Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

URGENSI ETIKA PANCASILA DALAM KEHIDUPAN


MILENIAL

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan (PPKN)

Dosen Pengampu

Dra. Zuraidah Adlina, M.Si

Oleh:

Nama : Dimas Wiranda

Npm: 71210713057

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS ISLAM SUMATERA UTARA

MEDAN

T.A 2021-2022
URGENSI ETIKA PANCASILA DALAM KEHIDUPAN MILENIAL

A. PENDAHULUAN

Secara konseptual, generasi milenial dihadapkan pada sesuatu yang kompleks

dan rentan dipengaruhi stigmatisasi negatif bila tidak mempunyai proteksi terhadap hal-

hal terkait. Dalam tinjauan teoretis, generasi ini berada ditengah-tengah generasi X yang

kurang informatif dan komunikatif terhadap arus globalisasi dan semua peranakannya.

Dan berada diantara generasi Z yang notabene adalah tinjauan baru generasi milenial,

dampak seperti apa yang terjadi pada mereka. Pada akhirnya generasi ini sangat

strategis bisa menilai generasi sebelum dan sesudahnya guna menjadi acuan dalam

berpikir, dan bertingkah laku.

Namun kerap kali konsepsi mengenai pola menjalani kehidupan, generasi ini

cenderung ekstrim dan anti-mainstream, tak bisa mengimbangi kreativitas yang ada

dalam fisik, guna menjalin harmonisasi dengan nilai-nilai transeden. Seperti dalam

berpikir dan bertingkah laku misalnya, dalam penelitian yang dilakukan oleh The

Intelligence Group3, bahwa generasi ini cenderung menolak tradisi kuno. Lebih

mementingkan pemikirannya sendiri atas dalih inovasi, kritis, menjunjung tinggi satu

hal yang diinginkan agar terbebas dari belenggu peraturan, dan juga berani. Jika ini

dibiarkan, maka generasi milenial akan bergerak tak karuan. Memanfaatkan apa yang

mereka punya, kreativitas, inovatif, kecerdasan dan beragam hal lainnya tanpa adanya

proteksi untuk membuat batasan-batasan atas apa yang mereka lakukan.

Disinilah kemudian pancasila memegang urgensi nya. Guna menjadi landasan

perspektif generasi milenial dalam berkehidupan sebagai satu proteksi dari berbagai
ketimpangan yang terjadi terlebih bagi arus globalisasi yang merajalela. Pasalnya

generasi milenial tak bisa dilepaskan dari lokus globalisasi, salah satu inisiator

tersegmentasinya istilah generasi. Dalam metode dialektika konteks negatif, globalisasi

dapat memudarkan rasa nasionalisme, patriotisme dan pancasilais, dikarenakan terdapat

prinsip disorientasi, dislokasi, disintegrasi moral terhadap ideologi bangsa sebab tidak

diaktualisasikannya dengan baik satu esensi dari pedoman hidup bangsa yang selama ini

diabadikan sebagai satu kesepakatan.

Pancasila adalah satu ideologi pasti, setidaknya tertanam dalam alam pikiran

transedental yang menjadi pedoman. Sejalan dengan pemikiran Mubyarto (1991),

ideologi merupakan satu doktrin, kepercayaan, dan simbol-simbol sekelompok

masyarakat atau suatu bangsa yang menjadi pegangan dan pedoman guna mencapai

tujuan bangsa itu4. Mandat konstitusi mengatakan pancasila adalah konsepsi pasti yang

harus dijaga, bersamaan dengan mengaktualisasikan esensi mencerdaskan kehidupan

bangsa yang pada zaman sekarang konstelasinya sarat akan hal-hal parsial sebagai

masalah yang melanda terutama bagi generasi milenial.

Mencerdaskan kehidupan bangsa, begitu dinamis kalimat tersebut dibuat para

founding fathers kita. Ada kata kehidupan ditengah kata mencerdaskan dan bangsa,

esensinya ada satu pedoman dan tuntunan ditengah-tengah bangsa yang memiliki

kecerdasan, dan itulah urgensi dari pancasila sebagai komparasi pemikiran, dan

tuntunan dalam menjalani kehidupan. Dominasi bangsa yang saat ini dihuni generasi

milenial tentunya musti menempatkan pancasila sebagai satu urgensi, karena

perkembangan zaman dan tantangan tentu akan menguras tenaga dan pikiran ke arah
yang lebih negatif. Maka dari itu, pancasila sebagai energi positif yang merupakan

kalkulasi dari nilai-nilai kehidupan bangsa harus dijadikan perspektif utama dalam

semua hal yang dilakukan.

Oleh karena itu, pancasila yang mengandung nilai-nilai Ketuhanan,

Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, dan Keadilan adalah orientasi utama generasi

milenial untuk lebih jauh mengenal hakikat sebagai seorang manusia. Berani berkorban,

dan bertaruh nyawa bagi bangsa seperti para pahlawan yang hanya meninggalkan nama

untuk bangsa dan bagi lahirnya pancasila. Perkembangan zaman memaksa generasi

milenial berkutat dan bersaing dengan teknologi robotic, secara fisik dan keahlian

memang bisa lebih maju dari manusia, namun robot tidak punya jiwa untuk berkorban,

tidak ada rasa nasionalis, tidak ada rasa patriotis, tidak ada rasa humanis, tidak bisa

pancasilais. Tetap dominasi generasi milenial di negeri ini memegang peranan penting

dari berbagai kompleksitas problematika yang terjadi, dan tuntunannya adalah pancasila

sebagai satu urgensi dalam kerangka kehidupan bernegara

B. PEMBAHASAN

1. Pancasila Ditengah Implementasi dan Fragmentasi Globalisasi

Generasi milenial sangat erat kaitannya dengan lokus frasa globalisasi, yang

mengubah semua struktur orientasi kehidupan. Globalisasi menurut R.Robertson

(1992), adalah suatu proses pemadatan dunia dan intensifikasi kesadaran dunia sebagai

satu keseluruhan.5 Hal ini dapat kita pahami bahwa semua hal apapun didunia ini terjadi

dengan instan, mengubah tatanan praktis kehidupan dengan mudahnya. Lebih ekstrim

lagi, dalam buku De Nacht Van Het Kapitaal, Van Leuweun mengatakan globalisasi
telah melahirkan agama baru, yaitu agama ekonomi, sehingga stigma terhadap uang

tidak lagi memiliki orientasi “nasionalis”, namun akan mengalir pada tempat yang lebih

memberikan keuntungan.

Maka dampaknya adalah generasi milenial ini sangat ketakutan bila tidak

memiliki harta, hidup tidak terjamin, ketinggalan gaya dan semacamnya. Hingga yang

terjadi adalah budaya westernisme, konsumtifisme, dan konsumerisme, yang pada

akhirnya memunculkan berbagai masalah yang akan bergerak kompleks melebar

kemana-mana. Ini adalah masalah psikis yang pernah diteliti oleh Thomas Curran dan

Andre Hill dalam Journal Psychological Bulletin. Ekonomi tentunya, karena generasi

milenial bergerak dengan pikiran over consumtive. Sosial, karena masyarakat

cenderung memikirkan dirinya sendiri. Budaya, karena local wisdom sudah dilupakan.

Pun yang lebih parah lagi, aspek agama yang merupakan hal paling transendental dan

fundamental tak lepas dari pengaruh hal ini. Akhir-akhir ini media sosial dihebohkan

atas pengkultusan agama BTS (Salah satu grup Boyband Korea). Para pemuja BTS

saking tergila-gila nya, sampai menuhankan manusia yang ia sendiri tidak paham

mengapa dia begitu mengidolakannya hanya karena bentuk rupa, meski katanya itu

hanya tindakan para haters yang tidak menyukai grup tersebut.

Ditengah krisis multidimensional yang melanda akibat tidak ada proteksi

terhadap globalisasi, disinilah peranan pancasila sangat dibutuhkan. Pancasila bisa

menjadi representasi panacea bagi generasi milenial terhadap semua inkoherensi yang

terjadi. Bukan berimajinasi sebagai fiksi, tapi panacea sebagai fakta. Pancasila sebagai

reflektif-introspektif bagi generasi milenial bisa dijadikan proteksi dalam menghadapi


globalisasi. Dari segi ekonomi guna menghapus konsumerisme dan semua

peranakannya, pancasila telah terlebih dahulu memperkenalkan konsep keadilan dan

humanisme, prinsip berbagi satu sama lain dan tidak mengajarkan individualisme

sebagai paham yang ditolak oleh pancasila. Dari aspek budaya, local wisdom yang

selama ini menginisiasi lahirnya pancasila jika diimplementasikan dengan baik, maka

akan membuat sirkulasi nilai-nilai budaya bangsa yang selama ini dilupakan. Pun aspek

sosial, yang selama ini tersurat 75 tahun lamanya dalam kalimat keadilan sosial bagi

seluruh rakyat Indonesia, pertanda jiwa sosial dijunjung tinggi diatas segalanya. Juga

aspek agama, sila pertama menghendaki pengakuan atas agama yang sudah disepakati

melalui konsepsi, berusaha menghindari hal-hal transendental yang irasional. Dan

beragam problematika lainnya.

2. Konsep Nation Character Building melalui Pancasila

Dikutip dalam jurnal Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) BPS,

Demografi generasi milenial di Indonesia sangatlah mendominasi dimana hitungan

persentase tahun 2017, jumlahnya kurang lebih 88 juta atau 30.75 persen dari total

penduduk Indonesia, relatif lebih banyak dari generasi X dan generasi Z dengan

persebaran lebih banyak tinggal di perkotaan 56 persen dibandingkan dengan di

pedesaan. Terjadilah pada kerangka lebih lanjutnya suatu proses urbanisasi yang

merupakan hubungan kausalitas dengan globalisasi. Urbanisasi tidak bisa dihapus

ataupun dilarang, mengingat transformasi manusia terutama generasi milenial sangat

haus akan hal-hal yang baru. Yang harus dilakukan adalah penanaman karakter melalui

adagium nation character building melalui pancasila sehingga karakter yang dimiliki
generasi Milenial dengan aktualisasi nilai-nilai pancasila akan terekspresikan dengan

baik, sejauh apapun tantangannya.

Pancasila mengandung nilai moral yang bisa membawa generasi milenial

menjadi berkarakter tentunya dengan nilai-nilai baik yang tersublimasi dalam tubuh

pancasila. Thomas Lickona mengatakan bahwa karakter erat kaitannya dengan konsep

moral, sikap moral dan perilaku moral yang diinisiasi oleh nilai-nilai baik. Dengan

acuan hal ini, maka proses nation character building bisa diinternalisasikan melalui

nilai-nilai pancasila guna menciptakan generasi milenial Indonesia sebagai insan kamil.

Orientasi lebih jauhnya, proses penanaman karakter melalui pancasila adalah satu

komparasi sebagai pembangunan jiwa bangsa yang beratus-ratus tahun telah melekat

dalam jiwa bangsa Indonesia, yang pada zaman sekarang perlu sekali untuk dilakukan

restrukturisasi terhadap generasi milenial.

Bung Karno dalam pidatonya pernah mengatakan bahwa pancasila adalah

saripati kepribadian bangsa Indonesia, satu urgensi membangun peradaban bangsa, yang

tidak harus dimulai dari pembangunan fisik ataupun ekonomi semata. Kepribadian

bangsa adalah refleksi jati diri bangsa Indonesia. Sebagai generasi milenial sangat-

sangat penting tentunya untuk memiliki karakter yang bersumber dari falsafah hidup

yaitu pancasila.

Pancasila sebagai satu hubungan kausalitas pandangan hidup bangsa, filsafat

bangsa dan negara Indonesia, philosofische grondslag, ideologi bangsa dan negara, asas

persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia dan sebagai jati diri bangsa Indonesia yang

merupakan aktualisasi pembangunan karakter7. Begitu kompleksnya pancasila


memegang kedudukan berarti sebagai satu believe systems dari hal-hal diatas. Maka

kita sebagai generasi muda hanya tinggal merealisasikan konsepsi sempurna dari para

founding fathers kita guna mempunyai karakter sebagai hal fundamental pembangunan

peradaban bangsa yang sejauh 75 tahun lamanya belum terlihat esensi pastinya.

Pembangunan karakter bangsa yang terkristalisasi dalam sila-sila pancasila

adalah realitas objektivitas jati diri bangsa Indonesia. Sila pertama, adalah kenyataan

religius bangsa Indonesia sebagai manifestasi sosio-histroris refleksifitas bangsa yang

tercermin sejak peradaban purba. Dari mulai menhir, kubur batu, punden berundak, dan

yang lainnya sebagai satu keyakinan atas Tuhan sang pencipta, yang zaman sekarang

terekspresikan melalui kata agama sebagai media kepercayaan kepada Tuhan Yang

Maha Esa, tentunya melalui asas toleransi tanpa unsur chauvinistic dan menggaungkan

konsep overlapping consensus serta tasamuh dalam beragama.

Sila kedua, merupakan nilai-nilai yang tertanam dalam prinsip tolong menolong,

menghormati orang lain, berlaku adil, jujur dan beradab. Konsep mengenai Hak Asasi

Manusia telah dikenal bangsa Indonesia jauh-jauh hari dalam ungkapan “sedumuk batuk

senyari bumi”. Sila ketiga mempunyai esensi dalam ungkapan kata Nusantara cita-cita

persatuan bangsa yang harus ditiru generasi milenial saat ini melalui semangat

nasionalisme, kembali mengulang cerita persatuan ketika zaman Sriwijaya dan

Majapahit dahulu. Sila keempat mengandung karakter kemufakatan dalam pengambilan

keputusan. Menjauhi egoitas, serakah ataupun apatis terhadap satu hal yang

diperbincangkan. Dan sila kelima cita-cita kehidupan harmonis dalam kata adil. Bukan
hanya diukur dari material semata sebagai satu individu, tetapi bagi seluruh rakyat

Indonesia.

Nilai-nilai diatas sebagai satu kesatuan karakter bangsa musti dijadikan landasan

dan direalisasikan oleh generasi milenial guna menyongsong nation character building.

Bukan hanya sebatas teori semata tanpa realisasi. Ataupun hanya mencerdaskan otak

sebagai tambahan pengetahuan, tetapi menjadi suatu realisasi dengan aksi

mencerdaskan hati. Menurut penulis pembangunan karakter melalui hati akan lebih

mudah mengena dalam jiwa bangsa Indonesia. Karena melalui hati, generasi milenial

akan lebih mudah memahami mana hal yang baik dan mana hal yang buruk yang tidak

sesuai dengan esensi nilai-nilai pancasila. Dan hati juga akan cenderung kuat untuk

melaksanakan fragmentasi karakter bangsa yang tertanam dalam pancasila.

Pikiran solutif pun coba penulis tawarkan dalam konsep nation character

building. Saat pelajaran PKN dikenal dari pendidikan tingkat dasar hingga tingkat

perguruan tinggi. Pun ditingkat perguruan tinggi dikenal mata kuliah Pendidikan

Pancasila, maka penulis mempunyai pikiran solutif musti adanya pelajaran pendidikan

karakter yang berkelanjutan mengingat bangsa kita sedang krisis karakter, tidak ada

media dalam mengembangkan karakter pancasila, terlebih urgensinya di perguruan

tinggi musti diadakan mata kuliah ini sebagai refleksi dan juga filtrasi generasi milenial

dalam menyongsong nation character building. Sehingga nilai-nilai historis dari

pancasila bisa lebih mudah untuk dipahami sebagai satu refleksi, filtrasi terhadap

globalisasi dan proyeksi masa depan sebagai bangsa Indonesia yang berkarakter dan

berbudi. Generasi paling muda dari generasi milenial saat ini sedang duduk di
perguruan tinggi, sisanya mereka para pekerja yang memegang roda perekonomian.

Tapi ini belum terlambat, masa depan generasi Z pun musti kita pikirkan.

Saat pelajaran atau mata kuliah pancasila berkolaborasi dengan pembelajaran

pendidikan karakter, ini merupakan kerangka awal terciptanya nation character

building, sebelum dikembangkan lebih lanjut dalam lingkungan keluarga dan dalam

kehidupan bermasyarakat. Terlebih lagi saat pembelajaran mengenai hal ini dikemas

sedemikian rupa dengan beragam inovasi seperti pembelajaran menggunakan gawai

yang tak bisa dilepaskan dari generasi milenial. Kreativitas guru dan dosen dituntut

dalam hal ini guna menciptakan suasana pembelajaran yang berbeda seperti melalui

pengemasan yang menarik, kelas pun harus berada dalam irama pancasila. Penuh nilai-

nilai ketuhanan, saling beradab satu sama lain, semangat persatuan, kelas yang

menciptakan prinsip-prinsip demokrasi seperti berdiskusi dan bermusyawarah guna

memecahkan masalah dengan lebih fokus ke oriented student, dan kesimpulan nya

adalah kelas yang penuh dengan kenyamanan antara pelajar dan pengajar yang dilandasi

oleh keadilan dan saling menghargai satu sama lain.

Sehingga ketika berada dalam lingkungan yang lebih nyata dalam berkeluarga

atau bermasyarakat, mengaplikasikannya pun bisa menjadi lebih mudah. Terlebih dalam

lingkungan generasi milenial yang telah bekerja, ditempat dimana dia bekerja pun harus

tercipta suasana karakter bangsa, saling menghormati antar atasan dengan bawahan,

beradab tanpa pandang bulu kepada siapapun, selalu bermusyawarah dalam mengambil

keputusan. Bahkan karakter ini akan lebih integral tercipta saat melihat generasi

milenial yang masih belum mempunyai pekerjaan. Saling membantu satu sama lain,
atas dasar kemanusiaan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, bersama-

sama membuat lapangan pekerjaan dan orientasi lebih jauhnya akan mensejahterakan

seluruh rakyat Indonesia dengan fundamen penanaman karakter melalui pancasila.

3. Pancasila dalam refleksi 75 tahun dan proyeksi generasi milenial di masa

depan

75 tahun pancasila bergerak beriringan dengan globalisasi, mengelaborasi

kehidupan paling privat dalam diri manusia. Sejauh manakah dalam hal ini pancasila

yang beresensi dapat benar-benar diesensikan sebagaimana mestinya. Tinjauan reflektif

historis pada zaman orde lama sebagai pembuat konsepsi ini, pancasila benar-benar

berfungsi sebagai paradigma transisional masyarakat inlander guna menuju stabilitas

dalam semua hal. Pancasila yang sudah lahir lebih dahulu dari negara ini, nampaknya

tidak menyentuh batin semua rakyat Indonesia kala itu. Bermunculan kelompok

separatis garis kiri yang ingin mengganti pancasila dengan ideologi lain sesuai

kehendak mereka. Belum lagi instabilitas politik dan inkonstitusional yang terjadi, saat

pemerintahan hanya terfokus pada hierarki dan perebutan kekuasaan. Pergulatan

ideologi inilah yang kemudian menginisiasi berakhirnya orde lama melalui Super

Semar.

Kompleksitas problematika yang terjadi pada masa orde lama, diharapkan

berakhir pada orde baru dengan mandat utama menjalankan pancasila secara murni dan

konsekuen. Dengan penuh quixotisme, Soeharto menerima amanat ini. Pada awal

kepemimpinannya, pancasila benar-benar dijadikan alat pragmatisasi dalam semua skup

kehidupan. Pancasila begitu digaungkan dan diagungkan. Siapa yang menolak maka
secara auto akan menjadi musuh negara. Pancasila ditempatkan sebagai ritual,

sayangnya tidak mendikotomikan dalam kepentingan. Malah beriringan dengan political

force. Pancasila dijadikan tameng untuk berdalih, benteng untuk mengelak. Pancasila

pada akhirnya diperalat untuk kepentingan politik sebagian orang, yang bermuara pada

instabilitas dalam semua hal ketika 1998.

Kemudian memasuki era reformasi yang menjadi cita-cita dan harapan bangsa

guna menciptakan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia, nampaknya menemui

tantangan yang lebih besar. 22 tahun lamanya pergerakan zaman terasa tereksplorasi

secara bebas. Sejauh ini belum bisa dikomentari refleksifitas pancasila secara signifikan.

Terutama yang sekarang dirasakan generasi milenial. Deraan globalisasi bersamaan

dengan eksklusivitas kehidupan yang semakin meningkat, kesenjangan ekonomi dan

segregasi sosial yang bergerak berkepanjangan. 75 tahun lamanya pancasila yang penuh

esensi dan belum teresensikan dalam segmentasi kehidupan, tak perlu ada yang disesali

dan disalahkan. Bergerak dengan lahiriyah zaman dan egoitas yang jika terus

diperdebatkan akan terus menambah masalah yang tak akan terselesaikan. Cukup

menjadi reflektif introspektif generasi milenial dalam membaca sejarah. Memperbaiki

dan menambal segala hal yang masih lekat dengan lokus kekurangan.

Akumulasi historis diataslah yang kemudian harus dijadikan sebagai bahan

refleksi guna menjadi proyeksi dimasa yang akan datang dan tentunya sarat akan hal-hal

yang lebih parsial dan multidimensional. Perlunya revitalisasi dan restrukturisasi serta

reaktualisasi pancasila sebagai titik temu, titik pijak dan titik tuju dalam menjalani

kehidupan. Perlunya koherensi dari semua nilai instrumental, nilai praksis, nilai
objektif, nilai subjektif dan yang lainnya guna mencapai satu harmonisasi dalam

kerangka aktualisasi. Selaras dengan pemikiran Syafruddin Amir dalam jurnal Pancasila

as Integration Philosophy of Education and National Character bahwa pancasila adalah

spirit mengenai kehidupan karena merupakan media akulturasi agama, sosial, politik,

budaya bahkan ekonomi.

Proyeksi masa depan generasi milenial dan kaitannya dengan pancasila,

pemerintah telah menyediakan satu lembaga sebagai media penuntun dan pembinaan

reaktualisasi pancasila, bernama Badan Pembinaan Ideologi Pancasila. 2 tahun sudah

terlegitimasi dan harus kita kawal serta apresiasi proyeksi lembaga ini, meski secara

praktis kehadiran serta kinerjanya belum terdengar dan belum terasa suatu dampak

positif yang signifikan untuk dirasakan generasi milenial. Setidaknya ada satu keinginan

menciptakan bangsa yang lebih berbudi variabel otak dan kinerjanya melalui pancasila.

Jika lembaga ini bergerak sesuai tupoksinya, bergerak berkeinginan memajukan

peradaban bangsa tanpa ada unsur kepentingan dan instruksi politik yang negatif,

ditambah kolaborasi generasi milenial yang sadar akan nilai historis dalam refleksi 75

tahun pancasila, dan sadar akan aktualisasi guna menempatkannya sebagai urgensi,

maka cita-cita revitalisasi, restrukturisasi dan reaktualisasi pancasila bisa diwujudkan

dengan mudah, dan para founding fathers akan tersenyum dan berkata “terima kasih

bangsaku,matiku tidak sia-sia”.

Setelah generasi milenial, di masa depan akan ada generasi Z kelahiran 2001-

2010, yang merupakan generasi peralihan dari generasi milenial, beserta generasi Alpha

setelah generasi Z yang rata-rata generasi ini baru memasuki Sekolah Dasar. Di masa
depan, dikhawatirkan beragam kecemasan terjadi dalam berkehidupan, terlebih

globalisasi bergerak semakin eksklusif. Serba canggih tentunya, terlebih proyeksi

negara-negara maju di Eropa mulai mengganti semuanya menggunakan robot. 10 tahun

kemudian suasana kehidupan pasti akan terasa berbeda, arus globalisasi semakin

bergerak eksklusif. Disinilah kemudian diperlukan sikap antisipatif terhadap semuanya

yaitu melalui pancasila sebagai pengawal bangsa dari generasi ke generasi, agar

perkembangan teknologi selaras dengan penguatan jati diri guna memproyeksikan

sumber daya manusia yang berkualitas.

C. PENUTUP

Dominasi demografi generasi milenial di Indonesia beserta kreativitas serta

pemikirannya menjadi harapan besar bangsa Indonesia. “Beri aku sepuluh orang

pemuda, maka akan kuguncangkan dunia” sudah menjadi the logics of desire. Berhenti

dalam kalimat itu sambil bertanya-tanya siapa sepuluh pemuda yang dimaksud Bung

Karno itu. Atau atas dasar argumentum ad populem beramai-ramai mendeklarasikan

diri, “saya adalah salah satu dari sepuluh pemuda itu”. Atau kumpulan orang-orang

anomi berkata, “kami adalah sepuluh pemuda itu”. Logical Fallacy dan ad hominem jika

mendeklarasikan diri atas pengkultusan itu apabila masih ada anomi dalam diri.

Kesimpulannya kemudian mengerucut pada satu hal, konteks generasi milenial

yang bisa membawa perubahan bagi bangsa ditengah komparasi negatif globalisasi

adalah mereka yang menanamkan jiwa pancasila, menempatkannya sebagai urgensi

dalam kerangka berkehidupan. Eksklusivitas globalisasi sulit dibendung oleh generasi

milenial, yang akan bertahan tetap pada path nya sambil membawa jati diri bangsa
Indonesia, dialah yang mengaktualisasikan nilai-nilai pancasila. Dan itu musti terjadi

pada 88 juta jiwa generasi milenial.

Selain itu salah satu prasyarat terciptanya harapan bangsa adalah generasi muda

yang beradab dan berkarakter. Dan proses nation character building itu adalah melalui

pancasila, dimana harmonisasi antar sila sebagai satu memori historis dan juga believe

systems akan mampu mengantarkan pada generasi milenial yang berkarakter. Dan

proyeksi generasi milenial dimasa yang akan datang semoga sesuai dengan harapan. 75

tahun pancasila sebagai refleksi historis atas berbagai konstelasi yang terjadi. Nilai dan

stigmatisasi buruknya harus ditinggalkan menjadi kenangan dan catatan sejarah, karena

itu adalah ulah oknum atas dasar kepentingan. Nilai-nilai beserta keberhasilannya lah

yang harus kita jadikan orientasi menghadapi masa depan yang penuh akan

kompleksitas tentunya yang sulit untuk diprediksi.

Kunci utamanya adalah revitalisasi, restrukturisasi dan reaktualisasi pancasila.

Karena pancasila sudah pasti relevan dengan zaman, tinggal bagaimana cara untuk

mewujudkannya, eksklusivitas globalisasi pasti bisa teratasi oleh pancasila. Tugas itu

ada pada generasi milenial dengan premis-premis diatas untuk merealisasikannya.

Tujuan yang sangat mulia sebagai satu cita-cita. Guna memberikan semuanya yang

terbaik bagi bangsa, dan memberi kesan berharga bagi para founding fathers serta para

pahlawan lainnya, bahwa mati mereka tidak sia-sia. Ada generasi milenial yang akan

melanjutkan perjuangan mereka guna menghilangkan semua problematika yang

melanda dan membuat sejahtera seluruh rakyat Indonesia. Salam Pancasila.

Anda mungkin juga menyukai