Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan bimbingannya sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Terimakasih kepada pihak-pihak yang
telah membantu kami menyelesaikan tugas ini, khususnya kepada pihak-pihak yamg telah
menyumbangkan pikiran dan juga yang telah memberikan krtitikan dan sarannya.
Tentunnya makalah ini tidak luput dari kesalahan,karenanya kami mohon maaf jika terdapat
kesalahan dalam makalah ini. Akhirnya kami mengucapkan selamat membaca, dan semoga
tulisan ini dapat brguna bagi pembacanya. Selamat membaca.
Kelompok 8
1|Page
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR 1
BAB I PENDAHULUAN 3
BAB II PEMBAHASAN 4
Nilai Privasi 7
kesimpulan 19
2|Page
BAB I
PENDAHULUAN
1.3. Tujuan
1. Mengetahui pengertian privasi media
2. Menjelaskan apa saja yang menjadi problematika privasi media
3|Page
BAB II
PEMBAHASAN
4|Page
Privasi sebgai terminology tidaklah berasal dari akar budaya masyarakat
Indonesia. Samuel D. Warren dan Louis D. brandeis menulis artikel berjudul “Right to
Privacy” di Harvard Law Review tahun 1890. Mereka seperti halnya Thomas Cooley di
tahun 1988 menggambarkan Right to Privacy sebagai “Right to be Alone” atau secara
sederhana dapat diterjemahkan sebagai “hak untuk tidak diusik dalam kehidupan
pribadi”.
Hak atas privasi dapat diterjemahkan sebagai hak dari setiap orang untuk
melindungi aspek-aspek pribadi kehidupannya untuk dimasuki dan digunakan oleh orang
lain. (Donnald M. Gillmor,1990:281). Di Amerika serikat, setiap orang yang merasa
privasinya dilanggar memiliki hak untuk mangajukan gugatan yang dikenal dengan
istilah Privacy Tort.
Urusan personal perlu mendapat perhatian khusus karena dimasyarakat kita telah
terjadi salah kaprah dengan meyakini bahwa seorang public figure (seperti pejabat atau
selebritis),maka dengan sendirinya ia tidak memiliki hak privasi. Masyarakat kita bahkan
public figure sendiri selalu mengatakan bahwa sudah menjadi resiko menjadi public
figure untuk tidak memiliki privasi. Tentu pandangan ini tidak benar,karena semua orang
termasuk public figure mempunyai privasi sebagai hak menyangkut urusan personal. Bila
menyangkut urusan public barulah seorang public figure tidak bisa menghindar dari
upaya publikasi sebagai bagian dari transparansi tanggung jawab.
5|Page
mempermasalahkan foto perkawinan mereka yang diambil tamnpa ijin oleh seorang
paparai. Kegusaran Douglas timbul karena sebenarnya hak eksklusifnpengambilan
dan publikasi photo dimaksud telah diserahkakan kepada sebuah majalah ternama.
2. Public disclosure of embarrassing private facts, yaitu penyebarluasan informasi atau
fakta-fakta yang memalukan tentang diri seseorang. Penyebarluasan ini dapat
dilakukan dengan tulisan atau narasi, mauppun dengan gambar. Contohnya, dalam
kasus penyanyiterkenal Prince vs Out Megazine, Prince menggugat karena Out
Megazine mempublikasikan photo setengah telanjang Prince dalam sebuah pesta
dansa. Out Megazine selamat dari gugatan ini karena pengadilan berpendapat bahwa
pesta itu sendiri dihadiri oleh sekitar 1000 orang sehingga Prince cukup menyadari
bahwa tingkah polahnya dalam pesta tersebut diketahui bannyak orang.
3. Publicity wich paces someone false like in the public eye, yaitu publikasi yang
mengelirukan pandangan orang banyak terhadap seseorang.
4. Appropriation of name or likeness, yaitu penyalahgunaan nama atau kemiripan
seseorang untuk kepentingan tertentu. Peristiwa ini lebih tertarik pada tindakan
pengambilan keuntungan sepihak atas ketenaran seseorang selebritis. Nama dan
kemiripan si selebritis dipublikasikan tanpa ijin.
Selain hasil penelitian dari William Prosser yang pada tahun 1960 di atas, ada
beberapa bentuk pelanggaran privasi lainnya yaitu:
1. Mengirim dan mendistribusikan dokumen yang bersifat pornografi, menghina,
mencemarkan nama baik, dll. Contohnya pernah terjadi pada Prita Mulyasari yang
menurut pihak tertentu telah mencemarkan nama baik karena surat elektronik
yang dibuatnya.
2. Melakukan penggandaan tanpa ijin pihak yang berwenang. Bisa juga disebut
hijacking. Hijacking merupakan kejahatan melakukan pembajakan karya orang
lain. Contohnya sering terjadi yaitu pembajakan perangkat lunak (software
piracy).
3. Melakukan pembobolan secara sengaja ke dalam system computer. Hal ini juga
dikenal dengan istilah Unauthorized Acces atau bisa juga diartikan sebagai
kejahatan yang terjadi ketika seseorang memasuki/menyusup ke dalalm suatu
6|Page
system jaringan computer secara tidak sah, tanpa ijin, atau tanpa sepengetahuan
pemilik system jaringan computer yang dimasukinya.
4. Memanipulasi, mengubah atau menghilangkan informasi yang sebenarnya.
Misalnya data forgery atau kejahatan yang dilakukan dengan tujuan memalsukan
data pada dokumen-dokumen penting yang ada di internet. Dokumen-dokumen
ini biasanya dimiliki oleh institusi atau lembaga yang memiliki situs berbasis web
database.
5. Melakukan penyadapan informasi. Seperti halnya menyadap transmisi data orang
lain.
Nilai etika mesti dikedepankan. Pada saat yang sama kita menolak penggusuran ruang
privat oleh penguasa, namun pada saat yang sama pula kita bersuka cita ketika ruang
privat kita diobok-obok oleh praktik komunikasi. Dengan kata lain, kita cenderung
menjadi toleran ketika praktik komunikasi menginfasi privasi kita.
C. Nilai Privasi
Ada beberapa alasan mengapa privasi penting bagi kita,, yakni:
1. Privasi memberikan kemampuan untuk menjaga informasi pribadi yang bersifat
rahasia sebagai dasar pembentukan otonomi individu. Otonomi individu merujuk
pada kemampuan seseorang untuk mengontrol apa yang akan terjadi pada dirinya.
Kerier yang ia bangun misalnya, akan rontok mendadak bila privasi yang
bersangkutan dilanggar.
2. Privat dapat melindungi dari cacian dan ejekan orang lain, khusnya dalam masyarakat
dimana toleransi masih rendah, dimana gaya hidup dan tingkah laku aneh tidak
diperkenankan, seperti kaum LGBT, penderita AIDS,dll. Karena hal ini dinilai
sebagai kejahatan yang tidak menjadikan pembenaran bagi pelanggaran privasi.
3. Privasi merupakan mekanisme untuk mengontrol reputasi seseorang. Semakin banyak
yang tahu tentang diri kita semakin berkurang kekuatan kkita untuk menentukan
nasib kita sendiri. Begitu privasi dilanggar, maka keduanyapun tidak dapat lagi
mengontrol reputasi keduanya.
7|Page
4. Privasi merupakan perangkat bagi berlangsungnya interaksi social. Berbagai regulasi-
regulasi yang mengatur setiap penyusupan membuktikan bahwa privasi sangat
penting bagi interaksi social tersebut.
5. Privasi merupakan benteng dari kekuasaan pemerintah.privasi menjaga agar
kekuasaan tidak disalahgunakan. Pada satu sisi pemerintah memiliki privasi berupa
rahasia Negara yang tidak boleh dibuka dalam kondisi tertentu, pada sisi lain
masyarakat juga memiliki privasi sehingga oenguasa tidak berlaku semena-mena.
8|Page
tindakan moral mengandalkan pemahaman menyeluruh individu atas seluruh
tindakan yang dilakukan sebagai seorang manusia. Setidaknya ada tiga prinsip
dasar dalam kesadaran moral. Prinsip-prinsip itu adalah sikap baik, keadilan, dan
hormat pada diri sendiri serta orang lain. Prinsip keadilan dan hormat pada diri
sendiri serta orang lain. Prinsip keadilan dan hormat pada diri sendiri merupakan
syarat pelaksanaan sikap baik, sedangkan prinsip sikap baik menjadi dasar
mengapa seseorang untuk bersikap adil dan hormat.
Hati nurani adalah penghayatan tentang nilai baik atau buruk berhubungan dengan
situasi konkret. Hati nurani yang memerintahkan atau melarang suatu tindakan
menurut situasi, waktu, dan kondisi tertentu. Demikian, hati nurani berhubungan
dengan kesadaran. Kesadaran adalah kesanggupan manusia untuk mengenal
dirinya sendiri dank arena itu berefleksitentang dirinya. Hati nurani bisa sangat
bersifat retorospektif dan prospektif. Dengan demikian, hati nurani juga bersifat
personal dan adipersonal. Pada dasarnya, hati nurani merupakan ungkkapan dan
norma yang bersifat subjektif.
9|Page
pasangan bukan suami istri yang berkencan terkena hukuman cambuk seperti terjadi di
Nanggroe Aceh Darusalam (NAD) dan pelaku tindak kejahatan serta aborsi.
Menurut Atmakusumah, hubungan intim dan aborsi termasuk masalah privasi
sepanjang peristiwa itu tidak terjadi tindak kekerasan, karena dalam etika pers , aborsi
juga termasuk dalam kategori perawatan kesehatan dan pengobatan.
Kategori privasi lainya adalah kelahiran, kematian, dan perkawinan yang
pemberitaannya harus memperoleh izin dari subyek berita yang bersangkutan dari
keluarganya. Atmakusumah menyayangkan, pelanggaran kode etik ini banyak dilakukan
media arus utama yang telah merugikan public.
Contoh kasus, katanya, di institute Pemerintah dalam negeri (IPDN) secara
sensasional media pers membuat foto , nama lengkap dosen, dan mahasiswa yang
melakukan hubungan intim termasuk mahasiswa yang melalkukan aborsi. Selain itu,
hukum cambuk bagi bukan suami istri berkencan di NAD disiarkan foto dan identitasnya.
Sangat seedikit media yang berusaha menghindari pelanggaran etika dalam pemberitaa
itu.
Terdapat sejumlah dilemma dalam praktik komunikasi untuk menerapkan prinsip privasi
dalam konten media terutama menyangkut isu-isu , antara lain:
1. Penyakit menular, Alvin Day (2003:141) menceritakan bahwa pada tahun 1939
majalah Time kena denda 3000 dollar karena mempublikasikan tanpa ijin jenis
penyakit yang diderita Dorothy Barber ketika ia tengah berobat di Rumah Sakit
Kansas. Dorothy mengajukan tuntutan pelanggaran privasi, dan pengadilan pun
memenangkannya. Kasus penyakit menular seperti AIDS memang memiliki nilai
berita (Newsworthiness) yang tinggi, namun menurut Day hal tersebut tidak
menjadikannya sebagai nilai kebenaran untuk melanggar privasi.
2. Homoseksual, saat ini gay dan juga lesby sering muncul diberbagai produk memdia,
seperti berita, drama dan film. Gejala tersebut menunjuksn bahwa masyarakat sekarag
lebih bersikap moderat terhadap kehadiran golongan dengan orientasi seksual (gay
atau lesby). Namun demikian persoalan etis tetap saja tidak boleh dikesampingkan.
Orientasi seksual seseorang menurut Alvin Day merupakan urusan privat. Kata kunci
untuk menghormati privasi orang dengan orientasi seksual homo adalah dengan
mengukur relevansi penyebutan homo dengan keseluruhan produk media tersebut.
10 | P a g e
Penyebutan homo dalam berita pembu nuhan misalnya mesti dikaji relevansinya
apakah sesorang membunuh karena ia homo atau persoalan lainnya. Sama ketika
media massa menyebutkan unsur ras dalam tampilan media. Apakah penyebutan ras
tertentu bersifat relefan dengan keseluruhan cerita atau tidak. Jika tidak maka
penyebutan ras (dan juga homoseksual) adalah bagian pelanggaran privasi.
3. Korban kejahatan seksual, dalam masyarakat dimana kelompok laki-laki bersifat
dominan ( a male-dominated society ) seperti Indonesia, telah berkembang tedensi
untuk menyalahkan korban kejahatan social yang notabene adalah perempuan. Pada
kondisi ini, prakyik komunikasi dituntut untuk menjaga privasi korban kejahatan
seksual, karena akan menambah derita korban berupa stigma sebagai perempuan yang
tidak baik. Di Amerika Serikat sendiri korban kejahatan seksual selalu dikaitkan
dengan ras kulit hitam, dimana penggambaran tersebut kejahatan seksual selalu
dikaitkan dengan ras kulit hitam, dimana penggambaran tersebut kejahatan seksual
selalu dikaitkan dengan ras kulit hitam, dimana penggambaran tersebut selain
melanggar privasi juga memunculkan stigma dominasi kulit putih terhadap kulit
hitam. Maka tak heran, kelompok gerakan perempuan memasukkan stigmatisasi
tersebut sebagai salah satu isu untuk mengangkat privasi, harkat dan martabat
perempuan. Menurut mereka isu kejahatan seksual terhadap perempuan hendaknya
dilihat sebagai kejahatan biasa, yang tak perlu dikaitkan dengan dominasi laki-laki
atay perempuan atau dominasi ras tertentu atau ras yang lainnya.
Menurut Alvin Day (2003:144), pelanggaran privasi korban kejahatan seksual
seringkali dilakukan oleh media massa. Media seringkali mengangkat isu kekerasan
seksual sebagai komoditas yang layak untuk dijadikan urusanpublik. Walaupun tidak
menyebutkan nama korban, media kadang kala terjerumus untuk menceritakanikhwal
kejahatan seksual secara detail mulai dari kronologis, hubungan sebab-akibat, hingga
gambaran fisik perempuan yang menjadi korban. Hal terakir tentu sangat mudah
dilakukan oleh media televise karena cukup dengan tayangan visual, maka sudah
diketahui gambaran fisik dan identitas korban. Dalam hal ini, media malah mengajak
publik untuk menjadi “maklum” mengapa kejahatan seksual tersebut kemudian
terjadi.
11 | P a g e
Namun demikian, di AS berkembang paham bahwa penyembunyian identitas korban
kejahatan seksual tidak sejalan dengan prinsip keadilan dan keseimbangan (fairness
and balance), karena pada saat yang sama media justru membeberkan identitas
tersangka pelaku kejahatan seksual. Sekilas hal ini masuk akal, akan tetapi secara
filosofis, tuntutan keadilan dan keseimbangan sejatinya bertujuan untuk memenuhi
kredibilitas suatu cerita. Dalam hal ini kredibiilitas jangan digali dari korban
yangmemang sudah mendeeerita. Sebaliknya, kredibilitas bisa didapat melalui unsur
lain, seperti tersangka pelaku, pihak berwajib, saksi mata, bukti, dan seterusnya.
4. Tersangka di Bawah umur, pelanggar hokum di bawah umur perlu dilindungi
privasinya, karena system hokum pidana bagi anak di bawah umur sendiri tidak
bertujuan sebagai hukuman (punishment) , tetapi lebih sebagai rehabilitasi. Hal ini
didasarkan pada asumsi bahwa sifat dan perilaku kejahatan yang dilakukan anak di
bawah umur belumlah berakar tetap ( anchored). Sudah semestinya praktik komuniksi
termsuk media massa menghormati sekaligus mendukung pelaksanaan prinsip ini.
Pelanggaran terhadap privasi ini akan menyebabkan stigmatisasi terhadap anak, yang
pada gilirannya justru dapat semakin meneguhkan sikap perilaki jahatnya.
5. Bunuh diri, kajian privasi pada bunuh diri didasarkan bahwa tiap orang memiliki hak
untuk meninggal secara terhormat. Tentu saja dalam pandangan masyarakat kita,
bunuh diri merupakan salah satu cara meninggal yang tidak terhormat. Karena itu
peristiwa bunuh diri merupakan bagian dari privasi seseorang, karena begitu peristiwa
terpublikasi, maka yang bersangkutan beserta segenap keluarganya akan kehilangan
rasa hormat dari orang lain. Alvin Day secara khusus menyoroti tayangan televise
tentang bunuh diri atau percobaan bunuh diri. Atas nama persaingan, kadangkala
stasiun televise mengeyampingkan factor moral dengan menayangkan identitas
pelaku.
6. Kamera dan rekaman tersembunyi
Pada poin ini, Alvin Day lebih menyoroti peran jurnalis dalam mencari dan
mengumpulkan informasi. Day mengatakan bahwa, era persaingan menuntut jurnalis
untuk bisa bekerja layaknya detektif. Pada sisi lain, public juga cenderung menyukai
laporan jenis investigasi, baik dalam bentuk audio maupun visual.
12 | P a g e
Alvin Day mendukung upaya investigasi seperti demikian namun dengan catatan
bahwa muara dari upaya tersebut adlaah kepentingan publik. Maka, peraturan tentang
privasi atas hal ini adalah bahwa baik jurnalis maupun sumber harus rada pada
wilayah publik, bukan dalam hubungan privat dalam kapasitas sebagai manusia.
Upaya ini perlu mendapat catatan penting, karena investigasi harus juga menjaga
kepentingan public dan mematuhi larangan atas privasi. Harus ada batasan yang jelas
anatara ranah publiik dan ranah privat.
Isu-isu tersebut mengandung nilai-nilai yang sensitiif untuk dipublikasikan.Dari
keenam isu tersebut, Alvin Day (dalam Mufid,2010) mengatakan sejumlah prinsip
mesti dipegang dalam mengangkat tema-tema tersebut, sehingga akan terjadi
keseimbangan anata menghormati privasi seseorang dan kebutuhan untuk
memberikan informasi kepada mamsyarakat. Prinsip tersebut antara lain:
Hormat terhadap pribadi dan tujuan peliputan.
Tujuan peliputan tidak boleh digeser menjadi komersil atau tujuan tentensius lainnya.
Tujuan peliputan mestilah didasarkan atas pemenuhan hak masyrakat untuk mendapat
onformasi.
Kegunaan social
Prinsip kegunaan social didasarkan atas asumsi bahwa insan media sejatinya adalah
agen moral yang dapat memilah informasi mana yang berguna bagi audiensnya.
Diharapkan media tidak menonjolkan sisi sensasionalitas yang berujung pada infansi
privasi.
Keadilan
Keadilan yakni berkaitan dengan pertanyaan sejumlah privasi subjek layak untuk
diangkat. Minimalisasi hal yang bisa menyakitkan bagi orang lain. Bila infasi privasi
tidak dapat dihindari karena ada kepentingan yang lebih luas bagi masyarakat maka,
peliputan mesti mempertimbangkan apakah suatu detail memang diperlukan atau
tidak.
Minimalisasi
13 | P a g e
Minimalisasi hal yang bisa menyakitkan bagi orang lain (ketika ada kepantingan yang
lebih luas bagi masyarakat, maka peliputan mesti mempertimbangkan, apakah studi
detil memang diperlukan atau tidak)
Problematika privasi dalam media masa juga berhubungan erat dengan persoalan-
persoalan atau kesulitan dalam menghimpun berita. Berikut ini adalah beberapa
kendala dan contoh kasus yang berkaitan dengan problematika privasi media.
Prinsip kegunaan social banyak dipertanyakan pada produk media infotaiment. “junk
food news”, adalah berita yang tidak ada relevansinya dengan kepentingan publik.
Dan ini seringkali terjadi dalam berita infotaiment. Infotaiment merupakan fenomena
global. Ini merupakan konsekuensi an komersial media
Ang makin meluas dan makin mengglobal. Dalam konteks pesaingan industry
media,mendorong mendorong infotaiment dan pekerjaanya menempati posisi yang
cukup penting dalm landscape media saat ini. Di resim industry hiburan saat ini
adalah benar bahwa tayangan seperti menarik. Tetapi apakah ia berguna atau tidak
menjadi perkara lain.
F. Konfidensialitas dan Kepentingan Umum
Prinsip kondensialisasi (kerahasiaan)adalah kewajiban untuk menyembunyikan nama
narasumber informasi atau informmasi itu sendiri dari pihak ketiga dalam kondisi
tertentu yang ditegaskan dalam perspektif komunikasi bahwa minimal ada 3 jenis
hubungan yang meniscayakan konfidensialita, yakni:
a. Janji cepat. Seperti ketika seorang jurnalis berjanji untuk tidak mneyebutkan
nama narasumber.
b. Hubungan yang memerlukan loyalitas. Contoh teman karib. Walaupun tidak
dinyatakan bahwa ini atau itu rahasia tapi dalam hubungan tersebut masing-
masing pihak harus tahu mana yang merupakan rahasia dan mana yang tidak.
c. Hubungan kofidensial yang dilindungi hukum.
14 | P a g e
b. Setiap orang butuh ruang pribadi. Konfidensialitas mewujudkan ruang pribadi.
c. Konfidensialitas menumbuhkan rasa saling memercayai
d. Konfidensialitas penting untuk mencegah tindakkan menyakiti orang lain
e. Konfidensialitas merupakan saran untuk mewujudkan tujuan kelompok social.
Menyembunyikan Indentitas Sumber Berita
Keterangan off-the-record biasanya diberikan tidak dengan syarat mutlak harus tidak
dimuat, tetapi seringkali dengan embel-embel seperti berikut dari sumber
berita:”silahkan saja jika anda ingiin memuatnya, tetapi jangan menyebut saya
sebagai sumbernya.” Taktik inilah yang biasanya digunakan oleh sumber berita untuk
melepaskan diri dari tanggung jawab jika ada ketidakcermatan dalam faktanya atau
memang sengaja ia memberikan informasi bohong, informasi yang menyebabkan
timbulnya deliik pers atau informamsi itu dimuati kepentingan pribadi.
Tetapi, terkadang menyembunyikan identitas sumber berita itu layak dilakukan ketika
kita yakin tentang keakuratan informasi sumber berita, atau ketika menyebutkan
identitasnya akan menempatkan sumber berita dalam posisi yang memalukan,
mencurigakan dan membahayakan dirinya. Atau memuat nama sumber berita sa,a
baiknya dengan tanpa menyebutkan. Dalam hal ini wartawan boleh menggunakan
kata-kata “meurut sebuah sumber”. Tetapi tidak boleh menggunakan kata-kata
“menurut sumber yang layak dipercaya.
Public Libel
Jiwa colonial yang masih tersisa dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP) yang menyangkut delik pers ini dapat dilihat misalnya dari beberapa
pasalnya yang bukan saja mengatur pelanggaran yang merugikan orang perorangan
(private libel), tetapi juga adapula pasal-pasal yang mengatur pelanggaran atau
kejahatan oleh pers terhadap Negara dan pejabat Negara serta terhadap masyarakat
(public libel)
Yang termasuk public libel antara lain “membocorkan rahasia Negara” (pasal 3332
KUHP), “penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden” (pasal 134 KUHP),
“Penghinaan terhadap kepala Negara sahabat” (pasal 144 KUKHP) “menodai bendera
lambing Negara” (pasal 154a KUHP), “penodaan terhadap agama” (pasal 156a
15 | P a g e
KUHP), “menghasut supaya orang melakukan perbuatan pidana atau kekerasan
terehadap penguasa” (pasal 160 KUHP), “Menghina penguasa dan badan umum
(pasal 207 KUHP), Dan “melanggar kesusilaan/pornografi” (pasal 282 KUHP).
Contoh paling actual mengenai kasus penghinaan terhadap presiiden, misalnya
menyangkut pengajuan penanggungjawab Harian Rakyat Merdeka ke pengadilan
Negeri Jakarta Selatan. Tuduhannya menyerang kehormatan presiden. Dalam
tuntutannya, jaksa penuntut menggunakan Pasal 134 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP,
subside melanggar pasal 137 ayat (1) KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Selain dalam pasal-pasal KUHP, mesih ada ketentuan menyangkut delik pers, yaitu
pasal 1 ayat (3) Penetapan presiden No.4 tahun 1963 tentang mencetak barangcetakan
yang terlarang. Kemudian pasal 19 UU No.21 tahun 1982 serta pasal XIV dan XV
UU No.1 tahun 1946 yang mencabut pasal 171 KUHP. Undang-Undang yang disebut
terakhir itu, selain mencabut aturan kama juga menetapkan ketentuan-ketntuan baru
tentang penyiaran kabar bohong dan kabar-kabar yang tidak pasti yang dapat
menimbulkan keonaran.
Private Libel
Delik pers yang dapat digolongkan sebagai private libel, yaitu delik pers terhadap
orang perorangan, diatur dalam pasal-pasal KUHP mulai pasal 310 sampapi 315.
Pasal 310 KUHP, Misalnya berbunyi: (1) Barang siapa dengan sengaja menyerang
kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan satu hal, dengan maksud
yang jelas agar hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana
penjara palin lama Sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima
ratue rupiah. (2) Bila hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambar yang disiarkan,
dipertunjukan atau ditempelkan di muka umum, maka diancam kkarena pencemaran
tertulis dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda
paling banyak empat ribu lita ratus rupia. (3) Tidak merupakan pencemaran atau
pencemaran tertulis, bila perbuatan itu jelas dilakukan demi kepentingan umum atau
karena terpaksa untuk membela diri.
16 | P a g e
Problematika privasi selain dijabarkan diatas, juga merupakan erat kaitannya dengan
profesionalitas pemberitaan, dalam diri jurnalis sendiri, istilah profesionalitas memiliki
tiga arti: pertama, professional adaalah kebalikan dari amatir; kedua, sifat pekerjaan
wartawan menuntut pelatihan khusus; ketiga, norma-norma yang mengatur perilakunya
dititikberatkan pada kepentingan khalayak pembaca. Selanjutnya, terdappat dua norma
yang dapat diidentifikasikan, yaitu: pertama, norma teknis (keharusan menghimpun berita
dengan cepat, keterampilan menulis dan menyunting,dsb.), dan kedua , norma etis
(kewajiban kepada pembaca serta nilai-nilai seperti tanggungjawab, sikap tidak memihak,
sikap peduli, sikap adil, objektif dan lain-lain yang semuanya harus tercermin dalam
produk penulisannya).
Profesionalisme dalam pemberitaan tersebut meliputi:
1. Menyebut nama dan identitas
Profesionalisasi dalam pemberitaan ditunjukan dengan kaidah-kaidah atau adab-adab
yang harus diikuti wartawan dalam pemberitaan mereka di bidang hukum.
2. Menyebut nama dan kejahatan susiala
Tentang pemberitaan dalam kejahatan susila atau kejahatan seks pun, wartawan harus
tetap dalam sikap profesionalnya. Sikap professional ini tercermin dalam tindakan
wartawan dalam memberitakan peristiwa tersebut yang tetap harus mengacu pada
Kode Etik Jurnalistik.
Wartawan mempunyai alasan yang kuat duntuk menyembunyikan nama-nama wanita
yang menjadi korban perkosaan atau anak-anak yang dianiaya secara seksual.
Tujuannya untuk melindungi korban dari pencemaran namanya atau tercoreng aib.
Tetapi, dalam hal larangan menyebutkan nama dan identitas pelaku kejahatan yang
masih di bawah umur, dasarnya semata-mata pertimbangan kemanusiaan ,
berdasarkan nasib serta hari esok korban beserta keluarganya.
17 | P a g e
2. Sudut berita yang menyesatkan
Perlindungan terhadap hak pribadi untuk mendapatkan informasi yang benar juga
harus diperhatikan dalam upaya wartawan mencari sudut atau angle berita-yaitu
focus yang akan dijadikan tema berita. Setiap berita harus memiliki angle agar
menarik perhatian pembaca, seperti halnya foto berita harus mimiliki eye catching
yang kuat, yaitu menarik mata pembaca untuk melihatnya. Upaya menemukan
angle ini tidak mudah. Pencarian seringkali tidak membuahkan hasil. Misalnya
peertandingan sepakbola, peristiwa kebakaran, dan pertemuan-pertemuan selalu
mengikuti pola-pola yang sudah tetap. Meskipun peristiwa-peristiwa demikian itu
sering menawarkan angle-angle yang perlu mendapat perhatian wartawan, tetapi
pemberitaan tentang peristiwa-peristiwa tersebut kedengarannya tidak beda
dengan berita-berita yang pernah ditulis.
Tidak jarang dalam siituasi ini wartawan terseret dalam penyimpangan dengan
mengembangkan tema-tema yang menyesatkan.
18 | P a g e
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Banyak orang yang masih belum memahami apa yang menjadi privasi, dan bagian mana
yang bisa dipublikasikan. Apalagi publik figure seringkali dianggap tidak memiliki
privasi. Yang lebih buruknya lagi jika yang tidak memahami privasi adalah jurnalis
sendiri sehingga seering tidak menghargai hak privasi orang dan menimbulkan
problematika dalam media itu sendiri.
Meskipun media berfungsi untuk memberikan informasi kepada khalayak, namun tidak
berarti segalanya bisa di beritakan. Pada makalah ini telah menjelaskan problematika
dalam media seringkali terjadi akibat kesalah pahaman dari pembuat berita.
19 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA
20 | P a g e