Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keadaan gizi seorang yang sedang mengalami sakit merupakan faktor
penting di dalam keseluruhan tatalaksana pengobatan. Gangguan gizi pada
pascabedah, trauma, dan selama mengalami kegagalan pernafasan, yang
disertai dengan kelaparan dalam waktu yang lama dapat meningkatkan
morbiditas dan mortalitas.
Nutrisi enteral merupakan terapi pemberian nutrient lewat saluran cerna
dengan menggunakan selang/kateter khusus (feeding tube). Cara
pemeberiannya bisa melalui jalur hidung sampai dengan lambung
(nasogastric route) atau hidung usus (nasoduodenal atau nasojejunal route).
Selain itu pemberian nutrient juga bisa dilakukan dengan cara bolus atau cara
infus lewat pompa infus enteral. Pemberian nutrisi enteral yang dini (early
enteral feeding) akan memberikan manfaat antara lain memperkecil respon
katabolik, mengurangi komplikasi infeksi, memperbaiki toleransi pasien,
mempertahankan integritas usus, mempertahankan integritas/respon
imunologis, lebih fisiologis dan memberikan sumber energi yang tepat bagi
usus pada waktu sakit.
Sirosis hati merupakan salah satu penyebab utama beban kesehatan di
dunia dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi.1 Kematian karena
sirosis hati secara global meningkat dari 1,54 % pada tahun 1980 menjadi
1,95 % pada tahun 2010. Tingginya angka kematian pasien sirosis hati
disebabkan karena malnutrisi. Prevalensi malnutrisi pada pasien sirosis hati
mencapai 65-90%.Bahkan pasien sirosis dengan malnutrisi dapat
meningkatkan kejadian komplikasi dan angka kematian sebesar 71,3% dan
41,4% dibandingkan pasien tidak malnutrisi sebesar 38,2% dan
18,2%.Malnutrisi terjadi karena beberapa faktor, diantaranya asupan kurang,
gangguan absorpsi dan hipermetabolik. Guna mencegah keparahan malnutrisi
akibat tidak menerima zat gizi yang cukup melalui makanan secara oral,

1
penggunaan makanan enteral dapat dipertimbangkan.
Formula enteral penyakit hati di Indonesia pada umumnya dalam
bentuk formula enteral komersial, dimana harganya relatif mahal sehingga
memperbesar biaya perawatan pasien. Saat ini formula enteral rumah sakit
(FERS) sudah banyak dikembangkan namun umur simpannya yang relatif
pendek karena bahan cair.11 Inovasi formula yang lebih tahan lama dengan
harga yang lebih murah sangat diperlukan yaitu melalui FERS berbasis
bubuk. Pembuatan FERS perlu mempertimbangkan viskositas supaya dapat
melewati pipa sonde.
Persyaratan diet pada penyakit gangguan hati menurut European
Society for Clinical Nutrition and Metabolism (ESPEN) adalah diberikan
energi 35-40 kkal/kgBB/hari, protein 1-1,5 g/kgBB/hari tanpa ensefalopati
hepatikum atau 0,6-0,8 g/kgBB/hari dengan ensefalopati hepatikum,
karbohidrat 45-65%, dan lemak 25-30%.Protein diutamakan dari protein
nabati dan produk susu karena lebih mudah ditoleransi serta rendah Aromatic
Amino Acids (AAA) dan amonia daripada protein ikan dan daging. Protein
nabati mengandung serat yang dapat mempercepat pengeluaran amonia
melalui feses dan mengandung Branched-Chain Amino Acids (BCAA) tinggi.
Kemampuan hati pada pasien dengan penyakit hati untuk menerima
protein dan kemampuan deaminasi menurun sehingga terjadi penurunan
BCAA dan peningkatan AAA. BCAA terutama leusin mengatur sintesis
albumin yang dapat meningkatkan kadar serum albumin dan status gizi.
Berbeda pada metabolisme BCAA yang tidak bergantung pada fungsi hati
dan terjadi terutama di otot, metabolisme AAA bergantung pada fungsi hati
dan terjadi terutama di hati. BCAA dan AAA bersaing dengan prekusor
serotonin yaitu triptofan sehingga penurunan BCAA meningkatkan
penyerapan triptofan di otak. Penyerapan triptofan yang lebih besar
menyebabkan ketidakseimbangan sintesis neurotransmiter di otak, sehingga
terjadi gangguan kesadaran yang merupakan karakteristik ensefalopati
hepatik.
Diet penyakit hati selain dilihat dari segi kuantitas (tinggi BCAA) juga

2
harus memperhatikan nilai gizi protein dari segi kualitas atau mutu. Kualitas
protein dapat ditentukan oleh daya cerna yang didefinisikan sebagai
efektivitas absorpsi protein oleh tubuh. Salah satu bahan makanan sumber
protein nabati yang tinggi BCAA dan daya cerna protein adalah kedelai.
Produk yang mengandung kedelai umumnya bergizi tinggi dan mengandung
protein yang mudah dicerna. World Health Organization (WHO) telah
menetapkan bahwa jika dikonsumsi sesuai anjuran protein harian, kedelai
mengandung jumlah asam amino esensial yang cukup dan dapat disejajarkan
dengan protein hewani. Kedelai dapat dimodifikasi dalam bentuk tepung
karena kandungan protein yang lebih tinggi dari produk segarnya,
menghilangkan cita rasa langu (beany), meningkatkan daya cerna dan
meningkatkan lama simpan.
Lemak juga dibutuhkan untuk sumber kalori dan keperluan
metabolisme pasien sirosis. Malabsorpsi lemak merupakan salah satu
gangguan yang terjadi pada pasien sirosis akibat defisiensi asam empedu
sehingga mengganggu absorpsi asam lemak rantai panjang. Keadaan ini dapat
diatasi dengan pemberian lemak dalam bentuk Medium-chain Triglyceride
(MCT). Selain memperhatikan dari segi kandungan gizi dan daya cernanya,
produk formula enteral juga harus memperhatikan penerimaan serta kesukaan
konsumen terhadap warna, rasa, aroma dan tekstur melalui pengujian secara
organoleptik.

B. Tujuan
1. Mengetahui formula enteral yang sesuai untuk penyakit hati
2. Mengetahui zat gizi formula enteral untuk penyakit hati
3. Mengetahui perhitungan dan kadar asam amino pada formula enteral
untuk penyakit hati
4. Mengetahui perhitungan dan hasil mutu cerna dari formula enteral
untuk penyakit hati

3
C. Manfaat
Hasil dari proposal ini diharapkan dapat memberikan referensi
tambahan dalam formulasi formula enteral yang dapat digunakan sebagai
pengganti formula enteral komersial apabila pasien tidak bisa memenuhi
kebutuhan energi dan zat gizi makro dari formula enteral komersial.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Penyakit Hati
a. Pengertian (Buku Asuhan Gizi Klinik Bab 16, 2019)
Hati merupakan organ terbesar dan memegang peran yang sangat
penting di dalam tubuh. Seseorang tidak dapat bertahan hidup tanpa hati
karena melakukan fungsi fisiologis sehari-hari dalam kehidupan manusia.
Fungsi hati di antaranya sebagai pusat metabolisme (karbohidrat, protein,
lemak, empedu), alat penyimpan vitamin dan bahan makanan hasil
metabolisme, berperan dalam proses detoksifikasi, serta ikut mengatur
keseimbangan cairan dan elektrolit. Apabila hati terganggu, baik karena
hepatitis maupun sirosis, maka faal sel hati akan terganggu atau tidak
sempurna (Hadi, 2013).
Menurut Sherlock, sirosis hati secara anatomis berarti terjadinya
fibrosis yang meluas (tidak hanya pada satu lobulus saja) dengan
terbentuknya nodul-nodul pada semua bagian hati (Hadi, 2013). Sirosis
hati merupakan kerusakan hati yang menetap disebabkan oleh nekrosis
sehingga terjadi pergantian jaringan-jaringan yang sehat oleh jaringan
parut yang menyebar atau menyebabkan peningkatan pembentukan
jaringan sebagai fibrosis yang mengganggu struktur hati normal.
Penyakit ini dianggap tahap akhir dari berbagai penyakit hati kronis, dan
tidak dapat dipulihkan dalam stadium lanjut (Schuppan & Afdhal, 2008;
Hasse & Matarese, 2008).
Sirosis hati digolongkan menjadi dua (Nurdjanah, 2006), yaitu:
1. Sirosis hati kompensata: Sirosis hati yang tanda dan gejala klinik
belum muncul secara nyata
2. Sirosis hati dekompensata: Sirosis hati yang tanda dan gejala
kliniknya tampak jelas
Penting bagi setiap individu untuk menjaga kesehatan dan
kesejahteraannya sendiri dengan melindungi dan memelihara hati. Jika

5
seseorang menderita penyakit hati kronis, terkadang dia tidak
menyadarinya selama bertahun-tahun, bahkan pasien sirosis hati sering
kali tidak memiliki gejala pada tahap awal. Penyebab sirosis sangat
banyak dan ini dianggap sebagai penyakit stadium akhir hati (Tahira,
2017).
Sirosis merupakan tahap akhir yang dicapai oleh berbagai penyakit
hati kronis setelah bertahun-tahun atau beberapa dekade dengan
perkembangan yang lambat. Pada beberapa kasus, hepato-cellular
carcinoma (HCC) muncul pada pasien sirosis sehingga pencegahan
sirosis sebenarnya juga merupakan pencegahan HCC (Wiegand dan
Berg, 2013).
Pada pasien sirosis hati, malnutrisi merupakan komplikasi umum
yang sering terjadi, tercatat sebanyak 80% pasien dengan sirosis hepatis
mengalami malnutrisi dan berakhir dengan kondisi yang memburuk.
Kondisi malnutrisi berisiko meningkatkan prevalensi morbiditas dan
mortalitas akibat sirosis. National Center for Health Statistics (NCHS)
dan Centers for Disease Control (CDC) memperkirakan bahwa pada
tahun 2009 penyakit hati kronis dan sirosis mewakili penyebab kematian
ke-12 secara keseluruhan dan penyebab kematian tertinggi kelima untuk
pasien berusia 45-54 tahun (Heron, 2009).
b. Etiologi (Buku Asuhan Gizi Klinik Bab 16, 2019)
Etiologi sirosis hati biasanya dapat diidentifikasi berdasarkan
riwayat pasien yang dikombinasikan dengan evaluasi serologis dan
histologis, beberapa di antaranya :
1. Keracunan alkohol (sirosis mikronoduler)
Alkohol dan metabolisme alkohol dapat berinteraksi dengan
zat gizi, seperti asam lemak omega-6 (misalnya asam linoleat)
dan menyebabkan peroksidasi lipid dengan stres oksidatif dan
produksi metabolit lipid toksik yang sangat reaktif. Selain itu,
efek dari ethanol dapat menyebabkan kerusakan hati, nekrosis dan
distorsi dalam arsitektur jaringan hati (Hadi, 2013).

6
2. Infeksi virus seperti virus hepatitis
Penyakit hati akibat alkohol dan hepatitis C merupakan
penyebab paling umum di dunia bagian Barat, sementara hepatitis
B terjadi di sebagian besar wilayah Asia dan subSahara Afrika
(Schuppan & Afdhal, 2008).
3. Hepatitis kronis berat (sirosis makronoduler)
Hepatitis virus B lebih banyak memiliki kecenderungan
untuk lebih menetap dan menunjukkan perjalanan kronis. Apabila
pada pemeriksaan laboratoris menunjukkan HBsAg positif dan
menetapnya e-Antigen lebih dari 10 minggu, serta asam empedu
puasa lebih dari 6 bulan tetap tinggi, maka kondisi hepatitis
kronik ini berisiko lebih besar menjadi sirosis hati (Hadi, 2013).
4. Zat-zat hepatotoksin
Beberapa obat-obatan atau zat kimia dapat menyebabkan
kerusakan sel hati, baik secara akut maupun kronik. Pemberian
zat hepatotoksin secara terus-menerus awalnya akan
menyebabkan kerusakan di salah satu bagian saja, kemudian
kerusakan akan merata ke seluruh bagian hati, dan menyebabkan
sirosis. Salah satu zat hepatotoksin adalah kloroform serta karbon
tetraklorida (Hadi, 2013; Hartono, 2006).
5. Overnutrition
Diet dapat memainkan peran besar dalam perkembangan
dan perkembangan penyakit hati. Overnutrition dapat
menyebabkan pasien menjadi kelebihan berat badan, yang dapat
menyebabkan penyakit hati berlemak dan steatohepatitis
nonalkohol (NASH), dan kemudian sirosis pada beberapa pasien
(Hadi, 2013).
6. Kekurangan gizi
Kekurangan zat gizi terutama protein hewani, berdasarkan
beberapa hasil penelitian menunjukkan berisiko mengalami
sirosis hati. Protein hewani yang memegang peranan penting

7
adalah kholin dan methionine keduanya berperan dalam
membuang lemak, kolesterol, serta racun yang berlebihan di hati.
Selain protein hewani, kekurangan vitamin B kompleks, tokoferol
juga berisiko menyebabkan sirosis hati (Hadi, 2013).

B. Penalatalaksanaan Diet
a. Tujuan Diet
Tujuan diet hati menurut Buku Penuntun Diet dan Terapi diet
edisi 4, 2019 adalah untuk mencapai dan mempertahankan status gizi
optimal tanpa memberatkan fungsi hati, dengan cara:
1. Meningkatkan regenerasi jaringan hati dan mencegah kerusakan
lebih lanjut dan/atau meningkatkan fungsi jaringan hati yang
tersisa.
2. Mencegah katabolisme protein.
3. Mencegah penurunan berat badan atau meningkatkan berat
badan jika kurang
4. Mencegah dan mengurangi risiko terjadinya komplikasi.
5. Memperbaiki kualitas hidup.
b. Syarat diet (Buku Penuntun Diet dan Terapi diet edisi 4, 2019)
Menurut Buku Penuntun Diet dan Terapi diet edisi 4, 2019
syarat diet untuk penyakit hati adalah :
1. Kebutuhan energi diberikan tinggi disesuaikan dengan tingkat
keparahan penyakit hati serta adanya komplikasi. Rekomendasi
energi dari American Society of Parenteral and Enteral Nutrition
(ASPEN) dan European Society of Parenteral and Enteral
Nutrition (ESPEN) berkisar antara 25–40 kkal/kg BB/hari.
2. Protein diberikan mulai dari 1,0–1,5 g/kg BB/hari untuk
mencegah glukoneogenesis, katabolisme otot, dan penurunan
penyerapan zat gizi dan mencegah kehilangan massa otot serta
mengembalikan massa otot pada kondisi sarkopenia. Untuk
pasien yang disertai komplikasi ensefalopati akut diberikan

8
pembatasan protein sementara, yaitu 0,6–0,8 g/ kg BB/hari
hingga penyebab dan diagnosis ensefalopati dihilangkan
3. Lemak diberikan cukup, yaitu 20–25% dari kebutuhan energi
total, dalam bentuk yang mudah dicerna ataupun dalam bentuk
emulsi.
4. Karbohidrat diberikan 45–65% dari kebutuhan energi total. Pada
pasien dengan sirosis hepatis tidak dianjurkan untuk dilakukan
pembatasan karbohidrat meskipun tingginya prevalensi
resistansi insulin dan diabetes pada populasi ini.
5. Kebutuhan vitamin dan mineral diberikan sesuai dengan tingkat
defisiensi. Suplementasi vitamin larut lemak (A, D, E, dan K),
zink dan selenium direkomendasikan terutama pada pasien
dengan penyakit hati terkompensasi yang sering mengalami
kekurangan gizi.
6. Pasien dengan edema dan asites diberikan pembatasan natrium
berkisar <2 g/hari. Hal ini sesuai dengan rekomendasi EASL,
natrium dapat diberikan 80 mmol/hari setara dengan 2 g/hari (5
gram garam).
7. Cairan diberikan lebih dari biasa, kecuali jika ada
kontraindikasi. Menurut EASL cairan dibatasi 1000 mL/hari
pada kondisi hipervolemik hiponatremia untuk mencegah
penurunan kadar natrium lebih banyak.
8. Tinggi serat dianjurkan terutama jika pasien dapat menerimanya.
Serat berguna untuk mempersingkat waktu transit makanan di
saluran pencernaan, dan meminimalkan penyerapan nitrogen
yang berbahaya pada kondisi ensefalopati.
9. Pasien disarankan untuk makan dengan frekuensi sering dan
porsi disesuaikan dengan kemampuan pasien untuk mengurangi
risiko hipoglikemia. Bentuk makanan yang diberikan
disesuaikan dengan daya terima pasien.

9
c. Jenis Diet dan Indikasi Pemberian Diet (Buku Asuhan Gizi Klinik
Bab 16, 2019)
Jenis diet dan indikasi untuk pemberian diet kepada pasien
dengan penyakit hati menurut Buku Penuntun Diet dan Terapi diet edisi
4, 2019 adalah :
1. Diet Hati formula enteral BCAA 1200 kkal (formula enteral
BCAA atau makanan cair berbahan dasar tempe 6 x 200 ml)
dengan indikasi pasien penyakit hati dengan ensefalopati
hepatikum grade II, kesadaran pasien apatis.
2. Diet Hati 1700 kkal Rendah Garam (bentuk makanan lunak
1500 kkal + formula enteral BCAA 1 x 200 ml dengan indikasi
pasien penyakit hati dengan asites tingkat sedang dan restriksi
cairan 800 ml/24 jam serta kesadaran kompos mentis.
d. Bahan Makanan yang dianjurkan
1. Menurut Bahan makanan yang dianjurkan menurut Buku Penuntun
Diet dan Terapi diet edisi 4, 2019 adalah :
- Sumber Karbohidrat: Nasi, mie kentang bihun, roti sereal,
biskuit, havermout/oat, gula, sirup, madu
- Sumber Protein Hewani: Telur, susu, daging tanpa lemak,
ayam tanpa kulit, ikan dan yougurt
- Sumber Protein Nabati: Tahu, tempe, kacang hijau, dan tofu
- Sayuran: Semua sayuran kecuali yang terdapat pada daftar
makanan yang tidak dianjurkan.
- Buah-buahan: Semua buah kecuali yang terdapat pada daftar
makanan yang tidak dianjurkan..
- Lemak: Minyak, mentega, margarin, santan, dan alpukat.

e. Bahan makanan yang tidak dianjurkan menurut Buku Penuntun


Diet dan Terapi diet edisi 4, 2019 adalah makanan yang mengandung
alkohol, teh kental, kopi kental, minuman bersoda, makanan dengan
campuran bahan tambahan makanan sintesis atau berpengawet, serta

10
pembatasan terhadap bahan makanan yang tinggi mengandung tinggi
garam

C. Makanan Enteral
Pemberian makanan yang tepat pada pasien akan meningkatkan kualitas
hidup, mencegah malnutrisi serta menurunkan angka morbiditas dan
mortalitas. Ditinjau dari teksturnya makanan dapat berupa makanan padat,
lunak ataupun cair. Sedangkan jalur pemberian makanan dapat melalui oral,
enteral dan parenteral. Pada kondisi tertentu kebutuhan gizi tidak dapat
dipenuhi dalam bentuk makanan padat bahkan kadang-kadang tidak dapat
melalui jalur oral yaitu jalur normal melalui mulut. Jika hal ini terjadi maka
pemberian makanan enteral dapat menjadi pilihan (Almatsier 2005).
Makanan enteral adalah makanan dalam bentuk cair yang diberikan
kepada penderita melalui oral atau pipa (sonde) selama saluran cerna masih
berfungsi. Pemberian makanan enteral bertujuan untuk memenuhi kebutuhan
zat gizi optimal sesuai kebutuhan dalam penyerapan, mempertahankan atau
memperbaiki status gizi secara keseluruhan maupun sebagai suplemen.
Makanan enteral yang dihasilkan merupakan makanan enteral yang dibuat
dari bahan makanan tinggi energi dan protein (Faida dkk, 2019).
Pemilihan formula enteral ditentukan berdasarkan kemampuan formula
dalam mencukupi kebutuhan gizi, yang dipengaruhi oleh faktor – faktor
sebagai berikut yaitu kandungan/densitas energi dan protein dalam formula
(dinyatakan dalam kkal/ml, g/ml, atau ml Fluid/L), fungsi saluran cerna,
kandungan mineral seperti Natrium, Kalium, Magnesium, dan Posfor dalam
formula terutama bagi pasien dengan gangguan jantung, gangguan ginjal, dan
gangguan liver. Bentuk dan jumlah protein, lemak, karbohidrat, dan serat
dalam formula, efektivitas biaya, cost to benefit ratio (Faida dkk, 2019).
Berdasarkan formulanya makanan enteral juga dapat diklasifikasikan
menjadi dua jenis formula yaitu formula rumah sakit (FRS) dan formula
komersial (FK). Makanan enteral FRS, dibuat dari beberapa bahan pangan
yang diracik dan dibuat di rumah sakit dengan menggunakan blender.

11
Konsistensi larutan, kandungan zat-zat gizi, dan osmolaritas dapat berubah
pada setiap pembuatan dan rentan terhadap kontaminasi. Sedangkan makanan
enteral FK, berupa bubuk yang siap dicairkan atau berupa cairan yang dapat
segera dipakai. Nilai gizinya bermacam-macam sesuai kebutuhan; konsistensi
dan osmolaritasnya tetap; praktis menyiapkannya dan tidak mudah
terkontaminasi.
Ditinjau dari jenis diet dan bahan bakunya, mengelompokan makanan
enteral FRS menjadi:
a. Makanan cair tinggi energi dan tinggi protein dengan bahan baku
terdiri dari susu full cream, susu skim, susu rendah laktosa, telur,
glukosa, gula pasir, tepung beras, minyak kacang dan sari buah.
b. Makanan cair rendah laktosa dengan bahan baku terdiri dari susu
rendah laktosa, telur, gula pasir, maizena dan minyak kacang
c. Makanan cair tanpa susu (bebas laktosa) dengan bahan baku terdiri
dari telur, kacang hijau, wortel jeruk, tepung beras dan gula pasir;
dan
d. Makanan khusus untuk penyakit hati, rendah protein untuk penyakit
ginjal, rendah purin untuk penyakit gout dan diet diabetes.

D. Bahan Penyusun
Bahan makanan utama penyusun dalam pembuatan makanan enteral,
yaitu:
a. Tepung Susu Kambing
Tepung susu kambing sebagai protein hewani. Susu kambing
mempunyai kelebihan dibandingkan susu sapi yaitu kandungan lemak
yang mudah dicerna, protein lebih mudah larut dan diserap, dan
rendah memicu alergi.19,21–23 Rata-rata komposisi asam amino
pada susu kambing menunjukkan 6 dari 10 asam amino lebih tinggi
daripada susu sapi terutama 2 BCAA yaitu isoleusin lebih tinggi 4%
dan valin lebih tinggi 9% (Rahmadanti, Candra, & Nissa 2020).

12
b. Tepung Kacang Merah & Tepung Kedelai
Tepung kacang merah dan tepung kedelai pada pembuatan
makanan enteral ini berfungsi sebagai protein nabati. Protein
diutamakan dari protein nabati dan produk susu karena lebih mudah
ditoleransi serta rendah Aromatic Amino Acids (AAA) dan amonia
daripada protein ikan dan daging. Salah satu bahan makanan sumber
protein nabati yang tinggi BCAA dan daya cerna protein adalah
kedelai. Kedelai dapat dimodifikasi dalam bentuk tepung karena
kandungan protein yang lebih tinggi dari produk segarnya,
menghilangkan cita rasa langu (beany), meningkatkan daya cerna dan
meningkatkan lama simpan (Rahmadanti, Candra, & Nissa 2020).
Kacang merah merupakan sumber serat yang bagus. Tepung
kacang merah sangat baik dikonsumsi oleh semua golongan. Dalam
100 gram kacang merah kering terdapat energi sebesar 314 kkl,
protein 22.1 gram, lemak sebesar 1.1 gram, karbohidrat sebesar 56.2
gram , kalsium sebesar 502 mg, fosfor sebesar 429 mg, zat besi
sebesar 10.3 mg, dan serat sebesar 4 gram (Anggraini & Andriani,
2020).
c. Buah Melon dan Buah Apel
Buah melon dan apel ini berperan umtuk menghilangkan amis
pada makanan enteral. Buah melon memiliki berbagai nutrisi di
dalamnya, seperti kalium, asam folat, protein, vitamin, betakaroten,
dan magnesium. Buah melon memiliki rasa manis dan hampir 95
persen mengandung air. (Uhay & Sudarmayasa, 2020). Apel
memiliki kandungan flavonoid tertinggi dibandingkan dengan buah
lainnya. Komponen penting pada buah apel adalah pektin, yang
merupakan salah satu jenis serat larut air yang kandungannya yaitu
24% dalam 100 gr dan dalam lambung pektin membentuk gel
(Ramadhan, 2022).

13
d. Sayur Wortel dan Labu Air
Sayur wortel dan labu air berperan umtuk menghilangkan amis
pada makanan enteral. Selain itu, sayur wortel dan labu air
mengandung serat yang tinggi. Menurut buku Asuhan Gizi Klinik
Bab 13 serat memiliki sifat prebiotik yang akan mengakibatkan
waktu transit menurun, pH intraluminal berkurang, dan ekskresi
amonia meningkat (Suharyati, 2019)
e. Virgin Coconut Oil
Virgin coconut oil (VCO) digunakan karena merupakan salah
satu sumber triasilgliserol rantai sedang (medium-chain
triacylglicerol/MCT) yang memiliki sifat mudah dicerna meskipun
tidak ada asam empedu serta menyediakan sumber energi yang cepat
dan tidak disimpan sebagai lemak tubuh (Rahmadanti, Candra, &
Nissa 2020).

14
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Kasus dan Perhitungan Kebutuhan


a. Kasus
Ny. TN (55 tahun) MRS karena mengeluh badan terasa lemas , perut
terasa sesak, mual, perut membesar, nafsu makan menurun. Tekanan
darah pasien 110/50, nadi 82 denyut/menit, dan pernapasan 23
kali/menit. Hasil laboratorium menunjukkan Hb 10,4 g/dl (normal 11-
16,5 g/dl), trombosit 123.000/ul (normal 150.000390.000/ul), hematokrit
31,0% (normal 35,0-50,0%), albumin 2,45 g/dl (normal 3,5-5,5 g/dl),
bilirubin total 1,66 mg/dl (normal <1,10 mg/dl), bilirubin direk 0,76
mg/dl (normal <0,25 mg/dl), bilirubin indirek 0,90 mg/dl (normal <0,75
Pmg/dl), SGOT 80 u/L (normal <33 u/L), SGPT 62 u/L (normal <42
u/L). Hasil USG pasien menunjukkan bahwa pasien menderita sirosis
hepatis dengan degenerasi maligna disertai splenomegali dengan asites
permagna. Oleh dokter, Ny.
TN didiagnosis menderita sirosis hepatis dan asites permagna. Obat
yang diberikan yaitu Propanolol, Spinolacton, Franexacid. Sebelum
masuk rumah sakit, Ny.TN tidak pernah menderita penyakit apapun
seperti DM, hipertensi, dan lain-lain. Hasil pengukuran menunjukkan
berat badan Ny. TN saat ini dengan kondisi asites adalah 56 kg, dengan
tinggi badan 145 cm.
b. Perhitungan Kebutuhan
- Energi non-protein = 25 kkal x 42 kg
= 1050 kkal
- Protein = 1 g x 42 kg
= 42 gram = 168 kkal
- Lemak = 28% x 1050 kkal
= 294 kkal = 32 gram
- Karbohidrat = 72% x 1050 kkal

15
= 756 kkal = 189 gram
- Energi Total = 1050 + 168
= 1218 kkal

B. Waktu dan Tempat


Praktikum Pengembangan Formula Makana “Formula Enteral Penyakit
Hati” dilaksanakan pada hari Selasa, 29 Maret 2022 pukul 13.10 – 16.30
WITA. Praktikum Pengembangan Formula Makana “Formula Enteral
Penyakit Hati” dilaksanakan di Laboratorium Manajemen Sistem
Penyelenggaraan Makanan Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Kaltim

C. Alat
Alat yang perlu disipakan pada praktikum kali ini meliputi :
• Panci
• Dandang
• Mangkuk saji
• Kompor
• Saringan
• Pisau
• Sendok sayur
• Sendok makan
• Gelas belimbing
• Baskom
• Timbangan digital
• Sutil
• Piring plastik
• Gelas ukur
• Talenan
• Blender

16
D. Bahan
Bahan yang perlu disiapkan pada praktikum kali ini meliputi :
• Tepung Kacang Merah 30 gram
• Tepung susu kambing 20 gram
• Tepung kedelai 30 gram
• Labu siam 20 gram
• Apel 30 gram
• Melon 30 gram
• Wortel 20 gram
• Gula pasir 40 gram
• Virgin coconut oil 20 gram
• Air mineral 1100 ml

E. Prosedur Kerja

Siapkan semua alat dan bahan yang diperlukan

Campurkan gula pasir dan VCO dalam gelas yang telah disediakan, sisihkan.

Rebus labu siam hingga matang dan empuk.

Rebus wortel hingga matang.

Blender buah apel, melon, labu siam, dan wortel yang telah diiris kecil-kecil.

Campurkan dengan tepung kacang merah, tepung kedelai dan tepung susu
kambing yang telah diencerkan sebelumnya.

17
Rebus sebentar hingga mendidih dengan 500 ml air (aduk jangan sampai
menggumpal dan mengental).

Masukkan campuran vco dan gula pasir, aduk terus hingga merata dan tercampur.

Saring zonde hingga menghasilkan cairan 500 ml.

18
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Osmolalitas
a. Perhitungan
Elektrolit
Ca (85,7 mg) = 85,7 x 0,05 = 4,285
Zn (1,4 mg) = 1,4 x 0,030 = 0,042
Na (0)
K (0)
Mg (67,3) = 67,3 x 0,082 = 5,5186
P (195,8 mg) = 195,8 x 0,064 = 12,5312
Cl (0)
Total = 9,8456 meq
Osmolalitas = 9,8456 x 2
= 19,6912 mOsm/Kg
Glukosa (0)
Lemak = 23,5 x 1,5 = 35,25
Protein = 12,1 x 10 = 121
Total = 156,25 mOsm
b. Pembahasan
Berdasarkan bahan yang digunakan terdapat osmolaritas 19,6912
mosm/L dimana pada bahan yang digunakan tidak mengandung Cl,Na
dan K. Bahan yang digunakan juga tidak mengandung glukosa sehingga
total osmolalitas yang didapatkan adalah 156,25 mOsm. Osmolalitas
yang ideal adalah 350-400 mOsmol/kg sesuai dengan osmolalitas cairan
ektraseluler (Kusuma et al.).
Osmolalitas adalah konsentrasi zat terlarut total, dinyatakan dalam
satuan mOsmol/kg. Analisis osmolalitas makanan enteral dilakukan untuk
menilai kemampuan penerimaan fisiologis dari makanan dan untuk
menghindari komplikasi. Makanan enteral yang memiliki osmolalitas yang

19
tinggi mudah menyebabkan diare dikarenakan cairan tubuh akan ditarik
kedalam lumen usus. Osmolalitas makanan enteral yang ideal adalah
mendekati cairan ekstraseluler tubuh yaitu 250-400 mOsmol/kg.
Osmolalitas yang tinggi pada hasil formulasi makanan enteral dapat
dipengaruhi oleh jumlah zat gizi terhidrolisis dalam makanan yang dapat
mempengaruhi beban zat terlarut, seperti mono dan disakarida, mineral
dan elektrolit, protein terhidrolisis, asam amino dan Medium Chain
Triglyseride. Hal ini dapat disebabkan oleh kandungan gula dalam produk.
Gula bersifat mengikat air sehingga dapat meningkatkan tekanan osmotik
dalam larutan. Penelitian Henriques et. al menunjukkan substitusi gula
oleh maltodekstrin signifikan terhadap osmolalitas formula enteral
homemade(p <0,05). Hal ini disebabkan maltodextrin memiliki tekanan
osmotik yang lebih rendah dibandingkan gula (Faidah et al., 2019).

B. Viskositas
Viskositas merupakan salah satu materi fluida statis yang dipelajari saat
perkuliahan fisika dasar. Viskositas merupakan gesekan yang terjadi
diantara lapisan-lapisan yang bersebelahan di dalam fluida.Viskositas pada
gas diakibatkan oleh tumbukan antar molekul gas sedangkan viskositas pada
zat cair terjadi akibat adanya gaya-gaya kohesi antar molekul zat cair.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi viskositas fluida salah satunya
adalah suhu. Viskositas berbanding terbalik dengan suhu. Jika suhu naik
maka viskositas akan turun dan begitu pula sebaliknya (Damayanti, et al.,
2018).
Viskositas pada dasarnya terjadi akibat tekanan terhadap tegangan geser
oleh fluida yang biasanya viskositas ini disebut dengan kekentalan. Fluida
yang kental (viskos) akan mengalir lebih lama dalam suatu pipa dari fluida
yang kurang kental. Viskositas dipengaruhi oleh beberapa factor-faktor
diantaranya adalah temperatur atau suhu, gaya tarik antar molekul, jumlah
molekul terlarut dan tekanan (Permatasarin & Laili., 2020).
Uji viskositas untuk formula enteral hati pada kelompok kami

20
menggunakan bahan-bahan sebagai berikut tepung kacang merah (30 gr),
tepung susu kambing (20 gr), tepung kedelai (30 gr), labu siam (20 gr), apel
(30 gr), melon (30 gr), wortel (20 gr), gula pasir (40 gr), virgin coconut oil
(20 gr), dan air (1100 ml).
Uji viskositas dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1) Semua bahan-bahan yang sudah disiapkan untuk menjadi makanan
enteral telah diproses sesuai prosedur pembuatan makanan enteral
2) Tunggu makanan enteral sedikit lebih dingin.
3) Siapkan selang Nasogastrik Tube (NGT) lengkap dengan
suntiknya.
4) Masukkan formula enteral yang sudah dingin ke dalamsuntikan
NGT. Posisikan suntikan NGT pada posis yang tinggi serta selang
dalam keadaan tegak lurus (jangan alirkan formula enteral).
5) Jika posisi sudah siap diperlukan satu orang untuk
menyiapkanstopwatch sebagai alat bantu melakukan uji viskositas
dari makananenteral tersebut.
6) Jika sudah siap mulai stopwatch dan buka aliran selang NGT
(tanpa menekan suntikan NGT, biarkan saja mengalir ke bawah
dengans endirinya)
7) Saat tetesan pertama keluar dari selang itu dianggap sebagai hasil
dari uji viskositas makanan enteral tersebut
Dalam uji viskositas tersebut formula makanan enteral kami
membutuhkan waktu 2,11 detik untuk tetesan pertama dari selang NGT
dibandingkan dengan formula komersial susu hapatisol dengan waktu 2,19
detik untuk tetesan pertama dari selang NGT keduanya memiliki selisih
selang waktu 0,08 detik. Hal ini menandakan bahwa hasil uji viskositas
formula makanan enteral kami memiliki kekentalan yang sesuai dengan
standar viskositas untuk formula enteral hati.
Viskositas berhubungan erat dengan hambatan yang dialami saat suatu
zat mengalir. Beberapa zat dapat mengalir secara cepat sementara beberapa
zat lainnya mengalir lebih lambat. Zat yang dapat mengalir dengan cepat

21
seperti air, alkohol, premium dan solar memiliki nilai viskositas kecil,
sedangkan zat yang mengalir lebih lambat seperti gliserin dan madu memiliki
nilai viskositas yang besar (Nasir, M., 2020).
Salah satu penyebab formula enteral dapat mengalir pada selang NGT
ialah kesesuaian kandungan air yang digunakan pada formula enteral. Pada
bahan formula enteral hati kami menggunakan air sebanyak 1100 ml yang
sesuai dengan kebutuhan kalori pasien. Beberapa bahan yang kami gunakan
juga memiliki kandungan air yang cukup tinggi seperti labu siam, apel,
melon, dan wortel. Labu siam memiliki kadar serat yang cukup baik yaitu
4,5% dan kandungan air yang banyak sebesar 83%. Buah apel memiliki
kandungan air yang sebesar 86%. Untuk buah melon sendiri memiliki
kandungan air yang lebih tinggi dari buah apel yaitu sebesar 89%. Sedangkan
wortel memiliki kandungan air sebesar 88%. Sayuran dan buah selain
memilki kandungan air yang cukup tinggi mereka juga mengandung mineral
yang cukup tinggi yang memiliki manfaat bagi tubuh apabila dikonsumsi
dalam jumlah yang tepat. Di dalam tubuh mineral berperan dalam
pemeliharaan fungsi tubuh, baik tingkat sel, jaringan, organ, maupun fungsi
tubuh keseluruhan. Hal ini membuktikan bahwa bahan yang digunakan
mampu membantu kebutuhan nutrisi pasien penderita penyakit hati (Bekti,
dkk,. 2019).

C. Asam Amino
Asam amino adalah bagian yang terpenting dalam pembentukan protein.
Protein yang susunan kompleks dan sudah disederhanakan dipecah menjadi 2
kelompok yaitu asam amino esensial dan asam amino nonesensial. Asam
amino esensial merupakan asam–asam amino yang tidak dapat diproduksi
dalam tubuh sehingga harus ditambahkan atau di asup dari luar tubuh dalam
bentuk makanan dan minuman, sedangkan asam amino nonesensial merupakan
asam–asam amino yang dapat diproduksi dalam tubuh sehingga tidak perlu
asupan dari luar tubuh. Asam amino biasanya berbentuk serbuk dan mudah
larut di dalam air tapi tidak dapat larut dalam pelarut organik non polar (Putra,

22
2020).
Menurut Handayani et al. (2014) dalam Ramadayanti (2019), penurunan
kadar asam amino pada ikan dengan beberapa pengolahan disebabkan adanya
aktivitas bakteri, perubahan pH, oksigen, panas, cahaya atau kombinasinya.
Penelitian lain juga menyatakan pengolahan menggunakan panas mengurangi
jumlah protein dengan merusak komponen asam amino bahkan
menghilangkannya. Perebusan dan pemanggangan tidak berpengaruh
signifikan terhadap komposisi asam amino, sedangkan penggorengan
menyebabkan penurunan asam amino (Ramadayanti, et al. 2019).
a. Asam Amino Lysine
Asam amino lisin merupakan salah satu asam amino esensial yang
sangat penting bagi tubuh, namun tubuh tidak bisa memproduksi sendiri
asama amino lysine. Maka dari itu penambahan asam amino lysine perlu
dilakukan. Penggunaan lisin dalam pakan diharapkan dapat meningkatkan
terbentuknya karnitin, dengan demikian lemak tubuh yang mengalami β-
oksidasi semakin meningkat, sehingga mengakibatkan kadar lemak dan
kolesterol daging rendah (Pamungkas, et al. 2020).
Pada produk formula enteral yang telah kami buat untuk pasien
penyakit hati, total kandungan asam amino esensial lysine dalam produk
formula enteral hati sebesar 400 mg dan sebesar 19,27 mg/g protein dalam
satu pembuatan resep formula enteral. Skor asam amino dalam produk
formula enteral adalah sebesar 31,59%. Tingkat kecukupan asam amino
esensial pada usia dewasa adalah sebesar 2500%. Berdasarkan tingkat
kecukupan tersebut dikaetahui bahwa telah memenuhi pola kecukupan
asam amino lysine yang dianjurkan untuk usia dewasa yaitu sebesar 16
mg/g (Almatsier, 2010), oleh karena itu diharapkan formula enteral ini
dapat memberi manfaat guna penyembuhan dan pemulihan pasien
penderita penyakit hati.
b. Asam Amino Treonin
Treonin adalah asam amino esensial pada manusia yang hanya bisa
diperoleh secara alami dengan cara mengkonsumsi beberapa jenis

23
makanan. Treonin juga membantu membangun tulang yang kuat dan
enamel gigi, dan dapat mempercepat penyembuhan luka atau pemulihan
dari cedera. Treonin bersama dengan asam amino asam aspartat dan
Metionin memiliki fungsi untuk membantu hati dengan fungsi lipotropic,
atau pencernaan lemak dan asam lemak. Threonine merupakan residu
penting dari banyak protein, seperti enamel gigi, kolagen, dan elastin.
Asam amino yang penting untuk sistem saraf, treonin juga memainkan
peran penting dalam porfirin dan metabolisme lemak dan mencegah
penumpukan lemak di hati. Berguna dengan gangguan usus dan
pencernaan, treonin juga telah digunakan untuk mengurangi kecemasan
dan depresi ringan (Arlini, 2022).
Pada produk formula enteral yang telah kami buat untuk pasien
penyakit hati, total kandungan asam amino esensial treonin dalam produk
formula enteral hati sebesar 200 mg dan sebesar 9,63 mg/g protein dalam
satu pembuatan resep formula enteral. Skor asam amino dalam produk
formula enteral adalah sebesar 22,46%. Tingkat kecukupan asam amino
esensial pada usia dewasa adalah sebesar 107,04%. Berdasarkan tingkat
kecukupan tersebut dikaetahui bahwa telah memenuhi pola kecukupan
asam amino treonin yang dianjurkan untuk usia dewasa yaitu sebesar 9
mg/g (Almatsier, 2010), oleh karena itu diharapkan formula enteral ini
dapat memberi manfaat guna penyembuhan dan pemulihan pasien
penderita penyakit hati.
c. Asam Amino Triptofan
Triptofan merupakan salah satu jenis asam amino essensial yang
penting bagi pertumbuhan ikan, selain itu triptofan juga merupakan
prekursor untuk sintesis serotonin dalam otak. Asam amino triptofan
merupakan salah satu asam amino esensial yang kandungannya terbatas
dalam beberapa bahan pakan, dan sering menjadi faktor pembatas bagi
pertumbuhan ikan. Penambahan triptofan ke dalam pakan untuk mengatasi
depresi dan sifat agresif biasanya digunakan dosis triptofan 1-3 g/hari.
Proses perubahan triptofan menjadi serotonin diperlukan triptofan

24
hidroksilase dengan menggunakan vitamin B6 dan enzim karboksilase.
Peningkatan triptofan dalam pakan, akan menghasilkan peningkatan
aktivitas serotonin dan penurunan sifat agresif/stres (Rachmawati, 2021).
Pada produk formula enteral yang telah kami buat untuk pasien
penyakit hati, total kandungan asam amino esensial triptofan dalam
produk formula enteral hati sebesar 100 mg dan sebesar 4,82 mg/g protein
dalam satu pembuatan resep formula enteral. Skor asam amino dalam
produk formula enteral adalah sebesar 39,16%. Tingkat kecukupan asam
amino esensial pada usia dewasa adalah sebesar 96,34%. Berdasarkan
tingkat kecukupan tersebut dikaetahui bahwa telah memenuhi pola
kecukupan asam amino triptofan yang dianjurkan untuk usia dewasa yaitu
sebesar 5 mg/g (Almatsier, 2010), oleh karena itu diharapkan formula
enteral ini dapat memberi manfaat guna penyembuhan dan pemulihan
pasien penderita penyakit hati.
d. Asam Amino Metionin dan Systine
Asam amino metionin sistein adalah salah satu asam amino yang
memiliki kandungan sulfur sebagai precursor gluthathion (y-
glutamycysteinglycine), yang memiliki peran penting dalam eliminasi
toksin melalui proses reaksi konjugasi yang berlangsung di hati dan diubah
menjadi bentuk non-toksik yang dapat disekresikan (Purnamasari et al.,
2020).
Pada produk formula enteral yang telah kami buat untuk pasien
penyakit hati, total kandungan asam amino esensial metionin dan systine
dalam produk formula enteral hati sebesar 100 mg dan sebesar 4,82 mg/g
protein dalam satu pembuatan resep formula enteral. Skor asam amino
dalam produk formula enteral adalah sebesar 11,33%. Tingkat kecukupan
asam amino esensial pada usia dewasa adalah sebesar 28,34%.
Berdasarkan tingkat kecukupan tersebut dikaetahui bahwa telah memenuhi
pola kecukupan asam amino metionin dan systine yang dianjurkan untuk
usia dewasa yaitu sebesar 17 mg/g (Almatsier, 2010), oleh karena itu

25
diharapkan formula enteral ini dapat memberi manfaat guna penyembuhan
dan pemulihan pasien penderita penyakit hati.
e. Mutu Cerna Formula Enteral Hati
Mutu cerna teoritis adalah sebuah cara teoritis untuk menaksir nilai
atau mutu cerna (digestibility) pada bahan makanan yang dilakukan
melalui penelitian bio-assay. Mutu cerna ini menunjukkan bagian dari
protein atau asam amino yang dapat diserap tubuh dibandingkan yang
dikonsumsi (Purwanti et al., 2020). Mutu cerna teoritis formula enteral hati
adalah sebesar 90,18%, dengan demikian mutu cerna formula enteral
jantung yang akan dibuat telah memenuhi standar mutu cerna yaitu 85%.
Semakin tinggi nilai daya cerna pada makanan maka akan meningkatkan
jumlah asam amino yang diserap oleh tubuh. Mutu cerna menggambarkan
bagian dari protein atau asam amino yang dapat diserap tubuh (Alif et al.,
2019).
f. Net Protein Utilization (NPU)
Metode ini menggambarkan bagaimana protein yang dikonsumsi
dapat dipertahankan oleh tubuh. NPU merupakan perbandingan antara
jumlah nitrogen yang diretensi dalam tubuh dengan jumlah nitrogen yang
dikonsumsi, sehingga dapat dihitung sebagai hasil perkalian antara nilai
biologis dan daya cerna. Pada hasil perhitungan dari bahan yang
digunakan terdapat SAA terkecil yaitu 11,33 dan mutu cerna 90,18
dihasilkan NPU 10,24 mg. hal ini dapat diartikan dari semua bahan yang
akan dibuat formula enteral protein yang dikonsumsi dan dapat
dipertahankan oleh tubuh yaitu 10,24 mg.
Diantara perhitungan protein NPU paling sering digunakan dan
selalu diperhitungkan untuk melihat mutu dari protein yang akan
digunakan. NPU juga biasanya dihitung diklasifikasikan antara jenis
protein hewani dan protein nabati, karena pasti terdapat perbedaan.
g. Protein Sel Tunggal (PST)
Protein sel tunggal merupakan protein sel yang dihasilkan dari
organisme. PST juga digunakan mikrobia sebagai pembeda dari protein

26
hewan dan tumbuhan multiseluler. Keuntungan menggunakan PST selain
sebagai sumber protein yang tinggi adalah pertumbuhan sel-sel mikrobia
sangat cepat karena waktu generasinya yang pendek dan tidak
membutukan tempat yang luas. Protein kasar yang terkandung dalam
beberapa jenis mikrobia seperti yeast berkisar 45% – 55%, fungi
kandungan protein kasarnya 30% - 45% dan algae kandungan protein
kasarnya 40%-60% dan pada bakteri protein kasarnya berkisar 50%-65%
(Purwaningtyas, 2019).
Untuk menghitung PST diperlukan jumlah nilai protein 20,76
gram, SAA terkecil 11,33 dan mutu cerna 90,18 dihasilkan PST 2,12 mg.
Hal ini dapat diartikan bahwa sel protein yang dihasilkan oleh organisme
diperkirakan sebesar 2,12 mg.
h. Protein Effeciency Ratio (PER)
PER merupakan suatu cara untuk menghitung efisiensi suatu
protein yang akan digunakan dalam sintesis protein di dalam tubuh. PER
juga sering disebut dengan perbandingan antara pertambahan berat badan
dengan jumlah protein yang dikonsumsi. Setelah menghitung PST
dihasilkan 2,12 mg, total energy 1163,40 dihasilkan PER sebesar 0,73 mg.
Hal ini dapat diartikan bahwa efisiensi protein yang akan diguanakan
dalam sintesis protein dalam tubuh sebesar 0,73 mg.
Nilai PER yang telah diperhitungkan merupakan gabungan dari
semua bahan sehingga tidak terlihat perbedaan dari masing-masing nilai
PER perbahan yang digunakan. Disebutkan pada penelitian, nilai PER dari
protein hewani lebih besar daripada nilai PER protein nabati.

27
D. Organoleptik
a. Skor Organoleptik
Tabel 1.1 Hasil Uji Organoleptik Formula Enteral Hati

Organoleptik
8,2
8
7,8
7,6
7,4
7,2
7
6,8
6,6
6,4
Warna Rasa Tekstur Kematangan Penampilan Aroma

Panelis 1 Penulis 2 Panelis 3

Catatan:
Penggunaan susu kambing memengaruhi aroma dari formula
enteral. Susu dapat digantikan dengan jenis susu lain yang
aromanya lebih bisa diterima atau bisa ditambahkan aromatik
makanan.
Keterangan:

• Skor 5-6 = Kurang cukup/ kurang baik


• Skor 7-8 = Enak/ cukup
• Skor 9-10 = Sangat enak/ baik

b. Warna
Berdasarkan hasil penilaian organoleptik pada warna formula enteral
hati dari 3 orang panelis didapatkan rata-rata 7,33 yang berarti enak/
cukup. Warna pada menu enteral yang kami buat tentunya dipengaruhi
oleh berbagai bahan makanan yang kami gunakan, warna yang dihasilkan
pada makanan enteral yang telah dibuat adalah putih kekuningan. Bahan-
bahan yang mempengaruhi warna tersebut adalah wortel, tepung kedelai
dan tepung kacang merah, warna yang dominan dihasilkan adalah oranye
dan putih kecoklatan sehingga ketika sudah dimasak menghasilkan warna
putih kekuningan. Dalam pengolahan makanan enteral, warna merupakan

28
hal yang sangat penting karena akan mempengaruhi nafsu makan pasien
yang dihasilkam dari visualisasi pada warna menu. Sebenarnya
penggunaan bahan makanan dengan warna yang mencolok atau menarik
bias dilakukan, akan tetapi kembali pada tujuan yaitu untuk
menyembuhkan atau memulihkan pasien dari penyakitnya, oleh karena itu
dipilihlah bahan makanan yang sesuai dan aman untuk dikonsumsi pasien.
c. Tekstur
Berdasarkan hasil penilaian organoleptic pada tekstur formula
enteral hati dari 3 orang panelis didapatkan rata-rata 7,66 yang berarti
enak/ cukup. Tekstur makanan enteral sengan perlu diperhatikan, karena
tekstur dari makanan enteral ini merupakan hasil pertimbangan dari
kemampuan cerna pasien akibat efek dari penyakitnya. Bahan makanan
yang digunakan sangat berperan terhadap penentuan tekstur makanan
enteral, oleh karena itu bahan makanan yang digunakan adalah bahan
makanan yang mudah dicerna sehingga aman untuk pasien. Selain itu
dalam pengolahan makanan enteral digunakan saringan untuk menyaring
bahan makanan yang kasar atau belum terblender halus sehingga tekstur
yang dihasilkan dari makanan enteral akan sama
d. Kematangan

Berdasarkan hasil penilaian organoleptik pada kematangan formula


enteral hati dari 3 orang panelis didapatkan rata-rata 7,66 yang berarti
enak/ cukup. Kematangan yang sempurna saat proses pengolahan formula
enteral dipengaruhi oleh penggunaan api kecil atau konstan sehingga
bahan matang secara merata dan dapat menyesuaikan dengan
ditambahkannya air dan minyak pada formula. Kandungan gizi dari bahan
yang digunakan akan lebih terjaga dengan api yang konstan. Semakin
tinggi suhu yang digunakan dalam proses pemasakan maka kemungkinan
terjadinya kerusakan pada kandungan zat gizi dari bahan semakin besar
(Adyatama & Nugraha, 2020).
e. Penampilan
Berdasarkan hasil penilaian organoleptic pada aroma formula enteral

29
hati dari 3 orang panelis didapatkan rata-rata 7,66 yang berarti enak/
cukup. Penampilan yang sesuai pada makanan enteral adalah seperti
formula komersial lainnya yang biasa diberikan kepada pasien di rumah
sakit, penampilannya yaitu seperti cairan susu yang sedikit kental namun
warnanya beragam tergantung bahan makanan yang digunakan.
Penampilan sangat perlu diperhatikan karena kemungkinan akan
berpengaruh terhadap selera yang dihasilkan dari visualisasi atau
pandangan pasien terhadap makanan enteral tersebut.
f. Aroma
Berdasarkan hasil penilaian organoleptik pada aroma formula enteral
hati dari 3 orang panelis didapatkan rata-rata 7 yang berarti enak/ cukup.
Aroma pada formula ini sangat dipengaruhi oleh bahan yang digunakan
salah satunya aroma yang sangat dominan adalah aroma dari susu kambing
sehingga menutupi dari aroma bahan lainnya. Susu kambing pada dasarnya
memiliki aroma yang kurang sedap, akan tetapi dengan proses pasteurisari
dan penambahan aromatik atau buah yang memiliki aroma enak akan
mengurangi dari aroma kurang sedap susu kambing (Sulmiyati, 2016).

30
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Formula enteral penyakit hati di Indonesia pada umumnya dalam bentuk
formula enteral komersial, dimana harganya relatif mahal sehingga memperbesar
biaya perawatan pasien. Saat ini formula enteral rumah sakit (FERS) sudah
banyak dikembangkan namun umur simpannya yang relatif pendek karena bahan
cair. Mutu cerna teoritis formula enteral hati adalah sebesar 90,18%, dengan
demikian mutu cerna formula enteral jantung yang akan dibuat telah memenuhi
standar mutu cerna yaitu 85%. Semakin tinggi nilai daya cerna pada makanan
maka akan meningkatkan jumlah asam amino yang diserap oleh tubuh. SAA
terkecil yaitu 11,33 dan mutu cerna 90,18 dihasilkan NPU 10,24 mg. Hal ini
dapat diartikan dari semua bahan yang akan dibuat formula enteral protein yang
dikonsumsi dan dapat dipertahankan oleh tubuh yaitu 10,24 mg. Sehingga
protein yang dikonsumsi dan dapat dipertahankan oleh tubuh yaitu 123,17 mg.
Untuk menghitung PST diperlukan jumlah nilai protein 20,76 gram, SAA
terkecil 11,33 dan mutu cerna 90,18 dihasilkan PST 2,12 mg dihasilkan PER
sebesar 0,73 mg. Hal ini dapat diartikan bahwa efisiensi protein yang akan
diguanakan dalam sintesis protein dalam tubuh sebesar 0,73 mg

B. Saran
Dapat memberian makanan yang tepat pada pasien akan meningkatkan
kualitas hidup, mencegah malnutrisi serta menurunkan angka morbiditas dan
mortalitas. Sehingga dapat memenuhi kebutuhan zat gizi optimal sesuai
kebutuhan dalam penyerapan, mempertahankan atau memperbaiki status gizi
secara keseluruhan maupun sebagai suplemen.

31
DAFTAR PUSTAKA

Adyatama, A., & Nugraha, W. T. (2020). Pengaruh Teknik Pemasakan dan Waktu
terhadap Karakteristik Fisik Telur Ayam Ras Petelur. Seminar Nasional
“Strategi Ketahanan Pangan Masa New Normal Covid-19,” Vol.4(No1),
Halaman. 444-451.
Almatsier, S. (2010). Prinsip Dasar Ilmu Gizi (Cetakan ke). Gramedia Pustaka
Utama.
Anggraini, L., & Andriani, A. (2020). Kualitas kimia dan organoleptik nugget
ikan gabus melalui penambahan tepung kacang merah. Jurnal SAGO Gizi
Dan Kesehatan, 2(1), 11-18.
Arlini, F. (2022). Skor dan indeks asam amino esensial udang windu, Penaeus
monodon yang mengonsumsi pellet mengandung multi-enzim dan dipelihara
pada kolam terpal resirkulasi plus faecal chamber (Doctoral dissertation,
Universitas Hasanuddin).
Bekti, E., Prasetyowati, Y., & Haryati, S. (2019). Berbagai Konsentrasi CMC
(Carboxyl Methyl Cellulose) Terhadap Sifat Fisikokimia dan Organoleptik
Selai Labu siam (Sechium Edule). Jurnal Teknologi Pangan dan Hasil
Pertanian, 14(2), 41-52.
Damayanti, Y., Lesmono, A. D., & Prihandono, T. (2018). Kajian Pengaruh Suhu
terhadap Viskositas Minyak Goreng sebagai Rancangan Bahan Ajar Petunjuk
Praktikum Fisika. Jurnal Pembelajaran Fisika, 7(3), 307-314.
Faidah, F. H., Moviana, Y., Isdiany, N., Surmita, S., & Hartini, P. W. (2019).
Formulasi Makanan Enteral Berbasis Tepung Tempe Sebagai Alternatif
Makanan Enteral Tinggi Protein. Jurnal Riset Kesehatan Poltekkes Depkes
Bandung, 11(2), 67-74.
Hadi, S. (2013) Gastroenterologi. Bandung: PT. Alumni.
Hartono, A. (2006). Terapi Gizi & Diet Rumah Sakit Edisi 2. Jakarta: EGC.
Hasse, JM & Matarese, LE. (2008). Medical Nutrition Therapy for liver, biliary
system, and Exocrine Pancreas disorders. In Mahan, LK & Escott-stump, S.
Krause's Food & Nutrition Therapy. Canada: Saunders Elsevier.

32
Heron M. Deaths: leading causes for 2009. Natl Vital Stat Rep. 2012;61:1-96.
Kochanek, et al Deaths: Final Data for 2014, tables 10, 11).
Katili, A. S. (2009). Struktur dan fungsi protein kolagen. Jurnal Pelangi
Ilmu, 2(5).
Kusuma, Titis S., Adelya D. K, Ilzamha H. R, dan Rahma Micho W. Perhitungan
Osmolaritas dan Viskositas Secara Sederhana. PPT. diakses pada tanggal 3
April 2022.
Lebang, A., & Sitorus, S. (2019). PENENTUAN KADAR ASAM AMINO
ESENSIAL (FENILALANIN, TREONIN, TIROSIN DAN VALIN) PADA
TELUR PENYU DAN TELUR AYAM RAS. JURNAL KIMIA
MULAWARMAN, 15(2), 122-130.
Nasir, M. (2020). Perbandingan Kualitas Minyak Sawit Bermerk dan Minyak
Kelapa Menggunakan Parameter Viskositas dan Indeks Bias. Sainstek: Jurnal
Sains dan Teknologi, 12(2), 36-43.
Novianti, D., Wadjdi, M. F., & Ali, U. (2020). Pengaruh penggunaan asam amino
lisin pada enkapsulasi probiotik Lactobacillus fermentum terhadap jumlah
mikroba dan nilai pH. REKASATWA: Jurnal Ilmiah Peternakan, 2(1), 26 30.
Nurdjanah, S. (2006). Sirosis Hati. In: Sudoyo, AW., Setiyohadi, B., Alwi, I.,
Simadibrata, M., Setiati, S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid I Edisi IV.
Jakarta: Pusat penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Permatasari, D., & Laili, H. (2020). Pengaruh Lama Waktu Dehidrasi Osmosis
Strawberry Terhadap Sifat Fisik Warna dan Viskositas Desseert No Bake
Strawberry Cheesecake. Jurnal BOSAPARIS: Pendidikan Kesejahteraan
Keluarga, 11(3), 94-99.
Pratama, A. E., Ridho, R., Adharani, N., & Kurniawati, A. (2019). Suplementasi
Tepung Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Untuk Meningkatkan
Kandungan Protein Pada Kue Terang Bulang. Jurnal Lemuru, 1(1), 18-25.
Purba, B. T., & Sinurat, L. R. (2018). Peningkatan Status Gizi Pada Pasien Sirosis
Hepatis Melalui Regimen Nutrisi Di Rsu Sari Mutiara Medan. Idea Nursing
Journal, 9(2), 1-6.
Purnamasari, L., Agus, A., & Noviandi, C. T. (2020). Pengaruh Pemberian Asam

33
Amino Metionin-Sistin Pada Pakan Yang Terkontaminasi Aflatoxin B1
Terhadap Mortalitas Dan Kinerja Organ Dalam Ayam Broiler. Jurnal Ilmu
Ternak Universitas Padjadjaran, 20(1), 46–55.
https://doi.org/10.24198/JIT.V20I1.27564
Purwaningtyas, Y.R. (2019). Produksi Protein Sel Tunggal Gluconacetobacter
xylinus dengan Medium Limbah Cair Tempe Menggunakan Metode Air -
Lift Bioreactor. Skripsi. Universitas Sanata Dharma. Yogyakarta.
Purwanti, I., Kamsiah, & W, T. W. (2020). MUTU PROTEIN DAN
KANDUNGAN ZAT GIZI FORMULA MAKANAN CAIR DENGAN
PENAMBAHAN TEPUNG LABU KUNING. Jurnal Penelitian Terapan
Kesehatan, 7(1), 01–04.
Putra, M. D. H., Putri, R. M. S., Oktavia, Y., & Ilhamdy, A. F. (2020).
Karakteristik Asam Amino dan Asam Lemak Bekasam Kerang Bulu
(Anadara antiquate) di Desa Benan Kabupaten Lingga. Marinade, 3(02),
159-167.
Rachmawati, D., Hutabarat, J., Fiat, A. I., Elfitasari, T., Windarto, S., & Dewi, E.
N. (2021). Penambahan Asam Amino Triptofan Dalam Pakan Terhadap
Tingkat Kanibalisme Dan Pertumbuhan Litopenaeus vannamei. Jurnal
Kelautan Tropis, 24(3), 343-352.
Rahmadanti, T. S., Candra, A., & Nissa, C. (2020). Pengembangan formula
enteral hepatogomax untuk penyakit hati berbasis tepung kedelai dan tepung
susu kambing. Jurnal Gizi Indonesia (The Indonesian Journal of Nutrition),
9(1), 1-10.
Ramadhan, Y. (2022). Pengaruh Perilaku Konsumen Terhadap Keputusan
Pembelian Buah Apel Impor Di Kota Surabaya (Doctoral dissertation, UPN
Veteran Jawa Timur).
Ramadayanti, R. A., Swastawati, F., & Suharto, S. (2019). PROFIL ASAM
AMINO DENDENG GILING IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus)
DENGAN PENAMBAHAN KONSENTRASI ASAP CAIR YANG
BERBEDA (Amino Acid Profiles of Dumbo Catfish (Clarias gariepinus)
Jerked Meat Processed with Different Concentration of Liquid

34
Smoke). Saintek Perikanan: Indonesian Journal of Fisheries Science and
Technology, 14(2), 136-140.
Rimbawan, dkk. (2019). Pedoman Evaluasi Mutu Gizi dan Non Gizi Pangan.
Jakarta: Direktorat Standardisasi Pangan Olahan.
Schuppan D & Afdhal NH. (2008). Liver cirrhosis. Lancet 371: 838-851.
Suharyati, dkk. (2019). Penuntun Diet dan Terapi Gizi Edisi 4. Jakarta: EGC.
Sulmiyati. (2016). Kajian Kualitas Fisik Susu Kambing Peranakan Etawa (PE)
Dengan Metode Pasteurisasi Yang Berbeda. Jurnal Ilmu Dan Teknologi
Peternakan, 4(3), 130–134.
Supariasa, I Dewa Nyoman & Handayani, Dian. (2019). Asuhan Gizi Klinik.
Jakarta: EGC.
Tahira S. Nutrient Requirements of Patients with Liver Cirrhosis. Curr Trends
Biomedical Eng & Biosci. 2017; 4(4): 555645. DOI:
10.19080/CTBEB.2017.04.55564500.
Tia Sofa Rahmadanti, Aryu Candra, Choirun Nissa.2020.” Pengembangan
formula enteral hepatogomax untuk penyakit hati berbasis tepung kedelai dan
tepung susu kambing”,vol.9,no.1 hlm 1-10.
Uhai, S., & Sudarmayasa, I. W. (2020). Pelatihan Pembuatan Makanan Sehat
Untuk Program Diet Alami Yang Bergizi Untuk Kelompok Ibu-ibu Di
Samarinda. Sebatik, 24(2), 222-227.
Wardani, A. K. (2016). PENGARUH LAMA PENGASAPAN DAN LAMA
FERMENTASI TERHADAP SOSIS FERMENTASI IKAN LELE (Clarias
gariepinus)[IN PRESS JANUARI 2016]. Jurnal Pangan dan
Agroindustri, 4(1).
Widaningrum, I. (2015). Teknologi pembuatan tahu yang ramah lingkungan
(bebas limbah). Jurnal Dedikasi, 12.
Wiegand J, Berg T: The etiology, diagnosis and prevention of liver cirrhosis-part
1 of a series on liver cirrhosis. Dtsch Arztebl Int 2013; 110(6): 85-91. DOI:
10.3238/arztebl.2013.0085.

35
LAMPIRAN

Lampiran Perhitungan, Komposisi Gizi, SAA dan Mutu Cerna


Tabel 1. Komposisi Gizi Formula Enteral Hati
No Bahan Jumlah (g) Energi (kkal) Protein (g) Lemak (g) KH (g)
tepung kacang
1 merah 30,00 94,20 6,63 0,33 16,86
2 tepung kedelai 30,00 114,30 12,12 5,01 7,47
tepung susu
3 kambing 20,00 85,60 1,42 2,14 15,70
4 labu siam 20,00 6,00 0,12 0,02 1,34
4 wortel 20,00 7,20 0,20 0,12 1,58
6 melon 30,00 11,10 0,18 0,12 2,34
7 apel 30,00 17,40 0,09 0,12 4,47
8 gula pasir 40,00 157,60 0,00 0,00 36,80
virgin coconut
9 oil 20,00 670,00 0,00 18,00 0,00
Jumlah 1163,40 20,76 25,86 86,56
Per 100 gr 484,75 8,65 10,78 36,07

Tabel 2. Skor Asam Amino (SAA)


Berat Kandungan Lysine Treonin Triptofan Metionin +
No Bahan (g) Protein (g) (mg) (mg) (mg) sistin (mg)
tepung kacang
1 merah 30,00 6,63 0,00 0,00 0,00 0,00
2 tepung kedelai 30,00 12,12 0,00 0,00 0,00 0,00
tepung susu
3 kambing 20,00 1,42 400,00 200,00 100,00 100,00
4 labu siam 20,00 0,12 0,00 0,00 0,00 0,00
5 wortel 20,00 0,20 0,00 0,00 0,00 0,00
6 melon 30,00 0,18 0,00 0,00 0,00 0,00
7 apel 30,00 0,09 0,00 0,00 0,00 0,00
8 gula pasir 40,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
virgin coconut
9 oil 20,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Jumlah 240,00 20,76 400,00 200,00 100,00 100,00
AAE/g protein 19,27 9,63 4,82 4,82
SAA (%) 31,59 22,46 39,16 11,33
PKAE
TKAE (usia dewasa) 25,0000 1,0704 0,9634 0,2834
TAKE % (usia dewasa) 2500,00 107,04 96,34 28,34

36
Tabel 3. Mutu Cerna
Konsumsi AA
No Bahan
protein (g) C
1 tepung kacang merah 6,63 90
2 tepung kedelai 12,12 90
3 tepung susu kambing 1,42 100
4 labu siam 0,12 67
5 wortel 0,20 67
6 melon 0,18 88
7 apel 0,09 88
8 gula pasir 0,00 0
9 virgin coconut oil 0,00 0
Jumlah 35.67 708
MC teoritis 90.18

Perhitungan
- Net Protein Ulizitation (NPU)
𝑆𝐴𝐴
NPU = 100 x MC
11,33
= x 90,18
100

= 10,24 mg

- Protein Sel Tunggal (PST)


𝑃𝑟𝑜𝑡𝑒𝑖𝑛 𝑆𝐴𝐴
PST = x x MC
100 100
20,76 11,33
= x x 90,18
100 100

= 2,12 mg

- Protein Effeciency Ratio (PER)


𝐾𝑜𝑛𝑠𝑢𝑚𝑠𝑖 𝑃𝑆𝑇 𝑋 4
PER = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑢𝑚𝑠𝑖 𝑒𝑛𝑒𝑟𝑔𝑖 x 100
2,12 𝑥 4
= 1163,40 x 100

= 0,73 mg

37
Lampiran Nutri Survey
HASIL PERHITUNGAN DIET/
==========================================================
Nama Makanan Jumlah energy carbohydr.
__________________________________________________________________
____________

kacang merah 30 g 100,5 kcal 18,1 g


toge kacang kedele mentah 30 g 36,6 kcal 2,9 g
susu kambing 20 g 13,8 kcal 0,9 g
labu siam mentah 20 g 4,0 kcal 0,9 g
apel 30 g 17,7 kcal 4,6 g
gula pasir 40 g 154,8 kcal 40,0 g
minyak kelapa 20 g 172,4 kcal 0,0 g
jus melon 30 g 14,1 kcal 3,6 g
wortel 20 g 8,4 kcal 7,8 g

Meal analysis: energy 522,4 kcal (100 %), carbohydrate 78,7 g (100 %)

==========================================================
HASIL PERHITUNGAN
==========================================================
Zat Gizi hasil analisis rekomendasi persentase
nilai nilai/hari pemenuhan
__________________________________________________________________
____________
energy 522,4 kcal 1900,0 kcal 27 %
water 17,6 g 2700,0 g 1%
protein 12,1 g(9%) 48,0 g(12 %) 25 %
fat 23,5 g(36%) 77,0 g(< 30 %) 31 %
carbohydr. 78,7 g(55%) 351,0 g(> 55 %) 22 %
dietary fiber 7,5 g 30,0 g 25 %
alcohol 0,0 g - -
PUFA 1,8 g 10,0 g 18 %
cholesterol 2,2 mg - -
Vit. A 43,1 µg 800,0 µg 5%
carotene 0,0 mg - -
Vit. E 0,0 mg - -
Vit. B1 0,3 mg 1,0 mg 28 %
Vit. B2 0,1 mg 1,2 mg 11 %
Vit. B6 0,2 mg 1,2 mg 17 %
folic acid eq. 0,0 µg - -
Vit. C 13,1 mg 100,0 mg 13 %
sodium 16,9 mg 2000,0 mg 1%

38
potassium 602,0 mg 3500,0 mg 17 %
calcium 85,7 mg 1000,0 mg 9%
magnesium 67,3 mg 310,0 mg 22 %
phosphorus 195,8 mg 700,0 mg 28 %
iron 3,2 mg 15,0 mg 21 %
zinc 1,4 mg 7,0 mg 20 %

39
Lampiran Dokumentasi Praktikum

Gambar 1. Bahan Gambar 2. Mengaduk Tepung

Gambar 3. Blender Bahan Gambar 4. Blender Bahan

Gambar 5. Saring Hasil Blender Gambar 6. Memasak Enteral

40
Gambar 8. Waktu Uji Laju Viskosita
Gambar 7. Uji Laju Alir Vsikositas

Gambar 9. Hasil Enteral Gambar 10. Hasil Enteral

Gambar 11. Hasil Penilaian


Gambar 12. Hasil Penilaian

41
42

Anda mungkin juga menyukai