Anda di halaman 1dari 112

1

KEANEKARAGAMAN FITOPLANKTON SEBAGAI INDIKATOR


KUALITAS AIR DI BAGIAN TENGAH DAN HILIR SUNGAI
BEDAGAI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

SKRIPSI

MAULIDA APRILIA PULUNGAN


170302002

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2022

Universitas Sumatera Utara


2

KEANEKARAGAMAN FITOPLANKTON SEBAGAI INDIKATOR


KUALITAS AIR DI BAGIAN TENGAH DAN HILIR SUNGAI
BEDAGAI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

SKRIPSI

MAULIDA APRILIA PULUNGAN


170302002

Skripsi Sebagai Salah Satu Diantara Beberapa Syarat untuk Dapat Memperoleh
Gelar Sarjana di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2022
Universitas Sumatera Utara
3

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI


DAN SUMBER INFORMASI

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :


Nama : Maulida Aprilia Pulungan
NIM : 170302002

Menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Keanekaragaman Fitoplankton sebagai


Indikator Kualitas Air di Bagian Tengah dan Hilir Sungai Bedagai Kabupaten
Serdang Bedagai” adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum pernah
diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Semua sumber
data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis ini telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Medan, April 2022

Maulida Aprilia Pulungan


NIM. 170302002

Universitas Sumatera Utara


4

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

MAULIDA APRILIA PULUNGAN, Keanekaragaman Fitoplankton sebagai


Indikator Kualitas Air di Bagian Tengah dan Hilir Sungai Bedagai Kabupaten
Serdang Bedagai. Dibimbing oleh Bapak RUSDI LEIDONALD.

Sungai Bedagai merupakan salah satu sungai yang berada di Kabupaten


Serdang Bedagai. Badan aliran sungai Bedagai merupakan daerah yang terdapat
banyak pengaruh dari aktifitas manusia terutama aktivitas rumah tangga, kegiatan
industri dan transportasi laut. Peningkatan aktivitas tersebut menyebabkan
perubahan terhadap kualitas air sungai Bedagai. Perubahan terhadap kualitas
perairan dapat diketahui dengan menggunakan bioindikator. Parameter biologi
yang digunakan untuk mengevaluasi kualitas air dan tingkat kesuburan suatu
perairan yaitu menggunakan fitoplankton. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui status kualitas air di bagian tengah dan hilir sungai Bedagai dengan
menggunakan fitoplankton sebagai bioindikator. Penelitian ini dilaksanakan pada
bulan Oktober sampai November 2021 di Sungai Bedagai Kecamatan Serdang
Bedagai Kabupaten Serdang Bedagai. Pengukuran parameter biologi
menggunakan fitoplankton dianalisis menggunakan indeks saprobik, pengukuran
parameter fisika kimia perairan dianalisis dengan metode Indeks Pencemaran dan
CCME berdasarkan baku mutu kualitas air menurut Peraturan Pemerintah No 22
Tahun 2021, sedangkan hubungan kualitas air dengan keanekaragaman
fitoplankton dianalisis dengan menggunakan software Principal Component
Analysis (PCA). Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa Indeks
keanekaragaman fitoplankton dibagian tengah dan hilir sungai Bedagai tergolong
dalam kategori sedang dengan nilai indeks keanekaragaman tertinggi yaitu
berada pada stasiun II dengan nilai 2,75 dan nilai indeks keanekaragaman
terendah yaitu berada pada stasiun I dengan nilai 2,17. Status kualitas air di
bagian tengah dan hilir sungai Bedagai untuk baku mutu kelas II berdasarkan
koefisien saprobik tergolong dalam perairan α-meso/polysaprobik atau tergolong
kategori tercemar cukup berat dengan bahan pencemar adalah bahan organik.
Berdasarkan metode Indeks Pencemaran stasiun I, II dan III tergolong tercemar
ringan. Sedangkan berdasarkan metode CCME stasiun I, II dan III memiliki
kualitas air sangat buruk.

Kata kunci : Fitoplankton. Kualitas Air, Sungai Bedagai

i
Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT

MAULIDA APRILIA PULUNGAN, Diversity of Phytoplankton as an Indicator


of Water Quality in the Middle and Lower Parts of the Bedagai River, Serdang
Bedagai Regency. Supervised by Mr. RUSDI LEIDONALD.

Bedagai River is one of the rivers in Serdang Bedagai Regency. The Bedagai
river basin is an area where there are many influences from human activities,
especially household activities, industrial activities and sea transportation. This
increase in activity causes changes to the water quality of the Bedagai River.
Changes to water quality can be detected by using bioindicators. Biological
parameters used to evaluate water quality and fertility level of a waters are using
phytoplankton. This study aims to determine the status of water quality in the
middle and lower reaches of the Bedagai River by using phytoplankton as
bioindicators. This research was conducted from October to November 2021 in
the Bedagai River, Serdang Bedagai District, Serdang Bedagai Regency.
Measurement of biological parameters using phytoplankton was analyzed using
the saprobic index, measurements of physical and chemical parameters of waters
were analyzed using the Pollution Index and CCME methods based on water
quality standards according to Government Regulation No. 22 of 2021, while the
relationship between water quality and phytoplankton diversity was analyzed
using Principal Component Analysis software ( PCA). The results of this study
conclude that the phytoplankton diversity index in the middle and lower reaches
of the Bedagai river is classified as moderate with the highest diversity index
value being at station II with a value of 2.75 and the lowest diversity index value
being at station I with a value of 2.17. The status of water quality in the middle
and lower reaches of the Bedagai river for class II quality standards based on the
saprobic coefficient is classified as -meso/polysaprobic waters or classified as
quite heavily polluted with organic matter polluting it. Based on the Pollution
Index method, stations I, II and III are classified as lightly polluted. Meanwhile,
based on the CCME method, stations I, II and III have very poor water quality.

Keywords: Phytoplankton, Water Quality, Bedagai River

ii
Universitas Sumatera Utara
RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Maulida Aprilia Pulungan

lahir di Sei Rampah pada tanggal 29 April 1999

yang merupakan putri dari Bapak Mawardi

Pulungan dan Ibu Mujiati. Penulis merupakan anak

pertama dari tiga bersaudara.

Pendidikan formal penulis ditempuh di SD

Negeri 102016 Sei Rampah (2005-2011), SMP

Negeri 1 Sei Rampah (2011-2014), SMA Negeri 1

Sei Rampah (2014-2017). Pada tahun 2017, penulis melanjutkan pendidikan S1 di

Universitas Sumatera Utara melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan

Tinggi Negeri (SNMPTN) dengan Program Studi Manajemen Sumberdaya

Perairan.

Penulis merupakan salah satu asisten Dinamika Populasi Ikan pada tahun

2020- 2021. Pada tahun 2019 penulis melaksanakan Magang di UPT Balai Benih

Ikan Air Tawar dan Laut Kerasaan, kemudian pada tahun 2020 penulis

melaksanan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Teluk Nibung Tanjung Balai.

Pada tahun 2021 penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Balai

Benih Ikan Melati II Perbaungan.

iii
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa yang

telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

yang berjudul “Keanekaragaman Fitoplankton sebagai Indikator Kualitas Air

di Bagian Tengah dan Hilir Sungai Bedagai Kabupaten Serdang Bedagai”.

Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana

Perikanan pada Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas

Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Penulis mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada:

1. Allah SWT yang telah meridhai dalam menyelesaikan skripsi

2. Ayahanda Mawardi Pulungan dan Ibunda Mujiati yang telah memberikan

dukungan semangat, moril, materil serta doa kepada penulis selama

mengikuti pendidikan hingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Serta kepada

adik – adik tercinta Widy Septiarni Pulungan dan Zentira Machfiroch

Pulungan yang selalu memberikan semangat dan doa kepada penulis

3. Ibu Desrita, S. Pi., M. Si selaku Ketua Program Studi Manajemen Sumberdaya

Perairan

4. Bapak Rusdi Leidonald, S.P, M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah

membimbing, memberi arahan kepada penulis dalam pengerjaan skripsi ini.

5. Ibu Dr. Eri Yusni, M.Sc dan Bapak Rizky Febriansyah Siregar, S.Pi., M.Si

sebagai dosen penguji yang telah memberikan masukan dan arahan kepada

penulis.

iv
Universitas Sumatera Utara
6. Bapak dan Ibu dosen, staf pengajar dan pegawai di lingkungan Program

Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas

Sumatera Utara.

7. Seluruh Keluarga besar yang telah memberi dukungan semangat, doa, moril

dan materil kepada penulis.

8. Sahabat tersayang yaitu Syahnaz Friska Putri Nasution, Indri Astrika, Desi

Malianur Nasution, dan Nurul Fadilla Diba Hasibuan, S. Pi yang telah

memberi dukungan semangat dan doa kepada penulis.

9. Teman Seperjuangan Cindy Agustus Celestina Gultom, Tria Elvades

Nainggolan, Fransiska Marnita dan abangda Ahmad Zulkifli yang telah

membantu penulis sehingga penelitian dapat berjalan lancar dan penulis dapat

menyelesaikan skripsi.

10. Seluruh teman-teman seperjuangan angkatan 2017 Program Studi Manajemen

Sumberdaya Perairan yang telah memberi dukungan semangat dan doa

kepada penulis.

Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat sebagai

dasar penelitian selanjutnya dan dapat menjadi sumber informasi bagi pihak yang

membutuhkan, khususnya dibidang kelautan dan perikanan.

Medan, April 2022

Maulida Aprilia Pulungan

v
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
Halaman

KATA PENGANTAR ............................................................................ i

DAFTAR ISI .......................................................................................... iii


DAFTAR GAMBAR ............................................................................. v

DAFTAR TABEL .................................................................................. vi

DAFTAR ISI LAMPIRAN .................................................................... vii

PENDAHULUAN
Latar Belakang ............................................................................... 1
Rumusan Masalah ........................................................................... 3
Tujuan Penelitian ............................................................................ 4
Manfaat Penelitian .......................................................................... 4
Kerangka Pemikiran ....................................................................... 4

TINJAUAN PUSTAKA
Ekosistem Sungai ........................................................................... 6
Kualitas Air .................................................................................... 7
Fitoplankton ................................................................................... 7
Parameter Fisika yang Berhubungan dengan Fitoplankton .............. 9
Suhu .................................................................................... 9
Kedalaman ......................................................................... 9
Kecerahan ........................................................................... 10
Kecepatan Arus ................................................................... 11
Parameter Kimia yang Berhubungan dengan Fitoplankton............... 11
Oksigen Terlarut .................................................................. 11
pH ....................................................................................... 12
Salinitas ............................................................................... 12
BOD .................................................................................... 13
TSS ..................................................................................... 14
Nitrat .................................................................................. 14
Fospat .................................................................................. 15
Indek saprobik ..................................................................... 17
Indeks Pencemaran .............................................................. 17
CCME ................................................................................. 18
Analisis Komponen Utama (PCA) ....................................... 19

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian ......................................................... 20
Alat dan Bahan ............................................................................... 21
Deskripsi Area ................................................................................ 22
Stasiun I .............................................................................. 22

vi
Universitas Sumatera Utara
Stasiun II ............................................................................. 22
Stasiun III ............................................................................ 23
Prosedur Penelitian ......................................................................... 23
Pengambilan Sampel Fitoplankton ....................................... 23
Identifikasi Sampel Fitoplankton ......................................... 24
Pengambilan Sampel Air ..................................................... 24
Pengukuran Parameter Fisika Kimia Air .............................. 24
Analisis Data ....................................................................... 25
Indeks Keanekaragaman Spesies .......................... 25
Kelimpahan Fitoplankton ..................................... 26
Indeks Keseragaman ............................................ 26
Indeks Dominansi ................................................ 27
Koefisien Saprobitas ............................................ 28
Parameter Kualitas Air ......................................... 29
Indeks Pencemaran............................................... 30
Analisis CCME .................................................... 33
Analisis Komponen Utama PCA .......................... 36

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil ............................................................................................... 37
Jumlah Komposisi Fitoplankton............................................. 37
Analisis Fitoplankton ............................................................. 38
Parameter Fisika Kimia Air ................................................... 40
Koefisien Saprobik ................................................................ 40
Indeks Pencemaran ................................................................ 41
Analisis CCME ...................................................................... 41
Analisis Komponen Utama PCA ............................................ 41
Pembahasan .................................................................................... 43
Analisis Fitoplankton ............................................................. 43
Parameter Fisika Kimia Air ................................................... 49
Koefisien Saprobik ................................................................ 55
Indeks Pencemaran ................................................................ 56
Analisis CCME ...................................................................... 57
Analisis Komponen Utama PCA ............................................ 57

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan..................................................................................... 62
Saran .............................................................................................. 62

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

vii

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR

No. Teks Halaman


1. Kerangka Pemikiran ............................................................................. 5
2. Bacillaria paxilifera ............................................................................. 8
2. Peta Lokasi Penelitian .......................................................................... 20
3. Stasiun Penelitian I .............................................................................. 22

4. Stasiun penelitian II ............................................................................. 22


5. Stasiun penelitian III ............................................................................ 23
6. Kelimpahan fitoplankton pada Setiap Stasiun ....................................... 39
7. Grafik PCA .......................................................................................... 42

viii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL

No. Teks Halaman


1. Parameter yang Diukur, Alat dan Metode Pengukuran ........................ 21
2. Kriteria Indeks Keanekaragaman.......................................................... 26
3. Kriteria Indeks Keseragaman ............................................................... 27
4. Kriteria Indeks Dominansi ................................................................... 27

5. Hubungan Antara Koefisien Saprobitas dengan Tingkat pencemaran ... 29


6. Kriteria Mutu Air Berdasarkan PP No 22 Tahun 2021 .......................... 30
7. Penentuan Kategori Perairan Menurut Metode Indeks Pencemaran ...... 33
8. Kategori Kualitas Air dengan Metode CCME ...................................... 35
9. Interval Hubungan ............................................................................... 36
10.Komposisi Fitoplankton di Sungai Bedagai ......................................... 37

11.Indeks Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominansi Fitoplankton .. 38


12.Nilai Kelimpahan Fitoplankton (N) ..................................................... 38
13.Hasil Pengukuran Parameter Fisika Kimia Kualitas Air ....................... 40
14. Hasil Koefisien Saprobik .................................................................... 40
15. Kualitas Air di Sungai Bedagai dengan IP .......................................... 41
16. Kualitas Air di Sungai Bedagai dengan CCME .................................. 41
17. Nilai Analisis Komponen Utama (PCA) ............................................. 42

ix
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR LAMPIRAN

No. Teks Halaman


1. Alat dan bahan penelitian ..................................................................... 72
2. Prosedur kerja pengambilan sampel fitoplankton.................................. 76
3. Identifikasi fitoplankton di Laboratorium ............................................. 77
4. Spesies fitoplankton yang ditemukan ................................................... 78

5. Perhitungan kualitas air dengan metode indeks pencemaran ................. 83


6. Perhitungan kualitas air dengan metode CCME .................................... 84
7. Perhitungan kualitas air dengan metode saprobik ................................. 85
8. Analisis komponen PCA terhadap kualitas air dengan keanekargaman . 85
9. Analisis keanekaragaman, keseragaman dan dominansi fitoplankton .... 86
10. Analisis kelimpahan fitoplankton ....................................................... 89

x
Universitas Sumatera Utara
1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kabupaten Serdang Bedagai merupakan salah satu kabupaten yang

terdapat di provinsi Sumatera Utara. Kabupaten Serdang Bedagai memiliki

wilayah perairan yang cukup luas, selain memiliki wilayah pesisir kabupaten

Serdang Bedagai juga memiliki Sungai besar yang disebut Sungai Bedagai. badan

Badan aliran sungai pada bagian tengah dan hilirnya berada di daerah Kabupaten

Serdang Bedagai. Bagian tengah dan hilir Sungai Bedagai merupakan aliran

sungai yang berada di Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara.

Aliran sungai tersebut merupakan badan sungai yang banyak dimanfaatkan oleh

masyarakat sekitar untuk aktivitas sehari – hari seperti mandi, mencuci dan

memancing ikan, lalu lintas kapal untuk menangkap ikan. Kegiatan dan perilaku

manusia dalam memanfaatkan sungai tanpa memikirkan dampak negatifnya

terhadap perairan menyebabkan berubahnya kondisi kualitas perairan sungai

tersebut. Hal inilah yang menjadikan segala aktivitas manusia menjadi

penyumbang bahan pencemar terbesar diperairan dan menyebabkan perairan

sungai tercemar.

Beberapa kegiatan yang dilakukan masyarakat di bantaran sungai seperti

aktivitas masyarakat, pembuangan limbah domestik, limbah kotoran ternak, dan

limbah pertanian dapat menyebabkan terjadinya pencemaran air yang

berpengaruh terhadap kualitas air sungai. Pencemaran air adalah masuknya atau

dimasukannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air

oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang

Universitas Sumatera Utara


2

menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya (Peraturan

Pemerintah No. 82, 2001).

Air sungai dikatakan sudah tercemar, jika air tersebut tidak dapat

digunakan sesuai dengan kebutuhan peruntukkan air secara normal. Air sungai

adalah sumber daya alam yang diperlukan untuk semua makluk hidup. Oleh

karena itu sumber daya air tersebut harus dilindungi agar dapat dimanfaatkan

dengan baik oleh manusia dan makhluk hidup lainnya. Pemanfaatan air untuk

berbagai kepentingan harus dilakukan secara bijaksana dengan memperhitungkan

kepentingan di masa sekarang dan masa yang akan datang

(Hamakonda et al., 2019).

Beberapa pencemaran sungai tentunya diakibatkan oleh kehidupan di

sekitarnya baik pada sungai itu sendiri maupun perilaku manusia sebagai

pengguna sungai (Mardhia dan Abdullah, 2018). Salah satunya yaitu akibat dari

buangan limbah aktivitas industri dan aktivitas masyarakat ke badan sungai

menyebabkan banyak ikan yang mengalami kematian, warna air berubah menjadi

kecoklatan, menimbulkan bau, mengganggu pemandangan dan dapat

menimbulkan masalah kesehatan pada manusia

Perubahan kualitas perairan dapat diketahui dari berubahnya kondisi fisik,

kimia dan biologi. Sebagai indikator biologi kelimpahan fitoplankton dapat

memberikan petunjuk untuk memantau terjadinya pencemaran dengan

menggunakan indeks saprobitas, yang digunakan untuk melihat tingkat saprobitas

perairan (Rasyid et al., 2018). Status kualitas air dapat diketahui dengan

melakukan pendekatan kualitas fisika, kimia dan biologi. Salah satu organisme

yang dapat digunakan dalam pendekatan kualitas biologi yaitu fitoplankton.

Universitas Sumatera Utara


3

Fitoplankton sebagai bioindikator perairan memiliki pengaruh terhadap

dampak pengayaan unsur hara dari berbagai aktivitas manusia sehingga

keanekaragaman fitoplankton dapat digunakan untuk menentukan seberapa jauh

gangguan dan perubahan ekosistem suatu perairan. Maka dari itu, fitoplankton

menjadi salah satu sarana dalam pengelolaan perairan melalui monitoring

keanekararagaman, kelimpahan, dan indeks status trofik (Sulastri, 2018).

Berbagai kegiatan manusia yang dilakukan di badan perairan sungai dapat

berpengaruh pada kualitas air sungai dan biota yang hidup dan bergantung pada

sungai tersebut. Maka dari itu diperlukan penelitian mengenai kenakeragaman

fitoplankton sebagai indikator kualitas air di bagian tengah dan hilir Sungai

Bedagai Kabupaten Serdang Bedagai Provinsi Sumatera Utara . Sehingga hasil

yang diperoleh dari penelitian tersebut nantinya dapat dijadikan sebagai

rekomendasi pengelolaan terhadap sungai Bedagai Kabupaten Serdang Bedagai

Provinsi Sumatera Utara.

Rumusan Masalah

Perairan Sungai Bedagai merupakan perairan yang dimanfaatkan oleh

masyarakat. Dampak dari kegiatan inilah yang akan mempengaruhi menurunnya

kualitas air sungai tersebut. Keberadaan fitoplankton dapat menggambarkan

kondisi kualitas air suatu perairan sehingga keberadaannya dapat dijadikan

sebagai bioindikator perairan. Sejauh ini belum diketahui tingkat menurunnya

kualitas air perairan Sungai Bedagai dan pengaruhnya terhadap keberadaan

keanekaragaman fitoplankton di perairan tersebut. Oleh karena itu maka perlu

dilakukan suatu penelitian yang mengkaji tentang keanekaragaman fitoplankton

Universitas Sumatera Utara


4

sebagai indikator kualitas air di perairan Sungai Bedagai ini diperlukan untuk

dilakukan . Adapun rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana keanekaragaman fitoplankton di bagian tengah dan hilir Sungai

Bedagai Kabupaten Serdang Bedagai ?

2. Bagaimana status kualitas air di bagian tengah dan hilir Sungai Bedagai

Kabupaten Serdang Bedagai berdasarkan metode koefisien saprobik, metode

indeks pencemaran dan metode Canadian Council Minister of the

Environmental (CCME) ?

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui keanekaragaman fitoplankton di bagian tengah dan hilir Sungai

Bedagai Kabupaten Serdang Bedagai.

2. Mengetahui status kualitas air di bagian tengah dan hilir Sungai Bedagai

Kabupaten Serdang Bedagai berdasarkan metode koefisien saprobik, metode

indeks pencemaran dan metode Canadian Council Minister of the

Environmental (CCME).

Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini yaitu diharapkan dapat dijadikan sebagai

sumber informasi tentang tingkat kualitas air dan keanekaragaman fitoplankton di

bagian tengah dan hilir sungai Bedagai Kabupaten Serdang Bedagai Provinsi

Sumatera Utara.

Kerangka Pemikiran

Bagian tengah dan hilir sungai Bedagai memiliki berbagai aktivitas

penting di perairannya seperti aktivitas rumah tangga, aktivitas pertanian dan

Universitas Sumatera Utara


5

aktivitas transportasi laut. Diduga penyebab semakin menurunnya kondisi kualitas

perairan baik dilihat dari secara fisik, kimia dan biologi disebabkan oleh aktivitas

yang terdapat di bagian tengah dan hilir sungai Bedagai. Maka dari itu, diperlukan

Analisis tingkat kualitas air pada badan air sungai tersebut dengan menggunakan

parameter kualitas air dan keanekaragaman fitoplankton untuk mengetahui tingkat

kualitas air dan tingkat keanekaragamn fitoplankton di perairan sungai bedagai.

Bagian tengah dan hilir


Sungai Bedagai

Aktivitas pertanian Aktivitas rumah Aktivitas


tangga transportasi Laut

Analisis lingkungan perairan

Parameter Fisika Kimia Parameter Biologi


-Suhu - pH -DO Fitoplankton
-Kedalaman - BOD -Indeks keanekaragaman (H’)
-Kecerahan - TSS -Kelimpahan fitoplankton (N)
-Kecepatan arus -Nitrat -Indeks keseragaman (E)
- Fosfat -Indeks dominasi (C)
- Salinitas

Indeks CCME
Pencemaran Saprobik

Tingkat kualitas air perairan


Gambar 1. Kerangka pemikiran
Universitas Sumatera Utara
6

TINJAUAN PUSTAKA

Ekosistem Sungai

Ekosistem sungai merupakan habitat bagi beragam biota akuatik yang

keberadaannya sangat dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya. Organisme tersebut

diantarnya tumbuhan air, seperti ikan, krustacea, gastropoda, bentos serta plankton

dan perifiton. Maka dari itu untuk melihat kondisi suatu perairan dapat dilakukan

dengan mengetahui keanekaragaman biota akuatik di perairan tersebut

(Putri et al., 2017).

Sungai sebagai salah satu badan perairan sangat dipengaruhi oleh banyak

faktor, baik faktor alam maupun aktivitas manusia. Adanya masukan limbah atau

sampah dari kegiatan manusia di sekitar badan sungai secara langsung atau tidak

langsung dapat mempengaruhi kondisi fisika dan kimia air sungai, yang akhirnya

dapat mempengaruhi kehidupan biota di dalam maupun di sekitar sungai tersebut.

Sungai banyak dimanfaatkan oleh masyarakat yang berada di sekitar sungai untuk

memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Selain itu, digunakan juga sebagai tempat

pembuangan sampah dan air limbah domestik, baik secara langsung maupun tidak

langsung. Pemanfaatan sungai yang dilakukan oleh masyarakat tersebut dapat

menyebabkan terjadinya pencemaran air sungai (Firdaushi et al., 2018).

Sungai memiliki peranan yang penting bagi kehidupan manusia, antara

lain: sebagai bahan baku air minum untuk keperluan pemukiman, industri,

pertanian dan penunjang sarana rekreasi. Kondisi ekosistem perairan sangat

berkaitan erat dengan jenis dan intensitas kegiatan manusia yang ada baik di

lingkungan daratan maupun perairan itu sendiri. Dampak yang ditimbulkan dari

Universitas Sumatera Utara


7

kegiatan tersebut terhadap kesehatan lingkungan dapat berbentuk perubahan fisik

lingkungan perairan atau penambahan bahan-bahan luar hasil kegiatan manusia

baik yang bersifat racun atau tidak beracun. Peningkatan kebutuhan manusia

memacu meningkatkan degradasi lingkungan perairan yang akhirnya akan

mempengaruhi sumber daya hayati perairan (Dwirastina dan Wibowo., 2015).

Kualitas Air

Penurunan kualitas akan menurunkan daya guna, produktivitas, daya

dukung dan daya tampung dari sumber daya air yang pada akhirnya akan

menurunkan kekayaan sumber daya alam. Saat ini seiring meningkatnya

kebutuhan manusia dengan perkembangan teknologi serta industri yang semakin

maju akan berdampak pada kemampuan pemenuhan terhadap kualitas air bersih

bagi masyarakat yang apabila tidak terjaga dapat menyebabkan kekurangan serta

kelangkaan air bersih bagi masyarakat. Air yang kualitasnya buruk akan

mengakibatkan kondisi lingkungan hidup menjadi buruk sehingga akan

mempengaruhi kondisi kesehatan dan keselamatan manusia serta makhluk hidup

lainnya (Wiriani et al., 2018).

Fitoplankton

Perubahan terhadap kualitas perairan erat kaitannya dengan potensi

perairan ditinjau dari kelimpahan dan komposisi fitoplankton. Keberadaan

fitoplankton di suatu perairan dapat memberikan informasi mengenai kondisi

perairan. Fitoplankton merupakan parameter biologi yang dapat dijadikan

indikator untuk mengevaluasi kualitas dan tingkat kesuburan suatu perairan.

Fitoplankton juga merupakan penyumbang oksigen terbesar di dalam perairan

karena peranan fitoplankton sebagai pengikat awal energi matahari

Universitas Sumatera Utara


8

(Mustofa, 2015). Salah satu contoh fitoplankton dari jenis diatom yang terdapat

diperairan air tawar yaitu Bacillaria paxilifera. Menurut Muller (1786), klasifikasi

dari fitoplankton Bacillaria paxilifera adalah sebagai berikut :

Kingdom : Chromista

Filum : Ochrophyta

Kelas : Bacillariophyceae

Ordo : Bacillariales

Famili : Bacillariaceae

Genus : Bacillaria

Spesies : Bacillaria paxilifera

Gambar 2. Bacillaria paxilifera

Bacillaria paxilifera memiliki ciri-ciri sel memanjang dan motil, meluncur

satu sama lain ditumpuk di koloni (biologi). Sel berbentuk segi empat dalam

tampilan korset (saat berada di koloni), dan lanceolate dalam tampilan katup.

Sistem raphe sedikit dilipat dan berjalan dari tiang ke tiang. Dua piring besar

seperti kloroplas hadir, satu di dekat masing-masing ujung sel.

Nucleus terletak di pusat. Sel berwarna kuning-coklat. Fibula sangat kuat, dan

Universitas Sumatera Utara


9

permukaan katup ditutupi dengan stretch mark paralel melintang. Habitat daerah

bentik, kelautan dan payau / air tawar (Agustini dan Madyowati, 2017).

Banyaknya kelas Bacillariophyceae (diatom) di perairan karena

kemampuannya beradaptasi dengan lingkungan hidupnya juga bersifat kosmopolit,

tahan terhadap kondisi ekstrim serta mempunyai daya reproduksi yang tinggi.

Fungsi ekologi fitoplankton sebagai produsen primer dan awal mata rantai dalam

jarring makanan, menyebabkan kondisi komunitas fitoplankton sering dijadikan

skala kesuburan perairan (Amri et al., 2019).

Parameter Fisika yang Berhubungan dengan Pertumbuhan Fitoplankton

Suhu

Suhu di perairan dipengaruhi oleh komposisi substrat, kekeruhan atau

kecerahan, air tanah dan hujan serta pertukaran panas air dengan panas udara

akibat respirasi, evaporasi, kedalaman dan kuat arus. Suhu dapat mempengaruhi

fotosintesis, karena reaksi enzimatik dalam proses fotosintesis dikendalikan oleh

suhu. Suhu yang lebih tinggi akan meningkatkan laju maksimum fotosintesis.

Suhu dapat mempengaruhi proses metabolisme dalam tubuh organisme air,

semakin tinggi suhu semakin cepat pula perairan tersebut mengalami kejenuhan

akan oksigen sehingga kadar oksigen semakin kecil (Hasby, 2017).

Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang (Lattitude),

ketinggian dari permukaan laut (altitude), waktu dalam hari, sirkulasi udara,

penutupan awan, dan aliran serta kedalaman badan air. Perubahan suhu

berpengaruh terhadap proses fisika, kimia dan biologi badan air. Suhu juga sangat

berperan mengendalikan kondisi ekosistem perairan. Organisme akuatik memiliki

Universitas Sumatera Utara


10

kisaran tertentu (batas atas dan batas bawah) yang disukai bagi pertumbuhannya

(Effendi, 2003).

Kedalaman

Distribusi plankton di perairan bervariasi berdasarkan kedalaman, hal ini

cenderung dipengaruhi oleh jumlah cahaya yang diterima oleh fitoplankton untuk

kegiatan fotosintesis yang akan dilakukannya. Secara temporal intensitas cahaya

matahari yang jatuh di permukaan laut akan terdistribusi mengikuti kedalaman dan

menyebabkan variabilitas intensitas cahaya matahari di kolom perairan. Perbedaan

ini menyebabkan kelimpahan fitoplankton, produser utama zat organik dalam

rantai makanan, juga bervariasi di setiap kedalaman. Karena peran utamanya

sebagai produser utama dalam rantai makanan maka fitoplankton digunakan

sebagai indikator utama tingkat kesuburan perairan

(Mulyawati et al., 2019).

Kecerahan

Kecerahan merupakan ukuran transparansi perairan, yang ditentukan secara

visual dengan menggunakan alat Secchi Disk. Satuan dari kecerahan adalah meter.

Kecerahan dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran, kekeruhan dan

padatan tersuspensi serta faktor ketelitian. Kekeruhan dinyatakan dalam satuan

Mg/L. Padatan tesuspensi menyebabkan peningkatan kekeruhan, namun tidak

semua padatan dapat menyebabkan kekeruhan. Kekeruhan juga disebabkan oleh

aliran di perairan. Pada air permukaan yang tergenang (lentik), di sungai

kekeruhan banyak disebabkan oleh partikel yang lebih besar seperti limpasan

tanah (Runoff) dari tempat yang lebih tinggi. Semakin tinggi kekeruhan, akan

Universitas Sumatera Utara


11

mempengaruhi sistem pernafasan dan daya pandang organisme akuatik

(Suyasa, 2015).

Dengan mengetahui kecerahan suatu perairan kita dapat mengetahui

sampai dimana masih ada kemungkinan terjadi proses asimilasi dalam air, lapisan-

lapisan mana yang tidak keruh, dan yang paling keruh. Perairan yang

memiliki nilai kecerahan rendah pada waktu cuaca yang normal dapat memberikan

suatu petunjuk atau indikasi banyaknya partikel-partikel tersuspensi

dalam perairan tersebut (Hamuna el al., 2018).

Kecepatan Arus

Kecepatan arus sungai dipengaruhi oleh kemiringan, kesuburan kadar

sungai. Kedalaman dan kelebaran sungai, sehingga kecepatan arus di

sepanjang aliran sungai dapat berbeda-beda yang selanjutnya akan

mempengaruhi jenis substrat sungai. Manfaat dari arus bagi banyak biota adalah

menyangkut penambahan makanan bagi biota-biota tersebut dan pembuangan

kotoran-kotorannya. Untuk alga kekurangan zat-zat kimia dan CO2 dapat

dipenuhi. Sedangkan bagi hewan air, CO2 dan produk-produk sisa dapat

disingkirkan dan O2 tetap tersedia. Arus juga berperanan penting bagi penyebaran

plankton, baik holoplankton maupun meroplankton (Tim BSE, 2014).

Parameter Kimia yang Berhubungan dengan Pertumbuhan Fitoplankton

Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen )

Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen) merupakan parameter yang sangat

penting dalam kehidupan setiap organisme pada ekosistem perairan. Setiap

organisme hidup pasti membutuhkan oksigen untuk respirasi yang selanjutnya

akan digunakan dalam proses metabolisme untuk merombak bahan organik yang

Universitas Sumatera Utara


12

dimakan menjadi sari makanan yang dimanfaatkan sebagai energi untuk tumbuh,

berkembang biak dan bergerak. Besarnya kandungan oksigen terlarut dalam air

dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain cuaca, kepadatan fitoplankton, siang

dan malam serta dinamika organisme yang ada di dalamnya (Hasby, 2017).

Kadar oksigen yang sesuai dengan kriteria pencemaran yaitu menetapkan

lima kriteria pencemaran melalui indikasi oksigen terlarut (DO), nilai-nilai

tersebut termasuk pencemaran dengan kriteria kritis jika nilainya ±4 ppm dan

kriteria baik jika nilainya ±6 ppm. Selanjutnya kriteria tersebut di modifikasi

menjadi kriteria sedikit tercemar jika nilainya ±4 ppm dan tidak tercemar jika

nilainya ±6 ppm (Suyasa, 2015).

pH

pH adalah derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan tingkat

keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan. Ia didefinisikan sebagai

kologaritma aktivitas ion hidrogen (H+) yang terlarut. Koefisien aktivitas ion

hidrogen tidak dapat diukur secara eksperimental, sehingga nilainya didasarkan

pada perhitungan teoretis. Skala pH bukanlah skala absolut. Ia bersifat relatif

terhadap sekumpulan larutan standar yang pH-nya ditentukan berdasarkan

persetujuan internasional. Pengukuran pH sangatlah penting dalam bidang yang

terkait dengan kehidupan atau industri pengolahan kimia seperti kimia, biologi,

kedokteran, pertanian, ilmu pangan, rekayasa (keteknikan), dan oseanografi

(Zulius, 2017).

Nilai pH dapat dipengaruhi oleh kotoran organisme air yang mengandung

ammonia yang dapat meningkatkan derajat keasaman (pH) yakni menjadi basa.

Perairan yang memiliki kadar pH ideal bagi kehidupan organisme akuatik pada

Universitas Sumatera Utara


13

umumnya berkisar antara 7 sampai 8,5. Kondisi perairan yang asam akan

membahayakan kelangsungan hidup organisme karena menyebabkan terjadinya

berbagai gangguan seperti gangguan metabolisme dan respirasi, termasuk pada

benthos dan plankton (Alfionita et al., 2019).

Salinitas

Salinitas yang rendah mungkin dapat memberikan pengaruh yang besar

terhadap jenis-jenis fitoplankton yang hidup pada area tersebut. Jenis-jenis

fitoplankton yang dijumpai adalah jenis yang memiliki kisaran toleransi yang luas

terhadap perubahan salinitas. Area muara hingga alur sungai yang memungkinkan

terjadinya campuran air tawar yang berasal dari aliran sungai. Dengan demikin

hanya sebagian jenis yang mampu bertahan hidup sehingga nilai

keanekaragamannya tergolong rendah. Umumnya pada area muara kondisi

salinitas mengalami fluktuasi/perubahan dari waktu ke waktu, kondisi ini tentunya

akan mengakibatkan kondisi lingkungan yang berubah-ubah sehingga jenis-jenis

fitoplankton yang hidup di wilayah ini adalah jenis yang memiliki toleransi yang

tinggi terhadap perubahan salinitas (Suryanti et al., 2017).

Perbedaan nilai salinitas terjadi dikarenakan perbedaan kedalaman dan

kaitannya dengan berkurangnya pengaruh sumber masukan air tawar dari daratan.

Rendahnya nilai salinitas disebabkan oleh adanya pengaruh dari daratan seperti

percampuran engan air tawar yang terbawa aliransungai. Salah satu faktor yang

mempengaruhi distribusi diperairan yaitu sumbangan jumlah air tawar yang masuk

ke perairan laut. Pada perairan yang lebih dangkal, intrusi air tawar

dapat tersebar hingga ke dasar perairan, sehingga salinitas menjadi rendah

(Sidabutar et al., 2019).

Universitas Sumatera Utara


14

Biological Oxygen Demand (BOD)

Nilai BOD merupakan nilai yang menunjukkan kebutuhan oksigen oleh

bakteri aerob untuk mengoksidasi bahan organik di dalam air sehingga secara tidak

langsung juga menunjukkan keberadaan bahan organik di dalam air. Dengan

demikian maka kebutuhan oksigen oleh bakteri untuk mengoksidasi bahan organic

(Sholihah et al., 2016).

Semakin kecil BOD berarti kualitas air semakin baik karena sedikitnya

kebutuhan oksigen oleh mikroorganisme di dalam air untuk menguraikan limbah.

Nilai BOD tinggi di perairan dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya

limbah dari permukiman, pertanian, ternak serta tempat wisata. Sedangkan daerah

perairan yang jauh dari sumber limbah memiliki nilai BOD yang rendah

(Abidin et al., 2019).

TSS (Total Suspended Solid)

TSS merupakan materi padat seperti pasir, lumpur, tanah maupun logam

berat yang tersuspensi didaerah perairan akibat dari pengikisan tanah atau erosi

tanah yang terbawa ke badan air. Kondisi TSS di estuari dapat dipengaruhi oleh

beberapa faktor seperti arus laut, pasang surut, debit sungai dan tutupan lahanNilai

TSS yang tinggi akan menunjukkan tingkat pencemaran yang tinggi. Hal tersebut

dapat mempengaruhi kondisi fisik perairan dan mengakibatkan terganggunya

proses fotosintesis dari biota air pada suatu perairan (Fathiyah et al., 2017).

Peningkatan konsentrasi padatan tersuspensi sebanding dengan

peningkatan konsentrasi kekeruhan dan berbanding terbalik dengan kecerahan.

Ketiga parameter tersebut mempunyai peranan yang sangat penting dalam

Universitas Sumatera Utara


15

produktivitas perairan. Hal ini berkaitan erat dengan proses fotosintesis dan

respirasi organisme perairan (Pratama et al., 2019).

Nitrat

Meningkatnya kandungan nitrat diakibatkan oleh kegiatan-kegiatan

permukiman yang terdapat sekitar bibir sungai yang akan dibawa arus menuju

kawasan muara sehingga terjadi penumpukan bahan organik pada muara sungai.

Kondisi ini memang akan mendukung kehidupan suatu enis fitoplankton sehingga

jumlahnya dominan, namun pada kondisi yang ekstrem akan mengakibatkan

terjadinya peningkatan pertumbuhan (blooming) satu jenis fitoplankton yang

berimbas pada penurunan kualitas ekosistem dan mengancam

keberlangsungan hidup biota lain. Hal ini bisa saja terjadi mengingat kondisi

keanekaragaman jenis fitoplankton yang tergolong rendah, namun indeks

dominansinya cenderung mengalami peningkatan (Suryanti et al., 2017).

Nutrien yang berperan penting terhadap kelimpahan fitoplankton adalah

nitrat dan fosfat. Fitoplankton membutuhkan unsur N dan P dalam pembuatan

lemak dan protein tubuh. Unsur N dan P sering menjadi faktor pembatas dalam

produktifitas primer fitoplankton. Unsur tersebut hanya dapat dimanfaatkan oleh

fitoplankton secara langsung jika berbentuk nitrat dan orthopospat. Sehingga

dalam pemanfaatanya (Ikhsan et al., 2020).

Fospat

Bentuk fosfat dalam perairan adalah ortofosfat. Pada umumnya, fosfat yang

terdapat dalam suatu perairan dapat berasal dari kotoran

manusia atau hewan, sabun, industri pulp dan kertas, detergen. Pada dasarnya

makhluk hidup yang tumbuh di perairan memerlukan fosfat pada

Universitas Sumatera Utara


16

kondisi jumlah tertentu. Sebaliknya, kandungan fosfat yang berlebihan akan

membahayakan kehidupan makhluk hidup tersebut. Kandungan fosfat yang besar

dapat meningkatkan pertumbuhan alga yang mengakibatkan sinar matahari yang

masuk ke perairan menjadi berkurang (Ngibad, 2019).

Kandungan fosfat yang melebihi baku mutu juga dapat mengakibatkan

terjadinya ledakan pertumbuhan alga (blooming) suatu jenis fitoplankton yang

ditandai dengan meningkatnya nilai indeks dominansi jenis. ilai indeks

dominansi cenderung mendekati kondisi yang tinggi pula (mendekati 1) yang

mencirikan terjadinya peningkatan pertumbuhan/dominansi suatu jenis

fitoplankton di perairan. Jika hal ini terus berlanjut, maka akan

berpengaruh terhadap kestabilan komunitas fitoplankton karena terjadi dominansi

jenis (Suryanti et al., 2017).

Dalam proses absorpsi fospat oleh fitoplankton sangat dipengaruhi oleh

pH, dan pH akan mengubah kecepatan absorpsi fosfat dengan mengubah aktivitas

enzim yaitu sifat permeable membrane sel, atau dengan perubahan derajat ionisasi

fosfat. Toleransi untuk kehidupan biota akuatik terhadap pH bergantung kepada

banyak faktor meliputi suhu, konsnetrasi oksigen terlarut, adanya variasi

bermacammacam anion dan kation, jenis dan daur hidup biota. Perairan yang agak

basa (7-9) merupakan perairan yang produktif dan berperan mendorong proses

pembongkaran bahan organik dalam air menjadi mineral-mineral yang dapat

diasimilasi oleh fitoplankton (Warsa et al., 2006).

Fosfat merupakan salah satu unsur essensial bagi pembentukan protein dan

metabolisme sel organisme. Penggunaan fosfat diperairan oleh algadipengaruhi

oleh beberapa faktor eksternal. Absorbsi fosfat oleh alga sangat dipengaruhi oleh

Universitas Sumatera Utara


17

cahaya khususnya pada keadaan (CO2) terbatas, dan selanjutnya penggunaan fosfat

oleh alga akan menurun dalam kondisi gelap. Pertumbuhan

alga optimal akan terjadi ketika konsentrasi fosfat tinggi dan nitrat sebagai sumber

nitrogen (Ikhsan et al., 2020)

Indeks Saprobik

Koefisien saprobik berhubungan dengan kondisi lingkungan perairan,

bahan buangan limbah organik dan anorganik yang masuk ke badan perairan

berdampak terhadap jenis dan jumlah nutrisi di dalam perairan. Semakin tinggi

bahan buangan limbah organik dan anorganik yang masuk ke perairan

menyebabkan terjadinya ledakan populasi mikroalga di perairan

(Harmoko dan Sepriyaningsih., 2019).

Klasifikasi sistem saprobik dibagi menjadi empat kategori yaitu tingkat

oligosaprobik atau kualitas tingkat I, yang dicirikan dengan air yang sangat jernih,

tidak mengalami polusi dengan hanya disertai oksidasi. Tingkat α mesosaprobik

atau kualitas tingkat III, merupakan zona transisi antara proses oksidasi dan

reduksi dengan penurunan kandungan oksigen terlarut dan jumlah spesies yang

cepat pada kolom air. Tingkat β mesosaprobik dicirikan dari proses reduksi yang

dominan dan kondisi oksigen anoksik rendah. Tingkat polisaprobik atau kualitas

tingkat IV, dicirikan dari proses reduksi yang dominan dan kondisi oksigen

anoksik rendah (Latuconsina, 2019).

Indeks Pencemaran

Indeks Pencemaran (IP) dari suatu badan air ditentukan untuk suatu

peruntukan tertentu. Artinya penentuan indeks pencemaran berpatokan pada baku

mutu peruntukan tertentu. Selanjutnya indeks pencemaran dapat dikembangkan

Universitas Sumatera Utara


18

untuk beberapa peruntukan bagi seluruh bagian badan air atau seluruh segmen

sungai. Hal yang membedakan antara indeks pencemaran dapat dihitung pada data

parameter kualitas air yang hanya diukur satu kali (Effendi, 2016).

Indeks Pencemaran (IP) digunakan untuk menentukan tingkat pencemaran

relatif terhadap parameter kualitas air yang diizinkan. Pengelolaan kualitas air atas

dasar Indeks Pencemaran (IP) ini dapat memberi masukan pada pengambil

keputusan agar dapat menilai kualitas badan air untuk suatu peruntukan serta

melakukan tindakan untuk memperbaiki kualitas jika terjadi penurunan kualitas

akibat kehadiran senyawa Pencemaran. IP mencakup berbagai kelompok

parameter kualitas yang independent dan bermakna (Rosalia, 2017).

Indeks CCME

CCME WQI merupakan salah satu metode pengukuran indeks kualitas air

dari British Colombia pada pertengahan 1990-an. Pendekatan pada metode

tersebut berdasarkan pada nilai perhitungan frekuensi yang berasal dari parameter

yang telah menyimpang dari baku mutu sesuai peruntukannya. Penggunaan

metode CCME-WQI menghasilkan status mutu air yang lebih mencerminkan

kondisi sebenarnya daripada nilai Indeks Pencemaran (IP) dan Storet serta cukup

mudah diaplikasikan (Novita et al., 2020).

Jenis parameter, baku mutu dan jangka waktu yang digunakan pada indek

ini sangat bervariasi tergantung pada isu-isu dan kondisi local setiap wilayah.

Penentuannya digunakan pada indek ini tidak ditentukan dan sangat bervariasi dari

antar daerah tergantung pada isu-isu dan kondisi lokal pada masing-masing daerah.

Minimal terdapat empat contoh variabel untuk empat kali digunakan dalam

perhitungan indeks ini. Metode ini berguna dalam mengevaluasi perubahan

Universitas Sumatera Utara


19

kualitas air pada lokasi tertentu dari waktu ke waktu dan untuk membandingkan

indeks secara keseluruhan antar lokasi yang menggunakan variabel dan baku mutu

yang sama (Romdania et al., 2018).

Analisis Komponen Utama Principal Component Analysis (PCA)

Analisis komponen utama digunakan untuk menjelaskan struktur matriks

varians-kovarians dari suatu set variabel melalui kombinasi linier dari variabel-

variabel tersebut. Secara umum komponen utama dapat digunakan untuk

mereduksi dan menginterpretasi variabel-variabel. Misalkan saja terdapat 𝑝 buah

variabel yang terdiri atas 𝑛 buah objek. Misalkan pula bahwa dari 𝑝 buah variabel

tersebut dibuat sebanyak 𝑘 buah komponen utama (dengan 𝑘 ≤ 𝑝) yang merupakan

kombinasi linier atas 𝑝 buah variabel tersebut. 𝐾 komponen utama tersebut, dapat

menggantikan 𝑝 buah variabel yang membentuknya tanpa kehilangan banyak

informasi mengenai keseluruhan variabel. Umumnya analisis komponen utama

merupakan (analisis intermediate/analisis antara) yang berarti hasil komponen

utama dapat digunakan untuk analisis selanjutnya

(Noya et al., 2017).

Analisis komponen utama (PCA) adalah pengelompokkan data statistic

yang digunakan untuk melihat hubungan antara faktor fisika kimia perairan

dengan genera fitoplankton yang terdapat pada masing-masing stasiun. Data yang

digunakan merupakan hasil pengukuran parameter fisika kimia perairan dengan

nilai kelimpahan relatif dari masing-masing genera fitoplankton

(Arazi et al., 2019).

Universitas Sumatera Utara


20

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober – November 2021 di

bagian tengah dan hilir Sungai Bedagai Desa Sei Rampah Kecamatan Sei Rampah

Kabupaten Serdang Bedagai Provinsi Sumatera Utara. Metode penentuan stasiun

dilakukan dengan purposive sampling, yaitu dengan cara menentukan tempat

pengambilan sampel penelitian berdasarkan pemanfaatan tertentu pada badan

sungai. Identifikasi fitoplankton dilakukan di Laboratorium Biologi Farmasi

(Mikrobiologi) Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Pengukuran kualitas

air berdasarkan parameter fisika kimia akan dilakukan secara langsung di lapangan

(in situ) dan secara ex situ akan dilakukan di Laboratorium Balai Teknik

Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BTKLPP) Kelas I Medan.

Adapun peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 2

Gambar 3. Lokasi penelitian

Universitas Sumatera Utara


21

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu plankton net dengan ukuran

30 µm, botol sampel dengan ukuran 100 ml, botol sampel air 1 L, botol semprot,

pipet tetes (3 ml), sedwick rafter counting cell (SRC), meteran, GPS, styrofoam,

termometer, pH meter, DO meter, bola duga, stop watch, secchi disk, tongkat

berskala, refraktometer, mikroskop cahaya, alat tulis, kalkulator, buku identifikasi

fitoplankton.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sampel fitoplankton,

sampel air sungai, aquadest, lugol, tissue dan kertas label.

Parameter yang akan diukur pada penelitian ini yaitu terdiri dari parameter

fisika kimia. Daftar alat yang digunakan dan metode pengukuran yang akan

dilakukan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Parameter yang diukur, alat dan metode pengukuran

Parameter Alat yang Digunakan Metode pengukuran

Fisika
Temperatur suhu (0C) Termometer In situ
Kedalaman (m) Tongkat berskala In situ
Kecerahan (cm Secchi disk In situ
Kecepatan arus (m/detik) Bola duga In situ
Kimia
Oksigen terlarut (mg/L) DO meter In situ
pH air pH meter In situ
Salinitas (ppt) Refraktometer In situ
BOD (mg/L) SNI 06 6989 14 2004 Ex situ
TSS (mg/L) Spektofotometri Ex situ
Nitrat (mg/L) Spektofotometri Ex situ
Fospat (mg/L) Spektofotometri Ex situ

Universitas Sumatera Utara


22

Deskripsi Area
Stasiun I

Stasiun ini terletak di Desa Pematang Ganjang Dusun VI. Stasiun ini

merupakan daerah tempat pertanian lahan persawahan dan berjarak 10 km dari

stasiun II. Secara geografis stasiun ini terletak pada koordinat 3°25'45.73" LU dan

99°6'48.82" BT. Lokasi stasiun penelitian I seperti pada Gambar berikut ini

Gambar 4. Stasiun Penelitian I

Stasiun II

Stasiun ini terletak di Desa Sei Rampah. Stasiun ini berada di sekitar industri

dan pemukiman masyarakat. Secara geografis stasiun ini terletak pada koordinat

3°28'51.78" LU dan 99°8'25.17" BT. Lokasi stasiun II adalah sebagai berikut.

Gambar 5. Stasiun Penelitian II


Universitas Sumatera Utara
23

Stasiun III

Stasiun ini terletak di Desa Sei Rejo. Stasiun ini berada di sekitar

pemukiman masyarakat dan terdapat banyak aktivitas nelayan dan kapal nelayan

disekitarnya dan berjarak 11 km dari stasiun II. Secara geografis stasiun ini

terletak pada koordinat 3°29'44.34" LU dan 99°11'26.24" BT. Lokasi stasiun

penelitian III seperti pada Gambar berikut ini

Gambar 6. Stasiun Penelitian III

Prosedur Penelitian

Pengambilan dan Identifikasi Sampel Fitoplankton

Pengambilan Sampel Fitoplankton

Sampel fitoplankton diperoleh melalui pengambilan air Sungai Bedagai

pada setiap stasiun yang telah ditentukan, Penggunaan plankton net diawali dengan

mengikat tali pada bagian plankton net sekuat mungkin agar ketika dilemparkan

kemudian ditarik kembali, plankton net tidak terlepas, setelah diikat tali bagian

ujung wadah plankton net ditutup agar sampel tersimpan di wadah tersebut.

Plankton net dilemparkan sejauh 10 meter ke sungai secara horizontal kemudian

plankto net ditarik kembali secara perlahan – lahan (Desmawati et al., 2020).

Universitas Sumatera Utara


24

Identifikasi Sampel Fitoplankton

Identifikasi sampel fitoplankton dilakukan di Laboratorium Biologi

Farmasi (Mikrobiologi), Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara. Pertama,

sampel fitoplankton dihomogenisasi terlebih dahulu sebelum dilakukan identifikasi

agar tidak ada fitoplankton yang mengendap di dasar botol. Selanjutnya sampel

diambil menggunakan pipet tetes, diteteskan pada sedgewick rafter counting (SRC)

dan diamati dengan mikroskop. Identifikasi jenis fitoplankton digunakan buku

Toshihiko Mizuno (1964).

Pengambilan Sampel Air

Pengambilan sampel air dilakukan pada waktu yang bersamaan dengan

pengambilan sampel fitoplankton menggunakan botol sampel dengan ukuran 1 L

untuk mengukur parameter BOD, TSS, nitrat, fosfat pada air. Menurut SNI 06-

2412-1991, prosedur pengambilan sampel air yang baik yaitu dengan mencelupkan

botol sampel ke dalam badan air secara hati – hati dengan posisi mulut botol

berlawanan dengan arah aliran air kemudian isi botol sampel sampai penuh dan

hindarkan gelembung udara masuk selama pengisian selanjutnya botol sampel

ditutup dengan rapat pada saat didalam air.

Pengukuran Parameter Fisika Kimia Air

Pengukuran parameter fisika kimia yang dilakukan secara langsung

(in situ) yaitu pengukuran suhu air (0C) menggunakan thermometer, pengukuran

oksigen terlarut (mg/L) menggunakan DO meter, kecepatan arus air (m/s) diukur

menggunakan bola duga, kedalaman (m) diukur dengan menggunakan tongkat

berskala, pH diukur dengan menggunakan pH meter, salinitas diukur dengan

Universitas Sumatera Utara


25

menggunakan refraktometer dan selanjutnya kecerahan diukur dengan

menggunakan secchi disk.

Pengukuran parameter fisika-kimia yang dilakukan secara ex situ yaitu

pengukuran BOD, TSS, nitrat, dan fosfat dilakukan dengan uji Lab di

Laboratorium Balai Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit Kelas I

Medan.

Analisis Data

Berdasarkan data yang telah diperoleh kemudian dilakukan analisis untuk

mengukur indeks keanekaragaman spesies, indeks keseragaman, indeks

dominansi, koefisien saprobik dan dilakukan perhitungan dengan metode Indeks

pencemaran, metode ccme dan analisis komponen utama principal component

analysis (PCA) dengan persamaan sebagai berikut :

Indeks Keanekaragaman Spesies

Perhitungan indeks keanekaragam (H’) yang digunakan dalam penelitian

ini menggunakan persamaan Sharon – Wiener (Odum, 1994) sebagai berikut:

H’ = ∑st=1 PilnPi

Keterangan :

H’ = indeks diversitas Sharon-Wiener

Pi = ni/N

ni = jumlah individu jenis ke i

N = jumlah total individu

S = jumlah genus

Universitas Sumatera Utara


26

Tabel 2. Kriteria indeks keanekaragaman

Indeks Tingkat Keanekaragaman

H’ < 1 Indeks keanekaragaman rendah


1 < H’ < 3 Indeks keanekaragaman sedang
H’ > 3 Indeks keanekaragaman tinggi

Kelimpahan Fitoplankton (N)

Kelimpahan fitoplankton dihitung berdasarkan metode sapuan diatas

Sedgwick Rafter Counting Cell (SRCC). Kelimpahan fitoplankton dinyatakan

secara kuantitatif berdasarkan formula (Suhenda, 2009) dengan menentukam

volume air yang tersaring terlebih dahulu menggunakan rumus perhitungan

sebagai berikut :

Volume air yang disaring = luas mulut jaring x jarak yang ditempuh

Sehingga rumus kelimpahan fitoplankton (ind/m3) adalah sebagai berikut :

Jumlah vol. contoh x jumlah sel hasil pengamatan


Kelimpahan fitoplankton = x 1 m3
Jumlah vol pengamatan x vol air yang disaring

Indeks Keseragaman

Indeks keseragaman yaitu menunjukkan pola sebaran yang hampir

seragam antar jenis biota. Perhitungan indeks keseragaman fitoplankton dalam

penelitian ini menggunakan rumus persamaan Odum (1971) sebagai berikut

H
E=
H' maks

Keterangan

E = indeks keseragaman

H’ = indeks keanekaragaman

Hmaks = Ln s

S = Jumlah Spesies

Universitas Sumatera Utara


27

Besarmya tingkat indeks keseragaman suatu populasi berkisar antara 0 – 1

(Krebs, 1985). Adapun penjelasan mengenai kriteria tingkat keseragaman

fitoplankton dapat dilihat pada Tabel 3

Tabel 3. Kriteria indeks keseragaman

Indeks Tingkat keanekaragaman

0 – 0,4 Indeks keseragaman rendah


0,4 – 0,6 Indeks keseragaman sedang
0,6 – 1,0 Indeks keseragaman tinggi

Indeks Dominansi

Indeks dominansi digunakan untuk melihat adanya dominansi oleh suatu

jenis tertentu. Perhitungan indeks dominansi fitoplankton di dalam penelitian ini

menggunakan persamaan Odum (1971) sebagai berikut :

ni 2
C= ( )
N

Keterangan :

C = indeks dominansi

Ni = jumlah individu jenis ke – i

N = jumlah total individu

Adapun penjelasan mengenai kriteria tingkat dominasi fitoplankton dapat dilihat

pada Tabel 4

Tabel 4. Kriteria indeks dominansi

Indeks Tingkat dominansi


C < 0,5 Dominansi jenis rendah
0,5 < C < 1 Dominansi jenis sedang
C –>1,0 Dominansi jenis tinggi

Universitas Sumatera Utara


28

Koefisien Saprobitas (X)

Nilai saprobitas dapat digunakan untuk melihat suatu gambaran kondisi

kualitas suatu perairan yang dapat diukur dengan melihat kelompok organisme

yang dominan . Koefisien saprobik digunakan untuk mengetahui tingkat

ketergantungan atau hubungan suatu organisme dengan senyawa yang menjadi

sumber nutrisinya sehingga dapat diketahui hubungan kelimpahan,

keanekaragaman, dan keseragaman plankton. Berikut ini rumus saprobitas dengan

persamaan Dresscher dan Van Der Mark (1976) yang diacu pada Dahuri (1995)

C+3D-B-3A
X=
A+B+C+D

Keterangan

X = Koefisien saprobik, berkisar dari –3 (polisaprobik) sampai +3

(Oligosaprobik)

A = Kelompok organisme Cyanophyta

B = Kelompok organisme Dinophyta

C = Kelompok organisme Chlorophyta

D = Kelompok organisme Chrysophyta

A, B, C dan D = Jumlah spesies yang berbeda di dalam masing-masing

kelompok tabel

Universitas Sumatera Utara


29

Tabel 5. Hubungan antara koefisien saprobitas perairan dengan tingkat


pencemaran perairan

Bahan pencemar Tingkat pencemar Fase saprobik Koefisien


saprobik (x)
Bahan organik Sangat berat Poli saprobik -3,0 s/d -2,0
Cukup berat Poli/α-meso saprobik -2,0 s/d -1,5
α-meso/poli saprobik -1,5 s/d -1,0
Bahan organik + Sedang α -meso saprobik -1.0 s/d -0,5
anorganik
α/β-meso saprobik -0,5 s/d 0,0
β/ α-meso saprobik 0,0 s/d +0,5
Ringan β meso saprobik +0,5 s/d +1,0
β -meso/oligo saprobik +1.0 s/d +1,5
Bahan organik + Sangat Ringan Oligo/ β-meso saprobik +1,5 s/d +2,0
anorganik
Oligo saprobik +2,0 s/d +3,0
(Dahuri, 1995)

Parameter Kualitas Air

Parameter kualitas air Sungai Bedagai yang diperoleh dibandingkan

dengan kriteria mutu air dalam Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021

tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Sungai

Bedagai belum ditetapkan kelas baku mutu, sehingga sesuai dengan Peraturan

Menteri Lingkungan Hidup No. 01 tahun 2010, maka untuk perbandingannya

digunakan baku mutu kualitas air kelas II. Berikut kriteria mutu air berdasarkan PP

No. 22 Tahun 2021 dapat dilihat pada Tabel 6.

Universitas Sumatera Utara


30

Tabel 6. Kriteria mutu air berdasarkan PP No. 22 Tahun 2021

Parameter Satuan Kelas


I II III IV
Fisika
0
Suhu C Deviasi 3 Deviasi 3 Deviasi 3 Deviasi 3
TSS mg/L 40 50 100 400
Kimia
pH 6-9 6-9 6-9 6-9
DO mg/L 6 4 3 1
Nitrat mg/L 10 10 20 20
Fosfat mg/L 0,2 0,2 1 0
BOD mg/L 2 3 6 12

Indeks Pencemaran
Indeks pencemaran (IP) ditentukan untuk suatu peruntukan, kemudian

dapat dikembangkan untuk beberapa peruntukan bagi seluruh bagian badan air

atau sebagian dari suatu sungai. Pengelolaan kualitas air atas dasar indeks

pencemaran (IP) ini dapat memberi masukan pada pengambil kepitusan agar dapat

menilai kualitas badan air untuk suatu peruntukan serta melakukan tindakan

untuk memperbaiki kualitas jika terjadi penurunan kualitas akibat kehadiran

senyawa pencemar. IP mencakup berbagai kelomopok parameter kualitas yang

indenpendent dan bermakna (Rahmi dan Lumba, 2019).

Metode indeks pencemaran yang direkomendasikan oleh Kepmen LH No

115 Tahun 2003 yang dikembangkan oleh Sumitomo dan Nemerow (1970) pada

Universitas Texas yaitu suatu indeks yang berkaitan dengan senyawa pencemar

pada suatu peruntukan. Indeks pencemaran yang digunakan untuk menentukan

tingkat pencemaran relatif terhadap parameter kualitas air yang diizinkan.

Universitas Sumatera Utara


31

Pengelolaan kualitas air atas dasar Indeks pencemaran dapat memberikan masukan

pada pengambil keputusan agar dapat menilai kualitas badan air untuk suatu

peruntukan serta melakukan tindakan untuk memperbaiki kualitas jika terjadi

penurunan kualitas perairan akibat kehadiran senyawa pencemar. Jika Lij

menyatakan konsentrasi parameter kualitas air yang dicantumkan dalam baku

peruntukan air (j), dan Ci menyatakan konsentrasi parameter kualitas air (i) yang

diperoleh dari hasil analisis cuplikan air pada suatu lokasi pengambilan cuplikan

dari suatu alur sungai, maka Pij adalah indeks pencemaran bagi peruntukan (j)

yang merupakan fungsi dari Ci/Lij. Harga Pij ini dapat ditentukan dengan cara:

1.Menentukan parameter-parameter yang jika harga parameter rendah maka

kualitas air akan membaik.

2. Menentukan konsentrasi parameter baku mutu yang tidak memiliki rentang

3. Menghitung harga Ci/Lij untuk tiap parameter pada setiap lokasi pengambilan

cuplikan.

4. Jika nilai konsentrasi parameter yang menurun menyatakan tingkat pencemaran


meningkat,
Ci (Cim-Ci(hasil pengukuran)
( ) =
Lij baru Cim-Lij

Jika nilai baku Lij memiliki rentang


untuk Ci < Lij rata-rata
Ci (Ci-(Lij)rata-rata)
( ) = -
Lij baru {(Lij)minimum - (Lij)rata-rata}

untuk Ci > Lij rata-rata


Ci (Ci-(Lij)rata-rata)
( ) = -
Lij baru {(Lij maksimum-(Lij)rata-rata}
)

Universitas Sumatera Utara


32

Keraguan timbul jika dua nilai (Ci/Lij) berdekatan dengan nilai acuan 1,0,

misal C1/L1j = 0,9 dan C2/L2j = 1,1 atau perbedaan yang sangat besar,

Cara untuk mengatasi kesulitan ini adalah:

Penggunaan nilai (Ci/Lij)hasil pengukuran kalau nilai ini lebih kecil dari

1,0.

Penggunaan nilai (Ci/Lij)baru jika nilai (Ci/Lij)hasil pengukuran lebih besar

dari 1,0.

Ci Ci
( ) = 1,0+P. Log ( )
Lij baru Lij hasil pengukuran

Keterangan :
P adalah konstanta dan nilainya ditentukan dengan bebas dan disesuaikan
dengan hasil pengamatan lingkungan dan atau persyaratan yang
dikehendaki untuk suatu peruntukan (biasanya digunakan nilai 5).
Menetukan nilai rata-rata dan nilai maksimum dari keseluruhan Ci/Lij ((Ci/Lij)R

dan (Ci/Lij) M).

Menentukan harga PIj

Ci 2 Ci 2
√(Lij)M + (Lij)R
Plj=
2

Keterangan

Pij = indeks pencemaran bagi peruntukan j

Ci = konsentrasi parameter kualitas air i

Lij = konsentrasi parameter kualitas air i yang tercantum dalam baku

peruntukan air j

(Ci/Lij)M = Nilai maksimum Ci/Lij

(Ci/Lij) R = Nilai rata-rata Ci/Lij

Universitas Sumatera Utara


33

Hubungan nilai indeks pencemaran dengan baku mutu perairan disajikan pada

Tabel 7.

Tabel 7. Penentuan kategori perairan menurut metode indeks pencemaran

Rentang nilai indeks Kategori


0 ≤ IP ≤ 1,0 Memenuhi baku mutu (kondisi baik)
1,0 < IP ≤ 5,0 Cemar ringan
5,0 < IP ≤ 1,0 Cemar sedang
IP > 10 Cemar berat
Sumber : Kepmen LH No 115 Tahun 2003

Analisis Canadian Council Minister of the Environmental (CCME)

CCME merupakan suatu alat yang disederhanakan bagi masyarakat umum

untuk memperoleh data kualitas air yang kompleks. Indeks kualitas air ini

diformulasikan oleh British Columbia Ministry of Environment, Lands and Parks

yang kemudian dikembangkan oleh Alberta Environment. (CCME, 2001).

Jenis parameter, baku mutu dan jangka waktu yang digunakan pada indek

ini sangat bervariasi tergantung pada isu-isu dan kondisi lokal setiap wilayah.

Penentuannya digunakan pada indeks ini tidak ditentukan dan sangat bervariasi

dari antar daerah tergantung pada isu-isu dan kondisi lokal pada masing-masing

daerah. Minimal terdapat empat contoh variabel untuk empat kali digunakan dalam

perhitungan indeks ini. Metode ini berguna dalam mengevaluasi perubahan

kualitas air pada lokasi tertentu dari waktu ke waktu dan untuk membandingkan

indeks secara keseluruhan antar lokasi yang menggunakan variabel dan baku mutu

yang sama. Analisis Canadian Council Minister of the Environmental (CCME)

dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara


34

1. F1 (scope) merupakan persentase variabel-variabel yang tidak memenuhi

baku mutu, setidaknya untuk satu kali periode waktu (variabel gagal) relatif

terhadap jumlah variabel yang diukur:

Jumlah parameter air yang tidak sesuai baku mutu air


F1= [ ] x 100
Total jumlah parameter kualitas air

2. F2 ( frequency) merupakan persentase uji setiap parameter yang tidak


memenuhi baku mutu (uji gagal).

Jumlah hasil uji yang tidak sesuai baku mutu air


F2= [ ] x 100
Total jumlah hasil uji kualitas air

3. F3 (amplitude) merupakan jumlah dimana nilai uji gagal tidak memenuhi


baku mutu. F3 dihitung dengan tiga langkah yaitu:
a) Jumlah waktu dimana konsentrasi masing-masing lebih besar atau

kurang dari baku mutu minimum baku mutu. Ini disebut “excursion”.

Jika nilai uji lebih dari baku mutu:

Nilai hasil uji


Penyimpangan i= [ ] -1
Nilai baku mutu

Jika nilai uji kurang dari baku mutu :


Nilai baku mutu
Penyimpangan i= [ ] -1
Nilai hasil uji

b). Uji excursion dari baku mutu dan membagi total nilai uji (baik yang

terpenuhi dan yang tidak terpenuhi). Variabel ini disebut sebagai

jumlah normalisasi excursion atau nse dihitung sebagai berikut:

∑ni=1 Penyimpangan i
nse=
Total jumlah pengujian

c). F3 kemudian dihitung dengan fungsi asimtotik dengan skala jumlah dari
nse
F3= [ ]
0,01 nse+0,01

Universitas Sumatera Utara


35

d). nse dengan kisaran harga antara 0 hingga 100. Apabila nilai faktor-

faktor telah diperoleh maka nilai CCME WQI dapat dihitung dengan rumus

sebagai berikut:

√F12 +F22 +F32


CCME=100- [ ]
1.732

Keterangan :

F1 : banyaknya jumlah parameter yang melebihi baku mutu

F2 : banyaknya hasil nilai uji pada parameter yang melebihi baku mutu

F3 : besaran/selisih hasil uji pada suatu parameter dengan baku mutunya

1,732 : nilai normalitas antara 0 sampai 100

Tabel 8. Kategori kualitas air dengan metode CCME

CCME Status Kualitas

95 - 100 Sangat baik Kualitas air terlindungi dengan anggapan tidak adanya
ancaman dan gangguan, tingkat air mendekati kondisi
murni atau alaminya. Nilai indeks ini dapat diperoleh bila
semua pengukuran baku mutu memiliki tujuan yang sama
sepanjang waktu.
80 – 94 Baik Kualitas air terlindungi dengan anggapan tingkat ancaman
dan gangguan kecil, kondisi jarang menyimpang dari
tingkat alami atau yang diinginkan.
65 – 79 Cukup Kualitas air biasanya terlindungi namun kadangkadang
mengalami ancaman dan gangguan, kondisi terkadang
menyimpang dari tingkat alami atau yang diinginkan.
45 – 64 Kurang Kualitas air sering terancam dan terganggu, kondisi sering
menyimpang dari tingkat alami dan yang diinginkan.
0 - 44 Buruk Kualitas air hampir selalu terancam dan terganggu, kondisi
biasanya menyimpang dari tingkat alami.
Sumber : Lumb et al., 2011

Universitas Sumatera Utara


36

Analisis Komponen Utama Principal Component Analysis (PCA)

Analisis komponen utama (PCA) adalah teknik analisis statistik

multivarian yang terbaik untuk mengekstrak hubungan linear di antara berbagai

kelompok variabel (Simeonov et al., 2003). Nilai positif yang mendekati satu (1)

menunjukkan adanya hubungan yang berbanding lurus antar variabel, yang artinya

banyaknya suatu variabel akan diikuti dengan banyaknya variabel yang lain. Nilai

negatif yang mendekati minus satu (-1) menunjukkan adanya hubungan yang

berbanding terbalik antar variabel, yang berarti banyaknya suatu variabel akan

diikuti dengan sedikitnya variabel yang lain. Nilai yang mendekati nol (0)

menunjukkan antar variabel tidak berhubungan nyata (Ayu, 2009).

Komponen variabel principle component analysis (PCA) dengan parameter

fisika (suhu, kecerahan, kedalaman dan kecepatan arus), kimia (TSS, pH, DO,

BOD, nitrat dan posfat) serta biologi (keberadaan fitoplankton). Hasil principle

component analysis (PCA) terhadap matriks korelasi data parameter fisika kimia

yang dapat menunjukkan adanya pengelompokkan pada stasiun-stasiun

pengamatan. Principle component analysis (PCA) dilakukan dengan menggunakan

microsoft excel XLSTAT (Zulkifli et al., 2009).Nilai yang menunjukkan matriks

hubungan memiliki tingkat interval hubungan dari hubungan sangat rendah hingga

hubungan sangat kuat. Dengan penjelasan yang dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Interval hubungan

Interval koefisien Tingkat Hubungan


0,00-0,199 Sangat rendah
0,20-0,399 Rendah
0,40-0,599 Sedang
0,60-0,799 Kuat
0,80-1,00 Sangat kuat
Sumber : Sugiyono, 2005

Universitas Sumatera Utara


37

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Hasil identifikasi fitoplankton pada bagian tengah dan hilir Sungai Bedagai

ditemukan 6 kelas fitoplankton yang terdiri dari 20 famili fitoplankton dan 28 jenis

spesies fitoplankton dapat dilihat pada tabel 10.

Tabel 10. Komposisi fitoplankton di bagian tengah dan hilir sungai Bedagai

No Kelas Famili Jenis Stasiun Stasiun Stasiun


I II III
1. Bacillarophyceae Bacillariaceae Bacillaria paxifilifera - 141 -
2. Asterionellaceae Diatom sp 8 39 7
3. Cymbellaceae Cymbella cymbiformis 2 9 6
4. Leptocylindraceae Leptocylindrus danicus 7 7 15
5. Melosiraceae Melosira Indica 6 6 9
6. Melosira italic 4 14 -
7. Bacillariaceae Nitzschia vermicularis - 156 154
8. Pinnulariaceae Pinnularia Interrupta - 13 -
9. Pinnularia viridis - - 35
10 Fnigillariaceae Synedra Formosa 2 48 12
11. Cyanophyceae Aphanizomenonacea Aphanizomenon flos a
- 21 -
e
12. Oscillatoriaceae Spirulina plantesis - 6 9
13. Lyngbya agardh 7 8 15
14. Oscillatoria amphibia 84 132 13
15. Oscillatoria tenuis - 142 -
16. Microcoleaceae Plankthothrix
8 39 7
rusbescens
17. Chlorophyceae Tribonemataceae Tribonema sp - 3 -
18. Zygnemataceae Mougetia sp 12 42 6
19. Coscinodiscophyceae Coscinodiscaceae Coscinodiscus radiatus 4 28 11
20. Biddulphiaceae Isthmia sp 7 - 11
21. Euglenophyceae Euglenaceae Euglena oxyuris 12 26 135
22. Lepocinclis salina 8 7 7
23. Trachelomonas
18 54 13
lacustris
24. Trachelomonas
1 72 14
volvocina
25. Conjugatophyceae Gonazygaceae Gonatozygon sp 13 36 14
26. Desmidiaceae Cosmarium scabrum 7 8 11
27. Closteriaceae Closterium sp 6 14 11
28. Zygnemataceae Spirogyrra porticalis 4 27 11
Jumlah 220 1098 526
Universitas Sumatera Utara
38

Analisis Fitoplankton

Kelimpahan Fitoplankton (N)

Tabel 12. Nilai Kelimpahan Fitoplankton di bagian tengah dan hilir sungai bedagai

Stasiun Kelimpahan Fitoplankton

I 22448
II 72040
III 53673

Nilai kelimpahan yang diperoleh dari penelitian didapat kelimpahan

fitoplankton tertinggi terdapat pada stasiun II dengan nilai sebesar 72040 ind/m3.

Sedangkan kelimpahan terendah terdapat pada stasiun I dengan nilai sebesar

22448 ind/m3. Tingkat kelimpahan spesies fitoplankton pada setiap jenis dapat

dilihat dari gambar dibawah ini

18000
16000
14000
12000
10000
8000 Stasiun 1
6000 Stasiun 2
4000
2000 Stasiun 3
0

Gambar 6. Kelimpahan fitoplankton pada setiap stasiun

Kelompok fitoplankton yang memiliki nilai kelimpahan paling tinggi,

dibandingkan dengan kelas fitoplankton lainnya yaitu pada kelas

Bacillariophyceae pada spesies Bacillaria paxifilifera yaitu sebesar 13118 ind/m3,

Nitzschia vermicularis sebesar 15288 ind/m3 dan kelas Cyanophyceae pada

spesies Oscillatoria amphibia sebesar 12936 ind/m3.

Universitas Sumatera Utara


39

Indeks Keanekaragaman (H’), Indeks Keseragaman (E) dan Indeks

Dominansi (C), Kelimpahan Fitoplankton (N)

Berdasarkan analisis data diperoleh nilai Indeks Keanekaragaman (H’),

Indeks Keseragaman (E) dan Indeks Dominansi (C) Fitoplankton pada setiap

stasiun di sungai Bedagai dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Indeks keanekaragaman (H’), Indeks keseragaman (E) dan Indeks
Dominansi (C) fitoplankton

Stasiun H’ E C
I 2,17 0,73 0,17
Kategori Sedang Tinggi Rendah
II 2,75 0,84 0,08
Kategori Sedang Tinggi Rendah
III 2,27 0,74 0,16
Kategori Sedang Tinggi Rendah

Berdasarkan hasil analisis data diperoleh nilai indeks keanekaragaman (H’)

fitoplankton pada setiap stasiun diketahui bahwa nilai indeks keanekaragaman (H’)

tertinggi terdapat pada stasiun II yaitu 2,75 dan nilai indeks keanekaragaman

terendah terdapat pada stasiun I yaitu 2,17. Nilai keanekaragaman yang didapatkan

dari stasiun I, II dan III berkisar antara 2,17–2,75 dan tergolong dalam stasiun

dengan keanekaragaman sedang. Hal ini sesuai dengan Indeks Keanekaragaman

Shanno-Winner (Odum,1994), yaitu nilai 1<H’<3 tergolong keanekaragaman atau

komunitas biota sedang.

Nilai keseragaman di setiap stasiun memiliki nilai yang tidak berbeda jauh

dan pada setiap stasiun tergolong dalam kategori keseragaman tinggi.

Keseragaman tertinggi ditemukan pada stasiun II dengan nilai sebesar 0,84. Nilai

keseragaman terendah ditemukan pada stasiun I dengan nilai sebesar 0,73.

Nilai dominansi yang diperoleh dari ketiga stasiun penelitian berkisar

antara 0,08-0,17. Indeks dominansi tertinggi terdapat pada stasiun I yaitu sebesar

Universitas Sumatera Utara


40

0,17, sedangkan nilai indeks dominansi terendah terdapat pada stasiun II yaitu

sebesar 0,08 dan tergolong kedalam kategori dominansi rendah.

Parameter Fisika Kimia Air

Parameter yang diukur pada bagian tengah dan hilir sungai Bedagai

meliputi parameter kimia dan parameter fisika. Hasil pengukuran faktor fisika dan

kimia air dalam setiap stasiun dapat dilihat pada tabel 13.

Tabel 13. Hasil pengukuran parameter fisika dan parameter kimia

Stasiun Pengamatan
Parameter Satuan I II III
Fisika
0
Suhu C 29 28-30 29
Kedalaman Cm 153 56 163
Kecerahan Cm 12,16 9,6 9,16
Kecepatan arus m/detik 0,54 0,23 0,34
Kimia
DO mg/L 5,4 4,3 4,2
pH - 7,2 7,16 6,9
Salinitas ppt 0 0 5
BOD mg/L 5,7 8,23 9,3
TSS mg/L 37,3 65,9 48,23
Nitrat mg/L 3,33 4,06 4,46
Fospat mg/L 0,77 1,96 1,22

Koefisien Saprobik

Berdasarkan hasil koefisien saprobik dapat ditunjukkan pada Tabel 14 di

bawah ini.

Tabel 14 . Hasil koefisien saprobik

Filum Jumlah spesies Nilai saprobitas


Cyanophyta 63
Dinophyta 0 -1,72 (cukup berat poli/
Chrysophyta 54 α-meso saprobik)
Chlorophyta 15

Universitas Sumatera Utara


41

Indeks Pencemaran

Hasil perhitungan kualitas air dengan analisis indeks pencemaran (IP) di

perairan Sungai Bedagai dapat dilihat pada Tabel 15. Hasil dari tabel tersebut

menunjukkan bahwa status mutu air pada stasiun I, II dan III dikategorikan

tercemar ringan. Contoh perhitungan dengan menggunakan analisis Indeks

Pencemaran dapat dilihat pada Lampiran 5.

Tabel 15. Kualitas air di bagian tengah dan hilir Sungai Bedagai dengan IP

Kelas Stasiun I Stasiun II Stasiun III


II
Skor Kualitas air Skor Kualitas air Skor Kualitas air
2,96 Tercemar 4,43 Tercemar 3,72 Tercemar
ringan ringan ringan

Analisis CCME

Hasil perhitungan kualitas air dengan analisis CCME di bagian tengah dan

hilir sungai Bedagai dapat dilihat pada tabel 16. Hasil dari tabel 16 tersebut

menunjukkan bahwa status mutu air pada stasiun I,II dan III dikategorikan sangat

buruk.

Tabel 16. Kualitas air di bagian tengah dan hilir Sungai Bedagai dengan CCME

Kelas Stasiun I Stasiun II Stasiun III


II
Skor Kualitas air Skor Kualitas air Skor Kualitas air
41,45 Sangat 27,91 Sangat 35,64 Sangat
buruk buruk buruk

Analisis Principal Component Analysis (PCA) Keanekaragaman Fitoplankton

Hasil analisis pengukuran indikator fisika kimia perairan yang telah

dilakukan dihubungkan dengan keanekaragaman menggunakan Principal

Component Analysis (PCA), diketahui bahwa hubungan suhu, kedalaman,

kecerahan, kecepatan arus, DO, BOD dan pH tergolong negatif dengan

membentuk sudut >900 yang artinya memiliki hubungan yang tidak searah
Universitas Sumatera Utara
42

terhadap keanekaragaman fitoplankton. Sementara hubungan nitrat, fospat,

Salinitas, dan TSS terhadap keanekaragaman tergolong positif (+) dengan

membentuk sudut <900 yang artinya parameter tersebut memiliki hubungan yang

searah terhadap keanekaragaman fitoplankton. Hal ini dapat dilihat pada gambar 7

dibawah ini.

1 Keanekaraga
pH
man
0.75
DO
0.5 BOD
Suhu
Kecerahan
F2 (27,08 %)

0.25
Nitrat Fospat
0
TSS
-0.25

-0.5
Kecepatan
Kedalaman
-0.75 arus Salinitas

-1
-1 -0.75 -0.5 -0.25 0 0.25 0.5 0.75 1
F1 (31,49 %)

Gambar 7. Grafik PCA

Berdasarkan hasil pengukuran parameter fisika kimia perairan yang telah

dilakukan dihubungan dengan keanekaragaman fitoplankton menggunakan

(Principal Component Analysis), ditemukan nilai korelasi antar parameter sebagai

berikut :

Tabel 17. Hasil Analisis Komponen Utama (Principal Component Analysis)

Parameter Nilai Korelasi Tingkat Hubungan


Suhu -0,490 Sedang
Kedalaman -0,653 Kuat
Kecerahan -0,755 Kuat
Kecepatan arus -0,400 Sedang
DO -0,694 Kuat
pH -0,288 Rendah
Salinitas 0,089 Sangat rendah
BOD -0,173 Sangat Rendah
TSS 0,900 Sangat kuat
Nitrat 0,311 Rendah
Fospat 0,847 Sangat kuat
Universitas Sumatera Utara
43

Pembahasan

Kelimpahan Fitoplankton (N)

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa nilai kelimpahan

fitoplankton tertinggi ditemukan pada stasiun II yaitu berkisar 72040 ind/m3, lebih

tingginya nilai kelimpahan fitoplankton pada stasiun II daripada stasiun I dan III

disebabkan karena jumlah fospat yang dibutuhkan fitoplankton sebagai nutrisi

untuk perkembangan dan pertumbuhan fitoplankton pada stasiun II lebih tinggi

daripada stasiun lainnya. Menurut Paiki dan Kalor (2017), mengatakan bahwa

Fosfat merupakan salah satu zat hara yang memiliki peran penting dalam

pembentukan sel jaringan jasad hidup organisme fitoplankton serta fitoplankton

memiliki hubungan yang erat dengan zat hara.

Tingginya nilai kelimpahan fitoplankton pada stasiun II juga didukung

oleh kadar pH yang lebih baik daripada stasiun lainnya yaitu berkisar 7,16. Kadar

pH yang optimum dapat berpengaruh dalam proses penyerapan fosfat oleh

fitoplankton, sehingga jika kadar pH suatu perairan optimum maka proses

penyerapan nutrisi pada fitoplankton akan sangat baik. Hal ini sesuai dengan

Warsa et al (2006) yang mengatakan bahwa dalam proses absorpsi fospat oleh

fitoplankton sangat dipengaruhi oleh pH, dan pH akan mengubah kecepatan

absorpsi posfat dengan mengubah aktivitas enzim.

Hasil kelimpahan fitoplankton pada stasiun I memiliki nilai kelimpahan

fitoplankton yang lebih rendah daripada stasiun II dan III yaitu berkisar 22448

ind/m3. Hal ini dapat disebabkan karena pada stasiun I memiliki kadar nitrat dan

fospat yang lebih rendah daripada stasiun lainnya. Rendahnya kadar fospat dan

nitrat pada stasiun I ini dapat mengurangi nutrisi pada fitoplankton sehingga

Universitas Sumatera Utara


44

menyebabkan terganggunya proses pertumbuhan dan perkembangan fitoplankton.

Hal ini sesuai dengan Ikhsan et al (2020), yang mengatakan bahwa fosfat

merupakan salah satu unsur essensial bagi pembentukan protein dan metabolisme

sel organisme dan pertumbuhan fitoplankton akan optimal ketika konsentrasi

fosfat tinggi dan nitrat sebagai sumber nitrogen.

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa nilai kelimpahan

fitoplankton pada stasiun III memiliki nilai yang lebih rendah daripada stasiun II

yaitu 53673 ind/m3. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi rendahnya nilai

kelimpahan pada stasiun III salah satunya yaitu pada perairan stasiun III

dipengaruhi oleh pasang surut sehingga menyebabkan kelimpahan fitoplankton

lebih rendah daripada stasiun II. Hal ini sesuai dengan Khaqiqoh et al (2014),

yang menyatakan bahwa proses pasang surut didaerah ekoton sungai sangat

mempengaruhi kelimpahan fitoplankton hal ini dikarenakan sifat dasar

fitoplankton yang selalu bergerak pasif mengikuti arus.

Kelompok fitoplankton dari kelas Bacillariophyceae yaitu pada spesies

Nitzschia vermicularis dengan nilai berkisar 15288 ind/m3 merupakan kelas

dengan nilai kelimpahan fitoplankton tertinggi, dibandingkan dengan kelas

fitoplankton lainnya. Hal ini diduga karena pada kelas Bacillariophyceae dan

Cyanophyceae merupakan kelompok fitoplankton yang memiliki tingkat toleransi

dan adaptasi yang baik terhadap perubahan lingkungan yang ekstrim. Hal ini

sesuai dengan Amri et al (2019), mengatakan bahwa Banyaknya kelas

Bacillariophyceae (diatom) di perairan karena kemampuannya beradaptasi

dengan lingkungan hidupnya juga bersifat kosmopolit, tahan terhadap kondisi

ekstrim serta mempunyai daya reproduksi yang tinggi.

Universitas Sumatera Utara


45

Kelompok fitoplankton yang memiliki nilai kelimpahan terendah yaitu

pada kelas Chlorophyceae yaitu pada spesies Tribonema sp dengan nilai berkisar

306 ind/m3 , hal ini diduga karena pada kelas Chlorophyceae hanya mampu hidup

dalam kondisi perairan yang memiliki kadar pH bersifat sedikit asam, intensitas

cahaya yang cukup serta dengan kecepatan arus yang tenang. Hal ini sesuai

dengan Zulaikartika (2016), yang menyatakan bahwa Chlorophyceae akan

melimpah baik dari segi kuantitas pada perairan dengan kondisi pH kurang dari 7

atau perairan yang bersifat asam dan pada perairan yang relatif tenang.

Indeks Keanekaragaman Fitoplankton (H’)

Hasil penelitian ditemukan bahwa jumlah komposisi fitoplankton yang

ditemukan pada stasiun I lebih rendah daripada stasiun II dan III. Hal ini dapat

disebabkan karena beberapa faktor yaitu jumlah nutrien yang lebih sedikit

ditemukan di stasiun I, kecepatan arus yang lebih tinggi dibandingkan stasiun

lainnya, Hal ini sesuai dengan Yusuf (2012), yang mengatakan bahwa kecepatan

arus yang masih berada dibawah kisaran 0,5 m/s tergolong dalam arus rendah

hingga sedang, sedangkan arus dengan kecepatan 0,5 m/s atau lebih tergolong

dalam arus kuat. Hal ini memberikan dampak bagi kelimpahan plankton, dimana

jika kecepatan arus rendah maka kelimpahan plankton tinggi, begitu pula

sebaliknya, serta juga disebabkan karena kondisi permukaan perairan pada stasiun

ini cukup tertutup karena terdapat tutupan vegetasi sekitar permukaan sungai

sehingga badan air tidak mendapat cahaya matahari yang cukup sampai ke dasar

perairan dan cahaya matahari sangat dibutuhkan oleh fitoplankton untuk

melakukan fotosintesis, Hal ini sesuai dengan Nybakken (1998), yang

mengatakan bahwa fotosintesis hanya dapat berlangsung bila intensitas cahaya

Universitas Sumatera Utara


46

yang sampai ke suatu sel alga lebih besar dari suatu intensitas cahaya tertentu dan

laju fotosintesis akan tinggi bila intensitas cahaya tinggi dan menurun bila cahaya

menurun.

Berdasarkan hasil penelitian perbedaan jumlah komposisi fitoplankton

ditemukan paling tinggi yaitu berada pada stasiun II dan terendah pada stasiun I,

hal ini dapat disebabkan karena adanya perbedaan waktu pengambilan sampel

fitoplankton yang dapat menyebabkan adanya perbedaan jumlah fitoplankton

yang ditemukan, pada stasiun II pengambilan fitoplankton dilakukan pada pukul

09.00 pagi dan pada saat itu intensitas cahaya matahari cukup kuatmmasuk

kekolom permukaan perairan. Hal ini sesuai dengan Yuliana (2006), yang

mengatakan bahwa semakin besarnya sudut datang matahari yang menyebabkan

kolom perairan dekat permukaan mempunyai cahaya yang lebih tinggi. Menurut

Facta et al. (2006), pada pukul 09.00 pagi intensitas cahaya matahari

menunjukkan tingkat efisiensi yang cukup bagus dan peningkatan ukuran

kloroplas pada dinding sel fitoplankton cukup cepat.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan ditemukan nilai indeks

keanekaragaman pada stasiun I, stasiun II, stasiun III memiliki nilai indeks

keanekaragaman berkisar 2,17 – 2,75 ind/m3 dan termasuk dalam kategori sedang.

Hal ini mengindikasikan bahwa perairan Sungai Bedagai memiliki kondisi

perairan yang masih dapat ditoleransi oleh beberapa jenis fitoplankton dan masih

termasuk ke dalam kondisi perairan yang cukup stabil untuk kehidupan

fitoplankton. Hal ini sesuai dengan Agustina dan Poke (2016) yang mengatakan

bahwa suatu ekosistem yang tidak stabil dan rentan terhadap pengaruh tekanan

Universitas Sumatera Utara


47

dari luar akan memiliki nilai keanekaragaman yang lebih rendah dibandingkan

dengan ekosistem yang stabil akan memiliki keragaman tinggi.

Nilai indeks keanekaragaman tertinggi terdapat pada stasiun II berkisar

2,75 ind/m3, hal ini disebabkan karena pada stasiun II lebih banyak ditemukan

spesies fitoplankton yaitu sebanyak 26 spesies dibandingkan dengan stasiun

lainnya. Hal ini sesuai dengan Rahmatullah et al. (2016), yang mengatakan bahwa

tingginya nilai keanekaragaman suatu perairan dapat disebabkan karena di

perairan tersebut memiliki lebih banyak jumlah spesies plankton dibandingkan

dengan perairan lainnya.

Keseragaman Fitoplankton (E)

Nilai keseragaman fitoplankton yang ditemukan dari stasiun I, stasiun II

dan stasiun III berkisar antara 0,73-0,84. Nilai keseragaman di setiap stasiun

memiliki nilai yang tidak berbeda jauh dan pada setiap stasiun tergolong dalam

kategori keseragaman tinggi dan menunjukkan komunitas fitoplankton dalam

keadaan yang stabil. Hal ini sesuai dengan Amin (2008), yang menyatakan bahwa

indeks keseragaman yang mendekati nol cenderung menunjukkan komunitas yang

tidak stabil sedangkan jika mendekati satu komunitas dalam keadaan stabil,

jumlah individu antar spesies sama.

Keseragaman tertinggi ditemukan pada stasiun II dengan nilai sebesar

0,84, hal ini diduga karena jumlah individu fitoplankton pada stasiun II tersebar

merata pada setiap spesies. Menurut Setyabudianti et al ( 2009), mengatakan

bahwa Indeks keseragaman yang mendekati satu tmenunjukkan bahwa

pemerataan antar genera relative seragam atau jumlah individu pada tiap genera

relative sama.

Universitas Sumatera Utara


48

Nilai keseragaman terendah ditemukan pada stasiun I dengan nilai sebesar

0,73. Hal ini dikarenakan pada stasiun I jumlah spesies fitoplankton yang

ditemukan lebih sedikit dan memiliki nilai keanekaragaman yang lebih rendah

daripada stasiun II dan III. Menurut Prasetyaningtyas et al (2012), mengatakan

bahwa indeks keanekaragaman mempengaruhi nilai indeks keseragaman, dimana

nilai keseragaman rendah jika keanekaragaman nya rendah dan jumlah spesies

fitoplankton yang ditemukan juga sedikit.

Indeks Dominansi Fitoplankton (D)

Berdasarkan nilai rata – rata indeks dominansi dari ketiga stasiun yaitu

berkisar 0,08 - 0,17 didapatkan bahwa ketiga stasiun tergolong kedalam kategori

dominansi rendah. Hal ini menunjukkan bahwa di perairan sungai Bedagai tidak

terdapat genus yang mendominasi genus lainnya secara ekstrim. Hal ini sesuai

dengan Yanasari et al (2017), yang mengatakan bahwa nilai indeks dominansi

yang memperlihatkan nilai rendah (nilai yang mendekati nol) berarti tidak terjadi

dominansi genus tertentu di perairan tersebut.

Indeks dominansi tertinggi terdapat pada stasiun I yaitu sebesar 0,17,

sedangkan nilai indeks dominansi terendah terdapat pada stasiun II yaitu sebesar

0,08. Perbedaan tinggi rendahnya nilai dominansi pada setiap stasiun dikarenakan

adanya perbedaan jumlah fittoplankton yang ditemukan pada setiap stasiun. Nilai

dominansi yang rendah juga berpengaruh terhadap nilai keanekaragaman dan nilai

keseragaman dan tinggi. Menurut Prasetyaningsih et al (2012), mengatakan

bahwa tingginya nilai dominansi tersebut dikarenakan banyak spesies fitoplankton

yang ditemukan. Keanekaragaman (H), keseragaman (e) dan dominansi (C)

merupakan 3 hal yang saling berkaitan dan mempengaruhi, dimana jika indeks

Universitas Sumatera Utara


49

keseragaman rendah akan menurunkan nilai indeks keanekaragaman dan akan

menyebabkan nilai dominansi menjadi tinggi.

Perbedaan jumlah organisme, keseragaman, dan dominansi fitoplankton

yang ditemukan pada setiap stasiun dipengaruhi oleh kondisi perairan tersebut.

Perbedaan kondisi perairan, kondisi kualitas air, dan kondisi cuaca dapat

menentukan perbedaan jumlah fitoplankton. Hal ini sesuai dengan Yanasari et al

(2017), mengatakan bahwa faktor utama yang mempengaruhi jumlah organisme,

keseragaman jenis dan dominansi antara lain adanya perusakan habitat alami

seperti pengkonversian lahan mangrove menjadi tambak atau peruntukan lainnya,

pecemaran kimia dan organik, serta perubahan iklim.

Parameter Fisika Kimia Air

Suhu dilokasi penelitian berkisar antara 280C – 300C dan masih termasuk

kedalam kisaran suhu yang optimum untuk pertumbuhan fitoplankton, hal ini

menunjukkan bahwa kondisi suhu di perairan sungai Bedagai mendukung proses

metabolisme dan perkembangan fitoplankton sehingga dapat berjalan dengan

baik. Menurut Effendi (2003), mengatakan bahwa kisaran suhu yang optimum

untuk pertumbuhan fitoplankton adalah 20 – 30 0C.

Berdasarkan hasil pengukuran suhu dilapangan diketahui bahwa suhu

tertinggi yaitu pada stasiun II yaitu sebesar 28 – 300C. Tingginya suhu pada

stasiun 3 disebabkan karena pada lokasi stasiun berada di tengah badan air yang

tidak ada tutupan kanopi vegetasi sehingga menyebabkan badan air terkena

cahaya matahari secara langsung dengan intensitas yang cukup tinggi. Menurut

Pratiwi et al (2017), mengatakan bahwa tutupan kanopi vegetasi dapat

mempengaruhi penetrasi cahaya yang masuk ke dalam perairan sungai. Perbedaan

Universitas Sumatera Utara


50

kerapatan tutupan kanopi tersebut berpeluang untuk memunculkan perbedaan

cahaya yang diterima oleh perairan sungai di bawahnya.

Kedalaman pada lokasi penelitian berkisar antara 65 – 163 cm, perbedaan

kedalaman pada setiap stasiun mempengaruhi jumlah organisme fitoplankton

yang hidup didalam perairan tersebut. Hal ini disebabkan karena perbedaan suhu,

intensitas cahaya serta kadar oksigen yang berbeda pada setiap kedalaman dapat

mempengaruhi metabolism fitoplankton. Hal ini sesuai dengan Hasan (2017),

yang menyatakan bahwa Penyebaran plankton didalam air tidak sama pada

kedalaman yang berbeda hal ini disebabkan karena adanya perbedaan suhu, kadar

oksigen dan intensitas cahaya di kedalaman yang berbeda.

Nilai kecerahan yang diperoleh pada perairan sungai Bedagai yaitu

berkisar 9,16 – 12,16 cm, nilai ini termasuk kedalam kecerahan rendah.

Penurunan penetrasi cahaya kedalam perairan disebabkan karena dipengaruhi oleh

partikel – partikel terlarut yang ada dalam perairan sungai Bedagai yang cukup

tinggi. Hal ini Suardiani et al (2018), yang mengatakan bahwa tinggi rendahnya

nilai kecerahan setiap stasiun penelitian dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu

pengamatan dan kondisi perairan tersebut yang dipengaruhi oleh partikel-partikel

terlarut.

Berdasarkan hasil pengukuran nilai kecerahan di lokasi penelitian

memiliki tingkat kecerahan yang rendah yaitu 9,16 – 12,16 cm dan termasuk

kedalam nilai kecerahan yang tidak baik bagi kehidupan organisme fitoplankton

sehingga akan mengganggu proses fotosintesis pada fitoplankton. Hal ini sesuai

dengan Anggoro et al (2013), yang menyatakan bahwa nilai kecerahan air yang

baik bagi kelangsungan hidup organisme perairan adalah > 45 cm.

Universitas Sumatera Utara


51

Nilai kecepatan arus pada perairan sungai Bedagai yaitu berkisar antara

0,23 – 0,54 m/detik dan termasuk kedalam arus sedang. Salah satu faktor yang

mempengaruhi pergerakan arus di perairan yaitu angin dan banyaknya sampah

yang dibuang kedalam badan air sungai. Hal ini sesuai dengan Darmawan et al

(2018), yang mengatakan bahwa faktor yang mempengaruhi lambatnya arus di

suatu perairan karena adanya sampah-sampah yang dibuang ke badan perairan

sehingga dapat memperlambat kecepatan arus.

Berdasarkan hasil pengukuran nilai oksigen terlarut di perairan sungai

Bedagai yaitu berkisar 4,2 – 5,4. Rendahnya nilai oksigen terlarut pada perairan

sungai Bedagai menunjukkan bahwasanya proses fotosintesis kurang baik hal ini

disebabkan karena rendahnya nilai kecerahan yaitu 9,16 – 12,16 cm sehingga

penetrasi cahaya tidak dapat mencapai ke perairan yang dalam. Hal ini sesuai

Veronica (2010), yang menyatakan pengaruh ekologis dari kecerahan

menyebabkan terjadinya penurunan penetrasi cahaya kedalam perairan yang

selanjutnya akan menurunkan fotosintesa dan rendahnya nilai oksigen terlarut.

Nilai derajat keasaman di perairan sungai Bedagai berkisar antara 6,9 –

7,2. Dari hasil pengukuran kadar derajat keasaman untuk perairan sungai Bedagai

masih termasuk ke dalam nilai pH yang optimum untuk mendukung kehidupan

fitoplankton. Kondisi perairan yang memiliki nilai pH terlalu rendah atau terlalu

tinggi akan membahayakan kehidupan fitoplankton. Hal ini sesuai Ananda et al

(2019), yang menyatakan bahwa kondisi pH dalam keadaan

normal berkisar antara 7-8. kondisi derajat keasaman (pH) mendukung

pertumbuhan fitoplankton. Kondisi perairan yang sangat asam maupun

Universitas Sumatera Utara


52

sangat basa akan membahayakan kelangsungan organisme air (plankton), karena

dapatmenyebabkan gangguan metabolisme dan respirasi.

Hasil pengukuran nilai salinitas di bagian tengah dan hilir sungai Bedagai

yaitu diketahui nilai salinitas yang tertinggi ditemukan pada stasiun III yaitu

berkisar 5 ppt, hal ini dikarenakan pada lokasi stasiun III merupakan daerah hilir

sungai Bedagai dan merupakan aliran sungai yang menuju ke laut. Menurut

Purnaini et al (2018), mengatakan bahwa semakin ke hilir kadar salinitas akan

semakin tinggi karena adanya massa air laut yang masuk ke sungai pada saat

pasang.

Berdasarkan hasil pengukuran nilai BOD pada lokasi lokasi penelitian

bearada pada kisaran 5,7 – 9,3 mg/L, Nilai BOD pada Sungai Bedagai termasuk

kedalam nilai BOD yang telah melewati batas maksimum dari baku mutu

perairan. Hal ini menunjukkan bahwasanya banyak organisme yang

membutuhkan oksigen untuk melakukan proses penguraian bahan organik di

perairan sungai Bedagai. Hal ini sesuai dengan Pescod (1973), mengatakan bahwa

kebutuhan oksigen biologi didefinisikan sebagai kebutuhan banyaknya oksigen

yang diperlukan oleh organisme pada saat pemecahan bahan organik yang akan

digunakan organisme sebagai bahan makanan dan energinya. Dan sesuai dengan

kriteria baku mutu air menurut PP Nomor 22 Tahun 2021, batas maksimum dari

nilai BOD yaitu 3 mg/L.

Nilai Total Suspended Solid yang telah dilakukan pengukuran pada

perairan sungai Bedagai berkisar antara 37,3 – 65,9 mg/L. Nilai Total Suspended

Solid yang paling tinggi ditemukan pada stasiun 2 yaitu berkisar 65,9 mg/L, hal

ini dikarenakan pada stasiun II merupakan daerah yang dekat dengan pemukiman

Universitas Sumatera Utara


53

penduduk dan dekat dengan daerah industry sehingga terdapat banyak limbah cair

rumah tangga dan limbah cair industri yang banyak mengandung bahan organik,

anorganik dan mineral masuk terbawa oleh aliran sungai stasiun 2. Hal ini sesuai

Yulianti (2019), yang menyatakan bahwa limbah cair rumah tangga dan limbah

cair industri dinilai sebagai air limbah yang tergolong sebagai bahan pencemar

tinggi. Komposisi pada limbah cair rumah tangga dan limbah cair industri

berpotensi tinggi terhadap kadar Total Suspended Solid (TSS).

Rendahnya nilai Total Suspended Solid pada stasiun III dibandingkan pada

nilai Total Suspended Solid pada stasiun II dikarenakan pada stasiun III

merupakan aliran badan sungai yang menuju kearah laut sehingga terjadi

pengencaran material oleh air laut yang menyebabkan rendahnya nilai Total

Suspended Solid pada stasiun III. Hal ini sesuai dengan Irawati (2011), yang

menyatakan bahwa pola kandungan TSS akan semakin rendah seiring kearah laut

karena adanya pengenceran oleh air laut ketika material tersebut sampai di laut.

Kadar Nitrat antara setiap stasiun adalah 3,33 – 4,46 mg/L yang berarti

kadar nitrat pada sungai Bedagai yang dibutuhkan untuk fitoplankton sudah

optimal dan masih berada dibawah baku mutu perairan. Hal ini sesuai dengan

kriteria baku mutu air menurut PP Nomor 22 Tahun 2021, batas maksimum dari

nilai nitrat yaitu 10 mg/L. Sesuai dengan Nybakken (1988), yang mengatakan

bahwa nitrat merupakan salah satu zat hara yang dubutuhkan dan mempunyai

pengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan hidup firoplankton di

perairan.

Kadar nitrat tertinggi ditemukan pada stasiun III yaitu berkisar 4,46 mg/L,

hal ini disebabkan karena pada lokasi perairan stasiun III banyak terjadi aktifitas

Universitas Sumatera Utara


54

masyarakat salah satunya yaitu sebagai daerah tranportasi laut sehingga lebih

banyak masukan bahan organik pada stasiun III yang berasal dari emisi kendaraan

laut. Hal ini sesuai dengan Sulastri (2008), yang mengatakan bahwa

meningkatnya unsur hara dan bahan organik di perairan disebabkan karena

perairan tersebut sebagai jalur transportasi laut, pemukiman penduduk dan

kegiatan perikanan budidaya.

Nilai fospat yang diukur di sungai Bedagai berkisar 0,77 – 1,96 mg/L,

fospat tertinggi ditemukan pada stasiun II yaitu sebesar 1,96 mg/L dan kadar

fospat terendah ditemukan pada stasiun I yaitu sebesar 0,77 mg/L. Rendahnya

kadar fospat pada stasiun I dikarenakan pada lokasi stasiun I hanya terdapat

sumber bahan organik dari kegiatan pertanian karena lokasi nya cukup jauh dari

pemukiman masyarakat sedangkan pada stasiun II sumber bahan pencemar

berasal dari aktivitas penduduk sekitar badan sungai dan juga limbah industri. Hal

ini sesuai dengan Patricia et al (2018), yang menyatakan bahwa kandungan fosfat

dalam perairan pada umumnya berasal dari limpasan pupuk pada pertanian,

kotoran manusia maupun hewan, serta industri. Penggunaan detergen dalam

rumah tangga juga menjadi penyumbang kadar fosfat yang signifikan dalam

perairan.

Nilai rata – rata fospat yang didapatkan pada stasiun I, Stasiun II dan

Stasiun III memiliki nilai 0,77 mg/L, 1,96 mg/L, 1,22 mg/L. Berdasarkan PP

Nomor 22 Tahun 2021, parameter fospat untuk baku mutu kelas II memiliki nilai

0,2 mg/l. Hal ini menandakan bahwa nilai rata – rata fospat pada Stasiun I, II dan

III berada diatas baku mutu air dan tidak dapat dimanfaatkan sebagai air minum.

Koefisien Saprobik

Universitas Sumatera Utara


55

Berdasarkan hasil penelitian nilai koefisiem saprobik di bagian tengah dan

hilir sungai Bedagai yaitu diperoleh -1,72. Hal ini mengindikasikan bahwa

kondisi kualitas air di bagian tengah dan hilir sungai Bedagai termasuk kedalam

fase pencemaran cukup berat (poli/α-meso saprobik). Tingginya kelimpahan

organisme yang menjadi penyusun saprobitas dan banyaknya bahan organik

diduga berasal dari limbah rumah tangga dan limbah industri di badan sungai. Hal

ini sesuai dengan Ngabekti (2013), yang mengatakan bahwa pengaruh terkuat

terhadap kondisi tingkat saprobitas perairan adalah kedekatan dengan pemukiman

penduduk serta adanya sedimentasi serta masuknya bahan pencemar organik.

Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan indeks saprobik diketahui

bahwasanya organisme yang paling banyak ditemukan yaitu terdapat pada filum

Cyanophyta yang tergolong kelompok organisme polisaprobik, hal ini

mengindikasikan bahwasanya bagian tengah dan hilir sungai Bedagai terdapat

banyak organisme yang mampu beradaptasi dengan lingkungan tercemar berat

dan tergolong dalam kelompok organisme polisaprobik. Hal ini sesuai dengan

Anggoro (1988), yang mengatakan bahwa organisme saprobik yang mendominasi

di suatu perairan, dapat menunjukkan tingkat pencemaran suatu lingkungan

perairan, kelompok organisme polisaprobik mengindikasikan bahwa perairan

tercemar berat.

Metode Indeks Pencemaran (IP)

Berdasarkan hasil perhitungan status mutu air sungai Bedagai dengan

metode indeks pencemaran pada Tabel dapat dilihat bahwa kualitas Sungai

Bedagai pada ketiga stasiun mengalami penurunan kualitas air yang diketahui dari

semakin meningkatnya nilai IP (Indeks Pencemaran) sesuai dengan Kementrian


Universitas Sumatera Utara
56

Lingkungan Hidup No. 115 Tahun 2003. Status mutu air sungai Bedagai

tergolong dalam tercemar ringan. Dengan demikian, maka kualitas air sungai

Bedagai sudah tidak lagi sesuai peruntukan kelas air II yaitu untuk

sarana/prasarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan dan

untuk mengairi pertanaman (PP No. 22 Tahun 2021). Maka dari itu, diperlukan

adanya upaya pengelolaan air sungai agar dapat tetap bermanfaat bagi kehidupan

masyarakat sekitar.

Berdasarkan hasil analisis kualitas air yang dilakukan dengan

menggunakan metode Indeks Pencemaran diketahui bahwa nilai Indeks

Pencemaran tertinggi yaitu berada pada stasiun II yaitu 4,43, hal ini diduga

karena adanya perbedaan pemanfaatan lahan yang tidak sama dan pada stasiun II

lebih didominasi oleh pemukiman penduduk dan kegiatan industri. Hal ini

didukung dengan pada stasiun II nilai TSS, BOD dan Fospat telah melebihi baku

mutu air yang telah ditentukan oleh PP No. 22 Tahun 2021. Hal ini sesuai dengan

Machairiyah et al (2020), yang menyatakan bahwa keragaman pemanfaatan lahan

mempengaruhi jumlah beban pencemar yang dihasilkan, terutama didominasi

oleh pemukiman.

Metode CCME

Berdasarkan hasil perhitungan status mutu air dengan menggunakan metode

CCME (Canadian Council Minister of the Environmental) dapat dilihat bahwa

status mutu air sungai Bedagai di stasiun I dengan skor 41,45 tergolong sangat

buruk, di stasiun II dengan skor 27,91 tergolong sangat buruk dan pada stasiun III

dengan skor 35,64 tergolong sangat buruk. Hal tersebut menunjukkan bahwa

kualitas air sungai Bedagai telah mengalami pencemaran yang cukup tinggi,
Universitas Sumatera Utara
57

terutama pada stasiun II yang merupakan lokasi terdekat dari aktivitas industri.

Sehingga secara langsung memiliki sumber pencemar yang tinggi juga.

Pengukuran status mutu air dengan menggunakan metode CCME lebih

memperhatikan banyak aspek dan tidak terlalu terpengaruh dengan parameter

mikrobiologi/biologi, selain itu pada metode CCME juga lebih memperhatikan

perbandingan nilai parameter yang melebihi baku mutu dengan banyaknya hasil

uji yang melebihi baku mutu sehingga dapat diketahui bahwasanya metode

CCME merupakan metode yang sensitif merespon dinamika mutu air. Hal ini

sesuai dengan Romdania et al (2018), yang mengatakan bahwa Indeks CCME

merupakan metode paling tepat dalam menganalisis mutu air di berbagai negara

termasuk Indonesia dengan tingkat efektivitas dan sensitivitas lebih tinggi

dibanding metode lain, serta penggunaan jumlah dan jenis parameter yang

fleksibel.

Analisis Komponen PCA dengan Keanekaragaman Fitoplankton

Berdasarkan Tabel hubungan kualitas air sungai Bedagai dengan

keanekaragaman fitoplankton pada parameter suhu yaitu sebesar –0,490 yang

artinya memiliki hubungan yang sedang dan menunjukkan adanya hubungan yang

berbanding terbalik. Hal ini diduga karena jika suhu yang terlalu tinggi

menyebabkan keanekaragaman fitoplankton menurun. Hal ini sesuai dengan

Triawan dan Arisandi (2020), yang mengatakan bahwa fitoplankton hanya dapat

hidup pada kisaran suhu yang dapat di tolerirnya, sebagian besar fitoplankton

dapat hidup dan tumbuh baik pada suhu dibawah 30°C, dan pertumbuhan akan

terhambat pada suhu diatasnya.

Universitas Sumatera Utara


58

Berdasarkan hasil analisis hubungan kedalaman perairan sungai Bedagai

dengan tingkat keanekaragaman fitoplankton menunjukkan nilai korelasi yaitu -

0,653 dan tergolong dalam hubungan yang kuat dan berbanding terbalik artinya

semakin tinggi kedalaman suatu perairan maka keanekaragaman fitoplankton

akan semakin menurun. Hal ini sesuai dengan Baksir (2004), yang menyatakan

bahwa besarnya energi cahaya pada berbagai kedalaman adalah yang

menyebabkan perubahan komposisi fitoplankton. Sehingga pada setiap kedalaman

yang berbeda menyebabkan keanekaragaman fitoplankton juga berbeda.

Nilai korelasi antara kecerahan perairan sungai Bedagai dengan

keanekaragaman fitoplankton yaitu -0,755 yang berarti memiliki hubungan yang

sangat kuat namun berbanding terbalik dengan keanekaragaman fitoplankton, hal

ini diduga karena suatu perairan yang memiliki kecerahan yang sangat tinggi

menunjukkan rendahnya kandungan zat tersuspensi diperairan yang berarti

perairan tersebut memiliki nutrient yang sedikit sehingga fitoplankton akan

mengalami penurunan karena kekurangan nutrisi. Maka dari itu, jika kecerahan

sangat tinggi maka keanekaragaman fitoplankton akan menurun. Menurut

Sofarini (2012), yang mengatakan bahwa nilai kecerahan tinggi menunjukkan

bahwa air cenderung jernih dengan kandungan partikel terlarut yang rendah.

Kecepatan arus memiliki tingkat korelasi sedang dan berbanding terbalik

dengan keanekaragaman fitoplankton dengan nilai korelasi yaitu -0,400, hal ini

menunjukkan bahwasanya semakin besar arus perairan maka fitoplankton tersebut

akan menurun. Menurut Suin (2002), yang mengatakan bahwa kecepatan arus air

dari suatu badan air ikut, menentukan penyebaran organisme yang hidup di badan

air tersebut. penyebaran fitoplankton paling ditentukan oleh aliran air.

Universitas Sumatera Utara


59

Hubungan antara keanekaragaman dengan parameter oksigen terlarut

(Dysolved oxygen) di perairan sungai Bedagai memiliki hubungan negative

dengan nilai korelasi -0,694 tergolong dalam hubungan kuat dan berbanding

terbalik dan tidak terlalu berpengaruh terhadap keanekaragaman fitoplankton,

yaitu semakin rendah nilai DO maka keanekaragaman fitoplankton akan semakin

meningkat. Hal ini diduga karena dalam perairan sungai Bedagai fitoplankton

lebih banyak melakukan konsumsi oksigen terlarut untuk respirasi

metabolismenya daripada melakukan fotosintesis untuk menghasilkan oksigen.

Hal ini sesuai dengan Putri dan Sari (2015), yang mengatakan bahwa ketersediaan

DO di perairan mendukung pertumbuhan fitoplankton, nilai korelasi negative

mengindikasikan bahwa peggunaan oksigen melalui respirasi oleh fitoplankton

untuk metabolismenya.

Nilai korelasi terhadap parameter derajat keasaman (pH) di perairan

sungai Bedagai yaitu -0,288 dan memiliki tingkat hubungan yang rendah dan

berbanding terbalik terhadap keanekaragaman fitoplankton. Hal ini dikarenakan

jika kadar pH terlalu rendah atau terlalu tinggi maka akan menyebabkan kematian

terhadap fitoplankton sehingga keanekaragaman fitoplankton akan menurun. Hal

ini sesuai dengan Odum (1994), yang mengatakan bahwa pada umumnya

organisme aquatik toleran pada kisaran pH yang netral. Kondisi perairan yang

bersifat sangat asam maupun sangat basa akan sangat membahayakan bagi

kelangsungan hidup suatu organisme, karena akan menyebabkan terjadinya

gangguan metabolisme dan respirasi.

Nilai korelasi pada parameter salinitas dan BOD di perairan sungai

Bedagai memiliki tingkat hubungan yang sangat rendah dengan keanekaragaman

Universitas Sumatera Utara


60

fitoplankton, Nilai korelasi pada parameter salinitas yaitu 0,080 yang berarti

salinitas memiliki hubungan yang berbanding lurus dengan keanekaragaman

fitoplankton yang berarti tingginya salinitas akan meningkatkan keanekaragaman

fitoplankton yang mampu hidup pada salinitas tersebut. Hal ini sesuai dengan

Effendi (2002), yang mengatakan fitoplankton yang hidup didalam salinitas tinggi

merupakan fitoplankton yang tolerir terhadap perubahan salinitas yang terjadi.

Sedangkan hubungan antara keanekaragaman dengan nilai parameter di perairan

sungai BOD yaitu -0,173 yang berarti memiliki tingkat hubungan yang sangat

rendah dan berbanding terbalik terhadap keanekaragaman. Hal ini dikarenakan

BOD merupakan jumlah kebutuhan oksigen yang digunakan organisme untuk

menguraikan bahan organik, dengan semakin tingginya nilai BOD di suatu

perairan maka menunjukkan bahwasanya jumlah bahan organik di perairan

tersebut tinggi dan mengindikasikan perairan tersebut tercemar dan menyebabkan

parameter kualitas perairan lainnya mengalami penurunan. Maka dari itu semakin

tinggi nilai konsentrasi BOD maka akan semakin menurun keanekaragaman. Hal

ini sesuai dengan Wijaya (2009), yang mengatakan bahwa konsentrasi BOD yang

tinggi juga dapat menjadikan beberapa parameter kualitas air yang mendukung

kehidupan fitoplankton seperti DO dan pH menjadi tak baik bagi kelangsungan

hidup fitoplankton. Hal tersebut mengakibatkan penurunan kelimpahan maupun

keanekaragaman pada fitoplankton.

Analisis hubungan yang memiliki nilai korelasi tertinggi yaitu pada

parameter TSS dengan nilai yaitu 0,900 yang memiliki tingkat hubungan yang

sangat kuat dan memiliki hubungan berbanding lurus dengan keanekaragaman

fitoplankton. Hal ini mengindikasikan bahwa kekeruhan di perairan sungai

Universitas Sumatera Utara


61

Bedagai disebabkan karena banyaknya bahan organik yang tersuspensi ke dalam

perairan sehingga meningkatkan sumber nutrisi untuk pertumbuhan dan

perkembangan fitoplankton. Maka dari itu, tingginya nilai TSS di perairan sungai

Bedagai meningkatkan keanekaragaman fitoplankton di perairan tersebut. Hal ini

sesuai dengan Karuwal (2015) yang mengatakan bahwa kekeruhan juga dapat

disebabkan oleh bahan organik dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut,

maupun bahan organik dan anorganik yang berupa plankton dan mikroorganisme

lain.

Analisis korelasi hubungan keanekaragaman fitoplankton dengan

parameter nitrat dan fosfat memiliki hubungan yang searah artinya semakin tinggi

nilai fospat dan nitrat di sungai Bedagai maka keanekaragaman fitoplankton juga

akan meningkat. Nilai korelasi nitrat yaitu 0,311 tergolong dalam tingkat

hubungan yang rendah dan fospat memiliki nilai korelasi 0,847 dan memiliki

tingkat korelasi yang sangat tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa fospat dan nitrat

sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan fitoplankton. Hal ini sesuai

dengan Nybakken (1998), yang menyatakan bahwa tinggi rendahnya kelimpahan

fitoplankton di suatu perairan tergantung pada kandungan zat hara di perairan

antara lain nitrat dan fosfat.

Universitas Sumatera Utara


62

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Indeks keanekaragaman (H’) fitoplankton di bagian tengah dan hilir Sungai

Bedagai tergolong dalam kategori sedang. Nilai indeks keanekaragaman (H’)

fitoplankton tertinggi yaitu berada pada stasiun II yaitu 2,75 dan indeks

keanekaragaman fitoplankton terendah yaitu berada pada stasiun I dengan nilai

yaitu 2,17.

2. Status kualitas air di bagian tengah dan hilir sungai Bedagai untuk baku mutu

kelas II berdasarkan koefisien saprobik tergolong dalam perairan α-

meso/polysaprobik atau tergolong kategori tercemar cukup berat dengan bahan

pencemar adalah bahan organik. Berdasarkan metode Indeks Pencemaran

stasiun I, II dan III tergolong tercemar ringan. Sedangkan berdasarkan metode

CCME stasiun I, II dan III memiliki kualitas air sangat buruk.

Saran

Saran dari hasil penelitian ini sebaiknya ada penelitian lanjutan mengenai

analisis kualitas air berdasarkan organisme akuatik lainnya dengan titik

pengambilan sampel yang lebih beragam di bagian tengah dan hilir sungai

Bedagai.

Universitas Sumatera Utara


63

DAFTAR PUSTAKA

[CCME] Canadian Council of Ministers of the Environment. 2001. Canadian


Water Quality Guidelines For The Protection Of Aquatic Life: CCME Water
Quality Index 1.0, Technical Report. Canadian Council of Ministers of the
Environment. Canada (CA): Winnipeg.
Abidin, F., Millang, S dan Arsyad, U. 2019. Kualitas Air Sungai pada Berbagai
Tipe Penutupan Lahan pada Sub – Sub DAS di DAS Latuppa. Jurnal Hutan
dan Masyarakat. 11 (1). 59 – 72. ISSN : 1907-5316.

Agustina, S. S dan Poke, A. A. 2016. Keanekaragaman Fitoplankton sebagai


Indikator Tingkat Pencemaran Perairan Teluk Lalong Kota Luwuk. Jurnal
Balik Diwa. 7 (2). 1 – 6.
Agustini, M dan Madyowati, A. O. 2017. Biodiversitas Plankton pada Budidaya
Polikultur di Desa Sawohan Kecamatan Sedati Kabupaten Sidoarjo.
Universitas Trunojoyo Madura. Madura. 294 – 303.
Alfionita, A. N. A, Patang., Kaseng, E. S. 2019. Pengaruh Eutrofikasi terhadap
Kualitas Air di Sungai Jeneberang. Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian.
5 (1). 9 - 23. E-ISSN : 2614-7858.
Amin, M. U. 2008. Komposisi dan Keragaman Jenis Plankton di Perairan Teluk
Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur. Torani. 18 (2). 129-135.

Amri, K., Ma’mun, A., Priatna, A., Suman, A., Prianto, E dan Muchlizar. 2019.
Kelimpahan dan Sebaran Spasial-Temporal Fitoplankton di Estuari Sungai
Siak Kaitannya dengan Parameter Oseanografi. Majalah Ilmiah Globe. 21
(2). 105-116.
Ananda, Y., Restu, I. W dan Ekawaty, R. 2019. Status Tropik dan Struktur
Komunitas Fitoplankton di Danau Beratan, Desa Candikuning, Kecamatan
Baturiti, Kabupaten Tabanan, provinsi Bali. Jurnal Metamorfosa. 6 (1). 58 –
66.
Andriani, A., Damar, A., Rahardjo, M. F., Simanjuntak, C. P. H., Asriansyah, A
dan Aditriawan, R. M. 2017. Kelimpahan Fitoplankton dan Perannya
sebagai Sumber Makanan Ikan di Teluk Pabean, Jawa Barat. Jurnal
Sumberdaya Akuatik Indopasifik. 1 (2). 133 – 144. E – ISSN 2550-0929.

Anggoro, S. 1988. Analisa Tropic-Saprobik (Trosap) Untuk Menilai Kelayakan


Lokasi Budidaya Laut Dalam : Workshop Budidaya Laut Perguruan Tinggi
Se – Jawa Tengah. Laboratorium Pengembangan Wilayah Pantai. Prof. Dr.
Gatot Rahardjo Joenoes. Universitas Diponegoro, Semarang. 66-90.
Anggoro, S. P. Soedardono, dan Suprobo, H. D. 2013. Penilaian Pencemaran
Perairan di Polder Tawang Semarang ditinjau dari Aspek Saprobitas.
Journal of Management of Aquatic Resources. 2 (3). 109 – 118.
Universitas Sumatera Utara
64

Arazi, R., Isnaini dan Fauziyah. 2019. Struktur Komunitas dan Kelimpahan
Fitoplankton serta Keterkaitannya dengan Parameter Fisika Kimia di
Perairan Pesisir Banyuasin Kabupaten Banyuasin. Jurnal Penelitian Sains.
21 (1). 1 – 8.

Baksir,A. 2004. Hubungan Antara Produktifitas Primer Fitoplankton dan


Intensitas Cahaya di Waduk Cirata Kabupaten Cianjur Jawa Barat. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Belcher, H dan Swale, E. 1978. A Beginner’s guide to Freshwater Algae. Institute
of Terrestrial Ecology. Cambridge.
Brower, J. E., H. Zar and C. Von Ende. 1990. Ekologi Umum, Metode Lapangan
dan Laboratorium. Wm. C. Brown Company Publisher. Dubuque. Lowa.
Dahuri R. 1995. Metode dan Pengukuran Kualitas Air Aspek Biologi. Bogor:
IPB.
Darmawan, A., Sulardiono, B dan Haeruddin. 2018. Analisis Kesuburan Perairan
berdasarkan Kelimpahan Fitoplankton, Nitrat dan Fosfat di Perairan Sungai
Bengawan Solo Kota Surakarta. Journal of Maquares Management of
Aquatic Resources. 7 (1). 1 – 8.
Delsen, M. S. N., Wattimena, A. Z dan Saputri, S. D. 2017. Penggunaan Metode
Analisis Komponen Utama untuk Mereduksi Faktor – Faktor Inflasi di Kota
Ambon. Jurnal Ilmu Matematika dan Terapan. 11 (2). Hal 109 – 118.

Desmawati, I., Amaivia, A dan Ardanyanti, L. B. 2020. Studi Pendahuluan


Kelimpahan Plankton di Perairan Darat Surabaya dan Malang.Rekayasa
Journal of Science and Technology. 13 (1). 61 – 66. ISSN : 2502-5325.
Dimenta, R. H., Agustina, R., Machrizal, R dan Khairul. 2020. Kualitas Sungai
Bilah berdasarkan Biodiversitas Fitoplankton Kabupaten Labuhanbatu
Sumatera Utara. Jurnal Ilmu Alam dan Lingkungan. 11 (2). 24 – 33.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan
Lingkungan Perairan. Yogyakarta: Kanisius.

Effendi, H. 2016. Lingkungan dalam Perspektif Kekinian. IPB Press. Bogor.


Facta, M., Zainuri, M., Sudjadi dan Sakti, E. P. 2006. Pengaruh Pengaturan
Intensitas Cahaya yang Berbeda Terhadap Kelimpahan Dunallella sp. Dan
Oksigen Terlarut dengan Simulator TRIAC dan Mikrokontroller AT89852.
11 (2). 67-71.
Fathiyah, N., Pin Tjiong Giok., Saraswati, R. 2017. Pola Spasial dan Temporal
Total Suspended Solid (TSS) dengan Citra SPOT di Estuari Cimandiri, Jawa
Barat. Industrial Research Workshop and National Seminar Politeknik
Negeri Bandung. 518 – 526.

Universitas Sumatera Utara


65

Firdhausi, N. F., Rijal, M dan Husen, H. Y. 2018. Kajian Ekologis Sungai Arbes
Ambon Maluku. Jurnal Biology Science and Education. 7 (1). 18-22. ISSN :
2252-858X.

Hamakonda, U. A., Suharto, B dan Susanawati, L. D. 2019. Analisis Kualitas Air


dan Beban Pencemaran Air pada Sub DAS Boentuka Kabupaten Timor
Tengah Selatan. Jurnal Teknologi Pertanian Andalas. 23 (1). 1 -12. ISSN
1410-1920.

Hamuna, B., Tanjung, R. H. R., Suwito., Maury, H. K dan Alianto. 2018. Kajian
Kualitas Air Laut dan Indeks Pencemaran Berdasarkan
Parameter Fisika-Kimia di Perairan Distrik Depapre, Jayapura. Jurnal Ilmu
Lingkungan. 16 (1). ISSN 1829-8907.
Hanisa, E., Nugraha, W. D dan Sarminingsih, A. 2017. Penentuan Status Mutu
Air Sungai Berdasarkan Metode Indekskualitas Air- National Sanitation
Foundation (IKA-NSF) sebagai Pengendalian Kualitas Lingkungan (Studi
Kasus : Sungai Gelis, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah). Jurnal Teknik
Lingkungan. 6 (1). 1 – 15.
Harmoko dan Sepriyaningsih. 2019. Buku Monograf Bioindikator Sungai dengan
Mikroalga (Studi Kasus di Sungai Kelingi Kota LubukLinggau).
Deepublish. Yogyakarta.
Hasan, U. 2017. Kelimpahan Plankton di Perairan Danau Toba,
Kelurahan Haranggaol, Kabupaten Simalungun. Jurnal Warta Edisi 53.
ISSN 1829 – 7463.
Hasby, M. 2017. Hubungan Phytoplankton dan Zooplankton terhadap
Produktivitas Kolam Agrowisata UIR Kecamatan Siak Hulu Kabupaten
Kampar Provinsi Riau. Jurnal Dinamika Pertanian. 33 (3). 251 – 260. E-
ISSN 2549-7960.
Ikhsan, M. K., Rudiyanti, S dan Ain, C. 2020. Hubungan antara Nitrat dan Fosfat
dengan Kelimpahan Fitoplankton di Waduk Jatibarang Semarang. Journal
of Maquares. 9 (1). 23 – 30.
Ikhsan, M. K., Rudiyanti, S dan Ain, C. 2020. Hubungan antara Nitrat dan Fospat
dengan Kelimpahan Fitoplankton di Waduk Jatibarang Semarang. Journal
of Management of Aquatic Resources. 9 (1). 23-30.
Irawati, N. 2011. Hubungan Produktivitas Primer Fitoplankton dengan
Ketersediaan Unsur Hara pada Berbagai Tingkat Kecerahan di Perairan
Teluk Kendari, Sulawesi Tenggara. Tesis. Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Karuwal, J. W. 2015. Hubungan Parameter Fisik Perairan dengan Struktur
Menegak Komunitas Plankton di Teluk Ambon Dalam. Jurnal Agroforestri.
10 (1). 73-84. ISSN 1907-7556.

Universitas Sumatera Utara


66

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2003 Tentang
Pedoman Penentuan Status Mutu Air. Menteri Negara Lingkungan Hidup.
Khaqiqoh., N., Purnomo, P. W dan Hendrarto, B. 2014. Pola Perubahan
Komunitas Fitoplankton di Sungai Banjir Kanal Barat Semarang
Berdasarkan Pasang Surut. Journal of Management of Aquatic Resources. 3
(2). 92-101.
Kreb, C. J. 1985. The Eksperimental Analysis of Distribution and Abudance.
Third Edition. New York : Harper & Row Publisheri.
Latuconsina, H. 2019. Ekologi Perairan Tropis : Prinsip Dasar Pengelolaan
Sumberdaya Hayati Perairan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Lumb, A., Sharma, T.C., Bibeault, J.F., 2011. A Review of genesis and evolution
of water quality index (WQI) directions. Water Qual. Expo. Health 3, 11–
24.
Machairiyah., Nasution, N dan Slamet, B. 2020. Pengaruh Pemanfaatan Lahan
terhadap Kualitas Air Sungai Percut dengan Metode Indeks Pencemaran
(IP). LIMNOTEK Perairan Darat Tropis di Indonesia. 27 (1). 13 – 25. ISSN
: 0854-8390.
Mardhia, D dan Abdullah, V. 2018. Studi Analisis Kualitas Air Sungai Brangbiji
Sumbawa Besar. Jurnal Biologi Tropis. 18 (2). 182 – 189.

Mizuno, T. 1979. Ilustrations of the Freshwater Plankton of Japan.Hoikusha


Publishing Co.Ltd. Osaka.
Mulyawati, D., Ario, R dan Riniatsih, I. 2019. Pengaruh Perbedaan Kedalaman
terhadap Fitoplankton dan Zooplankton di Perairan Pulau Panjang, Jepara.
Journal of Marine Research . 8 (2). 181 – 188. E- ISSN 2407-7690.

Mustapha, A. dan Abdu, A., 2012. Application of principal component analysis &
multiple regression models in surface water quality assessment. Journal of
environment and earth science, 2(2). 16-23.
Mustofa, A. 2015. Kandungan Nitrat dan Pospat Sebagai Tingkat Kesuburan
Perairan Pantai. Jurnal DISPROTEK. 6 (1). 13 - 19.
Ngabekti, S., Priyono dan Y. Utomo. 2013. Saprobitas Perairan Sungai Juwana
berdasarkan Bioindikator Plankton. Unnes Journal of Life Science. 2 (1). 67
- 85.
Ngibad, K., 2019. Analisis Kadar Fosfat dalam Air Sungai Ngelom Kabupaten
Sidoarjo Jawa Timur. Jurnal Pijar MIPA. 14 (3). 197 – 201. ISSN 1907-
1744.
Nybakken, J. W. 1998. Biologi Laut, Suatu Pendekatan Ekologi. Penerjemah: M.
Eidman, Koesoebiono, D. G. Bengen, M. Hutomo dan S. Sukarjo. Jakarta.
PT. Gramedia.

Universitas Sumatera Utara


67

Odum, E. P. 1971. Fundamentals of Ecology. Third Edition. W. B. Sounders


Company, Toronto.
Odum, E. P. 1994. Dasar-Dasar Ekologi. Universitas Gadjah Mada Press,
Yogyakarta.
Patricia, C., Astono, W dan Hendrawan, D. I. 2018. Kandungan Nitrat dan Fospat
di Sungai Ciliwung. Seminar Nasional Cendikiawan. ISSN (E) 2540 – 7589.
Patty, S. I dan Akbar, N. 2019. Sebaran Horizontal Fosfat, Nitrat dan Oksigen
Terlarut di Perairan Pantai Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara. Jurnal
Ilmu Kelautan Kepulauan. 2 (1). 13 – 21. E-ISSN 2620-570X.

Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan


Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia.
Pescod. M.B. 1973. Investigation of Rational Effluent and Stream Standard for
Tropical Countries . Bangkok: AIT.
Prasetyaningtyas, T., Priyono, B dan Pribadi, T. A. 2012. Keanekaragaman
Plankton di Perairan Tambak Ikan Bandeng di Tapak Tugurejo Semarang.
Unnes Journal of Life Science. 1 (1). 1-8.

Pratama, A, D., Siregar, S. H dan Mubarak. 2019. Hubungan Total Suspended


Solid (Tss) dengan Kelimpahan Fitoplankton di Perairan Selat Padang
Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau. Universitas Riau. Pekanbaru.
Pratiwi, N., Hariyadi, S dan Kiswari, D. I. 2017. Struktur Komunitas Perifiton di
Bagian Hulu Sungai Cisadane, Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun
Salak, Jawa Barat. Jurnal Biologi Indonesia. 13 (2). 289 – 296.
Purnaini, R., Sudarmadji dan Purwono, S. 2018. Pengaruh Pasang Surut terhadap
Sebaran Salinitas di Sungai Kapuas Kecil. Jurnal Teknologi Lingkungan
Lahan Basah. 1 (2). 21-29.
Putri, S. I. P dan Sari, S. H. J. 2015. Struktur Komunitas Fitoplankton dan
Kaitannya dengan Ketersediaan Zat Hara dan Parameter Kualitas Air
Lainyya di Perairan Timur Surabaya.
Putri, S. P., Amin, M dan Purwanti, E. 2017. Keanekaragaman Makrofauna pada
Ekosistem Sungai Brantas dan Pengembangannya sebagai Modul Biologi
Berbasis Riset Untuk Siswa Kelas X SMA/MA. Prosiding Seminar Nasional
III Tahun 2017.
Rahmatullah., Ali, M. S dan Karina, S. 2016. Keanekaragaman dan Dominansi
Plankton di Estuari Kuala Rigaih Kecamatan Setia Bakti Kabupaten Aceh
Jaya. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kelautan dan Perikanan Unsyiah. 1 (3).

Universitas Sumatera Utara


68

Rahmi, A dan Lumba, P. 2019. Penentuan Status Mutu dan Tingkat Cemaran
Air Sungai (Studi Kasus Air Sungai Batang Lubuh dan Sungai Pawan).
Aplikasi Teknologi. 11 (2). 1 – 6.

Rasyid, H. A., Purnama, D dan Kusuma, A. B. 2018. Pemanfaatan Fitoplankton


sebagai Bioindikator Kualitas Air di Perairan Muara Sungai Hitam
Kabupaten Bengkulu Tengah Provinsi Bengkulu. 3 (1). 39 – 51. E-ISSN :
2527-5186.

Reynolds. C. S. 2006. The Ecology of Phytoplankton. Cambridge University Press.


New York.

Romdania, Y., Herison, A., Susilo, G. E dan Novilyansa, E. 2018. Kajian


Penggunaan Metode IP, STORET, dan CCME WQI dalam Menentukan
Status Kualitas Air. Jurnal Spatial. 18 (1). 1 - 13.
Rosalia, A. 2017. Penetuan Status Mutu Air Sungai Kalimas dengan Metode
Storet dan Indeks Pencemaran. Tesis. Insttitut Teknologi Sepuluh
November. Surabaya.
Setyobudiandi, I., Sulistiono, F., Yulianda, C. Kusuma, S., Hariadi, A., Damar,
A., Sembiring, Bahtiar. 2009. Sampling dan Analisis Data Perikanan dan
Kelautan. Bogor. FPIK-IPB.
Sidabutar, E. A., Sartimbul, A dan Handayani, M. Distribusi Suhu, Salinitas dan
Oksigen Terlarut terhadap Kedalaman di Perairan Teluk Prigi Kabupaten
Trenggalek. Journal of Fisheries and Marine Research. 3 (1). 46 – 52.
Simeonov, V., Stratis, J.A., Samara, C., Zachariadis, G., Voutsa, D., Anthemidis,
A., Sofoniou, M. dan Kouimtzis, T., 2003. Assessment of the surface water
quality in Northern Greece. Water research, 37(17), pp.4119-4124.
SNI 06-2412-1991. Metode Pengambilan Contoh Kualitas Air. Badan
Standarisasi Nasional.
Sofarini, D. 2012. Keberadaan dan Kelimpahan Fitoplankton sebagai Salah Satu
Indikator Kesuburan Lingkungan Perairan di Waduk Riam Kanan.
EnviroScienteae. 8 (1). 30-34. ISSN 1978-8096.
Suardiani, N. K., Arthana, I. W dan Kartika, G. R. 2018. Produktivitas Primer
Fitoplankton pada Daerah Penangkapan Ikan di Taman Wisata Alam Danau
Buyan, Buleleng Bali. Current Trends in Aquatic Science. 1 (1). 8 – 15.
Sugiyono. 2005. Analisis Statistik Hubungan Linier Sederhana. 06 November
2008.
Suin, N. 2002. Metoda Ekologi. Penerbit Universitas Andalas. Padang.
Sulastri, S., Harsono, E, Suryono, T., dan Ridwansyah, I. 2008. Relationship of
Land Use, Water Quality and Phytoplankton Community of Some Small

Universitas Sumatera Utara


69

Lake ini West Java. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia. 34 (2). 307 –
322.
Sulastri. 2018. Fitoplankton Danau – Danau di Pulau Jawa: Keanekaragaman dan
Perannya Sebagai Bioindikator Perairan. Jakarta: LIPI Press.

Suryanti, E., Melani, W. R., Apriadi, T. 2017. Keragaman Fitoplankton sebagai


Indikator Kualitas Perairan Kampung Gisi, Kecamatan Teluk Bintan,
Kabupaten Bintan. FKIP Umrah. 1 – 14.
Suyasa, W. B. 2015. Pencemaran Air dan Pengolahan Air Limbah. Denpasar:
Udayana University Press.
Tim BSE. 2014. Pengelolaan Kualitas Air 1. Buku Sekolah Elektronik.

Triawan, A. C dan Arisandi, A. 2020. Struktur Komunitas Fitoplankton di


Perairan Muara dan Laut Desa Kramat Kecamatan Bangkalan Kabupaten
Bangkalan. Juvenil. 1 (1). 1-14. E-ISSN 2723-7583.
Vuuren, S. J. Taylor, J. Ginkel, C. V dan Gerber, A. 2006. Easy Identification of
The Most Common Freshwater Algae. A guide for the identification of
Microscopic Algae in South African Freshwaters. ISBN 0-621-35471-6.
Warsa, A., Astuti L. P dan Krismono, A. 2006. Hubungan Nutrien (N dan P)
terhadap Kelimpahan Fitoplankton di Waduk Koto Panjang Provinsi Riau.
Prosiding Seminar Nasional Ikan IV. 1-9. ISBN : 979-3688-64-5.
Wijaya, H. K. 2009. Komunitas Perifiton dan Fitoplankton serta Parameter Fisika-
Kimia Perairan sebagai Penentu Kualitas Air di BAgian Hulu Sungai
Cisadane, Jawa Barat. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor.
Wiriani, E. R. E., Yarifudin, H dan Jalius. 2018. Analisis Kualitas Air Sungai
Batanghari Berkelanjutan di Kota Jambi. Jurnal Pembangunan
Berkelanjutan. 1 (1). 123 -141. E-ISSN : 2622 – 2310. .
Yanasari, N., Samiaji, J dan Siregar, S. H. 2017. Struktur Komunitas Fitoplankton
di Perairan Muara Sungaitohor Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi
Riau. Universitas Riau.
Yuliana. 2006. Produktivitas Primer Fitoplankton pada Berbagai Periode Cahaya
di Perairan Teluk Kao, Kabupaten Halmahera Utara. Jurnal Perikanan. 8 (2).
215-222.
Yulianti, D. A. 2019. Kadar Total Suspended Solid pada Air Sungai Nguneng
Sebelum dan Sesudah Tercemar Limbah Cair Tahu. Jaringan Laboratorium
Medis. 1 (1). E-ISSN 2685-8495.
Yusuf, M., Handoyo, G., Muslim, Wulandari, S. Y. dan Setiyono, H. 2012.
Karakteristik Pola Arus dalam Kaitanyya dengan Kondisi Kualitas Perairan

Universitas Sumatera Utara


70

dan Kelimpahan Fitoplankton di Perairan Kawasan Taman Nasional Laut


Karimunjawa. Buletin Oseanografi Marina, 1 (5): 63-74.
Zulius, A. 2017. Rancang Bangun Monitoring pH Air Menggunakan Soil
Moisture Sensor di SMK N 1 Tebing Tinggi Kabupaten Empat Lawang.
Jusikom. 2 (1). 37 – 43.
Zulkifli, H., Z. Hanafiah dan D, A. Puspitawati. 2009. Struktur dan Fungsi
komunitas Makrozoobenthos di Perairan Sungai Musi Kota Palembang
Telaah Indikator Pencemaran Air. Jurnal Seminar nasional Biologi,
Palembang.
Zurkartika. 2016. Jenis dan Kelimpahan Fitoplankton di Rawa Samsam
Kecamatan Kandis Kabupaten Siak Provinsi Riau. Universitas Riau.
Pekanbaru.

Universitas Sumatera Utara


71

LAMPIRAN

Universitas Sumatera Utara


72

Lampiran 1. Alat dan bahan penelitian


Alat
a.Jaring plankton b.Bola duga

c.Secchidisk d.Termometer

e.pH meter f.Refraktometer

Universitas Sumatera Utara


73

Lampiran. Lanjutan

g.DO meter h.Meteran

i.Kertas Label j.Pipet tetes

k.Lakban hitam l.Gunting

Universitas Sumatera Utara


74

Lampiran. Lanjutan

m. Botol sampel n.Styrofoam

0.Sedwick rafter p.Mikroskop

q.Botol Sampel Air

Universitas Sumatera Utara


75

Bahan

a.Aquades b.tissue

c.Lugol d. Sampel fitoplankton

e.Buku identifikasi fitoplankton

Universitas Sumatera Utara


76

Lampiran 2. Prosedur kerja pengambilan sampel Fitoplankton

a.Pengambilan fitoplankton b.Penyemprotan aquades

c.Pemberian Lugol d.Sampel fitoplankton di lakban

Pengukuran Kualitas Air

a.Pengukuran DO b.Pengukuran kecerahan

Universitas Sumatera Utara


77

Lampiran. Lanjutan

c.Pengukuran arus air d.Pengukuran Suhu

e.Pengukuran salinitas f.Pengukuran Kedalaman

g. Pengambilan sampel air

Lampiran 3. Identifikasi Fitoplankton di Laboratorium

a.Pemberian sampel air diatas objek glass b.Identifikasi dengan mikroskop

Universitas Sumatera Utara


78

Lampiran 4. Spesies Fitoplankton yang ditemukan

Aphanizomenon flos aquae Bacillaria paxillifera

Coscinodiscus Closterium sp

Cosmarium scabrum Cymbella cymbiformis

Universitas Sumatera Utara


79

Lampiran Lanjutan. Spesies Fitoplankton yang ditemukan

Diatom sp Itshmia sp

Lepocinelis salina Leptocylindrus danicus

Melosira italicu Lyngbya agardh

a a

Universitas Sumatera Utara


80

Lampiran Lanjutan. Spesies Fitoplankton yang ditemukan

Moegetia
Melosira islandica

Nitzschia vermicularis Oscillatoria amphibia

a a

Pinnularia interrupta Planktothrix

a a

Universitas Sumatera Utara


81

Lampiran Lanjutan. Spesies Fitoplankton yang ditemukan

Oscillatoria tenuis Pinnularia viridis

Spirogyra porticalis Spirulina plantelis

a a

Synedra formosa Trachelomonas lacustris

a a

Universitas Sumatera Utara


82

Lampiran Lanjutan. Spesies Fitoplankton yang ditemukan

Trachelomonas volvocina Tribonema marinum

Euglena oxyuris Gonatozygon aculeatum

a a

a a

Universitas Sumatera Utara


83

Lampiran 5. Perhitungan Kualitas Air dengan Metode Indeks Pencemaran

Stasiun 1
Stasiun 1
Parameter Ci Lij Satuan Ci/Lij Ci/Lijbaru
0
Suhu 29 22-28 C 1,33 1,61
TSS 37,3 50 mg/L 0,746 0,746
pH 7,2 6-9 mg/L 0,45 0,45
DO 5,4 4 mg/L 0,533 0,533
BOD 5,7 3 mg/L 1,9 2,93
Nitrat 3,33 10 mg/L 0,33 0,333
Fospat 0,77 0,2 mg/L 3,85 3,92
Jumlah 10,47233
Rata –rata 1,4960
Maksimum 3,92
Pij 2,966

Stasiun 2
Stasiun 2
Parameter Ci Lij Satuan Ci/Lij Ci/Lijbaru
0
Suhu 29 22-28 C 1,33 1,61
TSS 65,9 50 mg/L 1,318 1,58
pH 7,16 6-9 mg/L 0,2267 0,2267
DO 4,2 4 mg/L 0,933 0,933
BOD 8,23 3 mg/L 2,74 3,18
Nitrat 4,06 10 mg/L 0,406 0,406
Fospat 1,96 0,2 mg/L 9,8 5,95
Jumlah 13,76
Rata –rata 1,96
Maksimum 5,95
Pij 4,43

Stasiun 3
Stasiun 3
Parameter Ci Lij Satuan Ci/Lij Ci/Lijbaru
0
Suhu 29 22-28 C 1,33 1,61
TSS 48,23 50 mg/L 0,96 0,9646
pH 7,2 6-9 mg/L 0,2 0,2
DO 4,3 4 mg/L 0,9 0,9
BOD 6,4 3 mg/L 2,133 2,64
Nitrat 8,9 10 mg/L 0,89 0,89
Fospat 1,25 0,2 mg/L 6,25 4,97
Jumlah 12,1746
Rata –rata 1,739
Maksimum 4,97
Pij 3,72

Universitas Sumatera Utara


84

Lampiran 6. Perhitungan Kualitas Air dengan Metode CCME

Stasiun 1
Parameter Satuan Baku Hasil Pengukuran
Mutu U1 U2 U3 F1 F2 F3 CCME
0
Suhu C 22-28 29 29 29
TSS mg/L 50 28,9 19 64
pH mg/L 6-9 7,4 6,9 7,4
DO mg/L 4 5,7 5,1 5,4 57,14 42,85 36,73 41,45
BOD mg/L 3 8,4 2,8 6,1
Nitrat mg/L 10 0,5 0,5 8,2
Fospat mg/L 0,2 0,44 0,62 1,26

Stasiun 2
Parameter Satuan Baku Hasil Pengukuran
Mutu U1 U2 U3 F1 F2 F3 CCME
0
Suhu C 22-28 30 28 29
TSS mg/L 50 34,7 85 78
pH mg/L 6-9 7,4 6,8 7,2
DO mg/L 4 4,6 4,1 4,3 57,14 52,38 61,41 27,91
BOD mg/L 3 14,7 3,6 6,4
Nitrat mg/L 10 2,8 0,5 8,9
Fospat mg/L 0,2 1,63 3,01 1,25

Stasiun 3
Parameter Satuan Baku Hasil Pengukuran
Mutu U1 U2 U3 F1 F2 F3 CCME
0
Suhu C 22-28 30 29 29
TSS mg/L 50 33,7 36 75
pH mg/L 6-9 7,2 6,8 6,9
DO mg/L 4 4,5 4,5 4,2 57,14 42,84 51,89 35,64
BOD mg/L 3 15,2 3,7 9,1
Nitrat mg/L 10 3,4 0,8 9,2
Fospat mg/L 0,2 1,41 0,96 1,29

Universitas Sumatera Utara


85

Lampiran 7. Perhitungan Kualitas Air dengan Metode Saprobik

Filum Jumlah Spesies Nilai Saprobitas


Cyanophyta 63
Dinophyta 0 -1,72 (cukup berat poli/α-
Chrysophyta 54 meso saprobik)
Chlorophyta 15

C+3D-B-3A
X=
A+B+C+D

15+3(0)-54-3 (63)
=
15+0+54+63

= - 1,72

Lampiran 8. Analisis Komponen Utama (PCA) terhadap Kualitas air dengan


Keanekeragaman

Parameter Nilai Korelasi


Suhu -0,490
Kedalaman -0,653
Kecerahan -0,755
Kecepatan arus -0,400
DO -0,694
pH -0,288
Salinitas 0,089
BOD -0,173
TSS 0,900
Nitrat 0,311
Fospat 0,847

1 Keanekaraga
pH
man
0.75
DO
0.5 BOD
Suhu
Kecerahan
F2 (27,08 %)

0.25
Nitrat Fospat
0
TSS
-0.25

-0.5
Kecepatan
Kedalaman
-0.75 arus Salinitas

-1
-1 -0.75 -0.5 -0.25 0 0.25 0.5 0.75 1
F1 (31,49 %)

Universitas Sumatera Utara


86

Lampiran 9 . Analisis Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominansi Fitoplankton

Stasiun 1

No Spesies Jumlah Pi Ln.Pi Pi(ln.Pi) Dominansi


Spesies
1 Closterium sp 6 0,027273 -3,60187 -0,09823 0,000744
2 Coscinodiscus 4 0,018182 -4,00733 -0,07286 0,000331
3 Cosmarium scabrum 7 0,031818 -3,44772 -0,1097 0,001012
4 Diatom sp 8 0,036364 -3,31419 -0,12052 0,001322
5 Euglena oxyuris 12 0,054545 -2,90872 -0,15866 0,002975
6 Gonatozygon acualeatum 13 0,059091 -2,82868 -0,16715 0,003492
7 Lepocinelis salina 8 0,036364 -3,31419 -0,12052 0,001322
8 Leptocylindrus danicus 7 0,031818 -3,44772 -0,1097 0,001012
9 Lyngbya agardh 7 0,031818 -3,44772 -0,1097 0,001012
10 Melosira islandica 6 0,027273 -3,60187 -0,09823 0,000744
11 Melosira Italica 4 0,018182 -4,00733 -0,07286 0,000331
12 Moegetia 12 0,054545 -2,90872 -0,15866 0,002975
13 Plankthothrix 8 0,036364 -3,31419 -0,12052 0,001322
14 Oscillatoria Amphibia 84 0,381818 -0,96281 -0,36762 0,145785
15 Spirogyra porticalis 4 0,018182 -4,00733 -0,07286 0,000331
16 Synedra formosa 2 0,009091 -4,70048 -0,04273 8,26E-05
17 Trachelomonas volvocina 1 0,004545 -5,39363 -0,02452 2,07E-05
18 Cymbella cymbiformis 2 0,009091 -4,70048 -0,04273 8,26E-05
19 Isthmia sp 7 0,031818 -3,44772 -0,1097 0,001012
20 Trachelomonas lacustris 18 0,081818 -2,50326 -0,20481 0,006694
Jumlah 220 2,177458 0,172603

Keseragaman = H’/Hmax Keterangan : Hmax = Ln S

= 2,177/ 2,944 S = jumlah spesies

= 0,73

Universitas Sumatera Utara


87

Lampiran Lanjutan . Analisis Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominansi Fitoplankton

Stasiun 2

No Spesies Jumlah Pi Ln.Pi Pi(ln.Pi) Dominansi


Spesies
1 Bacillaria paxilifera 141 0,128415 -2,0524857 -0,26357057 0,01649
2 Tribonema Marinum 3 0,002732 -5,9026333 -0,01612741 7,47E-06
3 Aphanizomenon flos aquae 21 0,019126 -3,9567232 -0,07567503 0,000366
4 Closterium sp 14 0,01275 -4,3621883 -0,05561989 0,000163
5 Coscinodiscus 28 0,025501 -3,6690411 -0,09356389 0,00065
6 Cosmarium scabrum 8 0,007286 -4,9218041 -0,03586014 5,31E-05
7 Diatom sp 39 0,035519 -3,337684 -0,11855162 0,001262
8 Euglena oxyuris 26 0,023679 -3,7431491 -0,08863559 0,000561
9 Gonatozygon acualeatum 36 0,032787 -3,4177267 -0,11205661 0,001075
10 Lepocinelis salina 7 0,006375 -5,0553355 -0,03222891 4,06E-05
11 leptocylindrus danicus 7 0,006375 -5,0553355 -0,03222891 4,06E-05
12 Lyngbya agardh 8 0,007286 -4,9218041 -0,03586014 5,31E-05
13 Melosira islandica 6 0,005464 -5,2094862 -0,02846714 2,99E-05
14 Melosira Italica 14 0,01275 -4,3621883 -0,05561989 0,000163
15 Moegetia 42 0,038251 -3,263576 -0,12483624 0,001463
16 Nitzschia vermicularis 156 0,142077 -1,9513896 -0,27724661 0,020186
17 Oscillatoria Amphibia 132 0,120219 -2,1184437 -0,25467629 0,014453
18 Oscillatoria tenuis 142 0,129326 -2,0454186 -0,2645259 0,016725
19 Pinnularia Interrupta 13 0,01184 -4,4362963 -0,05252445 0,00014
20 Plankthotrix 39 0,035519 -3,337684 -0,11855162 0,001262
21 Spirogyra porticalis 27 0,02459 -3,7054088 -0,09111661 0,000605
22 Spirulina plantelis 6 0,005464 -5,2094862 -0,02846714 2,99E-05
23 Synedra formosa 48 0,043716 -3,1300446 -0,13683255 0,001911
24 Trachelomonas lacustris 54 0,04918 -3,0122616 -0,14814401 0,002419
25 Trachelomonas volvocina 72 0,065574 -2,7245795 -0,17866095 0,0043
26 Cymbella cymbiformis 9 0,008197 -4,804021 -0,03937722 6,72E-05

Jumlah 1098 2,759025342 0,084514

Keseragaman = H’/Hmax Keterangan : Hmax = Ln S

= 2,759/ 3,2581 S = jumlah spesies

= 0,84

Universitas Sumatera Utara


88

Stasiun 3

No Spesies Jumlah Pi Ln.Pi Pi(ln.Pi) Dominansi


Spesies
1 Closterium sp 11 0,020913 -3,86741 -0,08088 0,00043733
2 Coscinodiscus 11 0,020913 -3,86741 -0,08088 0,00043733
3 Cosmarium scabrum 11 0,020913 -3,86741 -0,08088 0,00043733
4 Diatom sp 7 0,013308 -4,31939 -0,05748 0,0001771
5 Euglena oxyuris 135 0,256654 -1,36003 -0,34906 0,06587127
6 Gonatozygon acualeatum 14 0,026616 -3,62624 -0,09652 0,00070841
7 Lepocinelis salina 7 0,013308 -4,31939 -0,05748 0,0001771
8 leptocylindrus danicus 15 0,028517 -3,55725 -0,10144 0,00081323
9 Lyngbya agardh 15 0,028517 -3,55725 -0,10144 0,00081323
10 Melosira islandica 9 0,01711 -4,06808 -0,06961 0,00029276
11 Moegetia 6 0,011407 -4,47354 -0,05103 0,00013012
12 Nitzschia vermicularis 154 0,292776 -1,22835 -0,35963 0,08571759
13 Oscillatoria Amphibia 13 0,024715 -3,70035 -0,09145 0,00061082
14 Plankthotrix 7 0,013308 -4,31939 -0,05748 0,0001771
15 Spirogyra porticalis 11 0,020913 -3,86741 -0,08088 0,00043733
16 Spirulina plantelis 9 0,01711 -4,06808 -0,06961 0,00029276
17 Synedra formosa 12 0,022814 -3,78039 -0,08624 0,00052046
18 Trachelomonas lacustris 13 0,024715 -3,70035 -0,09145 0,00061082
19 Cymbella cymbiformis 6 0,011407 -4,47354 -0,05103 0,00013012
20 Isthmia sp 11 0,020913 -3,86741 -0,08088 0,00043733
21 Pinnularia 35 0,06654 -2,70995 -0,18032 0,00442756
22 Trachelomonas Volvo 14 0,026616 -3,62624 -0,09652 0,00070841
Jumlah 526 2,275663 0,16365713

Keseragaman = H’/Hmax Keterangan : Hmax = Ln S

= 2,275/ 3,044 S = jumlah spesies

= 0,74

Universitas Sumatera Utara


89

Lampiran 10. Analisis Kelimpahan Fitoplankton

Luas mulut jarring = 25 cm = 0,25 m

Jarak tempuh = 20 m

Maka volume air yang disaring = 3,14 x ¼ x 0,25 x 0,25 x 20

= 0,98 m3

Volume air contoh = 100 mL = 0,1 L

Volume SRC = 1 mL = 0,001 L

Stasiun 1
Jumlah vol. contoh x jumlah sel hasil pengamatan
Kelimpahan fitoplankton = Jumlah vol pengamatan x vol air yang disaring x 1 m3

0,1 x 220
= x1
0,001 x 0,98

= 22448

Stasiun 2

Jumlah vol. contoh x jumlah sel hasil pengamata n


Kelimpahan fitoplankton = Jumlah vol pengamatan x vol air yang disaring x 1 m3

0,1 x 1098
= J0,001 x 0,98 x 1

= 72040

Stasiun 3

Jumlah vol. contoh x jumlah sel hasil pengamatan


Kelimpahan fitoplankton = Jumlah vol pengamatan x vol air yang disaring x 1 m3

0,1 x 526
= J0,001 x 0,98 x 1

= 53673

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai