SKRIPSI
SKRIPSI
Skripsi Sebagai Salah Satu Diantara Beberapa Syarat untuk Dapat Memperoleh
Gelar Sarjana di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara
i
Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT
Bedagai River is one of the rivers in Serdang Bedagai Regency. The Bedagai
river basin is an area where there are many influences from human activities,
especially household activities, industrial activities and sea transportation. This
increase in activity causes changes to the water quality of the Bedagai River.
Changes to water quality can be detected by using bioindicators. Biological
parameters used to evaluate water quality and fertility level of a waters are using
phytoplankton. This study aims to determine the status of water quality in the
middle and lower reaches of the Bedagai River by using phytoplankton as
bioindicators. This research was conducted from October to November 2021 in
the Bedagai River, Serdang Bedagai District, Serdang Bedagai Regency.
Measurement of biological parameters using phytoplankton was analyzed using
the saprobic index, measurements of physical and chemical parameters of waters
were analyzed using the Pollution Index and CCME methods based on water
quality standards according to Government Regulation No. 22 of 2021, while the
relationship between water quality and phytoplankton diversity was analyzed
using Principal Component Analysis software ( PCA). The results of this study
conclude that the phytoplankton diversity index in the middle and lower reaches
of the Bedagai river is classified as moderate with the highest diversity index
value being at station II with a value of 2.75 and the lowest diversity index value
being at station I with a value of 2.17. The status of water quality in the middle
and lower reaches of the Bedagai river for class II quality standards based on the
saprobic coefficient is classified as -meso/polysaprobic waters or classified as
quite heavily polluted with organic matter polluting it. Based on the Pollution
Index method, stations I, II and III are classified as lightly polluted. Meanwhile,
based on the CCME method, stations I, II and III have very poor water quality.
ii
Universitas Sumatera Utara
RIWAYAT HIDUP
Perairan.
Penulis merupakan salah satu asisten Dinamika Populasi Ikan pada tahun
2020- 2021. Pada tahun 2019 penulis melaksanakan Magang di UPT Balai Benih
Ikan Air Tawar dan Laut Kerasaan, kemudian pada tahun 2020 penulis
melaksanan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Teluk Nibung Tanjung Balai.
Pada tahun 2021 penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Balai
iii
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa yang
Perairan
4. Bapak Rusdi Leidonald, S.P, M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah
5. Ibu Dr. Eri Yusni, M.Sc dan Bapak Rizky Febriansyah Siregar, S.Pi., M.Si
sebagai dosen penguji yang telah memberikan masukan dan arahan kepada
penulis.
iv
Universitas Sumatera Utara
6. Bapak dan Ibu dosen, staf pengajar dan pegawai di lingkungan Program
Sumatera Utara.
7. Seluruh Keluarga besar yang telah memberi dukungan semangat, doa, moril
8. Sahabat tersayang yaitu Syahnaz Friska Putri Nasution, Indri Astrika, Desi
membantu penulis sehingga penelitian dapat berjalan lancar dan penulis dapat
menyelesaikan skripsi.
kepada penulis.
Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat sebagai
dasar penelitian selanjutnya dan dapat menjadi sumber informasi bagi pihak yang
v
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
Halaman
PENDAHULUAN
Latar Belakang ............................................................................... 1
Rumusan Masalah ........................................................................... 3
Tujuan Penelitian ............................................................................ 4
Manfaat Penelitian .......................................................................... 4
Kerangka Pemikiran ....................................................................... 4
TINJAUAN PUSTAKA
Ekosistem Sungai ........................................................................... 6
Kualitas Air .................................................................................... 7
Fitoplankton ................................................................................... 7
Parameter Fisika yang Berhubungan dengan Fitoplankton .............. 9
Suhu .................................................................................... 9
Kedalaman ......................................................................... 9
Kecerahan ........................................................................... 10
Kecepatan Arus ................................................................... 11
Parameter Kimia yang Berhubungan dengan Fitoplankton............... 11
Oksigen Terlarut .................................................................. 11
pH ....................................................................................... 12
Salinitas ............................................................................... 12
BOD .................................................................................... 13
TSS ..................................................................................... 14
Nitrat .................................................................................. 14
Fospat .................................................................................. 15
Indek saprobik ..................................................................... 17
Indeks Pencemaran .............................................................. 17
CCME ................................................................................. 18
Analisis Komponen Utama (PCA) ....................................... 19
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian ......................................................... 20
Alat dan Bahan ............................................................................... 21
Deskripsi Area ................................................................................ 22
Stasiun I .............................................................................. 22
vi
Universitas Sumatera Utara
Stasiun II ............................................................................. 22
Stasiun III ............................................................................ 23
Prosedur Penelitian ......................................................................... 23
Pengambilan Sampel Fitoplankton ....................................... 23
Identifikasi Sampel Fitoplankton ......................................... 24
Pengambilan Sampel Air ..................................................... 24
Pengukuran Parameter Fisika Kimia Air .............................. 24
Analisis Data ....................................................................... 25
Indeks Keanekaragaman Spesies .......................... 25
Kelimpahan Fitoplankton ..................................... 26
Indeks Keseragaman ............................................ 26
Indeks Dominansi ................................................ 27
Koefisien Saprobitas ............................................ 28
Parameter Kualitas Air ......................................... 29
Indeks Pencemaran............................................... 30
Analisis CCME .................................................... 33
Analisis Komponen Utama PCA .......................... 36
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
vii
viii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL
ix
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR LAMPIRAN
x
Universitas Sumatera Utara
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kabupaten Serdang Bedagai merupakan salah satu kabupaten yang
wilayah perairan yang cukup luas, selain memiliki wilayah pesisir kabupaten
Serdang Bedagai juga memiliki Sungai besar yang disebut Sungai Bedagai. badan
Badan aliran sungai pada bagian tengah dan hilirnya berada di daerah Kabupaten
Serdang Bedagai. Bagian tengah dan hilir Sungai Bedagai merupakan aliran
Aliran sungai tersebut merupakan badan sungai yang banyak dimanfaatkan oleh
masyarakat sekitar untuk aktivitas sehari – hari seperti mandi, mencuci dan
memancing ikan, lalu lintas kapal untuk menangkap ikan. Kegiatan dan perilaku
sungai tercemar.
berpengaruh terhadap kualitas air sungai. Pencemaran air adalah masuknya atau
dimasukannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air
oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang
Air sungai dikatakan sudah tercemar, jika air tersebut tidak dapat
digunakan sesuai dengan kebutuhan peruntukkan air secara normal. Air sungai
adalah sumber daya alam yang diperlukan untuk semua makluk hidup. Oleh
karena itu sumber daya air tersebut harus dilindungi agar dapat dimanfaatkan
dengan baik oleh manusia dan makhluk hidup lainnya. Pemanfaatan air untuk
sekitarnya baik pada sungai itu sendiri maupun perilaku manusia sebagai
pengguna sungai (Mardhia dan Abdullah, 2018). Salah satunya yaitu akibat dari
menyebabkan banyak ikan yang mengalami kematian, warna air berubah menjadi
perairan (Rasyid et al., 2018). Status kualitas air dapat diketahui dengan
melakukan pendekatan kualitas fisika, kimia dan biologi. Salah satu organisme
gangguan dan perubahan ekosistem suatu perairan. Maka dari itu, fitoplankton
berpengaruh pada kualitas air sungai dan biota yang hidup dan bergantung pada
fitoplankton sebagai indikator kualitas air di bagian tengah dan hilir Sungai
Rumusan Masalah
sebagai indikator kualitas air di perairan Sungai Bedagai ini diperlukan untuk
dilakukan . Adapun rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
2. Bagaimana status kualitas air di bagian tengah dan hilir Sungai Bedagai
Environmental (CCME) ?
Tujuan Penelitian
2. Mengetahui status kualitas air di bagian tengah dan hilir Sungai Bedagai
Environmental (CCME).
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini yaitu diharapkan dapat dijadikan sebagai
bagian tengah dan hilir sungai Bedagai Kabupaten Serdang Bedagai Provinsi
Sumatera Utara.
Kerangka Pemikiran
perairan baik dilihat dari secara fisik, kimia dan biologi disebabkan oleh aktivitas
yang terdapat di bagian tengah dan hilir sungai Bedagai. Maka dari itu, diperlukan
Analisis tingkat kualitas air pada badan air sungai tersebut dengan menggunakan
Indeks CCME
Pencemaran Saprobik
TINJAUAN PUSTAKA
Ekosistem Sungai
diantarnya tumbuhan air, seperti ikan, krustacea, gastropoda, bentos serta plankton
dan perifiton. Maka dari itu untuk melihat kondisi suatu perairan dapat dilakukan
Sungai sebagai salah satu badan perairan sangat dipengaruhi oleh banyak
faktor, baik faktor alam maupun aktivitas manusia. Adanya masukan limbah atau
sampah dari kegiatan manusia di sekitar badan sungai secara langsung atau tidak
langsung dapat mempengaruhi kondisi fisika dan kimia air sungai, yang akhirnya
Sungai banyak dimanfaatkan oleh masyarakat yang berada di sekitar sungai untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Selain itu, digunakan juga sebagai tempat
pembuangan sampah dan air limbah domestik, baik secara langsung maupun tidak
lain: sebagai bahan baku air minum untuk keperluan pemukiman, industri,
berkaitan erat dengan jenis dan intensitas kegiatan manusia yang ada baik di
lingkungan daratan maupun perairan itu sendiri. Dampak yang ditimbulkan dari
baik yang bersifat racun atau tidak beracun. Peningkatan kebutuhan manusia
Kualitas Air
dukung dan daya tampung dari sumber daya air yang pada akhirnya akan
maju akan berdampak pada kemampuan pemenuhan terhadap kualitas air bersih
bagi masyarakat yang apabila tidak terjaga dapat menyebabkan kekurangan serta
kelangkaan air bersih bagi masyarakat. Air yang kualitasnya buruk akan
Fitoplankton
(Mustofa, 2015). Salah satu contoh fitoplankton dari jenis diatom yang terdapat
diperairan air tawar yaitu Bacillaria paxilifera. Menurut Muller (1786), klasifikasi
Kingdom : Chromista
Filum : Ochrophyta
Kelas : Bacillariophyceae
Ordo : Bacillariales
Famili : Bacillariaceae
Genus : Bacillaria
satu sama lain ditumpuk di koloni (biologi). Sel berbentuk segi empat dalam
tampilan korset (saat berada di koloni), dan lanceolate dalam tampilan katup.
Sistem raphe sedikit dilipat dan berjalan dari tiang ke tiang. Dua piring besar
Nucleus terletak di pusat. Sel berwarna kuning-coklat. Fibula sangat kuat, dan
permukaan katup ditutupi dengan stretch mark paralel melintang. Habitat daerah
bentik, kelautan dan payau / air tawar (Agustini dan Madyowati, 2017).
tahan terhadap kondisi ekstrim serta mempunyai daya reproduksi yang tinggi.
Fungsi ekologi fitoplankton sebagai produsen primer dan awal mata rantai dalam
Suhu
kecerahan, air tanah dan hujan serta pertukaran panas air dengan panas udara
akibat respirasi, evaporasi, kedalaman dan kuat arus. Suhu dapat mempengaruhi
suhu. Suhu yang lebih tinggi akan meningkatkan laju maksimum fotosintesis.
semakin tinggi suhu semakin cepat pula perairan tersebut mengalami kejenuhan
ketinggian dari permukaan laut (altitude), waktu dalam hari, sirkulasi udara,
penutupan awan, dan aliran serta kedalaman badan air. Perubahan suhu
berpengaruh terhadap proses fisika, kimia dan biologi badan air. Suhu juga sangat
kisaran tertentu (batas atas dan batas bawah) yang disukai bagi pertumbuhannya
(Effendi, 2003).
Kedalaman
cenderung dipengaruhi oleh jumlah cahaya yang diterima oleh fitoplankton untuk
matahari yang jatuh di permukaan laut akan terdistribusi mengikuti kedalaman dan
Kecerahan
visual dengan menggunakan alat Secchi Disk. Satuan dari kecerahan adalah meter.
kekeruhan banyak disebabkan oleh partikel yang lebih besar seperti limpasan
tanah (Runoff) dari tempat yang lebih tinggi. Semakin tinggi kekeruhan, akan
(Suyasa, 2015).
sampai dimana masih ada kemungkinan terjadi proses asimilasi dalam air, lapisan-
lapisan mana yang tidak keruh, dan yang paling keruh. Perairan yang
memiliki nilai kecerahan rendah pada waktu cuaca yang normal dapat memberikan
Kecepatan Arus
mempengaruhi jenis substrat sungai. Manfaat dari arus bagi banyak biota adalah
dipenuhi. Sedangkan bagi hewan air, CO2 dan produk-produk sisa dapat
disingkirkan dan O2 tetap tersedia. Arus juga berperanan penting bagi penyebaran
akan digunakan dalam proses metabolisme untuk merombak bahan organik yang
dimakan menjadi sari makanan yang dimanfaatkan sebagai energi untuk tumbuh,
berkembang biak dan bergerak. Besarnya kandungan oksigen terlarut dalam air
dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain cuaca, kepadatan fitoplankton, siang
dan malam serta dinamika organisme yang ada di dalamnya (Hasby, 2017).
tersebut termasuk pencemaran dengan kriteria kritis jika nilainya ±4 ppm dan
menjadi kriteria sedikit tercemar jika nilainya ±4 ppm dan tidak tercemar jika
pH
keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan. Ia didefinisikan sebagai
kologaritma aktivitas ion hidrogen (H+) yang terlarut. Koefisien aktivitas ion
terkait dengan kehidupan atau industri pengolahan kimia seperti kimia, biologi,
(Zulius, 2017).
ammonia yang dapat meningkatkan derajat keasaman (pH) yakni menjadi basa.
Perairan yang memiliki kadar pH ideal bagi kehidupan organisme akuatik pada
umumnya berkisar antara 7 sampai 8,5. Kondisi perairan yang asam akan
Salinitas
fitoplankton yang dijumpai adalah jenis yang memiliki kisaran toleransi yang luas
terhadap perubahan salinitas. Area muara hingga alur sungai yang memungkinkan
terjadinya campuran air tawar yang berasal dari aliran sungai. Dengan demikin
fitoplankton yang hidup di wilayah ini adalah jenis yang memiliki toleransi yang
kaitannya dengan berkurangnya pengaruh sumber masukan air tawar dari daratan.
Rendahnya nilai salinitas disebabkan oleh adanya pengaruh dari daratan seperti
percampuran engan air tawar yang terbawa aliransungai. Salah satu faktor yang
mempengaruhi distribusi diperairan yaitu sumbangan jumlah air tawar yang masuk
ke perairan laut. Pada perairan yang lebih dangkal, intrusi air tawar
bakteri aerob untuk mengoksidasi bahan organik di dalam air sehingga secara tidak
demikian maka kebutuhan oksigen oleh bakteri untuk mengoksidasi bahan organic
Semakin kecil BOD berarti kualitas air semakin baik karena sedikitnya
Nilai BOD tinggi di perairan dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya
limbah dari permukiman, pertanian, ternak serta tempat wisata. Sedangkan daerah
perairan yang jauh dari sumber limbah memiliki nilai BOD yang rendah
TSS merupakan materi padat seperti pasir, lumpur, tanah maupun logam
berat yang tersuspensi didaerah perairan akibat dari pengikisan tanah atau erosi
tanah yang terbawa ke badan air. Kondisi TSS di estuari dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti arus laut, pasang surut, debit sungai dan tutupan lahanNilai
TSS yang tinggi akan menunjukkan tingkat pencemaran yang tinggi. Hal tersebut
proses fotosintesis dari biota air pada suatu perairan (Fathiyah et al., 2017).
produktivitas perairan. Hal ini berkaitan erat dengan proses fotosintesis dan
Nitrat
permukiman yang terdapat sekitar bibir sungai yang akan dibawa arus menuju
kawasan muara sehingga terjadi penumpukan bahan organik pada muara sungai.
Kondisi ini memang akan mendukung kehidupan suatu enis fitoplankton sehingga
keberlangsungan hidup biota lain. Hal ini bisa saja terjadi mengingat kondisi
lemak dan protein tubuh. Unsur N dan P sering menjadi faktor pembatas dalam
Fospat
Bentuk fosfat dalam perairan adalah ortofosfat. Pada umumnya, fosfat yang
manusia atau hewan, sabun, industri pulp dan kertas, detergen. Pada dasarnya
pH, dan pH akan mengubah kecepatan absorpsi fosfat dengan mengubah aktivitas
enzim yaitu sifat permeable membrane sel, atau dengan perubahan derajat ionisasi
bermacammacam anion dan kation, jenis dan daur hidup biota. Perairan yang agak
basa (7-9) merupakan perairan yang produktif dan berperan mendorong proses
Fosfat merupakan salah satu unsur essensial bagi pembentukan protein dan
oleh beberapa faktor eksternal. Absorbsi fosfat oleh alga sangat dipengaruhi oleh
cahaya khususnya pada keadaan (CO2) terbatas, dan selanjutnya penggunaan fosfat
alga optimal akan terjadi ketika konsentrasi fosfat tinggi dan nitrat sebagai sumber
Indeks Saprobik
bahan buangan limbah organik dan anorganik yang masuk ke badan perairan
berdampak terhadap jenis dan jumlah nutrisi di dalam perairan. Semakin tinggi
oligosaprobik atau kualitas tingkat I, yang dicirikan dengan air yang sangat jernih,
atau kualitas tingkat III, merupakan zona transisi antara proses oksidasi dan
reduksi dengan penurunan kandungan oksigen terlarut dan jumlah spesies yang
cepat pada kolom air. Tingkat β mesosaprobik dicirikan dari proses reduksi yang
dominan dan kondisi oksigen anoksik rendah. Tingkat polisaprobik atau kualitas
tingkat IV, dicirikan dari proses reduksi yang dominan dan kondisi oksigen
Indeks Pencemaran
Indeks Pencemaran (IP) dari suatu badan air ditentukan untuk suatu
untuk beberapa peruntukan bagi seluruh bagian badan air atau seluruh segmen
sungai. Hal yang membedakan antara indeks pencemaran dapat dihitung pada data
parameter kualitas air yang hanya diukur satu kali (Effendi, 2016).
relatif terhadap parameter kualitas air yang diizinkan. Pengelolaan kualitas air atas
dasar Indeks Pencemaran (IP) ini dapat memberi masukan pada pengambil
keputusan agar dapat menilai kualitas badan air untuk suatu peruntukan serta
Indeks CCME
CCME WQI merupakan salah satu metode pengukuran indeks kualitas air
tersebut berdasarkan pada nilai perhitungan frekuensi yang berasal dari parameter
kondisi sebenarnya daripada nilai Indeks Pencemaran (IP) dan Storet serta cukup
Jenis parameter, baku mutu dan jangka waktu yang digunakan pada indek
ini sangat bervariasi tergantung pada isu-isu dan kondisi local setiap wilayah.
Penentuannya digunakan pada indek ini tidak ditentukan dan sangat bervariasi dari
antar daerah tergantung pada isu-isu dan kondisi lokal pada masing-masing daerah.
Minimal terdapat empat contoh variabel untuk empat kali digunakan dalam
kualitas air pada lokasi tertentu dari waktu ke waktu dan untuk membandingkan
indeks secara keseluruhan antar lokasi yang menggunakan variabel dan baku mutu
varians-kovarians dari suatu set variabel melalui kombinasi linier dari variabel-
variabel yang terdiri atas 𝑛 buah objek. Misalkan pula bahwa dari 𝑝 buah variabel
kombinasi linier atas 𝑝 buah variabel tersebut. 𝐾 komponen utama tersebut, dapat
yang digunakan untuk melihat hubungan antara faktor fisika kimia perairan
dengan genera fitoplankton yang terdapat pada masing-masing stasiun. Data yang
METODE PENELITIAN
bagian tengah dan hilir Sungai Bedagai Desa Sei Rampah Kecamatan Sei Rampah
air berdasarkan parameter fisika kimia akan dilakukan secara langsung di lapangan
(in situ) dan secara ex situ akan dilakukan di Laboratorium Balai Teknik
Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu plankton net dengan ukuran
30 µm, botol sampel dengan ukuran 100 ml, botol sampel air 1 L, botol semprot,
pipet tetes (3 ml), sedwick rafter counting cell (SRC), meteran, GPS, styrofoam,
termometer, pH meter, DO meter, bola duga, stop watch, secchi disk, tongkat
fitoplankton.
Parameter yang akan diukur pada penelitian ini yaitu terdiri dari parameter
fisika kimia. Daftar alat yang digunakan dan metode pengukuran yang akan
Fisika
Temperatur suhu (0C) Termometer In situ
Kedalaman (m) Tongkat berskala In situ
Kecerahan (cm Secchi disk In situ
Kecepatan arus (m/detik) Bola duga In situ
Kimia
Oksigen terlarut (mg/L) DO meter In situ
pH air pH meter In situ
Salinitas (ppt) Refraktometer In situ
BOD (mg/L) SNI 06 6989 14 2004 Ex situ
TSS (mg/L) Spektofotometri Ex situ
Nitrat (mg/L) Spektofotometri Ex situ
Fospat (mg/L) Spektofotometri Ex situ
Deskripsi Area
Stasiun I
Stasiun ini terletak di Desa Pematang Ganjang Dusun VI. Stasiun ini
stasiun II. Secara geografis stasiun ini terletak pada koordinat 3°25'45.73" LU dan
99°6'48.82" BT. Lokasi stasiun penelitian I seperti pada Gambar berikut ini
Stasiun II
Stasiun ini terletak di Desa Sei Rampah. Stasiun ini berada di sekitar industri
dan pemukiman masyarakat. Secara geografis stasiun ini terletak pada koordinat
Stasiun III
Stasiun ini terletak di Desa Sei Rejo. Stasiun ini berada di sekitar
pemukiman masyarakat dan terdapat banyak aktivitas nelayan dan kapal nelayan
disekitarnya dan berjarak 11 km dari stasiun II. Secara geografis stasiun ini
Prosedur Penelitian
pada setiap stasiun yang telah ditentukan, Penggunaan plankton net diawali dengan
mengikat tali pada bagian plankton net sekuat mungkin agar ketika dilemparkan
kemudian ditarik kembali, plankton net tidak terlepas, setelah diikat tali bagian
ujung wadah plankton net ditutup agar sampel tersimpan di wadah tersebut.
plankto net ditarik kembali secara perlahan – lahan (Desmawati et al., 2020).
agar tidak ada fitoplankton yang mengendap di dasar botol. Selanjutnya sampel
diambil menggunakan pipet tetes, diteteskan pada sedgewick rafter counting (SRC)
untuk mengukur parameter BOD, TSS, nitrat, fosfat pada air. Menurut SNI 06-
2412-1991, prosedur pengambilan sampel air yang baik yaitu dengan mencelupkan
botol sampel ke dalam badan air secara hati – hati dengan posisi mulut botol
berlawanan dengan arah aliran air kemudian isi botol sampel sampai penuh dan
(in situ) yaitu pengukuran suhu air (0C) menggunakan thermometer, pengukuran
oksigen terlarut (mg/L) menggunakan DO meter, kecepatan arus air (m/s) diukur
pengukuran BOD, TSS, nitrat, dan fosfat dilakukan dengan uji Lab di
Medan.
Analisis Data
H’ = ∑st=1 PilnPi
Keterangan :
Pi = ni/N
S = jumlah genus
sebagai berikut :
Volume air yang disaring = luas mulut jaring x jarak yang ditempuh
Indeks Keseragaman
H
E=
H' maks
Keterangan
E = indeks keseragaman
H’ = indeks keanekaragaman
Hmaks = Ln s
S = Jumlah Spesies
Indeks Dominansi
ni 2
C= ( )
N
Keterangan :
C = indeks dominansi
pada Tabel 4
kualitas suatu perairan yang dapat diukur dengan melihat kelompok organisme
persamaan Dresscher dan Van Der Mark (1976) yang diacu pada Dahuri (1995)
C+3D-B-3A
X=
A+B+C+D
Keterangan
(Oligosaprobik)
kelompok tabel
dengan kriteria mutu air dalam Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021
Bedagai belum ditetapkan kelas baku mutu, sehingga sesuai dengan Peraturan
digunakan baku mutu kualitas air kelas II. Berikut kriteria mutu air berdasarkan PP
Indeks Pencemaran
Indeks pencemaran (IP) ditentukan untuk suatu peruntukan, kemudian
dapat dikembangkan untuk beberapa peruntukan bagi seluruh bagian badan air
atau sebagian dari suatu sungai. Pengelolaan kualitas air atas dasar indeks
pencemaran (IP) ini dapat memberi masukan pada pengambil kepitusan agar dapat
menilai kualitas badan air untuk suatu peruntukan serta melakukan tindakan
115 Tahun 2003 yang dikembangkan oleh Sumitomo dan Nemerow (1970) pada
Universitas Texas yaitu suatu indeks yang berkaitan dengan senyawa pencemar
Pengelolaan kualitas air atas dasar Indeks pencemaran dapat memberikan masukan
pada pengambil keputusan agar dapat menilai kualitas badan air untuk suatu
peruntukan air (j), dan Ci menyatakan konsentrasi parameter kualitas air (i) yang
diperoleh dari hasil analisis cuplikan air pada suatu lokasi pengambilan cuplikan
dari suatu alur sungai, maka Pij adalah indeks pencemaran bagi peruntukan (j)
yang merupakan fungsi dari Ci/Lij. Harga Pij ini dapat ditentukan dengan cara:
3. Menghitung harga Ci/Lij untuk tiap parameter pada setiap lokasi pengambilan
cuplikan.
Keraguan timbul jika dua nilai (Ci/Lij) berdekatan dengan nilai acuan 1,0,
misal C1/L1j = 0,9 dan C2/L2j = 1,1 atau perbedaan yang sangat besar,
Penggunaan nilai (Ci/Lij)hasil pengukuran kalau nilai ini lebih kecil dari
1,0.
dari 1,0.
Ci Ci
( ) = 1,0+P. Log ( )
Lij baru Lij hasil pengukuran
Keterangan :
P adalah konstanta dan nilainya ditentukan dengan bebas dan disesuaikan
dengan hasil pengamatan lingkungan dan atau persyaratan yang
dikehendaki untuk suatu peruntukan (biasanya digunakan nilai 5).
Menetukan nilai rata-rata dan nilai maksimum dari keseluruhan Ci/Lij ((Ci/Lij)R
Ci 2 Ci 2
√(Lij)M + (Lij)R
Plj=
2
Keterangan
peruntukan air j
Hubungan nilai indeks pencemaran dengan baku mutu perairan disajikan pada
Tabel 7.
untuk memperoleh data kualitas air yang kompleks. Indeks kualitas air ini
Jenis parameter, baku mutu dan jangka waktu yang digunakan pada indek
ini sangat bervariasi tergantung pada isu-isu dan kondisi lokal setiap wilayah.
Penentuannya digunakan pada indeks ini tidak ditentukan dan sangat bervariasi
dari antar daerah tergantung pada isu-isu dan kondisi lokal pada masing-masing
daerah. Minimal terdapat empat contoh variabel untuk empat kali digunakan dalam
kualitas air pada lokasi tertentu dari waktu ke waktu dan untuk membandingkan
indeks secara keseluruhan antar lokasi yang menggunakan variabel dan baku mutu
baku mutu, setidaknya untuk satu kali periode waktu (variabel gagal) relatif
kurang dari baku mutu minimum baku mutu. Ini disebut “excursion”.
b). Uji excursion dari baku mutu dan membagi total nilai uji (baik yang
∑ni=1 Penyimpangan i
nse=
Total jumlah pengujian
c). F3 kemudian dihitung dengan fungsi asimtotik dengan skala jumlah dari
nse
F3= [ ]
0,01 nse+0,01
d). nse dengan kisaran harga antara 0 hingga 100. Apabila nilai faktor-
faktor telah diperoleh maka nilai CCME WQI dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut:
Keterangan :
F2 : banyaknya hasil nilai uji pada parameter yang melebihi baku mutu
95 - 100 Sangat baik Kualitas air terlindungi dengan anggapan tidak adanya
ancaman dan gangguan, tingkat air mendekati kondisi
murni atau alaminya. Nilai indeks ini dapat diperoleh bila
semua pengukuran baku mutu memiliki tujuan yang sama
sepanjang waktu.
80 – 94 Baik Kualitas air terlindungi dengan anggapan tingkat ancaman
dan gangguan kecil, kondisi jarang menyimpang dari
tingkat alami atau yang diinginkan.
65 – 79 Cukup Kualitas air biasanya terlindungi namun kadangkadang
mengalami ancaman dan gangguan, kondisi terkadang
menyimpang dari tingkat alami atau yang diinginkan.
45 – 64 Kurang Kualitas air sering terancam dan terganggu, kondisi sering
menyimpang dari tingkat alami dan yang diinginkan.
0 - 44 Buruk Kualitas air hampir selalu terancam dan terganggu, kondisi
biasanya menyimpang dari tingkat alami.
Sumber : Lumb et al., 2011
kelompok variabel (Simeonov et al., 2003). Nilai positif yang mendekati satu (1)
menunjukkan adanya hubungan yang berbanding lurus antar variabel, yang artinya
banyaknya suatu variabel akan diikuti dengan banyaknya variabel yang lain. Nilai
negatif yang mendekati minus satu (-1) menunjukkan adanya hubungan yang
berbanding terbalik antar variabel, yang berarti banyaknya suatu variabel akan
diikuti dengan sedikitnya variabel yang lain. Nilai yang mendekati nol (0)
fisika (suhu, kecerahan, kedalaman dan kecepatan arus), kimia (TSS, pH, DO,
BOD, nitrat dan posfat) serta biologi (keberadaan fitoplankton). Hasil principle
component analysis (PCA) terhadap matriks korelasi data parameter fisika kimia
hubungan memiliki tingkat interval hubungan dari hubungan sangat rendah hingga
hubungan sangat kuat. Dengan penjelasan yang dapat dilihat pada Tabel 9.
Hasil
Hasil identifikasi fitoplankton pada bagian tengah dan hilir Sungai Bedagai
ditemukan 6 kelas fitoplankton yang terdiri dari 20 famili fitoplankton dan 28 jenis
Tabel 10. Komposisi fitoplankton di bagian tengah dan hilir sungai Bedagai
Analisis Fitoplankton
Tabel 12. Nilai Kelimpahan Fitoplankton di bagian tengah dan hilir sungai bedagai
I 22448
II 72040
III 53673
fitoplankton tertinggi terdapat pada stasiun II dengan nilai sebesar 72040 ind/m3.
22448 ind/m3. Tingkat kelimpahan spesies fitoplankton pada setiap jenis dapat
18000
16000
14000
12000
10000
8000 Stasiun 1
6000 Stasiun 2
4000
2000 Stasiun 3
0
Indeks Keseragaman (E) dan Indeks Dominansi (C) Fitoplankton pada setiap
Tabel 11. Indeks keanekaragaman (H’), Indeks keseragaman (E) dan Indeks
Dominansi (C) fitoplankton
Stasiun H’ E C
I 2,17 0,73 0,17
Kategori Sedang Tinggi Rendah
II 2,75 0,84 0,08
Kategori Sedang Tinggi Rendah
III 2,27 0,74 0,16
Kategori Sedang Tinggi Rendah
fitoplankton pada setiap stasiun diketahui bahwa nilai indeks keanekaragaman (H’)
tertinggi terdapat pada stasiun II yaitu 2,75 dan nilai indeks keanekaragaman
terendah terdapat pada stasiun I yaitu 2,17. Nilai keanekaragaman yang didapatkan
dari stasiun I, II dan III berkisar antara 2,17–2,75 dan tergolong dalam stasiun
Nilai keseragaman di setiap stasiun memiliki nilai yang tidak berbeda jauh
Keseragaman tertinggi ditemukan pada stasiun II dengan nilai sebesar 0,84. Nilai
antara 0,08-0,17. Indeks dominansi tertinggi terdapat pada stasiun I yaitu sebesar
0,17, sedangkan nilai indeks dominansi terendah terdapat pada stasiun II yaitu
Parameter yang diukur pada bagian tengah dan hilir sungai Bedagai
meliputi parameter kimia dan parameter fisika. Hasil pengukuran faktor fisika dan
kimia air dalam setiap stasiun dapat dilihat pada tabel 13.
Stasiun Pengamatan
Parameter Satuan I II III
Fisika
0
Suhu C 29 28-30 29
Kedalaman Cm 153 56 163
Kecerahan Cm 12,16 9,6 9,16
Kecepatan arus m/detik 0,54 0,23 0,34
Kimia
DO mg/L 5,4 4,3 4,2
pH - 7,2 7,16 6,9
Salinitas ppt 0 0 5
BOD mg/L 5,7 8,23 9,3
TSS mg/L 37,3 65,9 48,23
Nitrat mg/L 3,33 4,06 4,46
Fospat mg/L 0,77 1,96 1,22
Koefisien Saprobik
bawah ini.
Indeks Pencemaran
perairan Sungai Bedagai dapat dilihat pada Tabel 15. Hasil dari tabel tersebut
menunjukkan bahwa status mutu air pada stasiun I, II dan III dikategorikan
Tabel 15. Kualitas air di bagian tengah dan hilir Sungai Bedagai dengan IP
Analisis CCME
Hasil perhitungan kualitas air dengan analisis CCME di bagian tengah dan
hilir sungai Bedagai dapat dilihat pada tabel 16. Hasil dari tabel 16 tersebut
menunjukkan bahwa status mutu air pada stasiun I,II dan III dikategorikan sangat
buruk.
Tabel 16. Kualitas air di bagian tengah dan hilir Sungai Bedagai dengan CCME
membentuk sudut >900 yang artinya memiliki hubungan yang tidak searah
Universitas Sumatera Utara
42
membentuk sudut <900 yang artinya parameter tersebut memiliki hubungan yang
searah terhadap keanekaragaman fitoplankton. Hal ini dapat dilihat pada gambar 7
dibawah ini.
1 Keanekaraga
pH
man
0.75
DO
0.5 BOD
Suhu
Kecerahan
F2 (27,08 %)
0.25
Nitrat Fospat
0
TSS
-0.25
-0.5
Kecepatan
Kedalaman
-0.75 arus Salinitas
-1
-1 -0.75 -0.5 -0.25 0 0.25 0.5 0.75 1
F1 (31,49 %)
berikut :
Pembahasan
fitoplankton tertinggi ditemukan pada stasiun II yaitu berkisar 72040 ind/m3, lebih
tingginya nilai kelimpahan fitoplankton pada stasiun II daripada stasiun I dan III
daripada stasiun lainnya. Menurut Paiki dan Kalor (2017), mengatakan bahwa
Fosfat merupakan salah satu zat hara yang memiliki peran penting dalam
oleh kadar pH yang lebih baik daripada stasiun lainnya yaitu berkisar 7,16. Kadar
penyerapan nutrisi pada fitoplankton akan sangat baik. Hal ini sesuai dengan
Warsa et al (2006) yang mengatakan bahwa dalam proses absorpsi fospat oleh
fitoplankton yang lebih rendah daripada stasiun II dan III yaitu berkisar 22448
ind/m3. Hal ini dapat disebabkan karena pada stasiun I memiliki kadar nitrat dan
fospat yang lebih rendah daripada stasiun lainnya. Rendahnya kadar fospat dan
nitrat pada stasiun I ini dapat mengurangi nutrisi pada fitoplankton sehingga
Hal ini sesuai dengan Ikhsan et al (2020), yang mengatakan bahwa fosfat
merupakan salah satu unsur essensial bagi pembentukan protein dan metabolisme
fitoplankton pada stasiun III memiliki nilai yang lebih rendah daripada stasiun II
yaitu 53673 ind/m3. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi rendahnya nilai
kelimpahan pada stasiun III salah satunya yaitu pada perairan stasiun III
lebih rendah daripada stasiun II. Hal ini sesuai dengan Khaqiqoh et al (2014),
yang menyatakan bahwa proses pasang surut didaerah ekoton sungai sangat
fitoplankton lainnya. Hal ini diduga karena pada kelas Bacillariophyceae dan
dan adaptasi yang baik terhadap perubahan lingkungan yang ekstrim. Hal ini
pada kelas Chlorophyceae yaitu pada spesies Tribonema sp dengan nilai berkisar
306 ind/m3 , hal ini diduga karena pada kelas Chlorophyceae hanya mampu hidup
dalam kondisi perairan yang memiliki kadar pH bersifat sedikit asam, intensitas
cahaya yang cukup serta dengan kecepatan arus yang tenang. Hal ini sesuai
melimpah baik dari segi kuantitas pada perairan dengan kondisi pH kurang dari 7
atau perairan yang bersifat asam dan pada perairan yang relatif tenang.
ditemukan pada stasiun I lebih rendah daripada stasiun II dan III. Hal ini dapat
disebabkan karena beberapa faktor yaitu jumlah nutrien yang lebih sedikit
lainnya, Hal ini sesuai dengan Yusuf (2012), yang mengatakan bahwa kecepatan
arus yang masih berada dibawah kisaran 0,5 m/s tergolong dalam arus rendah
hingga sedang, sedangkan arus dengan kecepatan 0,5 m/s atau lebih tergolong
dalam arus kuat. Hal ini memberikan dampak bagi kelimpahan plankton, dimana
jika kecepatan arus rendah maka kelimpahan plankton tinggi, begitu pula
sebaliknya, serta juga disebabkan karena kondisi permukaan perairan pada stasiun
ini cukup tertutup karena terdapat tutupan vegetasi sekitar permukaan sungai
sehingga badan air tidak mendapat cahaya matahari yang cukup sampai ke dasar
yang sampai ke suatu sel alga lebih besar dari suatu intensitas cahaya tertentu dan
laju fotosintesis akan tinggi bila intensitas cahaya tinggi dan menurun bila cahaya
menurun.
ditemukan paling tinggi yaitu berada pada stasiun II dan terendah pada stasiun I,
hal ini dapat disebabkan karena adanya perbedaan waktu pengambilan sampel
09.00 pagi dan pada saat itu intensitas cahaya matahari cukup kuatmmasuk
kekolom permukaan perairan. Hal ini sesuai dengan Yuliana (2006), yang
kolom perairan dekat permukaan mempunyai cahaya yang lebih tinggi. Menurut
Facta et al. (2006), pada pukul 09.00 pagi intensitas cahaya matahari
keanekaragaman pada stasiun I, stasiun II, stasiun III memiliki nilai indeks
keanekaragaman berkisar 2,17 – 2,75 ind/m3 dan termasuk dalam kategori sedang.
perairan yang masih dapat ditoleransi oleh beberapa jenis fitoplankton dan masih
fitoplankton. Hal ini sesuai dengan Agustina dan Poke (2016) yang mengatakan
bahwa suatu ekosistem yang tidak stabil dan rentan terhadap pengaruh tekanan
dari luar akan memiliki nilai keanekaragaman yang lebih rendah dibandingkan
2,75 ind/m3, hal ini disebabkan karena pada stasiun II lebih banyak ditemukan
lainnya. Hal ini sesuai dengan Rahmatullah et al. (2016), yang mengatakan bahwa
dan stasiun III berkisar antara 0,73-0,84. Nilai keseragaman di setiap stasiun
memiliki nilai yang tidak berbeda jauh dan pada setiap stasiun tergolong dalam
keadaan yang stabil. Hal ini sesuai dengan Amin (2008), yang menyatakan bahwa
tidak stabil sedangkan jika mendekati satu komunitas dalam keadaan stabil,
0,84, hal ini diduga karena jumlah individu fitoplankton pada stasiun II tersebar
pemerataan antar genera relative seragam atau jumlah individu pada tiap genera
relative sama.
0,73. Hal ini dikarenakan pada stasiun I jumlah spesies fitoplankton yang
ditemukan lebih sedikit dan memiliki nilai keanekaragaman yang lebih rendah
nilai keseragaman rendah jika keanekaragaman nya rendah dan jumlah spesies
Berdasarkan nilai rata – rata indeks dominansi dari ketiga stasiun yaitu
berkisar 0,08 - 0,17 didapatkan bahwa ketiga stasiun tergolong kedalam kategori
dominansi rendah. Hal ini menunjukkan bahwa di perairan sungai Bedagai tidak
terdapat genus yang mendominasi genus lainnya secara ekstrim. Hal ini sesuai
yang memperlihatkan nilai rendah (nilai yang mendekati nol) berarti tidak terjadi
sedangkan nilai indeks dominansi terendah terdapat pada stasiun II yaitu sebesar
0,08. Perbedaan tinggi rendahnya nilai dominansi pada setiap stasiun dikarenakan
adanya perbedaan jumlah fittoplankton yang ditemukan pada setiap stasiun. Nilai
dominansi yang rendah juga berpengaruh terhadap nilai keanekaragaman dan nilai
merupakan 3 hal yang saling berkaitan dan mempengaruhi, dimana jika indeks
yang ditemukan pada setiap stasiun dipengaruhi oleh kondisi perairan tersebut.
Perbedaan kondisi perairan, kondisi kualitas air, dan kondisi cuaca dapat
keseragaman jenis dan dominansi antara lain adanya perusakan habitat alami
Suhu dilokasi penelitian berkisar antara 280C – 300C dan masih termasuk
kedalam kisaran suhu yang optimum untuk pertumbuhan fitoplankton, hal ini
baik. Menurut Effendi (2003), mengatakan bahwa kisaran suhu yang optimum
tertinggi yaitu pada stasiun II yaitu sebesar 28 – 300C. Tingginya suhu pada
stasiun 3 disebabkan karena pada lokasi stasiun berada di tengah badan air yang
tidak ada tutupan kanopi vegetasi sehingga menyebabkan badan air terkena
cahaya matahari secara langsung dengan intensitas yang cukup tinggi. Menurut
yang hidup didalam perairan tersebut. Hal ini disebabkan karena perbedaan suhu,
intensitas cahaya serta kadar oksigen yang berbeda pada setiap kedalaman dapat
yang menyatakan bahwa Penyebaran plankton didalam air tidak sama pada
kedalaman yang berbeda hal ini disebabkan karena adanya perbedaan suhu, kadar
berkisar 9,16 – 12,16 cm, nilai ini termasuk kedalam kecerahan rendah.
partikel – partikel terlarut yang ada dalam perairan sungai Bedagai yang cukup
tinggi. Hal ini Suardiani et al (2018), yang mengatakan bahwa tinggi rendahnya
nilai kecerahan setiap stasiun penelitian dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu
terlarut.
memiliki tingkat kecerahan yang rendah yaitu 9,16 – 12,16 cm dan termasuk
kedalam nilai kecerahan yang tidak baik bagi kehidupan organisme fitoplankton
sehingga akan mengganggu proses fotosintesis pada fitoplankton. Hal ini sesuai
dengan Anggoro et al (2013), yang menyatakan bahwa nilai kecerahan air yang
Nilai kecepatan arus pada perairan sungai Bedagai yaitu berkisar antara
0,23 – 0,54 m/detik dan termasuk kedalam arus sedang. Salah satu faktor yang
yang dibuang kedalam badan air sungai. Hal ini sesuai dengan Darmawan et al
Bedagai yaitu berkisar 4,2 – 5,4. Rendahnya nilai oksigen terlarut pada perairan
sungai Bedagai menunjukkan bahwasanya proses fotosintesis kurang baik hal ini
penetrasi cahaya tidak dapat mencapai ke perairan yang dalam. Hal ini sesuai
7,2. Dari hasil pengukuran kadar derajat keasaman untuk perairan sungai Bedagai
fitoplankton. Kondisi perairan yang memiliki nilai pH terlalu rendah atau terlalu
Hasil pengukuran nilai salinitas di bagian tengah dan hilir sungai Bedagai
yaitu diketahui nilai salinitas yang tertinggi ditemukan pada stasiun III yaitu
berkisar 5 ppt, hal ini dikarenakan pada lokasi stasiun III merupakan daerah hilir
sungai Bedagai dan merupakan aliran sungai yang menuju ke laut. Menurut
semakin tinggi karena adanya massa air laut yang masuk ke sungai pada saat
pasang.
bearada pada kisaran 5,7 – 9,3 mg/L, Nilai BOD pada Sungai Bedagai termasuk
kedalam nilai BOD yang telah melewati batas maksimum dari baku mutu
perairan sungai Bedagai. Hal ini sesuai dengan Pescod (1973), mengatakan bahwa
yang diperlukan oleh organisme pada saat pemecahan bahan organik yang akan
digunakan organisme sebagai bahan makanan dan energinya. Dan sesuai dengan
kriteria baku mutu air menurut PP Nomor 22 Tahun 2021, batas maksimum dari
perairan sungai Bedagai berkisar antara 37,3 – 65,9 mg/L. Nilai Total Suspended
Solid yang paling tinggi ditemukan pada stasiun 2 yaitu berkisar 65,9 mg/L, hal
ini dikarenakan pada stasiun II merupakan daerah yang dekat dengan pemukiman
penduduk dan dekat dengan daerah industry sehingga terdapat banyak limbah cair
rumah tangga dan limbah cair industri yang banyak mengandung bahan organik,
anorganik dan mineral masuk terbawa oleh aliran sungai stasiun 2. Hal ini sesuai
Yulianti (2019), yang menyatakan bahwa limbah cair rumah tangga dan limbah
cair industri dinilai sebagai air limbah yang tergolong sebagai bahan pencemar
tinggi. Komposisi pada limbah cair rumah tangga dan limbah cair industri
Rendahnya nilai Total Suspended Solid pada stasiun III dibandingkan pada
nilai Total Suspended Solid pada stasiun II dikarenakan pada stasiun III
merupakan aliran badan sungai yang menuju kearah laut sehingga terjadi
pengencaran material oleh air laut yang menyebabkan rendahnya nilai Total
Suspended Solid pada stasiun III. Hal ini sesuai dengan Irawati (2011), yang
menyatakan bahwa pola kandungan TSS akan semakin rendah seiring kearah laut
karena adanya pengenceran oleh air laut ketika material tersebut sampai di laut.
Kadar Nitrat antara setiap stasiun adalah 3,33 – 4,46 mg/L yang berarti
kadar nitrat pada sungai Bedagai yang dibutuhkan untuk fitoplankton sudah
optimal dan masih berada dibawah baku mutu perairan. Hal ini sesuai dengan
kriteria baku mutu air menurut PP Nomor 22 Tahun 2021, batas maksimum dari
nilai nitrat yaitu 10 mg/L. Sesuai dengan Nybakken (1988), yang mengatakan
bahwa nitrat merupakan salah satu zat hara yang dubutuhkan dan mempunyai
perairan.
Kadar nitrat tertinggi ditemukan pada stasiun III yaitu berkisar 4,46 mg/L,
hal ini disebabkan karena pada lokasi perairan stasiun III banyak terjadi aktifitas
masyarakat salah satunya yaitu sebagai daerah tranportasi laut sehingga lebih
banyak masukan bahan organik pada stasiun III yang berasal dari emisi kendaraan
laut. Hal ini sesuai dengan Sulastri (2008), yang mengatakan bahwa
Nilai fospat yang diukur di sungai Bedagai berkisar 0,77 – 1,96 mg/L,
fospat tertinggi ditemukan pada stasiun II yaitu sebesar 1,96 mg/L dan kadar
fospat terendah ditemukan pada stasiun I yaitu sebesar 0,77 mg/L. Rendahnya
kadar fospat pada stasiun I dikarenakan pada lokasi stasiun I hanya terdapat
sumber bahan organik dari kegiatan pertanian karena lokasi nya cukup jauh dari
berasal dari aktivitas penduduk sekitar badan sungai dan juga limbah industri. Hal
ini sesuai dengan Patricia et al (2018), yang menyatakan bahwa kandungan fosfat
dalam perairan pada umumnya berasal dari limpasan pupuk pada pertanian,
rumah tangga juga menjadi penyumbang kadar fosfat yang signifikan dalam
perairan.
Nilai rata – rata fospat yang didapatkan pada stasiun I, Stasiun II dan
Stasiun III memiliki nilai 0,77 mg/L, 1,96 mg/L, 1,22 mg/L. Berdasarkan PP
Nomor 22 Tahun 2021, parameter fospat untuk baku mutu kelas II memiliki nilai
0,2 mg/l. Hal ini menandakan bahwa nilai rata – rata fospat pada Stasiun I, II dan
III berada diatas baku mutu air dan tidak dapat dimanfaatkan sebagai air minum.
Koefisien Saprobik
hilir sungai Bedagai yaitu diperoleh -1,72. Hal ini mengindikasikan bahwa
kondisi kualitas air di bagian tengah dan hilir sungai Bedagai termasuk kedalam
diduga berasal dari limbah rumah tangga dan limbah industri di badan sungai. Hal
ini sesuai dengan Ngabekti (2013), yang mengatakan bahwa pengaruh terkuat
bahwasanya organisme yang paling banyak ditemukan yaitu terdapat pada filum
dan tergolong dalam kelompok organisme polisaprobik. Hal ini sesuai dengan
tercemar berat.
metode indeks pencemaran pada Tabel dapat dilihat bahwa kualitas Sungai
Bedagai pada ketiga stasiun mengalami penurunan kualitas air yang diketahui dari
Lingkungan Hidup No. 115 Tahun 2003. Status mutu air sungai Bedagai
tergolong dalam tercemar ringan. Dengan demikian, maka kualitas air sungai
Bedagai sudah tidak lagi sesuai peruntukan kelas air II yaitu untuk
untuk mengairi pertanaman (PP No. 22 Tahun 2021). Maka dari itu, diperlukan
adanya upaya pengelolaan air sungai agar dapat tetap bermanfaat bagi kehidupan
masyarakat sekitar.
Pencemaran tertinggi yaitu berada pada stasiun II yaitu 4,43, hal ini diduga
karena adanya perbedaan pemanfaatan lahan yang tidak sama dan pada stasiun II
lebih didominasi oleh pemukiman penduduk dan kegiatan industri. Hal ini
didukung dengan pada stasiun II nilai TSS, BOD dan Fospat telah melebihi baku
mutu air yang telah ditentukan oleh PP No. 22 Tahun 2021. Hal ini sesuai dengan
oleh pemukiman.
Metode CCME
status mutu air sungai Bedagai di stasiun I dengan skor 41,45 tergolong sangat
buruk, di stasiun II dengan skor 27,91 tergolong sangat buruk dan pada stasiun III
dengan skor 35,64 tergolong sangat buruk. Hal tersebut menunjukkan bahwa
kualitas air sungai Bedagai telah mengalami pencemaran yang cukup tinggi,
Universitas Sumatera Utara
57
terutama pada stasiun II yang merupakan lokasi terdekat dari aktivitas industri.
perbandingan nilai parameter yang melebihi baku mutu dengan banyaknya hasil
uji yang melebihi baku mutu sehingga dapat diketahui bahwasanya metode
CCME merupakan metode yang sensitif merespon dinamika mutu air. Hal ini
merupakan metode paling tepat dalam menganalisis mutu air di berbagai negara
dibanding metode lain, serta penggunaan jumlah dan jenis parameter yang
fleksibel.
artinya memiliki hubungan yang sedang dan menunjukkan adanya hubungan yang
berbanding terbalik. Hal ini diduga karena jika suhu yang terlalu tinggi
Triawan dan Arisandi (2020), yang mengatakan bahwa fitoplankton hanya dapat
hidup pada kisaran suhu yang dapat di tolerirnya, sebagian besar fitoplankton
dapat hidup dan tumbuh baik pada suhu dibawah 30°C, dan pertumbuhan akan
0,653 dan tergolong dalam hubungan yang kuat dan berbanding terbalik artinya
akan semakin menurun. Hal ini sesuai dengan Baksir (2004), yang menyatakan
ini diduga karena suatu perairan yang memiliki kecerahan yang sangat tinggi
mengalami penurunan karena kekurangan nutrisi. Maka dari itu, jika kecerahan
bahwa air cenderung jernih dengan kandungan partikel terlarut yang rendah.
dengan keanekaragaman fitoplankton dengan nilai korelasi yaitu -0,400, hal ini
akan menurun. Menurut Suin (2002), yang mengatakan bahwa kecepatan arus air
dari suatu badan air ikut, menentukan penyebaran organisme yang hidup di badan
dengan nilai korelasi -0,694 tergolong dalam hubungan kuat dan berbanding
meningkat. Hal ini diduga karena dalam perairan sungai Bedagai fitoplankton
Hal ini sesuai dengan Putri dan Sari (2015), yang mengatakan bahwa ketersediaan
untuk metabolismenya.
sungai Bedagai yaitu -0,288 dan memiliki tingkat hubungan yang rendah dan
jika kadar pH terlalu rendah atau terlalu tinggi maka akan menyebabkan kematian
ini sesuai dengan Odum (1994), yang mengatakan bahwa pada umumnya
organisme aquatik toleran pada kisaran pH yang netral. Kondisi perairan yang
bersifat sangat asam maupun sangat basa akan sangat membahayakan bagi
fitoplankton, Nilai korelasi pada parameter salinitas yaitu 0,080 yang berarti
fitoplankton yang mampu hidup pada salinitas tersebut. Hal ini sesuai dengan
Effendi (2002), yang mengatakan fitoplankton yang hidup didalam salinitas tinggi
sungai BOD yaitu -0,173 yang berarti memiliki tingkat hubungan yang sangat
parameter kualitas perairan lainnya mengalami penurunan. Maka dari itu semakin
tinggi nilai konsentrasi BOD maka akan semakin menurun keanekaragaman. Hal
ini sesuai dengan Wijaya (2009), yang mengatakan bahwa konsentrasi BOD yang
tinggi juga dapat menjadikan beberapa parameter kualitas air yang mendukung
parameter TSS dengan nilai yaitu 0,900 yang memiliki tingkat hubungan yang
perkembangan fitoplankton. Maka dari itu, tingginya nilai TSS di perairan sungai
sesuai dengan Karuwal (2015) yang mengatakan bahwa kekeruhan juga dapat
disebabkan oleh bahan organik dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut,
maupun bahan organik dan anorganik yang berupa plankton dan mikroorganisme
lain.
parameter nitrat dan fosfat memiliki hubungan yang searah artinya semakin tinggi
nilai fospat dan nitrat di sungai Bedagai maka keanekaragaman fitoplankton juga
akan meningkat. Nilai korelasi nitrat yaitu 0,311 tergolong dalam tingkat
hubungan yang rendah dan fospat memiliki nilai korelasi 0,847 dan memiliki
tingkat korelasi yang sangat tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa fospat dan nitrat
sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan fitoplankton. Hal ini sesuai
Kesimpulan
fitoplankton tertinggi yaitu berada pada stasiun II yaitu 2,75 dan indeks
yaitu 2,17.
2. Status kualitas air di bagian tengah dan hilir sungai Bedagai untuk baku mutu
Saran
Saran dari hasil penelitian ini sebaiknya ada penelitian lanjutan mengenai
pengambilan sampel yang lebih beragam di bagian tengah dan hilir sungai
Bedagai.
DAFTAR PUSTAKA
Amri, K., Ma’mun, A., Priatna, A., Suman, A., Prianto, E dan Muchlizar. 2019.
Kelimpahan dan Sebaran Spasial-Temporal Fitoplankton di Estuari Sungai
Siak Kaitannya dengan Parameter Oseanografi. Majalah Ilmiah Globe. 21
(2). 105-116.
Ananda, Y., Restu, I. W dan Ekawaty, R. 2019. Status Tropik dan Struktur
Komunitas Fitoplankton di Danau Beratan, Desa Candikuning, Kecamatan
Baturiti, Kabupaten Tabanan, provinsi Bali. Jurnal Metamorfosa. 6 (1). 58 –
66.
Andriani, A., Damar, A., Rahardjo, M. F., Simanjuntak, C. P. H., Asriansyah, A
dan Aditriawan, R. M. 2017. Kelimpahan Fitoplankton dan Perannya
sebagai Sumber Makanan Ikan di Teluk Pabean, Jawa Barat. Jurnal
Sumberdaya Akuatik Indopasifik. 1 (2). 133 – 144. E – ISSN 2550-0929.
Arazi, R., Isnaini dan Fauziyah. 2019. Struktur Komunitas dan Kelimpahan
Fitoplankton serta Keterkaitannya dengan Parameter Fisika Kimia di
Perairan Pesisir Banyuasin Kabupaten Banyuasin. Jurnal Penelitian Sains.
21 (1). 1 – 8.
Firdhausi, N. F., Rijal, M dan Husen, H. Y. 2018. Kajian Ekologis Sungai Arbes
Ambon Maluku. Jurnal Biology Science and Education. 7 (1). 18-22. ISSN :
2252-858X.
Hamuna, B., Tanjung, R. H. R., Suwito., Maury, H. K dan Alianto. 2018. Kajian
Kualitas Air Laut dan Indeks Pencemaran Berdasarkan
Parameter Fisika-Kimia di Perairan Distrik Depapre, Jayapura. Jurnal Ilmu
Lingkungan. 16 (1). ISSN 1829-8907.
Hanisa, E., Nugraha, W. D dan Sarminingsih, A. 2017. Penentuan Status Mutu
Air Sungai Berdasarkan Metode Indekskualitas Air- National Sanitation
Foundation (IKA-NSF) sebagai Pengendalian Kualitas Lingkungan (Studi
Kasus : Sungai Gelis, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah). Jurnal Teknik
Lingkungan. 6 (1). 1 – 15.
Harmoko dan Sepriyaningsih. 2019. Buku Monograf Bioindikator Sungai dengan
Mikroalga (Studi Kasus di Sungai Kelingi Kota LubukLinggau).
Deepublish. Yogyakarta.
Hasan, U. 2017. Kelimpahan Plankton di Perairan Danau Toba,
Kelurahan Haranggaol, Kabupaten Simalungun. Jurnal Warta Edisi 53.
ISSN 1829 – 7463.
Hasby, M. 2017. Hubungan Phytoplankton dan Zooplankton terhadap
Produktivitas Kolam Agrowisata UIR Kecamatan Siak Hulu Kabupaten
Kampar Provinsi Riau. Jurnal Dinamika Pertanian. 33 (3). 251 – 260. E-
ISSN 2549-7960.
Ikhsan, M. K., Rudiyanti, S dan Ain, C. 2020. Hubungan antara Nitrat dan Fosfat
dengan Kelimpahan Fitoplankton di Waduk Jatibarang Semarang. Journal
of Maquares. 9 (1). 23 – 30.
Ikhsan, M. K., Rudiyanti, S dan Ain, C. 2020. Hubungan antara Nitrat dan Fospat
dengan Kelimpahan Fitoplankton di Waduk Jatibarang Semarang. Journal
of Management of Aquatic Resources. 9 (1). 23-30.
Irawati, N. 2011. Hubungan Produktivitas Primer Fitoplankton dengan
Ketersediaan Unsur Hara pada Berbagai Tingkat Kecerahan di Perairan
Teluk Kendari, Sulawesi Tenggara. Tesis. Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Karuwal, J. W. 2015. Hubungan Parameter Fisik Perairan dengan Struktur
Menegak Komunitas Plankton di Teluk Ambon Dalam. Jurnal Agroforestri.
10 (1). 73-84. ISSN 1907-7556.
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2003 Tentang
Pedoman Penentuan Status Mutu Air. Menteri Negara Lingkungan Hidup.
Khaqiqoh., N., Purnomo, P. W dan Hendrarto, B. 2014. Pola Perubahan
Komunitas Fitoplankton di Sungai Banjir Kanal Barat Semarang
Berdasarkan Pasang Surut. Journal of Management of Aquatic Resources. 3
(2). 92-101.
Kreb, C. J. 1985. The Eksperimental Analysis of Distribution and Abudance.
Third Edition. New York : Harper & Row Publisheri.
Latuconsina, H. 2019. Ekologi Perairan Tropis : Prinsip Dasar Pengelolaan
Sumberdaya Hayati Perairan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Lumb, A., Sharma, T.C., Bibeault, J.F., 2011. A Review of genesis and evolution
of water quality index (WQI) directions. Water Qual. Expo. Health 3, 11–
24.
Machairiyah., Nasution, N dan Slamet, B. 2020. Pengaruh Pemanfaatan Lahan
terhadap Kualitas Air Sungai Percut dengan Metode Indeks Pencemaran
(IP). LIMNOTEK Perairan Darat Tropis di Indonesia. 27 (1). 13 – 25. ISSN
: 0854-8390.
Mardhia, D dan Abdullah, V. 2018. Studi Analisis Kualitas Air Sungai Brangbiji
Sumbawa Besar. Jurnal Biologi Tropis. 18 (2). 182 – 189.
Mustapha, A. dan Abdu, A., 2012. Application of principal component analysis &
multiple regression models in surface water quality assessment. Journal of
environment and earth science, 2(2). 16-23.
Mustofa, A. 2015. Kandungan Nitrat dan Pospat Sebagai Tingkat Kesuburan
Perairan Pantai. Jurnal DISPROTEK. 6 (1). 13 - 19.
Ngabekti, S., Priyono dan Y. Utomo. 2013. Saprobitas Perairan Sungai Juwana
berdasarkan Bioindikator Plankton. Unnes Journal of Life Science. 2 (1). 67
- 85.
Ngibad, K., 2019. Analisis Kadar Fosfat dalam Air Sungai Ngelom Kabupaten
Sidoarjo Jawa Timur. Jurnal Pijar MIPA. 14 (3). 197 – 201. ISSN 1907-
1744.
Nybakken, J. W. 1998. Biologi Laut, Suatu Pendekatan Ekologi. Penerjemah: M.
Eidman, Koesoebiono, D. G. Bengen, M. Hutomo dan S. Sukarjo. Jakarta.
PT. Gramedia.
Rahmi, A dan Lumba, P. 2019. Penentuan Status Mutu dan Tingkat Cemaran
Air Sungai (Studi Kasus Air Sungai Batang Lubuh dan Sungai Pawan).
Aplikasi Teknologi. 11 (2). 1 – 6.
Lake ini West Java. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia. 34 (2). 307 –
322.
Sulastri. 2018. Fitoplankton Danau – Danau di Pulau Jawa: Keanekaragaman dan
Perannya Sebagai Bioindikator Perairan. Jakarta: LIPI Press.
LAMPIRAN
c.Secchidisk d.Termometer
Lampiran. Lanjutan
Lampiran. Lanjutan
Bahan
a.Aquades b.tissue
Lampiran. Lanjutan
Coscinodiscus Closterium sp
Diatom sp Itshmia sp
a a
Moegetia
Melosira islandica
a a
a a
a a
a a
a a
a a
Stasiun 1
Stasiun 1
Parameter Ci Lij Satuan Ci/Lij Ci/Lijbaru
0
Suhu 29 22-28 C 1,33 1,61
TSS 37,3 50 mg/L 0,746 0,746
pH 7,2 6-9 mg/L 0,45 0,45
DO 5,4 4 mg/L 0,533 0,533
BOD 5,7 3 mg/L 1,9 2,93
Nitrat 3,33 10 mg/L 0,33 0,333
Fospat 0,77 0,2 mg/L 3,85 3,92
Jumlah 10,47233
Rata –rata 1,4960
Maksimum 3,92
Pij 2,966
Stasiun 2
Stasiun 2
Parameter Ci Lij Satuan Ci/Lij Ci/Lijbaru
0
Suhu 29 22-28 C 1,33 1,61
TSS 65,9 50 mg/L 1,318 1,58
pH 7,16 6-9 mg/L 0,2267 0,2267
DO 4,2 4 mg/L 0,933 0,933
BOD 8,23 3 mg/L 2,74 3,18
Nitrat 4,06 10 mg/L 0,406 0,406
Fospat 1,96 0,2 mg/L 9,8 5,95
Jumlah 13,76
Rata –rata 1,96
Maksimum 5,95
Pij 4,43
Stasiun 3
Stasiun 3
Parameter Ci Lij Satuan Ci/Lij Ci/Lijbaru
0
Suhu 29 22-28 C 1,33 1,61
TSS 48,23 50 mg/L 0,96 0,9646
pH 7,2 6-9 mg/L 0,2 0,2
DO 4,3 4 mg/L 0,9 0,9
BOD 6,4 3 mg/L 2,133 2,64
Nitrat 8,9 10 mg/L 0,89 0,89
Fospat 1,25 0,2 mg/L 6,25 4,97
Jumlah 12,1746
Rata –rata 1,739
Maksimum 4,97
Pij 3,72
Stasiun 1
Parameter Satuan Baku Hasil Pengukuran
Mutu U1 U2 U3 F1 F2 F3 CCME
0
Suhu C 22-28 29 29 29
TSS mg/L 50 28,9 19 64
pH mg/L 6-9 7,4 6,9 7,4
DO mg/L 4 5,7 5,1 5,4 57,14 42,85 36,73 41,45
BOD mg/L 3 8,4 2,8 6,1
Nitrat mg/L 10 0,5 0,5 8,2
Fospat mg/L 0,2 0,44 0,62 1,26
Stasiun 2
Parameter Satuan Baku Hasil Pengukuran
Mutu U1 U2 U3 F1 F2 F3 CCME
0
Suhu C 22-28 30 28 29
TSS mg/L 50 34,7 85 78
pH mg/L 6-9 7,4 6,8 7,2
DO mg/L 4 4,6 4,1 4,3 57,14 52,38 61,41 27,91
BOD mg/L 3 14,7 3,6 6,4
Nitrat mg/L 10 2,8 0,5 8,9
Fospat mg/L 0,2 1,63 3,01 1,25
Stasiun 3
Parameter Satuan Baku Hasil Pengukuran
Mutu U1 U2 U3 F1 F2 F3 CCME
0
Suhu C 22-28 30 29 29
TSS mg/L 50 33,7 36 75
pH mg/L 6-9 7,2 6,8 6,9
DO mg/L 4 4,5 4,5 4,2 57,14 42,84 51,89 35,64
BOD mg/L 3 15,2 3,7 9,1
Nitrat mg/L 10 3,4 0,8 9,2
Fospat mg/L 0,2 1,41 0,96 1,29
C+3D-B-3A
X=
A+B+C+D
15+3(0)-54-3 (63)
=
15+0+54+63
= - 1,72
1 Keanekaraga
pH
man
0.75
DO
0.5 BOD
Suhu
Kecerahan
F2 (27,08 %)
0.25
Nitrat Fospat
0
TSS
-0.25
-0.5
Kecepatan
Kedalaman
-0.75 arus Salinitas
-1
-1 -0.75 -0.5 -0.25 0 0.25 0.5 0.75 1
F1 (31,49 %)
Stasiun 1
= 0,73
Stasiun 2
= 0,84
Stasiun 3
= 0,74
Jarak tempuh = 20 m
= 0,98 m3
Stasiun 1
Jumlah vol. contoh x jumlah sel hasil pengamatan
Kelimpahan fitoplankton = Jumlah vol pengamatan x vol air yang disaring x 1 m3
0,1 x 220
= x1
0,001 x 0,98
= 22448
Stasiun 2
0,1 x 1098
= J0,001 x 0,98 x 1
= 72040
Stasiun 3
0,1 x 526
= J0,001 x 0,98 x 1
= 53673