Anda di halaman 1dari 16

KORUPSI DAN UPAYA PEMBERANTASANYA

DALAM ISLAM

Digunakan untuk memenuhi tugas dosen mata kuliah Pendidikan Agama Islam
Dosen :

DISUSUN OLEH:

1. DESI AWALIYA FARHANI


2. HILDA PRASTIKA NOR A
2
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha pengasih lagi Maha penyayang,
dengan ini kami panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya yang telah melimpahkan
rahmat-Nya kepada kami, dapat menyelesaikan makalah Pendidikan Agama Islam
yang kami beri judul “ Korupsi Dan Upaya Pemberantasannya Dalam Islam”.

Adapun makalah Pendidikan Agama Islam tentang “ Korupsi Dan Upaya


Pemberantasannya Dalam Islam” ini telah kami usahakan semaksimal mungkin dan
tentunya dengan bantuan dari banyak pihak, sehingga dapat memperlancar proses
pembuatan makalah ini, oleh sebab itu kami menyampaikan rasa terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu kami dalam pembuatan
makalah Pendidikan Agama Islam ini.

Akhirnya penyusun mengharapkan semoga dari makalah tentang “ Korupsi Dan


Upaya Pemberantasannya Dalam Islam” ini dapat diambil manfaatnya sehingga dapat
memberikan inspirasi terhadap pembaca. Selain itu, kritik dan saran dari Anda kami
tunggu untuk perbaikan makalah ini nantinya.

Surabaya, September 2022

i
DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR....................................................................................................i

DAFTAR ISI.................................................................................................................ii

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tindakan Korupsi merupakan (extraordinary crime) kejahatan yang luar biasa dan
tidak bisa diperangi dengan cara-cara yang biasa, dan haram hukumnya dalam agama
Islam. Korupsi merupakan istilah modern yang tidak didapati padanannya dalam al-
Qur’an. Korupsi merupakan sebuah kecurangan dalam transaksi sesama antar
manusia yang berupa tindakan melawan hukum, memperkaya diri atau orang lain,
merugikan pihak lain baik pribadi maupun negara, dan menyalah gunakan wewenang
atau kesempatan (sarana) karena kedudukan atau jabatan (Ayat 1 & 2 Kitab Undang-
Undang Dasar No. 1 Tahun 1999).1 Masyarakat di Dunia ini khususnya Indonesia
banyak yang terancam kesejahteraannya, keselamatannya dan hak-haknya yang
dirampas karena tindakan korupsi yang terjadi dimana-mana, bahkan dari mulai
kalangan kelas bawah sampai kepada kelas atas. Korupsi terjadi karena para
Penguasa yang mempunyai wewenang (jabatan) melakukan tindakan pengkhianatan
(amanat kekuasaan publik) dan penyalah gunaan wewenang.

Pada Era kontemporer ini merumuskan penafsiran tentang korupsi dalam ayat-ayat al-
Qur’an menjadi sebuah keniscayaan untuk membenahi hal mendalam yang dikandung
dalam al-Qur’an terhadap bahaya, larangan dan pesan moral dari tindak korupsi
tersebut. Didalam al-Qur’an ayat-ayat yang termasuk dalam term-term dan
pembahasan korupsi diantara nya adalah; Ghulul3 (Qs. Ali Imran ayat 161), Dawl4
(Qs. Al-Baqarah ayat 188), Al-Suht5 (Qs. Al-Ma'idah ayat 42, 62 dan 63), Hirabah 6
(Qs. Al-Ma'idah ayat 33), Saraqah7 (Qs. Al-Ma'idah ayat 38) dan lain sebagainya. 8
Kasus korupsi pada setiap negara khususnya di Indonesia selalu meningkat
keadaannya dalam setiap tahun. Begitupun jika melihat total kerugian keuangan
negara maka tidak menunjukan angka penurunan, melainkan kenaikan yang sangat
pesat.

1
Pada tahun 2015 tindakan korupsi banyak sekali terjadi pada kalangan pejabat dari
bermacam kelas, mulai dari jajaran desa, lurah, camat, pegawai Pemda, pejabat,
disusul direktur, anggota DPR/DPRD, kepala dinas dan komisaris pegawai swasta.15
Menurut paparan dan analisa dari berbagai sumber tentang data dan bagaimana
korupsi sangatlah riskan. Karena melihat pertumbuhan korupsi sama halnya dengan
pertumbuhan populasi manusia yang setiap harinya meningkat, begitupun korupsi
semakin meningkat berdasarkan data setiap tahunnya. Bahkan apabila dilihat dari
media massa atau televisi dan sebagainya hampir setiap hari menayangkan tentang
kasus tindak pidana korupsi. Ini menjadi hal yang perlu dibahas, didiskusikan untuk
menumbuhkan wawasan bahaya korupsi serta di lakukan pencegahannya demi
kemaslahatan bersama. Mufassir yang diambil oleh penulis adalah Muhammad Ali
bin Jamil Al-Ṣabūnī, Ali Al-Ṣabūnī terlahir dari keluarga cendekiawan muslim,
ayahnya Syeh Jamil yang merupakan gurunya sendiri sekaligus Ulama terkemuka di
daerahnya.16 Ali Al-Ṣabūnī menyelesaikan pendidikan sekolahnya di Suriah,
kemudian melanjutkan pendidikannya ke Universitas Al-Azhar Mesir hingga sampai
Magister dan beliau mendapatkan gelar Magister dalam bidang hukum syar’i.
Menurut Rektor Universitas Al-Malik Abdul Aziz, Abdullah Umar Nasif bahwa Ali
Al-Ṣabūnī adalah salah satu ulama yang menyibukkan dirinya dalam bidang Tafsīr-
Tafsīr al-Quran dan sekaligus kritikus para mufassir. Ali Al-Ṣabūnī merupakan
mufassir yang merupakan seorang akademisi, kehidupannya tidak luput dari
mengajar, memberikan kuliah umum di Masjid al-Haram, dan menulis. Sehingga
karya Al-Ṣabūnī sangatlah banyak. Penulis mengambil mufassir ini karena
berdasarkan kondisi zaman mufassir ketika itu dan ketertarikan penafsiran beliau
yang rinci, ringkas, lugas dan jelas. Menurut Muhammad al-Ghazali ketua jurusan
Dakwah dan Ushuluddin Fakultas Syariah di Mekkah bahwa Al-Ṣabūnī dalam
menafsirkan alQur’an mencantumkan pendapat para ulama dan meringkasnya dalam
segi sosial dan bahasa serta menghasilkan hukum yang bermanfaat.17 Menurut Syeh
Abdullah al-Hayyat, khatib Masjid al-Haram dan penasehat kementerian Pengajaran
Arab Saudi, Al-Ṣabūnī adalah adalah seorang ulama yang memiliki ilmu yang
beragam dan salah satu yang mencolok dari aktivitas nya yaitu di bidang ilmu dan

2
pengetahuan. Beliau hidupnya digunakan dengan kesibukannya dalam mengajar dan
memberikan kuliah umum yang bertempat di Masjidil Haram, selain itu beliau sangat
produktif dalam menulis sehingga terdapat karya-karya dari tulisan beliau berupa
kitab-kitab.18 Ali Al-Ṣabūnī mempunyai karya sebanyak 14 buku (kitab)19, diantara
karya beliau yang fenomenal adalah Ṣafwat Al-Tafāsīr yang merupakan kitab Tafsīr
karya beliau yang terperinci, ringkas, terstruktur, hingga menjadi jelas dan lugas.20
Beliau juga pernah menjadi ketua Fakultas Syariah di Universitas Umm Al-Qura, dan
juga dipercaya untuk mengepalai Pusat Kajian Akademik dan Pelestarian Warisan
Islam. Beliau pernah mendapat penghargaan karena kiprahnya dalam dunia
pendidikan Islam di tahun 2007, panitia penyelenggara Dubai International Qur’an
Award menetapkan Al-Ṣabūnī sebagai personality of the Muslim Word yang
diseleksi oleh Pangeran Muhammad Ibn Rashid al-Maktum sebagai Wakil Kepala
Pemerintahan Dubai.21 Pada permasalah korupsi peneliti menemukan persoalan yang
kontradiktif sehingga melahirkan pembahasan korupsi dalam perspektif al-Qur’an
dengan menggunakan Tafsīr Ṣafwat Al-Tafāsīr. Pada satu sisi korupsi merupakan
extraordinary crime yang merupakan isu dan permasalahannya tidak pernah usai dan
selalu menjadi masalah internasional di setiap negara. Akan tetapi di sisi lain peneliti
mencoba mengungkapkan bahwasanya korupsi merupakan suatu hal yang tidak di
sebutkan namanya atau teks nya dalam alQur’an, namun terdapat padanannya atau
terminologi (istilah) lain yang menjurus kepada korupsi di dalam al-Qur’an. Baik ayat
yang membicarakan teks korupsi atau ayat yang tidak membicarakan teks korupsi,
namun konteksnya membicarakan korupsi, maka peneliti mencoba meneliti korupsi
dalam perspektif al-Qur’an. Dengan demikian terdapat pandangan Muhammad Ali
Al-Ṣabūnī dalam Tafsīrnya Ṣafwat Al-Tafāsīr tentang pembahasan korupsi dalam al-
Qur’an, yang mana hal ini dapat menjadi kontribusi bagi pemecahan masalah korupsi
berdasarkan fakta dan realita tentang korupsi. Manfaat teoritis dari penelitian ini
adalah dapat memberikan sumbangsih pemikiran dalam Tafsīr, serta memperkaya
penafsiran terhadap ayat-ayat korupsi, dan mencari kebaruan penafsiran tentang
korupsi. Secara praktis hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran
terhadap pemecahan masalah yang berkaitan dalam penafsiran korupsi pada

3
konteksnya, sehingga penelitian ini dapat menjadi acuan bagi pedoman pemahaman
terhadap korupsi. Demikian paparan berdasarkan latar belakang masalah diatas.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, dapat kami rumuskan permasalahan yang akan
dibahas sebagai berikut :

1. Bagaimanakah Penafsiran Ali Al-Ṣabūnī terhadap Korupsi dalam Tafsīr Ṣafwat Al-
Tafāsīr

1.3 Tujuan Masalah


Untuk mengkaji Korupsi dalam perspektif al-Qur’an menurut Muhammad Ali Al-
Ṣabūnī dalam Tafsīr Ṣafwat Al-Tafāsīr

4
BAB II
PEMBAHASAN

9.1 Korupsi :Pengertian, Ragam dan Hukumnya


9.1.1 Pengertian Korupsi
Kata corruptie dalam bahasa Belanda masuk ke dalam perbendaharaan
Indonesia menjadi korupsi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),
korupsi adalah penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan,
organisasi, yayasan, dan sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau orang
lain.

Dalam bahasa Arab, istilah korupsi sering diartikan dengan kata rishwah
yang juga dipakai dalam bahasa Melayu rasuah, dan al-ikhtila yang berarti
kerusakan, sogokan yakni memberikan harta agar orang yang diberi uang
dapat
melakukan sesuatu sesuai dengan permintaan orang yang memberikan
meskipun tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Seseorang dianggap melakukan tindak korupsi apabila yang


bersangkutan
menerima hadiah dari seseorang dengan tujuan mempengaruhi agar ia
mengambil keputusan yang menguntungkan kepentingan si pemberi hadiah.
Termasuk juga seseorang yang menawarkan hadiah dalam bentuk balas jasa,
bisa digolongkansebagai tindak korupsi.

Dalam sejarah Islam pun, tidak terlepas dari permasalahan korupsi. Hal
ini
terlihat pada era kekhalifahan Khulafa al-Rashidin, tepatnya pada era khalifah
Umar bin Khatab yang mana beliau memerintahkan pada sebagian sahabat
untuk mengawasi harta kekayaan para pejabat pemerintahan. Di Indonesia
pun, begitu banyak deretan nama para pejabat yang terlibat tindak korupsi,
meskipun pada awalnya mereka selalu berkoar-koar dengan jargonnya yang
menjanjikan berbagai macam janji-janji manis pada rakyat, akan tetapi pada
akhirnya mereka jugalah yang mematikan kepercayaan rakyat kepada para
pejabat. Para pejabatpolitik dengan semangat dan lantang mengemukakan
“katakan tidak pada korupsi”, mereka seakan-akan berlomba untuk
membersihkan pemerintahan dan bangsa Indonesia dari tindak korupsi, namun
merekapun juga berlomba-lomba melakukan tindak korupsi.

1
Allah SWT berfirman dalam QS. An-Nisa ayat 29:

ِ َ‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذي َْن ٰا َمنُ ْوا اَل تَْأ ُكلُ ْٓوا اَ ْم َوالَ ُك ْم بَ ْينَ ُك ْم بِ ْالب‬
َ ‫اط ِل آِاَّل اَ ْن تَ ُك ْو َن تِ َج‬
ً‫ارة‬
‫ان بِ ُك ْم َر ِح ْي ًما‬ َ ‫اض ِّم ْن ُك ْم ۗ َواَل تَ ْقتُلُ ْٓوا اَ ْنفُ َس ُك ْم ۗ اِ َّن هّٰللا َ َك‬
ٍ ‫َع ْن تَ َر‬
yang artinya: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.

9.1.2 Bentuk-bentuk Korupsi


Di dalam al-Qur‟an, diuraikan ayat-ayat yang berkaitan dengan bentuk
korupsi dengan memandang korupsi secara definitif pada konteks kekinian.
Bentuk-bentuk korupsi dalam al-Qur‟an antara lain:
1. Ghulu
Termasuk korupsi dalam al-Qur‟an salah satunya adalah dalam bentuk Al-
Ghulul disebutkan dalam Q.S Ali Imran (3): 161:

‫ت بِ َما َغ َّل يَ ْو َم ْالقِ ٰي َم ِة ۚ ثُ َّم‬ ِ ‫ان لِنَبِ ٍّي اَ ْن يَّ ُغ َّل ۗ َو َم ْن يَّ ْغلُلْ يَْأ‬
َ ‫َو َما َك‬
ْ ‫ت َوهُ ْم اَل ي‬ ٰ
‫ُظلَ ُم ْو َن‬ ْ َ‫س َّما َك َسب‬ ٍ ‫تُ َوفّى ُكلُّ نَ ْف‬

Artinaya : “Dan tidak mungkin seorang Nabi berkhianat (dalam urusan


hartarampasan perang). Barangsiapa berkhianat, niscaya pada hari kiamat
diaakan membawa apa yang dikhianatkannya itu. Kemudian setiap orang
akan diberi balasan yang sempurna sesuai dengan apa yang dilakukannya,
dan mereka tidak dizalimi”.

Al-ghulul yaitu perbuatan menggelapkan kas negara atau baitul mal


atau dalam literatur sejarah Islam menyebutnya dengan mencuri harta
rampasan perang atau menyembunyikan sebagiannya untuk dimiliki
sebelum menyampaikannya ke tempat pembagian. Kata “ghulul” dalam
teks hadis tersebut adalah penipuan, namun dalam sumber lain diartikan

2
bahwa “ghulul” adalah penggelapan yang berkaitan dengan kas negara
atau baitul mal (Abu Fida‘ Abdur Rafi‘,2004:2) Perbuatan yang termasuk
kepada kategori al-ghulul ialah:

2. Akl al-Mal bi al-Bathil (Memakan Harta dengan Cara Bathil)


Lafaz al-bathil secara etimologi memiliki arti lawan kata dari
benar, yakni salah, kerusakan, melakukan perbuatan yang sia-sia.
Sedangkan menurut Al-Suyuth, makna lafaz al-bathil yaitu memakan
harta orang lain dengan cara yang zalim. Ayat tersebut juga mengandung
makna suap, yakni dengan menyuap para hakim, atau pihak yang memiliki
kekuasaan untuk membebaskan suatu perkara sang penyuap dari tuntunan
sesuatu atau untuk melancarkan apa yang menjadi keinginannya.
Disebutkan dalam surat Surah al-Baqarah (2): 188

‫َواَل تَْأ ُكلُ ْٓوا اَ ْم َوالَ ُك ْم بَ ْينَ ُك ْم بِا ْلبَا ِط ِل َوتُ ْدلُ ْوا بِ َهٓا اِلَى ا ْل ُح َّك ِام لِتَْأ ُكلُ ْوا فَ ِر ْيقًا ِّمنْ اَ ْم َوا ِل‬

ࣖ َ‫س بِااْل ِ ْث ِم َواَ ْنتُ ْم تَ ْعلَ ُم ْون‬


ِ ‫النَّا‬

“Dan janganlah kamu makan harta diantara kamu dengan jalan yang
bathil, dan (janganlah) kamu menyuap dengan harta itu kepada para
hakim, dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagia harta orang
lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui.”
Dalam Terjemah Tafsir Ath-Thabrani, Abu Ja‟far berkata, bahwa
Allah SWT telah menganggap orang yang makan harta saudaranya
sendiri dengan cara yang bathil seperti ia memakan hartanya sendiri
dengan cara yang bathil.
3. Sariqah
Korupsi merupakan salah satu bentuk pencurian yang sistematis
dengan memanfaatkan kekuasaan dan jabatan untuk memperkaya diri
sendiri dengan cara yang tak benar. Pencurian dilarang dan pelakunya
diancam hukuman di dunia berupa potong tangan. Adapun ayat yang
melarangnya adalah Q.S Al-Maidah (5) ayat 38:
‫هّٰللا‬
ِ ‫َّارقَةُ فَا ْقطَع ُْٓوا اَ ْي ِديَهُ َما َج َز ۤا ۢ ًء بِ َما َك َسبَا نَ َكااًل ِّم َن‬
ِ ُ ‫َّار‬
‫ق َوالس‬ ِ ‫َوالس‬
‫هّٰللا‬
‫ۗ َو ُ َع ِز ْي ٌز َح ِك ْي ٌم‬
“Adapun orang laki-laki maupun perempuan yang mencuri, potonglah
keduanya (sebagai) balasan atas perbuatan yang mereka lakukan dan

3
sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana”.
(QS. Al-Ma’idah, 5: 38)
Kata Sariqah merupakan bentuk fa’il dari kata saraqa yang secara
etimologi bermakna mengambil barang milik orang lain dengan cara
sembunyi-sembunyi dan tipu daya. Sedangkan secara terminologi,
Sariqah adalah mengambil sejumlah harta senilai sepuluh dirham yang
masih berlaku, disimpan di tempat penyimpanannya atau dijaga dan
dilakukan oleh seorang mukallaf secara sembunyi-sembunyi serta tidak
terdapat unsur syubhat sehingga bila barang tersebut kurang dari sepuluh
dirham yang masih berlaku maka tidak dikategorikan sebagai pencurian.
Kata Sariqah, menurut beberapa pendapat yang lain, mengandung
tiga pengertian yang bervariasi, antara lain:
1. Mengambil harta orang lain yang cukup terpelihara dengan cara
sembunyisembunyi.
2. Mengambil harta orang lain dengan jalan menganiaya.
3. Mengambil harta orang lain yang diamanatkan kepadanya.

4. Khinayah
Khiyanah (khianat) secara umum berarti tidak menepati janji. Dalam
Surat al-Anfal ayat 27 dikemukakan tentang larangan mengkhianati Allah
SWTdan Rasul-Nya.

‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذي َْن ٰا َمنُ ْوا اَل تَ ُخ ْونُوا هّٰللا َ َوال َّرس ُْو َل َوتَ ُخ ْونُ ْٓوا اَمٰ ٰنتِ ُك ْم َواَ ْنتُ ْم‬
َ‫تَ ْعلَ ُم ْون‬
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan
Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat
amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui”.
5. Al- Maksu
Al-maksu adalah perbuatan memungut cukai yakni mengambil apa yang
bukan haknya dan memberikan kepada yang bukan haknya pula.
Perbuatan ini diidentikan kepada pungutan liar yang biasanya terjadi
ketika seseorang akan mengurus sesuatu yang kemudian dibebankan
sejumlah bayaran oleh pelaku pemungut cukai dengan tanpa kerelaan dari
orang yang dipungutnya tersebut. Seperti yang telah disebutkan
sebelumnya, bahwa apabila pungutan tersebut tidak dipenuhi oleh

4
korbannya, maka urusan orang tersebut akan dipersulit oleh pelaku
pemungut cukai. Inilah yang kemudian disebut dengan al- maksu.

9.1.3 Hukum Korupsi


Teramat sulit membebaskan bumi pertiwi tercinta ini dari budaya korupsi.
Entah sudah berbagai badan dan lembaga dibentuk sejak zaman orde lama,
orde baru, masa reformasi, dan pascareformasi sebagai sebuah ikhtiar
memberantas dan membasmi korupsi, namun hasilnya belum memadai.
Berbagai peraturan perundang-undangan pun telah disahkan sebagai sarana
menjerat para pelaku korupsi. Semua orang paham dan mengerti bahwa
Indonesia memang bukan Negara Islam, walau data agama pada KTP
mayoritas warganya berstatus muslim. Sehingga tampaknya bagaikan pepesan
kosong bicara hukum pidana Islam di negeri ini, namun sebagai sebuah
bentuk tanggung jawab, atau setidaknya sebagai sebuah ungkapan
keprihatinan, wacana pemberantasan korupsi ala hukum pidana Islam perlu
dihadirkan. Konsep hukuman takzir yang ditawarkan oleh hukum pidana
Islam tidak selamanya harus berupa hukuman ringan melainkan bisa saja
sanksi takzir berupa hukuman yang keras dan tegas seperti hukuman mati.
Hukum pidana Islam dapat dijadikan sebuah pisau analisis bahkan sebagai
sebuah sumbangsih pemikran dalam hal penanggulangan tindak pidana
korupsi di bumi pertiwi. Kalaupun hukuman mati tidak bisa diberlakukan saat
ini, setidaknya asalkan anak adam di muka bumi ini masih ingat mati dan
berbagai bentuk sanksi ukhrawi, maka masih ada secercah harapan indah bagi
masa depan bangsa besar dan bangsa bermartabat.

9.2 Motif-Motif Korupsi


Motif yang menyebabkan korupsi meliputi dua motif yaitu motif internal dan
eksternal. Motif internal berawal dari dalam diri pelaku dan Motif eksternal adalah
penyebab dari luar.

5
9.2.1 Motif Internal
1. Sifat Tamak/ rakus
Tidak puas dengan apa yang telah dicapai,selalu mersa kurang
sehingga menyebabkan tindakan korupsi.
2. Moral yang kurang kuat
Seseorang yang moralnya tidak kuat mudah tergoda untuk melakukan
korupsi.
3. Gaya hidup konsumtif
Perilaku konsumtif yang tidak dibarengi dengan pendapatan yang
cukup.

9.2.2 Motif Eksternal


1) Faktor Ekonomi
Sebagai contoh gaji pegawai yang masih kurang untuk mencukupi
kebutuhan ekonomi.
2) Faktor Politik
Instabilitas Politik
3) Faktor Organisasi
Kurang adanya sikap keteladanan antara pemimpin kepada bawahan.
4) Factor Hukum
Lemahnya hukum dan buruknya perundang-undangan.
9.3 Bahaya Korupsi bagi Kehidupan
a) Dampak Korupsi di bidang Ekonomi
Korupsi berdampak buruk pada perekonomian sebuah negara. Salah
satunya pertumbuhan ekonomi yang lambat akibat dari multiplier effect
rendahnya tingkat investasi. Hal ini terjadi akibat investor enggan masuk ke
negara dengan tingkat korupsi yang tinggi. korupsi juga menambah beban
dalan transaksi ekonomi dan menciptakan sistem kelembagaan yang buruk.

b) Dampak Korupsi dibidang Kesehatan

Korupsi juga menambah beban dalan transaksi ekonomi dan


menciptakan sistem kelembagaan yang buruk. Adanya suap dan pungli dalam

6
sebuah perekonomian menyebabkan biaya transaksi ekonomi menjadi
semakin tinggi. Hal ini menyebabkan inefisiensi dalam
perekonomian.Melambatnya perekonomian membuat kesenjangan sosial
semakin lebar. Orang kaya dengan kekuasaan, mampu melakukan suap, akan
semakin kaya. Sementara orang miskin akan semakin terpuruk dalam
kemelaratan. 

c) Dampak Korupsi terhadap Pembangunan

Salah satu sektor yang paling banyak dikorupsi adalah pembangunan dan
infrastruktur. Salah satu modus korupsi di sektor ini, menurut Studi World
Bank, adalah mark up yang sangat tinggi mencapai 40 persen. KPK mencatat,
dalam sebuah kasus korupsi infrastruktur, dari nilai kontrak 100 persen,
ternyata nilai riil infrastruktur hanya tinggal 50 persen, karena sisanya dibagi-
bagi dalam proyek bancakan para koruptor.Dampak dari korupsi ini tentu saja
kualitas bangunan yang buruk sehingga dapat mengancam keselamatan
publik. Proyek infrastruktur yang sarat korupsi juga tidak akan bertahan lama,
cepat rusak, sehingga harus dibuka proyek baru yang sama untuk dikorupsi
lagi. 

d) Dampak korupsi terhadap budaya

Korupsi juga berdampak buruk terhadap budaya dan norma masyarakat.


Ketika korupsi telah menjadi kebiasaan, maka masyarakat akan
menganggapnya sebagai hal lumrah dan bukan sesuatu yang berbahaya. Hal
ini akan membuat korupsi mengakar di tengah masyarakat sehingga menjadi
norma dan budaya. 

9.4 Memegang teguh Amanah

7
8

Anda mungkin juga menyukai