PEDOMAN
PENYELENGGARAAN IMUNISASI
PUSKESMAS TANAH KALIKEDINDING
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. TUJUAN
Sebagai bahan pedoman untuk melaksanakan kegiatan pelayanan imunisasi di
Puskesmas Tanah Kalikedinding, sehingga dapat memberikan pelayanan
kesehatan yang cepat dan tepat agar dapat memberikan kepuasan pada
masyarakat.
D. BATASAN OPERASIONAL
Perlu diketahui bahwa istilah imunisasi dan vaksinasi seringkali diartikan sama.
Imunisasi adalah suatu pemindahan atau transfer antibodi secara pasif,
sedangkan istilah vaksinasi dimaksudkan sebagai pemberian vaksin ( antigen )
yang dapat merangsang pembentukan imunitas ( antibodi ) dari sistem imun di
dalam tubuh.
Imunitas secara pasif dapat diperoleh dari pemberian dua macam bentuk, yaitu
imunoglobulin yang non spesifik atau gamaglobulin dan imunoglobulin yang
spesifik yang berasal dari plasma donor yang sudah sembuh dari penyakit
tertentu atau baru saja mendapatkan vaksinasi penyakit tertentu. Imunoglobulin
yang non spesifik digunakan pada anak dengan defisiensi imunoglobulin
sehingga memberikan perlindungan dengan segera dan cepat yang seringkali
dapat terhindar dari kematian.
1. Pelayanan imunisasi rutin untuk bayi, batita, dan WUS
Yaitu pelayanan imunisasi yang secara rutin dan terus menerus
harus diberikan dan dilaksanakan pada periode waktu yang telah
ditetapkan karena telah terbukti efektif dan efisien, dengan
kegiatan terdiri dari imunisasi dasar pada bayi yang dilanjutkan
dengan imunisasi ulangan (Booster), imunisasi WUS (Wanita Usia
Subur) dan imunisasi anak sekolah dasar.
a. Pemberian Imunisasi Hepatitis B PID (Prefilled Injection Device)
Yaitu pemberian vaksin yang berupa suspensi homogen yang
mengandung antigen hepatitis B dengan cara intramuskuler
(Prosedur terlampir dalam SOP).
b. Pemberian Imunisasi Polio
Yaitu pemberian vaksin polio bivalent yang terdiri dari suspense
virus poliomyelitis tipe 1 dan 3 yang sudah dilemahkan,untuk pem-
berian kekebalan aktif terhadap poliomyelitis pada bayi usia 1-11
bulan dengan cara meneteskan 2 (dua) tetes vaksin polio pada
mulut bayi (Prosedur terlampir dalam SOP).
3. Pengelolaan Vaksin
Yaitu pengelolaan vaksin sesuai dengan prosedur untuk menjaga vaksin
tersimpan pada suhu dan kondisi yang ditetapkan dengan kegiatan ter-
diri dari penyimpanan, pengambilan, mengeluarkan vaksin, pencatatan
dan pelaporan serta perencanaan kebutuhan vaksin.
a. Perencanaan Kebutuhan Vaksin
Yaitu menentukan jumlah kebutuhan vaksin yang akan digunakan
selama satu bulan.
b. Penyimpanan Vaksin
Yaitu sebuah tempat penyimpanan vaksin yang mempunyai kapa-
sitas (volume) 108 liter dengan suhu bagian dalamnya mempunyai
kisaran antara +2 ºC s/d +8 ºC, yang bertujuan untuk menjaga
kualitas vaksin tetap tinggi sejak diterima sampai didistribusikan
ketingkat berikutnya (atau digunakan) dengan penyimpanan pada
suhu yang telah ditetapkan (Prosedur terlampir dalam SOP).
c. Pengambilan Vaksin
Yaitu suatu kegiatan pengambilan vaksin dari tingkat kota ke
puskesmas (Prosedur terlampir dalam SOP).
d. Mengeluarkan vaksin dari lemari es top opening Ice Lined Re-
frigerator (ILR)
Yaitu proses memindahkan vaksin dari lemari es yang bertujuan
untuk memenuhi kebutuhan ditempat pelayanan imunisasi (Prose-
dur terlampir dalam SOP).
e. Pencatatan dan pelaporan bulanan imunisasi
Yaitu merupakan serangkaian kegiatan terhadap pelaksanaan imu-
nisasi, dengan menggunakan cara/metode yang seragam dan se-
cara periodic berdasarkan jenjang administrasi (Prosedur terlampir
dalam SOP).
5. Pelaksanaan skreening TT
Yaitu kegiatan skrening status imunisasi TT pada Wanita Usia
Subur yang berkunjung ke Posyandu Balita untuk menilai status
TT pada WUS tersebut dan melengkapi imunisasi TT bila belum
terlindungi.
6. Pelaksanaan Backlog Fighting
Yaitu suatu upaya aktif untuk melengkapi imunisasi dasar pada
usia 1 sampai 3 tahun yang belum lengkap imunisasi dasar pada
waktu bayi.
7. PIN
PIN adalah pekan dimana setiap balita termasuk bayi baru lahir di
Indonesia diimunisasi Polio tanpa memperhitungkan status
imunisasi sebelumnya yang dilaksanakan di pos PIN. Kegiatan ini
dimaksudkan untuk memutuskan rantai virus polio dan juga
meningkatkan kekebalan bayi terhadap penyakit polio
E. LANDASAN HUKUM
1. Undang-Undang RI Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit
Menular;
2. Undang-Undang RI Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan
Anak;
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak;
4. Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;
5. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1991 tentang
Penanggulangan Wabah Penyakit Menular;
6. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga
Kesehatan;
7. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan
Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan;
8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1464/Menkes/Per/VIII/2010
tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan;
9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2052/Menkes/Per/X/2011
tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran;
10. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 42 Tahun
2013 tentang Penyelenggaraan Imunisasi;
11. Kepmenkes No. 1626/Menkes/SK/XII/2005 Tentang Pedoman
Pemantauan Dan Penanggulangan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
B. DISTRIBUSI KETENAGAAN
1. Pelayanan Imunisasi Dalam Gedung
a. Puskesmas Induk terdiri dari :
1) 1 orang penanggung jawab Program P2 dan surveilans KIPI
2) 1 orang koordinator program imunisasi
3) 1 orang atau lebih pelaksana imunisasi (vaksinator)
b. Puskesmas Pembantu
1 orang pelaksana imunisasi
c. Poskeskel
1 orang pelaksana imunisasi
2. Pelayanan Imunisasi Luar Gedung
Yaitu pemberian pelayanan imunisasi yang dilakukan di posyandu,
sekolah, dan kunjungan rumah yang terdiri dari 1 orang atau lebih
pelaksana imunisasi (vaksinator).
C. JADWAL PELAYANAN
1. Jam buka pelayanan imunisasi: Senin- kamis : 07.30 – 12.00
Jumat : 07.30 – 11.00
Sabtu : 07.30 – 12.00
2. Jam buka pelayanan imunisasi di Posyandu :
Senin – Sabtu jam 09.00 sampai selesai sesuai jadwal yang sudah
disepakati.
BAB III
STANDAR FASILITAS
A. DENAH RUANG
B. STANDAR FASILITAS
I. Fasilitas & Sarana
I. Fasilitas Dan Sarana
a. Dalam Gedung terdiri dari :
1. Puskesmas induk terdiri dari 1 ruang imunisasi di Poli
KIA/KB
2. Puskesmas pembantu terdiri dari 1 ruang untuk imunisasi
3. Poskeskel terdiri dari 1 ruang untuk imunisasi
b. Luar Gedung terdiri dari posyandu, ruang kelas
II. Peralatan
Peralatan Imunisasi adalah sejumlah alat medis yang digunakan untuk
melaksanakan kegiatan imunisasi yang terdiri dari :
a. Kit Imunisasi yaitu sejumlah alat medis yang dipergunakan un-
tuk melaksanakan kegiatan imunisasi :
Alat :
1. Pinset
2. Termos Vaksin
3. Vaksin Carier
4. Cool Pack
5. Lemari Es Top opening Ice Lined Refrigerator (ILR)
6. Freeze tag
7. Termometer Muller
Bahan :
1. Kapas injeksi
2. Sabun Tangan/ antiseptic
3. Air DTT
4. Sarung tangan
b. Peralatan Surveillans
1. Komputer
2. Printer
c. Mebelair
1. Meja kerja ½ biro
2. Kursi kerja
d. Penunjang
1. Tas lapangan
2. Tempat sampah medis
3. Tempat sampah non medis
e. Pencatatan dan Pelaporan
1. Buku Stok per vaksin
2. Blangko permintaan vaksin
3. Buku Bantu pelaporan imunisasi
4. Buku grafik suhu lemari es vaksin
BAB IV
TATA LAKSANA
BAB V
LOGISTIK
Logistik dalam pelayanan Imunisasi meliputi :
A. Vaksin
3 Drooper Biji
4 Kapas Biji
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN
A. Pengertian
Keselamatan Pasien (Patient Safety) adalah suatu sistem dimana
puskesmas membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi
:
1. Asesmen Resiko
2. Identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko
pasien
3. Pelaporan Dan Analisis Insiden
4. Kemampuan Belajar Dari Insiden Dan Tindak Lanjutnya
5. Implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko
KESALAHAN MEDIS
Adalah kesalahan yang terjadi dalam proses asuhan medis yang
mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien.
C. Tata Laksana
1. Memberikan pertolongan pertama sesuai dengan kondisi yang terjadi
pada pasien
2. Melaporkan pada dokter
3. Memberikan tindakan sesuai dengan instruksi dokter
4. Mengobservasi keadaan umum pasien
5. Mendokumentasikan kejadian tersebut pada formulir “Pelaporan Insi-
den Keselamatan”.
BAB VII
KESELAMATAN KERJA
I. Pendahuluan
HIV / AIDS telah menjadi ancaman global. Ancaman penyebaran HIV
menjadi lebih tinggi karena pengidap HIV tidak menampakkan gejala. Setiap hari
ribuan anak berusia kurang dari 15 tahun dan 14.000 penduduk berusia 15 - 49
tahun terinfeksi HIV. Dari keseluruhan kasus baru 25% terjadi di Negara - negara
berkembang yang belum mampu menyelenggarakan kegiatan penanggulangan yang
memadai.
Angka pengidap HIV di Indonesia terus meningkat, dengan peningkatan
kasus yang sangat bermakna. Ledakan kasus HIV / AIDS terjadi akibat masuknya
kasus secara langsung ke masyarakat melalui penduduk migran, sementara potensi
penularan dimasyarakat cukup tinggi (misalnya melalui perilaku seks bebas tanpa
pelingdung, pelayanan kesehatan yang belum aman karena belum ditetapkannya
kewaspadaan umum dengan baik, penggunaan bersama peralatan menembus kulit :
tato, tindik, dll).
Penyakit Hepatitis B dan C, yang keduanya potensial untuk menular melalui
tindakan pada pelayanan kesehatan. Sebagai ilustrasi dikemukakan bahwa menurut
data PMI angka kesakitan hepatitis B di Indonesia pada pendonor sebesar 2,08%
pada tahun 1998 dan angka kesakitan hepatitis C dimasyarakat menurut perkiraan
WHO adalah 2,10%. Kedua penyakit ini sering tidak dapat dikenali secara klinis
karena tidak memberikan gejala.
Dengan munculnya penyebaran penyakit tersebut diatas memperkuat
keinginan untuk mengembangkan dan menjalankan prosedur yang bisa melindungi
semua pihak dari penyebaran infeksi. Upaya pencegahan penyebaran infeksi
dikenal melalui “ Kewaspadaan Umum “ atau “Universal Precaution” yaitu dimulai
sejak dikenalnya infeksi nosokomial yang terus menjadi ancaman bagi “Petugas
Kesehatan”.
Tenaga kesehatan sebagai ujung tombak yang melayani dan melakukan
kontak langsung dengan pasien dalam waktu 24 jam secara terus menerus tentunya
mempunyai resiko terpajan infeksi, oleh sebab itu tenaga kesehatan wajib menjaga
kesehatan dan keselamatan darinya dari resiko tertular penyakit agar dapat bekerja
maksimal.
II. Tujuan
a. Petugas kesehatan didalam menjalankan tugas dan kewajibannya dapat
melindungi diri sendiri, pasien dan masyarakat dari penyebaran infeksi.
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU
BAB IX
PENUTUP