Anda di halaman 1dari 13

MENJELANG 2011 WAJIB DIKEMBANGKAN STRATEGI PEMBANGUNAN PENDIDIKAN

BERKARAKER YANG BERKUALITAS DAN MADANI DI SUMATERA BARAT

Oleh,
H. MAS'OED ABIDIN

Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional yang


meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan yang Maha Esa serta akhlak mulia dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. (UUD-45). “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk mempunyai kekuatan spritual keagamaan, pengendalian
diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara”, dan "Bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggungjawab, serta berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa”. (UU No. 20
th 2003, Sistem Pendidikan Nasional)

KEIKHLASAN MEMBENTUK MANUSIA BERKUALITAS


Kemulian pengabdian seorang pendidik terpancar dari keikhlasan membentuk anak
manusia menjadi pintar, berilmu, berakhlak dan pengamal ilmu yang menjelmakan
kebaikan pada diri, kerluarga, dan di tengah umat kelilingnya. Namun sekarang, kita
menatap fenomena mencemaskan. Penetrasi bahkan infiltrasi budaya asing ternyata
berkembang pesat. Pengaruhnya tampak pada perilaku pengagungan materia secara
berlebihan (materialistik) dan kecenderungan memisah kehidupan duniawi dari supremasi
agama (sekularistik). Kemudian berkembang pula pemujaan kesenangan indera dengan
mengejar kenikmatan badani (hedonistik). Hakekatnya, telah terjadi penyimpangan
perilaku yang sangat jauh dari budaya luhur – adat basandi syarak, syarak basandi
Kitabullah-. Kesudahannya, rela atau tidak, pasti mengundang kriminalitas, sadisme, dan
krisis secara meluas.
Pergeseran paradigma materialistic acapkali menjadikan para pendidik (murabbi) tidak
berdaya menampilkan model keteladanan. Ketidakberdayaan itu, menjadi penghalang
pencapaian hasil membentuk watak anak nagari. Sekaligus, menjadi titik lemah penilaian
terhadap murabbi bersangkutan. Tantangan berat ini hanya mungkin dihadapi dengan
menampilkan keterpaduan dalam proses pembelajaran dan pengulangan contoh baik
(uswah) terus menerus. Jati diri bangsa terletak pada peran maksimal ibu bapa – yang
menjadi kekuatan inti masyarakat – dalam rumah tangga. Pekerjaan ini memerlukan
ketaletenan dengan semangat dan cita-cita yang besar ditopang kearifan.

Kedalaman pengertian serta pengalaman di dalam membaca situasi dan upaya


menggerakkan masyarakat sekitar yang mendukung proses pendidikan. Usaha
berkesinambungan mesti sejalan dengan, (a). pengokohan lembaga keluarga (extended
family), (b). pemeranan peran serta masyarakat secara pro aktif, (c). menjaga kelestarian
adat budaya (hidup beradat). Oleh karena itu setiap generasi yang dilahirkan dalam satu
rumpun bangsa (daerah) wajib tumbuh menjadi,
a. Kekuatan yang peduli dan pro-aktif dalam menopang pembangunan bangsanya.
b. Mempunyai tujuan yang jelas, menciptakan kesejahteraan yang adil merata melalui
program-program pembangunan.
c. Sadar manfaat pembangunan merata dengan,
1. prinsip-prinsip jelas,
2. equiti yang berkesinambungan,
3. partisipasi tumbuh dari bawah dan datang dari atas,
4. setiap individu di dorong maju
5. merasa aman yang menjamin kesejahteraan.

MENGHADAPI ARUS KESEJAGATAN


Kesejagatan (global) yang deras secara dinamik perlu dihadapi dengan penyesuaian kadar
apa yang di kehendaki. Artinya, arus kesejagatan tidak boleh mencabut generasi dari akar
budaya bangsanya. Sebaliknya, arus kesejagatan itu mesti dirancang dapat ditolak mana
yang tidak sesuai.
Alaf baru ini ditandai mobilitas serba cepat dan modern. Persaingan keras dan kompetitif
seiring dengan laju informasi dan komunikasi serba efektif tanpa batas. Bahkan, tidak
jarang membawa pula limbah budaya ke barat-baratan, menjadi tantangan yang tidak
mudah dicegah. Menjadi pertanyaan, apakah siap mengha¬dapi perubahan cepat penuh
tantangan, tanpa kesiapan Sumber Daya Manusia (SDM) berkualitas yang berani melawan
terjangan globalisasi itu?” Maka, semua elemen masyarakat berkewajiban menyiapkan
generasi yang mampu bersaing di era tantangan sosial budaya, ekonomi, politik,
menyangkut semua aspek kehidupan manusia. Globalisasi membawa perubahan perilaku,
terutama terhadap generasi muda. Jika tidak mempunyai kekuatan ilmu, akidah dan
budaya luhur, akan terancam menjadi generasi buih, sewaktu-waktu terhempas di karang
dzurriyatan dhi’afan, menjadi “X-G” atau the loses generation.

Membiarkan diri terbawa arus deras perubahan sejagat tanpa memperhitungkan jati diri
akhirnya menyisakan malapetaka. Pemahaman ini, perlu ditanamkan di kala melangkah
ke alaf baru. Kelemahan mendasar terdapat pada melemahnya jati diri. Kelemahan ini
dapat terjadi karena kurangnya komitmen kepada nilai luhur agama (syarak) yang menjadi
anutan bangsa. Lemahnya jati diri akan dipertajam oleh tindakan isolasi diri lantaran
kurang kemampuan dalam penguasaan “bahasa dunia” (politik, ekonomi, sosial, budaya).
Ujungnya, generasi bangsa menjadi terjajah di negerinya sendiri. Mau tidak mau, tertutup
peluang berperan serta dalam kesejagatan. Kurang percaya diri lebih banyak disebabkan
oleh, (a). Lemah penguasaan teknologi dasar yang menopang perekonomian bangsa, dan
(b). Lemah minat menuntut ilmu.

HILANGNYA AKHLAK MENJADIKAN SDM LEMAH


Penyimpangan perilaku menjadi ukuran moral dan akhlak. Hilang kendali menjadi salah
satu penyebab lemahnya ketahanan bangsa. Yang merasakan akibatnya, terutama tentulah
generasi muda, lantaran rusaknya sistim, pola dan politik pendidikan. Hapusnya panutan
dan impotensi tokoh pemangku adat dalam mengawal budaya syarak, dan pupusnya
wibawa ulama menjaga syariat agama, memperlemah daya saing anak nagari. Lemahnya
tanggung jawab masyarakat, akan berdampak dengan terbiarkan kejahatan meruyak
secara meluas. Interaksi nilai budaya asing yang bergerak kencang tanpa kendali, akan
melumpuhkan kekuatan budaya luhur anak nagari. Bergesernya fungsi lembaga
pendidikan menjadi bisnis. Akibatnya, profesi guru (murabbi) mulai dilecehkan.

Hilang keseimbangan telah mendatangkan frustrasi sosial yang parah. Tatanan


bermasyarakat tampil dengan berbagai kemelut. Krisis nilai akan menggeser akhlak dan
tanggungjawab moral social ke arah tidak acuh (permisiveness). Dan bahkan, terkesan
toleran terhadap perlakuan maksiat, aniaya dan durjana. Konsep kehidupan juga
mengalami krisis dengan pergeseran pandang (view) terhadap ukuran nilai. Sehingga,
tampil pula krisis kridebilitas dalam bentuk "erosi kepercayaan". Peran orang tua, guru dan
pengajar di mimbar kehidupan mengalami kegoncangan wibawa. Giliran berikutnya,
lembaga-lembaga masyarakat berhadapan dengan krisis tanggung jawab kultural yang
terkekang sistim dan membelenggu dinamika. Orientasi kepentingan elitis sering tidak
populis dan tidak demokratis. Dinamika perilaku mempertahankan prestasi menjadi satu
keniscayaan beralih ke orientasi prestise dan keijazahan. Tampillah krisis solidaritas.

Kesenjangan sosial, telah mempersempit kesempatan mendapatkan pendidikan dan


pekerjaan secara merata. Idealisme pada generasi muda tentang masa datang mereka,
mulai kabur. Perjalanan budaya (adat) terkesan mengabaikan nilai agama (syarak).
Pengabaian ini pula yang mendatangkan penyakit sosial yang kronis, di antaranya
kegemaran berkorupsi. Adalah suatu keniscayaan belaka, bahwa masa depan sangat
banyak ditentukan oleh kekuatan budaya yang dominan. Sisi lain dari era kesejagatan
adalah perlombaan mengejar kemajuan seperti pertumbuhan ekonomi dan komunikasi
untuk menciptakan kemakmuran. Lemahnya syarak (aqidah tauhid) di tengah mesyarakat
serta merta mencerminkan perilaku tidak Islami yang senang melalaikan ibadah.

GENERASI PENYUMBANG
Membentuk generasi penyumbang dalam bidang pemikiran (aqliyah), ataupun
pembaharuan (inovator) harus menjadi sasaran perioritas. Keberhasilan akan selalu
ditentukan oleh adanya keunggulan pada institusi di bidang pendidikan yang ditujukan
untuk membentuk generasi yang menguasai pengetahuan dengan kemampuan dan
pemahaman mengidentifikasi masalah yang dihadapi. Seterusnya, mengarah kepada
kaderisasi diiringi oleh penswadayaan kesempatan-kesempatan yang ada. Generasi baru
yang mampu mencipta akan menjadi syarat utama keunggulan.

Kekuatan budaya bertumpu kepada individu dan masyarakat yang mampu


mempersatukan seluruh potensi yang ada. Generasi muda harus menjadi aktor utama
dalam pentas kesejagatan. Mereka mesti dibina dengan budaya kuat yang berintikan "nilai-
nilai dinamik" dan relevan dalam kemajuan di zaman itu. Generasi masa depan yang
diminati, lahir dengan budaya luhur (tamaddun) berlandaskan tauhidik, kreatif dan
dinamik. Maka, strategi pendidikan mesti mempunyai utilitarian ilmu berasas epistemologi
Islam yang jelas. Sasarannya, untuk membentuk generasi yang tumbuh dengan tasawwur
(world view) yang integratik dan umatik sifatnya. Artinya, pendidikan mengarah kepada
membentuk generasi yang bermanfaat untuk semua, terbuka dan transparan. Generasi
sedemikian hanya dapat dikembangkan melalui pendidikan akhlak, budi pekerti dan
penguasaan ilmu pengetahuan. Maka akhlak karimah adalah tujuan sesungguhnya dari
proses pendidikan, dan menjadi wadah diri dalam menerima ilmu-ilmu lainnya, karena
pada akhirnya ilmu yang benar, akan membimbing umat ke arah amal karya, kreasi,
inovasi, motivasi yang baik (shaleh). Dengan demikian, diyakini bahwa akhlak adalah jiwa
pendidikan, inti ajaran agama, buah dari keimanan.

Generasi penerus harus taat hukum. Upaya ini dilakukan dengan memulai dari lembaga
keluarga dan rumah tangga. Mengokohkan peran orang tua, ibu bapak, dan memungsikan
peranan ninik mamak dan unsur masyarakat secara efektif. Memperkaya warisan budaya
dilakukan dengan menanamkan sikap setia, cinta dan rasa tanggung jawab, sehingga patah
tumbuh hilang berganti. Menanamkan aqidah shahih (tauhid) dengan istiqamah pada
agama Islam yang dianut. Menularkan ilmu pengetahuan yang segar dengan tradisi luhur.
Apabila sains dipisah dari aqidah syariah dan akhlak, niscaya yang akan lahir saintis tak
bermoral agama. Kesudahannya, ilmu banyak dengan iman yang tipis, berujung dengan
sedikit kepedulian di tengah bermasyarakat.

Langkah-langkah ke arah pembentukan generasi mendatang sesuai bimbingan Kitabullah


QS.3:102 mesti dipandu pada jalur pendidikan, formal atau non formal. Mencetak anak
bangsa yang pintar dan bertaqwa (QS.49:13), oleh para pendidik (murabbi) yang
berkualitas pula. Keberhasilan gerakan dengan pengorganisasian (nidzam) yang rapi.
Menyiapkan orang-orang (SDM) yang kompeten, dengan peralatan memadai. Penguasaan
kondisi umat, dengan mengenali permasaalahan keumatan. Mengenali tingkat sosial dan
budaya daerah, hanya dapat di baca dalam peta dakwah yang bagaimanapun kecilnya,
memuat data-data tentang keadaan umat yang akan diajak berperan tersebut. Di sini
terpampang langkah pendidikan yang strategis itu.

Di samping itu perlu pula menanamkan kesadaran serta tanggung jawab terhadap hak dan
kewajiban asasi individu secara amanah. Sikap penyayang dan adil, akan dapat
memelihara hubungan harmonis dengan alam, sehingga lingkungan ulayat dan ekosistim
dapat terpelihara. Melazimkan musyawarah dengan disiplin, akan menjadikan masyarakat
teguh politik dan kuat dalam menetapkan posisi tawar. Kukuh ekonomi serta bijak memilih
prioritas pada yang hak, menjadi identitas generasi yang menjaga nilai puncak budaya
Islami yang benar. Sesuatu akan selalu indah selama benar. Semestinya disadari bahwa
budaya adalah wahana kebangkitan bangsa. Maju mundurnya suatu bangsa ditentukan
oleh kekuatan budayanya.

PENGUATAN NILAI BUDAYA (TAMADDUN)


Madani mengandung kata maddana al-madaina atau banaa-ha, artinya membangun atau
hadhdhara, maknanya memperadabkan dan tamaddana artinya menjadi beradab dengan
hidup berilmu (rasio), mempunyai rasa (arif, emosi) secara individu dan kelompok
mempunyai kemandirian (kekuatan dan kedaulatan) dalam tata ruang, peraturan dan
perundangan yang saling berkaitan.(Al Munawwir, 1997:1320, dan Al-Munjid, al-
Mu'ashirah, 2000:1326-1327).

Masyarakat madani (al hadhariyyu) adalah masyarakat berbudaya yang maju, modern,
berakhlak dan mempunyai peradaban melaksanakan ajaran agama (syarak) dengan benar.
Masyarakat madani (tamaddun) adalah masyarakat berbudaya dan berakhlaq. Akhlaq
adalah melaksanakan ajaran agama (Islam). Memerankan nilai-nilai tamaddun -- agama
dan adat budaya -- di dalam tatanan kehidupan masyarakat, menjadi landasan kokoh
meletakkan dasar pengkaderan (re-generasi) agar tidak terlahir generasi yang lemah.
Kegiatan utama diarahkan kepada kehidupan sehari-hari.

Keterlibatan generasi muda pada aktifitas-aktifitas lembaga agama dan budaya, dan
penjalinan hubungan erat yang timbal balik antara badan-badan kebudayaan di dalam
maupun di luar daerah , menjadi pendorong lahirnya generasi penyumbang yang
bertanggung jawab. Generasi penyumbang (inovator) sangat perlu dibentuk dalam
kerangka pembangunan berjangka panjang. Bila terlupakan, yang akan lahir adalah
generasi pengguna (konsumptif) yang tidak bersikap produktif, dan akan menjadi benalu
bagi bangsa dan negara.

Bila pendidikan ingin dijadikan modus operandus didalam membentuk SDM, maka di
samping kurikulum ilmu terpadu dan holistik, sangat perlu dirancang kualita pendidik
(murabbi) yang sejak awal mendapatkan pembinaan terpadu. Pendekatan integratif
dengan mempertimbangkan seluruh aspek metodologis berasas kokoh tamaddun yang
holistik, dan bukan utopis. Keberhasilan perkembangan generasi penerus ditentukan
dalam menumbuhkan sumber daya manusia yang handal. Mereka, mesti mempunyai daya
kreatif dan ino¬vatif, dipadukan dengan kerja sama berdisiplin, kritis dan dinamis.
Mempunyai vitalitas tinggi, dan tidak mudah terbawa arus.

Generasi yang sanggup menghadapi realita baru, hanya dengan memahami nilai nilai
budaya luhur. Selalu siap bersaing dalam basis ilmu pengetahuan dengan jati diri yang
jelas dan sanggup menjaga destiny, mempunyai perilaku berakhlak. Berpegang teguh
kepada nilai-nilai mulia iman dan taqwa, mempunyai motivasi yang bergantung kepada
Allah, yang patuh dan taat beragama. Mereka, akan berkembang secara pasti menjadi agen
perubahan. Memahami dan mengamalkan nilai nilai ajaran Islam sebagai kekuatan spritual,
memberikan motivasi emansipatoris dalam mewujudkan sebuah kemajuan fisik material,
tanpa harus mengorbankan nilai nilai kemanusiaan. Semestinya dipahami bahwa kekuatan
hubungan ruhaniyah (spiritual emosional) dengan basis iman dan taqwa akan memberikan
ketahanan bagi umat. Hubungan ruhaniyah ini akan lebih lama bertahan daripada
hubungan struktural fungsional. Karena itu, perlulah domein ruhiyah itu dibangun dengan
sungguh-sungguh; a. pemantapan metodologi, b. pengembangan program pendidikan,
c. pembinaan keluarga, institusi, dan lingkungan, d. pemantapan aqidah (pemahaman aktif
ajaran Agama)

MEMBENTUK SUMBER DAYA MANUSIA BERKUALITAS


Kita berkewajiban membentuk SDM menjadi sumber daya umat (SDU) yang berciri
kebersamaan dengan nilai asas "gotong royong", berat sepikul ringan sejinjing, atau prinsip
ta'awunitas. Beberapa model dapat dikembangkan di kalangan para pendidik. Antara lain,
pemurnian wawasan fikir disertai kekuatan zikir, penajaman visi, perubahan melalui
ishlah atau perbaikan. Mengembangkan keteladanan (uswah hasanah) dengan sabar,
benar, dan memupuk rasa kasih sayang melalui pengamalan warisan spiritual religi serta
menguatkan solidaritas beralaskan iman dan adat istiadat luhur. “Nan kuriak kundi nan
sirah sago, nan baik budi nan indah baso”. Akhirnya, intensif menjauhi kehidupan
materialistis, “dahulu rabab nan batangkai kini langgundi nan babungo, dahulu adat nan
bapakai kini pitih nan paguno”.

Para pendidik (murabbi) adalah bagian dari suluah bendang dengan uswah hidup
mempunyai sahsiah (‫ )شخصية‬bermakna pribadi yang melukiskan sifat individu mencakup
gaya hidup, kepercayaan, kesadaran beragama dan harapan, nilai, motivasi, pemikiran,
perasaan, budi pekerti, persepsi, tabiat, sikap dan watak akan mampu menghadirkan
kesan positif masyarakat Nagari. Faktor kepribadian tetap diperlukan dalam proses
pematangan sikap perilaku anak didik yang mencerminkan watak, sifat fisik, kognitif,
emosi, sosial dan rohani seseorang.

Ciri kepribadian syarak yang mesti ditanamkan merangkum sifat-sifat,


1. Sifat Ruhaniah dan Akidah, mencakup keimanan yang kental kepada Allah yang Maha
Sempurna, keyakinan mendalam terhadap hari akhirat, dan kepercayaan kepada seluruh
asas keimanan (arkan al iman) yang lain.
2. Sifat-Sifat Akhlak, tampak di dalam perilaku ; Benar, jujur, menepati janji dan amanah.
Ikhlas dalam perkataan dan perbuatan. Tawadhu’, sabar, tabah dan cekatan, Lapang dada –
hilm --, pemaaf dan toleransi. Bersikap ramah, pemurah, zuhud dan berani bertindak.
3. Sifat Mental, Kejiwaan dan Jasmani, meliputi ; a. Sikap Mental, yang Cerdas -- pintar
teori, amali dan sosial --, menguasai spesialisasi (takhassus). Mencintai bidang akliah yang
sehat, fasih, bijak penyampaian. Mengenali ciri, watak, kecenderungan masyarakat Nagari.
b. Sifat Kejiwaan, emosi terkendali, optimis dalam hidup, harap kepada Allah. Percaya diri
dan mempunyai kemauan yang kuat. Lemah lembut dan baik dalam pergaulan dengan
masyarakat. c. Sifat Fisik, mencakup sehat tubuh, berpembawaan menarik, bersih, rapi
(kemas) dan menyejukkan.

Satu daftar senarai panjang menerangkan sikap pendidik adalah berkelakuan baik
(penyayang dan penyabar), berdisiplin baik, adil dalam menerapkan aturan. Memahami
masalah dengan amanah dan mampu memilah intan dari kaca. Mempunyai kemauan yang
kuat serta bersedia memperbaiki kesalahan dengan sadar. Selanjutnya tidak menyimpang
dari ruh syari’at. Maknanya, mampu melakukan strukturisasi ruhaniyah.

Para murabbi dapat mewujudkan delapan tanggung jawab dalam hidup; 1).
Tanggungjawab terhadap Allah, dengan keyakinan iman dan kukuh ibadah bersifat
istiqamah, iltizam beramal soleh dengan rasa khusyuk dalam mencapai derajat taqwa dan
mengagungkan syiar Islam dengan perilaku beradat dan beradab. 2). Tanggungjawab
terhadap Diri, mengupayakan keselamatan diri, baik aspek fisik, emosional, mental maupun
moral, bersih dan mampu berkhidmat kepada Allah, masyarakat dan negara. 3).
Tanggungjawab terhadap Ilmu, menguasai ilmu takhassus secara mendalam dan
menelusuri dimensi spiritualitas Islam dalam berbagai lapangan ilmu pengetahuan untuk
tujuan kemanusiaan dan kesejahteraan umat manusia. 4). Tanggungjawab terhadap
Profesi, tidak bertingkah laku yang menghilangkan kepercayaan orang ramai dan dapat
memelihara maruah diri dengan amanah. 5). Tanggungjawab terhadap Nagari,
mengutamakan keselamatan anak Nagari dan memfungsikan lembaga lembaga pendidikan
(surau) dengan ikhlas. 6). Tangungjawab Terhadap Sejawat, menghindari tindakan yang
mencemarkan sejawat dengan berusaha sepenuh hati mengedepankan kemajuan social
hanya karena Allah. 7). Tanggungjawab terhadap Masyarakat dan Negara, tidak merusak
kepentingan masyarakat atau negara dan selalu menjaga kerukunan bernegara di bawah
syari’at Allah. 8). Tanggung jawab kepada Rumah Tangga dan Ibu Bapa, dengan
menghormati tanggungjawab utama ibu bapa dengan mewujudkan hubungan mesra dan
kerjasama yang erat di antara institusi pendidikan dengan rumahtangga.

MENGHIDUPKAN PARTISIPASI UMAT


Umat mesti mengantisipasi berbagai krisis dengan kekuatan agama dan budaya (adat dan
syarak) agar tidak menjadi kalah di tengah era persaingan. Memantapkan watak terbuka
dan pendidikan akhlak berlandaskan ajaran tauhid. Mengamalkan nilai-nilai amar makruf
nahi munkar seperti tertera dalam QS.31, Lukman:13-17.

Menghadapi degradasi akhlak dapat dilakukan berbagai program, antara lain ; 1.


INTEGRASI AKHLAK yang kuat dengan menanamkan penghormatan terhadap orang tua.
Mempunyai adab percakapan di tengah pergaulan. Pendalaman ajaran agama (tafaqquh
fid-diin). Berpijak kepada nilai-nilai Islam yang universal (tafaqquh fin-naas). Membawa
masyarakat memperhatikan masalah sosial (umatisasi) dengan teguh. Menetapkan
kepentingan bersama dengan ukuran taqwa, responsif dan kritis dalam mengenali
kehidupan duniawi yang bertaraf perbedaan. Tahap selanjutnya mendorong kepada
penguasaan ilmu pengetahuan. Kaya dimensi dalam pergaulan bersama mencercahkan
rahmatan lil ‘alamin pada seluruh aspek kehidupan. 2. KEKUATAN RUHIYAH. Ketahanan
umat, bangsa dan daerah terletak pada kekuatan ruhiyah dengan iman taqwa dan siasah
kebudayaan. Intinya adalah tauhid. Implementasinya akhlak. Umat kini akan menjadi baik
dan berjaya, apabila sebab-sebab kejayaan umat terdahulu dikembalikan. Bertindak atas
dasar anutan yang kuat, yakni "memulai dari diri sendiri, mencontohkannya kepada
masyarakat lain", (Al Hadist). 3. JALINAN KERJASAMA yang kuat rapi – network, nidzam –
antara lembaga perguruan secara akademik, dengan meningkatkan pengadaan pengguna
fasilitas. a. Mendorong pemilikan jati diri berbangsa dan bernegara. b. Memperkokoh
interaksi kesejagatan dengan melakukan penelitian bersama, penelaahan perubahan-
perubahan di desa dan kota, antisipasi arus kesejagatan dengan penguatan jati diri
generasi. c. Pengoperasionalan hasil-hasil penelitian. d. Meningkatkan kerja sama berbagai
instansi yang dapat menopang peningkatan kesejahteraan.
Menggali ekoteknologi dengan kearifan yang ramah lingkungan. Menanam keyakinan
actual, bahwa yang ada sekarang adalah milik generasi mendatang. Keyakinan ini
menumbuhkan penyadaran bahwa beban kewajiban generasi adalah memelihara dan
menjaga untuk diwariskan kepada gererasi pengganti, secara berkesinambungan, lebih
baik dan lebih sempurna. Aktifitas ini akan memacu peningkatan daya kinerja di berbagai
bidang garapan melalui rancangan pembangunan pendidikan arus bawah, mempertajam
alur pemikiran melalui pendidikan dengan pendekatan holistik (holistic approach)
menurut cara yang tepat. Allah mengingatkan, apabila penduduk negeri beriman dan
bertaqwa dibukakan untuk mereka keberkatan langit dan bumi (QS.7,al-A’raf:96). Artinya,
mengajak Umat mempelajari dan mengamalkan iman dan taqwa (tuntutan syarak sesuai
ajaran Islam). Selanjutnya, menggiatkan penyebaran dan penyiaran dakwah, untuk
mencapai keselamatan dan kesejahteraan hidup manusia.

DI BAWAH KONSEP REDHA ALLAH


Setiap Muslim harus melakukan perbaikan (ishlah) pada dua sisi. Dimulai dengan, ishlah
an-nafsi, yaitu perbaikan kualitas diri sendiri, sebagaimana arahan Rasulullah, "Mulailah
dari diri kamu kemudian lanjutkan kepada keluargamu" (Al Hadist). Selanjutnya islah al-
ghairi yaitu perbaikan kualitas lingkungan menyangkut masalah hubungan sosial
masyarakat, sosial ekonomi, kebudayaan dan pembinaan alam lingkungan yang dikenal
sebagai sustainable development atau pengembangan berkesinambungan.

Langkah awal yang harus ditempuh adalah menanamkan kesadaran tinggi tentang
perlunya perubahan dan dinamik yang futuristik. Penggarapan secara sistematik dengan
pendekatan proaktif, untuk mendorong terbangunnya proses pengupayaan (the process of
empowerment), umat membangun dan memelihara akhlak.

MELAKSANAKAN TUGAS PENDIODIKAN adalah bagian dari TUGAS DAKWAH terus


menerus dengan petunjuk yang lurus (QS.Al-Ahzab, 33 : 45-46) dibuktikan dengan
beribadah kepada Allah. Mengawal generasi Sumbar yang tetap kuat melaksanakan ajaran
agama Islam secara kaffah. Menjauhi pikiran, konsep dan ajakan yang mengarah atau
membawa kepada sikap musyrik. Mengingatkan selalu untuk bersiap kembali kepada-Nya
(QS.Al Qashash, 28 : 87). Setiap muslim hakikinya adalah umat dakwah pelanjut Risalah
Rasul yakni Islam. Dari sini, berawal gerakan syarak mangato adat memakai, artinya hidup
dan bergaul dengan meniru watak pendakwah pertama, Muhammad Rasulullah SAW.
Meneladani pribadi Muhammad SAW untuk membentuk effectif leader di medan dakwah
dalam menuju inti agama Islam (QS. Al Ahzab, 33 : 21).

Dakwah selalu akan berkembang sesuai variasi zaman yang senantiasa berubah. Tahapan
berikutnya perencanaan terarah, untuk mewujudkan keseimbangan antara minat dan
keterampilan dengan strategi (siyasah) yang jelas. Aspek pelatihan menjadi faktor utama
pengupayaan. Konsep-konsep visi, misi, memang sering terbentur oleh lemahnya
metodologi dalam operasional (pencapaian). Maka dalam tahap pelaksanaan mesti
diupayakan secara sistematis (the level of actualization). Menetapkan langkah ke depan
pembinaan human capital dengan keluasan ruang gerak mendapatkan pendidikan.

Pembinaan generasi muda yang akan mewarisi pimpinan berkualitas wajib mempunyai jati
diri, padu dan lasak, integreted inovatif. Langkah yang dapat dilakukan adalah
mengasaskan agama dan akhlak mulia sebagai dasar pembinaan. Langkah drastik
berikutnya mencetak ilmuan beriman taqwa seiring dengan pembinaan minat dan
wawasan. Generasi muda Sumbar ke depan mesti menyatukan akidah, budaya dan bahasa
bangsa, untuk dapat mewujudkan masyarakat madani yang berteras keadilan sosial yang
terang. Strategi pendidikan yang madani (maju, dan berperadaban) menjadi satu nikmat
yang wajib dipelihara, agar selalu bertambah.

Perlu ada kepastian dari pemerintah daerah dengan satu political action yang jelas tegas
berkelanjutan, untuk mendorong pengamalan ajaran Agama (syarak) Islam, melalui jalur
pendidikan formal dan non-formal secara nyata. Political will, akan sangat menentukan
dalam membentuk generasi muda Sumbar yang kuat dan berjaya di masa datang. Ajaran
tauhid mengajarkan agar kita menguatkan hati, karena Allah selalu beserta orang yang
beriman. Dengan bermodal keyakinan tauhid ini, niscaya generasi terpelajar akan bangkit
dengan pasti dan sikap yang positif. (a). Menjadi sumber kekuatan dalam proses
pembangunan, (b). Menggerakkan integrasi aktif, (c). Menjadi subjek dan penggerak
pembangunan nagari dan daerahnya sendiri.

Semoga Allah memberi kekuatan memelihara amanah bangsa ini dan senantiasa meredhai.
Amin. Wabillahit-taufiq wal hidayah, Wassalamu'alaikum Warahmatullahi wa barakatuh.
Padang 10 Muharram 1431 H/7 Desember 2010 M

Anda mungkin juga menyukai