DALAM ISLAM
Digunakan untuk memenuhi tugas dosen mata kuliah Pendidikan Agama Islam
Dosen :
DISUSUN OLEH:
i
DAFTAR ISI
Contents
KATA PENGANTAR....................................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................................ii
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Pada Era kontemporer ini merumuskan penafsiran tentang korupsi dalam ayat-ayat al-
Qur’an menjadi sebuah keniscayaan untuk membenahi hal mendalam yang dikandung
dalam al-Qur’an terhadap bahaya, larangan dan pesan moral dari tindak korupsi
tersebut. Didalam al-Qur’an ayat-ayat yang termasuk dalam term-term dan
pembahasan korupsi diantara nya adalah; Ghulul3 (Qs. Ali Imran ayat 161), Dawl4
(Qs. Al-Baqarah ayat 188), Al-Suht5 (Qs. Al-Ma'idah ayat 42, 62 dan 63), Hirabah 6
(Qs. Al-Ma'idah ayat 33), Saraqah7 (Qs. Al-Ma'idah ayat 38) dan lain sebagainya. 8
Kasus korupsi pada setiap negara khususnya di Indonesia selalu meningkat
keadaannya dalam setiap tahun. Begitupun jika melihat total kerugian keuangan
negara maka tidak menunjukan angka penurunan, melainkan kenaikan yang sangat
pesat.
1
Pada tahun 2015 tindakan korupsi banyak sekali terjadi pada kalangan pejabat dari
bermacam kelas, mulai dari jajaran desa, lurah, camat, pegawai Pemda, pejabat,
disusul direktur, anggota DPR/DPRD, kepala dinas dan komisaris pegawai swasta.15
Menurut paparan dan analisa dari berbagai sumber tentang data dan bagaimana
korupsi sangatlah riskan. Karena melihat pertumbuhan korupsi sama halnya dengan
pertumbuhan populasi manusia yang setiap harinya meningkat, begitupun korupsi
semakin meningkat berdasarkan data setiap tahunnya. Bahkan apabila dilihat dari
media massa atau televisi dan sebagainya hampir setiap hari menayangkan tentang
kasus tindak pidana korupsi. Ini menjadi hal yang perlu dibahas, didiskusikan untuk
menumbuhkan wawasan bahaya korupsi serta di lakukan pencegahannya demi
kemaslahatan bersama. Mufassir yang diambil oleh penulis adalah Muhammad Ali
bin Jamil Al-Ṣabūnī, Ali Al-Ṣabūnī terlahir dari keluarga cendekiawan muslim,
ayahnya Syeh Jamil yang merupakan gurunya sendiri sekaligus Ulama terkemuka di
daerahnya.16 Ali Al-Ṣabūnī menyelesaikan pendidikan sekolahnya di Suriah,
kemudian melanjutkan pendidikannya ke Universitas Al-Azhar Mesir hingga sampai
Magister dan beliau mendapatkan gelar Magister dalam bidang hukum syar’i.
Menurut Rektor Universitas Al-Malik Abdul Aziz, Abdullah Umar Nasif bahwa Ali
Al-Ṣabūnī adalah salah satu ulama yang menyibukkan dirinya dalam bidang Tafsīr-
Tafsīr al-Quran dan sekaligus kritikus para mufassir. Ali Al-Ṣabūnī merupakan
mufassir yang merupakan seorang akademisi, kehidupannya tidak luput dari
mengajar, memberikan kuliah umum di Masjid al-Haram, dan menulis. Sehingga
karya Al-Ṣabūnī sangatlah banyak. Penulis mengambil mufassir ini karena
berdasarkan kondisi zaman mufassir ketika itu dan ketertarikan penafsiran beliau
yang rinci, ringkas, lugas dan jelas. Menurut Muhammad al-Ghazali ketua jurusan
Dakwah dan Ushuluddin Fakultas Syariah di Mekkah bahwa Al-Ṣabūnī dalam
menafsirkan alQur’an mencantumkan pendapat para ulama dan meringkasnya dalam
segi sosial dan bahasa serta menghasilkan hukum yang bermanfaat.17 Menurut Syeh
Abdullah al-Hayyat, khatib Masjid al-Haram dan penasehat kementerian Pengajaran
Arab Saudi, Al-Ṣabūnī adalah adalah seorang ulama yang memiliki ilmu yang
beragam dan salah satu yang mencolok dari aktivitas nya yaitu di bidang ilmu dan
2
pengetahuan. Beliau hidupnya digunakan dengan kesibukannya dalam mengajar dan
memberikan kuliah umum yang bertempat di Masjidil Haram, selain itu beliau sangat
produktif dalam menulis sehingga terdapat karya-karya dari tulisan beliau berupa
kitab-kitab.18 Ali Al-Ṣabūnī mempunyai karya sebanyak 14 buku (kitab)19, diantara
karya beliau yang fenomenal adalah Ṣafwat Al-Tafāsīr yang merupakan kitab Tafsīr
karya beliau yang terperinci, ringkas, terstruktur, hingga menjadi jelas dan lugas.20
Beliau juga pernah menjadi ketua Fakultas Syariah di Universitas Umm Al-Qura, dan
juga dipercaya untuk mengepalai Pusat Kajian Akademik dan Pelestarian Warisan
Islam. Beliau pernah mendapat penghargaan karena kiprahnya dalam dunia
pendidikan Islam di tahun 2007, panitia penyelenggara Dubai International Qur’an
Award menetapkan Al-Ṣabūnī sebagai personality of the Muslim Word yang
diseleksi oleh Pangeran Muhammad Ibn Rashid al-Maktum sebagai Wakil Kepala
Pemerintahan Dubai.21 Pada permasalah korupsi peneliti menemukan persoalan yang
kontradiktif sehingga melahirkan pembahasan korupsi dalam perspektif al-Qur’an
dengan menggunakan Tafsīr Ṣafwat Al-Tafāsīr. Pada satu sisi korupsi merupakan
extraordinary crime yang merupakan isu dan permasalahannya tidak pernah usai dan
selalu menjadi masalah internasional di setiap negara. Akan tetapi di sisi lain peneliti
mencoba mengungkapkan bahwasanya korupsi merupakan suatu hal yang tidak di
sebutkan namanya atau teks nya dalam alQur’an, namun terdapat padanannya atau
terminologi (istilah) lain yang menjurus kepada korupsi di dalam al-Qur’an. Baik ayat
yang membicarakan teks korupsi atau ayat yang tidak membicarakan teks korupsi,
namun konteksnya membicarakan korupsi, maka peneliti mencoba meneliti korupsi
dalam perspektif al-Qur’an. Dengan demikian terdapat pandangan Muhammad Ali
Al-Ṣabūnī dalam Tafsīrnya Ṣafwat Al-Tafāsīr tentang pembahasan korupsi dalam al-
Qur’an, yang mana hal ini dapat menjadi kontribusi bagi pemecahan masalah korupsi
berdasarkan fakta dan realita tentang korupsi. Manfaat teoritis dari penelitian ini
adalah dapat memberikan sumbangsih pemikiran dalam Tafsīr, serta memperkaya
penafsiran terhadap ayat-ayat korupsi, dan mencari kebaruan penafsiran tentang
korupsi. Secara praktis hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran
terhadap pemecahan masalah yang berkaitan dalam penafsiran korupsi pada
3
konteksnya, sehingga penelitian ini dapat menjadi acuan bagi pedoman pemahaman
terhadap korupsi. Demikian paparan berdasarkan latar belakang masalah diatas.
1. Bagaimanakah Penafsiran Ali Al-Ṣabūnī terhadap Korupsi dalam Tafsīr Ṣafwat Al-
Tafāsīr
4
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam bahasa Arab, istilah korupsi sering diartikan dengan kata rishwah
yang juga dipakai dalam bahasa Melayu rasuah, dan al-ikhtila yang berarti
kerusakan, sogokan yakni memberikan harta agar orang yang diberi uang
dapat
melakukan sesuatu sesuai dengan permintaan orang yang memberikan
meskipun tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Dalam sejarah Islam pun, tidak terlepas dari permasalahan korupsi. Hal
ini
terlihat pada era kekhalifahan Khulafa al-Rashidin, tepatnya pada era khalifah
Umar bin Khatab yang mana beliau memerintahkan pada sebagian sahabat
untuk mengawasi harta kekayaan para pejabat pemerintahan. Di Indonesia
pun, begitu banyak deretan nama para pejabat yang terlibat tindak korupsi,
meskipun pada awalnya mereka selalu berkoar-koar dengan jargonnya yang
menjanjikan berbagai macam janji-janji manis pada rakyat, akan tetapi pada
akhirnya mereka jugalah yang mematikan kepercayaan rakyat kepada para
pejabat. Para pejabatpolitik dengan semangat dan lantang mengemukakan
“katakan tidak pada korupsi”, mereka seakan-akan berlomba untuk
membersihkan pemerintahan dan bangsa Indonesia dari tindak korupsi, namun
merekapun juga berlomba-lomba melakukan tindak korupsi.
1
Allah SWT berfirman dalam QS. An-Nisa ayat 29:
ِ َٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذي َْن ٰا َمنُ ْوا اَل تَْأ ُكلُ ْٓوا اَ ْم َوالَ ُك ْم بَ ْينَ ُك ْم بِ ْالب
َ اط ِل آِاَّل اَ ْن تَ ُك ْو َن تِ َج
ًارة
ان بِ ُك ْم َر ِح ْي ًما َ اض ِّم ْن ُك ْم ۗ َواَل تَ ْقتُلُ ْٓوا اَ ْنفُ َس ُك ْم ۗ اِ َّن هّٰللا َ َك
ٍ َع ْن تَ َر
yang artinya: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.
ت بِ َما َغ َّل يَ ْو َم ْالقِ ٰي َم ِة ۚ ثُ َّم ِ ان لِنَبِ ٍّي اَ ْن يَّ ُغ َّل ۗ َو َم ْن يَّ ْغلُلْ يَْأ
َ َو َما َك
ْ ت َوهُ ْم اَل ي ٰ
ُظلَ ُم ْو َن ْ َس َّما َك َسب ٍ تُ َوفّى ُكلُّ نَ ْف
2
bahwa “ghulul” adalah penggelapan yang berkaitan dengan kas negara
atau baitul mal (Abu Fida‘ Abdur Rafi‘,2004:2) Perbuatan yang termasuk
kepada kategori al-ghulul ialah:
َواَل تَْأ ُكلُ ْٓوا اَ ْم َوالَ ُك ْم بَ ْينَ ُك ْم بِا ْلبَا ِط ِل َوتُ ْدلُ ْوا بِ َهٓا اِلَى ا ْل ُح َّك ِام لِتَْأ ُكلُ ْوا فَ ِر ْيقًا ِّمنْ اَ ْم َوا ِل
“Dan janganlah kamu makan harta diantara kamu dengan jalan yang
bathil, dan (janganlah) kamu menyuap dengan harta itu kepada para
hakim, dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagia harta orang
lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui.”
Dalam Terjemah Tafsir Ath-Thabrani, Abu Ja‟far berkata, bahwa
Allah SWT telah menganggap orang yang makan harta saudaranya
sendiri dengan cara yang bathil seperti ia memakan hartanya sendiri
dengan cara yang bathil.
3. Sariqah
Korupsi merupakan salah satu bentuk pencurian yang sistematis
dengan memanfaatkan kekuasaan dan jabatan untuk memperkaya diri
sendiri dengan cara yang tak benar. Pencurian dilarang dan pelakunya
diancam hukuman di dunia berupa potong tangan. Adapun ayat yang
melarangnya adalah Q.S Al-Maidah (5) ayat 38:
هّٰللا
ِ َّارقَةُ فَا ْقطَع ُْٓوا اَ ْي ِديَهُ َما َج َز ۤا ۢ ًء بِ َما َك َسبَا نَ َكااًل ِّم َن
ِ ُ َّار
ق َوالس ِ َوالس
هّٰللا
ۗ َو ُ َع ِز ْي ٌز َح ِك ْي ٌم
“Adapun orang laki-laki maupun perempuan yang mencuri, potonglah
keduanya (sebagai) balasan atas perbuatan yang mereka lakukan dan
3
sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana”.
(QS. Al-Ma’idah, 5: 38)
Kata Sariqah merupakan bentuk fa’il dari kata saraqa yang secara
etimologi bermakna mengambil barang milik orang lain dengan cara
sembunyi-sembunyi dan tipu daya. Sedangkan secara terminologi,
Sariqah adalah mengambil sejumlah harta senilai sepuluh dirham yang
masih berlaku, disimpan di tempat penyimpanannya atau dijaga dan
dilakukan oleh seorang mukallaf secara sembunyi-sembunyi serta tidak
terdapat unsur syubhat sehingga bila barang tersebut kurang dari sepuluh
dirham yang masih berlaku maka tidak dikategorikan sebagai pencurian.
Kata Sariqah, menurut beberapa pendapat yang lain, mengandung
tiga pengertian yang bervariasi, antara lain:
1. Mengambil harta orang lain yang cukup terpelihara dengan cara
sembunyisembunyi.
2. Mengambil harta orang lain dengan jalan menganiaya.
3. Mengambil harta orang lain yang diamanatkan kepadanya.
4. Khinayah
Khiyanah (khianat) secara umum berarti tidak menepati janji. Dalam
Surat al-Anfal ayat 27 dikemukakan tentang larangan mengkhianati Allah
SWTdan Rasul-Nya.
ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذي َْن ٰا َمنُ ْوا اَل تَ ُخ ْونُوا هّٰللا َ َوال َّرس ُْو َل َوتَ ُخ ْونُ ْٓوا اَمٰ ٰنتِ ُك ْم َواَ ْنتُ ْم
َتَ ْعلَ ُم ْون
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan
Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat
amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui”.
5. Al- Maksu
Al-maksu adalah perbuatan memungut cukai yakni mengambil apa yang
bukan haknya dan memberikan kepada yang bukan haknya pula.
Perbuatan ini diidentikan kepada pungutan liar yang biasanya terjadi
ketika seseorang akan mengurus sesuatu yang kemudian dibebankan
sejumlah bayaran oleh pelaku pemungut cukai dengan tanpa kerelaan dari
orang yang dipungutnya tersebut. Seperti yang telah disebutkan
sebelumnya, bahwa apabila pungutan tersebut tidak dipenuhi oleh
4
korbannya, maka urusan orang tersebut akan dipersulit oleh pelaku
pemungut cukai. Inilah yang kemudian disebut dengan al- maksu.
5
9.2.1 Motif Internal
1. Sifat Tamak/ rakus
Tidak puas dengan apa yang telah dicapai,selalu mersa kurang
sehingga menyebabkan tindakan korupsi.
2. Moral yang kurang kuat
Seseorang yang moralnya tidak kuat mudah tergoda untuk melakukan
korupsi.
3. Gaya hidup konsumtif
Perilaku konsumtif yang tidak dibarengi dengan pendapatan yang
cukup.
6
sebuah perekonomian menyebabkan biaya transaksi ekonomi menjadi
semakin tinggi. Hal ini menyebabkan inefisiensi dalam
perekonomian.Melambatnya perekonomian membuat kesenjangan sosial
semakin lebar. Orang kaya dengan kekuasaan, mampu melakukan suap, akan
semakin kaya. Sementara orang miskin akan semakin terpuruk dalam
kemelaratan.
Salah satu sektor yang paling banyak dikorupsi adalah pembangunan dan
infrastruktur. Salah satu modus korupsi di sektor ini, menurut Studi World
Bank, adalah mark up yang sangat tinggi mencapai 40 persen. KPK mencatat,
dalam sebuah kasus korupsi infrastruktur, dari nilai kontrak 100 persen,
ternyata nilai riil infrastruktur hanya tinggal 50 persen, karena sisanya dibagi-
bagi dalam proyek bancakan para koruptor.Dampak dari korupsi ini tentu saja
kualitas bangunan yang buruk sehingga dapat mengancam keselamatan
publik. Proyek infrastruktur yang sarat korupsi juga tidak akan bertahan lama,
cepat rusak, sehingga harus dibuka proyek baru yang sama untuk dikorupsi
lagi.
7
8