Anda di halaman 1dari 37

MARAHIL AL AMAL ISLAMI

(Tahapan Amal Islami)

Diantara tahapan amal Islami:

1. Pembinaan Pribadi Muslim

2. Membentuk jama’ah kaum muslimin yang kuat dan solid

3. Membangun masyarakat yang Islami

4. Menegakkan hukum Islam

Murobbiyah: Ustadzah Wahyuni, S.Pd


Tahapan dalam Islam atau amal Islami adalah tegaknya dakwah dan jihad dalam rangka
menegakkan kalimat Laa Ilaaha Ilallah, hal ini sangat perlu karena kita semua berada dalam
konteks amal Islami, berada pada medan jihad untuk menegakkan kalimat Allah Subhaanahu wa
ta’ala maka setiap orang yang berkecimpung di dalamnya mesti mengetahui pemahaman tentang
hal tersebut sehingga bisa mengarahkan setiap langkahnya yang praktis dari setiap tahapan
tersebut sekaligus menyadarkan bahwasanya perjuangan itu memang mesti bertahap tidak bisa
diwujudkan dalam sekali moment saja dan dalam waktu yang singkat, dia adalah sesuatu yang
bertahap sehingga perlu memahami bagaimana tahapan dan langkah praktis yang bisa kita
lakukan dalam setiap tahapan tersebut.

5 Karakteristik Amal Islami :

1. Ikhlas karena Allah Subhaanahu wa Ta’ala


Kualitas dari sebuah amalan tergantung dari niatnya kita berhati-hati dengan niat ini
ketika melenceng maka tidak ada gunanya tahapan-tahapan selanjutnya, tidak ada gunanya
pengorbanan dengan apa yang kita telah berikan ketika niatnya melenceng, hal ini menjadi
pondasi dasar senantiasa perlu kita benahi karena begitu banyak cobaan dalam perkara niat
banyak godaannya sehingga membuatnya melenceng.
Bahasan ini sudah sangat familiar bagaimana keikhlasan itu menjadi sesuatu yang harus dalam
setiap amal sholeh termasuk amal Islami dakwah dan perjuangan, sebab ia memiliki pengaruh
yang besar baik itu kepada pelakunya maupun kepada mad’unya, keikhlasan ini berpengaruh
sangat besar sebagaimana yang kita lihat apa yang kita dakwahkan hari ini adalah apa yang
didakwahkan oleh Nabi Shalallaahu ‘alaihi wa Sallam, sahabat, tabi’in dan para salaf terdahulu.

Dalam pelaksanaan penyampaian ilmu ada perbedaan yang menyampaikan ilmu itu
adalah seseorang yang keilmuannya sangat tinggi kesannya begitu berbeda, perkataan ulama
salaf lebih terasa perbedaannya dibanding kita padahal apa yang kita sebutkan sama dengan
menjelaskan ilmu, jawabannya adalah karena mereka ketika berucap itu hanya untuk meraih
kejayaan Islam, mereka mengucap itu agar mendapat keselamatan, hanya mencari ridho Allah,
sedangkan kita apabila berucap hanya mencari ketenaran diri, mencari kepuasan dunia, itulah
bedanya. Ini merupakan nasehat yang sangat besar bahwa di dalam berdakwah keikhlasan niat
tersebut betul-betul kita niatkan berdakwah karena untuk mencapai kejayaan Islam bukan untuk
hal lain, ini akan menjadi motivasi dan pendorong kita untuk menjadi bagian dari terwujudnya
kejayaan Islam hingga ketika kita tidak mendapati kejayaan tersebut kita akan terus berusaha
memberikan andil kita hingga kejayaan itu terwujud ataukah kita mati dalam memperjuangkan
kejayaan tersebut sebelum cita-cita kita tercapai dan tidak menjadikan kita mundur.

Para salaf ketika berdakwah yakni mereka mencari pahala, keselamatan, rahmat, ridho
Allah dari apa yang mereka dakwahkan, ketika mereka mencari aktivitasnya di dalam berdakwah
mereka tau bahwa tujuan mereka adalah niat yang ikhlas karena Allah Ta’ala, berbeda dengan
kita hari ini yang hanya ingin mencari ketenaran dunia dan sanjungan dan inilah yang
membedakan ilmu tersebut bisa diterima dengan hati yang ikhlas. Nasehat besar ini membuat
kita sadar bahwasanya dalam berdakwah niatkan karena Allah Ta’ala dan untuk mencapai
kejayaan Islam bukan untuk lainnya dan ini bagian dari motivasi besar bagi kita bahwa kita
menjadi bagian dari pendorong terwujudnya kejayaan Islam hingga ketika kita mendapati
kejayaan tersebut maka akan terus berusaha memberikan andil kita sampai kemudian kejayaan
itu terwujud dengan pasti.
Para salaf ketika mereka berucap dan berdakwah semata-mata mencari ridho Allah, keselamatan
dan pahala dari apa yang mereka dakwahkan sampai mereka memastikan bahwa jalan yang
mereka tempuh mendapatkan ridho Allah Ta’ala.
Imam Malik ketika ditanya ketika membuat satu kitab setelah kitab Al Muwaqqo (kitab hadist
nomor satu) sebelum adanya shahih Bukhari, “mengapa beliau membuat lagi kitab tersebut?”
Beliau menjawab: “segala sesuatu yang disasari ikhlas karena Allah pasti akan langgeng, dan
sampai saat ini kitab yang beliau tulis masih dipelajari. Usia dan waktu para ulama boleh terbatas
tapi berkah dari kehidupan mereka sangat terasa hinga saat ini. Langgengnya hasil karya dari
para ulama tidak terlepas dari niat ikhlas karena Allah hingga Allah Ta’ala menjaga dan
membuatnya abadi. Bahkan disebutkan ketika beliau menuliskan satu hadist dalam Shahih
Bukhari beliau harus sahalat sunnah dua rakaat maka berapa ribu bahkan jutaaan rakaat yang
telah beliau amalkan untuk kitab tersebut, betapa ikhlashya saking inginnya beliau mencari ridho
Allah Ta’ala dan imbalan dari Allah Ta’ala dijaga kitab yang mereka tulis langgeng hingga
sekarang tidak ada padanannya.

Tiga pengaruh ikhlas dalam dakwah :


 Dakwah diterima di sisi Allah Ta’ala, inilah yang paling penting pengaruh amalan dalam
diri kita sebagai amal shalih
 Dakwah mudah diterima, apa yang disampaikan dan bersumber dari hati maka akan
diterima pula dengan hati dan apa yan disampaikan hanya sekedar di mulut maka akan
diterima sampai di telinga, ilmu dan dakwah yang mudah diterima bersumber dari hati
yang ikhlas
 Dakwah akan langgeng, manfaat dari kelanggengan ini Allah akan menjaga
kesinambungan dakwah sampai amal jariyah akan terus mengalir kepada orang yang
memulai berdakwah, Allah tidak putuskan hanya sampai pada satu dua orang saja tapi
Allah melanggengkannya dari generasi ke generasi yang menunjukkan bahwasanya dia
pun akan mendapatkan pahala yang berlipat ganda atas dakwahnya melebihi dari
umurnya hidup di dunia.

Ada harga yang mesti kita bayar untuk keutamaan dari penjelasan tersebut di atas, hal ini tidak
bisa dicapai dengan mudah namun ada pengorbanan yang kita berikan bahkan sampai kesedihan,
sakit dan lain sebagainya, juga waktu harus kita berikan untuk mendapatkan keutamaan tersebut
karena kita telah berniaga dengan Allah Ta’ala. Orang-orang yang ikhlas bukanlah ornag yang
berpirinsip kolektif selalu ingin melakukan pekerjaan secara bersmaan akan tetapi dia selalu mau
melakukan pekerjaan dakwah meskipun dia sedang bersendirian, seorang da’i adalah orang yang
memberikan pengaruh yang baik dalam kondisi apapun. Kondisi tidak mempengaruhi
semangatnya karena ia memiliki prinsip yang teguh bahwa ia senantiasa berdakwah apapun
kondisinya sesuai kemampuannya dan tidak mudah menyerah.

2. Bertandzim/teratur/terorganisir
Penjelasan dari kitab Shirah Nabawi terkait sejarah perjuangan dakwah Nabi yang
tertandzim dan beliau adalah seorang perancang/perencana dakwah yang ulung mulai dari
dakwah sembunyi-sembunyi sampai dakwah secara terang-terangan, mulailah beliau
menawarkan Islam secara umum dan memperkenalkan Islam sampai ada yang tersibghoh
akhirnya Nabi melihat ada peluang di Madinah maka beliau mengutus seorang da’i pertama
yakni Mus’ab bin Umair, Nabi membekalinya apa yang perlu disiapkan dan apa yang mesti
didakwahkan pertama kali dan bagaimana beliau berhadapan dengan orang-orang yang berada di
Madinah hingga akhirnya dakwah yang dilakukannya sangat gemilang, saat datang 6 orang
utusan dari madinah untuk berhaji dan bertemu Nabi dan membai’at Nabi, tahun berikutnya
datang lagi dengan jumlah yang bertambah dari sebelumnya ada 3 orang diantaranya perempuan
(bahasa kita saat ini SKS/SKD) setelah itu mereka kembali ke Madinah dan Nabi memberikan
tanggung jawab kepada mereka 12 orang atas kabilah masing-masing hingga akhirnya Madinah
didominasi oleh Islam, kemudian masuklah lagi fase hijrah Madinah tidak dijadikan kota tujuan
tempat hijrah namun Nabi mempersiapkannya/merintis bahwa Madinah nantinya akan menjadi
markas dakwah, menjadi pusat dakwah Islam, menjadi pusat kedudukan Nabi karena
pendahuluan yang telah beliau berikan. Nabi mengorganisir hal ini secara rapi walaupun tidak
menyampaikan step-step dan strategi di dalam berdakwah akan tetapi kita bisa mengambil
pelajaran rangkaian strategi Nabi, ketika beliau hijrah ke Madinah beliau sudah ditunggu
kedatangannya bahkan disambut oleh penduduk Madinah sehingga tidak ada satupun yang
menolak hijrah beliau kecuali orang-orang munafik dan orang Yahudi yang tinggal di Madinah,
itulah hasil dakwah yang terorganisir dari Nabi shalallaahu ‘alayhi wa sallam.

3. Al Istimror/Berkesinambungan
Amal jama’i tidak akan pernah berhenti selama dunia ini masih ada maka dakwah ini
akan terus berlangsung tidak akan ada selesainya, maka perlu bagi kita mengazamkan dalam diri
bahwa jalan hidup yang akan kita tempuh adalah untuk dakwah sepanjang hidup kita niatkan
kebaikan semakin banyak mengambil peran di jalan dakwah maka akan membuat kita semakin
baik dan ini adalah persoalan mindset karena semangat/motivasi itu datang dari diri kita sendiri
dengan mencapai tujuan serta cita-cita besar yang akan dicapai hingga kita ingin wafat di jalan
dakwah Ilallah. Apabila hal ini kita gaungkan dalam diri dan dikokohkan di dalam hati kita maka
kita tidak akan pernah mundur karena kita khawatir tiba saatnya kita mundur menjadi akhir
hidup saya tentu hal ini akan menjadi sebuah penyesalan yang sangat besar, menjadi sesuatu
yang harus dipahami bahwa dakwah ini akan terus berkesinambungan. Bila kita mundur maka
pasti Allah Ta’ala pasti akan mendatangkan penggantinya dengan orang-orang yang jauh lebih
baik dari kita. QS. Al Maidah: 54
‫هّٰللا‬
‫ف َيْأتِى ُ ِب َق ْو ٍم ُّي ِح ُّب ُه ْم َو ُي ِح ُّب ْو َن ٗ ٓه ۙاَ ِذلَّ ٍة َع َلى‬ َ ‫س ْو‬َ ‫ٰ ٓيا َ ُّي َها ا َّل ِذ ْينَ ٰا َم ُن ْوا َمنْ َّي ْر َتدَّ ِم ْن ُك ْم َعنْ ِد ْينِهٖ َف‬
‫هّٰللا‬ ‫هّٰللا‬
ِ ُ ‫ضل‬ ْ ‫ل ِ َواَل َي َخافُ ْونَ َل ْو َم َة اَل ۤ ِٕى ٍم ٰۗذلِ َك َف‬4ِ ‫س ِب ْي‬ َ ‫عِز ٍة َع َلهّٰللاى ا ْل ٰكف ِِر ْي ۖنَ ُي َجا ِهد ُْونَ ف ِْي‬
َّ َ‫ا ْل ُمْؤ ِم ِن ْينَ ا‬
‫ش ۤا ُء َو َواسِ ٌع َعلِ ْي ٌُم‬ ۗ َ ‫ه َمنْ َّي‬4ِ ‫ُيْؤ ِت ْي‬

“Wahai orang-orang yang beriman! Barangsiapa di antara kamu yang murtad (keluar) dari
agamaNya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum, Dia mencintai mereka dan
mereka pun mencintai-Nya, dan bersikap lemah lembut terhadap orang-orang yang beriman,
tetapi bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak
takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah yang diberikan-Nya kepada
siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Mahaluas (pemberian-Nya), Maha Mengetahui”.
Penjelasan dari ayat:
Bila sebelumnya dijelaskan tentang larangan untuk tidak menjadikan orang Yahudi dan Nasrani
sebagai teman setia serta tentang buruknya sikap kaum munafik, maka ayat-ayat berikut
berbicara tentang orang mukmin. “Wahai orang-orang yang beriman! Barang siapa di antara
kamu yang murtad atau keluar dari agamanya, maka ketahuilah bahwa kelak Allah akan
mendatangkan suatu kaum yang benar-benar beriman untuk menggantikanmu. Dia mencintai
mereka dan mereka pun mencintai-Nya dengan segenap keikhlasannya, dan mereka juga selalu
bersikap lemah lembut terhadap sesama orang-orang yang beriman, tetapi sebaliknya, mereka
akan bersikap keras terhadap orang-orang kafir. Selain itu, mereka juga merupakan umat yang
selalu siap untuk berjihad di jalan Allah, dan mereka juga termasuk orang-orang yang tidak
takut kepada celaan orang yang dengki dan tidak senang yang suka mencela. Itulah salah satu
bentuk karunia Allah yang diberikan-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki dari makhluk-Nya.
Karena itu ketahui dan pahami bahwa Allah itu Mahaluas pemberian-Nya, lagi Maha
Mengetahui.

Ayat ini sangat gamblang yang diserunya pertama kali adalah orang-orang yang beriman
berpalingnya seseorang/mundurnya dari kebaikan itu tidak merugikan Islam sama sekali, sangat
keliru bila ada orang yang merasa sangat dibutuhkan, merasa pintar dan berjasa bisa segalanya
hal ini justru kita yang butuh dengan Islam dan dakwah ini bahkan Allah akan mendatangkan
yang lenih baik dari orang-orang yang mundur. Sangat mudah bagi Allah mendatangkan
pengganti yang lebih baik dan Allah telah maklumkan hal tersebut dengan hadirnya karakter
mereka yang mencintai Allah dan Allah pun mencintainya. Hal kita wujudkan bahwa siapa yang
mencinta Allah, maka Allah akan mencintainya. Ini juga menjadi peringatan bagi kita jangan
pernah mau mundur dari satu kebaikan karena mundurnya kita maka Allah segera mendatangkan
pengganti yang lebih baik dari kita, mereka hadir dengan karakter mereka mencintai Allah dan
Allah Ta’ala pun mencintai mereka (mungkin pandangan kita melihat orang lain bahwa dia lebih
dibawah dari saya dan bisa lebih dari dia, kita tidak boleh jumawa/merasa tinggi yang merasa inti
dari segalanya merasa menjadi pemain utama) hal ini akan merugikan dirinya sendiri karena
telah gagal sebelumnya karena Allah lah yang menjadikan hamba-hamba-Nya memiliki
kemampuan, Allah datangkan terus menerus generasi yang tangguh unutk dakwah ini maka
sangat merugilah orang yang tidak mau mengambil bagian karena Allah telah menjanjikan
kebaikan dan ini menjadi isyarat bagi kita bahwa orang yang terjun di dalam dakwah akan
diberikan jaminan oleh Allah dengan memberikan karunia kepada mereka, mencintainya dan
menjadikan mereka tidak takut dengan celaan manusia terhadap mereka dan Allah yang akan
membentuk mereka. Harapan kita dengan terjunnya kita di dunia dakwah dengan tidak
meragukan diri kita maka kelak kita akan menjadi orang-oarang yang memenuhi karakter
tersebut.
Apabila ada orang yang mengatakan “saya belum bisa berdakwah dan sebagainya,
sebenarnya ia telah menyulitkan dirinya sendiri dan telah gagal terlebih dulu, padahal kita
ketahui bahwa tidak ada orang yang seketika bisa begitu saja melakukan pekerjaan dakwah
semua butuh proses latihan. Urusan-urusan akhirat yang kita utamakan akan membawa
kesuksesan pada urusan kita di dunia, Allah telah takdirkan secara detail terkait usia, rezeki dan
harta bagi kita maka kita tidak perlu ragu sebab kita telah memiliki bagian yang tersimpan di sisi
Allah Ta’ala, cukuplah kita membangun jembatan untuk mencapainya karena itu adalah ibadah.
Orang-orang yang beriman dengan keimanan yang baik akan mencintai perkara ukhrawi dan
merasa qona’ah dengan perkara duniawi. Dakwah ini pastilah akan dijaga oleh Allah Ta’ala
dengan mengahdirkan orang-orang yang tangguh yang tidak terlepas dari takdir Allah
dan dari kemauan kita dengan menundukkan hawa nafsu untuk mengejar ridho Allah
Ta’ala tidak pasrah dengan keadaan yang kita miliki, dakwah ini adalah sesuatu yang
berkesinambungan apabila kita tidak mau mengambil andil di dalamnya maka Allah akan
datangkan orang-orang yang mau mengambil ambil di dalamnya. Kita memiliki amalan-
amalan pribadi yang nantinya membedakan tingkatan kita di akhirat kelak dengan
saudara-saudara kita, di akhiratlah akan tersingkap semuanya ternyata saudara kita
tempatnya di sisi Allah memiliki kedudukan yang tinggi dan akan nampak semua
keutamaan yang telah ia ushakana sewaktu di dunia melebihi dari usaha kita dan Allah
sangat jeli melihat amalan manusia secara individu.

4. Al Itqon/mutqin/professional
Professional adalah memiliki komitmen atas apa yang kita jalani dan menjadi
konsekuensi dari amanah atau pekerjaan yang kita pegang, ketika kita mendapatkan
amanah menjadi pengurus maka musyawarah rutin harus dijalankan, professional ini juga
bagian dari akhlak dan amal shalih yang mulia di sisi Allah.
Ali bin Abi Thalib diusianya masih belia mendapat perintah dari Nabi shalallaahu ‘alayhi
wa sallam menggantikan beliau di tempat tidur memakai pakaian dan selimut Nabi,
beliau mutqin di dalam menjalankan amanah sementara Nabi bersama Abu Bakar ra.
pergi berhijrah meninggalkan beliau, bisa saja pada saat itu beliau berfikir mengapa saya
ditinggalkan sendiri menghadapi rumah Nabi dengan pedang terhunus, namun beliau
tetap komitmen hingga pagi dan didapati oleh kumpulan pemuda Quraisy yang
mengacungkan pedang dan siap untuk membunuh Ali bin Abu Thalib yang disangka
Nabi dan beliau menjalankan amanahnya dengan professional. Beliau bertemu Nabi
belakangan ketika di Quba.
Kisah Ja’far bin Abu Thalib si pemilik dua sayap di syurga ketika terjadi satu peperangan
dan beliau ditugaskan memegang bendera kaum muslimin yang saat itu beliau
diperhadapkan dengan musuh dan ditebas tangan kanannya kemudian beliau
memindahkan panji itu di tangan kirinya dan ditebas lagi kemudian memeluk panji itu
dengan kedua lengannya. Ja’far tetap berkomitmen memeluk sebab panji itu adalah
kehormatan kaum muslimin, apabila panji ini jatuh maka akan jatuh pula semangat kaum
muslimin berperang.

Inilah sikap professional dengan segala konsekuensinya yang ada dari apa yang
telah ia ikrarkan dan komitmen untuk melaksanakannya, seperti inilah juga ketika kita
menjadi pengurus memegang kontrak dakwah dunia akhirat yang kadang kita
menyepelekannya dan menganggapnya biasa-biasa saja tidak hadir dalam musyawarah
KM dan lain sebagainya bahkan memudahkan dirinya tidak berkomiten dengan apa yang
telah kita terima sebagai amanah kita.
Kurangnya kita menyadari hal tersebut bahwa ini adalah sebuah ibadah dan ada pahala di
dalamnya, hadir dalam musyawarah, kajian pengurus, datang on time pada saat tarbiyah
dan musyawarah yang semua ini kurang kita pahami sehingga menganggapnya biasa-
biasa saja padahal semua itu mendapatkan penilaian di mata Allah Ta’ala sekaligus itu
membentuk dirinya untuk memiliki akhlak yang baik. Lakukanlah semua urusan dengan
niat mengharap ridho dan pahala dari Allah Ta’ala sehingga kita bisa memberikan andil
untuk ummat dan dakwah ini.

5. Bertahap
Perjuangan dari dakwah Nabi membutuhkan tahapan-tahapan mulai dari dakwah
sirriyah/sembunyi-sembunyi mendakwahi orang-orang terdekat beliau sampai dakwah
secara terang-terangan, mengawali dakwah di Makkah terlebih dahulu kemudian hijrah
ke Madinah, setelah dakwah Islam di Jazirah Arab sudah tegak maka diperluas lagi
dengan mendakwahi raja-raja di luar Arab, seperti inilah tahapan-tahapan dari dakwah
Nabi shalallahu ‘alayhi wa salaam di dalam berjuang.
Bersabar dalam setiap fase perjuangan dakwah walaupun sangat sulit harus
dilewati secara sunnatullah akan seperti itu maka kita tidak boleh terburu-buru/isti’jal
tanpa perhitungan melakukan sesuai dengan hawa nafsu akan tetapi harus melewati
tahapan dengan strategi dan pertimbangan dan tahapan ini bagian dari
tandzim/keteraturan organisasi. Sangat perlu kita memahami persoalan ini agar kita
mengetahui apa yang harus kita lakukan dan apa yang kita dapatkan ketika kita
melakukan dakwah tersebut dan benahi dengan niat yang baik lagi ikhlas karena besarnya
niat jelasnya tujuan akan mempengaruhi kualitas dari apa yang kita lakukan. Motivasi
diri kita dengan memahami apa tujuan kita sehingga hal itulah yang menjadi niat besar
kita, apa yang kita dapatkan tergantung dari niat kita dan memohon kepada Allah Ta’ala
untuk menjaga kita dalam kerja-kerja dakwah sehingga kerja dakwah itulah kelak akan
menjadi amaliah kita berupa amal jama’i dan tegaknya panji Allah sebagai suatu amalan
yang diharapkan menjadi pemberat timabangan amal shalih di akhirat kelak.

1. Pembinaan/Pembentukan Pribadi Muslim


Pembentukan kepribadian muslim menjadi tahapan karakter yang utama untuk
dibentuk melalui amal Islami:
1. Pribadi Mukmin yang bertauhid
Mukmin yang benar-benar mentauhidkan Allah Ta’ala yakni
menghilangkan tahayyul, bid’ah, khurafat sehingga ia optimis dengan segala bantuan
dari Allah Ta’ala, mentauhidkan Allah dalam uluhiyahnya, rububiyah dan dalam asma
wa sifat, ini merupakan pondasi dasar dari seluruh amalan-amalan dalam agama
(tauhid) sehingga lahir tauhid yang kuat darinya untuk beramal Islami. Hal inilah
yang akan diwujudkan dalam kehidupan dengan lahirnya mukmin yang betul-betul
bertauhid kepada Allah Ta’ala meyakini Allah sebagai tuhan yang Maha Agung, ini
jualah yang hendak diperjuangkan dalam tarbiyah-tarbiyah kita.
Mentarbiyah mad’u dimulai dari mentauhidkan Allah subhaanahu wa ta’ala dan inilah
perkara yang paling mendasar sebagai sumber keselamatan dalam kehidupan seorang
hamba. Melalui tarbiyah maka tidak mudah runtuh tauhid apabila terjadi kesulitan
dalam hidup seorang hamba yang mana banyak kita saksikan bagaimana kaum
muslimin yang lemah sisi tauhidnya ketika ia ditimpa cobaan sehingga membuat
tauhidnya terkikis sedikit demi sedikit menjadikan orang yang tidak lagi memiliki
harapan kepada Allah bahwa Allah Maha Kaya, Maha Kuat, Maha Penolong dan
Yang Maha Berkuasa atas segala sesuatu. Orang-orang yang beriman ketika ditimpa
musibah justru akan semakin mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala sebagaimana
kisah para Nabi bagaimana ketika mendapatkan teguran dari Allah Ta’ala yang
pertma kali mereka benahi adalah diri mereka dan memohon ampun kepada Allah.

Kisah Nabi Adam as. ketika mendapatkan teguran dari Allah saat melanggar
larangan Allah maka beliau memohon ampun dan mengakui kesalahannya.
Begitu pula Nabi Yunus ketika berada di dalam perut ikan sebagi bentuk teguran dari
Allah karena marah dan meninggalkan kaumnya sehingga beliau berdoa dan
beristighfar serta mengakui kesalahan-kesalahannya.
Nabi Nuh pun demikian ketika beliau mendoakan keburukan kepada anaknya yang
telah kufur kepada Allah sehingga ditegur oleh Allah maka beliau pun beristighfar
mengakui kesalahannya. Hal semua ini menunjukkan penyerahan diri mereka para
Nabi kepada Allah Ta’ala dan mengakui kekuasaan Allah hingga kembali kepada
Allah Ta’ala.
Banyak hal-hal yang kita saksiakan dari kaum muslimin saat ini ketika mereka
ditimpa musibah, sakit, rezeki yang kurang tidak lagi kembali kepada Allah Ta’ala
namun mereka menjauh dari-Nya. Betapa syaithon leluasa membuat mereka lalai/lupa
kepada Allah, bukannya mendekatkan diri kepada Allah justru menjauh, melakukan
praktek kesyirirkan, lari ke dukun ketika sakit, melakukan praktek ekonomi yang
bertentangan dengan syari’at dengan mendekati riba.

Seorang mukmin ketika ditimpa musibah dan meyakini hal ini datang dari
Allah maka hanya Allah yang Maha Mampu mengangkat musibah tersebut.
Pentingnya mendidik diri kita bila kesulitan terjadi maka solusi yang paling jitu
adalah banyak mendekatkan diri kepada Allah subhaanahu wa ta’ala. Pada
kenyataannya banyak kita dapati manusia ketika ditimpa musibah mereka menjauh
dari ilmu, kebaikan bahkan menjauh dari Allah, jadilah musibah berlapis-lapis
menimpa padanya musibah dunia dan didatangkan pula musibah pada agamanya,
na’udzubillah min dzalik.
Kepribadian yang wajib dibentuk pada diri mukmin yakni bertauhid kapada Allah
subhaanahu wa ta’ala. QS. An Nisa: 36

‫سانًا* َّوبِ ِذى ا ْلقُ ْر ٰبى* َوا ْليَ ٰتمٰ ى َوا ْل َم ٰس ِك ْي ِن َوا ْل َجا ِر ِذى ا ْلقُ ْر ٰبى* َوا ْل َجا ِ*ر‬ َ ‫ش ْيـًٔا َّوبِا ْل َوالِ َد ْي ِ*ن اِ ْح‬ ْ ُ‫ َوا ْعبُدُوا هّٰللا َ َواَل ت‬ 
َ ‫ش ِر ُك ْوا بِ ٖه‬
ۙ‫سبِ ْي ۙ ِل َو َما َملَ َكتْ اَ ْي َمانُ ُك ْم ۗ اِنَّ هّٰللا َ اَل يُ ِح ُّب َمنْ َكانَ ُم ْختَااًل فَ ُخ ْو ًرا‬ َّ ‫ب َوا ْب ِن ال‬
ۢ
ِ ‫ب بِا ْل َج ْن‬
ِ ‫اح‬ِ ‫ص‬َّ ‫ب َوال‬ ِ ُ‫ا ْل ُجن‬

“Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu


apa pun. Dan berbuat-baiklah kepada kedua orang tua, karib-kerabat, anak-anak
yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawat, ibnu
sabil dan hamba sahaya yang kamu miliki. Sungguh, Allah tidak menyukai orang
yang sombong dan membanggakan diri”
Ayat-ayat di atas yang berbicara tentang aturan dan tuntunan kehidupan rumah
tangga dan harta waris, memerlukan tingkat kesadaran untuk mematuhinya. Ayat ini
menekankan kesadaran tersebut dengan menunjukkan perincian tempat tumpuan
kesadaran itu dipraktikkan. Dan sembahlah Allah Tuhan yang menciptakan kamu dan
pasangan kamu, dan janganlah kamu sekali-kali mempersekutukan-Nya dengan sesuatu
apa pun. Dan berbuat baiklah dengan sungguh-sungguh kepada kedua orang tua, juga
kepada karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan
tetangga jauh walaupun tetangga itu nonmuslim, teman sejawat, ibnu sabil, yakni orang
dalam perjalanan bukan maksiat yang kehabisan bekal, dan hamba sahaya yang kamu
miliki. Sungguh, Allah tidak menyukai dan tidak melimpahkan rahmat dan kasih sayang-
Nya kepada orang yang sombong dan membanggakan diri di hadapan orang lain.
Orang-orang yang tidak mau beribadah kepada Allah adalah orang-orang yang
sombong, beribadah kepada Allah merupakan kebutuhan kita apabila seseorang tidak
beribadah kepada-Nya maka dialah orang yang sombong mencuckupkan dirinya seolah
tidak membutuhkan Allah, sesungguhnya kita manusia al fakir/hamba yang sangat butuh
kepada Allah pada kondisi apapun dan dalam setiap detik hatta pada perkara yang kita
anggap remeh, sekecil-kecinya perkara apabila tidak dikehendaki oleh Allah maka tidak
akan ada yang mampu melakukannya. Segala sesuatu yang terjadi di muka bumi ini
merupakan dengan izin Allah Ta’ala, maka kepribadian inilah yang patut kita bentuk
dalam diri kita dengan cobaan-cobaan atau kesenangan merupakan ujian yang dapat
menjauhkan dan juga dapat mendekatkan diri kepada Allah tergantung bagaimana kita
menyikapinya.
Ketika kita membina liqo maka kuatkan mereka ketika mereka ditimpa ujian
bahwa sesungguhnya apa yang ditakdirkan untuk kita itulah yang terbaik, karena boleh
jadi apa yang kita anggap baik belum tentu baik di mata Allah begitupun sebaliknya.

2. Pribadi Hamba yang Ittiba


Seorang hamba yang betul-betul ittiba kepada Rasul, materi ini sudah sering
kita dengarkan, namun kita ketahui bahwa perkara-perkara yang sering kita dengarkan
hikmahnya adalah semakin menguatkan kita dan kita bersyukur sebab hal ini semakin
mengokohkan diri kita. Ini juga menjadi strategi orang-orang kafir dalam hal perang
pemikiran/opini/ghozul fikr mereka memakai ini secara berulang-ulang.

Ilmu semakin diulang maka akan semakin dikuasai bahkan akan tampak hal-hal yang
baru buat kita, mengikuti Nabi meskipun sering diulang-ulang ilmunya mengikuti
ta’lim meskipun materinya sudah pernah kita dapatkan karena dengannya akan kita
dapatkan lagi sesutau yang bermanfaat dan hal yang paling bermanfaat dari hal
tersebut adalah kokohnya perkara ilmu tersebut di dalam diri kita, metode ini pula
dipakai oleh orang-orang kafir di dalam perang pemikiran seperti yang telah
disebutkan sebelumnya dan mereka mengulang-ulang sesuatu.
Salah satu contoh media yang awalnya masyarakat menolak dan alergi karena belum
terbiasa namun ketika hal itu selalu diulang terus ditawarkan diberitakan dan disorot
oleh media menjadikan masyarakat terbiasa yang semulanya hal itu sesuatu yang
asing menjadi terbiasa dan tidak ada lagi penolakan, perlawanan, antipati dengan isu
yang semula perkara tersebut ditolak.

Ittiba ini kita melihat banyak yang terkikis akibat gempuran-gempuran media yang
terus ditampilkan secara berulang-ulang, kita melihat muslimah saat ini eksis di dunia
nyata dan di dunia maya ditambah lagi obrolan di media sosial dan disaksikan oleh
banyak orang dan berbagai kalangan yang mengikis rasa izzah/malu/iman ketika ingin
mengetahui sesorang hanya dengan membuka media sosial yang muslim muslimah
yang bersangkutan maka kita akan mengetahui semua tentangnya tidak ada lagi suatu
privasi dalam dirinya karena semuanya telah terpampang yang membuat muslimah
seperti ini karena media yang membentuknnya dengan melihat semua orang
melakukan aktivitasnya di media sosial pada akhirnya membuatnya latah/ikut-ikutan
melakukannya.

Berkaca pada kisah para shahabiyah/muslimah salafiyah maka kita sangat jauh dari
mereka, tatanan seorang murobbiyah apabila tidak bisa lagi menahan diri di media
sosial maka bisa kita bayangkan mutarobbiyah seperti apa kedepannya. Cukuplah kita
mengambil pelajaran dari orang-orang dan janganlah orang lain yang mengambil
pelajaran dari kesalahan yng kita lakukan, seorang hamba yang ahli ibadah seperti
Nabi shalallaahu ‘alayhi wa sallam dari segala sisi beliau. QS. Al Hasyar: 7
ٰ ‫هّٰللا‬
‫س ْو ِل َولِ ِذى ا ْلقُ ْر ٰبى َوا ْليَ ٰتمٰ ى َوا ْل َم ٰس ِك ْي ِن َوا ْب ِن‬ ُ ‫س ْولِ ٖه ِمنْ اَه ِْل ا ْلقُ ٰرى فَلِلّ ِه َولِل َّر‬ ُ ‫َمٓا اَفَ ۤا َء ُ ع َٰلى َر‬
ُ ‫سبِ ْي ۙ ِل َك ْي اَل يَ ُك ْونَ د ُْولَةً ۢ بَيْنَ ااْل َ ْغنِيَ ۤا ِء ِم ْن ُك ۗ ْم َو َمٓا ٰا ٰتى ُك ُم ال َّر‬
‫س ْو ُل فَ ُخ ُذ ْوهُ َو َما نَ ٰهى ُك ْم َع ْنهُ فَا ْنتَ ُه ْو ۚا‬ َّ ‫ال‬
‫هّٰللا‬ ‫هّٰللا‬
ِ ۘ ‫ش ِد ْي ُد ا ْل ِعقَا‬
‫ب‬ َ َ َّ‫َواتَّقُوا َ ۗاِن‬

“Harta rampasan (fai') dari mereka yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (yang
berasal) dari penduduk beberapa negeri, adalah untuk Allah, Rasul, kerabat (Rasul),
anak-anak yatim, orang-orang miskin dan untuk orang-orang yang dalam perjalanan,
agar harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu.
Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu
maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah sangat keras
hukuman-Nya”
Allah lalu menjelaskan apa itu fai’ dan peruntukannya. Harta rampasan dari mereka,
musuh-musuh Allah yang meninggalkan hartanya tanpa perlawanan, maka harta itu
diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang berasal dari penduduk beberapa negeri seperti
Bani Quraizah, Bani Nadir, penduduk Fadak dan Khaibar, penyalurannya adalah untuk
Allah, untuk kepentingan fasilitas umum dan fasilitas sosial; untuk Rasul guna menopang
perjuangan Islam; untuk kerabat Rasul yang membutuhkan bantuan; untuk anak-anak
yatim guna menopang pendidikan mereka; untuk orang-orang miskin agar bisa
mengembangkan diri; dan untuk orang-orang yang dalam perjalanan guna mencari
penghidupan yang lebih baik. Singkatnya, agar harta itu jangan hanya beredar di antara
orang-orang kaya saja di antara kamu, tetapi harus memiliki fungsi sosial seperti air
mengalir ke tempat yang lebih rendah sehingga bermanfaat bagi kaum duafa. Allah
mengajarkan prinsip dalam mengamalkan Islam: Apa yang diberikan Rasul kepadamu,
perintah maupun anjuran dalam ibadah dan muamalah, maka terimalah sebagai
pedoman dalam ber-Islam. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah
sebagai sesuatu yang harus dijauhi, karena di balik perintah dan larangan itu ada
hikmah yang sangat berharga bagi manusia, dunia akhirat. Dan bertakwalah kepada
Allah dengan melaksanakan semua perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya.
Sungguh, Allah sangat keras hukuman-Nya bagi kaum yang menolak beriman kepada
Rasulullah padahal mereka mengetahui bahwa beliau sebenarnya utusan Allah seperti
kaum Yahudi di Madinah. QS. Al Ma’idah: 3
ُ‫ُح ِّر َمتْ َعلَ ْي ُك ُم ا ْل َم ْيتَةُ* َوال َّد ُم َولَ ْح ُم ا ْل ِخ ْن ِز ْي ِر َو َمٓا اُ ِه َّل ِل َغ ْي ِر هّٰللا ِ بِ ٖه َوا ْل ُم ْن َخنِقَةُ* َوا ْل َم ْوقُ ْو َذةُ َوا ْل ُمتَ َر ِّديَة‬
‫ق‬ٌۗ ‫س‬ ْ ِ‫س ُم ْوا بِااْل َ ْزاَل ۗ ِم ٰذلِ ُك ْم ف‬
ِ ‫ستَ ْق‬
ْ َ‫ب َواَنْ ت‬ ِ ‫ص‬ ُ ُّ‫سبُ ُع اِاَّل َما َذ َّك ْيتُ ۗ ْم َو َما ُذبِ َح َعلَى الن‬ َّ ‫َوالنَّ ِط ْي َحةُ َو َمٓا اَ َك َل ال‬
‫اخش َْو ۗ ِن اَ ْليَ ْو َم اَ ْك َم ْلتُ لَ ُك ْم ِد ْينَ ُك ْم َواَ ْت َم ْمتُ َعلَ ْي ُك ْم‬ ْ ‫س الَّ ِذيْنَ َكفَ ُر ْوا ِمنْ ِد ْينِ ُك ْم فَاَل ت َْخش َْو ُه ْم َو‬ َ ‫اَ ْليَ ْو َم يَ ِٕى‬
‫هّٰللا‬
‫ف اِّل ِ ْث ۙ ٍم فَاِنَّ َ َغفُ ْو ٌر َّر ِح ْي ٌم‬ ٍ ِ‫ص ٍ*ة َغ ْي َر ُمت ََجان‬ َ ‫اضطُ َّر فِ ْي َم ْخ َم‬ ْ ‫ساَل َم ِد ْينً ۗا فَ َم ِن‬ ْ ِ ‫ض ْيتُ لَ ُك ُم ااْل‬ِ ‫نِ ْع َمتِ ْي َو َر‬
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, dan (daging) hewan yang
disembelih bukan atas (nama) Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang
ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu sembelih. Dan
(diharamkan pula) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan pula) mengundi
nasib dengan azlam (anak panah), (karena) itu suatu perbuatan fasik. Pada hari ini
orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah
kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Aku
sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah
Aku ridai Islam sebagai agamamu. Tetapi barangsiapa terpaksa karena lapar, bukan
karena ingin berbuat dosa, maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang”.
Penjelasan : Pada ayat yang lalu telah dijelaskan beberapa perbuatan yang diharamkan.
Ayat ini menguraikan lebih terperinci makanan-makanan yang diharamkan. Ada sepuluh
jenis makanan yang diharamkan, semuanya berasal dari hewan. Diharamkan bagimu
memakan bangkai, darah yang keluar dari tubuh, sebagaimana tersebut dalam Surah
alAn'am/6: 145, daging babi, dan daging hewan yang disembelih bukan atas nama Allah,
demikian pula diharamkan daging hewan yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang
ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu sembelih. Hewan
yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas
adalah halal hukumnya kalau sempat disembelih sebelum mati. Dan diharamkan pula
hewan yang disembelih untuk berhala. Dan diharamkan pula mengundi nasib dengan
anak panah. Orang Arab Jahiliah menggunakan anak panah untuk menentukan apakah
mereka akan melakukan suatu perbuatan atau tidak. Mereka mengambil tiga buah anak
panah yang belum memakai bulu, masing-masing anak panah itu ditulis dengan kata-
kata “lakukan”, “ jangan lakukan”, dan anak panah yang ketiga tidak ditulis apa-apa.
Semua anak panah itu diletakkan dalam sebuah tempat dan disimpan dalam Kakbah.
Bila mereka hendak melakukan suatu perbuatan, maka mereka meminta agar juru kunci
Kakbah mengambil salah satu dari tiga anak panah itu. Mereka melakukan perbuatan
atau tidak melakukan perbuatan sesuai dengan bunyi kalimat yang tertulis dalam anak
panah yang diambilnya. Kalau yang terambil anak panah yang tidak ada tulisannya,
maka undian diulangi sekali lagi. Janganlah melakukan yang demikian itu karena itu
suatu perbuatan fasik. Pada hari ini, yaitu pada waktu Haji Wada’, haji terakhir yang
dilakukan oleh Nabi Muhammad, orang-orang kafir telah putus asa untuk mengalahkan
agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku.
Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan
nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu. Tetapi barang siapa
dalam keadaan terpaksa, dibolehkan memakan makanan yang diharamkan oleh ayat ini
karena lapar, bukan karena ingin berbuat dosa, maka sungguh, Allah Maha Pengampun,
Maha Penyayang.

3. Pribadi yang jujur dan terpercaya


Dia adalah seorang yang dapat dipercaya lawan dari pendusta atau munafik, Nabi
shalallahu ‘alayhi wa sallam yang dijuluki sebagai seorang al-amiin oleh kaumnya pada
masanya ini menunjukkan bahwa kejujuran dan amanah itu adalah sifat yang sangat
mulia bahkan orang kafir sekalipun memuliakan orang-orang yang jujur diantara mereka,
itulah predikat yang didapat oleh Nabi dari kaumnya. Ia jujur dengan niat dan lisannya
serta jujur dengan amalan-amalannya bahwa melakukan segala sesuatu niatnya benar
karena Allah Ta’ala, kedudukan as-siddik merupakan kedudukan yang sangat tinggi.

Sahabat Abu Bakar ra. merupakan sahabat yang satu-satunya mendapat gelar as-siddik
karena kejujuran niat dalam Islamnya lisan serta amalnya sehingga beliau mendapatkan
julukan spesial ini dari orang-orang di sekitarnya sehingga tidak ada yang menandingi
amalan beliau. Ketika Rasulullah dimi’rajkan dari masjidil Aqsha ke Sidratul Muntaha
naik ke langit dan kembali lagi maka orang-orang Quraisy mengolok-olok beliau karena
peristiwa yang terjadi dalam satu malam dengan jarak yang sangat jauh bahkan sebagian
orang-orang beriman pada saat itu pun bertanya bagaimana hal itu bisa terjadi, namun
ketika ditanyakan kepada Abu Bakar r.a tentang perkara tersebut maka beliau menjawab
“apabila Nabi shalallahu ‘alayhi wa sallam yang mengatakannya maka aku percaya tanpa
ada keraguan sedikit pun, beliau adalah orang yang selalu membenarkan perkataan
Rasulullah dan beliau orang yang yakin dengan Allah, keutamaan yang lain dari Abu
Bakar ra. ketika perang tabug menghimbau kaum muslimin untuk menginfaqkan hartanya
membiayai peperangan dimasa yang sulit beliau ra. datang dengan seluruh hartanya,
ketika subuh hari juga Rasulullah bertanya tentang siapakah hari ini sudah bersdekah dan
menjenguk orang yang sakit serta berpuasa? maka Abu Bakar ra. melakukan semua
amalan-amalan yang disebutkan oleh Nabi semuanya telah ditunaikan olehnya ra.
Beliau jujur dengan segala amalannya bukan sekedar kamuflase akan tetapi lahir dari hati
yangkin dan ikhlas. QS. At Taubah: 119
‫هّٰللا‬
ّ ٰ ‫يااَيُّ َها الَّ ِذيْنَ ٰا َمنُوا اتَّقُوا َ َو ُك ْونُ ْوا َم َع ال‬
َ‫ص ِدقِيْن‬
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah, dan bersamalah kamu
dengan orang-orang yang benar”
Penjelasan: Penegasan bahwa Allah Maha Penerima tobat diikuti dengan perintah:
Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dengan sungguh-sungguh
berupaya melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, dan hendaklah kamu
bersama dengan orang-orang yang benar, jujur dalam ucapan, perilaku dan
perbuatannya.
QS. Al Ma’idah: 119

‫هّٰللا‬
ْ ‫ص ْدقُ ُه ْم ۗ لَ ُه ْم َج ٰنّتٌ ت َْج ِر‬
‫ي ِمنْ ت َْحتِ َها ااْل َ ْن ٰه ُر ٰخلِ ِديْنَ فِ ْي َهٓا اَبَدًا‬ ِ َ‫ص ِدقِيْن‬ ّ ٰ ‫قَا َل ُ ٰه َذا يَ ْو ُم يَ ْنفَ ُع ال‬
‫ض ْوا َع ْنهُ ٰۗذلِ َك ا ْلفَ ْو ُز ا ْل َع ِظ ْي ُم‬ ‫هّٰللا‬
ُ ‫ض َي ُ َع ْن ُه ْم َو َر‬ ِ ‫ۗ َر‬
“Allah berfirman, “Inilah saat orang yang benar memperoleh manfaat dari
kebenarannya. Mereka memperoleh surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai,
mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah rida kepada mereka dan mereka pun
rida kepada-Nya. Itulah kemenangan yang agung.”
Penjelasan : Allah menjawab apa yang disampaikan Nabi Isa dengan berfirman
kepadanya, “Inilah saat orang-orang yang benar tauhidnya kepada Allah, tidak
mempertuhankan manusia, dan tidak beribadah kecuali kepada Allah; ibadahnya
mengikuti ketentuan Allah, niatnya ikhlas dan hatinya bersih selama hidup di dunia,
memperoleh manfaat dari kebenarannya di akhirat dengan memperoleh jaminan
keselamatan dan terbebas dari azab jahanam. Mereka memperoleh surga yang mengalir
di bawahnya sungai-sungai, kenikmatan yang tiada bandingannya di dunia; mereka
kekal di dalamnya selama-lamanya, dalam keabadian tanpa batas waktu. Allah rida
kepada mereka atas keyakinan mereka yang lurus, ibadah mereka yang istikamah, dan
akhlak mereka yang mulia; dan mereka pun rida kepada-Nya atas segala perlakuan
Allah kepada mereka. Itulah, sejatinya, kemenangan yang agung, menurut Allah.”

Kejujuran itu meliputi kejujuran niat, lisan dan amal hingga Allah juga
menjanjikan kepada mereka hari dimana mereka memperoleh syurga yang mengalir di
bawahnya sungai-sungai dan mereka kekal di dalamnya selama-lamanya Allah ridho
kepada mereka dan mereka ridho kepada-Nya dan ini merupakan kemenangan yang besar
bagi orang-orang yang jujur.
4. Pribadi yang cerdas
Cerdas yang disebutkan oleh para ulama adalah orang yang senantiasa memikirkan
kehidupan akhiratnya, senantiasa menghindari perkara yang mendatangkan dosa bagi
dirinya menundukkan hawa nafsunya banyak mengingat kematian dan banyak
persiapannya untuk kehidupan sesudah mati, itulah orang yang cerdas. Orang yang cerdas
juga adalah ia yang mampu menyikapi perkara sikap yang sesuai dengan syari’at.
Abu Jahl sesungguhnya orang yang cerdas, ia bisa bersya’ir, seorang tokoh ummat yang
memimpin kaumnya akan tetapi ia digelari dengan Abu Jahl/bapaknya kebodohan yang
artinya karena ia tidak bisa menerima agama Islam akan tetapi ia tidak cerdas untuk
kehidupan akhiratnya.

Hal yang semestinya kita bentuk dalam amal Islami dakwah/perjuangan kita
wujudkan kepribadian yang cerdas pada diri kita sekaligus pada diri orang lain
(mutarobbiyah, mad’u), senantiasa berfikir jauh kedepan tentang masalah akhiratnya
bertambahnya usia kita harusnya semakin loba dengan amal shalih. Aktivitas
mengajarkan Al Qur’an dan mentarbiyah adalah amalan yang akan mengantarkan kita
pada seorang sebaik-baik manusia, ketika kita berhenti dari aktivitas tersebut maka
amalan apa lagi yang akan kita lakukan yang dapat menandingi balasan dari amal yang
telah kita tinggalkan tadi. Semakin bertambahhnya usia semakin semangat menambah
amal shalih karena waktu yang kita miliki tersisa sedikit ada limit waktunya sehingga
membuat kita berlari kencang berpacu untuk melakukan amalan shalih
memperbanyaknya sehingga mendapatkan nilai pahala yang banyak.

5. Pribadi yang kuat dan perkasa


Menjadi pribadi/da’iyah yang kuat imannya lagi perkasa fisiknya menjadi
keinginan kita di dalam menopang tegaknya syari’at Islam, sehatnya fisik menjadi unsur
yang sangat penting untuk dimiliki oleh semua pejuang Ilallah karena dengannya kita
mampu memenuhi hak-hak Allah Ta’ala dan hak saudara kita, dibandig fisik yang lemah
kita yang bergantung dan menjadi beban bagi saudara-saudaranya dengan hal inilah kita
fahami bahwa Islam yang syamil dan menyeluruh serta sempurna semuanya meliputi sisi
kehidupan manusia termasuk di dalamnya perkara kesehatan, maka jangan bermain-main
dengan perkara ini dengan menjaga kekuatan diri karena orang yang kuat lebih mampu
berbuat banyak dibanding orang yang lemah, Rasulullah menyebutkan: “sebaik-baik
manusia adalah yang paling banyak manfaatnya untuk orang lain dan untuk agamanya,
bagaimana mungkin kita memberikan manfaat yang banyak dengan kondisi kita yang
lemah sementara untuk diri sendiri pun kita lemah, maka penting bagi kita untuk
mendidik pribadi muslim untuk menjadi kuat lahir batin, kuat fisik dan jiwanya
perfeknya kita dalam perkara kesehatan.
Hadist Nabi :
“Mukmin yang kuat itu lebih dicintai oleh Allah Ta’ala daripada mukmi yang lemah”.

Agama Islam bukanlah sesuatu yang parsial yang hanya mengatur sebagian saja,
tawakkal itu bukan membabi buta, berani itu bukan kecerobohan namun keberanian
adalah akhlak yang mulia yang mengatur segala strategi dan pikiran jangka panjang
memiliki cita-cita yang besar dan mulia hingga kita ingin penegakkan dari cita-cita yang
mulia ini kita ingin memberikan andil yang maksimal. Dari sinilah dibutuhkan potensi
dan harus mampu melaksanakannya dengan kondisi yang kuat sebab kita berlomba-
lomba untuk berbuat banyak mengerahkan segala potensi, menjaga kesehatan adalah
bagian dari ibadah dengan berniat berbuat banyak untuk agama Allah, bukan sekedar
sehat agar bisa menikmati hidup ini akan tetapi kita ingin hidup sehat dan kuat agar bisa
menjadi manusia yang bermanfaat dan menjadi sebaik-baik manusia inilah harapan besar
kita berusaha untuk mewujudkannya sebab orang yang kuat dapat memberikan yang
lebih banyak daripada orang yang lemah.

6. Pribadi yang adil dan objektif


Pribadi sangat perlu untuk dibentuk, memandang sesuai dengan titik
permasalahannya tanpa melihat siapa orangnya. Adil dalam meletakkan hukum-hukum
sesuai perkara tidak memihak kepada siapapun. QS. Al Ma’idah: 8

ۚ ‫ش َنآنُ َق ْو ٍم َع َل ٰى َأاَّل َت ْع ِدلُوا‬


َ ‫اء ِبا ْلق ِْسطِ ۖ َواَل َي ْج ِر َم َّن ُك ْم‬َ َ‫ش َهد‬ ُ ِ ‫ا َأ ُّي َها ا َّلذِينَ آ َم ُنوا ُكو ُنوا َق َّوامِينَ هَّلِل‬
َ‫ب لِل َّت ْق َو ٰى ۖ َوا َّتقُوا هَّللا َ ۚ ِإنَّ هَّللا َ َخ ِبي ٌر ِب َما َت ْع َملُون‬
ُ ‫اع ِدلُوا ه َُو َأ ْق َر‬
ْ
Artinya: "Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu
menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-
kali kebencianmu terhadap suatu kaum, membuatmu berlaku tidak adil. Berlaku adillah,
karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan."

Ayat ini merupakan arahan dan akhlak yang luar biasa diajarkan oleh Allah Ta’ala
bahwasanya akhlak dari adil tidak melihat secara subjektif kepada siapa kita
mempersaksikan sesuatu dengan benar, jangan karena kebencianmu terhadap suatu kaum
membuatmu tidak berlaku adil padanya. Inilah akhlak yang sangat luar biasa, sementara
kita sebagai manusia sering jatuh pada perkara subjektifitas dengan membela orang
berdasarkan kedekatan dan hubungan kita dengannya yang menjadikan seseorang
tertutup matanya melihat kebenaran ketika dia berhadapan dengan orang-orang yang
dikenalnya, apa yang diderita sahabatnya menjadi deritanya, musuh sahabatnya menjadi
musuh baginya juga ini adalah contoh teman yang buruk tidak mengajak kepada
kebenaran dan kebaikan justru ia mendukung sahabatnya meskipun salah, inilah salah
satu bagian ketidak adilan yang ada pada diri manusia.
Nabi memberlakukan tentang hukum potong tangan bagi pencuri, kemudian beliau
berkata “kalau Fathimah binti Muhammad yang mencuri, maka Fatimah binti
Muhammad yang aku potong tangannya”, sebuah gambaran keadilan dan objektif dari
Nabi. Seseorang yang memiliki kepribadian dengan keislaman yang baik yakni ia mampu
memilah yang mana hubungan pribadi dan mana hukum-hukum syari’at, hubungan
pribadi tidak menutup mata kita dari menegakkan syari’at justru salah satu bentuk
pertolongan dan kecintaan kita kepada sahabat/saudara kita adalah dengan tidak
mendukungnya pada kesalahan yang membuatnya tergelincir namun justru kita harus
meluruskannya meskipun itu pahit dan menyakitkan serta tidak enak pada perasaan kita
sementara kita mengetahui bahwa ikut dalam mendukung seseorang dalam kesalahan itu
adalah sama-sama menjatuhkan diri kita dalam kebinasaan dan bukanlah karakter saudara
yang baik.
Ilmu agama yang baik akan menjadi penuntun/pemandu yang menjadikan
penghukum benar tidaknya tindakan yang diambil oleh seseorang sehingga bisa berlaku
objektif. Melahirkan kepribadian ini pada kaum muslimin secara umum menjadi sangat
penting ditambah fenomena yang kita saksikan saat ini karakter manusia menuju ke arah
yang sangat subjektif dengan melihat perkara dari siapa orangnya, bukan dilihat dari
pendapat, kapasitas, kemampuan dan potensinya dimana hal ini telah menggerogoti
ummat ini sebab keadilan tidak lagi tegak.

7. Pribadi yang memiliki akhlak yang baik


Hendaklah seorang muslim secara keseluruhan memiliki sikap dan sifat yang baik
dalam pergaulannya memenuhi hak-hak Allah Ta’ala, memenuhi hak-hak orang lain.
QS. Fushilat, 41 : 34-35

ْ ‫سنُ فَا ِ َذا الَّ ِذ‬


‫ي بَ ْينَكَ َوبَ ْينَ ٗ*ه َعدَا َوةٌ َكاَنَّ ٗه َولِ ٌّي‬ َ ‫سيَِّئةُ ۗاِ ْدفَ ْع بِالَّتِ ْي ِه َي اَ ْح‬
َّ ‫سنَةُ َواَل ال‬ َ ‫ستَ ِوى ا ْل َح‬
ْ َ‫واَل ت‬
ٰ
ٍّ ‫صبَ ُر ْو ۚا َو َما يُلَقّى َهٓا اِاَّل ُذ ْو َح‬ ٰ
35‫ظ َع ِظ ْي ٍم‬ َ َ‫و َما يُلَقّى َهٓا اِاَّل الَّ ِذيْن‬.
َ 34 ‫َح ِم ْي ٌم‬
34. “Dan tidaklah sama kebaikan dengan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan
cara yang lebih baik, sehingga orang yang ada rasa permusuhan an-tara kamu dan dia
akan seperti teman yang setia”
35. “Dan (sifat-sifat yang baik itu) tidak akan dianugerahkan kecuali kepada orang-
orang yang sabar dan tidak dianugerahkan kecuali kepada orang-orang yang
mempunyai keberuntungan yang besar”.

Ayat di atas sangat jelas menjelaskan tentang orang-orang yang berbuat baik salah
satu contohnya yakni menolak perbuatan buruk dengan perbuatan yang baik, satu hal
bahwasanya semua perkara tidak akan bisa hadir dalam diri kita melainkan kita melatih
untuk hal tersebut mesti ada latihan yang kita lalui dengan bersikap baik kepada orang
yang tidak baik kepada kita maka salah satu kuncinya adalah karena kita menginginkan
balasan pahala dari Allah Ta’ala. Janganlah kehidupan atau kebahagiaan kita ditentukan
oleh orang lain karena yang menentukan jalannya kehidupan itu adalah kita sendiri, kita
menginginkan balasan yang besar dari Allah Ta’ala sehingga sikap manusia tidak
mempengaruhi kita dari yang baik menjadi buruk karena kita punya niat yang lurus dan
kita mengetahui apa yang ingin kita capai dari perbuatan baik yang kita lakukan.
Mendakwahi orang lewat akhlak merupakan jembatan bagi orang lain untuk memperoleh
hidayah, seperti halnya akhlak Nabi dan Rasul juga sahabat yang sennatiasa terjaga
kebaikan akhlaknya. QS. An Nahl: 125, QS. Ali Imran: 159
8. Pribadi dinamis dan tidak statis
Dinamis artinya menyukai perkembangan yang senantiasa ada sesuatu yang
bertambah atau suka menyerap hal-hal yang baik yang datang dari luar, tidak jumud/kaku
dan tidak mau menerima perkara-perkara dari luar meskipun sesuatu itu boleh saja di
dalam agama ini. Kepribadian ini bisa menyesuaikan diri dan menerima sesuatu yang
baru selama tidak bertentangan dengan perkara syari’at. Pribadi dinamis menyukai
perubahan yang lebih baik untuk meningkatkan pribadi ibada, akhlak bahkan ia bisa
menyerap perkara-perkara dari orang-orang yang bukan beragama Islam akan tetapi
apabila hal itu dianggap sebagai sesuatu baik dan tidak ada larangan di dalam agama
maka ia terbuka dengan hal tersebut, ini yang dikehendaki karena Islam bukanlah agama
yang kaku. Salah satu contohnya di saat perang khandak/perang ahzab (bergabung para
hizib/golongan-golongan Qurasy Makkah), dalam perang ini kita bisa mengambil apa
saja dari orang kafir selama itu tidak bertentangan dengan syari’at Islam seperti menggali
parit untuk dijadikan sebagai benteng pertahan yang mana pada saat itu orang-orang
belum tau strategi tersebut dan Rasululah mengadopsi strategi tersebut.
Salah satu contoh lain, dahulu ada orang-orang yang nberdakwah tampil di TV dan di
facebook diharamkan karena dikatakan banyaknya maksiat di TV dan lain sebagainya,
mereka kaku dengan alasan bahwasanya Islam itu adalah sesuatu yang suci tidak pantas
disandingkan hal-hal yang buruk padahal penerapannya keliru, begitupun dengan yayasan
dan organisasi yang katanya hizbiyah (orang yang menganggap golongannyalah yang
paling benar) padahal hizbiyah akan menimpa siapa saja baik orang yang berorganisasi
maupun yang tidak berorganisasi, berlalulah waktu mereka melihat bahwa yayasan itu
bermanfaat dan didukung para ulama maka mulailah juga mereka membuat yayasan.

9. Pribadi pertengahan dalam kehidupan dan perekonomiannya


Orang-orang yang adil dalam segala sisi kehidupannya dengan menyeimbangkan
dunia-akhiratnya, roja’-khauf serta mahabba, menyikapi ekonomi, nikmat dunia,
sehingga kehidupannya begitu indah dan menyenangkan tidak condong pada satu sisi
sehingga melupakan yang lainnya. Hal ini wajib dilatarbelakangi dengan ilmu sehingga
bisa lahir pribadi yang diinginkan sebab ia bisa melihat situasi dan kondisi sehingga tidak
fokus pada satu sisi saja. QS. Al Qashas: 77

‫سنَ هّٰللا ُ اِلَ ْيكَ َواَل تَ ْب ِغ‬ ِ ‫ص ْيبَكَ ِمنَ ال ُّد ْنيَا َواَ ْح‬
َ ‫سنْ َك َمٓا اَ ْح‬ ِ َ‫س ن‬ َ ‫َّار ااْل ٰ ِخ َرةَ َواَل تَ ْن‬
‫هّٰللا‬
َ ‫َوا ْبت َِغ فِ ْي َمٓا ٰا ٰتىكَ ُ الد‬
‫هّٰللا‬
ِ ‫ض ۗاِنَّ َ اَل يُ ِح ُّب ا ْل ُم ْف‬
َ‫س ِديْن‬ ِ ‫سا َد ِفى ااْل َ ْر‬ َ َ‫ا ْلف‬
“Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah
kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia dan berbuat baiklah
(kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah
kamu berbuat kerusakan di bumi. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berbuat
kerusakan”.
Nasihat di atas tidak berarti seseorang hanya boleh beribadah murni (mahdah) dan
melarang memperhatikan dunia. Berusahalah sekuat tenaga dan pikiran untuk
memperoleh harta, dan carilah pahala negeri akhirat dengan apa yang telah
dianugerahkan Allah kepadamu di dunia, berupa kekayaan dan karunia lainnya, dengan
menginfakkan dan menggunakannya di jalan Allah. Akan tetapi, pada saat yang sama
janganlah kamu lupakan bagianmu dari kenikmatan di dunia dengan tanpa berlebihan.
Dan berbuatbaiklah kepada semua orang dengan bersedekah sebagaimana atau
disebabkan karena Allah telah berbuat baik kepadamu dengan mengaruniakan nikmat-
Nya, dan janganlah kamu berbuat kerusakan dalam bentuk apa pun di bagian mana pun
di bumi ini, dengan melampaui batas-batas yang telah ditetapkan oleh Allah. Sungguh,
Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan dan akan memberikan balasan atas
kejahatan tersebut.
Terlalu condong pada satu sisi justru akan merusak karena dunia merupakan jalan
untuk memperbaiki kehidupan akhirat, tidak bisa kitia tinggalkan dunia begitu saja
karena di dunia inilah yang akan menentukan nasib kita di akhirat kelak. Apa jadinya
kehidupan kita di akhirat semuanya tergantung pada kehidupan kita di dunia maka
seimbangkanlah antara dunia dan akhiratmu dan yang paling indah yakni ketika mencari
dunia yang memang sejalan dengan perkara-perkara ukhrawi hal inilah yang dikehendaki
karena Allah menjadikan kita hidup di dunia ini dalam rangka hanya beribadah kepada-
Nya semata. Meskipun dalam rangka mencari dunia tetap niatkan ibadah karena Allah
sehingga dunia-akirat berjalan bersama.

Syaikh Ibnu Taimiyah mengatakan “di dunia ini ada dua syurga, yakni di dunia
dan di akhirat”. Maksud dari syurga di dunia keimanan kepada Allah Ta’ala yang
mengantarkan kepada syurga di akhirat. Kata beliau “tidak akan masuk syurga orang
yang tidak merasakan syurga dunia”. Keimanan itulah syurga dunia dan dengan
keimanan itulah tercipta kebahagiaan merasakan ketenangan kedamaian serta kuat
menghadapi cobaan hidup, kita tetap berprasangka baik kepada Allah dalam segala
kondisi. Setiap aktivitas yang kita lakukan jadikan itu sebagai taqarrub Ilallah jalan untuk
mendekat diri kepada Allah Ta’ala sehingga semuanya bernilai ibadah walaupun pada
dzahirnya dia adalah aktifitas duniawi namun darinya kita mendapatkan pahalah di sisi
Allah. Jangan terjebak dengan dunia karena banyak yang masuk ke dalam perangkapnya,
salah satu contoh trand syar’i dan sunnah yang akhirnya membuat orang terjebak.

10. Pribadi yang bermanfaat untuk orang lain


Sebaik-baik manusia ialah yang bermanfaat bagi orang lain, berhati-hatilah karena
seringnya kita lalai dan terjatuh pada perkara yang tidak bermanfaat dan banyak pula hal
yang bisa kita lakukan untuk menjadi orang yang bermanfaat hal ini perlu dibiasakan
dalam keseharian sehingga kita menuai hasil yang baik, setiap kebaikan yang kita
lakukan akan kembali pada diri kita sendiri tidak akan sia-sia di sisi Allah Ta’ala sekecil
apapun.
Hadist Nabi: “apabila engkau mengetahui bahwa besok hari kiamat dan engkau
memiliki biji di tanganmu, maka tetaplah tanam semoga itu tetap menjadi hitungan
sesuatu yang bermanfaat”.
Hal ini bisa dijadikan prinsip hidup menjadi pribadi yang bermanfaat melalui potensi
yang kita miliki, Allah Ta’ala tidak memilah kebermanfaatan kita dalam hal apapun
meskipun di mata manusia itu adalah hal kecil namun tidak di mata Allah. Cintailah diri
dan syukuri semuanya dengan melihat dan menggali potensi yang dimiliki, jangan
melihat kelebihan orang lain lantas menjadikan kita kurang bersyukur dengan diri kita.
Semua memiliki peluang untuk melakukan kebaikan sebisa mungkin tanpa mengeluh dan
merendahkan diri sendiri.

11. Pribadi mujahid yang memiliki komitmen


Pribadi yang akan dibentuk ini adalah seorang pejuang yang bersunguh dan
berkomitmen terhadap syari’at dan iltizam memiliki semangat yang tinggi dengan
militansi jauh dari sifat mengeluh (sami’na wa atho’na), bergabungnya dua potensi ini
pada diri kita maka ini sesuatu yang sangat luar biasa karena pribadinya yang tidak
mudah menyerah dan ia mau berjuang untuk Islam dan komitmen dengannya.
Diberikannya amanah dengan spontan mau menerima dan menjalankannya serta
memberikan pengorbanan yang tinggi dan orang yang mati di medan jihad
Diberikan pahala yang tanpa batas dibebabkan pengorbanannya yang tinggi untuk agama
dan mereka mendapatkan kemuliaan di sisi Allah Ta’ala. Kita tidak mau menjadi
penonton yang hanya melihat orang lain berjuang namun kita tidak mau mengambil andil
di dalamnya akan tetapi kita ingin berjuang dan berkomitmen karena mengejar kemuliaan
dan pahala yang Alllah janjikan tanpa batas, mendidik diri pribadi dan mutarobiyah
dengan sebelas point di atas menjadi kebiasaan kita menjadikan satu keutamaan yang
besar di sisi Allah Ta’ala.

2. Pembinaan jama’ah yang kuat dan solid


Tahapan amal Islami:
1. Pembinaan jamaah yang kuat

Pembinaan pribadi yang mulia dengan keutamaan dan kemuliaan kepribadian


tersebut menjadi modal dan harapan ummat ini untuk menjadi penerus dakwah. Inilah
yang kita sebut kaderisasi dan kita tidak menginginkan kader kita berhenti seiring dengan
berhentinya nafas kita, kita ingin jejak kita dan pekerjaan atau usaha kita ada yang
melanjutkan sehingga menjadi langgeng dan hidup setelah kematian kita. Maka inilah
kita harapkan dengan membentuk atau mentarbiyah pribadi muslim utamanya pada
marhalah takwiniyah, disitulah kita betul-betul meninggalkan generasi hasil usaha kita
bukan hasil usaha orang lain karena kitalah yang mentrabiyah, mendidiknya, memberinya
pemahaman, memandunya dan disitulah keutamaan seorang murobbiyah dan inilah yang
juga kita kejar dan betul-betul terlibat langsung dalam pencetakan kader penerus dakwah.
Kita berlomba dalam perkara dakwah ini, semakin banyak kita meninggalkan generasi
penerus yang punya andil pembentukan di dalamnya maka peluang untuk kita
mendapatkan pahala jariyah sebanyak-banyakya mungkin akan terbuka lebar. Inilah yang
menjadi motivasi bagi kita dalam berlomba-lomba, boleh saja semua orang akan
mendapatkan pahala dari pekerjaan lainya tapi akan lebih utama apabila kader itu
langsung lahir dari tangan kita, kita yang mendidiknya, membina, maka kita perlu
berlomba-lomba dalam hal ini (menjadi murobbiyah) apalagi ketika kita sudah memiliki
bekal untuk memberikan tarbiyah, ambillah peran sebanyak-banyaknya, semaksimalnya
dan sebisa kita dan bersungguh-sungguh di dalamnya karena Allah Maha Melihat siapa
yang bersungguh-sungguh dan siapa yang tidak bersunguh-sungguh.

2. Pembentukan Jamaah
Setelah terbentuknya pribadi-pribadi muslim dengan karakter-karakter yang kita
inginkan yakni karakter-karakter pejuang dan peneus dakwah, maka selanjutnya kita
membentuk jama’ah atau menyatukan orang-orang yang memiliki visi misi yang sama
untuk menyatukan potensi bersama di dalam berjuang, menyatukan sumber daya yang
dimiliki untuk mencapai tujuan yang kita inginkan.
Dalam tahapan ini yang perlu disiapkan adalah :
a. Kejelasan Sasaran/target dan tujuan

Kejelasan tujuan ini kita perlu ketahui untuk apa jama’ah ini ada, apa yang ingin
kita raih dengan adanya jama’ah ini dengan kita berafiliasi/bergabung dengan satu
jama’ah atau lembaga dakwah. Setiap kita berada di sini sebagai kader dan
murobbiyah sekaligus tentu yang menjadi tujuan sasaran kita adalah mengemban
amanah untuk mewujudkan harapan untuk menegakkan kalimat Tauhid Laa Ilaaha di
muka bumi ini, walaupun pada awalnya kita hanya sekedar ikut ajakan teman namun
kita perlu kemudian mencari tau apa yang henak dicapai/wujudkan dengan
bergabungnya kita di sini. Setiap orang harus jelas tujuannya, hal inilah yang menjadi
niat kita dan kita tau bahwasanya innamal a’malu binniyah (setiap amal itu tergantung
pada niatnya) kita menjadi kader, murobbiyah, pengurus dan mengemban amanah ini
karena ingin mewujudakn sasaran kita dengan tarbiyah dan dakwah yang kita lakukan
yakni dakwah menegakkan kalimat Laa Ilaaha Ilallah di muka bumi ini. Itulah yang
menjadi sasaran kita dan dakwah yang kita lakukan adalah dakwah Ilallah, sehingga
tidak ada ta’assub/pengkultusan dll. Dengan tujuan yang jelas ini akan mengarahkan
jalannya/tujuannya. Maka lembaga kita ini sangat jelas arah dan tujuannya menuju
dakwah Ilallah. Sehingga tidak ada lagi keraguan ketika seseorang berada di dalam
jama’ah ini. Visi Misi kita di lembaga Wahdah Islmiyah ini sangat jelas baik jangka
pendek maupun jangka panjangnya sehingga arah perjuangan dan gerakan pun sangat
jelas sebab ada sesuatu yang hendak ingin kita raih, inilah yang memotivasi kita untuk
bergerak, berjuang sehingga lahirlah program-program dari lembaga dakwah dan
jamaah, ketika kita memahami hal ini maka kita akan konsisten di dalamnya dan
berbeda ketika orang yang tidak tau arah dan tujuan atau tidak mengetahui visi misi
yang jelas, dia akan mudah tersyubhat ketika ada yang menghembuskan syubhat-
syubhat dan hizbiyah, ini sebenarnya kembali kepada diri masing-masing karena
dimanapun kita berada pasti ada hizbiyah apabila ia tahazub dengan kelompoknya.
Tergantung bagaimana kita menyikapinya, karena hizbiyah itu akan ada di kelompok
manapun.

Fokus pada apa yang menjadi tujuan kita, yakni belajar menuntut ilmu syar’i dan
berdakwah, fokusnya kita dalam dalam dakwah ini akan membuat dakwah kita terus
berkembang dan membesar sehingga orang-orang yang menghembuskan syubhat
justru merekalah yang berpecah belah dan kembali tuduhan mereka bahwa itu adalah
salah satu ciri ahlul bid’ah, dan ini kita jadikan pelajaran bahwa adanya jama’ah ini
betul-betul mengarahkan kita untuk menyibukkan diri kita dengan pekerjaan dakwah
ini secara sistematis. Kita pahami dengan jelas, apabila kita mejadi pengurus dakwah
harus mengetahui apa yang hendak kita capai dan dilakukan di dalamnya, tanyalah
pada diri kita apa yang menjadi target kita secara pribadi ketika kita terjun di dalam
dakwah ini. Buatlah inovasi/kreativitas untuk mencapai target yang kita inginkan,
karena ketika kita yang melaksanakannya maka kita pula yang mendapatkan
pahalanya (ini yang menjadi obsesi kita) dan di hari akhir kelak kita akan diberikan
pahala itu secara nafsi-nafsi bukan secara kolektif meskipun kita satu tim di dunia ini
dalam kerja dakwah, Allah Maha Tahu dan sangat teliti bahwasanya ini yang betul-
betul bekerja dengan baik dan sebaliknya.

Contoh: Kita membuat Tabligh Akbar sukses dan berjalan dengan baik tapi ada yang
memang ol out secara penuh bekerja dan ada yang santai-santai saja dalam bekerja
sehingga seluruh panitia bergembira karena program ini berhasil dan turut bangga,
tapi di sisi Allah Subhaanahu wa Ta’ala tidak semua mendapatkan kedudukan dan
keutamaan yang sama, sebab Allah Maha Melihat siapa yang bersungguh-sungguh.
Maka kita perlu memiliki obsesi, target dan motivasi tersendiri sehingga kita
menjalankan semua itu berdasarkan target kita masing-masing.

b. Manhaj/jalan/metode/cara yang lurus

Manhaj yang kita tempuh ini tentu adalah manhaj di atas pemahaman para salafus
shalih, kita perlu mengetahui pengetahuan yang baik tentangnya dan mempelajarinya
sehingga menjadi jelas mengapa jalan ini yang kita tempuh dan kita mejadi kokoh dan
tidak mudah terbawa arus dan bisa menyaring informasi-informasi yang menyesatkan,
sebab kita mengetahui tujuan, jalan yang ditempuh. Maka orang yang mudah terbawa
dengan syubhat tersebut adalah orang yang bingung yang tidak mengetahui mengapa
ia berada di dalamnya dan jalan apa yang ia tempuhnya, sehingga ketika ia ditanya
menjadi bingung dan tidak bisa memberikan jawaban untuk memperthankan dirinya
karena ia tidak memiliki pengetahuan yang baik.

Dilibatkannya kita dalam dakwah adalah kehormatan tersendiri, kedudukan yang


mulia yang kita dapatkan, dan untuk sebuah kemuliaan itu berbanding dengan tenaga
dan waktu yang kita keluarkan. Kita yang disibukkan dengan hal tersebut adalah satu
hal yang perlu kita syukuri, jam dan menit kita betul-betul bisa sangat berharga.
Bayangkan saja ketika di hari libur atau ahad orang-orang pada liburan atau di rumah
saja sementara kita sibuk mengurus dakwah maka pahalanya pun akan berbeda,
bahkan banyaknya santai kita akan mencuri waktu kita pada hal-hal yang merugikan
diri kita sendiri seperti terlalu lama dengan gadget, tidur terlal sepanjang hari, maka
ketika ada orang yang memanage waktunya dengan baik dan terisi semua waktunya
dengan hal-hal yang baik dan berkualitas maka itu sangat menggembirakan baginya
karena di saat orang lain banyak santai, dia justru menghadiri musyawarah dakwah
dan ini adalah manage waktu agenda yang sangat berkualitas dan sangat disayangkan
untuk dilewatkan dan disia-siakan karena peluang itu terbuka dan ada untuk kita,
maka pahami tujuan dakwah ini bahwa sasaran dan tujuan kita berada di lembaga
perjuangan ini dengan manhajnya yang lurus dapat menjadi satu motivasi besar bagi
kita.

Apa yang membuat kita sampai saati ini bisa bertahan? Boleh jadi karena kita
menolong agama Allah (Siapa yang menolong agama Allah, maka Allah akan
menolongnya dan meneguhkan kedudukannya) secara tidak sadar bahwa kegiatan
dakwah tersebut yang menjadikan kita bisa istiqomah sampai sekarang ini. Andaikan
kita tidak terafiliasi/tergabung pada satu lembaga dakwah apalagi banyak yang tidak
ingin terlibat terhadap lembaga dakwah karena banyaknya aturan, syarat, sementara
akses yang mudah didapatkan belajar melalui youtub sangat mudah maka itu tidak
akan sama sebagaimana perkataan Hasan Al Banna : “Untuk menegakkan aturan
dalam Islam secara penuh harus berada dalam sebuah system, harus berada
dalam sebuah manhaj, harus berada dalam keteraturan”.

Maka dalam lembaga ini keteraturan itu berlaku mulai murobbinya, materinya,
marhalahnya, pembentukan da’iyah semuanya butuh keteraturan.

Di lembaga dakwah ini Alhamdulillah kita sudah bisa mencerahkan orang lain
melalui tarbiyah, mengajarkan orang lain bisa mengaji dengan baik dengan metode
dirosa dan banyak hal yang kita ketahui sehingga kita bisa maksimal dalam
mengerahkan potensi yang kita miliki. Ketika kita kooperatif, tidak disiplin dan tidak
bisa diatur dan tidak bisa bekerjasama dengan baik maka kita akan menjadi
sandungan dakwah/beban dakwah yang seharusnya kitalah yang menjadi pioner,
contoh di dalamnya menjalankan agenda-agenda dakwah dengan baik, kita harus
memiliki pengetahuan tanzhim yang baik bukan malah sebaliknya.

Keberadaan Wahdah Islamiyah di seluruh provinsi, kabupaten kota semuanya ada,


bayangkan bagaimana dewan syariah pusat membuat system managerial untuk
mengkondisikan semua wilayah dan daerah agar terkoneksi dengan baik, dan ini
bukanlah pekerjaan yang ringan melainkan ini adalah pekerjaan yang berat butuh ilmu
managerial yang bagus, makanya tidak heran para asatiz pada kuliah S3, hal ini bukan
untuk memburu pamor dan gelar, tapi kita butuh ilmunya dan ini butuh diaplikasikan
di dalam dakwah, bagaimana mengatur semua wilayah dan daerah agar bisa
terkoneksi dengan baik sehingga bisa terarah dalam satu komando.

Sebagai murobbi perlu kita sadar dan memahami tentang apa yang hendak
disampaikan kepada mutarobbinya dengan banyak belajar dan mencari maroji’
sehingga dakwah ini tersampaikan dengan baik, karena dakwah itu harus
diperjuangkan sehingga maksud yang hendak disampaikan sampai kepada mad’unya
dan mereka memahaminya dengan baik dan bersemangat di dalamya, maka tugas kita
perlu mengenal background/pribadinya, mencari hal-hal baik yang mendukung
keberhasilan di dalam mentarbiyah. Disinilah perlunya kemampuan di dalam
bertanzhim ini, bekali diri kita dengan ilmu syar’i. Tugas da’i ini bukanlah hal yang
ringan tapi ia adalah tugas yang mulia butuh perjuangan dalam mengembannya maka
ini menjadikan kita termotivasi untuk bersungguh-sungguh, sebab tidak selamanya
kesempatan itu datang dan nikmat itu bisa kapan saja Allah cabut dari diri kita dan
istiqomahlah dengan apa yang Allah berikan kepada kita.

c. Pemimpin yang baik


Memiliki kepemimpinan yang baik dan memilih dari yang tertinggi, ketika kita
menjadi pemimpin maka jadilah pemimpin yang baik dan amanah mulai tingkat
kepemimpinan tertinggi maupun tingkat terkecil sekalipun. Pembekalan yang kita
dapatkan di ruang lingkup Wahdah Islamiyah untuk seluruh kader adalah ilmu yang
sangat luar biasa dan aktualisasi/kesempatan diri, maka dalam sebuah jamaah mesti
ada pemimpin yang baik. Belajarlah menjadi seorang pemimpin yang baik pelajarilah
semua yang berkaitan tentangnya.
d. Kekuatan Komitmen dalam tandzim

orang-orang yang berada dalam sebuah tandzim itu harus memiliki kekuatan
komitmen yang tinggi, ketika kita mengetahui tentang sebuah tandzimnya baik,
manhajnya lurus maka ia akan tsiqoh dengan apa yang ada di dalam tandzim tersebut
sehingga normalnya itu ia tumbuh dengan norma yang tinggi dan mengenal dengan
baik maka ketika datang aturan/syarat/permintaan/ketentuan maka hal tersebut akan
membuat ia tsiqoh, karena kepemimpinan itu datang untuk ditaati dan komitmen
terhadapnya, dan ini sebagian kita tidak memahaminya sehingga timbul stigma yang
kurang baik.

Kekuatan komiteman akan membuat dakwah akan maju sehingga menjadikan


kekuatan itu akan bersatu dan menjadi solid dan akan mengkristal sehingga dampak
dari kekuatan besar itu akan melahirkan gerakan-gerakan yang besar, ketika kita
berada pada komunitas yang akan melahirkan gerakan yang besar pula untuk ummat
ini maka ini adalah nikmat yang patut kita syukuri, jadikanlah diri kita untuk bisa
berkomitmen dari hal yang kecil maupun yang besar sekalipun jangan biasakan diri
kita memudah-mudahkan untuk tidak bisa, sebab Allah akan membuat kita tidak bisa
nantinya tapi berusahalah dengan maksimal baru kemudian menyerah. Contoh mudah
dalam minta izin datang terlambat ketika dalam musyawarah dan sebagainya. Perlu
bagi kita untuk membangun kebiasaan yang baik sehingga pertolongan Allah pun
datang kepada kita.

e. Kebenaran ukhuwah dan kecintaan (shodiiqul ukhuwti wal mahabbah)

Benarnya sebuah ukhuwah dan saling mencintai dengan tulus dan ikhlas menjadi
perekat di dalam sebuah jama’ah/komunitas karena yang diharapkan oleh setiap orang
yang berada di dalam jama’ah tersebut memahami kedudukannya sebagaimana yang
Allah sebutkan “sesungguhnya orang yang beriman itu bersaudara”, tidaklah rasa
persaudaraan itu kecuali dibangun atas dasar saling mencintai dan ini adalah fitrah
yang semestinya ada. Orang-orang beriman diikat ukhuwahnya dengan keimanan
kepada Allah Subhaananhu wa ta’ala. Maka ukhuwah dan kecintaan orang-orang
yang berada dalam jamaah dakwah ini adalah kecintaan yang benar yang dibangun di
atas keimanan kepada Allah subhaanahu wa ta’ala semata, bukan dibangun di atas
pondasi yang lainnya.
Dengan melihat banyaknya jama’ah, komunitas, perkumpulan yang dibangun
bukan di atas dasar keimanan akan tetapi dibangun di atas dasar dengan tendensi yang
lainnya. Yang diinginkan dalam sebuah jama’ah ukhuwah muslimin adalah
persaudaraan yang betul-betul dan jujur karena Allah subhaanahu wa ta’ala, dan itulah
yang menjadi landasannya sehingga hal tersebut menguatkan atara satu dengan yang
lainnya, menjadi perekat karena setiap orang akan berpeluang memiliki hal tersebut.
Keimanan adalah sesuatu yang Allah bagi tanpa melihat hal-hal yang lainnya, orang
kaya, miskin, dari kulit yang berbeda, kondisi status social yang bermacam-macam
disatukan di dalam keimanan karena keimanan inilah yang menjadi perekat yang kuat
dan tidak melihat pada tujuan atau hal-hal lain yang dimiliki oleh seseorang, inilah
yang perlu diperhatikan dalam jama’ah dakwah yang tujuan dasarnya adalah Ilallah
dan persaudaraan pun harus seperti itu pula.
Contoh: gambaran kaum muslimin di masa Nabi shalallaahu ‘alaihi wa sallam.
Dimana persaudaraan yang lurus dibangun di atas keimanan kepada Allah subhaanahu
wa ta’ala antara satu dengan yang lainnya, Allah gambarkan bahwasanya “mukmin
yang satu dengan mukmin yang lainnya saling menguatkan sebagaimana bangunan”.
Kita melihat pula kepada gambaran ukhuwah antara kaum Anshar dan kaum
Muhajirin, ada yang lebih khusus lagi yakni persaudaraan person per person termasuk
di dalamnya adalah Nabi shalallaahu ‘alaihi wa sallam dengan para sahabat
terdekatnya, dari situlah kita melihat bagaimana persaudaraan mereka dibangun di
atas dasar keimanan.

Kisahnya di QS. Al Hasyr, bagaimana kaum Anshor yang sesuai dengan arti
namanya adalah “penolong”, mereka penolong agama Allah subhaanahu wa ta’ala,
menolong para muhaajirin dan menyediakan tempat tinggal, nafkah, dan betul-betul
menjadi saudara yang seharusnya. Gambaran persaudaraan mereka yang luar biasa
menjadi teladan hingga akhir zaman, dan ini banyak potret-potret persaudaraan yang
dikisahkan di dalam shirah nabawiyah sehingga kita banyak mengambil ibroh di
dalamnya yang kita tahu bahwa kita tidak bisa mengikuti persis kisah mereka akan
tetapi kita bisa jalan yang mereka tempuh terhadap persaudaraan.
Inilah yang menguatkan jamaah tersebut dan bukan atas dasar kepentingan lainnya
karena kepentingan kita sama di dalamnya yakni menegakkan kalimat Lillah maka
kita tidak akan memiliki perbedaan dengan yang lainnya dan kita tidak memiliki
kepentingan pribadi di dalamnya melainkan tegaknya dakwah Ilallah. Inilah yang
perlu dijaga jangan sampai timbul perpecahan.

Kepentingan kita yang sebenarnya dalam jama’ah ini adalah dakwah dan harus dijaga
jangan sampai timbul perpecahan, ketika popularitas dan tendensi menjadi tujuan
pribadi maka melencenglah semangat dan tujuan awal sehingga menimbulkan
perpecahan, setiap orang bisa terjangkiti dan terfitnah dengan hal tersebut dan itu
adalah penyakit jama’ah maka kita semestinya menjaga diri kita dan senantiasa
meluruskan niat-niat kita tentang apa yang kita inginkan dari tujuan ketika kita
berjama’ah selama tujuan kita masih sama dan berkomitmen di atasnya maka segala
persoalan akan mudah diselesaikan, syaithan akan sangat getol mengkampanyekan
perpecahan ini untuk memecah belah barisan kaum muslimin dan inilah yang terjadi
sehingga sangat menyedihkan bagi kita ketika popularitas, dunia dan hal lainnya
sudah menjadi tujuan pribadi menjadi sesuatu hal yang dicintai membuat semangat
melenceng yang awalnya.

Perbedaan adalah sunatullah bahkan di masa Nabi juga terjadi dan perbedaan itu
senantiasa bisa disatukan dengan bermusyawarah secara bersama, apabila timbul
tujuan-tujuan pribadi maka akan timbul perpecahan, perbedaan itu bukanlah sesuatu
yang asin melainkan bisa ditolerir dan sunatullah pasti ada karena kita memiliki
pemikiran dan cara pandang, tabiat yang berbeda-beda tentu akan memberikan
pendapat yang berbeda pula, apabila tujuan masih kokoh dan sama maka perbedaan
itu akan mudah utnuk disatukan.

f. Pemusatan dakwah dan tarbiyah


Adanya pemusatan dakwah dan tarbiyah (pemusatan pembinaan atau ajakan) yang
menjadi karakter generasi terbaik, karakter orang-orang yang beriman yakni amar
ma’ruf nahi mungkar, pembentukan dan pembinaan kader-kader dakwah adalah
sebuah kemestian ketika kita menginginkan perjuangan dakwah itu langgeng dan
terus menerus sementara kita mengetahui bahwa potensi/kemampuan diri kita sangat
terbatas maka ketika ingin melanggengkan dakwah ini menjadi sebuah keharusan
mencetak kader memusatkan pembinaan generasi-generasi yang bisa melanjutkan
perjuangn ini jangan sampai keberadaan kita hanya terpusat pada itu saja ada dan
tiadanya sama saja, seperti kata pepatah “adanya tidak mempengaruhi, hilangnya
juga tidak mempengaruhi antara ada dan tiada” sama-sama tidak member pengaruh,
maka hendaklah setiap diri kita memberikan pengaruh bisa memberikan andil
sehingga menjadi menjadi tuntutan bagi setiap orang yang sadar bahwa kita butuh
untuk memberikan andil maka kita yang harus memaksimalkan diri kita bukan
berharap orang lain yang akan memaksimalkan diri kita karena itu akan menjadi
bagian kita kelak nanti. Kita tidak akan menikmati hasil perjuangan orang lain, siapa
yang melakukan kebaikan maka dia pula yang mendapatkan pahala kebaikannya dan
Allah Maha Teliti atas semua perkara-perkara tersebut, hendaklah ada pemusatan
pembinaan dan di dalam dakwah kita “tarbiyah” adalah menjadi hal yang sangat
penting bagi kita agar segala potensi yang kita keluarkan selama ini bisa awet,
panjang dan bisa lebih banyak menghasilkan pahala yang nantinya kita harapkan akan
menjadi penolong dan menjadi pemberta kita di akhirat kelak, kita tidak akan rela
apabila bangunan yang telah kita bangun itu rusak dan hilang begitu saja atau diam
stagnan di tempatnya tidak berkembang maka kita semua berusaha dan bekerja keras
agar bagaimana dakwah ini terus berkembang sampai nantinya tidak putuh hingga
akhir zaman, inilah yang kita usahakan dan kaderisasi itu sangat penting dimana dia
berperan utnuk melakukan pendataan dan pembinaan kader karena pembinaan ini
sangat berarti buat pribadi kita dan bukan untuk kepentingan lembaga jangan mengira
bahwa kita telah banyak memberikan sumbangasih dan kontribusi terhadap lembaga
akan tetapi kita lah yang berada di dalamnya dan yang akan memetik hasilnya, maka
kita memiliki kepentingan yang besar untuk ini. Setiap murobiyah mestinya
menyadari hal ini bahwa ketika dia berjuang untuk SKD, mengisi tarbiyah,
mengarahkan potensinya dan bersungguh-sungguh dalam hal itu harusnya dia yakin
bahwa sesuatu yang ia perjuangkan itu bukan untuk lembaga Wahdah Islamiyah
melainkan lebih utuk kebaikan dirinya sendiri. Semakin banyak dia membina semakin
banyak peluang untuk mendapatkan amal jariyah yang lebih banyak dan bagi orang-
oang yang memahami hal ini menjadi ironi ketika peluang-peluang tersebut
dilepaskannya begitu saja, dan ini yang menjadi aneh ketika faham dan mengilmui
masalah fiqh dakwah dan pentingnya hal tersebut lantas ia menjadi orang yang biasa-
biasa saja dengan perkara tersebut. Seharusnya kita perlu tau apa sebenarnya tujuan
kita dalam hidup ketika peluang dan kesempatan itu datang dan dia memiliki
kemampuan untuk mewujudkannya lantas dia melepaskannya begitu saja dan ia
menjadi biasa-biasa saja dengan perkara tersebut.
Ibarat orang yang berburu, kita telah memiliki panah mangsa sudah ada di depan
mata dengan jarak yang sangat dekat sementara kita sangat mampu untuk
membidiknya tapi kita letakkan anak panah tersebut lalu kita duduk di bawah pohon
dan berkata “saya belum bisa, mungkin yang kiti fikirkan karena kita masih punya
banyak persediaan makanan”, maka ini bukan dikatakan seorang pemburu, pemburu
itu ia masuk dan berusaha mencari buruannya.
Kita adalah para pemburu kebaikan. Ketika kebaikan itu datang dihadapan kita
serta memiliki segala perlengkapan dan kemampuan lalu kita melepaskannya, maka
ini adalah hal yang sangat aneh dan menjadi sesuatu hal yang tidak semestinya.
Seharusnya kitalah yang mencari kesempatan itu. Dalam sebuah lembaga
dipusatkanlah pembinaan serta memberikan perhatian terhadap hal tersebut.

Lembaga dakwah di Indonesia yang memiliki kekuatan proses pengkaderan bisa


kita lihat pada ormas-ormas, contoh ormas terbesar saat ini NU yang kita melihat
memusatkan perhatian pada pesantren-pesantren berbasis NU dan ini terbuka untuk
semua kalangan walaupun kita melihat banyak terkontaminasi dengan hal-hal yang
merusak, namun secara umum mereka berhasil melanggengkan pemahaman mereka
dan jadilah mereka ormas terbesar di Indonesia. Begitupun dengan ormas
Muhamadiyah proses pengkaderannya telah meramba pada dunia pendidikan
walaupun kita melihat pada akhirnya proses pengkaderannya melemah karena pusat
perhatiannya lebih kepada lembaga pendidikan sehingga sehingga kader-kader
mudanya hanya betul-betul lahir pada lembaga pendidikannya yang kini telah buram,
dahulu Muhammadiyah dikenal dengan pejuang sunnah dan cukup aktif di dalam
memberantas dan melawan bid’ah di masyarakat, kita melihat sekarang mulai
melemah kader-kadernya.
Belajar dari hal tersebut tentunya kita tidak ingin hasil kerja kita menjadi ambyar
dan tidak jelas, kita menginginkan semuanya tetap sesuai dengan apa yang menjadi
komitmen kita dari awal dan kita ingatkan lagi diri kita bahwa perjuangan kita ini
bukan semata-mata untuk lembaga dan organisasi melainkan untuk diri kita sendiri
karena kitalah yang butuh akan hal tersebut. Pembentukan kader lewat tarbiyah ini
sangat penting, kita sebagai murabbiyah maka kita berusaha untuk menjaga
mutarabbiyah kita dan memberikan perhatian kita pada mereka serta belajar yang
banyak agar betul-betul mengelolah tarbiyah tersebut sehingga bisa awet dan akhirnya
bisa menjadi generasi pelanjut dan inilah yang perlu menjadi alarm bagi kita untuk
meluruskan niat kita, apa yang menjadi tujuan kita dan yang ingin kita raih dari tujuan
tersebut. Seseorang yang memahami hal ini tentu ia memiliki semangat yang tinggi
untuk mewujudkannya dan menjadi catatan penting bagi kita bahwa aktivitas kita
sebagai da’imurobbiyah ini bukanlah sekedar aktivitas biasa-biasa saja, akan
tetapi ini adalah sesautu yang luar biasa pahala yang akan kita dapatkan maka
kita mampu mempriotitaskan dan bersungguh-sungguh di dalam
menjalankannya, sehingga pada satu perkara yang kita anggap penting maka
kita akan memprioritaskan dalam mewujudkannya, memberikan perhatian
kepadanya, sehingga suatu keberhasilan apabila murobbiyah mampu
melahirkan mutarobbi yang melejit jauh melebihi dirinya.
Kita bisa membaca biografi Imam Syafi’I, Imam Ahmad dan para imam lainnya,
bahwa guru mereka itu bukanlah orang yang terkenal tapi darinya lahir seorang imam
Syafi’I meskipun dirinya tidak terkenal namun amal jariyahnya tetap mengalir untuk
mereka, inilah yang menjadi bukti keberhasilan seorang guru. Kita mampu menjadi
murobbiyah yang bisa memahamkan kepada mutarobbi kita tentang kewajibannya
sebagai seorang muslim dan kita perlu penjagaan kader, ini adalah investasi akhirat
kita.
g. Perencanaan Gerakan
Gerakan dakwah harus memiliki planning/perencanaan, sebagaimana kita
ketahui dalam sejarah bahwa Rasulullah memiliki perencanaan yang sangat luar biasa
selama 23 tahun saja Rasullah mampu menguasai Jazira Arab dan Islam memimpin
Negara tersebut. Negara tersebut menjadi negara tauhid menyembah Allah, dari
orang-orang pencinta dunia menjadi pencinta akhirat dan ini hanya pada satu generasi
23 tahun dengan strategi beliau yang sangat baik. Inilah yang menjadi pelajaran bagi
kita tempat bercermin tentang bagaimana kondisi dakwah Nabi dakwah
sirriyah/sembunyi menghadapi kondisi masyarakat pada zaman itu, berlanjut dengan
dakwah jahliyah/terbuka, setelahnya fase hijrah yang sangat luar biasa sehingga
Rasulullah bisa mendakwahkan Islam yang begitu kontradiktif dengan pemahaman
orang-orang di zaman tersebut, dan yang sangat luar biasanya bagaimana fase
peerjuangan hijrah ke Madinah dan dikirimnya Mus’ab bin Umair ke Madinah
sebagai duta da’I pertama dalam Islam sehingga Madinah tidak menjadi serta merta
tujuan negeri hijrah namun negeri tersebut telah dipersiapkan untuk berhijrahnya nabi
Muhammad shalallaahu ‘alaihi wa sallam yang sangat takjub diawali dengan dakwah
Nabi pada kafilah-kafilah haji yang datang dari Madinah lalu diikuti dengan
dikirimnya Mus’ab bin Umair kemudian jadilah bai’atul aqabah yang pertama dan
kedua kita bisa melihat bagaiamana berlipat gandanya mad’u serta persiapan hijrah
dan pada akhirnya Rasulullah berhijrah ke Madinah daerah yang tepat. Hal di atas
tentunya diawali dengan perencanaan yang sangat matang dan sebaik-baiknya
sehingga siaplah Madinah menjadi kota hijrah.
Salah satu hal yang sangat penting dalam dakwah ini juga adalah musyawarah
dan berusaha untuk menjadikannya sesuatu yang perlu diprioritaskan dalam hidup kita
dan mengusahakannya semaksimal mungkin, namun kapan kita menganggap
musyawarah itu tidak penting maka kita tidak akan memprioritaskannya dan akan
banyak hal lain yang akan mengalahkannya padahal seharusnya kita menganggapnya
dan melihat bahwa inilah medan jihad kita dan jihad memiliki amalan yang sangat
tinggi (ini adalah persoalan mindset/cara pandang kita) cara pandang yang benar akan
melahirkan sesuatu yang baik.

h. Keterbukaan dan tidak ta’assub


Jamaah kaum muslim itu harus terbuka, maksdunya adalah terbuka menerima
masukan-masukan bukan jamaah yang eksklusif tetapi terbuka dalam menerima
masukan, kritikan dan siap untuk berubah darimana pun datangnya selama hal itu
tidak melanggar syari’at. Hal ini kita telah terapkan dalam lembaga perjuangan kita di
Wahdah Islamiyah sehingga keterbukaan ini menjadi fitnah syubhat oleh
kelompok/jamaah lain yang menuding kita sebagai lembaga yang ahlul
bid’ah/pengikut bid’ah, padahal sebenarnya kita adalah lembaga yang terbuka dan
mengambil kebenaran dari siapa saja selama itu tidak bertentengan dengan syari’at
dan tidak ada salahnya karena tidak ada yang sempurna, Rasulullah mengajarkan
kepada kita “ambillah hikmah dari manapun, karena hikmah itu sesungguhnya milik
orang Islam yang hilang” kita ingin meneggkkan hal tersebut, contoh: kebanyakan
kader kita yang dengan terpengaruhi oleh syubhat. Lembaga ini tidak menganggap
sudah baik secara keseluruhan olehnya butuh masukan yang baik pula sebab tidak ada
yang sempurna.
Lembaga tidak tertutup dengan masukkan atau hal apapun dari luar selama hal
tersebut tidak bertentangan dengan syar’at Islam dan kita pun terbuka dalam
menerapkannya dan inilah yang washatiyah karena di dunia ini tidak ada yang
sempurna inilah yang harus kita pahami. Kita tidak boleh jumawa/merasa benar
sendiri dengan menghukumi secara tergesa-gesa pada orang lain atau kelompok lain,
akan tetapi kita berusaha berkomunikasi dan mendahulukan diskusi tabayyun dan lain
sebagainya, ini akan menjadi prinsip kita dalam perkara apapun dalam menyikapi
segala sesuatu persoalan tidak menjadi terburu-buru dalam meberikan komentar
apapun dan sikap apa yang bahkan kita tidak tahu tentang sesuatu termasuk hal-hal
yang firal di media sosial, jangan kita menjadi orang yang buru-buru menjadi orang
yang memberikan tanggapan/komentar serta belajarlah untuk menahan diri untuk
tidak berkomentar terhadap segala seauatu yang terjadi yang kita tidak memiliki
pengetahuan di dalamnya “janganlah kamu mengikuti seuatau yang kamu tidak
memiliki pengetahuan tentangnya”.

3. Membangun Masyarakat yang Islami


Ketika hal ini telah terbentuk maka tahapan selanjutnya adalah Membangun Masyarakat
Islami:
1. Membentuk Keluarga Islami
Belum dikatakan lengkap apabila yang terbentuk secara islami masih secara
fardhiyah/sendiri belum terbentuk, usaha kita bagaimana bisa membentuk keluarga yang
Islami ini akan menjadi dasar kita dalam membangun sebuah usroh/keluarga islami sehingga
dengan adanya lembaga dalam mengatur keberlangsungan pernikahan maka kita akan mudah
mewujudkan usroh muslim.
Sehingga melalui upaya inilah kita dan masyarakat mengenal konsep pernikahan syar’i,
melangsungkan pernikahan sesuai dengan apa yang disyari’atkan oleh Allah Subhanahu wa
Ta’ala, dan ikhtiar kita dalam membentuk keluarga islami adalah Husnul Ikhitar (berusaha
memilih pasangan yang baik) sehingga ini menjadi langkah awal untuk melahirkan keluarga
muslim yang di dalamnya mudah beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, memiliki
fikroh/fikiran dan visi yang sama sehingga di dalam mengerahkan bahtera rumah tangga
mereka bisa seiring sejalan.
Rumah tangga merupakan bahtera perjuangan tempat dimana kita menyatukan kekuatan
maka berusahalah untuk menyatukan visi dan cita bersama.

Memilih pasangan yang baik sebagaimana dicontohkan oleh Nabi Muhammad


shalallahu ‘alaihi wa sallam, mempertimbangkan pasangan yang akan dipinang maupun yang
akan meminang memenuhi karakteristik sebagaimana ia harus shalih/shalihah, ia dinikahi
karena empat hal berlaku bagi laki-laki dan wanita dipandang dari akhlak dan agamanya
maka kita perlu mengusahakan hal tersebut karena pernikahan adalah bagian dari ibadah kita
kepada Allah subhanahu wa Ta’ala. Bagian dari tauhid kita juga kita meyakini bahwa Allah
menakdirkan kita selruruh jalan hidup kita ini 50.000 tahun sebelum langit dan bumi
diciptakan amal, jodoh, rezeki, maut, kehidupan yang semuanya itu telah ditetapkan dan kita
meyakini semuanya. Tidak perlu takut perihal jodoh, tugas kita adalah bagaimana berusaha
agar bertemu dengan jodoh kita dengan cara yang baik yang diridhoi Allah Ta’ala. Memilih
proses yang baik dalam memilih pasangan menjalani kewajiban rumah tangga dengan baik.

2. Pergaulan yang Baik


Bergaul dengan orang-orang yang memiliki visi-misi membangun rumah tangga,
setiap rumah tangga memiliki gaya tersendiri sesuai dengan kesepakatan orang-orang yang
ada di dalamnya maka perhatikan dengan siapa kita bergaul sebab hal itu akan memberikan
warna bagaimana kita membawa bahtera rumah tangga yang akan kita jalani. Sebagaimana
Rasulullah bersabda: “seseorang itu sesuai dengan agama kawannya” maka hati-hati dalam
bergaul dan pilihlah orang-orang yang bisa mendukung kita dalam membangun usroh
muslimah ini, bukan sebaliknya yang akan meruntuhkan rumah tangga. Keluarga islami yang
dibangun betul-betul keluarga yang kita tujukan sebagai salah satu penopang terbentuknya
masyarakat yang islami, masyarakat akan memandang karakter setiap rumah tangga maka
keluarga kita yang islami merupakan duta islami yang menggambarkan kepada masyarakat
umum seperti inilah orang-orang yang tertarbiyah yang memiliki pemahaman yang baik
dalam berumah tangga, rumah tangga merupakan lahan dalam mendapatkan kebaikan maka
perhatikan pergaulan yang baik dan penting bagi kita mencari orang yang baik di dalam
menjalankan kehidupan rumah tangga kita dengan baik.

3. Tarbiyatul Aulad/Pendidikan anak-anak


Salah satu kekuatan rumah tangga islami dengan memperhatikan pendidikan anak-
anak, karena dari rumah tangga islami inilah akan lahir generasi yang kuat pemahaman
agamanya sebab ia lahir dari keluarga dan orang tua yang memahami agama dengan baik.
4. Menegakkan Hukum Islami

Langkah-langkah penegakkan hukum Islam :

1. Mensosialisasikan ide dan penyatuan tekad


Setelah terbentuknya masyarakat yang islami, berdirinya keluarga islami dan
amar ma’ruf telah tegak lantas tiba-tiba kita menegakkan hukum Islam ini dengan
kaum muslimin secara bersama-sama, kita butuh memahamkan tentang kewajiban
yang syar’i, di sinilah fungsi dari dakwah tetap ada proses dan tahapan yang harus
dilalui dengan sosialisasi ide dan penyatuan tekad, masyarakat tidak akan langsung
paham apabila kita serta merta menegakkan hukum yang Islami semuanya butuh
tahapan. Inilah kewajiban bagi kita yang telah memahami hukum Islam kemudian
kita dakwahkan. Ketika kaum muslimin tidak bersatu untuk penegakkan hukum
tersebut maka akan terjadi penolakan dari kaum muslimin itu sendiri, salah satu
contoh yang bisa kita ambil “Negara Afganistan yang dulu sebelum adanya infansi
Amerika, Thaliban sempat menguasai Afganistan dan mereka yang menjadi
presidennya, ketika mereka tidak melewati tahapan pembentukkan masyarakat Islami
dan sosialisasi serta penyatuan tekad bersama-sama kaum muslimin untuk
menerapkan hukum Islam, maka yang pertama phobia dengan hukum Islam itu sendiri
adalah kaum muslimin”.
Sama halnya dengan kita yang sekarang bahwa tarbiyah dan kajian umum telah lama
kita lakoni, akan tetapi ketika ditanya bagaiamana tentang hukum Islam yang berlaku
di masyarakat.

Secara moril kita semua harus terikat dengan penegakkan hukum Islam, lalu
kemudian kita disatukan dalam sebuah jama’ah yang bisa melakukan gerakan secara
sistematis sehingga tidak setiap orang melakukan gerakan itu secara sendiri yang pada
akhirnya apabila ia melakukannya secara sendiri maka akan terjadi gesekan/hal yang
bisa mengacaukan jalannya dakwah itu sendiri. Apabila gerakan kita disatukan maka
ia akan menjadi gerakan yang terarah dan sistematis, inilah fungsi kita berada di
dalam lembaga ini menyatukan gerakan untuk berdakwah bermusyawarah
merumuskan gerakan tersebut dalam menetapkan target-target untuk semua
kebutuhan cita-cita besar dan kita ikut andil di dalamnya. Sosialisasi ide dan
penyatuan tekad dengan menyadarkan masyarakat bahwasanya hal tersebut adalah
kewajiban syar’i.
a. Memberikan motivasi, kabar gembira, semangat dan dorongan
Ketika syari’at itu tegak maka akan menjanjikan kebahagiaan dunia dan juga
kenikmatan di akhirat, apablia syari’at/hukum Islam itu tegak dan ia menjadi
undang-undang dan hukum maka hal itu akan mewujudkan kebahagiaan dunia-
akhirat.
Salah satu contoh apabila syari’at ditegakkan : “ketika hukum hudud di dalam
Islam merupakan sebuah perlindungan, hukum Islam justru yang dianggap kejam
dan menyeramkan justru suatu hal menghidupkan dan menyelamatkan bagi kita,
bukan sesuatu yang menyeramkan dan ditakuti”.
QS. Al Baqarah: 178-179

‫اص فِى ا ْل َق ْت ٰل ۗى اَ ْل ُح ُّر ِبا ْل ُح ِّر َوا ْل َع ْب ُد ِبا ْل َع ْب ِد َوااْل ُ ْن ٰثى ِبااْل ُ ْن ٰث ۗى‬ ُ ‫ِص‬ َ ‫ِب َع َل ْي ُك ُم ا ْلق‬َ ‫ٰ ٓيا َ ُّي َها ا َّل ِذ ْينَ ٰا َم ُن ْوا ُكت‬
‫ف ِّمنْ َّر ِّب ُك ْم‬ ٌ ‫ان ۗ ٰذلِ َك َت ْخفِ ْي‬ ٍ ‫س‬ َ ‫ف َواَد َۤا ٌء ِا َل ْي ِه ِبا ِْح‬ ِ ‫ش ْي ٌء َفا ِّت َبا ٌع ِۢبا ْل َم ْع ُر ْو‬ َ ‫َف َمنْ ُعف َِي َل ٗه مِنْ اَ ِخ ْي ِه‬
١٧٨ - ‫اب اَلِ ْي ٌم‬ ٌ ‫اع َت ٰدى َب ْعدَ ٰذلِ َك َف َل ٗه َع َذ‬ ْ ‫َو َر ْح َم ٌة ۗ َف َم ِن‬
ِ ‫ص َحيَ ٰو ۭةٌ يَ ٰـُٓأ ۟ولِى ٱَأْل ْلبَ ٰـ‬
١٧٩ َ‫ب لَ َعلَّ ُك ْم تَتَّقُون‬ َ ِ‫َولَ ُك ْم فِى ٱ ْلق‬
ِ ‫صا‬
178. Artinya: Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu
(melaksanakan) qisas berkenaan dengan orang yang dibunuh. Orang merdeka
dengan orang merdeka, hamba sahaya dengan hamba sahaya, perempuan dengan
perempuan. Tetapi barangsiapa memperoleh maaf dari saudaranya, hendaklah
dia mengikutinya dengan baik, dan membayar diat (tebusan) kepadanya dengan
baik (pula). Yang demikian itu adalah keringanan dan rahmat dari Tuhanmu.
Barangsiapa melampaui batas setelah itu, maka ia akan mendapat azab yang
sangat pedih.

179. Dan dalam qisas itu ada (jaminan) kehidupan bagimu, wahai orang-orang
yang berakal, agar kamu bertakwa.

Ayat ini menjelaskan tentang salah satu penegakkan huku Islam yakni Qisas
bahwasanya apabila sesesorang membunuh tanpa alasan syar’i maka hukumnya
adalah dia juga dibunuh, disebutkan apabila pihak keluarga terbunuh bisa
memaafkan tetap dibayarkan dendanya dan menetapkan denda/biat tersebut. Hal ini
akan mengurangi pembunuhan sebab qisas yang berlaku dan dalam qisas ini ada
jaminan hidup untuk kalian. Tidak heran di Arab Saudi sangat kurang bahkan
jarang adanya kasus pembunuhan karena hukum qisas yang berlaku, dan hal inilah
yang masih kurang difahami oleh orang yang tidak memahami agama Islam secara
benar dan tugas kita memberikan penjelasan kepada mereka dengan tarhib,
memberikan motivasi bahwasanya aturan-aturan Islam yang diberlakukan itu adalah
jaminan. Contoh yang lain adalah perzinahan maka hukumnya adalah rajam
disaksikan oleh banyak orang dan hal ini merupakan jaminan keamanan bagi kita,
orang akan berfikir melakukan perzinahan karena dengan tegaknya syar’at itu akan
menjaga hak-hak orang lain, siapa yang berani melakukannya akan mendapatkan
resiko yang besar. Begitupun dengan mencuri makan hukum yang berlaku baginya
adalah potong tangan sesuai kadar apabila dia mencuri.

b. Memberikan Tarhib
Memberikan penjelasan akibat-akibat yang akan terjadi apabila hukum Islam tidak
tegak, tidak ada jaminan keamanan sebagaimana saat ini pemberlakuan hukum
bukan berasal dari hukum Islam. Justru setiap orang merasa tidak aman dengan
dirinya sendiri dan hartanya, begitu pula hukum ekonomi yang terjadi
ketimpangan antara kelompok yang satu dengan yang lainnya maka ini bagian dari
usaha kita untuk mensosialisasikan hukum Islam/syari’at dengan membutuhkan
waktu yang panjang.

2. Menyiapkan Peraturan dan Undang-Undang Islam


Dalam menegakkan syari’at Islam masyarakat telah siap, maka Undang-
Undang Islam sudah harus siap dan memiliki konsep yang harus diterapkan tidak
mengajak manusia kepada sesuatu yang tidak memiliki kejelasan, hala ini harus
dipahami sebagai aktivis dakwah harus sehingga kita tidak serta merta
terbuai/terpengaruh dengan berita yang viral di media sosial yang dapat menguras
emosi kita tanpa mengetahui permasalahannya secara jelas.
Bagaiman cara menyiapkan konsep aturan tersebut:
 Mengambil pelajaran dari ilmu, pokok-pokok hukum Islam dan apa yang telah
diwariskan oleh para ulama kepada kita dan ini membutuhkan ahli (konseptor)
yang sangat menguasai hal ini diperlukan lagi perangkat-perangkatnya
 Menyeluruh, membuat hukum yang menyeluruh tidak hanya satu sisi meliputi
politik, ekonomi, pendidikan dan pengajaran dengan konsep yang telah siap
sehingga dapat diterapkan disegala sisi kehidupan. Hal ini bukanlah perkara
mudah namun butuh perjuangan, jangankan di sebuah negara bahkan di rumah
kita sendiri pun membutuhkan konsep, kedisiplinan dan butuh pengaturan yang
jelas lebih lagi pada skala negara yang besar. Kita bukanlah orang yang
membenci penegakkan khilafah akan tetapi saat ini belum saatnya berada pada
fase menggaungkan hal tersebut ketika orang-orang gembar-gembor perkara
penegakkan khilafah dan lain sebagainya lantas kita terlihat diam? Kita
bukanlah diam dan tidak mendukung melainkan kita realistis melihat
bahwasanya dunia ini belum siap untuk hal tersebut bahkan belum adanya
konsep persiapan untuk mengakkannnya, inilah yang perlu kita bina saat ini
membutuhkan persiapan secara bertahap, melihat hal ini kita perlu berfikir
dewasa sebagai murobbiyah ketika membahas sesuatu dengan mutarobbiyah
berikanlah contoh-contoh yang reel dan sesuatu yang kita wujudkan pada fase
dimana mutarobbiyah kita berada, jangan memberikan contoh yang meng-
awang-awang yang bukan berada pada fasenya hal ini dibutuhkan kecerdasan
seorang murobbiyah melihat bagaimana dia memberikan pencerahan kepada
mutarobbiyahnya.
 Realistis dan Dinamis
Maksud realistis adalah dengan melihat kondisi yang ada sehingga tidak boleh
memaksakannya apalagi melawan arus masyarakat yang ada maka realistis
dalam penerapan hal tersebut dan juga dinamis/tidak kaku akan tetapi sesuatu
yang menyesuaikan kondisi, semuanya butuh proses sehingga butuh
pemahaman dan kelapangan jiwa serta kreatifitas dari kita sehingga mengantar
pada apa yang kita tujukan.

3. Bagaimana mempersiapkan potensi SDM


Untuk menggarap semua bidang secara menyeluruh maka harus disiapakan potensi
berupa SDM.
1. Ulama dan intelektual
Menegakkan penerapan Islam dimulai dari ulama dalam negeri kita,
memperbanyak kader ulama dan intelektual yang mau merumuskan undang-
undang yang harus menguasai politik, ekonomi, pendidikan dan pengajaran, maka
perlu menyiapkan ulama dan konseptor pemikir yang merumuskan hal tersebut.
Maka saat ini kita masih pada tahap persiapan hal tersebut melalui tahap
pembentukan pribadi yang saat ini masih sebagian kaum muslimin yang
terbentuknya pribadinya, jama’ah, masyarakat Islami, pengarahan potensi kader
dan disinilah peran sebagai murobbiyah melihat potensi mutarobbiyahnya untuk
dikembangkan karena ini sangat dibutuhkan dalam segala aspek. Sebagaimana
sahabat Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam ada sahabat Nabi ahli strategi dalam
peperangan seperti Khalid bin Walid, ada juga sebagai penulis wahyu Nabi, ada
yang menjadi ahli hadist bahkan ada yang menjadi penyair, adanya ahli spesialis
dan masih banyak lagi.

2. Menyiapkan potensi SDM yang memiliki kapasitas sebagai pemimpin dan


pekerja
Berbakat dalam kepemimpinan/leadership dan pekerja semuanya bermanfaat
ketika memerankan mengambil posnya dengan baik, ada yang bagian
pemimpin dan pekerja semuanya sama ketika semuanya bisa memberikan andil
secara maksimal

4. Memanfaatkan Sumber Daya Alam

Pemanfaatan sumber daya alam merupakan bagian dari syari’at Islam,


diantaranya laut, sungai, tambang, hutan dan sebagaianya yang hal ini besar
kaitannya dengan SDM. Salah satu contoh akibat kurangnya SDM yang kita miliki
negara kita khsususnya di Papua PT. Freeport Indonesia akibat kurangnya tenaga
ahli yang kita miliki maka sumber daya alam tersebut dikuasai oleh orang-orang
asing yang warga asli suku primitif hanya diberikan tunjangan kecil setiap bulan
dan menjadikannya aman padahal orang-orang asing memboyong emas sampai
pada urani yang dibawa oleh mereka keluar karena kurangnya SDM kita dan ilmu
pengetahuan yang kurang.

5. Mengembalikan Khilafah Islamiyah Terpimpin

Jangan kita tergesa-gesa dengan idealisme yang kita miliki karena semuanya
memiliki proses meskipun negara-negara Islam sudah tegak dengan aturan-aturan Islam
di dalamnya, untuk melalui prosesnya dibutuhkan dakwah/ajakan pada sistem khilafah
dalam mengajak negara lain untuk menegakkan khilafah dalam satu kepemimpinan lebih
lagi menegakkan negeri-negeri Islami dan harus bersatu memiliki tujuan, cita-cita
bersama.

6. Pemilihan Pemimpin yang Syar’i

Pemilihan pemimpin yang syar’i berada dalam satu pemahaman dan ini juga butuh
proses, waktu, perjuangan, begitulah tahapan-tahapan amal Islami yang kita lalui dan
perlu ditegakkan bersama. Ketika kita sadar di fase mana kita berada maka kita akan
berbuat menyeru/berdakwah dengan sesuatu yang akan kita wujudkan. Kita akan
bijaksana menilai pergerakan dakwah kita ketika kita memahami konsep yang ada
sehingga tidak mudah larut dalam isu-isu/opini yang berkembang meskipun hal itu
digagas oleh banyak orang akan tetapi ketika melihat bukan pada fase tersebut maka kita
tidak terlalu dengan hal tersebut karena kita mengetahui tahapannya dan kita mengetahui
apa yang akan kita suarakan sekarang ini bukan hanya sekedar ikut dengan informasi
yang sedang viral sebab media memiliki tekhnik untuk menggiring opini maka jangan
sampai kita termasuk sebagai orang yang mudah tergiring oleh opini orang lain. Inilah
cara untuk memahami tahapan-tahapan tersebut.

Anda mungkin juga menyukai