Anda di halaman 1dari 5

Upaya Yang Dilakukan Untuk Mengatasi Masalah Lingkungan Dan Biodiversitas

Banyak tantangan dalam pengelolaan keanekaragaman hayati, seperti mencegah


kehilangan jenis, mencegah kerusakan habitat, menghadapi perubahan iklim, serta
berhadapan dengan tekanan ekonomi. Kondisi tersebut memberi pengaruh yang signifikan
terhadap kualitas sumber daya hayati Indonesia, selain juga memberikan gambaran bahwa
kehilangan keanekaragaman hayati (kehati) yang merupakan aset penting untuk kehidupan
manusia akan berdampak lebih nyata di masa mendatang. (IBSAP, 2020). Sejalan dengan hal
tersebut, upaya pengelolaan kehati berkelanjutan dapat menjadi medium untuk mencapai
target Sustainable Development Goals (SDGs).

Kerusakan lingkungan hayati dengan sadar ataupun tidak sadar harus segera di tindak
lanjuti agar bahaya akibat kerusakan lingkungan yang sedang kita rasakan tidak berlanjut ke
level yang lebih tinggi. Adapun solusi-solusi terhadap permasalahan lingkungan antara lain
berupa:

a. Ikut serta dan aktif dalam perundingan iklim demi masa depan yang lebih baik
Fakta menyebutkan bahwa kerusakan hutan tropis bertanggung jawab atas
meningkatnya emisi gas rumah kaca di bumi. Oleh karena itu, perlu komitmen dari
seluruh warga bumi untuk meminimalisir reduksi emisi dan deforestasi. Meningkatnya
emisi gas rumah kaca di bumi merupakan tanggung jawab yang harus diselesaikan secara
bersama-sama oleh semua negara di dunia. Karena semua hampir semua negara
berkontribusi terhadap meningkatnya emisi gas rumah kaca tersebut (Purbo, 2016).
Komitmen dan kontribusi Indonesia dalam penurunan emisi gas rumah kaca
dilakukan adalah atas dasar sukarela (voluntary), penuh rasa tanggung jawab, dan sesuai
dengan kemampuan masing-masing Negara. Upaya pada level Internasional untuk
mengatasi isu lingkungan global dengan komitmnen dan kerjasama multilateral melalui
beberapa konvensi lingkungan internasional berupa :
1. Komitmen pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) dari setiap negara dan
kontribusinya terhadap aksi perubahan iklim global pada Konferensi para Pihak the
26th UN Climate Change Conference of the Parties (COP26) dan Indonesia disebut
sebagai negara super power di bidang penanggulangan perubahan iklim
2. Konferensi Konferensi para Pihak United Nations Framework Convention on
Climate Change (UNFCCC) ke-21
3. Strategi Dan Rencana Aksi Pengelolaan Keanekaragaman Hayati Indonesia 2020
4. Strategi tersebut disusun dalam bentuk 22 target nasional yang diselaraskan dengan
visi Aichi Target 2050, dan diharapkan dapat tercapai pada tahun 2050.
5. Agenda 2030 untuk Pembangunan Berkelanjutan (Transforming our world: The
2030 Agenda for Sustainable Development) oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa yang
berist 17 tujuan (goals) dan 169 sasaran (targets), dimana kehati mendapat perhatian
serius terutama di tujuan 14 dan 15.
b. Penerapan Ekonomi Hijau dalam Pembangunan di Indonesia
Ekonomi hijau adalah suatu gagasan ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan  dan kesetaraan sosial  masyarakat, sekaligus mengurangi risiko kerusakan
lingkungan secara signifikan. Ekonomi Hijau ini dapat juga diartikan perekonomian yang
rendah atau tidak menghasilkan emisi karbondioksida terhadap  lingkungan , hemat
sumber daya alam dan berkeadilan sosial. (PPSDMAparatur, 2021).
Dalam rangka mewujudkan ekonomi hijau, pemerintah Indonesia telah bekerja
secara progresif dalam perencanaan Inisiatif Pembangunan Rendah Karbon (PRK) sejak
inisiatif tersebut dicetuskan pada UNFCC COP 23. Inisiatif PRK bertujuan untuk secara
eksplisit memasukkan pertimbangan-pertimbangan lingkungan – semisal target
pengurangan gas rumah kaca dan daya dukung- ke dalam kerangka perencanaan
pembangunan.
Fase 1 inisiatif PRK Indonesia telah diadopsi ke dalam Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Saat ini, inisiatif PRK di Indonesia
telah memasuki fase 2, yaitu fase implementasi.
Salah satu penerapan ekonomi hijau yang telah dilakukan di Indonesia adalah dalam
pembangunan Heart of Borneo (HoB). Ekonomi hijau sesuai dengan visi misi HoB yaitu
konservasi dan prinsip pembangunan secara berkelanjutan. implementasi ekonomi hijau
di wilayah HoB diantaranya dapat dikembangkan di sektor hasil 31 hutan kayu dengan
penerapan Prinsip-prinsip Pengelolaan Hutan Lestari (PPHL) dan Sistem Verifikasi
Legalitas Kayu (SVLK), penerapan ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil) untuk
perkebunan kelapa sawit, penerapan pertambangan yang bertanggung jawab,
pemanfaatan keanekaragaman hayati untuk produksi bioprospecting, pengembangan dan
pemanfaatan HHBK (hasil hutan bukan kayu) dan penerapan sistem dan mekanisme
Pembayaran Jasa Lingkungan (PJL) (IBSAP, 2020)

c. Pengkajian secara Cermat terhadap Pendirian Industri di Indonesia


Pemerintah sebagai pembuat kebijakan sudah seharusnya melakukan pengkajian
secara cermat terhadap izin pendirian industri di Indonesia. Kita sudah mengetahui
bahwa pendirian industri tersebut banyak menimbulkan efek negatif terhadap kondisi
atau keadaan lingkungan. Oleh karena itu pemerintah harus benarbenar melakukan
pengkajian terhadap dampak didirikannya industri sebelum memberikan izin pendirian.
d. Pemberdayaan Masyarakat Adat
Perubahan iklim merupakan persoalan yang serius bagi keadaan bumi dan manusia.
Oleh karena itu, saling mendukung dan saling melengkapi dengan masyarakat adat
diperlukan agar harmoni dengan alam tetap terjaga. Salah satu peran masyarakat adat
yang telah tampak di Indonesia adalah peranan masyarakat adat di Jambi, dalam
memberantas pembalakan liar terhadap kayu jenis Borneo di Jambi
e. Menyiapkan Lembaga Otoritas terhadap Keanekaragaman Hayati
LIPI membentuk Sekretariat Kewenangan Ilmiah Keanekaragaman Hayati (SKIKH)
dengan dasar hukum Peraturan LIPI Nomor 26 Tahun 2019 tentang Pelaksanaan
Kewenangan Ilmiah dalam Keanekaragaman Hayati.
f. Menyelamatkan Ekosistem Hutan dan Laut melalui Konservasi
Kerusakan yang sudah dialami oleh hutan dan laut harus segera ditanggulangi agar
tidak semakin parah. Hal yang perlu dilakukan dalam menanggulangi kerusakan hutan
antara lain adalah:
1. Melakukan reboisasi atau penanaman kembali hutan yang gundul
2. Jika ingin menebang kayu, lakukan sistem tebang pilih.
3. Masyarakat, lembaga swadaya, dan pemerintah harus mengawasi dan menjaga hutan
4. Memberikan sanksi berat bagi penebang hutan liar.

Cara menanggulangi kerusakan terumbu karang yaitu:

1. Tidak membuang jangkar pada pesisir pantai secara tidak sengaja akan merusak
terumbu karang yang berada di bawahnya.
2. Tidak melakukan penambangan secara sembarangan
3. Tidak melakukan pembangunan pemukiman di areal sekitar terumbu karang
4. Tidak melakukan reklamasi pantai secara sembarangan
5. Menjaga kondisi perairan agar bebas dari polusi
6. Tidak melakukan penangkapan ikan dengan cara yang salah, seperti pemakaian bom
ikan
g. Kebijakan dan Peraturan Pemerintah
Untuk mewujudkan kelestarian dan pengernbangan nilai manfaat keanekaragaman
hayati secara berkelanjutan, perlu dilakukan pengelolaan dan penyusunan perencanaan
konservasi hayati secara terpadu, menycluruh, efektif dan partisipatif serta melibatkan
seluruh pemangku kepentingan. Hal tersebut mustahil terjadi jika tanpa peran besar oleh
Pemerintah melalui Kebijakan dan Peraturan Pemerintah Pusat maupun Daerah.
Secara nasional, Pemerintah telah menyusun sebuah Rencana Strategis dan Rencana
Aksi yang dikenal dengan Indonesian Biodiversity Strategy and Action Plan (IBSAP
2003–2020), yang kemudian direvisi menjadi IBSAP 2015–2020. Pemerintah telah
mengeluarkan beberapa Peraturan terkait Lingkungan Hidup dan Keanekaragaman
Hayati antara lain:
1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam
Hayati dan Ekosistemnya;
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan United Nations
Convention on Biological Diversity (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa
mengenai Keanekaragaman Hayati);
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup;
4. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2004 tentang Pengesahan Cartagena Protocol On
Biosafety To The Convention On Biological Diversity (Protokol Cartagena tentang
Keamanan Hayati atas Konvensi tentang Keanekaragaman Hayati);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2005 tentang Keamanan Hayati Produk
Rekayasa Genetik;
6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup;
7. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2013 tentang Pengesahan Protokol Nagoya
mengenai Akses Pada Sumber Daya Genetik dan Pembagian Keuntungan yang Adil
dan Seimbang yang Timbul Dari Pemanfaatannya Atas Konvensi Keanekaragaman
Hayati (Nagoya Protocol On Access To Genetic Resources And The Fair And
Equitable Sharing Of Benefits Arising From Their Utilization To The Convention
On Biological Diversity);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2005 tentang Keamanan Hayati Produk
Rekayasa Genetik;
9. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 29 Tahun 2009 tentang
Pedoman Konservasi Keanekaragaman Hayati di Daerah.
Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 4 dan pasal 6 Peraturan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor 29 Tahun 2009 tentang Pedoman Konservasi
Keanekaragaman Hayati di Daerah, Pemerintah Daerah yang dalam hal ini Pemerintah
Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta telah mengeluarkan beberapa Kebijakan dan
Peraturan terkait Pelestarian Lingkungan Hidup dan Keanekaragaman Hayati antara lain:

1. Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 1086 Tahun 2018 tentang Tim
Penyusun Profil Keanekaragaman Hayati;
2. Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 671 Tahun 2019 tentang Tim
Penyusun Rencana Induk Pengelolaan Keanekaragaman Hayati;
3. Seruan Gubernur Nomor 6 Tahun 2013 dan Nomor 1 Tahun 2014 tentang Gerakan
Jakarta Diet Kantong Plastik;
4. Seruan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pengurangan
Penggunaan Kantong Plastik
5. Instruksi Gubernur DKI Jakarta Nomor 66 Tahun 2019 tentang Pengendalian
Kualitas Udara

Anda mungkin juga menyukai