MODUL
PEMBELAJARAN
ETIKA PROFESI
DI BIDANG IT
(INT501)
Dosen Pengampu :
Aulia Rizky Muhammad Hendrik Noor Asegaff, S.Kom., M.Kom
NIDN. 1117039001
ABSTRAK KOMPETENSI
Moral lebih kepada rasa dan karsa mahasiswa memahami etika dasar
manusia dalam melakukan segala yang berlaku dalam sebuah
hal di kehidupannya. Jadi Moral kelompok/ organisasi
lebih kepada dorongan untuk
mentaati etika.
Modul 1
Fakultas Teknologi Informasi
ETIKA DASAR
Pengertian Etika
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia etika adalah :
Ilmu tentang apa yang baik dan yang buruk, tentang hak dan kewajiban moral.
Kumpulan asas / nilai yang berkenaan dengan akhlak
Nilai mengenai yang benar dan salah yang dianut masyarakat
Dari asal usul kata, Etika berasal dari bahasa Yunani “ethos” yang berarti adapt
istiadat / kebiasaan yang baik. Perkembangan etika studi tentang kebiasaan manusia
berdasarkan kesepakatan, menurut ruang dan waktu yang berbeda, yang menggambarkan
perangai manusia dalam kehidupan pada umumnya.
Moral
Sony Keraf ( 1991 ) : moralitas adalah system tentang bagaimana kita harus hidup
dengan baik sebagai manusia.
Frans Magnis Suseno ( 1987 ) : etika adalah sebuah ilmu dan bukan sebuah ajaran.
Moralitas menekankan, “ inilah cara anda melakukan sesuatu”
Etika lebih kepada, “mengapa untuk melakukan sesuatu itu harus menggunakan
cara tersebut ?
Modul 1
Fakultas Teknologi Informasi
manusia dalam hidupnya. Profesi adalah pekerjaan yang dilakukan sebagai kegiatan
pokok untuk menghasilkan nafkah hidup dan yang mengandalkan suatu keahlian.
Berdasarkan pengertian tersebut dapat dijelaskan bahwa etika profesi adalah
keterampilan seseorang dalam suatu pekerjaan utama yang diperoleh dari jalur
pendidikan atau pengalaman dan dilaksanakan secara kontinu yang merupakan sumber
utama untuk mencari nafkah. Etika profesi adalah sikap hidup berupa keadilan untuk
memberikan pelayanan professional terhadap masyarakat dengan ketertiban penuh dan
keahlian sebagai pelayanan dalam rangka melaksanakan tugas berupa kewajiban terhadap
masyarakat. (Suhrawardi Lubis, 1994: 6-7)
Pengertian Profesi
Sebelum membahas ini lebih dalam kita harus tau dulu apa itu profesi. Profesi
adalah pekerjaan yang dilakukan sebagai kegiatan pokok untuk menghasilkan nafkah
hidup dengan mengandalkan suatu keahlian yang dimiliki.
Modul 1
Fakultas Teknologi Informasi
Ciri-Ciri Profesi :
Δ Mengabdi pada kepentingan masyarakat, artinya setiap pelaksana profesi harus
meletakkan kepentingan pribadi di bawah kepentingan masyarakat.
Δ Adanya pengetahuan khusus, yang biasanya keahlian dan keterampilan ini
dimiliki berkat pendidikan, pelatihan dan pengalaman yang bertahun-tahun.
Adanya kaidah dan standar moral yang sangat tinggi. Hal ini biasanya setiap
pelaku profesi mendasarkan kegiatannya pada kode etik profesi.
Δ Izin khusus untuk menjalankan suatu profesi. Setiap profesi akan selalu berkaitan
dengan kepentingan masyarakat, dimana nilai-nilai kemanusiaan berupa
keselamatan, keamanan, kelangsungan hidup dan sebagainya, maka untuk
menjalankan suatu profesi harus terlebih dahulu ada izin khusus.
Δ Kaum profesional biasanya menjadi anggota dari suatu profesi.
Modul 1
Fakultas Teknologi Informasi
Modul 1
Fakultas Teknologi Informasi
Metode Etika
Sebagai satu disiplin ilmu, maka ilmu etika memiliki metode dan kegunaan.
Metode yang dikembangkan dalam secara garis besar berdasarkan metode yang
dikembangkan dalam filsafat. Sedangkan tujuannya secara garis besar, menjadikan
manusia menjadi baik. Demi kepentingan tulisan ini, maka pembahasan tidak akan
difokuskan pada kedua tema tersebut saja, tapi ada dua tema lain yang penulis merasa
perlu dibahas di sini, yaitu landasan dan pendekatan etika. Dengan tujuan agar
pemahaman metode dan kegunaan etika bisa dipahami secara komprehensif
A. Landasan Etika
Menurut sebagian penulis, Socrateslah filosof pertama yang meletakan dasar-
dasar ilmu etika, dan Aristoteleslah (384-322 SM) filosof pertama yang membangun
madzhab etika. Untuk kepentingan tulisan ini, ada baiknya jika mengetahui landasan
etika Aristoteles. Aristoteles melontarkan pertanyaan, apakah teori etika dibangun
berdasarkan prinsip-prinsip teoritis murni ataukah bertolak dari realita? Dia
menjawab, semuanya harus dimulai dari realitas indrawi. Jawaban ini secara otomatis
mengesampingkan etika yang berasal dari nilai-nilai teoritis murni, lebih tepat lagi
metafisika. Karenanya, dia mengkritik dengan tajam teori idenya Plato, sebuah kritik
yang diarahkan untuk menghancurkan gagasan etika yang bersumber pada metafisika
atau agama, karena kebaikan murni mustahil terwujud dalam realitas kehidupan
manusia, sementara kebaikan teoritis, sejak semula, harus bersifat praktis.
Sejak Aristoteles menjauhkan landasan metafisika dari filsafat etika, sebagian
besar filosof etika hingga era Imanuel Kant mempercayai landasan itu secara taken
for granted. Benar bahwa mereka berbeda dengan Aristoteles dalam memahami
tujuan, sarana, dan karakter ilmu etika. Tapi, mereka sepakat dalam satu hal, yakni
kebaikan manusia terbatas dan tidak absolut. Selain itu, mereka sepakat bahwa
metode yang benar (shahih) bagi kajian etika adalah penelitian induktif (dari realitas
menuju teori), dan bukan sebaliknya.
Modul 1
Fakultas Teknologi Informasi
Sebelum Aristoteles, “ilmu etika” dengan metode yang berbeda sudah ada.
Socrates tidak memisahkan antara etika dan agama (metafisika). Kehidupan etika
bagi Socrates, bertumpu pada dua sendi: hukum negara yang tertulis dan hukum Ilahi
yang tidak tertulis. Socrates sendiri tidak menumukan adanya kontradiksi apapun
antara sendi transcendental ini dengan eksistensi etika yang merupakan ilmu praktis.
Hal ini bukan hanya karena Socrates berbicara seakan-akan dibingbing oleh wahyu
atau ilham, tapi karena – khususnya pada detik-detik menjelang wafatnya - Dia
mengisyaratkan pentingnya kepercayaan atas kekekalan jiwa dalam tema etika.
Kekekalan jiwa adalah masalah metafisika atau lebih tepatnya agama. Dalam
pengetarnya terhadap terjemahan Etika karya Aristoteles, Palermy Sant Hilaire
mengatakan, “… Adanya kehidupan lain menampakkan kepada jiwa adanya keadilan
yang dapat mengurai segala kepelikan, dan menerangi jalan, sehingga banyak jiwa
yang dapat menelusurinya secara nyaman. Keyakinan Sokrates terhadap adanya
keadilan Ilahi dan keimanan kepada Hari Akhir adalah hukum etikanya.
Tak dapat dipungkiri, kekekalan jiwa merupakan masalah penting yang
memungkinkan diwujudkannya nilai-nilai etika. Begitu juga keyakinan akan adanya
Tuhan. Pengingkaran adanya wujud Tuhan atau sekedar penyangkalan adanya
pemeliharaan Tuhan kepada Alam, menurut Plato, akan berakibat rusaknya tatanan
sosial. Berbeda dengan landasan etika modern yang cenderung berpihak pada
pandangan Aristoteles saja, maka dalam tulisan ini akan berusaha menggabungkan
antara pandangan etika Aristoteles dan Socrates atau Plato.
B. Motode Etika
Metode yang dipergunakan dalam etika adalah metode pendekatan kritis. Etika
pada hakekatnya mengamati realitas sifat, sikap, tingkah laku, dan perbuatan
manusia secara kritis. Etika tidak memberikan ajaran ataupun ideology, melainkan
memeriksa, merefleksi, mengevaluasi, dan menganalisa kebiasaan-kebiasaan, nilai-
nilai, norma-norma, dan pandangan-pandangan moral secara kritis.
Etika menuntut agar ajaran-ajaran moral tersebut dapat dipelajari dan dihayati
oleh setiap manusia, kemudian dapat dilaksanakan dalam kehidupannya secara nyata,
dan dipertanggungjawabkan di hadapan dirinya, orang lain, alam semesta, dan Tuhan
Yang Maha Esa. Selain itu, etika dengan motode pendekatan kritisnya, berusaha
Modul 1
Fakultas Teknologi Informasi
Kewajiban moral tidak mungkin muncul dari pemikiran saja, tapi ia harus
diberikan keleluasan pada kehendak dalam pembentukan etika. Etika sendiri pada
dimensi prakteknya, bukanlah kumpulan kebijaksanaan, kata-kata mutiara, dan
anjuran-anjuran belaka. Kehendak berbuat tak terlepas dari persoalan yang
membutuhkan adanya intervensi rasional, sehingga keinginan baik tidak beralih
menjadi keburukan. Persoalan moral tidak cukup hanya berpedoman pada prinsip-
prinsip keyakinan (metafisika), ada juga masalah perbuatan yang harus dimasukan
dalam kajian ini. Dengan demikian metode kajian etika menjadi sempurna selama
kajian tersebut mencakup dimensi teoritis dan praktis di antara keyakinan dan
prilaku.
Modul 1
Fakultas Teknologi Informasi
Modul 1
Fakultas Teknologi Informasi
Modul 1
Fakultas Teknologi Informasi
b. Tahapan "Conventional"
1) Tingkat 3: moralitas harapan saling antara individu. Kriteria baik atau
buruknya suatu perbuatan dalam tingkat ini ditentukan oleh norma
bersama dan hubungan saling mempercayai.
2) Tingkat 4: moralitas sistem sosial dan kata hati. Sesuatu perbuatan dinilai
baik jika disetujui oleh yang berkuasa dan sesuai dengan peraturan yang
menjamin ketertiban dalam masyarakat.
c. Tahapan "Posconventional":
1) Tingkat 4,5: tingkat transisi. Seseorang belum sampai pada tingkat
"posconventional" yang sebenarnya. Pada tingkat ini kriteria benar atau
salah bersifat personal dan subjektif, dan tidak memiliki prinsip yang jelas
dalam mengambil suatu keputusan moral.
2) Tingkat 5: moralitas kesejahteraan sosial dan hak-hak manusia. Kriteria
moralitas dari sesuatu perbuatan adalah yang dapat menjamin hak-hak
individu serta sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam suatu
masyarakat.
3) Tingkat 6: moralitas yang didasarkan pada prinsip-prinsip moral yang
umum. Ukuran benar atau salah ditentukan oleh pilihan sendiri
berdasarkan prinsip-prinsip moral yang logis, konsisten, dan bersifat
universal.
Modul 1
Fakultas Teknologi Informasi
Modul 1
Fakultas Teknologi Informasi
Modul 1
Fakultas Teknologi Informasi
dan kesadaran emosional, untuk memahami perasaan, nilai-nilai, dan pola tingkah
laku mereka sendiri
Dalam proses pengajarannya, pendekatan ini menggunakan metode:
dialog, menulis, diskusi dalam kelompok besar atau kecil, dan lain-lain.
Pendekatan ini antara lain dikembangkan oleh Raths, Harmin, dan Simon
Pendekatan ini memberi penekanan pada nilai yang sesungguhnya dimiliki olh
seseorang. Bagi penganut pendekatan ini, nilai bersifat objektif, ditentukan oleh
seseorang berdasarkan kepada berbagai latar elakang pengalamannya sendiri,
tidak ditentukan oleh faktor luar, seperti agama, masyarakat, dan sebagainya. Oleh
karena itu, bagi pnganut pendekatan ini isi nilai tidak terlalu penting. Hal yang
sangat dipentingkan dalam program pendidikan adalah mengembangkan
keterampilan dalam melakukan proses menilai. Sejalan dengan pandangan
tersebut, sebagaimana dijelaskan oleh Elias, bahwa bagi penganut pendekatan ini,
guru/dosen bukan sebagai pengajar nilai, melainkan sebagai role model dan
pendorong. Peranan guru/dosen adalah mendorong siswa dengan
pertanyaanpertanyaan yang relevan untuk mengembangkan keterampilan siswa
dalam melakukan proses menilai.
a. Pertama, memilih :
1) Dengan bebas.
2) Dari berbagai alternatif.
3) Setelah mengadakan pertimbangan tentang berbagai akibatnya.
b. Kedua, menghargai:
1) Merasa bahagia atau gembira dengan pilihannya
2) Mau mengakui pilihannya itu di depan umum
c. Ketiga, bertindak:
1) Berbuat sesuatu sesuai dengan pilihannya,
2) Diulang-ulang sebagai suatu pola tingkah laku dalam hidup.
Modul 1
Fakultas Teknologi Informasi
Modul 1
Fakultas Teknologi Informasi
suatu kelompok. Superka, menyimpulkan ada dua tujuan utama pendidikan moral
berdasarkan kepada pendekatan ini. Pertama, memberi kesempatan melakukan
perbuatan moral, baik secara perseorangan mahupun secara bersama-sama,
berdasarkan nilai-nilai mereka sendiri. Kedua, mendorong siswa untuk melihat
diri mereka sebagai makhluk individu dan makhluk sosial dalam pergaulan
dengan sesama, yang tidak memiliki kebebasan sepenuhnya, melainkan sebagai
warga dari suatu masyarakat, yang harus mengambil bagian dalam suatu proses
demokrasi. Metoda-metoda pengajaran yang digunakan dalam pendekatan
analisis nilai dan klarifikasi nilai digunakan juga dalam pendekatan ini.
Metoda-metoda lain yang digunakan juga adalah projek-projek tertentu
untuk dilakukan di sekolah atau dalam masyarakat, dan praktek keterampilan
dalam berorganisasi atau berhubungan antara sesama.
Pendekatan pembelajaran berbuat diprakarsai oleh Newmann, dengan
memberikan perhatian mendalam pada usaha melibatkan siswa sekolah menengah
atas dalam melakukan perubahan-perubahan sosial. Menurut Elias, walaupun
pendekatan ini berusaha juga untuk meningkatkan keterampilan "moral
reasoning" dan dimensi afektif, namun tujuan yang paling penting adalah
memberikan pengajaran kepada peserta, supaya mereka berkemampuan untuk
mempengaruhi kebijakan umum sebagai warga dalam suatu masyarakat yang
demokratis. Penganjur pendekatan ini memandang bahwa kelemahan dari
berbagai pendekatan lain adalah menghasilkan warga Negara yang pasif. Menurut
mereka, melalui program-program pendidikan moral sepatutnya menghasilkan
warga Negara yang aktif, yakni warga negara yang memiliki kompetensi yang
diperlukan dalam lingkungan hidupnya (environmental competence) sebagai
berikut:
a. Physical competence (kompetensi fisik), yangdapat memberikan nilai
tertentu terhadap suatu obyek. Misalnya: melukis suatu sesuatu membangun
sebuah rumah, dan sebagainya.
b. Interpersonal competence (Kompetensi hubungan antarpribadi), yang dapat
meberi pengaruh kepada orang-orang melalui hubungan antara sesama.
Misalnya: saling memperhatikan, persahabatan, dan hubungan ekonomi, dan
lain-lain.
Modul 1
Fakultas Teknologi Informasi
D. Fungsi Etika
Adapun fungsi pengajaran etika, seperti dijelaskan oleh Suharsono dan Yodi
Orbawan (2004), antara lain :
1. Pengembangan, yaitu meningkatkan prilaku manusia dari yang buruk menjadi
baik dan dari yang baik menjadi lebih baik, sehingga mendekati kesempurnaan
2. Penyaluran, yaitu membantu manusia agar menyalurkan potensi-petensi yang
dimiliki untuk kebaikan dirinya, orang lain, dan alam semesta.
Modul 1
Fakultas Teknologi Informasi
E. Tujuan Etika
Ada tujuan yang hendak dicapai dari sebuah pembelajaran, begitu pula dengan
pembelajaran etika ini. Tujuan budi pekerti dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
tujuan jangka pendek dan jangka panjang. Adapun tujuan jangka pendek, yaitu:
1) mengajarkan tentang nilai-nilai etika,
2) mengajak manusia agar mau melaksanakan nilai-nilai etika, dan
3) mendorong manusia agar membiasakan nilai-nilai etika dalam
kehidupannya sehari-hari.
Modul 1