Anda di halaman 1dari 26

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah sejenis virus yang

menyerang atau menginfeksi sel darah putih yang menybebakan turunnya

daya kekebalan tubuh pada manusia. Sedangkan AIDS atau Acquired

Immune Deficiency Syndrome adalah kumpulan gejala penyakit yang

timbul karena turunnya kekebalan tubuh yang disebabkan oleh HIV.

Kasus HIV AIDS merupakan kasus atau masalah kesehatan yang serius,

kasus Tidak hanya di Indonesia namun HIV AIDS sudah lebih dahulu

menjadi problem kesehatan di berbagai Negara, dan sudah

menjadimasalah kesehatan Global, penyebarannya semakin pesat di

dunia dan di berbagai Negara menjadi sebuah permasalahan yang besar.

Melalui Program Millenium Development Goals yang dicetus oleh PBB

(Perserikatan bangsa-bangsa) menjadikan kasus HIV AIDS sebagai fokus

untuk di Tanggulangi dengan Serius. (Komisi Penanggulangan AIDS

Nasional, 2007)

World Health Organization (WHO) merupakan organisasi

kesehatan dunia, WHO sendiri berada di bawah naungan Perserikatan


Bangsa-bangsa (PBB) WHO mewakili kerja sama kesehatan

internasional yang dimulai hampir 150 tahun lalu. Untuk mencapai

derajat kesehatan tertinggi bagi seluruh masyarakat di dunia. WHO yang

merupakan badan khusus perserikatan bangsa-bangsa ini berdiri pada

tanggal 7 april 1948 yang ditandatangani oleh para wakil dari 61negara.

Ini berarti WHO ditetapkan menjadi sebuah organisasi khusus PBB

sesuai dengan yang tercantum dalam pasal 57 dalam piagam Perseikatan

Bangsa-bangsa (PBB). Dengan demikian tanggal 7 April ditetapkan

sebagai hari dibentuknya WHO, yang kemudian dikenal sebagai Hari

Kesehatan Dunia.yang kantor pusatnya berada di Geneva, Switzerland.

(Maulana, 2015).

Pada Mei 1987 WHO mengerluarkan sebuah Program untuk HIV

AIDS. Global Programme On AIDS. Program ini merupakan salah satu

tujuan WHO untuk mencapai derajat tertinggi atas kesehatan dunia,

program ini WHO bekerja sama dengan pemerintah Negara-negara yang

dilanda kasus HIV AIDS. Program ini difokuskan untuk mengatur usaha-

usaha internasional untuk memerangi epidemi serta menciptakan

program kontrol nasional, seperti Pendidikan dan informasi serta

sosialisasi untuk pencegahan dan penanggulangan virus HIV/AIDS.

(www.who.int, 2005)
Sejak munculnya virus HIV/AIDS yang dimana kini telah

menjadi masalah Global. Yang dimana kasus ini semakin meningkat

setiap tahunnya khususnya dalam penelitian ini di Indonesia. Penyebaran

virus HIV AIDS menjadi sorotan dunia yang mengundang banyak

perhatian Internasional dalam upaya untuk menanggulangi wabah

tersebut. Masalah HIV AIDS juga tidak merupakan masalah yang kecil,

dimana berdampak pada sosial ekonomi (Komisi Penanggulangan AIDS

Nasional, 2007)

HIV AIDS, bukan hanya merupakan masalah kesehatan,

tetapi penyebaran kasus ini berimplikasi terhadap Politik, Sosial,

Ekonomi serta agama dan hukum, dampak dari kasus ini pun nyata,

hamper menyentuh semua aspek dalam kehidupan bernegara..

(Komisi Penanggulangan AIDS Nasional, 2007)

HIV menurunnya kekebalan tubuh maka orang tersebut

sangat muda terkena berbagai penyakit infeksi yang sering berakibat

fatal. Pengidap HIV atau ODHA orang dengan HIV AIDS

memerlukan pengobatan dengan Antiretroviral atau biasa disebut

Terapi ARV untuk menurunkan Jumlah virus HIV didalam tubuh

agar tidak masuk ke dalam stadium AIDS, sedangkan pengidap AIDS

memerlukan ARV untuk mencegah terjadinya infeksi Oportunistik

dengan komplikasinya. (ESQ-news, 2009)


Perlunya peran pemerintah dalam menangani kasus

HIV/AIDS, stigma serta diskriminasi terhadap Orang Dengan HIV

AIDS (ODHA) , perlu dihapuskan, stigma dan diskriminasi ini

berbagai bentuknya, baik berupa penolakan terhadap ODHA,

pengasingan oleh masyarakat bahkan keluarga, serta penghindaran

terhadap para ODHA, lingkungan yang kurang kondusif seperti yang

disebutkan sebelumnya dapat menghambat proses penanggulangan

HIV AIDS sendiri. mereka butuh penerimaan serta dukungan.

terutama dari keluarga serta pemerintah dalam hal ini..

Di kehidupan bermasyarakat masih banyak dijumpai Kasus

yang bersifat diskriminatif terhadap ODHA, tidak hanya masyarakat

namun tenaga medis dalam pelayanan kesehatan pun diskriminasi

terhadap ODHA masih kerap dijumpai, tentu hal ini harus ditangani

sebagai masalah-masalah yang dapat menimbulkan menurunnya

kepercayaan diri bagi ODHA.

Sejak pertama kali ditemukannya kasus HIV AIDS di

Indonesia pada tahun 1987 di Bali, telah banyak upaya dari

Pemerintah untuk merumuskan kebijakan-kebijakan untuk

menanggulangi kasus ini dengan pencegahan pengobatan serta

berbagai program lainnya dalam penanggulangan untuk meredam

penyebarannya di Indonesia. Kasus ini tidak hanya menyangkut


masalah Kesehatan tapi juga berimplikasi terhadap Sosial, Ekonomi

yang kita hadapi bersama, saat ini maraknya pergaulan bebas, seks

bebas, lokalisasi, dan Penggunaan napza suntik, LGBT, dll yang

masih banyak rentan terhadap peningkatan dalam penularan HIV

AIDS.

Di Indonesia sendiri dapat kita lihat perkembangan dari

penyebaran HIV AIDS :

Grafik 1. Jumlah kasus HIV di Indonesia 2005 hingga 2017

Jumlah kasus HIV

48,300
41,250 Jumlah kasus HIV
32,711 30,935
29,037
21,591 21,031 21,511

10,362 9,793
7,196
6,048
859

s.d2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
2005

(Komisi Penanggulangan AIDS Nasional, 2007)


Dari tabel di atas, dapat kita ketahui bahwa jumlah kasus HIV di

Indonesia dari tahun 2005 hingga 2017 meningkat cukup pesat, namun dari

data tersebut juga pernah mengalami penurnan yang tidak terlalu signifikan,

khususnya dalam penelitian ini kurun waktu 3 tahun terakhir dari 2015

hingga 2017, jumlah kasus mengalami kenaikan yang cukup signifikan,

Sehingga jika tidak ditangani dengan baik maka akan menjadi masalah yang

besar bagi Indonesia.

Tabel 1. Persentase Infeksi HIV yang Dilaporkan menurut kelompok


Umur
Kelompok Umur (Tahun)

No Tahu -4 5-14 15-19 20-24 25-49 50- jumlah


n keatas
1 2010 390 405 827 3,480 15,648 841 21.591
2 2011 547 242 683 3,113 15,490 956 21.031
3 2012 541 208 697 2,964 15,133 1,968 21,511
4 2013 759 316 1,058 4,493 20,976 1,435 29,037
5 2014 1,030 358 1,101 4,894 23,512 1,816 32,711
6 2015 795 338 1,119 4,871 21,810 2,002 30,935
7 2016 903 406 1,510 7,154 28,602 2,675 41,250
8 2017 901 425 1.729 8.252 33.448 3.545 48.300
(Komisi Penanggulangan AIDS Nasional, 2007)

Untuk membantu menangani masalah HIV/AIDS ini, pemerintah

Indonesia membutuhkan peranan dan bantuan dari pihak-pihak lain, sebagai

masalah yang dihapai hampir setiap negara, HIV AIDS menjadi perhatian

baik dari pihak nasional maupun internasional, sebagai agen khusus

kesehatan dunia World Health Organization yang mempunyai tujuan

mencapai derajat kesehatan semua orang di dunia,dimana kesehatan bukan


hanya dimiliki golongan tertentu saja, namun untuk seluruh lapisan

masyarakat di dunia.

Organisasi yang didirikan pada tahun 1948 ini memiliki program

khusus HIV AIDS, Global Programme On AIDS yang dikeluarkan pada Mei

1987, untuk membantu negara-negara dalam mengatasi HIV AIDS, WHO

menekankan perlunya kerja sama internasional dalam menanggulangi HIV

AIDS di suatu negara, dengan adanya suatu sistem yang dapat mencakup

seluruh rakyat di suatu negara, maka perlu diciptakan sebuah Healthy

Delivery System (sistem penyampaian kesehatan) dengan misi membantu

pemerintah negara untuk memberikan pelayanan kesehatan yang memadai,

yang dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang penulis paparkan diatas, maka rumusan

masalah yang bisa diambil adalah :

“Apakah faktor-faktor kegagalan penanggulangan HIV/AIDS oleh

Pemerintah Indonesia dan WHO??”


C. Tujuan Riset

Dalam penulisan tesis ini, tujuan yang ingin diperoleh atau

dicapai oleh penulis sebagaiberikut:

1. Untuk mengetahui apa saja peranan WHO dalam mengatasi

masalah HIV AIDS di Indonesia

2. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang menjadi kendala

dalam kerja sama WHO dalam menanggulangi HIV/AIDS di

Indonesia.

D. Kontribusi Riset

Setelah diuraikanya latar belakang dan tujuan dalam

penulisan ini, Harapan dari penulis semoga tesis ini dapat

berkontribusi sebagai berikut :

1. Secara Akademis

Penulis berharap hasil dari Penelitianini dapat berguna,

baik menjadi untuk rujukan ataupun bahan akademis untuk para

mahasiswa Hubungan Internasional yang fokus pada kajian

Politik Dalam dan Luar Negri, Khususnya dalam kasus HIV

AIDS atau permasalahan Global lainnya.


2. Secara Praktis

Penulis berharap hasildari penelitian ini dapat untuk

dijadikan rujukan serta masukan bagi Pemerintah Indonesia

dalam melaksanakan kebijakan dalam negeri terutama dalam

bidang kesehatan, terkhusus dalam menanggulangi kasus

serius seperti virus HIV AIDS, Demi Kepentingan Nasional

dan kesejahteraan masyarakat agar tidak menjadi bencana

dikemudian hari jika tidak ditanggulangi dengan baik.

E. Tinjauan Pustaka

Dalam penelitian Rianti Sucianti yang berjudul “Community

Based Organizations’ Constraints in HIV/AIDS Prevention Program: Case

Study on Two NGOs Cares Aids in Jakarta” dalam penelitian ini dimana

HIV/AIDS dinilai bukan lagi sebagai masalah kesehatan semata, tetapi

mempunyai implikasi politik, sosial dan agama, cepat atau lambat

menyentuh hampir semua aspek kehidupan manusia. Kendala yang

dialami oleh organisasi berbasis komunitas atau LSM Peduli HIV/AIDS

antara lain alur rujukan berdasarkan domisili pada sistem jaminan

kesehatan BPJS, koordinasi dan kerja sama dengan fasilitas layanan

kesehatan primer yaitu puskesmas yang kurang optimal, kualitas dan

kapasitas SDM anggota LSM yang belum merata, persoalan-persoalan


administratif organisasi, sumber dana yang tidak selalu kontinu,

kebijakan darurat narkotika yang dicetuskan oleh pemerintah pusat

dengan kepolisian yang berujung pada perbedaan kepentingan antar

pihak-pihak berkepentingan, serta masih tingginya stigma masyarakat

tentang penderita HIV/AIDS. (Sucianti, 2018)

Dalam penelitian Tri Rini Puji Lestari dengan judul “Kebijakan

Pengendalian HIV/AIDS di Denpasar” dimana kebijakan

penanggulangan HIV AIDS sangat ditentukan oleh cara pandang

pemerintah terhadap penyakit HIV AIDS, saat ini di Indonesia kebijakan

lebih terfokus pada penanganan kasus, dimana upaya penanggulangan

HIV AIDS di Indonesia harus memperhatikan nilai agama, budaya,

norma kemasyarakatan, menghormati harkat dan martabat manusia, serta

keadilan dan kesetaraan gender. Dengan meninggkatkan perilaku hidup

sehat, pencegahan penyakit dengan memberikan informasi dan edukasi

tentang bahaya nya HIV, perawatan dan dukungan pengobatan, serta

dukungan kepada ODHA dan mereka yang terdampak HIV AIDS

bertujuan untuk memberdayakan dan mempertahankan kehidupan social

ekonomi yang layak dan produktif. (Lestari, 2013)

Dalam penelitian jurnal dari Sushil Koirala yang diterbitkan US

National Library of Medicine National Institutes of Health dengan judul

“Facilitators and barriers for retention in HIV care between testing and
treatmen in Asia- A study in Bangladesh, Indonesia,Lao,Nepal,

Pakistan” Dalam penelitian ini, dimana untuk melihat faktor-faktor yang

mempengaruhi partisipasi dalam rangkaian perawatan baik dalam

mendeteksi penyakit dan proses penyembuhan bagi ODHA, hasil dari

penelitian ini memperliatkan bahwa proporsi ODHA yang tinggi 40-51

% terlambat untuk melakukan perawatan dan pengobatan HIV, hambatan

baik karna Usia Muda yang enggan melakukan tes, pekerja seks, tempat

tinggal di pedesaan, kurangnya asuransi kesehatan. (Koirala, 2017)

Penelitian selanjutnya dari Eka Sari Ridwan, Muhammad Syafar,

Sudirman Natsir, dalam jurnal kesehatan masyarakat, Universitas

Hasanudin yang berjudul “Hambatan terhadap perilaku pencegahan

HIV dan AIDS pada pasangan ODHA serodiskordan di kota Makasar”

Permasalahan penting HIV dan AIDS adalah adanya pasangan ODHA

serodiskorda (jalinan hubungan dengan status salah satu pasangan

terinfeksi HIV dan pasangan lainnya tidak) yang berimplikasi pada

peningkatan kasus infeksi baru. hal-hal ini menunjukkan dapat

menghambat perilaku pencegahan HIV dan AIDS dan upaya yang

dilakukan untuk mengatasi hambatan pada pasangan ODHA

serodiskordan, Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pasangan

serodiskordan negatif pada dasarnya sudah menyadari risiko tertular HIV

akan tetapi mereka telah siap dengan konsekuensi yang akan


diterimanya. Beberapa informan mengungkapkan bahwa alasan memilih

pasangan hidup dengan ODHA karena mereka menganggap itu sudah

takdir Tuhan dan karena perasaan cinta kepada pasangannya. Penelitian

ini juga menunjukkan bahwa hambatan perilaku pencegahan HIV dan

AIDS pada pasangan ODHA serodiskordan juga meliputi hambatan

kultural, stigma sosial dan ancaman penularan sehingga perlu adanya

intervensi pendampingan informasi pada pasangan negatif ODHA

melalui konseling berpasangan. Rekomendasi penggunaan profilaksis

sebagai upaya pencegahan HIV pada pasangan negatif ODHA agar dapat

lebih diperhatikan dan menjadi rekomendasi nasional dengan melihat

kasus serodiskordan yang semakin banyak. (Eka Sari Ridwan, 2013).

Dari kajian literatur di atas, dapat dilihat berbagai macam

permasalahan yang terjadi dalam proses penanggulangan HIV AIDS di

Indonesia, namun dalam kajian literatur di atas masih berfokus pada

hambatan dari sosial budaya dalam penanggulangan, penulis melakukan

penelitian lanjutan, apakah ada hambatan-hambatan yang lain dalam

penanggulangan sehingga angka HIVAIDS di Indonesia masih terus

mengalami peningkatan.
F. Kerangka Teori

Konsep peranan dan Organisasi Internasional

Dalam perkembangan dari bentuk pola kerja sama dalam

Hubungan Internasonal, dimana menciptakan banyak penemuan baru,

diantaranya peran dari Organisasi Internasional terlihat semakin

menonjol, menurut Rudy T.May “Organisasi Internasional

merupakan pola kerja sama yang melintasi batas negara, dengan

struktur organisasi yang jelas serta diharapkan untuk dapat

melaksanakan fungsinya secara berkesinambungan dan melembaga

guna mengusahakan tercapainya tujuan-tujuan yang diperlukan serta

disepakati bersama” (Rudy T, p. 47)

Organisasi internasional Terdirr dari NGO (Nongovernmental

organization) dan IGO (Intergovernmental organization), yang

merupakan Organisasi Pemerintah dan Non Pemerintah, dapat

diklasifikasikan atas empat kategori :

1. Organisasi yang keanggotaan dan tujuannya bersifat umum, ruang

lingkupnya global dan melakukan berbagai fungsi, seperti

keamanan, kerjasama social-ekonomi, perlindungan hak-hakazazi

manusia dan pembangunan serta pertukaran kebudayaan.


2. Organisasi yang keanggotaannya umum dan tujuannya terbatas,

organisasi ini dikenal sebagai organisasi fungsional yang spesifik.

Seperti ILO (International Labour Organization),WHO (World

Health Organization),UNESCO (United Nations Educational,

Scientific and Cultural Organization)

3. Organisasi yang keanggotaannya terbatas dan tujuannya umum,

organisasi ini merupakan organisasi regional yang fungsi dan

tanggung jawab keamanan, politik, social dan ekonomi berskala

luas.

4. Organisasi yang keanggotaan dan tujuannya juga terbatas,

organisasi ini terbagi atas organisasi social. (Couloumbis, 1999)

Organisasi Internasional merupakan suatu istilah yang

menunjukkan tentang adanya sebuah kerja sama pada beberapa

negara yang dibentuk melalui suatu gerakan yang mana tujuannya

pun ada yang bersifat umum dan ada pula yang bersifat khusus.

Definisi lainnya menurut para ahli dari Cheever dan Haviland :

“Any cooperative arrangement instituted among state, usually by

a basic agreement, to perform some mutually advantageous functions

implemented trough periodic meetings and staff activities” yang

artinya dimana organisasi Internasional itu digambarkan sebuah

pengaturan dalam bentuk kerja sama internasional yang melembaga


antara negara-negara, berdasarkan sebuah persetuuan dasar yang

umum, dan disepakati untuk melaksanakan fungsi-fungsi yang saling

menguntungkan melalui sebuah pertemuan-pertemuan serta kegiatan-

kegiatan staff yang dilakukan secara berkala.

Menurut jenisnya organisasi Internasional itu terbagi dua,

yang pertama IGO atau Intergivernment Organizations dan yang

kedua NGO atau Non Government Organizations, dari pembagian

jenisnya, WHO atau World Health Organizations termasuk

organisasi antar pemerintah dimana anggota nya adalah negara-

negara yang tergabung dalam WHO. Dalam Organisasi ini dimana

sebagai lembaga yang nantinya akan berperan dalam masalah

kesehatan-kesehatan di dunia.

Menurut W.W Biddle dan L.J Biddle bahwa peran suatu lembaga itu ada

tiga, sebagai berikut :

a) Sebagai motivator: dimana memberikan dorongan kepada masyarakat

Internasional untuk berbuatu sesuatu untuk mendapat atau mencapai

tujuan,.

b) Sebagai komunikator: dimana menyampaikan suatu Informasi yang

benar dan dapat dipertanggung jawabkan. Organisasi Internasional

dapat membuat keputusan-keputusan sendiri tanpa dipengaruhi oleh

kekuasaan atau paksaan dari luar Organisasi.


c) Sebagai mediator: dimana menjembatani kedua belah pihak dalam

membangun hubungan yang baik. Organisasi Internasional dimana

menjadi tempat bertemu bagi anggota untuk membicarakan dan

membahas masalah dalam negeri lain dengan tujuan untuk mencapat

perhatian internasonal.

(Biddle, 1965).

Dalam peran WHO sebagai Organisasi Internasional, dimana dari

penjelasan diatas dapat kita simpulkan, bahwa WHO berperan sebagai

motivator dan komunikator, dimana sebagai lembaga Internasional yang

berkerja sama dengan pemerintah, WHO memberikan dorongan kepada

masyarakat dunia dan terkhususnya dalam penelitian ini Indonesia agar lebih

peduli, dan melindungi generasi bangsa selanjutnya dari perkembangan virus

HIV AIDS, untuk lebih peduli dan melakukan pencegahan serta bagi yang

sudah terkena virus tersebut untuk segera melakukan perawatan dan

pengobatan untuk meredam penyebaran yang lebih lanjut.

Dalam peran WHO sebagai komunikator dimana lemabaga

Internasional dengan pengumpulan data yang akurat di lapangan untuk

dilaporkan ke forum guna membuka mata dunia akan bahaya yang

mengancam pada setiap-setiap negara terkhususnya dalam penelitian ini

Indonesia. Ada keadaan yang mendesak untuk di atasi, tentunya WHO dalam
hal ini melakukan penelitian dan evaluasi bekerja sama dnegan pemerintah

dan lembaga-lemabag masyarkat lainnya dan mengupayakan komunikasi

dengan masyarakat dalam memberikan dukungan terhadap ODHA (orang

dengan HIV AIDS), bahwa kita harus membuka mata dan hati bahwa

mereka sedang membutuhkan dukungan kita dalam proses masa

penyembuhan yang berat bagi mereka demi menciptakan hak asasi manusia,

karena mereka sama seperti manusia lainnya.

Peranan WHO dalam melakukan penanggulangan HIV AIDS di

Indonesia dengan melaksanakan Programme On AIDS dimana kegiatan-

kegiatan dari program tersebut dengan melakukan :

a) Pencegahan

b) Perawatan dan Pengobatan

c) Dukungan terhadap ODHA dan hak asasi manusia

d) Penelitian dan evaluasi

Konsep Implementasi kebijakan

Konsep Implementasi kebijakan Van meter dan Van horn dalam buku the

Policy Implementation Process : A conceptual framework menjelaskan

bahwa :

“ Implementasi adalah tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh

individu-individu atau pejabat-pejabat atau kelompok pemerintah maupun


swasta yang di arahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah

digariskan dalam keputusan kebijakan “ (Horn, 1975).

Dari pengertian d iatas, dapat kita mengerti bahwa implementasi

merupakan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pemerintah untuk

mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam suatu keputusan kebijakan.

Pemerintah dalam membuat kebijakan juga harus mengkaji terlebih dahulu

apakah kebijakan tersebut dapat memberikan dampak yang buruk atau

tidak bagi masyarakat. Hal tersebut bertujuan agar suatu kebijakan tidak

bertentangan dengan masyarakat apalagi sampai merugikan masyarakat.

Menurut Van Meter dan Van Horn mengemukakan beberapa hal

yang dapat mempengaruhi keberhasilan dari suatu implementasi kebijakan:

1) Ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan kebijakan

Dalam Implementasi kebijakan dapat diukur tingkat

keberhasilannya jika-ukuran dan tujuan dari kebijakan memang realistis

dengan sosio kultur yang mengada di level pelaksana kebijakan. Ketika

ukuran kebijakan atau tujuan kebijakan terlalu ideal (bahkan terlalu

utopis) untuk dilaksanakan di level warga, maka agak sulit memang

merealisasikan kebijakan publik hingga titik yang dapat dikatakan

berhasil.

2) Sumber Daya
Keberhasilan proses implementasi kebijakan sangat tergantung

dari kemampuan memanfaatkan sumberdaya yang tersedia. Manusia

merupakan sumber daya yang terpenting dalam menentukan suatu

keberhasilan proses implementasi. Tahap-tahap tertentu dari keseluruhan

proses implementasi menuntut adanya sumber daya manusia yang

berkualitas sesuai dengan pekerjaan yang diisyaratkan oleh kebijakan

yang telah ditetapkan secara politik. Tetapi ketika kompetensi dan

kapabilitas dari sumber-sumber daya itu nihil, maka kinerja kebijakan

publik sangat sulit untuk diharapkan. Tetapi diluar sumber daya manusia,

sumber daya lain yang perlu diperhitungkan juga ialah sumber daya

finansial dan sumber daya waktu. Karena itu sumber daya yang diminta

dan dimaksud oleh Van Metter dan Van Horn adalah ketiga bentuk

sumber daya tersebut.

3) Karakteristik badan-badan pelaksana

Pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi formal dan

organisasi informal yang akan terlibat pengimplementasian kebijakan

publik. Hal ini sangat penting karena kinerja implementasi kebijakan

(publik) akan sangat banyak dipengaruhi oleh ciri-ciri yang tepat serta

cocok dengan para agen pelaksananya. Selain itu, cakupan atau luas

wilayah implementasi kebijakan perlu juga diperhitungkan manakala


hendak menentukan agen pelaksana. Semakin luas cakupan implementasi

kebijakan, maka seharusnya semakin besar pula agen yang dilibatkan.

4) Kondisi-kondisi ekonomi, social dan politik

Lingkungan sosial, ekonomi, dan politik yang tidak kondusif

dapat menjadi biang keladi dari kegagalan kinerja implementasi

kebijakan. Karena itu, upaya untuk mengimplementasikan kebijakan

harus pula memperhatikan kekondusifan kondisi lingkungan eksternal.

5) Sikap para pelaksana

Sikap penerimaan atau penolakan dari (agen) pelaksana akan

sangat banyak mempengaruhi keberhasilan atau tidaknya kinerja

implementasi kebijakan publik. Hal ini sangat mungkin terjadi oleh

karena kebijakan yang dilaksanakan bukanlah hasil formulasi warga

setempat yang mengenal betul persoalan dan permasalahan yang mereka

rasakan. Tetapi kebijakan yang akan implementor laksanakan adalah

kebijakan dari atas (top down) yang sangat mungkin para pengambil

keputusannya tidak pernah mengetahui (bahkan tidak mampu

menyentuh) kebutuhan, keinginan, atau permasalahan yang warga ingin

selesaikan.

6) Komunikasi antar organisasi terkait dengan kegiatan-kegiatan

pelaksanaan.
Koordinasi merupakan mekanisme yang ampuh dalam

implementasi kebijakan publik. Semakin baik koordinasi komunikasi

diantara pihak-pihak yang terlibat dalam suatu proses implementasi,

maka asumsinya kesalahan-kesalahan akan sangat kecil untuk terjadi dan

begitu pula sebaliknya. (Horn, 1975)

Grafik 1. Model Implementasi Kebijakan Van Meter dan Van Horn

D
M

Sumber : (Nugroho, 2006)

Dalam Mengimplementasikan Kebijakan kerjasama dengan

WHO, Indonesia masih belum mencapai hasil yang signifikan dalam

menanggulangi HIV AIDS di Indonesia, dimana lingkungan social,

ekonomi dan politik mempengaruhi karakteristik badan pelaksana

dan sikap pelaksana dan tentu akan mempengaruhi dari kinerja


kebijakan itu sendiri, di Indonesia Lingkungan sosial yang masih

berpegang teguh dengan adat istiadat serta budaya Indonesia yang

dimana baik dalam program pencegahan, perawatan serta dukungan

terhadap ODHA masih mengalami banyak hambatan.

G. Hipotesa

Berdasarkan kerangka teoritis di atas maka jawaban sementara

penelitian ini adalah bahwa kegagalan menanggulangi HIV/AIDS di

Indonesia karena :

1. Faktor sosial kultural yang belum mendukung

diterapkannya beberapa program dari WHO di Indonesia

karena kurang sesuainya program-program tersebut

dengan kondisi lingkungan sosial serta budaya di

Indonesia.

2. Faktor ekonomi dimana dana yang dialokasikan untuk

penanggulangan HIV/AIDS dari pemerintah sendiri belum

memadai.

3. Faktor politik, dimana masih kurangnya kerja sama

pemerintah pusat dan daerah serta stakeholder dalam

menangani kasus ini.


H. Metode Penelitian

Penelitian kualitatif adalah peneilitan yang bermaksud untuk

memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek

penelitian, misalnya perilaku, presepsi, motivasi, tindakan dll

(Moleong, 2005)

1. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode deskriptif,

yang bertujuan untuk menggambarkan faktor-faktor apa yang

menyababkan kerjasama antara pemerintah Indonesia dengan

WHO dalam menanggulangi kasus HIV AIDS di Indonesia

mengalami kegagalan.

2. Sumber Data

Sumber data yang digunakan oleh peneliti ada dua yakni data

primer adalah data yang diperoleh dengan melakukan

penelitian langsung terhadap objek penelitian melalui hasil

wawancara dari informan serta hasil observasi. dan data

sekunder melalui media seperti jurnal ilmiah dll yang

berkaitan dengan penelitian.

3. Teknik Pengumpulan Data

Dalam teknik pengumpulan data. metode yang

digunakan penulis yaitu wawancara langsung dan melakukan


telaah pustaka atau Library Reseach, mengumpulkan data-

data dari Literatur yang dimana berhubungan dengan

penelitian yang dibahas, bisa berupa Buku-buku, Jurnal serta

dokumen. adapun Laporan-laporan wawancara langsung dari

penulis.

Penulis juga akan melakukan wawancara dalam

mendapatkan informarsi dengan :

1. World Health Organization via telpon dengan Tini bagian

Informasi dari Unit HIV

2. LSM Kanti Sehati Jambi, pengurus : Rudy, Habibi, Fitri,

3. ODHA Orang Dengan HIV AIDS : Juga merupakan

Pengurus serta snggota LSM Kanti Sehati.


I. Sistematika Penulisan

BAB 1 : Pendahuluan, Bab ini berisi Latar belakang

masalah, rumusan masalah, tujuan riset,

kontribusi riset, tinjauan pustaka, kerangka

teori, hipotesis, metode penelitian dan

sistematika penulisan

BAB II : Gambaran umum tentang WHO, Peran dan

kerja sama WHO dengan pemerintah Indonesia

dalan penanganan HIV AIDS serta

kegagalannya

BAB III : Berisi gambaran umum tentang HIV AIDS,

problematika HIV AIDS di Indonesia, Angka

ODHA di Indonesia serta masalah-masalah

yang masih tetap ada.

BAB IV : Bab ini membahas hasil penelitian dan

pembahasan, Tentang Faktor-faktor apa yang

menyebabkan kegagalan kerjasama antara

WHO dan pemerintah Indonesia dalam

penanganan HIV AIDS di Indonesia.


BAB V : Bab terakhir ini berisi kesimpulan dan

penutup dari hasil pembahasan pada Bab-bab

sebelumnya.

Anda mungkin juga menyukai