Penulis:
Shinta Marcelyna (19711091)
Fairuz Maulidya (19711140)
P (Populasi) Diabetes Mellitus Tipe 2 (DM2) yang berumur parubaya dan lansia
E (exposure) Training
O (Outcome) Olahraga yang aman untuk pasien DM2 & peningkatan aktivitas aerobik
Pertanyaann klinis Apakah HIIT& MICT aman untuk pasien DM2? Apakah HIIT lebih
baik daripada MICT dalam meningkatkan aktivitas aerobik ?
3. Pencarian Literatur
Judul :
Effect of All-Extremity High-Intensity Interval Training vs. Moderate-Intensity Continuous
Training on Aerobic Fitness in Middle-Aged and Older Adults with Type 2 Diabetes: A
Randomized Controlled Trial
Penulis :
Chueh-Lung Hwang, PhDa, Jisok Lim, MSca, Jeung-Ki Yoo, PhDa, Han-Kyul Kim, PhDa,
Moon-Hyon Hwang, PhDa,b, Eileen M. Handberg, PhDc, John W. Petersen, MDc, Brady J.
Holmer, BSa, Julio A. Leey Casella, MDd, Kenneth Cusi, MDd, and Demetra D. Christou,
PhDa
5. Telaah Kritis
Citation:
SAMPLE CALCULATIONS
±1. 96
√( ¿ ofControlPts
+)(
CER×(1−CER ) EER×(1−EER )
¿ ofExperPts )
=±1. 96
730 √( +
711 )(
0 . 96×0 . 904 0. 028×0 . 972
=±2 . 4 %)
* 95% confidence interval (CI) on an NNT = 1/(limits on the CI of its ARR) =
CER
95% CI
Can you apply this valid, important evidence about therapy in caring for your patient?
Are our patient’s values and preferences satisfied by the regimen and its
consequences?
Do we and our patient have a clear Kesimpulannya, High-Intensity Interval
assessment of their values and Training and Moderate-Intensity Continous
preferences? Training layak dilakukan, dapat ditoleransi
dan aman untuk usia menengah sampai tua.
Berdasarkan penelitian juga menyatakan
pasien yang tidak mampu melakukan High
Intensity Interval Training dapat
melakukan MICT karena memiliki manfaat
serupa.
Are they met by this regimen and its
consequences?
Additional notes:
ABSTRAK
Penuaan dan diabetes berkaitan dengan penurunan kebugaran aerobik yang menjadi
prediktor independen dari kematian. Latihan aerobik diresepkan untuk meningkatkan kebugaran
aerobik namun pada pasien diabetes usia setengah baya/lebih tua sering menderita keterbatasan
mobilitas. Tujuan dari uji coba terkontrol secara acak ini ada dua: 1) untuk menguji apakah
pelatihan interval intensitas tinggi (HIIT) dan pelatihan berkelanjutan intensitas sedang (MICT),
yang diimplementasikan pada ergometer semua ekstremitas yang tidak menahan beban, layak, dapat
ditoleransi dan aman di paruh baya/orang tua dengan diabetes tipe 2; dan 2) untuk menguji apakah
HIIT semua ekstremitas lebih efektif dalam meningkatkan kebugaran aerobik daripada MICT.
Sebanyak 58 individu dengan diabetes tipe 2 (46 hingga 78 tahun; 63±1) diacak untuk HIIT (n=23),
MICT (n=19) atau kontrol non-olahraga (CONT; n=16 ). HIIT dan MICT semua ekstremitas,
dilakukan 4x/minggu selama 8 minggu di bawah pengawasan, tidak menghasilkan efek samping
yang memerlukan rawat inap atau perawatan medis. Kebugaran aerobik meningkat 10% pada HIIT
dan 8% pada MICT. Toleransi latihan maksimal juga mengalami peningkatan maisng masing 1,8
dan 1,3 menit. Dapat disimpulkan HIIT dan MICT semua ekstremitas layak, dapat ditoleransi, dan
aman pada individu paruh baya/ tua yang mengidap diabetes mellitus tipe 2 untuk peningkatan
kebugaraan aerobik.
Keywords :
All-extremity aerobic exercise; VO2peak; aerobic fitness; aging; diabetes; cardiovascular disease
risk
KASUS
Ny M dngan usia 45 tahun menderita diabetes mellitus tipe 2 sejak 15 tahun yang
lalu.Datang ke rumah sakit mengeluhkan sulit menurunkan berat badan. Berdasar riwayat
terapi, pada awal pengecekan A1C 8,9% setelah meminum metformin selama 3 bulan turun
menjadi 8,0%. Kemudian diberikan penambahan glipizide 20 mg A1C turun menjadi 7,1%.
Berdasar riwayat keseharian, pasien tidak meminum obat secara teratur dan berenti
mengkonsumsi glipizide karena pasien merasakan efek samping seperti gemetar,
berkeringat, dan berkabut setelah meminumnya. Untuk mengkompensasi gejala gula darah
yang turun, pasien memakan cemilan yang berakibat peningkatan berat badan dan A1C
8,2%. Pasien juga jarang berolahraga.
Hasil pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik, kesadaran compos mentis, berat
badan overweight. Status generalis dalam keadaan normal. Pada pemeriksaan laboratorium
A1C didapatkan gula darah meningkat 8,2%.
TINJAUAN PUSTAKA
Pemeriksaan fisik pada pasien dengan Diabetes Mellitus tipe 2 pada umumnya memiliki
hasil pemeriksaan fisik yang normal kecuali sudah mulai terjadi komplikasi dari penyakitnya.
Pemeriksaan dimulai dari keadaan umum baik dengan kesadaran compos mentis. Pada pemeriksaan
berat badan dan tinggi badan hasil IMT yang didapat kemungkinan mengalami overweight.
Pemeriksaan tanda vital juga dapat dilakukan meliputi tekanan darah, denyut nadi, frekuensi nafas,
dan suhu tubuh. Pada pasien dengan DM tipe 2, tanda vital umumnya dalam batas normal dengan
tekanna darah normal atau terkadang mengalami peningkatan. Pemeriksaan status generalis untuk
melihat apakah ada komplikasi dari penyakit diabetes mellitus tipe 2. Pemeriksaan funduskopi
harus dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya retinopati, kelenjar tiroid ada pembesaran atau
tidak, pemeriksaan denyut dan irama jantung. Penilaian status neurologis dan foot examination,
juga perlu diperiksa untuk melihat ada tidaknya komplikasi gangguan pada saraf perifer. Pada kasus
didapatkan data bahwa pemeriksaan fisik pada pasien secara umum dalam batas normal.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien tersebut adalah pemeriksaan darah
lengkap mulai dari kadar glukosa, kreatinin, nitrogen urea darah, kolesterol total, HDL, LDL, dan
trigliserida. Pada umumnya DM tipe 2 didiagnosis menggunakan glycated hemoglobin (A1C) test
dimana tes ini mengindikasikan rerata level gula darah selama 2 sampai 3 bulan yang lalu. Hasil tes
A1C yang mengindikasikan diabetes lebih dari sama dengan 6,5%. Pemeriksaan lain yang dapat
dilakukan seperti Gula Darah Sewaktu (GDS) jika kadar 200 mg/dL atau lebih tinggi menjadi tanda
dan gejala diabetes ditambah dengan gejala sering buang air kecil dan rasa haus yang ekstrem. Tes
Gula Darah Puasa (GDP) jika kadar 126 mg/dL atau lebih tinggi pada dua tes terpisah menjadi
diagnosis seseorang mengalami diabetes(6).
Pemberian
terapi obat yaitu metformin yang merupakan obat anti hiperglikemik golongan biguanid.
Mekanisme utama metformin dalam mengontrol kadar gula darah adalah dengan cara menghambat
produksi glukosa (glukoneogenesis) di hati. Selain itu glibenclamide dan glipizide yang merupakan
golongan sulfonylurea dapat menurunkan kadar gula darah dengan cara meningkatkan sekresi
insulin oleh sel beta pankreas(7). Pilar tatalaksana DM tipe 2 menyatakan bahwa dasar utama bagi
penderita DM tipe 2 adalah gaya hidup sehat (GHS), namun jika GHS dan monoterapi glukosa
darah belum terkendali maka diberikan kombinasi 2 obat. Terapi kombinasi harus dipilih 2 obat
yang cara kerja berbeda, misalnya glongan sulfonilurea dan metformin. Pengobatan kombinasi
sangat dianjurkan terutama pada pasien DM dengan HbA1c 8-9%(8). Kombinasi obat yang dapat
diberikan yaitu biguanid dan sulfonylurea, metformin dan sulfonylurea, sulfonylurea dan
pioglitazone. Berdasarkan konsesus ADA-EASD terapi DM tipe 2 dibagi menjadi tingkat 1 dan
tingkat 2. Tingkat 1 (terapi utama) yang telah terbukti, paling banyak digunakan, dan cost effective.
Terpai tingkat 1 terdiri dari modifikasi gaya hidup (menurunkan Berat Badan(BB) & olahraga),
metformin, sulfonilurea, dan insulin. Tingkat 2 yaitu terapi yang belum banyak dibuktikan dan yang
termasuk terapi tingkat2 adalah tiazolidindion(pioglitazon) dan glucagon like peptide -1 / GLP-1
agonis (exenatide). Pada pasien DM yang gula darahnya tidak terkontrol bisa dengan kombinasi
modifikasi gaya hidup dan metformin. Obat tersebut dapat terdiri dari 2 golongan yaitu terapi
tingkat 1 serta terapi tingkat 2. Pemberian insulin pada pasien DM tidak terkontrol dan apabila
dengan modifikasi gaya hidup (diet dan olahraga) tidak mengalami perbaikan maka sangat
dianjurkan, dosis yang bisa diberikan adalah 01-0,2 unit/kg/hari tiap 12 jam. Dosis metformin yang
dapat diberikan dengan dosis awal 500 mg 2 kali sehari lalu dinaikan 500 mg/ minggu sampai batas
toleransi dan dosis pemeliharaan 2000 mg/hari 2 kali sehari. Dosis glipizid yang dapat diberikan
adlaha 5 mg diminum sekali sehari pada 30 menit sebelum sarapan dengan dosis pemeliharaan 40
mg/ hari . sebelum melakukan olahraga penderita diabetes yang tidak terkontrol dianjurkan untuk
menurunkan gula darah sampai <200 mg/dl dengan tatalaksana farmakologi. Tatalaksana
nonfarmakologi termasuk diantaranya adalah edukasi bagi pasien adalah pemantauan glukosa
mandiri, perawatan kaki, ketaatan penggunaan obat-obatan, berhenti merokok, peningkatan
aktivitas fisik, dan mengurangi asupan kalori dan diet tinggi lemak(2). Fisioterapi dan rehabilitasi
pada pasien DM tipe 2 dapat berupa latihan aerobik seperti, berjalan/ jogging menggunakan
treadmill 2 kali/ minggu selama 75 menit disertai dengan warm up dan cooling down. Selain itu,
latihan kekuatan seperti six resistance exercise 3 set dengan 12 repitisi. Fisioterapi mampu
mengontrol indeks glikemik , meningkatkan toleransi latihan dan kekuatan otot. Resep latihan harus
disesuaikan dengan jadwal dan keparahan diabetes. Pada pasien diabetes setiap 1 jam berolahraga
konsumsi tambahan 15 g karbohidrat sebelum atau sesudah latihan. Olahraga harian sangat
dianjurkan, minimal lakukan intesitas sedang jenis aerobik selama 20-60 menit setidaknya 4 hari/
minggu. Pada 2 hari dalam seminggu lakukan latihan resistensi intensitas rendah. Mulai perlahan
dan bertahap tingkatkan intensitas dan durasiya(9,10).
Xx skenario
Kesimpulan
Pada pemeriksaan berat badan dan tinggi badan hasil IMT yang didapat kemungkinan
mengalami overweight. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien tersebut adalah
pemeriksaan darah lengkap mulai dari kadar glukosa, kreatinin, nitrogen urea darah, kolesterol total,
HDL, LDL, dan trigliserida. Pada umumnya DM tipe 2 didiagnosis menggunakan glycated
hemoglobin (A1C) test. Pada pasien DM yang gula darahnya tidak terkontrol bisa dengan
kombinasi modifikasi gaya hidup dan metformin. Obat tersebut dapat terdiri dari 2 golongan yaitu
terapi tingkat 1 serta terapi tingkat 2. Edukasi sekaligus tatalaksana nonfarmakologi / fisioterapi
yang bisa diberikan pada pasien DM tipe 2 dapat berupa latihan aerobik seperti, berjalan/ jogging
menggunakan treadmill 2 kali/ minggu selama 75 menit disertai dengan warm up dan cooling down.
Selain itu, latihan kekuatan seperti six resistance exercise 3 set dengan 12 repitisi. Mulai perlahan
dan bertahap tingkatkan intensitas dan durasiya.
Daftar Pustaka
1. Williams A, Radford J, Brien JO, Davison K. Type 2 diabetes and the medicine of exercise.
Aust J Gen Pract [Internet]. 2020;49(4):189–93. Available from:
https://www1.racgp.org.au/getattachment/380dfeea-eb9d-47dd-8e93-18ae96a9f6dd/Type-2-
diabetes-and-the-medicine-of-exercise.aspx
2. Lavie CJ, Johannsen N, Swift D, Sénéchal M, Earnest C, Church T, et al. Exercise is
medicine - the importance of physical activity, exercise training, cardiorespiratory fitness and
obesity in the prevention and treatment of type 2 diabetes. Eur Endocrinol. 2014;10(1):18–
22.
3. Colberg SR. Exercise as medicine for diabetes: Prescribing appropriate activities and
avoiding potential pitfalls. Diabetes Spectr. 2015;28(1):10–3.
4. American Diabetes Association. Aktivitas Fisik Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2. J
Chem Inf Model. 2017;53(9):1689–99.
5. Holzer R, Schulte‐körne B, Seidler J, Predel HG, Brinkmann C. Effects of acute resistance
exercise with and without whole‐body electromyostimulation and endurance exercise on the
postprandial glucose regulation in patients with type 2 diabetes mellitus: A randomized
crossover study. Nutrients. 2021;13(12).
6. The Royal Australian College of General Practitioners and Diabetes Australia. Management
of type 2 diabetes : A handbook for general practice [Internet]. 2020. 165 p. Available from:
https://www.racgp.org.au/getattachment/41fee8dc-7f97-4f87-9d90-b7af337af778/
Management-of-type-2-diabetes-A-handbook-for-general-practice.aspx
7. Marinda FD, Suwandi JF, Karyus A. Pharmacologic Management of Diabetes Melitus Type
2 in Elderly Woman with Uncontrolled Blood Glucose. J Medula Unila. 2016;5(2):26–32.
8. Dambha-Miller H, Day AJ, Strelitz J, Irving G, Griffin SJ. Behaviour change, weight loss
and remission of Type 2 diabetes: a community-based prospective cohort study. Diabet Med.
2020;37(4):681–8.
9. Kaur J, Singh SK, Vij JS. Physiotherapy and rehabilitation in the management of diabetes
mellitus : A REVIEW. 2015;6(2):171–81.
10. Hwang CL, Lim J, Yoo JK, Kim HK, Hwang MH, Handberg EM, et al. Effect of all-
extremity high-intensity interval training vs. moderate-intensity continuous training on
aerobic fitness in middle-aged and older adults with type 2 diabetes: A randomized
controlled trial. Exp Gerontol. 2019;116:46–53.