Etimologi
Sekte ini menyebut dirinya al-Da'wa al-Jadīda, dari bahasa Arab yang artinya panggilan
baru, kebalikan dari slogan kelompok Fatimiyahpanggilan lama. Nama Hasyasyin oleh beberapa
orang diartikan sebagai pengikut Hassan (pemimpin kelompok persia ini yang bernama Hassan-i
Sabah). Istilah Hasysyin secara luas juga dianggap berasal dari kata bahasa arab Hasysyasy yang
artinya pemakai candu(hashish), meskipun ini masih diperdebatkan. Variasi terkini tentang teori ini,
dijelaskan oleh Edward Burman, bahwa julukan tersebut diberikan oleh para pengkritik
kelompok Nizariyang mencurigai kelompok rahasia ini, serta pelaksanaan konsep filosofi dan teologi
mereka yang heterodoks.
Penggunaan zat-zat psikoaktif (terutama Cannabis) oleh para cendekiawan saat ini
dianggap sebagai mitos, tetapi harus diingat bahwa mitos tersebut sangat populer pada zaman itu.
Julukan itu bisa juga berasal dari kata "mereka yang menghasilkan hashish", meski etimologi ini
juga diperdebatkan. Kata hashish (kemungkinan berasal dari bahasa Persia) merujuk pada getah
yang berasal dari bunga kanabis. Panadangan umum ini bisa jadi memengaruhi pendapat para
pelaku perang salib, dan tentunya juga kisah perjalanan Marco Polo ke benteng Alamut pada tahun
1273 juga menyebutkan tentang hal ini. Karena salah satu atau kedua sumbar inilah kata 'assasin'
yang telah artinya telah terdistorsi masuk ke dalam kosakata bahasa Barat.
Meskipun demikian, etimologi yang paling diterima mengenai kata assasin adalah dari
kata Hassan (Hassan-i Sabbah) dan pengikutnya, dan begitu adanya selama berabad-abad.
Keriuhan di sekitar versi Hasish dimulai oleh seorang orientalis bangsa Prancis, Silvestre De Sacy,
yang pada tanggal 7 juli 1809 mengadakan kuliah di Institute of France, dia mengutip kembali
kisah Marco Polo tentang narkotika & sekte ini, serta menghubungkannya dengan kata ini.
Herannya teori ini mendapatkan kesuksesan yang sangat besar, dan masih digunakan hingga saat
ini.[2]
Banyak cendekiawan berargumen, dan dengan sangat meyakinkan, bahwa julukan
'pemakan hashish' atau 'pengambil hashish' diberikan oleh lawan dari kelompok Ismaili dan tidak
pernah digunakan dalam kisah-kisah atau sumber-sumber muslim. Karenanya istilah ini diartikan
secara negatif sebagai 'musuh' atau 'orang-orang yang tidak terhormat'. Pengertian istilah ini berlaku
hingga zaman modern sebagaimana kata Hasyashin di Mesir pada tahun 1930-an yang berarti
'berisik atau rusuh'. Sangatlah tak mungkin Hassan-i Sabbah yang taat terlibat dalam pengambilan
narkotik, tidak disebutkan adanya narkotik hashish terkait para pembunuh Persia ini, khususnya di
perpustakaan Alamut (the secret archives),[3] dan menyebut mereka hash-ishiyun, "penyedot
hashish". Beberapa orientalis mengira ini adalah asal dari kata assassin, yang dalam banyak
bahasa Eropa artinya lebih mengerikan, tetapi kenyataannya berbeda. Menurut teks yang kami
dapat dari Alamut, Hassan-i Sabbah biasa menyebut pengikutnya Asasiyun, yang berarti orang-
orang yang taat pada asas, artinya 'dasar' dari keyakinan. Inilah kata, yang disalah artikan oleh para
pengelana asing, yang kelihatannya mirip dengan kata "Hashish". [4]
Sejarah
Meskipun menjadi minoritas di dalam minoritas, sekte Ismailiyah, di bawah pimpinan para
imamnya, telah berhasil membangun gerakan rahasia bawah tanah yang berkelanjutan terhadap
kekhalifahan Abbasiyah. Mereka bermaksud merealisasikan gagasan-gagasan revolusioner mereka
dengan cara membangun negara Shiah pertama, kerajaan Fatimiah, di
sepanjang Mediterania dan Levant, dengan ibukotanya Kairo. Kerajaan ini bertujuan untuk
melakukan terobosan ilmiah dan sosial terhadap masyarakatnya, termasuk kebebasan beragama,
dan memang, kelompok Fatimiah berjasa dalam beberapa kemajuan besar pada masa kejayaan
Islam.
Pada tahun 1904, ketika Khalifah Fatimiah VIII dan imam kelompok Ismailiyah Maad al-
Mustansir Billah sakit di Kairo, Wazirnya yang berpengaruh, Al-Afdal, mengambil alih kekuasaan
negara dan menunjuk anak bungsu khalifah, Al- Musta'i (ipar sang wazir) sebagai khalifah, dalam
sebuah kudeta di istana. Nizar, sang pewaris kekuasaan yang sebenarnya, pergi ke Alexandria, di
saat dia mendapat dukungan kuat dan lalu memimpin perlawanan,tetapi kemudian dikalahkan dan
dibunuh atas perintah saudaranya. Hal ini menyebabkan perpecahan di kalangan Ismailiyah, dan
para pendukung Nizar, yang dijuluki kaum Nizaris, pindah ke timur dan melanjutkan perjuangan
mereka di bawah pimpinan mereka si penyeru dari Persia yang kharismatik, Hassan-i Sabbah.
Hassan-i Sabbah sebelumnya dikenal sebagai sebagai penyeru utama, Da'i, di mesin
propanganda rahasia kalangan Fatimiah di dalam kekhalihafan Abbasiyah. Dia lalu memimpin
kelompok perlawanan Nizari, dan berhasil mendapatkan dukungan dari mayoritas shiah Fatimiah di
Levant, Persia, Iraq, sekelompok pengikut bawah tanah di jantung kekhalifahan Fatimiah, di Mesir,
dan di Afrika Utara lainnya. Meski demikian, dengan memisahkan diri dari kekhalifakan Fatimiah,
para pengikut Hassan-i Sabbah menjadi terkucil dan kalah kekuatan di wilayah musuh.
Tidak puas hanya bertahan, sebaliknya teguh untuk membangun suatu negara impian yang
baru, Kaum Nizariyya merancang suatu strategi untuk mengendalikan benteng-benteng yang secara
strategis penting dengan diam-diam mengislamkan para penduduk di dalam wilayah dan di sekitar
benteng-benteng strategis Ismailiyah. Mereka membangun suatu bentuk baru 'negara di dalam
negara' yang mencakup beberapa 'pulau' pemukiman yang dikelilingi tembok di wilayah, sekarang
ini, Iran, Irak, Syria dan Libanon. Awal yang resmi dari Federation of the Assasins adalah tahun
1090 ketika Hassan-i Sabbah mendirikan basis pertamanya di Daylam, di dalam benteng Alamut
(sangkar elang dalam bahasa Persia) di selatan laut Kaspia. Alamut tetap menjadi ibukota dari
'Federasi kaum Assassin', dan tempat bermukim para pemimpinnya, disebut penguasa Alamut,
hingga keruntuhannya.