Anda di halaman 1dari 36

PENGGUNAAN MEDIA MASSA SEBAGAI SUMBER INFORMASI

KEBIJAKAN KULIAH ONLINE OLEH MAHASISWA

(Studi Kasus Mahasiswa Kota Bandung)

Agita Fadilah (1907843)


Elvita Liana Deanova (1905229)
Khotifah Rahmawati (1906229)
Shabrina Kamila Haq (1908524)
Karim Suryadi
Tito Edy Priandono
agitaginting@gmail.com
elvitaliana0701@upi.edu
khotifahrahmawati@upi.edu
shabrinalhaq@gmail.com
karimsuryadi@yahoo.com
tito.priandono@gmail.com

Abstrak

Penelitian ini membahas terkait penggunaan media massa sebagai sumber


informasi kebijakan kuliah online oleh mahasiswa. Penelitian ini dilandasi oleh
9 pertanyaan berdasarkan indikator individual needs dengan kata kunci
kognitif, afektif, integratif sosial, dan pelepasan ketengangan serta indikator
media gratification dengan kata kunci pengamatan lingkungan, diversi atau
hiburan, identitas personal, dan hubungan sosial. Indikator-indikator ini
diambil berdasarkan teori Use and Gratification. Metode penelitian yang
digunakan adalah metode penelitian kuantitatif dengan penyebaran kuisioner
secara online atau daring dengan responden sebanyak 100 mahasiswa kota
Bandung yang terdiri dari 37 laki-laki dan 63 perempuan. Data responden yang
digunakan untuk penelitian ini menunjukkan bahwa mahasiswa lebih menyukai
mencari informasi pada media massa jenis portal media online dengan
persentase 65% dan televisi dengan persentase 14% sedangkan lainnya memilih
lain-lain. Media massa jenis radio dan media cetak tidak diminati dengan tidak
ada satupun responden yang memilih kedua jenis media massa tersebut.
Kata kunci: Use and gratification, media massa, kebijakan, individual
needs, media gratification

ABSTRACT
This study discusses the use of mass media as a source of information on online
lecture policies by students. The study was based on 9 questions based on
individual needs indicators with cognitive, affective, social integrative, and
release keywords and media gratification indicators with environmental
observation keywords, diversion or entertainment, personal identity, and social
relationships. These indicators are taken based on the use and gratification
theory. The research method used is quantitative research method with the
spread of questionnaires online or online with respondents as many as 100
students of Bandung city consisting of 37 men and 63 women. Respondent data
used for this study showed that students prefer to search for information on
mass media types of online media portals with a percentage of 65% and
television with a percentage of 14% while others choose others. Mass media
types of radio and print media are not in demand with none of the respondents
choosing both types of mass media.
Keywords: Use and gratification, mass media, policy, individual needs, media
gratification

PENDAHULUAN

Media massa merupakan salah satu alat yang kita gunakan untuk
berkomunikasi setiap hari, dengan waktu dan tempat yang tidak terbatas, yang tentu
saja dalam prosesnya dilakukan oleh satu individu dengan individu yang lain. Setiap
individu akan selalu memerlukan media massa untuk mendapatkan informasi mengenai
suatu fenomena atau kejadian yang terjadi baik di sekitar mereka tau pun di luar
jangkauan mereka.

Dengan media massa juga, seseorang akan mudah untuk mendapatkan


informasi yang mereka buthkan pada saat tertenti dalam keadaan apapun mereka
menginginkan informasi tersebut. Di lain sisi, manusia dapat berbagi kejadian-kejadian
yang terjadi di sekitar mereka kepada orang lain, sehingga satu individu dengan
individu lainnya di daerah yang berbeda dapat melakukan pertukaran informasi
mengenai kejadian di sekitar mereka tentu saja melalui media massa.

Perlu ditekankan bahwa dalam hal ini yang dimasksud media adalah media atau
alat yang merujuk kepada hasil produl teknologi modern sebgai saluran dalam
komunikasi massa. Media massa terbagi menjadi dua, yaitu media massa yang tercetak
dalam sebuah kertas (media cetak) dan media yang terdiri dari perangkat mesin (media
elektronik). Media massa teridiri dari majalah, surat kabar, dan lain sebagainya.
Sedangkan media elektronik terdiri dari radio dan televisi (Nuruddin, 2009: 3).

Berkaitan dengan adanya wabah COVID-19 pada awal tahun 2020, pemerintah
kemudian mengeluarkan kebijakan baru yaitu melakukan kegiatan pembelajaran dari
rumah atau dapat juga disebut sebagai Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) atau
pembelajaran online (dalam jaringan) (Fajrian, 2020). Hal ini tentu saja dilakukan
untuk memutus rantai penyebaran virus dan menjaga keamanan serta keselamatan
peserta didik dan tenaga pendidik. Dengan adanya kebijakan tersebut, maka proses
pembelajaran pun di lakukan di rumah dengan memanfaatkan teknologi dan media
massa baik cetak maupun elektronik (Singh, ’donoghue, & Worton, 2005).

Dengan peralihan kebijakan kuliah online, maka penggunaan media massa baik
dalam bentuk cetak maupun elektronik pasti memiliki intensitas yang tinggi. Hal itu
tentu saja berkaitan dengan mahasiswa yang lebih sering menggunakan media massa
sebagai sumber informasi yang dibutuhkan, khususnya dalam pengerjaan tugas, atau
mencari informasi-informasi yang berkaitan dengan mata kuliahnya.

Dalam paper penelitian ini penulis mengangkat tema “Penggunaan Media


Massa Sebagai Sumber Informasi Kebijakan Kuliah Online oleh Mahasiswa”. hal
tersebut berkenaan dengan seberapa sering mahasiswa menggunakan media massa baik
cetak maupun elektronik sebagai sumber informasi ketika adanya kebijakan kuliah
online, seberapa lama mahasiswa menggunakan media tersebut, seberapa percaya
mahasiswa menggunakan media massa sebagai sumber informasi yang kredibel untuk
digunakan, hingga seberapa efektif penggunaan media massa yang digunakan oleh
mahasiswa.

KAJIAN LITERATUR

Media Massa

Menurut Leksikon Komunikasi, media massa adalah sarana untuk


menyampaikan pesan yang berhubungan langsung dengan masyarakat luas misalnya
radio, televisi, dan surat kabar. Menurut Hafied Cangara, media adalah alat atau sarana
yang digunakan untuk menyampaikan pesan dari komunikator kepada khalayak,
sedangkan pengertian media massa sendiri alat yang digunakan dalam penyampaian
pesan dari sumber kepada khalayak dengan menggunakan alat-alat komunikasi seperti
surat kabar, film, radio dan televisi (Canggara, 2010:123,126).

Media merupakan bentuk jamak dari medium yang memiliki arti tengah atau
perantara. Kemudian kata massa berasal dari bahasa Inggris yaitu mass yang berarti
kelompok atau kumpulan. Dengan demikian, pengertian media massa adalah perantara
atau alat-alat yang digunakan oleh massa dalam hubungannya satu sama lain. Media
massa adalah sarana komunikasi massa dimana proses penyampaian pesan, gagasan,
atau informasi kepada orang banyak (publik) secara serentak.

Sebuah media bisa disebut media massa jika memiliki karakteristik tertentu.
Karakteristik Media massa menurut Cangara (Canggara, 2010:126-127) antara lain:

a. Bersifat melembaga, artinya pihak yang mengelola media terdiri dari banyak
orang, yakni mulai dari pengumpulan, pengelolaan sampai pada penyajian
informasi.
b. Bersifat satu arah, artinya komunikasi yang dilakukan kurang memungkinkan
terjadinya dialog antara pengirim dan penerima. Kalau pun terjadi reaksi atau
umpan balik, biasanya memerlukan waktu dan tertunda.
c. Meluas dan serempak, artinya dapat mengatasi rintangan waktu dan jarak,
karena ia memiliki kecepatan. Bergerak secara luas dan simultan, dimana
informasi yang disampaikan diterima oleh banyak orang dalam waktu yang
sama

Sedangkan menurut Effendy (2003:65), media massa digunakan dalam


komunikasi apabila komunikasi berjumlah banyak dan bertempat tinggal jauh. Media
massa yang banyak atau biasa digunakan dalam kehidupan sehari-hari pada umumnya
adalah surat kabar, televisi, radio, dan film bioskop, yang beroperasi dalam bidang
informasi, edukasi dan rekreasi, atau dalam istilah lain penerangan, pendidikan, dan
hiburan.

Adapun beberapa fungsi komunikasi massa bagi masyarakat menurut


Dominick yang dikutip oleh Denis Mc Quail didalam bukunya sebagai berikut.:

a. Surveillance (Pengawasan)
1. Warning Before Surveillance (Pengawasan dan Peringatan) Fungsi yang
terjadi ketika media massa menginformasikan tentang sesuatu yang berupa
ancaman, seperti bahaya tsunami, banjir, gempa, kenaikan harga, dan lain
lain.
2. Instrumental surveillance (pengawasan instrumental)
Penyebaran/penyampaian informasi yang memiliki kegunaan atau dapat
membantu khalayak dalam kehidupan sehari-hari. Seperti resep masakan,
produk-produk baru, dan lain-lain.
b. Interpretation (Penafsiran)
Media massa tidak hanya memasok fakta dan data, tetapi juga memberikan
penafsiran terhadap kejadian-kejadian penting, Contoh: Tajuk rencana
(Editorial) berisi komentar dan opini dilengkapi perspektif terhadap berita yang
disajikan di halaman lain.
c. Linkage (Pertalian)
Media massa dapat menyatukan anggota masyarakat yang beragam, sehingga
membentuk lingkage (pertalian) berdasarkan kepentingan dan minat yang sama
tentang sesuatu.
d. Transmissio Of Values (Penyebaran Nilai-Nilai)
Fungsi sosialisasi: Cara dimana individu mengadopsi perilaku dan nilai
kelompok.
e. Intertainment (Hiburan)
Banyak dijumpai pada media televisi dan radio. Surat kabar pula merupakan
sebuah penyampain yang strategis dalam pemberitaan serta pembangunan opini
publik. Karena surat kabar merupakan sarana yang cukup efektif dalam usaha
untuk dapat mencerdaskan masyarakat.

Menurut M Chaffe yang dikutip oleh Elvinaro Ardiano mengatakan bahwa


media massa mempunyai efek yang berkaitan dengan perubahan sikap, perasaan dan
prilaku komunikasinya. Dari pernyataan tersebut dapat dijelaskan bahwa media massa
memiliki efek kognitif, efek efektif dan efek konatif/nehavioral.

a. Efek Kognitif
Adalah akibat yang ditimbulkan pada diri komunikan yang sifatnya informatif
bagi dirinya. Dalam efek kognitif ini akan dibahas tentang bagaimana media
massa dapat membantu khalayak dalam mempelajari. informasi yang
bermanfaat dan mengembangkan keterampilan kognitifnya.
b. Efek Efektif
Tujuan dari media massa bukan sekedar memberi khalayak tentang sesuatu
tetapi lebih dari itu, khalayak diharapkan dapat turut merasakan perasaan iba,
terharu, sedih, gembira dan sebagainya. Media massa agar dapat membuat
suasana atau menarik emosional khalayak dalam menyampaikan pesannya.
c. Efek Konatif/behavioral
Suatu akibat yang timbul pada diri khalayak dalam berbagai bentuk seperti
prilaku, tindakan, atau kegiatan. Banyak sekali khalayak yang terpengaruh oleh
pesan media yang disampaikannya.
Teori Uses and Gratification

Teori Uses and Gratification pertama kali dicetuskan oleh Alihu Katz padah
tahun 1959. Katz menyatakan bahwa kajian komunikasi massa sebaagai persuasi telah
menemui kesekaratan. Banyak penelitian komunikasi hingga saat itu hanya menitik
beratkan peran komunikasi massa untuk mempersuasi khalayak, namun Katz dalam
penelitiannya mengarahkan khalayak pada jawaban dari pernyataan “apa yang
dilakukan media untuk khalayak?”. Hasil dari penelitian yang dilakukan Katz
menunjukan komunikasi massa hanya berpengaruh kecil terhadap khalayak yang
dipersuasi, oleh karena itu peneliti mempertimbangkan variabel lain seperti efek
kelompok (Effendy, 1993:289). Pendekatan dan penggunaan dari teori Uses and
Gratification diperkirakan muncul pada awal tahun 1960-an untuk mengukur
kekecewaan hasil kampanye dan edek jangka pendek terhadap kampanye media massa.

Uses and Gratification Theory adalah teori komunikasi yang berfokus pada
komunikasi sosial. Teori ini mengadopsi pendekatan fungsionalis antara komunikasi
dan media. Berbeda dengan teori peluru yang memandang khalayak sebagai subjek
yang pasif, teori Use and Gratification memandang khalayak sebagai subjek yang aktif
dalam memilih dan menentukan informasi apa yang akan dikonsumsi (Mehrad & Tajer,
2016: 2). Lebih lanjut lagi teori ini bertumpu beberapa asumsi yang membuat orientasi
audiens berbeda dalam komunikasi massa, seperti (a) keadaan dan peran sosial
masyarakat, (b) posisi dan kapasitas kepribadian mereka, (c) pola aktual media massa
mereka. konsumsi, dan (d) akhirnya, proses efek itu sendiri. (Blumler, J. G, 1979: 10).

Teori ini menyatakan bahwa peran terpenting media adalah untuk memenuhi
kebutuhan dan motivasi penikmatnya. Oleh karena itu, semakin banyak kebutuhan ini
dipenuhi, semakin banyak khalayak yang puas. Sarkisian (dalam Mehrad & Tajer,
2016: 2) mengungkapkan, teori ini awalnya berfokus pada motif audiens dan kemudian
menganalisis pesan dan sistem sosial. Dalam penerapannya pada penelitian ini,
khalayak dapat menentukan sendiri pesan mana yang sesuai dengan minatnya. Selain
itu, audiens (mahasiswa) juga dapat mengukur sejauh mana pemberitaan tentang kuliah
online dapat diterima dan memiliki pengaruh pada dirinya. Dengan kata lain, teori ini
berfokus pada bagaimana khalayak mencari media dan seberapa puas mereka dengan
jenis, isi, dan metode penyajiannya. Dengan menjawab dua pertanyaan yang tertera
pada bagian “Uses and Gratificaiton”, hasil positif dan negatif dari penggunaan media
tertentu pada suatu subjek dapat ditentukan seperti memberi pengaruh atau tidak
memberi pengaruh sama sekali.

Teori Uses and Gratification merupakan perluasan dari teori kebutuhan dan
motivasi (Maslow dalam West, R., & Turner, L. H, 2013: 394). Yang mana dalam teori
tersebut Abraham Maslow mengemukakan bahwa orang secara aktif berusaha
memenuhi hierarki kebutuhan. Begitu mereka punya mencapai tujuan yang mereka cari
pada satu tingkat hierarki, mereka mampu bergerak ke tingkat berikutnya. Hierarki
kebutuhan menurut Maslow diurutkan berdasarkan gambaar berikut.

Sumber. West, R., & Turner, L. H. (2013). Introducing communication theory: Analysis and application

Gambar 1. Hierarki kebutuhan Maslow

Teori ini pertama kali dikembangkan dalam penelitian tentang efektivitas radio
pada tahun 1940-an (Karimi, L, dkk, 2014: 53). Tahap pertama yang memulai
penelitian terkait teori uses and gratification ini adalah Herta Herzog (1944) dengan
usahanya untuk mengetahui alasan orang terlibat dalam berbagai perilaku media,
seperti koran dan radio. Ia mewawancarai puluhan penggemar drama radio dan
mengidentifikasi tiga kesimpulan yaitu; pertama, orang menikmati drama untuk
melepaskan emosionalnya dengan cara mendengarkan masalah orang lain. Kedua,
pendengar merasa terlibat dengan angan-angan mereka saat mendengarkan
permasalahan orang lain. Ketiga, pendengar akan merasa bahwa mereka mampu
belajar dari program yang mereka dengar (West, R., & Turner, L. H, 2013:396).

Tahap kedua pengembangan teori ini dilakukan untuk mengetahui tipologi


alasan orang menggunakan media. Penelitian yang dilakukan o leh Alan Rubin (1981)
misalnya menemukan motivasi penggunaan televisi untuk menghabiskan waktu,
persahabatan, kegembiraan, pelarian, kesenangan, interaksi sosial, relaksasi, informasi,
serta untuk mempelajari konten tertentu (Alan dalam West, dkk, 2013: 397). Pada tahap
ketiga dan terbaru, peneliti Uses and Gratifications memiliki tertarik untuk
menghubungkan alasan khusus penggunaan media dengan variabel seperti kebutuhan,
tujuan, manfaat, konsekuensi penggunaan media, dan faktor individu.

Ada lima asumsi yang bisa diambil dirangkum dari kegunaan dan kepuasan
teori (DeFleur dalam Kania, D, 2012: 99):

1. Audiens aktif dan penggunaan medianya berorientasi pada tujuan.


2. Inisiatif dalam menghubungkan kepuasan kebutuhan dengan pilihan media
tertentu terletak pada anggota audiens.
3. Media bersaing dengan sumber lain untuk kepuasan kebutuhan.
4. Orang-orang memiliki kesadaran diri yang cukup tentang penggunaan media
mereka, minat, dan motif mereka untuk dapat memberikan gambaran yang
akurat kepada peneliti penggunaan itu.
5. Penilaian nilai konten media hanya bisa dinilai oleh penonton.

Pada asumsi pertama, audiens yang aktif dapat membawa berbagai tingkat
aktivitas untuk penggunaan media mereka. Audiens juga didorong untuk mencapai
tujuan dan kebutuhannya melalui media. Kartz dalam West dan Turner (2013)
mengklasifikasikan kebutuhan dalam pemenuhan media yang diidentifikasi sebagai
individual needs; meliputi kebutuhan pelepasan ketegangan, kebutuhan integrasi
sosial, integrasi pribadi, kebutuhan afektif, dan kebutuhan kognitif.

Sumber. Kartz dalam West, R., & Turner, L. H. (2013). Introducing communication theory.

Gambar 2. Pemuasan Kebutuhan oleh Media

Kartz mengartikan pemuasan kebutuhan media sebagai kepuasan kognitif


adalah ketika seseorang menggunakan sumber media untuk memperoleh informasi,
pengetahuan, dan pemahaman terkait maslaah-masalah tertentu. Misalnya dengan
menyaksikan acara berita di TV, program edukasi dan pendidikan seperti National
Geographic, program dokumentari berbasis sejarah, dan sebagainya. Selain dari
kebutuhan kognitif, ada pula kebutuhan afektif dimana media memberikan hubungan-
hubungan secara emosional melalui konten dan membantu kita membentuk respon
emosional terhadap media. Kebutuhan afektif juga bisa untuk hiburan atau kesenangan
seperti misalnya sinetron dan serial TV yang menyentuh emosi penontonnya.

Selanjutnya adalah integratif pribadi dimana seseorang menjadikan media


untuk membantu dirinya menciptakan identitasnya terkait apa yang mereka percayai
atau tidak, kredibilitas, stabilitas, dan status. Hal ini juga menyangkut peniruan karakter
yang muncul di media. Sementara kebutuhan integratif sosial terpenuhi ketika
seseorang terhubung dengan orang lain (keluarga atau teman) dalam waktu yang sama
dalam berbagai media seperti email, pesan instan, ruang pesan, dan media sosial
lainnya. Yang terakhir adalah pelepas ketegangan (tension realease) yang disebut juga
sebagai pelarian. Hal ini berarti bahwa manusia perlu melarikan diri dari ketegangan
kehidupan sehari-hari kadang-kadang, dan beralih ke media merupakan cara yang baik
untuk membantu mereka melepas ketegangan. Pelepasan ketegangan ini bisa
didapatkan dengan menyaksikan televisi, menonton film, video, radio, dan internet.

Asumsi kedua teori Uses and Gratification mengasumsikan kepuasan


pemilihan media bergantung pada anggota audiens. Karena orang adalah agen yang
aktif maka mereka harus memiliki inisiatif tersendiri untuk menentukan apa yang
mereka konsumsi. Misalnya sebagian orang memilih menyaksikan kartun untuk
hiburan, sementara sebagian orang lain memilih menyaksikan berita CNN untuk
mencari tahu informasi di dalamnya. Implikasinya di sini adalah bahwa anggota
audiens memiliki banyak sekali otonomi dalam proses komunikasi massa.

Asumsi ketiga media bersaing dengan sumber lain untuk kepuasan kebutuhan.
Artinya media dan khalayaknya tidak berada dalam kekosongan. Keduanya adalah
bagian dari masyarakat yang lebih luas, dan hubungan antar media dan khalayak
dipengaruhi oleh masyarakat itu sendiri (West, R., & Turner, L. H, 2013:399). Media
berkompetisi dengan sumber lainnya untuk kepuasan akan kebutuhan, berarti bahwa
media dan khalayaknya tidak berada dalam kevakuman. Hubungan yang terjadi antara
media dan khlayak itu dipengaruhi oleh masyarakatnya sendiri. Misalnya, seseorang
pergi ke Bioskop pada kencan pertamanya lebih memungkinkan dibandingkan dengan
menyewa video dan menontonnya di Rumah.

Asumsi keempat, orang-orang memiliki kesadaran diri yang cukup tentang


penggunaan media mereka, minat, dan motif mereka untuk dapat memberikan
gambaran yang akurat kepada peneliti penggunaan itu. Hal ini mengimplikasikan
bahwa seseorang secara dengan cukup sadar melakukan aktivitas tersebut. Dalam
penelitian uses and gratification ini peneliti berusah auntuk mempertanyakan mengapa
audiens mengkonsumsi media tertentu yang diambiil menggunakan metode kuantitatif.
Asumsi terakhir adalah penilaian nilai konten media hanya bisa dinilai oleh penonton,
artinya mereka harus menentukan dan menafsirkan sendiri konten apa yang mereka
lihat. Penilaian ini dihubungkan dengan kebutuhan audiens dalam mengkonsumsi
media tertentu. Seorang Ahli teori dalam Uses and Gratifikasi menyatakan hal itu
karena penonton individu yang memutuskan untuk menggunakan konten tertentu untuk
tujuan tertentu, nilai konten media hanya bisa dinilai oleh penonton (West, R., &
Turner, L. H, 2013:399).

Kebijakan Politik

Chomsky (1997:56) menyatakan bahwa kebijakan dan politik merupakan


dua hal yang tidak bisa dipisahkan, dimana ada kebijakan, disitu terdapat kekuatan
politik, kepentingan, serta actor politik yang bekerja untuk membentuk interseksi
atau bahkan persinggungan yang berujung konflik. Sedangkang Michael Hash
seeorang konsultan kesehatan Amerika Serikat, pernah berbicara dalam pidatonya
di tahun 2008 bahwa hubungan antara kebijakan dan politik ada pada kepentingan
itu dan tak jarang antara politics dan policy goals adalah dua hal yang berbeda.
Politik sendiri berbicara mengenai tujuan seperti memperjuangkan jabatan dan nilai
berhadapan dengan lawan politik sedangkan kebijakan memiliki tujuan untuk
menghadirkan solusi terkait masalah penting yang perlu mendapat dukungan dari
pihak yang terkena dampak itu sendiri1.

Kebijakan sendiri memiliki arti kemahiran, kepandaian, kebijaksanaan, serta


rangkaian konsep dan asar-asas yang mendasaei dasar rencana dalam pelaksanaan
suatu kepemimpinan atau pekerjaan dan cara bertindak sebagai garis pedoman untuk
manajemen dalam usaha mencapai sasaran (Pusat Bahasa Depdiknas, 2005:149).
Titmuss (dalam Suharto, 2010:7) mengartikan kebijakan sebagai prinsip yang
mengatur sebuah tindakan yang mengarah pada sasaran atau tujuan tertentu.
Budiardjo (2008:20) mendefinisikan policy atau kebijakan sebagai suatu kumpulan
keputusan yang diambil oleh seseorang atau sekelompok untuk memilih tujuan dan
cara mencapai tujuan itu. Dalam teorinya kebijakan politik tidak bisa terlepas dari
kebijakan publik atau public policy, karena kebijakan politik merupakan salah satu

1
www.adea.org/policy advocacy/.../IntersectionSpeech.pdf
dari bentuk kebijakan publik. Anderson (dalam Suharto, 2005:2) mendefinisikan
kebijakan publik sebagai kebijakan yang ditetapkan oleh badan dan aparat
pemerintahan. Kebijakan publik sendiri memainkan peran mendasar dalam
pembangunan sebuah negara (Scartascini et al, 2008:4).

Untuk mengerti lebih dalam terkait istilah kebijakan, Solichin Abdul Wahab
(2008: 40-50) memberikan beberapa pedoman sebagai berikut:

a) Kebijakan harus dibedakan dari keputusan

b) Kebijakan sebenarnya tidak serta merta dapat dibedakan dari administrasi

c) Kebijakan mencakup perilaku dan harapan-harapan

d) Kebijakan mencakup ketiadaan tindakan ataupun adanya tindakan

e) Kebijakan biasanya mempunyai hasil akhir yang akan dicapai

f) Setiap kebijakan memiliki tujuan atau sasaran tertentu baik eksplisit


maupun implisit

g) Kebijakan muncul dari suatu proses yang berlangsung sepanjang waktu

h) Kebijakan meliputi hubungan-hubungan yang bersifat antar organisasi


dan yang bersifat intra organisasi

i) Kebijakan publik meski tidak ekslusif menyangkut peran kunci lembaga-


lembaga pemerintah

j) Kebijakan itu dirumuskan atau didefinisikan secara subyektif

Dalam proses merumuskan kebijakan, faktor-faktor ini dinali sebagai


pengaruh dalam pembuatan kebijakan (Suharsono, 2010:52) diantaranya (a)
terdapat pengaruh berupa tekanan dari luar, (b) terdapat pengaruh kebiasaan lama
atau yang biasa disebut paham konservatif, (c) terdapat pengaruh yang muncul dari
sifat pribadi, (d) pengaruh dari kelompok luar, dan (e) pengaruh dari keadaan masa
lalu. Secara umum hal-hal yang mempengaruhi kebijakan ada empat diantaranya
lingkungan, presepsi pembuat kebijakan tentang lingkungan, aktivitas pemerintah
tentang kebijakan, serta aktivitas masyarakat tentang kebijakan (Ripley, 1985:34).
Proses produksi implementasi kebijakan dibagi menjadi empat tahapan yaitu
politisasi masalah (agenda setting), formulasi dan kenali tujuan dan rencana,
terapkan prosedur dan pemantauan serta evaluasi eksekusi program (Surbakti,
1999:97).

Kebijakan politik di Indonesia bisa dibagi menjadi empat periode yaitu


kebijakan politik pemerintahan Indonesia pada masa sebalum kemerdekaan, pada
masa orde lama, masa orde baru, serta masa reformasi (Halimah, 2015:63). Sistem
politik yang berlaku dalam suatu negara sebisa mungkin terkait dengan kebijakan-
kebijakan yang dibuat oleh negara tersebut, tidak terkecuali kebijakan
pendidikannya (Imron 2002:20). Politik pendidikan yang ditetapkan oleh
pemerintah sangat berpengaruh kepada kebijakan pendidikan yang dikeluarkan
pemerintah, semua kebijakan pemerintah yang dikeluarkan akan selalu didasari dan
mengacu pada sistem politik yang telah ditetapkan, kebijakan ini meliputi kearah
mana pendidikan akan dibawa dan untuk tujuan apa pendidikan itu dilakukan. Salah
satu bentuk kebijakan publik pada bidang pendidikan adalah dengan diterapkannya
kuliah online atau jarak jauh di masa pandemi COVID-19 ini2.

Kebijakan Kuliah Online

Kebijakan kuliah online ini dilakukan pemerintah ketika munculnya virus


Covid-19 di Indonesia, guna menghindari penyebaran virus lebih banyak lagi
dikarenakan dengan kuliah tatap muka lebih besar terkena resiko penyeberan virus
tersebut. Pembelajaran kuliah online yang dilaksanakan pada awal bulan Maret 2020
ini masih terus berlanjut hingga saat ini. Menurut Ade Kusuma kuliah online
merupakan proses pembelajaran yang memanfaatkan teknologi informasi, dalam hal
ini memanfaatkan internet sebagai metode penyampaian, interaksi dan fasilitasi.

2
Kampus Diputuskan Tetap Kuliah Daring, Berikut 7 Kebijakan Penting Mendikbud Soal Pendidikan di
Masa Pandemi COVID-19, KoranSeraya https://koranseruya.com/kampus-diputuskan-tetap-kuliah-
daring-berikut-7-kebijakan-penting-mendikbud-soal-pendidikan-di-masa-pandemi-covid-19.html
Didalamnya terdapat dukungan layanan belajar yang dapat dimanfaatkan oleh peserta
belajar. Selain itu juga tersedia rancangan sistem pembelajaran yang dapat dipelajari
dan diketahui oleh tiap peserta belajar (Saputro, Somantri, & Nugroho, 2017)

Kuliah online mengharuskan mahasiswanya berkuliah dari rumah dengan


memanfaatkan media massa, aplikasi, dan alat elektronik yang ada. Begitu banyak
aplikasi yang bisa digunakan untuk membantu proses pembelajaran online, Nextren
telah merangkum 3 aplikasi yang bisa kamu gunakan untuk tetap bisa berkuliah dari
rumah yaitu Zoom Cloud Meeting, Skype, WhatsApp (Nextren, 2020). Pengguanaan
aplikasi online dalam pembelajaran tentu banyak manfaat yang bisa diperoleh.

Model pembelajaran kuliah online ini dilakukan oleh seluruh kampus yang ada
di Indonesia. Melalui proses belajar mandiri, belajar terbimbing, dan pemanfaatan
berbagai sumber belajar sebagai satu kesatuan utuh dalam sistem pembelajaran,
diharapkan mahasiswa dapat melakukan proses belajar yang optimum dengan hasil
yang memuaskan (Yuliana & Winata, 2009).

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif. Metode penelitian


kuantitatif menekankan pada penggunaan angka dan data yang berbentuk statstik.
Asumsi tersebut merujuk pada apa yang dijelaskan oleh Bungin (2017: 130), bahwa
data kuantitatif biasanya dapat dijelaskan dengan angka-angka. Instrument
pengempulan data berbentuk kuesioner, yang mana ressponden dapat mengakses
kuesioner tersebut melalu Google Form. Kriteria responden adalah mahasiswa yang
berkuliah di Perguruan Tinggi di daerah Bandung dengan hassil 100 responden, yang
terdiri dari 63 perempuan dan 37 laki-laki.
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Demografi

Gambar 3. Demografi Responden

Berdasarkan hasil survei, responden perempuan lebih banyak dibandingkan


responden laki-laki yakni 63% perempuan dan 37% laki-laki atau 62 perempuan dan
38 laki-laki dari total 102 responden. Responden sendiri didominasi oleh mahasiswa
asal Universitas Pendidikan Indonesia yakni 37% atau 37 mahasiswa, selanjutnya
mahasiswa asal Universitas Islam Bandung sebanyak 17% atau 17 mahasiswa.

Gambar 4. Demografi responden


B. Pemilihan Media Massa

Gambar 5. Pemilihan Media Massa

Kebanyakan responden lebih memilih portal media online sebagai sarana


mencari informasi perkuliahan online dengan 65%. Selain portal media online,
televisi dipilih sebagai sarana pencarian informasi dengan 14%, sedangkan lainnya
memilih lain-lain.

Gambar 6. Portal Berita yang Sering Digunakan

Untuk pemilihan jenis portal berita sendiri cukup terbagi diantaranya, CNN
unggul dengan 35,4% disusul oleh Detik.com 26,2%, Kompas.com 21,5%, serta
Tirto.id 12,3%.
Gambar 7. Saluran yang Sering Digunakan

Sedangkan dalam penggunaan televisi sebagai sumber informasi kebijakan


kuliah online hanya terbagi menjadi dua bagian yaitu, TvOne 71,4%, serta Metro
TV 28,6%.

C. Kognitif

Katz, Gurevitch dan Haas (1973:74) melihat media massa sebagai sarana
yang digunakan individu untuk menghubungkan atau memutuskan hubungan
dengan orang lain. Mereka mengembangkan 35 kebutuhan yang diambil dari
literatur spekulatif yang lebih besar tentang fungsi sosial dan fisiologis media massa
dan memasukkannya ke dalam lima kategori: (a) kebutuhan kognitif, memperoleh
informasi, pengetahuan dan pemahaman, contoh televisi (berita), video, film
(dokumenter atau berdasarkan sejarah), (b) kebutuhan afektif, emosi, kesenangan,
perasaan, contoh Film, televisi (sinetron, komedi situasi), (c) kebutuhan integrative
personal, kredibiliti, stabilitas, dan status contohnya adalah games, (d)kebutuhan
integratif sosial, keluarga dan teman, misalnya Internet (email, pesan instan, ruang
obrolan, media sosial), (e) pelepasan ketegangan, pelarian dan pengalihan, misalnya
televisi, film, video, radio, internet.
Gambar 8. Media Massa Sebagai pemenuhan Pengetahuan Kuliah Online

Kebutuhan kognitif adalah kebutuhan yang berkaitan dengaan penemuan


informasi, pengetahuan, dan pemahaman mengenai lingkungan. Kebutuhan ini juga
didasari oleh hasrat untuk memahami dan menguasai lingkungan, serta memuaskan
rasa penasaran dan dorongan untuk mencari tahu (Fajrie, 2013:27). Dalam survei ini
pertanyaan terkait kebutuhan kognitif yang ditanyakan adalah apakah media massa
sebagai pusat informasi digunakan untuk memenuhi pengetahuan terkait kebijakan
kuliah online. Dan hasil yang didapatkan dari 100 responden adalah 61% merasa
setuju dan 33% sangat setuju, sedangkan sisanya memilih tidak setuju dan sangat
tidak setuju. Hal ini menunjukkan bahwa media massa telah secara efektif
digunakan oleh para mahasiswa untuk mencari informasi terkait kebijakan kuliah
online.

Efek kognitif ini adalah akibat yang timbul pada responden yang sifatnya
informatif. Kebutuhan kognitif membahas terkait bagaimana media massa bisa
membantu khalayak dalam memahami sebuah informasi yang bermanfaat serta bisa
mengembangkan keterampilan kognitif, melalui media massa, seseorang bisa
memperoleh informasi terkait tempat, orang atau benda yang berlum pernah
dikunjungi secara langsung (Karlinah Fitriansyah dalam 2018:172).
D. Afektif

Afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif
mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai. Beberapa
pakar mengatakan bahwa seseorang dapat dinyatakan perubahannya bila seseorang
terlah memiliki kekuasan kognitif tingkat tinggi. Menurut Bloom (1956) ia
mengemukakan bahwa tujuan afektif dalam pembelajaran sebagai sarana tujuan
kognitif adalah mengembangkan minat dan motivasi. Motivasi sangat penting untuk
belajar dan dengan demikian merupakan salah satu cara utama dimana domain afektif
digunakan sebagai sarana kognitif. Untuk meningkatkan minat dan motivasi peserta
didik sangat penting memperhatikan siatuasi tempat belajar. Oleh sebab itu, dapat
disimpulkan bahwa pencapaian tujuan afektif adalah merupakan sarana untuk
memfasilitasi pembelajaran kognitif (Bloom,1956).

Gambar 9. Informasi di Media Massa memberikan Rasa Senang dan Nyaman

Dalam survey ini pertanyaan terkait afektif yang ditanyakan adalah apakah
kalian merasa senang dan nyaman mencari tahu informasi terkait kebijakan kuliah
online. Dan hasil yang didapat dari 100 responden adalah 71% setuju dan 17% sangat
setuju, sedangkan sisahnya memilih tidak setuju dan sangat tidak setuju. Hal ini
menunjukkan bahwa para mahasiswa telah memiliki ranah afektif untuk mencari tahu
terkait kebijakan kuliah online.
E. Integratif Personal

Kebutuhan pribadi secara integratif (personal integrative needs), adalah


kebutuhan yang berkaitan dengan peneguhan kredibilitas, kepercayaan, stabilitas, dan
status individual. Hal itu bisa diperoleh dari hasrat akan harga diri. kebutuhan untuk
memperkuat kontak dengan keluarga, teman, dan dunia luar. Dalam survey ini
pertanyaan terkait integrative personal yang ditanyakan adalah apakah kalian
mempercayai media massa sebagai media yang kredibel untuk sumber informasi
perkuliahan online. Dan hasil yang didapat dari 100 responden adalah 68% setuju dan
16% sangat setuju, sedangkan sisahnya memilih tidak setuju dan sangat tidak setuju.
Hal ini menunjukkan bahwa para mahasiswa telah menggunakan media massa sebagai
salah satu alat mencari sumber informasi perkuliahan online.

Gambar 10. Media Massa sebagai Media Kredibel

F. Integratif Sosial

Kebutuhan integratif sosial merupakan kebutuhan yang berkaitan


dengan peneguhan kontak dengan keluarga, teman dan dunia dalam waktu yang sama
dalam berbagai media seperti email, pesan instan, ruang pesan, dan media sosial
lainnya (West, R., & Turner, L. H, 2013: 398). Misalnya seseorang mungkin
menggunakan media massa atau media sosial untuk memenuhi kebutuhannya dalam
berinteraksi dengan keluarga atau temannya, seperti media sosial Twitter, Instagram,
WhatsApp, Facebook, dan sebagainya. Kebutuhan ini dikarenakan adanya kebutuhan
manusia untuk diakui dan merasakan kasih sayang dari lingkungannya. Tidak hanya
itu, kebutuhan integratif sosial juga mencakup kebutuhan interaksi dengan lingkungan
masyarakatnya. Seseorang mungkin saja mengetahu informasi kebijakan politik
tertentu melalui hubungan dan interaksinya dengan lingkungannya mengkonsumsi
informasi tertentu untuk memenuhi kebutuhannya dengan cara berinteraksi dengan
keluarga dan masyarakat di lingkungan sekitarnya.

Pada penelitian ini, kami mencoba mengukur apakah responden mendapatkan


informasi terkait perkuliahan online selain dari media massa misalnya melalui interaksi
sosial dengan keluarga, teman, dan masyarakat. Dari pernyataan ini hasil penelitian
menggambarkan bahwa terdapat 63% responden menyatakan setuju bahwa mereka
mendapatkan informasi perkuliahan online dari lingkungannya selain dari media
massa, 24% sangat setuju dengan pernyataan tersebut, 11% tidak setuju, dan sebanyak
2% merasa sangat tidak setuju. Hal ini membuktikan bahwa sebagian besar responden
memenuhi kebutuhannya melalui interaksi dengan lingkungan sekitarnya, seperti
keluarga, teman dan masyarakat.

Gambar 11. Pengaksesan informasi dari lingkungan sekitar


G. Pelepasan Ketegangan

Pelepas ketegangan (tension realease) yang disebut juga sebagai pelarian. Hal
ini berarti bahwa manusia perlu melarikan diri dari ketegangan kehidupan sehari-hari
kadang-kadang, dan beralih ke media merupakan cara yang baik untuk membantu
mereka melepas ketegangan (West, R., & Turner, L. H, 2013: 398). Pelepasan
ketegangan ini bisa didapatkan dengan menyaksikan televisi, menonton film, video,
radio, dan internet.

Belakangan ini perkuliahan online menjadi suatu informasi yang krusial dan
penting bagi mahasiswa. Namun, dengan hadirnya media massa ini memudahkan
mahasiswa dalam mengakses informasi sehingga mampu melepaskan ketegangan dan
disinformasi. Dalam penelitian ini kami mencoba untuk mengetahui apakah informasi
terkait perkuliahan online di media massa mampu meminimalisir kekhwatiran dan
melepas ketegangan. Hasil dari penelitian ini menyebutkan terdapat 70% mahasiswa
merasa setuju bahwa informasi perkuliahan online yang mereka dapat di media massa
mampu membuat mereka lebih lega. Sebanyak 14% diantaranya merasa sangat setuju,
13% tidak setuju, dan sisanya 3% merasa sangat tidak setuju.

Gambar 12. Pelepasan ketegangan melalui informasi di media massa


H. Pengamatan Lingkungan

Media merupakan sarana komunikasi bagi masyarakat, yang terletak di antara


dua pihak sebagai alat atau jembatan penghubung (A. Risa, 2011: 413). Sedangkan
McLuhan bersama Quentin Fiore, menyatakan bahwa “media setiap zamannya menjadi
esensi masyarakat” hal ini menunjukkan bahwa masyarakat dan media selalu berkaitan
dan media menjadi bagian yang penting dalam kehidpan masyarakat. Sadar atau tidak
sadar media memiiki pengaruh yang berdampak positif maupun negative dalam pola
dan tingkah laku masyarakat (M. McLuhan & F. Quentin, 1967: 464).

Dalam poin ini, peneliti ingin mengukur bagaimana sikap responden terhadap
informasi yang didapatkan di media massa, apakah membantu mereka untuk lebih
memahami mengenai dampak yang ditimbulkan dari kebijakan kuliah online atau
tidak. Terdapat satu pernyataan yang menjadi tolak ukur seberapa jauh responden
memahami dampak yang ditimbulkan pada kebijakan kuliah online dengan
menggunakan media massa, yaitu " Informasi perkuliahan online yang saya dapatkan
di media massa membantu saya untuk lebih memahami tentang dampak yang
ditimbulkan dari kebijakan tersebut”. Dari pernyataan tersebut, responden akan
dihadapkan dengan empat poin pilihan, yaitu, sangat setuju, setuju, tidak setuju, dan
sangat tidak setuju.

Gambar 13. Informasi media massa memberikan dampak


Seperti yang tertera pada gambar di atas, bahwa 72 responden menjawab setuju,
24 responden menjawab sangat setuju, 3 responden menjawab tidak setuju, dan 1
responden menjawab sangat tidak setuju. Hal tersebut membuktikan bahwa lebih dari
sebagian besar respon setuju terkait informasi perkuliahan online yang didapat pada
media massa membantu mereka untuk lebih memahami tentang dampak yang
ditimbulkan dari kebijakan tersebut.

Pembelajaran daring memiliki beberapa dampak positif, diantaranya adalah, (1)


mahasiswa dapat meningkatkan kadar interaksi pembelajaran antara mahasiswa
dengan dosen, (2) memungkinkan terjadinya interaksi pembelajaran di mana dan kapan
saja, (3) menjangkau mahasiswa dalam cakupan yang luas, dan (4) mempermuda
penyempurnaan dan penyimpanan materi pembelajaran. Aktivitas belajar mahasiswa
dengan pembelajaran daring (online) dapat membuat mahasiswa tidak merasa bosan,
semakin tertarik, dan aktif dalam mengikuti pelajaran, (5) kebermaknaan belajar,
mudahnya mengakses informasi, dan peningkatan hasil belajar (N. B. Argheni, 2020:
104-105). Namun tentu saja pembelajaran online tidak luput dari dampak negatif, yaitu,
(1) pembelajaran daring bagi beberapa mahasiswa masih terasa membingungkan, (2)
mahasiswa cenderung lebih pasif, kurangkreatif dan produktif, (3) penumpukan
informasi atau konsep pada mahasiswa kurang bermanfaat, dan (4) mahasiswa
mengalami stess (N. B. Argheni, 2020: 104-106).

I. Diversi atau Hiburan

Diversi pada hakikatnya adalah suatu kebutuhan akan pelepasan dari tekanan
dan kebutuhan akan hiburan (Blumer dalam Rakhmat, 2004: 66). Dalam poin ini,
peneliti ingin mengukur bagaimana sikap responden terhadap keputusan mereka untuk
mengakses informasi perkuliahan online di media massa untuk mengisi waktu luang.
Terdapat pernyataanyang menjadi tolak ukur seberapa jauh responden manakses
informasi perkuliahan online di media massa untuk mengisi waktu luang. Dari
pernyataan tersebut, responden akan dihadapkan dengan empat poin pilihan, yaitu,
sangat setuju, setuju, tidak setuju, dan sangat tidak setuju.
Gambar 14. Informasi Media Massa sebagai Pengisi Waktu Luang

Pada diagram tersebut, didapatkan hasil bahwa 51 responden memilih setuju,


30 responden memilih tidak setuju, 13 responden memilih sangat setuju, 6 responden
memilih sangat tidak setuju. Hal tersebut membuktikan bahwa sebagian responden
memilih untuk sebatas setuju, sedangan 30 responden yang memilih tidak setuju
memungkinkan untuk dihadapkan dengan beberapa hal.

Dalam hal ini, menggunakan media massa bagi individu tentu dakibatkan oleh
kebutuhan tertentu dari psikologis individu dalam kehidupan sehari-hari yang dapat
saja dipengaruhi oleh lingkungan ataupun yang muncul dari individu. Kebutuhan-
kebutuhan yang dapat dipenuhi dengan mengkonsumsi media massa ataupun yang
dibantu dengan computer dibanding dengan alat komunikasi kain dapat dilihat pada
hasil penelitian Greenberg pada tahun 1974 dapat memenuihi 11 kebutuhan psikologis
dasar manusia (dalam Severin dan Tankaard, 2011: 358):

1. Untuk bersantai
2. Untuk dihibur
3. Untuk melepaskan pekerjaan atau hal-hal lain
4. Untuk melakukan sesuatu bersama teman-teman
5. Untuk mempelajari berbagai hal tentang diri sendiri maupun orang lain
6. Untuk menghabiskan waktu terutama saat bosan
7. Supaya merasa senang
8. Supaya tidak kesepian
9. Untuk memenuhi kebiasaan
10. Agar orang lain tahu bahwa individu peduli akan perasaan individu lain
11. Untuk mengajak individu lain melakukan sesuatu untuk diri sendiri.

J. Identitas Personal

Identitas personal adalah kebutuhan individu tentang menemukan penunjang


nilai-nilai pribadi, mengidentifikasikan diri dengan nilai-nilai lain, dan meningkatkan
pemahaman tentang diri sendiri. Hasil penelitian yang dilakukan menggambarkan
bahwa setidaknya terdapat 69% mahasiswa merasa setuju informasi kebijakan kuliah
online di media massa mudah dipahami. Sebanyak 18% tidak setuju, 11% sangat
setuju, dan sesanya sangat tidak setuju. Dari data tersebut dapat kita simpulkan bahwa
kemudahan memahami kebijakan perkuliahan online telah memberikan kepuasan bagi
mahasiswa dan membantu menguatkan nilai dari seorang individu.

Gambar 15. Kemudahan memahami kebijakan perkuliahan online di media sosial


K. Hubungan Sosial

Hubungan sosial dalam hal ini berarti hubungan personal atau interaksi
personal yang terjadi ketika individu menggunakan media sebagai pengganti teman
(Turner, 2013: 105). Dalam poin ini, peneliti ingin mengukur bagaimana sikap
responden terhadap informasi mengenai perkuliahan online, apakah selalu menjadi
topik dalam diskusi antar mahasiswa atau tidak. Terdapat pernyataan yang enjadi tolak
ukur mengenai seberapa tinggi intensitas pembahasan mengenai informasi perkuliahan
online dalam diskusi antar mahasiswa. Dari pernyataan tersebut, responden akan
dihadapkan dengan empat poin pilihan, yaitu, sangat setuju, setuju, tidak setuju, dan
sangat tidak setuju.

Gambar 16. Informasi Perkuliahan Online menjadi Topik diskusi

Pada diagram tersebut, didapatkan hasil bahwa 64 responden menjawab setuju,


23 responden menjawab sangat setuju, 13 responden menjawab tidak setuju, dan tidak
ada yang menjawab sangat tidak setuju. Dalam hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa
informasi mengenai perkuliahan online selalu menjadi topik dalam diskusi dengan
sesame mahasiswa. Hal ini berkaitan dengan perkuliahan online yang masih
membingungkan banyak mahasiswa. salah satu yang menjadi perhatian dalam
perkuliahan online ini adalah implementasi dari pembelajaran. Banyak mahasiswa
yang mengeluh mengenai banyaknya tugas tanpa adanya materi yang cukup, sehingga
mmahasiswa merasa agak kewalahan dalam mengikuti proses perkuliahan (S. O.
Kosassy, 2020: 36-41).
KESIMPULAN

Penelitian ini berfokus membahas “Penggunaan Media Massa Sebagai Sumber


Informasi Kebijakan Kuliah Online Oleh Mahasiswa” dengan studi kasus mahasiswa
di Kota Bandung. Penelitian ini dilandasi tiga hal yaitu media massa, kebijakan politik
dan kebijakan kuliah online. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan Teori Uses
and Gratification yang dicetuskan oleh Alihu Katz pada tahun 1959. Uses and
Gratification Theory adalah teori komunikasi yang berfokus pada komunikasi sosial.
Teori ini mengadopsi pendekatan fungsionalis antara komunikasi dan media.

Metode kuantitatif diterapkan pada penelitian ini dengan jumlah responden


sebanyak 100 orang yang merupakan mahasiswa yang berkuliah di Perguruan Tinggi
Kota Bandung. Metode penelitian kuantitatif menekankan pada penggunaan angka dan
data yang berbentuk statstik. Asumsi tersebut merujuk pada apa yang dijelaskan oleh
Bungin (2017: 130), bahwa data kuantitatif biasanya dapat dijelaskan dengan angka-
angka. Instrument pengempulan data berbentuk kuesioner, yang mana ressponden
dapat mengakses kuesioner tersebut melalu Google Form. Kriteria responden adalah
mahasiswa yang berkuliah di Perguruan Tinggi di daerah Bandung dengan hassil 100
responden, yang terdiri dari 63 perempuan dan 37 laki-laki.

Berdasarkan hasil survey dapat disimpulkan terkait “Penggunaan Media Massa


Sebagai Sumber Informasi Kebijakan Kuliah Online Oleh Mahasiswa” sebagai berikut:

1. Demografi
Responden perempuan lebih banyak dibandingkan responden laki-laki
yakni 63% perempuan dan 37% laki-laki atau 62 perempuan dan 38 laki-
laki dari total 102 responden. Responden sendiri didominasi oleh
mahasiswa asal Universitas Pendidikan Indonesia yakni 37% atau 37
mahasiswa, selanjutnya mahasiswa asal Universitas Islam Bandung
sebanyak 17% atau 17 mahasiswa
2. Pemilihan Media Massa
Kebanyakan dari responden lebih memilih portal media online sebagai
sarana mencari informasi.
3. Kognitif
Sebanyak hasil yang didapatkan dari 100 responden adalah 61% merasa
setuju dan 33% sangat setuju, sedangkan sisanya memilih tidak setuju
dan sangat tidak setuju. Hal ini menunjukkan bahwa media massa telah
secara efektif digunakan oleh para mahasiswa untuk mencari informasi
terkait kebijakan kuliah online. Efek kognitif ini adalah akibat yang
timbul pada responden yang sifatnya informatif.
4. Afektif
Dalam survey ini pertanyaan terkait afektif mendapatkan hasil yang didapat
dari 100 responden adalah 71% setuju dan 17% sangat setuju, sedangkan
sisahnya memilih tidak setuju dan sangat tidak setuju. Hal ini menunjukkan
bahwa para mahasiswa telah memiliki ranah afektif untuk mencari tahu
terkait kebijakan kuliah online.
5. Integratif Personal
Hasil yang didapat dari 100 responden adalah 68% setuju dan 16% sangat
setuju, sedangkan sisahnya memilih tidak setuju dan sangat tidak setuju.
Hal ini menunjukkan bahwa para mahasiswa telah menggunakan media
massa sebagai salah satu alat mencari sumber informasi perkuliahan online.
6. Integratif Sosial
Dari pernyataan ini hasil penelitian menggambarkan bahwa terdapat
63% responden menyatakan setuju bahwa mereka mendapatkan
informasi perkuliahan online dari lingkungannya selain dari media
massa, 24% sangat setuju dengan pernyataan tersebut, 11% tidak setuju,
dan sebanyak 2% merasa sangat tidak setuju. Hal ini membuktikan
bahwa sebagian besar responden memenuhi kebutuhannya melalui
interaksi dengan lingkungan sekitarnya, seperti keluarga, teman dan
masyarakat.
7. Pelepasan Ketegangan
Dalam penelitian ini kami mencoba untuk mengetahui apakah informasi
terkait perkuliahan online di media massa mampu meminimalisir
kekhwatiran dan melepas ketegangan. Hasil dari penelitian ini
menyebutkan terdapat 70% mahasiswa merasa setuju bahwa informasi
perkuliahan online yang mereka dapat di media massa mampu membuat
mereka lebih lega. Sebanyak 14% diantaranya merasa sangat setuju, 13%
tidak setuju, dan sisanya 3% merasa sangat tidak setuju.
8. Pengamatan Lingkungan
Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa 72 responden menjawab
setuju, 24 responden menjawab sangat setuju, 3 responden menjawab
tidak setuju, dan 1 responden menjawab sangat tidak setuju. Hal tersebut
membuktikan bahwa lebih dari sebagian besar respon setuju terkait
informasi perkuliahan online yang didapat pada media massa membantu
mereka untuk lebih memahami tentang dampak yang ditimbulkan dari
kebijakan tersebut
9. Diversi dan Hiburan
Hasilnya menunjukan bahwa 51 responden memilih setuju, 30 responden
memilih tidak setuju, 13 responden memilih sangat setuju, 6 responden
memilih sangat tidak setuju. Hal tersebut membuktikan bahwa sebagian
responden memilih untuk sebatas setuju, sedangan 30 responden yang
memilih tidak setuju memungkinkan untuk dihadapkan dengan beberapa
hal.
10. Identitas Personal
Hasil penelitian yang dilakukan menggambarkan bahwa setidaknya
terdapat 69% mahasiswa merasa setuju informasi kebijakan kuliah online
di media massa mudah dipahami. Sebanyak 18% tidak setuju, 11% sangat
setuju, dan sesanya sangat tidak setuju. Dari data tersebut dapat kita
simpulkan bahwa kemudahan memahami kebijakan perkuliahan online
telah memberikan kepuasan bagi mahasiswa dan membantu menguatkan
nilai dari seorang individu.
11. Hubungan Sosial
Hasil penelitian menunjukan bahwa 64 responden menjawab setuju, 23
responden menjawab sangat setuju, 13 responden menjawab tidak setuju,
dan tidak ada yang menjawab sangat tidak setuju. Dalam hal tersebut, dapat
disimpulkan bahwa informasi mengenai perkuliahan online selalu menjadi
topik dalam diskusi dengan sesame mahasiswa

DAFTAR PUSTAKA

Argaheni, N. B. (2020). Sistematik Review: Dampak Perkuliahan Daring Saat


Pandemi COVID-19 Terhadap Mahasiswa Indonesia. PLACENTUM: Jurnal
Ilmiah Kesehatan dan Aplikasinya, 8(2), 99-108.
Blumler, J. G. (1979). The role of theory in uses and gratifications studies.
Communication research, 6(1), 9-36.
Budiardjo, Miriam. (2008). Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT. Gramedia
Bloom, B.S, Engelhart, M.D, Furst, E.J, Hill, WH, & Krathwohl, D.R (Eds) (1956).
Taxonomy of Educational Objectives; The Classification of Educational Goals.
Handbook I; The cognitive domain. New York: David McKay Co Inc
Comsky, Noam. (1997). Democracy Lite. Sage Journals.
Effendy, Onong Uchjana. 1993. Ilmu, Teori & Filsafat Komunikasi. Bandung: PT.
Citra Aditya Bakti.
Fajrie, Mahfudlah. (2013). Analisis Use and Gratification Dalam Menentukan
Strategi Dakwah. Jurnal Islamic Review, 6(1), 19-34.
Fitriansyah, Fifit. (2018). Efek Komunikasi Massa Pada Khalayak: Studi Deskriptif
Penggunaan Media Sosial dalam Membentuk Perilaku Remaja.Cakrawala
Jurnal Humaniora, 18(2), 171-178.
Halimah, Siti. (2015). Manajemen dan Kebijakan Politik Pemerintahan di
Indonesia Tentang Pendidikan Agama Islam. Didaktika Religia, 3(2), 51-69.
Imron, Ali. Kebijaksanaan Pendidikan di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara, 2002.
Kania, D., & Agatha, N. (2012). Online consumers and the application of uses and
gratification theory case study: The Kaskus website. Journal Communication
Spectrum: Capturing New Perspectives in Communication, 1(2), 91-108.)
Karimi, L., Khodabandelou, R., Ehsani, M., & Ahmad, M. (2014). Applying the
Uses and Gratifications Theory to Compare Higher Education Students'
Motivation for Using Social Networking Sites: Experiences from Iran,
Malaysia, United Kingdom, and South Africa. Contemporary
educational technology, 5(1), 53-72.
Katz, E., Blumler, J. G., & Gurevitch, M. (1974). Ulilization of Mass
Communication by The Individual. Beverly Hills: Sage.
Kosassy SO. Model Pembelajaran Kobeko Berbasis Web Blog (Balada Pendidikan
Tinggi di Tengah Kepungan Wabah COVID-19). JVEIT. 2020;1(1):36–41.
Mehrad, J., & Tajer, P. (2016). Uses and Gratification Theory in Connection with
Knowledge and Information Science: A Proposed Conceptual Model.
International Journal of Information Science and Management Vol. 14,
No. 2, 1-14.
McLuhan, M., & Quentin Fiore, The Medium is The Massage. New York: Bantam
Books, 1967.
Nurudin. 2009. Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Rakhmat, Jalaluddin.2004. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Ripley, Randal B.(1985). Policy Analysis in Political Science, Chicago: Nelson-
Hal Publishers
Severin, Werner J dan James W. Tankard. 2005. Teori Komunikasi, Sejarah,
Metode, & Terpaan di dalam Media Massa. Jakarta: Kecana Prenada Media
Grup.
Scartascini, Carlos., Stein, Ernesto., & Tommasi, Mariano. (2008). Political
Institutions State Capabilities and Public Policy: International Evidence. New
York: Felipe Herrera Library.
Suharno. 2010. Dasar-Dasar Kebijakan Publik. Yogyakarta: UNY Press.
Suharto, Edi. 2005. Analisis Kebijakan Publik: Panduan Praktis Mengkaji Masalah
dan Kebijakan Sosial. Bandung: Alfabeta.
Surbakti, Ramlan.(1999). Memahami Ilmu Politik, Jakarta: Grasindo
West, R., & Turner, L. H. (2013). Introducing communication theory: Analysis and
application (2013 ed.).
.
LAMPIRAN

No. Pertanyaan Pilihan


1. Dari mana Anda mengakses/ - Televisi
mendapatkan informasi seputar - Portal berita online
perkuliahan online? - Radio
- Media cetak koran
- Lainya (….)
2. Jika dari televisi, saluran apa yang - TvOne
biasanya anda saksikan? - Metro TV
- TVRI
- Trans 7
- Lainnya (…)
3. Berapa lama Anda menyaksikan - <1 jam
televisi dalam sehari? - 1-2 jam
- 3-4 jam
- > 4 jam
4. Jika dari portal berita online, situs - Kompas.com
apa yang sering Anda kunjungi? - CNN
- Tirto.id
- Detik.com
5. Berapa lama durasi yang Anda - <1 jam
dalam mengakses portal berita - 1-2 jam
online dalam sehari? - 3-4 jam
- > 4 jam
6. Jika radio, saluran apa yang sering - Radio Oz
Anda dengarkan? - Radio Prambos
- Radio Ardan
- I-Radio
7. Berapa lama Anda mendengarkan - <1 jam
radio dalam sehari? - 1-2 jam
- 3-4 jam
- > 4 jam
8. Jika media cetak koran, koran apa - Pikiran Rakyat
yang sering Anda baca? - Republika
- Tribun
- Kompas
9. Berapa lama Anda membaca - <1 jam
koran dalam sehari? - 1-2 jam
- 3-4 jam
- > 4 jam
No. Indikator Kata Kunci Pertanyaan Hasil Gambaran
1. Individual needs Kognitif Saya menggunakan media massa Sangat setuju
sebagai pusat informasi dalam Setuju
memenuhi pengetahuan saya terkait Tidak setuju
perkuliahan online Sangat Tidak setuju
Afektif Saya merasa senang dan nyaman Sangat setuju
jika mencari tahu informasi terkait Setuju
kebijakan perkuliahan online Tidak setuju
Sangat Tidak setuju
Integratif Saya mempercayai media massa Sangat setuju
Personal sebagai media yang kredibel sebagai Setuju
sumber informasi perkuliahan online Tidak setuju
saya Sangat Tidak setuju
Integratif Selain dari media massa, saya Sangat setuju
Sosial mendapatkan informasi perkuliahan Setuju
online melalui interaksi dengan Tidak setuju
keluarga dan masyarakat di Sangat Tidak setuju
lingkungan sekitar
Pelepasan Informasi terkait perkuliahan online Sangat setuju
ketegangan yang saya dapatkan dari media massa Setuju
membuat saya merasa lebih lega dan Tidak setuju
tidak khawatir Sangat Tidak setuju
2. Media Pengamatan Informasi perkuliahan online yang Sangat setuju
Gratification lingkungan saya dapatkan di media massa Setuju
membantu saya untuk lebih Tidak setuju
memahami tentang dampak yang Sangat Tidak setuju
ditimbulkan dari kebijakan tersebut
Diversi atau Saya mengakses informasi Sangat setuju
hiburan perkuliahan online di media massa Setuju
untuk mengisi waktu luang Tidak setuju
Sangat Tidak setuju
Identitas Saya merasa lebih memahami Sangat setuju
personal kebijakan perkuliahan online jika Setuju
informasi tersebut saya dapatkan Tidak setuju
melalui media massa Sangat Tidak setuju
Hubungan Informasi perkuliahan online selalu Sangat setuju
sosial menjadi topik dalam diskusi dengan Setuju
sesama mahasiswa Tidak setuju
Sangat Tidak setuju

Anda mungkin juga menyukai