Anda di halaman 1dari 18

Fakultas Teknologi Informasi

MODUL
PEMBELAJARAN

ETIKA PROFESI
DI BIDANG IT
(INT501)

Dosen Pengampu :
Aulia Rizky Muhammad Hendrik Noor Asegaff, S.Kom., M.Kom
NIDN. 1117039001

ABSTRAK KOMPETENSI
Moral lebih kepada rasa dan karsa mahasiswa memahami etika dasar
manusia dalam melakukan segala yang berlaku dalam sebuah
hal di kehidupannya. Jadi Moral kelompok/ organisasi
lebih kepada dorongan untuk
mentaati etika.

Modul 1
Fakultas Teknologi Informasi

ETIKA DASAR
Pengertian Etika
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia etika adalah :
 Ilmu tentang apa yang baik dan yang buruk, tentang hak dan kewajiban moral.
 Kumpulan asas / nilai yang berkenaan dengan akhlak
 Nilai mengenai yang benar dan salah yang dianut masyarakat

Dari asal usul kata, Etika berasal dari bahasa Yunani “ethos” yang berarti adapt
istiadat / kebiasaan yang baik. Perkembangan etika studi tentang kebiasaan manusia
berdasarkan kesepakatan, menurut ruang dan waktu yang berbeda, yang menggambarkan
perangai manusia dalam kehidupan pada umumnya.

Moral
 Sony Keraf ( 1991 ) : moralitas adalah system tentang bagaimana kita harus hidup
dengan baik sebagai manusia.
 Frans Magnis Suseno ( 1987 ) : etika adalah sebuah ilmu dan bukan sebuah ajaran.
 Moralitas menekankan, “ inilah cara anda melakukan sesuatu”
 Etika lebih kepada, “mengapa untuk melakukan sesuatu itu harus menggunakan
cara tersebut ?

Etika & Moral


Secara etimologi etika dapat disamakan dengan Moral. Moral berasal dari bahasa
latin “mos” yang berarti adapt kebiasaan. Moral lebih kepada rasa dan karsa manusia
dalam melakukan segala hal di kehidupannya. Jadi Moral lebih kepada dorongan untuk
mentaati etika.

Pengertian etika profesi


Etik (atau etika) berasal dari kata ethos (bahasa Yunani) yang berarti karakter,
watak kesusilaan atau adat. Sebagai suatu subyek, etika akan berkaitan dengan konsep
yang dimilki oleh individu ataupun kelompok untuk menilai apakah tindakan-tindakan
yang telah dikerjakannya itu salah atau benar, buruk atau baik.Etika merupakan sebuah
cabang filsafat yang berbicara mengenai nilai dan norma moral yang menentukan perilaku

Modul 1
Fakultas Teknologi Informasi

manusia dalam hidupnya. Profesi adalah pekerjaan yang dilakukan sebagai kegiatan
pokok untuk menghasilkan nafkah hidup dan yang mengandalkan suatu keahlian.
Berdasarkan pengertian tersebut dapat dijelaskan bahwa etika profesi adalah
keterampilan seseorang dalam suatu pekerjaan utama yang diperoleh dari jalur
pendidikan atau pengalaman dan dilaksanakan secara kontinu yang merupakan sumber
utama untuk mencari nafkah. Etika profesi adalah sikap hidup berupa keadilan untuk
memberikan pelayanan professional terhadap masyarakat dengan ketertiban penuh dan
keahlian sebagai pelayanan dalam rangka melaksanakan tugas berupa kewajiban terhadap
masyarakat. (Suhrawardi Lubis, 1994: 6-7)

Profesionalisme adalah suatu kemampuan yang dianggap berbeda dalam


menjalankan suatu pekerjaan. Profesionalisme dapat diartikan juga dengan suatu keahlian
dalam penanganan suatu masalah atau pekerjaan dengan hasil yang maksimal
dikarenakan telah menguasai bidang yang dijalankan tersebut.

Beberapa pengertian tentang etika profesi :


1. Merupakan hasil pengaturan diri profesi yang bersangkutan dan ini perwujudan
moral yang hakiki, yang tidak dapat dipaksakan dari luar.
2. Dapat berlaku efektif apabila dijiwai oleh cita-cita dan nilai-nilai yang hidup
dalam lingkungan profesi itu sendiri.
3. Merupakan rumusan norma moral manusia yang mengemban profesi itu.
4. Tolak ukur perbuatan anggota kelompok profesi. Merupakan upaya pencegahan
berbuat yang tidak etis bagi anggotanya

Pengertian Profesi
Sebelum membahas ini lebih dalam kita harus tau dulu apa itu profesi. Profesi
adalah pekerjaan yang dilakukan sebagai kegiatan pokok untuk menghasilkan nafkah
hidup dengan mengandalkan suatu keahlian yang dimiliki.

Modul 1
Fakultas Teknologi Informasi

Ciri-Ciri Profesi :
Δ Mengabdi pada kepentingan masyarakat, artinya setiap pelaksana profesi harus
meletakkan kepentingan pribadi di bawah kepentingan masyarakat.
Δ Adanya pengetahuan khusus, yang biasanya keahlian dan keterampilan ini
dimiliki berkat pendidikan, pelatihan dan pengalaman yang bertahun-tahun.
Adanya kaidah dan standar moral yang sangat tinggi. Hal ini biasanya setiap
pelaku profesi mendasarkan kegiatannya pada kode etik profesi.
Δ Izin khusus untuk menjalankan suatu profesi. Setiap profesi akan selalu berkaitan
dengan kepentingan masyarakat, dimana nilai-nilai kemanusiaan berupa
keselamatan, keamanan, kelangsungan hidup dan sebagainya, maka untuk
menjalankan suatu profesi harus terlebih dahulu ada izin khusus.
Δ Kaum profesional biasanya menjadi anggota dari suatu profesi.

Prinsip Etika Profesi :


 Tanggung jawab.
 Terhadap pelaksanaan pekerjaan itu dan terhadap hasilnya.
 Terhadap dampak dari profesi itu untuk kehidupan orang lain atau masyarakat
pada umumnya.
 Keadilan, Prinsip ini menuntut kita untuk memberikan kepada siapa saja apa
yang menjadi haknya.
 Otonomi, Prinsip ini menuntut agar setiap kaum profesional memiliki dan di beri
kebebasan dalam menjalankan profesinya.

Syarat Suatu Profesi :


o Melibatkan kegiatan intelektual.
o Menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus.
o Memerlukan persiapan profesional yang alam dan bukan sekedar latihan.
o Memerlukan latihan dalam jabatan yang berkesinambungan.
o Menjanjikan karir hidup dan keanggotaan yang permanen.
o Mementingkan layanan di atas keuntungan pribadi.
o Mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.
o Menentukan standarnya sendiri, dalam hal ini adalah kode etik.

Modul 1
Fakultas Teknologi Informasi

Peranan Etika dalam Profesi :


Etika milik setiap kelompok masyarakat Masyarakat Profesional Para anggota
Profesi yang tidak didasarkan pada nilai-nilai pergaulan yang telah disepakati bersama.
Contoh : mafia peradilan, klinik super mewah.

Faktor yang Mempengaruhi Pelanggaran Etika


 Kebutuhan individu
o Korupsi alasan ekonomi
 Tidak ada pedoman
o Area “abu-abu”, sehingga tak ada panduan
 Perilaku dan kebiasaan individu
o Kebiasaan yang terakumulasi tak dikoreksi
 Lingkungan tidak etis
o Pengaruh dari komunitas
 Perilaku orang yang ditiru
o Efek primordialisme yang kebablasan

Sangsi Pelanggaran Etika


 Sanksi Sosial
Skala relative kecil, dipahami sebagai kesalahan yang dapat “dimaafkan”.
 Sanksi Hukum
Skala besar, merugikan hak pihak lain. Hukum pidana menempati prioritas utama,
diikuti oleh hokum Perdata.

Etika & Teknologi


 Teknologi adalah segala sesuatu yang diciptakan manusia untuk memudahkan
pekerjaannya.
 Kehadiran teknologi membuat manusia “kehilangan” beberapa sense of human
yang alami.
(otomatisasi mesin refleks / kewaspadaan melambat)
 Cara orang berkomunikasi, by email or by surat, membawa perubahan signifikan,
dalam sapaan / tutur kata.

Modul 1
Fakultas Teknologi Informasi

 Orang berzakat dengan SMS, implikasi pada silaturahmi yang “tertunda”


 Emosi ( “touch” ) yang semakin tumpul karena jarak dan waktu semakin bias
dalam teknologi informasi.

Metode Etika
Sebagai satu disiplin ilmu, maka ilmu etika memiliki metode dan kegunaan.
Metode yang dikembangkan dalam secara garis besar berdasarkan metode yang
dikembangkan dalam filsafat. Sedangkan tujuannya secara garis besar, menjadikan
manusia menjadi baik. Demi kepentingan tulisan ini, maka pembahasan tidak akan
difokuskan pada kedua tema tersebut saja, tapi ada dua tema lain yang penulis merasa
perlu dibahas di sini, yaitu landasan dan pendekatan etika. Dengan tujuan agar
pemahaman metode dan kegunaan etika bisa dipahami secara komprehensif

A. Landasan Etika
Menurut sebagian penulis, Socrateslah filosof pertama yang meletakan dasar-
dasar ilmu etika, dan Aristoteleslah (384-322 SM) filosof pertama yang membangun
madzhab etika. Untuk kepentingan tulisan ini, ada baiknya jika mengetahui landasan
etika Aristoteles. Aristoteles melontarkan pertanyaan, apakah teori etika dibangun
berdasarkan prinsip-prinsip teoritis murni ataukah bertolak dari realita? Dia
menjawab, semuanya harus dimulai dari realitas indrawi. Jawaban ini secara otomatis
mengesampingkan etika yang berasal dari nilai-nilai teoritis murni, lebih tepat lagi
metafisika. Karenanya, dia mengkritik dengan tajam teori idenya Plato, sebuah kritik
yang diarahkan untuk menghancurkan gagasan etika yang bersumber pada metafisika
atau agama, karena kebaikan murni mustahil terwujud dalam realitas kehidupan
manusia, sementara kebaikan teoritis, sejak semula, harus bersifat praktis.
Sejak Aristoteles menjauhkan landasan metafisika dari filsafat etika, sebagian
besar filosof etika hingga era Imanuel Kant mempercayai landasan itu secara taken
for granted. Benar bahwa mereka berbeda dengan Aristoteles dalam memahami
tujuan, sarana, dan karakter ilmu etika. Tapi, mereka sepakat dalam satu hal, yakni
kebaikan manusia terbatas dan tidak absolut. Selain itu, mereka sepakat bahwa
metode yang benar (shahih) bagi kajian etika adalah penelitian induktif (dari realitas
menuju teori), dan bukan sebaliknya.

Modul 1
Fakultas Teknologi Informasi

Sebelum Aristoteles, “ilmu etika” dengan metode yang berbeda sudah ada.
Socrates tidak memisahkan antara etika dan agama (metafisika). Kehidupan etika
bagi Socrates, bertumpu pada dua sendi: hukum negara yang tertulis dan hukum Ilahi
yang tidak tertulis. Socrates sendiri tidak menumukan adanya kontradiksi apapun
antara sendi transcendental ini dengan eksistensi etika yang merupakan ilmu praktis.
Hal ini bukan hanya karena Socrates berbicara seakan-akan dibingbing oleh wahyu
atau ilham, tapi karena – khususnya pada detik-detik menjelang wafatnya - Dia
mengisyaratkan pentingnya kepercayaan atas kekekalan jiwa dalam tema etika.
Kekekalan jiwa adalah masalah metafisika atau lebih tepatnya agama. Dalam
pengetarnya terhadap terjemahan Etika karya Aristoteles, Palermy Sant Hilaire
mengatakan, “… Adanya kehidupan lain menampakkan kepada jiwa adanya keadilan
yang dapat mengurai segala kepelikan, dan menerangi jalan, sehingga banyak jiwa
yang dapat menelusurinya secara nyaman. Keyakinan Sokrates terhadap adanya
keadilan Ilahi dan keimanan kepada Hari Akhir adalah hukum etikanya.
Tak dapat dipungkiri, kekekalan jiwa merupakan masalah penting yang
memungkinkan diwujudkannya nilai-nilai etika. Begitu juga keyakinan akan adanya
Tuhan. Pengingkaran adanya wujud Tuhan atau sekedar penyangkalan adanya
pemeliharaan Tuhan kepada Alam, menurut Plato, akan berakibat rusaknya tatanan
sosial. Berbeda dengan landasan etika modern yang cenderung berpihak pada
pandangan Aristoteles saja, maka dalam tulisan ini akan berusaha menggabungkan
antara pandangan etika Aristoteles dan Socrates atau Plato.

B. Motode Etika
Metode yang dipergunakan dalam etika adalah metode pendekatan kritis. Etika
pada hakekatnya mengamati realitas sifat, sikap, tingkah laku, dan perbuatan
manusia secara kritis. Etika tidak memberikan ajaran ataupun ideology, melainkan
memeriksa, merefleksi, mengevaluasi, dan menganalisa kebiasaan-kebiasaan, nilai-
nilai, norma-norma, dan pandangan-pandangan moral secara kritis.
Etika menuntut agar ajaran-ajaran moral tersebut dapat dipelajari dan dihayati
oleh setiap manusia, kemudian dapat dilaksanakan dalam kehidupannya secara nyata,
dan dipertanggungjawabkan di hadapan dirinya, orang lain, alam semesta, dan Tuhan
Yang Maha Esa. Selain itu, etika dengan motode pendekatan kritisnya, berusaha

Modul 1
Fakultas Teknologi Informasi

untuk menjernihkan persoalan-persoalan moral secara benar dan porposional. Karena


itu, metodologi yang benar dalam mengupas persoalan-persoalan etika haruslah
sesuai dengan semangat nilai-nilai kebenaran; yang menyatakan bahwa adanya
peralihan dari dasar-dasar keyakinan menuju kaidah-kaidah perbuatan, dan yang
menyatakan bahwa agama (keimanan) menentukan perilaku. Karena itulah,
pembicaraan keyakinan selalu mendahului pikiran dan perbuatan.

Kewajiban moral tidak mungkin muncul dari pemikiran saja, tapi ia harus
diberikan keleluasan pada kehendak dalam pembentukan etika. Etika sendiri pada
dimensi prakteknya, bukanlah kumpulan kebijaksanaan, kata-kata mutiara, dan
anjuran-anjuran belaka. Kehendak berbuat tak terlepas dari persoalan yang
membutuhkan adanya intervensi rasional, sehingga keinginan baik tidak beralih
menjadi keburukan. Persoalan moral tidak cukup hanya berpedoman pada prinsip-
prinsip keyakinan (metafisika), ada juga masalah perbuatan yang harus dimasukan
dalam kajian ini. Dengan demikian metode kajian etika menjadi sempurna selama
kajian tersebut mencakup dimensi teoritis dan praktis di antara keyakinan dan
prilaku.

C. Pendekatan Pembinaan Etika


Pendekatan yang akan dipergunakan dalam penanaman etika, adalah pendekatan
yang biasa dipergunakan dalam pendekatan pendidikan nilai. Kenapa demikian?
Karena pada esensinya pendidikan nilai dan etika adalah sama, yaitu bertujuan
menjadikan manusia menjadi lebih baik berdasarkan etika dan moralitas, bahkan
nilai merupakan bahasan utama dalam etika, maka pendekatannya yang
dipergunakannya pun tidak jauh berbeda. Adapun pendekatan-pendekatan tersebut,
seperti disebutkan oleh Superka, ada lima pendekatan, yaitu: pendekatan penanaman
nilai, pendekatan perkembangan moral kognitif, pendekatan analisis nilai,
pendekatan klarifikasi nilai, dan pendekatan pembelajaran berbuat.

Modul 1
Fakultas Teknologi Informasi

1. Pendekatan Penanaman Nilai


Pendekatan Penanaman Nilai (Values Inculcation Approach) adalah suatu
pendekatan yang memberi penekanan akan pentingnya nilai-nilai budi pekerti.
Seseorang harus menerima dan meyakini bahwa nilai-nilai tersebut adalah benar.
Ada dua tujuan dari pendekatan ini, yaitu: diterimanya nilai-nilai budi pekerti dan
berubahnya prilaku seseorang sesuai dengan nilai-nilai tersebut. Metoda yang
digunakan dalam pendekatan antara lain: keteladanan, penguatan positif dan
negatif, simulasi, permainan peranan, dan yang lainnya.
Pendekatan ini telah digunakan secara meluas pada kalangan berbagai
masyarakat, terutama dalam penanaman nilai-nilai keagamaan dan kebudayaan.
Bagi para penganutnya, agama merupakan ajaran yang memuat nilai-nilai ideal
yang bersifat global dan kebenarannya bersifat mutlak. Nilai-nilai itu harus
diterima dan dipercayai. Oleh karena itu, proses pendidikan harus bertitik tolak
dari nilai-nilai tersebut.

2. Pendekatan Perkembangan Moral Kognitif


Pendekatan ini disebut Pendekatan Perkembangan Moral Kognitif
(Cognitive Moral Depelovment Approach) karena karakteristiknya memberikan
penekanan pada aspek kognitif dan perkembangannya Pendekatan ini mendorong
untuk berpikir aktif tentang masalah-masalah moral dan dalam membuat
keputusan-keputusan moral. Perkembangan moral menurut pendekatan ini dilihat
sebagai perkembangan tingkat berpikir dalam membuat pertimbangan moral, dari
suatu tingkat yang lebih rendah menuju suatu tingkat yang lebih tinggi.
Tujuan yang ingin dicapai oleh pendekatan ini ada dua hal yang utama,
yaitu: Pertama, membantu untuk membuat pertimbangan moral yang lebih
kompleks berdasarkan nilai yang lebih tinggi. Kedua, mendorong untuk
mendiskusikan alasan-alasannya ketika memilih nilai dan posisinya dalam suatu
masalah moral.
Pendekatan perkembangan moral kognitif pertama kali dikemukakan oleh
Dewey. Selanjutkan dikembangkan lagi oleh Peaget dan Kohlberg. Dewey
membagi perkembangan moral anak menjadi tiga tahap (level) sebagai berikut:

Modul 1
Fakultas Teknologi Informasi

a. Tahap "premoral" atau "preconventional"; Dalam tahap ini tingkah laku


seseorang didorong oleh desakan yang bersifat fisikal atau social
b. Tahap "conventional"; Dalam tahap ini seseorang mulai menerima nilai
dengan sedikit kritis, berdasarkan kepada kriteria kelompoknya.
c. Tahap "autonomous"; Dalam tahap ini seseorang berbuat atau bertingkah laku
sesuai dengan akal pikiran dan pertimbangan dirinya sendiri, tidak
sepenuhnya menerima kriteria kelompoknya.

Piaget berusaha mendefinisikan tingkat perkembangan moral pada anak-anak


melalui pengamatan dan wawancara. Dari hasil pengamatan terhadap anak-anak
ketika bermain, dan jawaban mereka atas pertanyaan mengapa mereka patuh
kepada peraturan, Piaget sampai pada suatu kesimpulan bahwa perkembangan
kemampuan kognitif pada anak-anak mempengaruhi pertimbangan moral mereka.
Kohlberg juga mengembangkan teorinya berdasarkan kepada asumsi-asumsi
umum tentang teori perkembangan kognitif dari Dewey dan Piaget di atas. Seperti
dijelaskan oleh Elias, Kohlberg mendefinisikan kembali dan mengembangkan
teorinya menjadi lebih rinci. Tingkat-tingkat perkembangan moral menurut
Kohlberg dimulai dari konsekuensi yang sederhana, yang berupa pengaruh kurang
menyenangkan dari luar ke atas tingkah laku, sampai kepada penghayatan dan
kesadaran tentang nilai-nilai kemanusian universal. Lebih tinggi tingkat berpikir
adalah lebih baik, dan otonomi lebih baik daripada heteronomi. Tahap-tahap
perkembangan moral diperinci sebagai berikut:
a. Tahapan "Preconventional"
1) Tingkat 1: moralitas heteronomus. Dalam tingkat perkembangan ini
moralitas dari sesuatu perbuatan ditentukan oleh ciri-ciri dan akibat yang
bersifat fisik.
2) Tingkat 2: moralitas individu dan timbal balik. seseorang mulai sadar
dengan tujuan dan keperluan orang lain. Seseorang berusaha untuk
memenuhi kepentingan sendiri dengan memperhatikan juga kepentingan
orang lain.

Modul 1
Fakultas Teknologi Informasi

b. Tahapan "Conventional"
1) Tingkat 3: moralitas harapan saling antara individu. Kriteria baik atau
buruknya suatu perbuatan dalam tingkat ini ditentukan oleh norma
bersama dan hubungan saling mempercayai.
2) Tingkat 4: moralitas sistem sosial dan kata hati. Sesuatu perbuatan dinilai
baik jika disetujui oleh yang berkuasa dan sesuai dengan peraturan yang
menjamin ketertiban dalam masyarakat.

c. Tahapan "Posconventional":
1) Tingkat 4,5: tingkat transisi. Seseorang belum sampai pada tingkat
"posconventional" yang sebenarnya. Pada tingkat ini kriteria benar atau
salah bersifat personal dan subjektif, dan tidak memiliki prinsip yang jelas
dalam mengambil suatu keputusan moral.
2) Tingkat 5: moralitas kesejahteraan sosial dan hak-hak manusia. Kriteria
moralitas dari sesuatu perbuatan adalah yang dapat menjamin hak-hak
individu serta sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam suatu
masyarakat.
3) Tingkat 6: moralitas yang didasarkan pada prinsip-prinsip moral yang
umum. Ukuran benar atau salah ditentukan oleh pilihan sendiri
berdasarkan prinsip-prinsip moral yang logis, konsisten, dan bersifat
universal.

Pendekatan perkembangan kognitif mudah digunakan dalam proses


pendidikan di kampus, karena pendekatan ini memberikan penekanan pada
aspek perkembangan kemampuan berpikir. Oleh karena pendekatan ini
memberikan perhatian sepenuhnya kepada isu moral dan penyelesaian masalah
yang berhubungan dengan pertentangan nilai tertentu dalam masyarakat,
penggunaan pendekatan ini menjadi menarik. Penggunaannya dapat
menghidupkan suasana kelas. Teori Kohlberg dinilai paling konsisten dengan
teori ilmiah, peka untuk membedakan kemampuan dalam membuat
pertimbangan moral, mendukung perkembangan moral, dan melebihi berbagai
teori lain yang berdasarkan kepada hasil penelitian empiris.

Modul 1
Fakultas Teknologi Informasi

3. Pendekatan Analisis Nilai


Pendekatan Analisis Nilai (Values Analysis Approach) memberikan
penekanan pada perkembangan kemampuan siswa untuk berpikir logis, dengan
cara menganalisis masalah yang berhubungan dengan nilai-nilai sosial. Jika
dibandingkan dengan pendekatan perkembangan kognitif, salah satu perbedaan
penting antara keduanya bahwa pendekatan analisisnilai lebih menekankan pada
pembahasan masalah-masalah yang memuat nilai-nilai sosial. Adapun
pendekatan perkembangan kognitif memberi penekanan pada dilemma moral
yang bersifat perseorangan. Ada dua tujuan utama pendidikan moral menurut
pendekatan ini. Pertama, membantu untuk menggunakan kemampuan berpikir
logis dan penemuan ilmiah dalam menganalisis masalah-masalah sosial, yang
berhubungan dengan nilai moral tertentu. Kedua, membantu untuk menggunakan
proses berpikir rasional dan analitik, dalam menghubunghubungkan
danmerumuskan konsep tentang nilai-nilai mereka. Selanjutnya, metoda-metoda
pengajaran yang sering digunakan adalah: pembelajaran secara individu atau
kolompok tentang masalah-masalah sosial yang memuat nilai moral, penyelidikan
kepustakaan, penyelidikan lapangan, dan diskusi kelas berdasarkan kepada
pemikiran rasional.
Ada enam langkah analisis nilai yang penting dan perlu diperhatikan
dalam proses pendidikan nilai menurut pendekatan ini. Enam langkah tersebut
menjadi dasar dan sejajar dengan enam tugas penyelesaian masalah berhubungan
dengan nilai. Enam langkah dan tugas tersebut sebagai berikut:
a. Langkah analisis nilai :
1) Mengidentifikasi dan menjelaskan nilai yang terkait.
2) Mengumpulkan fakta yang berhubungan.
3) Menguji kebenaran fakta yang berkaitan.
4) Menjelaskan kaitan antara fakta yang bersangkutan
5) Merumuskan keputusan moral sementara.
6) Menguji prinsip moral yang digunakan dalam pengambilan keputusan.

Modul 1
Fakultas Teknologi Informasi

b. Tugas penyelesaian masalah :


1) Mengurangi perbedaan penafsiran tentang nilai yang terkait.
2) Mengurangi perbedaan dalam fakta yang berhubungan.
3) Mengurangi perbedaan kebenaran tentang fakta yang berkaitan.
4) Mengurangi perbedaan tentang kaitan antara fakta yang bersangkutan.
5) Mengurangi perbedaan dalam rumusan keputusan sementara
6) Mengurangi perbedaan dalam pengujian prinsip moral yang diterima.

Penganjur pendekatan ini adalah suatu kelompok pakar pendidikan,


filosuf, dan pakar psikologi, termasuk di dalamnya: Jerrold Commbs, Milton
Mieux, dan James Chadwick. Kekuatan pendekatan ini, antara lain mudah
diaplikasikan dalam ruang kelas, karena penekanannya pada pengembangan
kemampuan kognitif. Selain itu, seperti terlihat dalam rumusan prosedur analisis
nilai dan penyelesaian masalah di atas, pendekatan ini menawarkan langkah-
langkah yang sistematis dalam pelaksanaan proses pembelajaran moral.
Kelemahannya, berdasarkan kepada: prosedur analisis nilai yang
ditawarkan serta tujuan dan metoda pengajaran yang digunakan. Pendekatan ini
sangat menekankan aspek kognitif, dan sebaliknya mengabaikan aspek afektif
serta perilaku. Dari perspektif yang lain, pendekatan ini sama dengan pendekatan
perkembangan kognitif dan pendekatan klarifikasi nilai, sangat berat memberi
penekanan pada proses, kurang mementingkan isi nilai moral.

4. Pendekatan Klarifikasi Nilai


Pendekatan Klarifikasi Nlai (Vlues Clarification Aproach) memberi
enekanan pada usaha untuk membantu dalam mengkaji perasaan dan erbuatannya
sendiri, untuk meningkatkan kesadaran mereka tentang ilai-nilai mereka sendiri.
ujuan pendidikan nilai menurut pendekatan ini ada tiga. Pertama, membantu untuk
menyadari dan mengidentifikasi nilai-nilai mereka endiri serta nilai-nilai orang
lain. Kedua, membantu supaya mampu berkomunikasi secara terbuka dan jujur
dengan orang lain, berhubungan dengan nilai-nilainya sendiri. Ketiga, membantu,
supaya mampu menggunakan secara bersama-sama kemampuan berpikir rasional

Modul 1
Fakultas Teknologi Informasi

dan kesadaran emosional, untuk memahami perasaan, nilai-nilai, dan pola tingkah
laku mereka sendiri
Dalam proses pengajarannya, pendekatan ini menggunakan metode:
dialog, menulis, diskusi dalam kelompok besar atau kecil, dan lain-lain.
Pendekatan ini antara lain dikembangkan oleh Raths, Harmin, dan Simon
Pendekatan ini memberi penekanan pada nilai yang sesungguhnya dimiliki olh
seseorang. Bagi penganut pendekatan ini, nilai bersifat objektif, ditentukan oleh
seseorang berdasarkan kepada berbagai latar elakang pengalamannya sendiri,
tidak ditentukan oleh faktor luar, seperti agama, masyarakat, dan sebagainya. Oleh
karena itu, bagi pnganut pendekatan ini isi nilai tidak terlalu penting. Hal yang
sangat dipentingkan dalam program pendidikan adalah mengembangkan
keterampilan dalam melakukan proses menilai. Sejalan dengan pandangan
tersebut, sebagaimana dijelaskan oleh Elias, bahwa bagi penganut pendekatan ini,
guru/dosen bukan sebagai pengajar nilai, melainkan sebagai role model dan
pendorong. Peranan guru/dosen adalah mendorong siswa dengan
pertanyaanpertanyaan yang relevan untuk mengembangkan keterampilan siswa
dalam melakukan proses menilai.
a. Pertama, memilih :
1) Dengan bebas.
2) Dari berbagai alternatif.
3) Setelah mengadakan pertimbangan tentang berbagai akibatnya.

b. Kedua, menghargai:
1) Merasa bahagia atau gembira dengan pilihannya
2) Mau mengakui pilihannya itu di depan umum

c. Ketiga, bertindak:
1) Berbuat sesuatu sesuai dengan pilihannya,
2) Diulang-ulang sebagai suatu pola tingkah laku dalam hidup.

Modul 1
Fakultas Teknologi Informasi

Untuk mengembangkan keterampilan siswa dalam melakukan proses


menilai tersebut, Raths, telah merumuskan juga empat pedoman sebagai kunci
penting sebagai berikut:
a. Tumpuan perhatian diberikanpada kehidupan. Yang dimaksudkan adalah
berusaha untuk mengarahkan tumpuan perhatian orang pada berbagai aspek
kehidupan mereka sendiri, supaya mereka dapat mengidentifikasi hal-hal
yang mereka nilai.
b. Penerimaan sesuai dengan apa adanya. Yang dimaksudkan, ketika kita
memberi perhatian pada klarifikasi nilai, kita perlu menerima posisi orang
lain tanpa pertimbangan, sesuai dengan apa adanya.
c. Stimulus untuk bertindak lebih lanjut. Artinya, kita perlu lebih banyak
berbuat sebagai refleksi nilai, dari pada sekedar menerima.
d. Pengembangan kemampuan perseorangan. Artinya, dengan pendekatan ini
bukan hanya mengembangkan keterampilan klarifikasi nilai, tetapi juga
mendapat tuntunan untuk berpikir dan berbuat lebih lanjut.

Kekuatan pendekatan ini terutama memberikan penghargaan yang tinggi


kepada siswa sebagai individu yang mempunyai hak untuk memilih, menghargai,
dan bertindak berdasarkan kepada nilainya sendiri Metoda pengajarannya juga
sangat fleksibel, selama dipandang sesuai dengan rumusan proses menilai dan
empat garis panduan yang ditentukan, seperti telah dijelaskan di atas. Sama halnya
dengan pendekatan perkembangan kognitif, pendekatan ini juga mengandung
kelemahan menampilkan bias budaya barat. Dalam pendekatan ini, kriteria benar
salah sangat relatif, karena sangat mementingkan nilai perseorangan. Seperti
dikemukakan oleh Banks, pendidikan nilai menurut pendekatan ini tidak memiliki
suatu tujuan tertentu berkaitan dengan nilai. Sebab, bagi penganut pendekatan ini,
menentukan sejumlah nilai untuk siswa adalah tidak wajar dan tidak etis.

5. Pendekatan Pembelajaran Berbuat


Pendekatan Pembelajaran Berbuat (Action Learning Approach) memberi
penekanan pada usaha memberikan kesempatan untuk melakukan perbuatan-
perbuatan moral, baik secara perseorangan maupun secara bersama-sama dalam

Modul 1
Fakultas Teknologi Informasi

suatu kelompok. Superka, menyimpulkan ada dua tujuan utama pendidikan moral
berdasarkan kepada pendekatan ini. Pertama, memberi kesempatan melakukan
perbuatan moral, baik secara perseorangan mahupun secara bersama-sama,
berdasarkan nilai-nilai mereka sendiri. Kedua, mendorong siswa untuk melihat
diri mereka sebagai makhluk individu dan makhluk sosial dalam pergaulan
dengan sesama, yang tidak memiliki kebebasan sepenuhnya, melainkan sebagai
warga dari suatu masyarakat, yang harus mengambil bagian dalam suatu proses
demokrasi. Metoda-metoda pengajaran yang digunakan dalam pendekatan
analisis nilai dan klarifikasi nilai digunakan juga dalam pendekatan ini.
Metoda-metoda lain yang digunakan juga adalah projek-projek tertentu
untuk dilakukan di sekolah atau dalam masyarakat, dan praktek keterampilan
dalam berorganisasi atau berhubungan antara sesama.
Pendekatan pembelajaran berbuat diprakarsai oleh Newmann, dengan
memberikan perhatian mendalam pada usaha melibatkan siswa sekolah menengah
atas dalam melakukan perubahan-perubahan sosial. Menurut Elias, walaupun
pendekatan ini berusaha juga untuk meningkatkan keterampilan "moral
reasoning" dan dimensi afektif, namun tujuan yang paling penting adalah
memberikan pengajaran kepada peserta, supaya mereka berkemampuan untuk
mempengaruhi kebijakan umum sebagai warga dalam suatu masyarakat yang
demokratis. Penganjur pendekatan ini memandang bahwa kelemahan dari
berbagai pendekatan lain adalah menghasilkan warga Negara yang pasif. Menurut
mereka, melalui program-program pendidikan moral sepatutnya menghasilkan
warga Negara yang aktif, yakni warga negara yang memiliki kompetensi yang
diperlukan dalam lingkungan hidupnya (environmental competence) sebagai
berikut:
a. Physical competence (kompetensi fisik), yangdapat memberikan nilai
tertentu terhadap suatu obyek. Misalnya: melukis suatu sesuatu membangun
sebuah rumah, dan sebagainya.
b. Interpersonal competence (Kompetensi hubungan antarpribadi), yang dapat
meberi pengaruh kepada orang-orang melalui hubungan antara sesama.
Misalnya: saling memperhatikan, persahabatan, dan hubungan ekonomi, dan
lain-lain.

Modul 1
Fakultas Teknologi Informasi

c. Civic competence (kompetensi kewarganegaraan), yang dapat memberi


pengaruh kepada urusan-urusan masyarakat umum. Misalnya: proses
pemilihan umum dengan memberi bantuan kepada seseorang calon atau
partai peserta untuk memperoleh kemenangan, atau melalui kelompok
peminat tertentu, mampu mempengaruhi perubahan kebijaksanaan umum.

Di antara ketiga kompetensi tersebut, kompetensi yang ketiga (civic


competence) merupakan kompetensi yang paling penting bagi Newman.
Kompetensi ini ingin dikembangkan melalui program-program pendidikan moral.
Kekuatan pendekatan ini terutama pada program-program yang disediakan dan
memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpartisipasi secara aktif dalam
kehidupan demokrasi. Kesempatan seperti ini, menurut Hersh kurang mendapat
perhatian dalam berbagai pendekatan lain.
Kelemahan pendekatan ini menurut Elias sukar dijalankan. Menurut
beliau, sebahagian dari program-program yang dikembangkan oleh Newmann
dapat digunakan, namun secara keseluruhannya sukar dilaksanakan.
Berbagai pendekatan pendidikan nilai yang berkembang mempunyai
aspek penekanan yang berbeda, serta mempunyai kekuatan dan kelemahan yang
relatif berbeda pula. Berbagai metode pendidikan dan pengajaran yang digunakan
oleh berbagai pendekatan pendidikan nilai yang berkembang dapat digunakan
juga dalam pelaksanaan Pendidikan Budi Pekerti. Hal tersebut sejalan dengan
pemberlakukan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang proses
pembelajarannya memadukan ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.

D. Fungsi Etika
Adapun fungsi pengajaran etika, seperti dijelaskan oleh Suharsono dan Yodi
Orbawan (2004), antara lain :
1. Pengembangan, yaitu meningkatkan prilaku manusia dari yang buruk menjadi
baik dan dari yang baik menjadi lebih baik, sehingga mendekati kesempurnaan
2. Penyaluran, yaitu membantu manusia agar menyalurkan potensi-petensi yang
dimiliki untuk kebaikan dirinya, orang lain, dan alam semesta.

Modul 1
Fakultas Teknologi Informasi

3. Perbaikan, yaitu memperbaiki manusia dari kesalahan, kekurangan, dan


kelemahan yang ada dalam dirinya.
4. Pencegahan, yaitu mencegah manusia agar tidak melakukan hal-hal yang dapat
merusak harga diri, keluarga, agama, bangsa, dan negara.
5. Pembersih, yaitu untuk membersihkan diri dari penyakit-penyakit hati, seperti
sombong, iri, dengki, riya, dan lainnya, agar manusia tumbuh dan berkembang
sesuai dengan fitrah manusia, ajaran agama, dan budaya bangsa.
6. Penyaring, yaitu untuk menyaring budaya-budaya bangsa, baik bangsa sendiri
maupun bangsa lain, yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budi pekerti.

E. Tujuan Etika
Ada tujuan yang hendak dicapai dari sebuah pembelajaran, begitu pula dengan
pembelajaran etika ini. Tujuan budi pekerti dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
tujuan jangka pendek dan jangka panjang. Adapun tujuan jangka pendek, yaitu:
1) mengajarkan tentang nilai-nilai etika,
2) mengajak manusia agar mau melaksanakan nilai-nilai etika, dan
3) mendorong manusia agar membiasakan nilai-nilai etika dalam
kehidupannya sehari-hari.

Sedangkan tujuan jangka panjang adalah untuk membentuk manusia paripurna


(insan kamil). Manusia yang memiliki sifat-sifat kesempurnaan, seperti sifat-sifat
Tuhan Yang Maha Esa. Untuk benar-benar menjadi manusia secara utuh dan
sempurna, manusia harus mengaktualisasikan dalam dirinya semua kualitas yang
terdapat dalam dirinya. Dan semuanya harus digunakan sesuai dengan keseimbangan
dan keselarasan normatif.

Modul 1

Anda mungkin juga menyukai