiga pokok pikiran ini
adalah landasan bagi pembangunan bidang kehidupan keagamaan, pendidikan, dan
kebudayaan nasional.

4) Implementasi Pancasila Dalam Bidang Pertahanan Dan Keamanan.


Implementasi pancasila dalam pembuatan kebijakan negara dalam bidang politik
dituangkan dalam pasal 27 ayat (3) dan pasal 30. Pasal-pasal tersebut merupakan
penjabaran dari pokok pikiran persatuan yang merupakan pancaran dari sila pertama
pancasila. Pokok pikiran ini adalah landasan bagi pembangunan bidang pertahanan
dan keamanan nasional.
Secara sistematis, pertahanan keamanan negara harus berdasar pada tujuan
tercapainya kesejahteraan hidup manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa
(sila pertama dan kedua), berdasar pada tujuan untuk mewujudkan kepentingan
seluruh warga sebagai warga negara (sila ke tiga), harus mampu menjamin hak-hak
dasar, persamaan derajat serta kebebasan kemanusiaan (sila keempat), dan ditujukan
untuk mewujudkan keadilan dalam hidup masyarakat (sila kelima). Semua ini
dimaksudkan agar pertahanan dan keamanan dapat ditempatkan dalam konteks
negara hukum, yang menghindari kesewenang-wenangan negara dalam melindungi
dan membela wilayah negara dengan bangsa, serta dalam mengayomi masyarakat.

7. Tantangan Pancasila sebagai Dasar Negara


Pada Era globalisasi dan modernisasi seperti sekarang ini tentu tantangan-
tantangan yang akan dihadapi Bangsa Indonesia akan semakin kompleks dan
beragam, mulai dari tantangan yang muncul dari dalam yaitu semakin rentannya
terjadi disintegrasi dari Negara Kesatuan Republik Indonesia serta tantangan-
tantangan dari luar yaitu arus modern dan westerisasi yang menggerus budaya serta
menjadikan lunturnya nilai-nilai luhur bangsa serta jati diri nasional.
Demikian halnya tantangan yang muncul dari dalam juga terdapat tantangan
yang datangnya dari luar, seperti Era globalisai sekarang ini yang membawa budaya
barat atau yang disebut westernisasi berduyun-duyun masuk menggerogoti budaya
asli masyarakat Indonesia yang mana memunculkan perilaku-perilaku yang tidak
cinta lagi terhadap budaya sendiri yaitu budaya asli yang secara turun-temurun telah
diwariskan oleh para leluhur. Maka dari itu untuk mengatasi tantangan-tantangan dari
luar maupun dari dalam perlu diadakannya pengkajian kembali nilai-nilai yang ada
dalam pancasila serta setidaknya ada dua hal fundamental yang harus dilakukan,
Pertama, penanaman kembali kesadaran bangsa tentang eksistensi Pancasila sebagai
ideologi bangsa. Penanaman kesadaran tentang keberadaan Pancasila sebagai ideologi
bangsa mengandung pemahaman tentang adanya suatu proses pembangunan kembali
kesadaran akan Pancasila sebagai identitas nasional. Upaya ini memiliki makna
strategis manakala realitas menunjukkan bahwa dalam batas-batas tertentu telah
terjadi proses pemudaran kesadaran tentang keberadaan Pancasila sebagai ideologi
bangsa. Salah satu langkah terbaik untuk mendekatkan kembali atau membumikan
kembali Pancasila ke tengah rakyat Indonesia tidak lain adalah melalui pembangunan
kesadaran sejarah. Kedua, perlu adanya kekonsistenan dari seluruh elemen bangsa,
khususnya para pemimpin negeri ini untuk menjadikan Pancasila sebagai pedoman
dalam berpikir dan bertindak. Jangan sampai Pancasila ini hanya sekadar wacana di
atas mulut saja yang disampaikan secara berbusa-busa hingga menjadi basi sementara
di lapangan penuh dengan perilaku hipokrit. Dengan demikian, penghayatan dan
pengamalan sila-sila Pancasila dalam kehidupan sehari-hari sudah merupakan suatu
kesadarn moral bagi tetap tegaknya Pancasila sebagai ideologi bangsa. Tantangan
yang paling berat dan utama, adalah masalah ekonomi dan budaya yang menggilas
bangsa ini tanpa ampun. Sebab, ajaran Pancasila yang hakiki sama sekali tidak sesuai
dengan arus modernisasi yang masuk ke bumi tercinta Indonesia. Oleh karena itu,
menurut Ichlasul Amal, memprediksi tantangan Pancasila ke depan semakin berat.
Padahal, kata dia, para pendiri bangsa ini membuat Pancasila ini diharapkan bisa
mensejahterakan bangsa dan rakyatnya. Namun, kini semua itu harus berhadapan
dengan tantangan globalisasi yang cukup berat. Yang paling berat lagi, adalah
tantangan budaya yang kini terkikis habis oleh kemajuan teknologi elektronik
maupun teknologi informasi. Banyak umat manusia yang masih mempersoalkan dan
memperdebatkan agama. Mestinya, hal itu tidak perlu terjadi karena semua itu sudah
tercakum dalam Pancasila. Belum lagi soal, lainnya. Misalnya, sila Persatuan
Indonesia. Buktinya, masih ada yang mempersoalkan suku. Bahkan, ada propinsi
yang sampai ingin keluar dari NKRI dan masih banyak lagi persoalan lainnya. Oleh
karena itu, keduanya memandang ke depan Pancasila makin menghadapi tantangan
yang semakin berat dari gencarnya arus globalisasi. Globalisasi yang berbasiskan
pada perkembangan teknologi informasi, komunikasi, dan transportasi, secara drastis
mentransendensi batas-batas etnis bahkan bangsa.
Tegasnya Pancasila didekatkan kembali dengan cara menguraikannya sebagai
bagian yang tidak terpisahkan dari perjuangan rakyat Indonesia, termasuk
menjelaskannya bahwa secara subtansial Pancasila adalah merupakan jawaban yang
tepat dan strategis atas keberagaman Indonesia, baik pada masa lalu, masa kini
maupun masa yang akan datang. Kedua, perlu adanya kekonsistenan dari seluruh
elemen bangsa, khususnya para pemimpin negeri ini untuk menjadikan Pancasila
sebagai pedoman dalam berfikir dan bertindak. Janganlah sampai Pancasila ini
sekadar wacana di atas mulut yang disampaikan secara berbusa-busa hingga menjadi
basi sementara di lapangan penuh dengan perilaku hipokrit. Dengan demikian,
penghayatan dan pengamalan sila-sila Pancasila dalam kehidupan sehari-hari sudah
merupakan suatu conditio sine qua non bagi tetap tegaknyaa Pancasila sebagai
ideologi bangsa. Salah satu tantangan terbesar yang perlu segera dijawab bangsa yang
besar ini, khususnya oleh para pemegang kekuasaan, adalah menjawab tantangan atas
lemahnya kesejahteraan rakyat dan penegakkan keadilan. Ketimpangan kesejahteraan
antara kota dan desa, terlebih Jawa dan luar Jawa merupakan salah satu permasalahan
besar yang harus segera dijawab oleh bangsa ini.

8. Esensi dan Urgensi Pancasila sebagai Dasar Negara

a. Esensi Pancasila sebagai Sistem Etika


Hakikat Pancasila sebagai sistem etika terletak pada hal-hal sebagai berikut:
i. Hakikat sila ketuhanan terletak pada keyakinan bangsa Indonesia bahwa
Tuhan sebagai penjamin prinsip-prinsip moral. Artinya, setiap perilaku
warga negara harus didasarkan atas nilai-nilai moral yang bersumber pada
norma agama.
ii. Hakikat sila kemanusiaan terletak pada actus humanus, yaitu tindakan
manusia yang mengandung implikasi dan konsekuensi moral yang
dibedakan dengan actus homini, yaitu tindakan manusia yang biasa.
iii. Hakikat sila persatuan terletak pada kesediaan untuk hidup bersama
sebagai warga bangsa yang mementingkan masalah bangsa di atas
kepentingan individu atau kelompok.
iv. Hakikat sila kerakyatan terletak pada prinsip musyawarah untuk mufakat.
Artinya, menghargai diri sendiri sama halnya dengan menghargai orang
lain.
v. Hakikat sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia merupakan
perwujudan dari sistem etika yang tidak menekankan pada kewajiban
semata (deontologis) atau menekankan pada tujuan belaka (teleologis),
tetapi lebih menonjolkan keutamaan (virtue ethics) yang terkandung
dalam nilai keadilan itu sendiri.

b. Urgensi Pancasila sebagai Sistem Etika


Hal-hal penting yang sangat urgen bagi pengembangan Pancasila sebagai sistem etika
meliputi hal-hal sebagai berikut:
i. Meletakkan sila-sila Pancasila sebagai sistem etika berarti menempatkan
Pancasila sebagai sumber moral dan inspirasi bagi penentu sikap,
tindakan, dan keputusan yang diambil setiap warga negara.
ii. Pancasila sebagai sistem etika memberi guidance bagi setiap warga
negara sehingga memiliki orientasi yang jelas dalam tata pergaulan baik
lokal, nasional, regional, maupun internasional.
iii. Pancasila sebagai sistem etika dapat menjadi dasar analisis bagi berbagai
kebijakan yang dibuat oleh penyelenggara negara sehingga tidak keluar
dari semangat negara kebangsaan yang berjiwa Pancasila.
iv. Pancasila sebagai sistem etika dapat menjadi filter untuk menyaring
pluralitas nilai yang berkembang dalam kehidupan masyarakat sebagai
dampak globalisasi yang memengaruhi pemikiran warga negara.

Anda mungkin juga menyukai