“RUANG AKHLAK”
Disusun Oleh
Kelompok 4 :
FAKULTAS TARBIYAH
2022
BAB I
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
• Bagaimana membentuk akhlak mulia?
• Apa ibrah yang dapat diambil?
C. Tujuan
• Mengetahui peran penting pembentukan akhlak khususnya di kalangan
mahasiswa PAI IAID
• Mengambil keteladanan sebagai pelajaran bagi kehidupan
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam Mu'jam al-Wasith disebutkan min ghairi hajah ila fikr wa ru’yah (tanpa
membutuhkan pemikiran dan pertimbangan). Sifat spontanitas dari akhlak tersebut
ada dalam contoh bila seseorang menyumbang jumlah besar pembangunan mesjid,
setelah mendapat dorongan dari seorang da'i maka orang tadi belum bisa dikatakan
mempunyai sifat pemurah karena kepemurahannya itu lahir setelah mendapat
dorongan dari luar dan belum tentu muncul lagi pada kesempatan yang lain. Contoh
lain yaitu dalam menerima tamu, bila seseorang membeda-bedakan tamu yang satu
dengan yang lain maka belum bisa dikatakan mempunyai sifat memuliakan tamu.
"Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka..." (QS. At Taubah 9: 103)
1
Berasal dari disertasi Doktor Draz di Sorbonne University Paris tentang Sistematika Pembahasan
Akhlaq, lihat cetakan 1974 hal 687-771.
"(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi. Barangsiapa yang
menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats
(mengeluarkan perkataan yang menimbulkan birahi yang tidak senonoh atau
bersetubuh), berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan
haji..." (QS. Al-Baqarah 2: 197).
"Bukanlah puasa itu hanya menahan makan dan minum saja, tapi puasa itu
menahan diri dari perkataan kotor dan keji. Jika seseorang mencaci atau menjahilimu
maka katakanlah: Sesungguhnya aku sedang berpuasa." (HR. Ibnu Khuzaimah)
Dari beberapa contoh di atas dapat dilihat adanya kaitan antara shalat, puasa, zakat
dan haji dengan akhlak. Seseorang yang mendirikan shalat tentu tidak akan
mengerjakan segala perbuatan yang tergolong keji dan mungkar, sebab apalah arti
shalatnya kalau dia tetap mengerjakan kekejian dan kemungkaran. Seseorang yang
benar-benar berpuasa demi mencari ridha Allah SWT tentu juga akan menahan
dirinya dari kata kotor dan perbuatan yang tercela, sebab tanpa meninggalkan
perbuatan yang tercela itu dia tidak akan mendapatkan apapun dari puasanya kecuali
rasa lapar dan haus. Begitu juga dengan ibadah zakat dan haji yang dikaitkan oleh
Allah SWT hikmahnya dengan aspek akhlak. Akhlak yang baik adalah buah dari
ibadah yang baik, atau ibadah yang baik dan diterima oleh Allah SWT tentu akan
melahirkan akhlak yang baik dan terpuji.
Kerinduan hati manusia kepada kebaikan akan terpenuhi dengan mengikuti ajaran
akhlak dalam Islam, sebagai contoh Al-Qur’an menyebutkan macam keburukan yang
wajib dijauhi oleh setiap orang yaitu menyekutukan Allah, durhaka kepada kedua
orangtua, membunuh anak karena takut miskin, makan harta anak yatim, mengurangi
takaran dan timbangan, persaksian tidak adil, dan mengkhianati janji dengan Allah.
Meskipun manusia telah dinyatakan sebagai makhluk yang memiliki kelebihan
dibanding makhluk-makhluk yang lain, tetapi manusia mempunyai kelemahan yang
sangat mungkin melakukan kesalahan, oleh sebab itu Islam memberikan kesempatan
untuk memperbaiki diri dengan bertaubat.
Nabi Muhammad SAW telah berjuang membawa umat manusia keluar dari
kegelapan menuju cahaya. Beliaulah yang berjasa besar membebaskan umat manusia
dari belenggu kemusyrikan, kekufuran, dan kebodohan. Sebagai seorang mukmin
sudah seharusnya mencintai beliau melebihi cinta kepada siapapun selain Allah SWT.
Contohnya berdagang termasuk perwujudan dari cinta kepada harta benda, tapi bila
seseorang tidak lagi mempedulikan halal dan haram, maka cinta terhadap harta benda
itu telah mengalahkan cintanya kepada Allah dan Rasul-Nya. Karena cinta umatnya
kepada Rasulullah SAW maka dengan sendirinya akan ikut merasa terhina apabila
ada yang menghina Rasulullah SAW. Diantara bentuk penghormatan dan pemuliaan
terhadap beliau adalah tidak boleh mendahului beliau dalam mengambil keputusan
atau menjawab pertanyaan. Di zaman sekarang karena Rasulullah SAW sudah wafat
maka tidak mendahului beliau itu diwujudkan dengan tidak menetapkan suatu perkara
sebelum membahas dan menelitinya terlebih dahulu dalam Al-Qur’an dan Sunnah.
Saat Rasulullah mengutus para utusan untuk mengajarkan prinsip Islam yaitu
mengutus Khalid bin Walid ke Najran, mengirim Ali radiyallahu ‘anhu ke Yaman,
mengirim Abu Musa al-Asy’ari dan Mu’adz bin Jabal ke Yaman, maka hal terpenting
yang dipahami muslim dari pengiriman para utusan ini ialah bahwa tanggung jawab
2
Shirah Nabawiyah Karya Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri hal. 37-39
penyebaran dan perjuangan Islam merupakan tanggung jawab seluruh kaum muslimin
di setiap zaman karena tanggung jawab merupakan bagian dari akhlak yang harus
dimiliki kaum muslimin, wasiat yang disampaikan Rasulullah SAW kepada Mu’adz
dan Abu Musa al-Asy’ari menunjukkan sebagian adab (kode etik) yang harus dimiliki
seperti aspek taisir (memudahkan) dari tasydid (mempersulit) dan tadiq
(mempersempit). Lebih banyak memberikan tabsyir (kabar gembira) daripada tahdid
(ancaman) yang diistilahkan oleh Rasulullah SAW dengan tanfir (membuat orang lari
dari Islam). 3
Transformasi pendidikan karakter dari zaman dulu hingga zaman sekarang sudah
terlihat perbedaannya dari mulai teknologi yang sudah canggih, ide dan konsepnya,
namun perkembangannya tidak terlepas dari peran Nabi Muhammad SAW. Dalam
pandangan ajaran Islam, pendidikan karakter (akhlak) menjadi visi utama risalah
kenabian Rasulullah SAW yaitu membangun peradaban dengan akhlak yang mulia.
Menurut Musfiroh, karakter mengacu pada serangkaian sikap, perilaku, motivasi, dan
keterampilan.4 Pendidikan karakter adalah suatu pembentukan nilai yang baik kepada
warga sekolah/kampus yang meliputi pengetahuan, kesadaran, dan tindakan untuk
melaksanakan nilai tersebut. Nilai-nilainya bisa berupa religiusitas, kejujuran,
toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, dan cinta damai. 5
3
Buku Shirah Nabawiyah Karya Dr. Muhammad Sa’id Ramadhan Al-Buthy, Bagian VI: Fathu Makkah
Periode Baru dalam Dakwah, hal. 482-483.
4
Musfiroh, Memilih, Menyusun dan Menyajikan Cerita untuk Anak Usia Dini, hal. 15.
5
Jurnal Pembentukan Karakter Mahasiswa dalam Sistem Pendididkan Tinggi Islam, hal. 27-28.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Akhlak sangat penting untuk kehidupan setiap orang baik secara pribadi
maupun masyarakat, karena dengan akhlak seseorang dapat menyempurnakan
kepribadiannya (karakternya). Maka dari itu, setiap aspek ajaran agama
berorientasi pada pembinaan dan pembentukan akhlak yang mulia. Khususnya
Mahasiswa PAI IAID harus mempunyai karakter yang terbentuk oleh akhlak yang
baik, karena manusia tanpa karakter yang ingin menjadi apapun akan menjadi sia-
sia bila tidak dilandasi dengan akhlak yang baik. Akhlak itu akar. Semakin tinggi
pendidikan seseorang harus disertai dengan akhlak yang baik, jika ilmunya
banyak tetapi akhlaknya sedikit maka akan dipandang hina, tetapi ilmu yang
sedikit dengan akhlak yang tinggi akan tetap dipandang mulia. Seperti kata
Ahmad Syauqi “umat itu berdiri teguh dengan akhlak, jika lenyap akhlak
lenyaplah umat itu”.
DAFTAR PUSTAKA