Abstraksi
Perkembangan dan pertumbuhan bisnis etnis Cina lepas dari tarik-menarik kebijakan pada
masa orde baru, salah satunya adalah penerapan kebijakan nondiskriminatif dengan cara
mengeluarkan UU PMDN. Pemerintah orde baru memiliki keinginan untuk memobilisasi
dan memanfaatkan modal etnis Cina WNA dengan memasukkannya dalam kategori
”modal asing dalam negeri” dan menyatakannya sebagai kekayaan nasional Melalui UU
PMDN yang dikeluarkan oleh pemerintah orde baru pada tahun 1968, pengusaha etnis
Cina (baik WNA maupun WNI) diberikan insentif oleh pemerintah. Dengan adanya UU
PMDN ini, pemerintah orde baru memang memberikan kesempatan dan memiliki harapan
atas partisipasi etnis Cina dalam menunjang program pembangunan ekonomi. Pengusaha
etnis Cina memang sengaja ditempatkan dalam posisi yang rawan yakni mereka dijadikan
“sapi perah” dalam arti dibiarkan tumbuh besar dan kemudian dalam setiap kesempatan
mereka dipergunakan sebagai salah satu sumber finansial yang sangat potensial untuk
menghindari kesulitan birokrasi dan untuk pengamanan, Banyak pengusaha etnis Cina
berkolaborasi dengan elit Indonesia, terutama dengan pihak militer. Dari hal tersebut
maka pada periode awal orde baru hingga pertengahan tahun 70-an merupakan masa serba
menguntungkan bagi perusahaan-perusahaan sektor modern Cina di Indonesia, termasuk
di Surakarta
A. PENDAHULUAN
Masa penjajahan selama berabad-abad penggunaan istilah antara lain, pribumi-
tidak mewariskan kepada suatu struktur nonpribumi, pengusaha kuat-pengusaha
perekonomian yang didominasi oleh lemah, pengusaha besar-pengusaha kecil,
perusahaan-perusahaan asing dan para yang pada dasarnya memang
pedagang Cina. Tidak lain dan tidak membedakan antara etnis Cina dan
bukan karena selama penjajahan pribumi. Dengan kata lain, pengusaha
Belanda, bangsa Indonesia dididik untuk etnis Cina memang sengaja ditempatkan
menjadi buruh dan pegawai negeri saja, dalam posisi yang rawan. Di satu sisi,
sedangkan yang diberi kesempatan dan mereka dijadikan “sapi perah” dalam arti
dipupuk sebagai pedagang dan dibiarkan tumbuh besar dan kemudian
pengusaha ialah golongan Cina. dalam setiap kesempatan mereka
Perkembangan dan pertumbuhan dipergunakan sebagai salah satu sumber
bisnis etnis Cina juga tidak lepas dari finansial yang sangat potensial.
tarik-menarik kebijakan pada masa orde Etnis Cina memang sudah
baru, salah satunya adalah penerapan menjadi sasaran dalam setiap kerusuhan
kebijakan nondiskriminatif. Salah satu dan secara ekonomi juga menjadi
bentuk kebijakan ini adalah penggunaan- kambing hitam dari kegagalan
57
Jurnal Seuneubok Lada, Vol.4,No.1, Januari – Juni 2017
58
Jurnal Seuneubok Lada, Vol.4,No.1, Januari – Juni 2017
59
Jurnal Seuneubok Lada, Vol.4,No.1, Januari – Juni 2017
60
Jurnal Seuneubok Lada, Vol.4,No.1, Januari – Juni 2017
itu berarti bahwa pemerintah harus penting adalah modal investasi milik
menumbuhkan dan melindungi borjuasi Cina WNA akan diberikan legalisasi
nasional. apabila diinvestasikan di sektor produksi
Dengan adanya persepsi seperti di luar sektor perdagangan. Seperti apa
ini, dapat dimengerti bahwa pemerintah yang dicantumkan dalam pasal 9 UU
orde baru merasa perlu untuk berpaling PMDN yang menyatakan bahwa modal
kepada sumber-sumber asing untuk investasi yang dipergunakan untuk
memperoleh sarana yang diperlukan rehabilitasi, renovasi, ekspansi dan
guna menanggulangi masalah investasi baru di bidang pertanian,
kemandegan ekonomi, inflasi, dan perkebunan, kehutanan, perikanan,
kekacauan infrastruktur. Strateginya peternakan, pertambangan, industri,
adalah dengan merundingkan kembali transportasi, perumahan umum, turisme,
hutang luar negeri dengan para kreditor infrastruktur dan sektor produktif lainnya
melalui IGGI (Intern Goverment Group sejalan dengan program pemerintah tidak
on Indonesia, sebuah organisasi yang akan dipertanyakan asal-usulnya oleh
dibentuk oleh negara-negara kreditor instansi pajak dan tidak akan dikenai
untuk menjadwalkan kembali hutang pajak selama dua tahun.
Indonesia dengan pemerintahan orde Pemerintah juga menganjurkan
baru). Strategi lainnya adalah dengan Cina WNA untuk melakukan kerjasama
menanggulangi inflasi melalui suatu usaha dengan perusahaan swasta
program impor komoditi secara besar- nasional ataupun pemerintah. Hal ini
besaran, yang dibiayai dengan pinjaman- diklarifikasikan dalam pasal 3 UU
pinjaman hasil renegoisasi itu. PMDN 1968 yang berisi penjelasan
Pendekatan ketiga adalah dengan perbedaan antara ”perusahaan nasional”
suntikan modal melalui Undang-Undang dan ”perusahaan asing”. Dalam pasal 3
Penanaman Modal Baru, yang dikatakan bahwa ”perusahaan domestik
dimaksudkan untuk mendorong investasi nasional” adalah perusahaan yang paling
dengan fokus utama investasi modal sedikit 51% dari modal domestiknya
asing. dimiliki negara dan atau swasta nasional,
Pemerintah orde baru memiliki dan persentase kepemilikan modal itu
keinginan untuk memobilisasi dan harus ditingkatkan menjadi 75% pada
memanfaatkan modal etnis Cina WNA bulan Januari 1974. Semua perusahaan
dengan memasukkannya dalam kategori yang tidak memenuhi persyaratan
”modal asing dalam negeri” dan tersebut dikategorikan sebagai
menyatakannya sebagai kekayaan perusahaan asing domestik. Untuk jenis
nasional. Seperti apa yang termaktub di perusahaan asing domestik ini, diberikan
dalam instruksi Soeharto. batasan waktu beroperasi. Perusahaan
Instruksi ini kemudian di yang bergerak di sektor perdagangan
klarifikasikan di dalam UU Penanaman diberi waktu sampai tahun 1977, di
Modal Dalam Negeri (UU PMDN) tahun sektor industri dibatasi sampai tahun
1968 yang menyatakan bahwa ”modal 1997 dan untuk sektor lain dibatasi
asing dalam negeri” memiliki status yang antara sepuluh sampai tiga puluh tahun.
sama dengan modal nasional (milik Untuk mengundang investor
WNI) dan modal negara, dan disebut asing membuka usaha di Indonesia,
”modal dalam negeri”. Oleh karena itu, pemerintah telah siap menawarkan
etnis Cina WNA dapat menanamkan beberapa insentif kepada mereka, seperti
modalnya dan mendapat perlakuan yang keistimewaan pajak, demi memberi
sama dengan modal WNI dan negara. mereka keuntungan yang lebih baik
Modal itu akan diberi keringanan dan dibandingkan dengan yang ditawarkan
pembebasan pajak. Dan yang sangat oleh negara-negara lain.
61
Jurnal Seuneubok Lada, Vol.4,No.1, Januari – Juni 2017
Dari sudut pandang penanam pribumi selama akhir 1960-an dan awal
modal asing, UU PMA dan UU PMDN 1970-an. Sebagian besar yang berhenti
itu mungkin mengandung banyak berusaha adalah pengusaha pribumi. Dan
pembatasan. Kegiatan komersial harus untuk sebagian besar, hal itu tampaknya
dialihkan kepada perusahaan-perusahaan merupakan akhir karir mereka dalam
yang mayoritas pemiliknya berada di bisnis. Ketika pemerintah mendorong
tangan orang Indonesia menjelang tahun jenis investasi patungan (joint-venture)
1977 dan untuk kegiatan manufaktur antara modal asing dan dalam negeri,
menjelang akhir tahun 1977 ada tekanan kebanyakan mereka tidak dapat ikut serta
untuk membentuk usaha patungan, karena : pertama, mereka tidak punya
pembatasan-pembatasan di sektor jaminan/kolateral yang diperlukan.
tertentu dan kendala-kendala khusus Kedua, investor asing lebih suka
untuk proyek-proyek di sektor bekerjasama dengan Cina dalam
perbankan, pertambangan mineral dan menjalankan usaha di Indonesia. Bahkan
kehutanan. Akan tetapi dari sudut kalaupun mereka hanya ingin menjadi
pandang Indonesia UU PMA dan UU agen atau perwakilan suatu perusahaan
PMDN itu terlalu bermurah hati terhadap internasional, mereka menghadapi
orang-orang asing. masalah yang sama. Sebagai pengusaha,
Program PMDN yang antara lain Cina selalu dipandang lebih dapat
mensyaratkan dana kolateral sebesar dipercaya daripada orang Indonesia
25% dari keseluruhan investasi yang sendiri.
diterima dalam program tersebut Terungkap bahwa 58,75% dari
menyebabkan kebanyakan pengusaha 2061 perusahaan yang beroperasi
pribumi tidak dapat memenuhi berdasarkan UU PMDN merupakan
persyaratan tersebut. Dan tanpa milik negara, 26,95% milik pengusaha
dukungan program PMDN yang etnis Cina, 11,20% milik pribumi dan
menguntungkan, para pengusaha pribumi sisanya yang 3,10% dimiliki oleh orang-
yang menjalankan industri usaha skala orang dari golongan lain (India, Arab).
menengah, seperti tekstil, harus Dominasi ekonomi Cina juga dirasakan
menghadapi persaingan dari produk di tingkat regional seperti di Surakarta
impor. Membanjirnya tekstil impor yang ini.
bermutu lebih baik merupakan akibat
yang disengaja oleh kebijaksanaan B. CARA-CARA ADAPTASI CINA
pemerintah untuk menstabilkan harga Melalui UU PMDN yang
dalam negara. Gejala yang sama juga dikeluarkan oleh pemerintah orde baru
dapat ditemukan di dalam industri skala pada tahun 1968, pengusaha etnis Cina
kecil lainnya seperti minuman ringan, (baik WNA maupun WNI) diberikan
kulit, karet, perabot rumah tangga dan insentif oleh pemerintah. adanya UU
sebagainya. Dengan demikian, para PMDN ini, pemerintah orde baru
industrialis pribumi terutama yang memang memberikan kesempatan dan
berukuran menengah dan kecil, terpukul memiliki harapan atas partisipasi etnis
oleh kebijaksanaan pemerintah secara Cina dalam menunjang program
keras oleh dua arah. Sementara sumber pembangunan ekonomi. Bagi etnis Cina
kredit mereka dipersempit, mereka juga sendiri, insentif dalam UU PMDN itu
harus menghadapi akibat buruk memberikan landasan bagi kegiatan
liberalisasi perdagangan dan mereka di sektor usaha. Walaupun dalam
berlanjutnya kenaikan biaya produksi. prakteknya mereka harus berhadapan
Kesemuanya itu menjadikan dengan birokrasi dan masalah bagaimana
penutupan usaha sebagai suatu gejala mengamankan usaha mereka.
biasa di kalangan masyarakat pengusaha
62
Jurnal Seuneubok Lada, Vol.4,No.1, Januari – Juni 2017
63
Jurnal Seuneubok Lada, Vol.4,No.1, Januari – Juni 2017
64
Jurnal Seuneubok Lada, Vol.4,No.1, Januari – Juni 2017
65
Jurnal Seuneubok Lada, Vol.4,No.1, Januari – Juni 2017
66
Jurnal Seuneubok Lada, Vol.4,No.1, Januari – Juni 2017
DAFTAR PUSTAKA
68