Anda di halaman 1dari 30

TUGAS INDIVIDU

Dosen M.K :
M.K : Keperawatan Gerontik

“ ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN CONGESTIVE HEART FAILURE

(CHF) PADA LANSIA DI RSUD PIRU ”

Disusun oleh :

Nama : NARMIN ADNAN


Kelas : A3 Kairatu
Semester : III (Tig

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MALUKU HUSADA


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2019/2020
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN CONGESTIVE HEART FAILURE

(CHF) PADA LANSIA DI RSUD PIRU

1. LAPORAN PENDAHULUAN

A. PENGERTIAN

Definisi Gagal jantung kongesif adalah keadaan dimana jantung tidak mampu lagi
memompakan darah secukupnya dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi badan untuk
keperluan metabolisme jaringan tubuh pada keadaan tertentu, sedangkan tekanan pengisian
ke dalam jantung masih cukup tinggi (hudak & Gallo, 2010).
Gagal jantung kongestif adalah ketidak mampuan jantung untuk memompa darah
dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap oksigen dan
nutrisi (Muttaqin, 2011). Gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung untuk
memompa darah ke seluruh tubuh (Kasron, 2012). Gagal jantung kongestif adalah
kumpulan gejala klinis akibat kelainan struktural ataupun fungsional jantung yang
menyebabkan gangguan kemampuan pengisian ventrikel dan ejeksi darah keseluruh tubuh
(AHA,2012).
Gagal jantung adalah keadaan patofisiologi dimana jantung sebagai pompa tidak
mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan (Wijaya & Yessie, 2013).
Gagal jantung didefinisikan sebagai kondisi dimana jantung tidak lagi dapat memompakan
cukup darah ke jaringan tubuh. Keadaan ini dapat timbul dengan atau tanpa penyakit
jantung. Gangguan fungsi jantung dapat berupa gangguan fungsi diastolik atau sistolik,
gangguan irama jantung, atau ketidaksesuaian preload dan afterload. Keadaan ini dapat 10
menyebabkan kematian pada pasien (Santoso dkk,2007). Gagal jantung adalah suatu
kegagalan jantung dalam memompa darah untuk memenuhi kebutuhan tubuh (Padila, 2012)

B. ETIOLOGI

Penyebab gagal jatung menurut Kasron (2012) dikelompokkan sebagai berikut:

1. Kelainan otot jantung Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot
jantung, menyebabkan menurunya konraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari
penyebab kelainan fungsi otot jantung mencakup aterosklerosis koroner, hipertensi
arterial dan penyakit otot degeneratif atau inflamasi.
2. Aterosklerosis koroner Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya
aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan
asam laktat). Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului
terjadinya gagal jantung.
3. Hipertensi sistemik atau pulmonal (peningkatan afterload) Meningkatkan beban
kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung.
4. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif berhubungan dengan gagal
jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan
kontraktilitas menurun.
5. Penyakit jantung lain, gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung
yang sebenarnya tidak secara langsung mempengaruhi jantung. 11 Mekanisme yang
biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah melalui jantung,
ketidakmampuan jantung mengisi darah. Penigkatan mendadak after load akibat
hipertensi maligna dapat menyebabkan gagal jantung meskipun tidak disertai
hipertrofi miokardial.
6. Faktor sistemik Meningkatnya laju metabolisme (misal: demam), hipoksia dan
anemia memerlukan peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen
sistemik. Asidosis respiratorik atau metabolik dan abnormalitas elektronik dapat
menurunkan kontraktilitas jantung.

C. KLASIFIKASI
1. Gagal jantung akut-kronik
a. Gagal jantung akut terjadinya secara tiba-tiba, ditandai dengan penurunan
kardiac output dan tidak adekuatnya perfusi jaringan. Ini dapat mengakibatkan
edema paru dan kolaps pembuluh darah.
b. Gagal jantung kronik terjadi secara perlahan ditandai dengan penyakit jantung
iskemik, penyakit paru kronis. Gagal jantung kronik terjadi retensi air dan
sodium pada ventrikel sehingga menyebabkan hipervolemia, akibatnya
ventrikel dilatasi dan hipertrofi.

2. Gagal jantung kanan-kiri

a. Gagal jantung kiri terjadi karena ventrikel gagal untuk memompa darah secara
adekuat sehingga menyebabkan kongesti pulmonal, hipertensi dan kelainan pada
katub aorta/mitral 12.
b. Gagal jantung kanan disebabkan peningkatan tekanan pulmo akibat gagal jantung
kiri yang berlangsung cukup lama sehingga cairan yang terbendung akan
berakumulasi secara sistemik di kaki, asites, hepatomegali, efusi pleura.

3. Gagal jantung sistolik-diastolik

a. Sistolik karena penurunan kontraktilitas ventrikel kiri sehingga ventrikel kiri tidak
mampu memompa darah akibat kardiak output menurun dan ventrikel hipertrofi.
b. Diastolik karena katidakmampuan ventrikel dalam pengisian darah akibat stroke
volume cardiac output turun. (Kasron, 2012) Menurut Wijaya & Yessie (2013),
klasifikasi Congestif Heart Failure (CHF) terbagi menjadi empat kelainan
fungsional :
1) Timbul sesak pada aktifitas fisik berat
2) Timbul sesak pada aktifitas fisik sedang
3) Timbul sesak pada aktifitas fisik ringan
4) Timbul sesak pada aktifitas fisik sangat ringan / istirahat
D. MANIFESTASI KLINIS

Menurut Nurarif & Kusuma (2015), klasifikasi gagal jantung menurut letaknya
yaitu :

1. Gagal jantung kiri Kongestif paru menonjol pada gagal ventrikel kirikarena vetrikel
kiri tidak mampu memompa darah yang datang dari paru, sehingga 13 peningkatan
tekanan dalam sirkulasi paru menyebabkan cairan terdorong ke jaringan paru.
Manifestasi klinis yang terjadi pada gagal jantung kiri yaitu :
a. Dispnea
b. Batuk
c. Mudah lelah
d. Insomnia
e. Kegelisahan dan kecemasan

2. Gagal jantung kanan Kongestif jaringan perifer dan viscelar menonjol, karena sisi
kanan jantung tidak mampu mengosongkan volume darah dengan adekuat sehingga
tidak dapat mengakomondasikan semua darah yang secara normal kembali dari
sirkulasi vena. Manifestasi klinis yang terjadi yaitu :

a. Edema ekstremitas bawah


b. Distensi vena leher dan escites
c. Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat
pembesaran vena di hepar.
d. Anorexia dan mual
e. Kelemahan
E. PATOFISIOLOGI

Kekuatan jantung untuk merespon sters tidak mencukupi dalam memenuhi


kebutuhan metabolisme tubuh. Jantung akan gagal melakukan tugasnya sebagai organ
pemompa, sehingga terjadi yang namanya gagal 14 jantung. Pada tingkat awal disfungsi
komponen pompa dapat mengakibatkan kegagalan jika cadangan jantung normal
mengalami payah dan kegagalan respon fisiologis tertentu pada penurunan curah jantung.
Semua respon ini menunjukkan upaya tubuh untuk mempertahankan perfusi organ vital
normal. Sebagai respon terhadap gagal jantung ada tiga mekanisme respon primer yaitu
meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis, meningkatnya beban awal akibat aktifitas
neurohormon, dan hipertrofi ventrikel. Ketiga respon ini mencerminkan usaha untuk
mempertahankan curah jantung.
Mekanisme-mekanisme ini mungkin memadai untuk mempertahankan curah
jantung pada tingkat normal atau hampir normal pada gagal jantung dini pada keadaan
normal (Ardiansyah, 2012). Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan
kontraktilitas jantung yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari curah jantung
normal. Bila curah jantung berkurang, sistem saraf simpatis akan mempercepat frekuensi
jantung untuk mempertahankan curah jantung. Bila mekanisme ini gagal, maka volume
sekuncup yang harus menyesuaikan.
Volume sekuncup adalah jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi, yang
dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu perload (jumlah darah yang mengisi jantung),
kontraktilitas (perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada tingkat sel yang
berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar kalsium), dan afterload
(besarnya tekanan ventrikel yang harus dihasilkan untuk memompa darah melawan 15
perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh tekanan arteriol).
Apabila salah satu komponen itu terganggu maka curah jantung akan menurun.
Kelainan fungsi otot jantung disebabkan karena aterosklerosis koroner, hipertensi arterial
dan penyakit otot degeneratif atau inflamasi. Aterosklerosis koroner mengakibatkan
disfungsi miokardium karena terganggu alirannya darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia
dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat).
Infark miokardium biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Hipertensi
sistemik atau pulmonal (peningkatan afterload) meningkatkan beban kerja jantung pada
gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung. Efek tersebut (hipertrofi miokard)
dapat dianggap sebagai mekanisme kompensasi karena akan meningkatkan kontraktilitas
jantung. Tetapi untuk alasan tidak jelas, hipertrofi otot jantung tadi tidak dapat berfungsi
secara normal, dan akhirnya akan terjadi gagal jantung.
Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif berhubungan dengan gagal
jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan
kontraktilitas menurun. Ventrikel kanan dan kiri dapat mengalami kegagalan secara
terpisah. Gagal ventrikel kiri paling sering mendahului gagal jantung ventrikel kanan.
Gagal ventrikel kiri murni sinonim dengan edema paru akut. Karena curah ventrikel
brpasangan atau sinkron, maka kegagalan salah satu ventrikel dapat mengakibatkan
penurunan perfusi jaringan (Oktavianus & Febriana, 2014).

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Menurut Adiansyah (2012) pemeriksaan penunjang ada tiga yaitu:


1. Ekokardiografi Pemeiksaan ini dapat digunakan untuk memperkirakan ukuran dan
fungsi ventrikel kiri. Dimensi ventrikel kiri pada akhir diastolik dan sistolik dapat
direkam dengan ekokardiografi.
2. Rontgen Dada Foto sinar X-dada posterior-anterior dapat menunjukkan adanya
hipertensi vena, edema paru, atau kardiomegali. Bukti pertama adanya peningkatan
tekanan vena paru adalah diversi aliran darah ke daerah atas dan adanya
peningkatan ukuran pembuluh darah.
3. Elektrokardiografi Pada pemeriksaan EKG
untuk pasien gagal jantung dapat ditemukan kelainan EKG seperti berikut :
a. Left bundle brnch block atau kelainan ST/T yang menunjukkan disfungsi
fentrikel kiri kronis.
b. Jika pemeriksaan gelombang Q menunjukkan infark sebelum dan kelainan pada
segmen ST, maka ini merupakan indikasi penyakit jantung iskemik.
c. Hipertrofi ventrikel kiri dan gelombang T terbalik menunjukkan stenosis dan
penyakit jantung hipertensi.
d. Aritmia: deviasi aksis ke kanan, right bundle branch block, dan hipertrofi
ventrikel kanan menunjukkan adanya disfungsi ventrikel kanan.
Menurut Padila (2012) pemeriksaan penunjang ada tiga :
1) Thorax mengungkapkan adanya pembesaran jantung, oedematau efusi
pleura yang menegaskan diagnosa gagal jantung kongestif.
2) EKG dapat mengungkapkan adanya takikardi, hipertrofi bilik jantung
dan iskemia (jika disebabkan AMI), ekokardiogram foto.
3) Pemeriksaan lab meliputi : elektrolit serum yang mengungkapkan kadar
natrium yang rendah sehingga hasil hemodelusi darah dari adanya
kelebihan retensi air, K, Na, Ureum, Gula darah,CKMB, Trombolitik.
G. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan gagal jantung menurut Oktavianus & Febriana (2014) dibagi
menjadi dua penatalaksanaan farmakologi dan non farmakologi :
1. Medis Terapi Farmakologi :
a. Glikosida jantung Digitalis, meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung dan
memperlambat frekuensi jantung. Efek yang dihasilakan: peningkatan curah
jantung, penurunan tekanan vena dan volume darah, peningkatan diuresis, dan
mengurangi edema.
b. Terapi diuretik Diberikan untuk memacu sekresi natrium dan air melalui ginjal
penggunaan harus hati-hati karena efek samping hiponatremia dan hipokalemia.
c. Terapi vasodilator Obat-obatan fasoaktif digunakan untuk mengurangi
impadansi tekanan terhadap penyembuhan darah oleh ventrikel. Obat ini
memperbaiki pengosongan ventrikel dan peningkatan kapasitas vena sehingga
tekanan pengisian ventrkel kiri dapat diturunkan.
2. Keperawatan Terapi Nonfarmakologis:
a. Diet rendah garam.
b. Pembatasan natrium untuk mencegah, mengontrol, atau menghilangkan edema.
c. Membatasi cairan.
d. Mengurangi beban jantung dan menghindari kelebihan volume cairan dalam
tubuh.
e. Mengurangi berat badan.
f. Menghindari alcohol.
g. Manajemen stres Respon psikologi dapat mempengaruhi peningkatan kerja
jantung.
h. Mengurangi aktifitas fisik Kelebihan aktifitas fisik mengakibatkan peningkatan
kerja jantung sehingga perlu dibatasi.

Penatalaksanaan berdasarkan kelasNew York Heart Association (NYHA) menurut


kasron (2012), adalah sebagai berikut :

a. Kelas I : Non farmakologi, meliputi diit rendah garam, batasi cairan,


menurunkan berat badan, menghindari alkohol dan rokok, aktifitas fisik
manajemen stres.
b. Kelas II dan III : Terapi pengobatan, meliputi : diuretik, vasodilator, ace
inhibitor, digitalis, dopamineroik, oksigen. c. Kelas IV : Kombinasi diuretik,
digitalis, ACE inhibitor, seumur hidup.
H. KOMPLIKASI

1. Shock Kadiogenik
Shock kardiogenik ditandai dengan adanya gangguan fungsi ventrikel kiri.
Dampaknya adalah terjadi gangguan berat pada perfusi jaringan dengan
penghantaran oksigen ke jaringan. Gejala ini merupakan gejala yang khas terjadi
pada kasus shock kardiogenik yang disebabkan oleh infark miokardium akut.
Gangguan ini disebabkan oleh hilangnya 40% atau lebih jaringan otot pada
ventrikel kiri dan nekrosis vokal di seluruh ventrikel, karena ketidak seimbangan
antara kebutuhan dan persediaan oksigen miokardium.
2. Edema paru-paru
Edema paru terjadi dengan cara yang sama seperti edema yang muncul di
bagian tubuh mana saja, termasuk faktor apa pun yang menyebabkan cairan
intersitial paru-paru meningkat dari batas negatif menjadi batas positif. (Ardiansyah,
2012) Menurut Kasron (2012) komplikasi dari gagal jantung yaitu :
1) Syok Kardiogenik.
2) Edema Paru Akut.
3) Efusi dan Tamponade.
4) Toksisitas Digitalis.

2.ASUHAN KEPERAWATAN

a. ) Pengkajian menurut Padila (2012


1. Pengkajian
Aktivitas dan istirahat, sirkulasi, eliminasi, nutrisi, hygine perseorangan,
neuro sensori, kenyamanan, respirasi, interaksi sosial, pengetahuan.
2. Keluhan utama
Keluhan yang paling sering menjadi alasan pasien untuk meminta pertolongan
pada tenaga kesehatan adalah:
a. Dispnea
Keluhan dispnea atau sesak nafas merupakan manifestasi kongesti
pulmonalis sekunder akibat kegagalan ventrikel kiri dalam melakukan
kontraktilitas, sehingga akan mengurangi curah jantung (cardiac output atau
banyak darah yang dikeluarkan ventrikel kiri ke dalam aorta setisp menit)
b. Kelemahan Fisik
Manifestasi utama dari penurunan curah jantung adalah kelemahan
dan kelelahan dalam melakukan aktivitas.
c. Edema sistemik Tekanan arteri paru dapat maningkat sebagai respon
terhadap peningkatan kronis terhadap tekanan vena paru.
3. Riwayat penyakit sekarang
Pengkajian yang mendukung keluhan utama dilakukan dengan memberikan
serangkaian pertanyaan tentang kronologis keluhan utama.
Pengkajian yang didapat dengan adanya gejalagejala kongesti vascular
pulmonal, yakni muncul dispnea (yang ditandai oleh pernapasan cepat, dangkal,
dan sensasi sulit dalam mendapatkan udara yang cukup menekan pasien), tanyakan
apakah gejala-gejala itu mengganggu aktifitas penderita. Tanyakan juga jika
sekiranya muncul keluan-keluhan lain, seperti insomnia, gelisah, atau kelemahan
yang disebabkan oleh dyspnea.

4. Riwayat penyakit dahulu


Untuk mengetahui riwayat penyakit dahulu, tanyakan apakah
sebelumnya pasien pernah menderita nyeri dada khas infark miokardium,
hipertensi, DM, atau hiperlipidemia. Tanyakan juga mengeni obat-obatan apa
yang biasa diminum oleh pasien pada masa lalu, yang mungkin masih relevan.
Catat jika ada efek samping yang terjadi di masa lalu. Selain itu, tanyakan pula
sekiranya ada alergi terhadap suatu jenis obat dan tanyakan reaksi alergi apa
yang mungkin timbul.
5. Riwayat keluarga
Perawat menanyakan tentang penyakit yang pernah dialami oleh keluarga.
Bila ada anggota keluarga yang meninggal, maka penyebab kematian juga perlu
ditanyakan. Peyakit jantung iskemik pada orang tua yang timbul pada usia
muda merupakan faktor resiko utama untuk penyakit jantung iskemik bagi
keturunanya.
6. Psikososial
Kegelisahan dan kecemasan terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan,
stres akibat kesakitan bernapas, dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi
dengan baik. Penurunan lebih lanjut dari curah jantung dapat disertai insomnia
atau kebingungan.

b. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan umum terhadap pasien gagal jantung, biasanya pasien
memiliki kesadaran yang baik (composmentis). Namun, kesadaran ini akan
berubah seiring dengan tingkat gangguan yang melibatkan perfusi sistem saraf
pusat (Ardiansyah, 2012).
1. B1 (Breathing)
Pengkajian yang di dapatkan dengan adanya tanda kongsti vaskuler pulmonal
adalah dispnea, ortopnea, batuk, dan edema pulmonal akut.
2. B2 (Blood)
a. Inspeksi
Pemeriksaan adanya parut pasca pembedahan jantung dilakukan untuk
melihata adanya dampak penurunan curah jantung. Tekanan darah saat istirahat
sistolik arterial dewasa normalnya <150 mmHg, diastolik <90 mmHg.
Pengukuran tekanan vena jugularis (JVP) dapat dilakukan untuk mengukur
tekanan atrium kanan secara tidak langsung, normalnya 6-8 mmH2O jika
kurang dari 5 mmH2O dapat berarti hipovolemik sementara dan jika lebih dari
9 mmH2O terdapat gangguan pada pengisian kardiac.
Pengukuran dengan EKG dapat di lihat pada pasien gagal jantung kongestif
pada segmen ST meninggi, gelombang Q menunjukkan infak sebelum dan
kelainan pada segmen ST.
Hipertrofi fentrikel kiri dan gelombang T berbalik menunjukkan stenosis
dan penyakit jantung hipertensi. Aritmia: defiasi aksis kekanan, reigh bundle
branch block dan hipertrofi ventrikel kanan menunjukkan adanya disfungsi
ventrikel kanan.
2. Palpasi
Karena peningkatan frekuensi jantung merupakan respon awal jantung
terhadap stres,irama lain yang berhubungan dengan kegagalan pompa meliputi
kontraksi atrium prematur, takikardi atrium proksimal, dan denyut ventrikel
prematur. Perubahan nadi selama gagal jantung menunjukkan denyut yang
cepat dan lemah.
3. Perkusi
Batas jantung terjadi pergeseran di mana hal ini menandakan adanya
hipertrofi jantung (Cardiomegali).
4. Auskultasi
Tanda fisik yang berkaitan dengan kegagalan ventrikel kiri dapat dikenali
dengan mudah dengan dua cara. Pertama, bunyi jantung ketiga dan keempat
serta bunyi crakles pada paru mengikuti kontraksi atrium dan terdengar paling
baik dengan menggunakan bel stetoskop yang ditempelkan tepat pada apeks
jantung. Kedua, bunyi jantung pertama tidak selalu tanda pasti kegagalan
kongestif, tetapi dapat menurunkan komplain (peningkatan kekakuan) miokard.
c. B3 (Brain)
Kesadaran penderita biasanya agak terganggu apabila terjadi gangguan perfusi
jaringan dalam skala berat. Pengkajian terhadap pasien ditandai dengan wajah
pasien yang terlihat meringis, menangis, atau merintih.
d. B4 (Bladder)
Pengukuran volume keluaran urine berhubungan dengan asupan cairan, karena
itu perawat perlu memantau adanya oliguria sebagai tanda awal dari terjadinya
shock kardiogenik. Adanya edema ekstremitas mendadak terjadi retensi cairan
yang parah.
e. B5 (Bowel)
Pasien biasanya merasakan mual dan muntah, penurunan nafsu makan akibat
pembesaran vena dan stasis vena di dalam rongga abdomen, serta penurunan
berat badan.
f. B6 (Bone) Hal-hal yang biasanya terjadi dan ditemukan pada pengkajian B6
adalah sebagai berikut:

a. Kulit dingin

b. Mudah lelah
c. Perubahan bentuk tulang

3. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinik tentang respon individu,
keluarga, dan masyarakat tentang masalah kesehatan, sebagai dasar seleksi
intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan sesuai dengan
kewenangan perawat (Setiadi, 2012).
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan volume sekuncup.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
alveolar-kapiler.
c. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan nyeri.
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai
oksigen.
e. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kelebihan asupan natrium.
f. Penurunan perfusi jaringan berhubungan dengan menurunnya curah
jantung.
g. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis.
(Ardiansyah,2012)
4. RENCANA KEPERAWATAN
Intervensi keperawatan adalah bagian dari fase pengorganisasian dalam
proses keperawatan sebagai pedoman untuk mengarahkan tindakan keperawatan
dalam usaha membantu, meringankan, memecahkan masalah atau untuk memenuhi
kebutuhan pasien. Perencanaan yang tertulis dengan baik akan memberi petunjuk
dari arti pada asuhan keperawatan, karena perencanaan adalah sumber informasi
bagi semua yang terlibat dalam asuhan keperawatan pasien.
Rencana ini merupakan sarana komunikasi yang utama, dan memelihara
kontinuitas asuhan keperawatan pasien bagi seluruh anggota tim (Setiadi, 2012).
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan volume sekuncup.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pompa jantung
efektif
Kriteria hasil :
a) Tanda vital dalam rentang normal .
b) Dapat mentoleransi aktivitas
c) Tidak ada edema paru
d) Tidak ada penurunan kesadaran

Rencana tindakan :

a) Monitor TD, nadi, suhu, dan RR


b) Evaluasi adanya nyeri dada
c) Monitor balance cairan
d) Monitor toleransi aktivitas pasien
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolar-
kapiler Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan ventilasi
dan oksigenasi pada jaringan adekuat.
Kriteria Hasil :
a) Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat.
b) Bebas dari tanda-tanda distress pernafasan.
c) Mendemonstrasikan batuk efektif.
d) Mampu bernafas dengan mudah.

Rencana tindakan :

a) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi.


b) Lakukan fisioterapi dada.
c) Monitor suara nafas seperti: dengkur.
d) Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan nyeri
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan sesak nafas
berkurang dan tidak ada nyeri
Kriteria Hasil :
a) Mendemonstrasikan batuk efektif.
b) Suara nafas bersih.
c) Menunjukkan jalan nafas yang paten.
d) Tanda-tanda vital dalam rentang normal

Rencana Tindakan :

a) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi.


b) Keluarkan secret dengan batuk atau suction jika perlu .
c) Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan.
d) Monitoring aliran oksigen.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan mampu
berpartisipasi pada aktifitas yang diinginkan dan mampu melakukan perawatan
diri sendiri.
Kriteria Hasil :
a) Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai penigkatan TD, nadi,
dan RR.
b) Mampu melakukan aktifitas sehari-hari.
c) Mampu berpindah dengan atau tanpa bantuan.

Rencana tindakan :

a) Bantu pasien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan.


b) Monitor respon fisik, emosi, sosil, dan spiritual.
c) Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai
6. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kelebihan asupan natrium
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan volume cairan
yang stabil dengan keseimbangan antara masukan dan pengeluaran.
Kriteria hasil :
a) Terbebas dari edema.
b) Bunyi nafas bersih, tidak ada dyspnue/ortopnue.
c) Terbebas dari kelelahan atau kelemahan
Rencana tindakan :
a) Pertahankan catatan intake dan output yang akurat.
b) Pasang urin kateter jika diperlukan.
c) Monitor indikasi retensi / kelebihan cairan
7. Resiko penurunan perfusi jaringan berhubungan dengan menurunya curah
jantung.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan status sirkulasi
efektif.
Kriteria hasil :
a) Tekanan systole dan diastole dalam rentang yang diharapkan.
b) JVP dalam batas normal.
c) Tidak ada nyeri dada.
d) Nadi perifer kuat dan simetris

Rencana tindakan :

a) Evaluasi adanya nyeri dada.


b) Monitor status kardiovaskuler.
c) Monitor adanya perubahan tekanan darah.
d) Atur periode latihan dan istirahat untuk menghindari kelelahan.
8. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri berkurang
Kriteria Hasil :
a) Nyeri berkurang dari skala 7 menjadi 4.
b) Melaporkan bahwa nyeri berkurang.
c) Mampu mengenali nyeri (P,Q,R,S,T) d) Ekspresi wajah rileks.
d) Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
Rencana Tindakan :
a) Kaji skala nyeri.
b) Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.
c) Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman
nyeri
d) Kaji kultur yang mempengaruhi nyeri.
e) Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau.
f) Evaluasi keefektifan kontrol nyeri.
g) Kolaborasi dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak
berhasil (Nurarif & Kusuma, 2013)
9. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi merupakan tahap ke empat dari proses keperawatan yang
dimulai setelah perawat menyusun rencana keperawatan (Potter & Perry, 2010).
Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana intervensi 33 untuk
mencapai tujuan yang spesifik, tahap implementasi dimulai setelah rencana
intervensi disusun dan ditunjukkan pada nursing orders untuk membantu pasien
mencapai tujuan yang diharapkan. Tujuan dari implementasi adalah membantu
pasien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan yang mencakup peningkatan
kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan, dan memfasilitasi koping,
selama tahap implementasi perawat terus melakukan pengumpulan data dan
memilih asuhan keperawatan yang paling sesuai dengan kebutuhan pasien
(Nursalam,2008).

10. EVALUASI
Evaluasi merupakan langkah akhir dari proses keperawatan. Evaluasi
adalah kegiatan yang disengaja dan terus menerus dengan melibatkan pasien,
perawat dan anggota tim kesehatan lainnya (Padila, 2012).
Tahap evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan terencana
tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan
cara berkesinambungan dengan melibatkan pasien, keluarga, dan tenaga
kesehatan lainnya. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan pasien
dalam mencapai tujuan yang disesuaikan dengan kriteria hasil pada tahap
perencanaan (Setiadi, 2012).
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN CONGESTIVE HEART FAILURE
(CHF) PADA LANSIA DI RSUD PIRU

1. PENGKAJIAN
1. Identitas Pasien
Nama : Tn.S
Umur : 86 Tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Agama : Islam
BB : 50 kg
No. Rekam Medik : 00334874
Tanggal Pengkajian : 11 juli 2017
Diagnosa Medik : CHF (Congestive Heart Failure)
2. Riwayat penyakit
Keluhan Utama : Klien mengatakan napasnya sesak.
Riwayat penyakit sekarang :
Klien mengeluh sesak napas tanggal 8 juli 2017 masuk ke ICU. Pada tanggal 11
juli 2017 klien masih mengeluh sesak nafas dengan GCS : 15 ( E4 M6 V5 ), RR :
31, TD : 120/60 mmHg, MAP : 80 mmHg, Nadi : 85 x/m Suhu : 36 ºC, klien
terpasang Binasal kanul 4 L/m, dan terpasang Infus RL 20 tpm.
Riwayat penyakit dahulu :
Riwayat saat di IGD: Klien datang ke IGD tanggal 6 juli 2017 Pukul 13:00 WIB,
Klien merupakan klien rujukan dari RSUD Piru dengan keluhan sesak napas,
GCS : 15 ( E4 M6 V5 ), RR : 27 x/menit, TD : 120/60 mmHg, Nadi : 80 x/menit,
Suhu : 36 oC. Klien mengeluh sesak napas kurang dari 1 minggu yang lalu, dan
dirawat 3 hari dengan keluhan prostat.

Riwayat pengobatan: Keluarga klien mengatakan klien tidak memepunyai obat


dan klien jarang berobat .

Riwayat penyakit sebelumnya: Keluarga klien mengatakan klien pernah oprasi


di bagian paha kanan terdapat benjolan ± 3 tahun yang lalu.
Riwayat penyakit keluarga : Keluarga klien mengatakan tidak mempunyai
riwayat peryakit hipertensi tidak mempunyai riwayat peryakit DM, Asma, dan
peryakit menular seperti HIV, TBC, Hepatitis dll.
3. Pengkajian Kritis B6
a. B1 (Breathing)
- RR : 27 x/m
- Binasal kanul 4 L/m
- Pergerakan dada simetris
- Napas spontan.
b. B2 (Blood)
- TD : 120/60 mmHg
- Map : 80 mmHg
- N : 90 x/m
- S: 36 ºC
- akral dingin
- tidak terdapat sianosis.
c. B3 (Brain)
- Kesadaran CM, GCS : 15 ( E4 M6 V5 )
- KU lemah
- Pupil Isokor
- Rangsang cahaya : R : 2(+) L : 2(+)
- Gelisah
d. B4 (Bowel)
- Peristaltik usus 11 x/m
- Abdomen supel
- Mukosa bibir kering
- Tidak ada pembesaran hepar
- Tidak ada nyeri tekan di abdomen
e. B5 (Bladder)
- Warna urin kuning dan masih sedikit
- Terpasang DC dengan produksi urin 50 cc
f. B6 (Bone)
- Kekuatan otot atas 5/5, bawah 5/5 ,
- Terdapat edema pada tungkai kaki kanan.

4. Pola fungsional
1. pola oksigenasi
Sebelum sakit : klien dapat bernafas secara normal tanpa alat bantu pernafasan.
Saat dikaji : klien mengeluh sesak nafas, RR: 27 x/menit, bernapas spontan,
menggunakan binasal kanul 4l/m.

3. Pola nutrisi
Sebelum sakit : keluarga klien mengatakan klien sebelum sakit makan sehari 3x
sehari 900gr dengan nasi dan lauk pauk, serta minum air putih ±8 gelas/hari
2500ml serta minum teh dan kopi.
Saat dikaji : klien hanya menghabiskan ½ porsi makanan RS.
4. Pola kebutuhan istirahat dan tidur
Sebelum sakit : Klien dapat beristirahat dengan nyenyak, tidur ± 5-6 jam
Saat dikaji : Klien gelisah dan hanya bisa tidur 3-4 jam.
5. Pola eliminasi
Sebelum sakit : Keluarga klien mengatakan klien BAK 4-5 x/hari urin berwarna
kuning jernih dan BAB 1 x/hari feses berwarna kuning kecoklatan.
Saat dikaji : Klien sudah BAB 1x terpasang dc UB 4 jam 100cc
6. Pola aktivitas
Sebelum sakit : Klien dapat beraktivitas tanpa bantuan orang lain.
Saat dikaji : Klien beraktivitas di bantu oleh perawat.
7. Pola berpakaian
Sebelum sakit : Klien dapat berpakaian secara mandiri
Saat dikaji : Klien dalam berpakaian dibantu oleh perawat
8. Pola menjaga suhu tubuh
Sebelum sakit : Klien jika merasa dingin menggunakan selimut atau pakaian tebal
serta minum air hangat, jika panas memakai pakaian tipis dan menggunakan kipas
angin Saat dikaji : Klien menggunakan pakaian dari ruang ICU dan menggunakan
selimut.
9. Pola personal hygiene
Sebelum sakit : Klien mandi 2x sehari dan menggosok gigi 2x sehari secara
mandiri Saat dikaji : Klien hanya diseka 2x/hari oleh perawat
10. Pola Aman dan nyaman
Sebelum sakit : Klien merasa aman dan nyaman berada diantara keluarganya dan
mampu mengindari dari bahaya sekitar
Saat dikaji : Klien tampak gelisah
11. Pola komunikasi
Sebelum sakit : Klien mengatakan mampu berkomunikasi dengan baik di
lingkungannya
Saat dikaji : Klien dapat berbicara, tetapi tidak terlalu jelas
12. Pola rekreasi
Sebelum sakit : Keluarga klien mengatakan klien senang berkumpul dengan
keluarganya untuk berekreasi
Saat dikaji : Klien hanya terbaring dan gelisah di tempat tidur.
13. Pola kebutuhan bekerja
Sebelum sakit : Keluarga klien mengatakan hanya bekerja sebagai pedagang
sebelum masuk RS.
Saat dikaji : Klien tidak bisa berkerja karena sakit.
14. Pola kebutuhan belajar
Sebelum sakit : Keluarga klien dan mengatakan belum mengetahui peryakit yang
diderita klien.
Saat dikaji : Keluarga klien dan klien nampak terlihat bingung mengatakan belum
mengetahui peryakit klien dan banyak bertanya.
15. Pola spiritual
Sebelum sakit : Keluarga klien mengatakan klien dapat beribadah sholat 5 waktu
dan membaca Al- Quran
Saat dikaji : Klien hanya terbaring ditempat tidur.

5. Pemeriksaan umum
Keadaan Umum : Lemah
kesadaran : Compos Mentis GCS : 15 ( E4 M6 V5 )
TD : 120/60mmHg
MAP : 80 mmHg
N : 90 x/menit
RR : 27 x/menit
S : 36 ºC
a. Pemeriksaan fisik
1) Kepala : mesoschopal, rambut beruban, tampak sedikit kotor.
2) Leher : tidak terdapat pembesaran kelenjar thyroid.
3) Mata : simetris, konjungtiva ananemis, sclera aniterik.
4) Telinga : simetris, tidak terdapat serumen.
5) Mulut : tidak ada stomatitis, gigi tampak sedikit kotor, gigi tampak mulai
ompong
6) Dada
 Paru-paru Inspeksi : Simetris, tidak ada lesi, terdapat retraksi dinding dada
Palpasi : Focal vremitus tidak teraba, expansi dinding dada simetris Perkusi :
Sonor Auskultasi : Bunyi paru vesikuler.

 Jantung Inspeksi : Ictus cordis normal terlihat Palpasi : Ictus cordis teraba di
interkosta 4-5 Perkusi : Pekak Auskultasi : S1 dan S2 reguler (lup dup)

 Abdomen Inspeksi : Supel, tidak ada lesi dan tidak ada bekas operasi
Auskultasi : Bising usus 11 x/menit palpasi : Tidak ada pembesaran hepar dan
limpha perkusi : Timpani

7 ) Genetalia dan Rektum : Bersih dan tidak tampak kelainan

8 ) Ekstermitas :

Atas : Tidak ada edema.

Bawah : - Tungkai kaki kanan terdapat piting edema, terpasang infuse RL 20


tpm pada kaki kanan

6. Data Penunjang

a. Pemeriksaan Laboratorium

Tanggal Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan

11 Juli 2017 Lekosit 11,53 H 3.8-10.6

Eritrosit 3.96 L 4.4-5.9 juta/L

Hematokrit 39.9 L 40-52

MCV 100.6 H 80-100

Trombosit 48 L 150-440

b. Pemeriksaan Lain-lain Hasil pemeriksaan

- Ro. Thorak : Cardiomegaly


7. Terapi

NO TANGGAL NAMA THERAPY DOSIS


1 Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr
Inj. Ciprofloxacin 2 x 200 mg
Inj. Metilprednisolone 2 x 62.5 mg
Inj. OMZ 2 x 1 ampul
Inj. Kalnex 3 x 500 mg
Curcuma 3x1
Antasida Syr 3 x 2
Lansoprazole 2x1
Concor 1 x 2.5
2 ISDN 2x½
Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr
Inj. Ciprofloxacin 2 x 200 mg
Inj. Metilprednisolone 2 x 62.5 mg
Inj. OMZ 2 x 1 ampul
Inj. Kalnex 3 x 500 mg

2. ANALISA DATA
NO TANGGAL DATA ETIOLOGI MASALAH
1 1/12/2019 DS : Klien mengatakan sesak Perubahan Penurunan curah
nafas Preload jantung
DO :
- KU Lemah
- Pasien tampak susah bernafas
- Terdapat piting oedema pada
tungkai dan sudah sedikit
mengempes - GCS : 15
- TTV : TD : 120/60 mmHg
MAP : 80 mmHg
N : 90 x/menit
RR : 27x/menit
S : 36oC
- Thoraxs : tanggal 07 juli 2017
pulmo masih tampak normal
, cardiomegaly.
2 1/12/2019 DS : Klien mengatakan sesak Dipneu Pola nafas tidak
nafas efektif
DO :
- Pasien tampak susah bernafas,
RR : 27 x/m
- Tampak retraksi dinding dada
- Terpasang binasal kanul 4lpm
3 1/12/2019 DS : Klien mengatakan tidak Kurangnya Defisit
tahu tentang penyakit yang informasi pengetahuan
dideritanya. tentang
DO : penyakitnya
- Klien dan keluarganya tampak
bingung
- Klien dan keluarganya tampak
bertanya-tanya penyakit yang
di derita klien.

3. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan preload
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan dipneu
3. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit

4. INTERVENSI KEPERAWATAN
No Diagnosa Intervensi Tujuan
Keperawatan
1. Penurunan curah Setelah dilakukan tindakan a. Posisikan semi fowler
jantung b.d keperawatan selama 3 x 12 b. Monitor status
Perubahan jam, diharapkan tidak terdapat pernafasan yang
preload penurunan curah jantung pada menandakan gagal jantung
pasien, dengan c. Monitor BC
kriteria hasil : d. Monitor adanya
a. Vital sign batas normal perubahan TD dan berikan
b. Dapat mentoleransi aktifitas, lingkungan yang tenang
tidak kelelahan e. Monitor TTV
c. Tidak ada edema paru f. Monitor adanya dyspnea
perifer dan tidak ada asites g. Instruksikan pasien
d. Tidak ada penurunan untuk istirahat total di
kesadara tempat tidur
h. Atur periode latihan
dan istirahat untuk
menghindari kelelahan
i. Anjurkan untuk
menurunkan stres
j. Berikan terapi oksigen
sesuai indikasi
k. Kolaborasi terapi obat
diuretik dan antibiotic
dengan dokter
2 Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan a. Posisikan pasien semi
pola napas b.d keperawatan selama 3 x 12 fowler untuk
dipneu jam, diharapkan pola nafas memaksimalkan ventilasi
pasien efektif, dengan dan pertahankan posisi
kriteria hasil : pasien b. Identifikasi
a. Menunjukan jalan napas pasien perlunya
yang paten (klien tidak merasa c. Auskultasi suara napas,
tercekik, irama nafas, frekuensi catat adanya suara
pernafasan dalam rentang tambahan
normal, tidak ada suara nafas d. Atur inteke untuk cairan
abnormal) mengoptimalkan
b. Tanda-tanda vital dalam keseimbangan e.Monitor
rentang normal vital sign
(TD,nadi,pernafasa n) f. Monitoring respirasi dan
c. Tidak menggunakan otot 02
bantu pernafasan
3 Defisit Setelah dilakukan tindakan a. Kaji tingkat pemahaman
pengetahuan b.d keperawatan selama 1 x 30 pasien dan keluarga
kurangnya menit, diharapkan defisiensi tentang penyakit
informasi pengetahuan teratasi, b. Beritahu pasien dan
tentang penyakit dengan kriteria hasil : keluarga pasien tentang
a. Pasien dan keluarganya informasi penyakit :
mengerti akan penyakitnya pengertian, penyebab,
b. Pasien dan keluarganya proses penyakit, tanda dan
menyatakan pemahaman gejala dan pengobatan
mengenai kondisi/proses c. Beri kan wa ktu kepada
penyakit dan pengobatan pasien untu k mengaju kan
pertanyaan
d. Tekankan pentingnya
terapi diuretik dan
antibiotik pada pasien dan
keluarga pasie n

5. IMPLEMENTASI

TANGGAL DX IMPLEMENTASI RESPON TTD


WAKTU
1/12/2019
08 : 00 1,2 - Posisikan semi - Klien kooperatif
09 : 00 1 fowler - TD : 130/85 mmHg
- Monitor TTV MAP : 100 mmHg N : 80
x/m RR : 26 x/m S : 36,3
11 : 00 2 ºC
- Membantu klien - Klien kooperatif dan
12 : 00 1,2 makan dan minum bersedia makan sedikit
- Memantau TTV demi sedikit
- TD : 110/80 mmHg
MAP : 90 mmHg
N : 80 x/m
12 : 30 1 RR : 25 x/m
- Berikan lingkungan S : 36 ºC
yang tenang dan batasi - Keluarga kooperatif
13 : 00 1 Pengunjung
- Memberikan obat
13 : 30 1,2 oral - Curcuma 1 tablet
Antasida syr 2 sendok
- Tingkatkan istirahat
untuk menurunkan
kebutuhan 02 tubuh
1 dan untuk menghindari
kelelahan
15 : 30 3 - Menyeka pasien - Pasien bersedia di Seka

- Memberikan obat - Inj. Kalnex 500 mg


injeksi Inj. Ceftriaxon 1 gr
Inj. Ciprofloxacin 200 mg
3
17 : 00 Inj. Methilprednisolon
1
62,5 mg Inj. Omeprazole 1
- Pasien dan keluarga
- Mengkaji kooperatif dan tampak
17 : 00 pemahaman pasien belum begitu paham
dan keluarga pasien tentang penyakit
tentang penyakit yang
di derita pasien - Pasien dan keluarga
- Melakukan kontrak kooperatif
waktu dengan pasien
dan keluarga untuk
17 : 05 melakukan edukasi
18 : 00 tentang penyakit
Congestive Heart
Vailure (CHF)
- Menghitung BC :
Input
-output = (400+250)-
(50+310) = 700 – 360
= +340 cc/10 jam
2/12/2019
08 : 00 1,2 - Posisikan semi - Klien kooperatif
09 : 00 1,2 fowler - TD :110/75 mmHg
- Monitor TTV MAP : 87 mmHg
N : 75 x/m
RR : 22 x/m
S : 36,5 ºC
11 : 00 2 - Klien kooperatif dan
- Membantu klien bersedia
12 : 00 1,2 makan dan minum makan sedikit demi sedikit
- Memantau TTV - TD :100/80 mmHg
lingkungan MAP : 86 mmHg,
N : 80 x/m
RR : 25 x/m
12 : 30 2 S : 36,3 ºC
- Berikan yang tenang - Keluarga pasien dan
dan batasi pengunjung pasien kooperatif
13 : 00 1
- Memberikan obat - Curcuma 1 tablet
13 : 30 3 oral Antasida syr 2 sendok
- Pasien kooperatif
13 : 35 1 - Melakukan edukasi
terhadap pasien
- Tingkatkan istirahat
untuk menurunkan
kebutuhan 02 tubuh
15 : 30 2 dan untuk menghindari
16 : 30 1 kelelahan - Pasien bersedia di seka
18 : 00 1 - Menyeka pasien - Inj. Kalnex 500 mg
- Memberikan obat
injeksi - Menghitung
BC : Input-output =
(430+280)-(100+310)
= 710 – 410 =
+300cc/10 jam
3/12/2019
08 : 00 1,2 - Posisikan pasien Pasien kooperatif
semi fowler
1 - Pemasangan kanul - Pasien bersedia dan
02 dengan yang baru kooperatif
dan steril - Keluarga pasien dan
3 - Melakukan penkes pasien kooperatif
08 : 30 pada - Keluarga pasien dan
keluarga pasien dan pasien kooperatif dan
3 pasien sedikit paham
- Menanyakan pada
keluarga pasien dan - Keluarga pasien mau
pasien apakah sudah bertanya pada perawat
paham atau belum
3 tentang penyakit
- Memberikan waktu
kepada pasien dan
keluarga pasien untuk
bertanya

6. EVALUASI
Tanggal Dx SOAP TTD
1/12/2019 1 S : Klien mengatakan masih sesak napas
0 : - KU cukup - Kesadaran CM
GCS : 15 E4 V5 M6
- TTV : TD : 120/60 mmHg
MAP : 80 mmHg N : 85 x/menit
RR : 28 x/menit
S : 36,4 ºC
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan Intervensi
- Pantau vital sign
- pantau penurunan kesadaran
1/12/2019 2 S : Klien mengatakan masih sesak napas
0 : TTV :
TD : 120/60 mmHg
MAP : 80 mmHg
N : 85 x/menit
RR : 28 x/menit
S : 36,4 ºC
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan Intervensi
- Pantau vital sign
- Pantau irama dan suara nafas tambahan
12 Juli 2017 1 S : Klien mengatakan masih sesak napas
0 : - KU cukup - Kesadaran CM
GCS : 15 E4 V5 M6
- TTV : TD : 110/80 mmHg
MAP : 90 mmHg
N : 80 x/menit
RR : 25 x/menit
S : 36 ºC
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan Intervensi
- Pantau vital sign
- Pantau toleransi aktifitas dan tingkat
kelelahan klien
2/12/2019 2 S : Klien mengatakan masih sesak napas
0 : TTV : TD : 110/80 mmHg
MAP : 80 mmHg
N : 80 x/menit
RR : 25 x/menit S : 36 ºC
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan Intervensi
- Monitor jalan napas klien (irama nafas,
frekuensi pernafasan, suara nafas tambahan)
- Monitor otot bantu pernapasan
- Monitor selang 02
3/12/2019 1 S : Klien mengatakan sesak napas berkurang
0 : - KU cukup
- Kesadaran CM
GCS : 15 E4 V5 M6
- TTV : TD : 110/80 mmHg
MAP : 90 mmHg
N : 85 x/menit
RR : 23 x/menit
S : 36,1 ºC
A : Masalah teratasi sebagian
P : Pindah ruangan lanjutkan Intervensi
- Pantau vital sign
- Pantau kesadaran
3/12/2019 S : Klien mengatakan sesak napas berkurang
0 : TTV : TD : 110/80 mmHg
MAP : 90 mmHg
N : 85 x/menit
RR : 23 x/menit
S : 36,1 ºC
A : Masalah teratasi sebagian
P : Pindah ruangan lanjutkan Intervensi
- Pantau vital sign
3/12/2019 S : Klien dan keluarga klien mengatakan
sudah tentang penyakit
0:
- Keluarga klien dan klien dapat menjawab
dan menjelaskan pertanyaan yang di ajukan
oleh perawat
- Keluarga klien kooperatif mau bertanya
tentang penyakit yang di derita klien
A : Masalah teratasi
P : Hentikan Intervensi
DAFTAR PUSTAKA

Nursalam (2011). Proses dan Dokumentasi Keperawatan Konsep dan Praktik Edisi 1.
Jakarta : Salemba Medika.

Muttaqin, A. & Sari, K. (2012). Asuhan Keperawatan Gangguan Kardiovaskuler. Jakarta :


Salemba Medika.

Pranoto, A. F. (2015). Asuhan Keperawatan pada Pasien Congestive Heart Failure (CHF)
di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto. Banyumas.

http://digilib.stikeskusumahusada.ac.id/repo/disk1/30/01-gdl-alfiahazka-1482-1-ktichf-_.pdf

https://pdfs.semanticscholar.org/ff78/a56be555a1847f936b1db00664064186fa99.pdf

Anda mungkin juga menyukai