Anda di halaman 1dari 18

BAB VI

KATEKISMUS ALEXANDRE DE RHODES:


KONTEKS, SEJARAH, STRUKTUR, METODE DAN
HUBUNGANNYA DENGAN LATIHAN ROHANI1

Setelah bab sebelumnya membahas tantangan dan strategi pewartaan Injil de


Rhodes di Vietnam pada abad ketujuhbelas, bab ini akan menyampaikan salah satu karya
monumental de Rhodes. Karya yang dimaksud adalah keberhasilannya di dalam
menyusun Katekismus sebagai manual bagi para katekis untuk menyelenggarakan
pembinaan iman para katekumen di negri Vietnam. Katekismus ini sungguh istimewa,
karena, kecuali ditulis di dalam bahasa setempat, struktur dan metodenya amat berbeda
dengan Katekismus-katekismus Katolik pada zaman itu yang diwarnai oleh usaha untuk
membendung gerakan reformasi Martin Luther. Bagian pertama dari Bab VI ini
menjelaskan gambaran singkat Katekismus-katekismus Katolik pada abad itu sebagai
konteks. Bagian selanjutnya mengemukakan hubungan Katekismus de Rhodes dengan
Katekismus-katekismus Kontra Reformasi dan dengan Katekismus-katekismus Awal di
Asia. Bagian inti dari bab ini adalah pembicaraan tentang Katekismus de Rhodes sendiri.
Bagian inti meliputi sejarah dan struktur Katekismus de Rhodes, metode katekesenya,
dan penataan terhadap ajaran Katolik. Sedang bagian terakhir membahas hubungan
Katekismus de Rhodes dengan Latihan Rohani warisan Santo Ignatius dari Loyola.
Sebagai seorang Jesuit, pola dan tujuan Katekismus de Rhodes amat dipengaruhi oleh
Latihan Rohani.
Katekismus de Rhodes diakui oleh para teolog, misiolog, dan para ahli kateketik
sebagai karya pertama tentang teologi dan pendidikan beriman Katolik di bumi Vietnam
dan contoh gemilang bagaimana iman Kristiani sungguh ditanamkan secara dalam-dalam
supaya menjadi satu dengan kebudayaan dan cara hidup orang Katokik Vietnam.
Judulnya adalah “Katekismus: Untuk Mereka Yang Menghendaki Menerima
Baptis”. Phan, seorang teolog Vietnam dan sekaligus penulis buku yang kita bahas ini,
menyatakan, katekismus ini bukan merupakan katekismus pertama dan satu-satunya bagi
orang-orang Asia yang memutuskan diri untuk memeluk jalan hidup Kristen. Fransiskus
1
1. Uraian dari bab ini merupakan hasil pembahasaan kembali dari Peter C. Phan,
Ibid, hal. 107-155.
Xaverius dan misionaris-misionaris Yesuit lainnya telah mendahului de Rhodes menulis
katekismus supaya berkat pewartaan Injil mereka, orang-orang Asia memeluk agama
Katolik. Supaya dapat memahami isinya dengan lebih baik, Phan menempatkan
katekismus de Rhodes di dalam konteks katekese dan kekristenan pada abad XVII.
Secara panjang lebar, ia juga membahas struktur dan metodenya.

A. Konteks Katekismus de Rhodes: Katekismus Kontra Reformasi


Phan melihat katekismus pada abad XVII menjadi bagian dari gerakan melawan
reformasi Martin Luther dan teman-temannya. Konsili Trente (1545-1563) menyatakan
bahwa Gereja perlu sekali menyusun katekismus untuk menanggapi ketidaktahuan umat
terhadap harta kekayaan iman mereka. Karena itu, sebelum penutupan, para bapa konsili
mengusulkan supaya dibentuk suatu komisi untuk menyusun katekismus universal.
Katekismus dimaksudkan untuk menyampaikan seluruh ajaran Gereja Katolik dalam
bentuk yang diringkas dan dipadatkan. Setelah 3 tahun, di bawah koordinasi Uskup
Karolus Borremeus, wakil-wakil Gereja berhasil merumuskan katekismus universal. Paus
Pius V, tahun 1566, menetapkan publikasi awalnya dengan judul Katekismus Konsili
Trente bagi Imam-Imam Paroki, sering juga disebut Katekismus Romawi. Melalui
katekismus ini Gereja diharapkan menyampaikan ajaran Katolik yang penuh cinta kepada
seluruh umat dengan maksud supaya mereka dapat mengenal, mencintai dan mengikuti
Yesus Kristus. Pada saat itu, istilah yang amat terkenal yang digunakan untuk
merumuskan tujuan katekese yaitu supaya umat Katolik lebih dapat mengikuti jejak
Kristus (menurut Thomas a Kempis: Imitatio Christi). Kebaruan Katekismus Konsili
Trente terletak pada metode katekese yang sungguh memperhatikan keadaan hidup
penerima yang mencakup usia, kehidupan rohani, dan kemampuan berpikir mereka.
Seperti sudah kita ketahui, sebelum Katekismus Romawi digunakan, sebagai usaha
menangkal gerakan reformasi di dalam Gereja telah beredar Katekismus tulisan Petrus
Kanisius (di negara Austria dan Jerman) dan Katekismus karya Edmundus Auger (di
Perancis). Sesudah mereka berdua menulis katekismusnya, Yesuit lainnya yaitu Robertus
Bellarminus juga menulis Katekismus yang sangat disukai oleh orang Katolik di Italia
serta banyak digunakan oleh Gereja-gereja di tanah misi. Katekismus-katekismus Katolik
ini amat diwaranai oleh usaha Gereja untuk membendung gerakan reformasi Martin
Luther dan tokoh-tokoh lainnya.

73
B. De Rhodes dan Katekismus-katekismus Kontra Reformasi
Pertanyaan yang diajukan oleh Phan, apakah de Rhodes mengetahui Katekismus-
katekismus kontra reformasi yang bercorak apologetis tersebut. Jawabannya: sebagai
orang Avignon diandaikan de Rhodes mengetahui Katekismus Auger dan ketika sekolah
di tingkat menengah ia juga mempelajari Katekismus Kanisius. Kecuali itu, ketika
menjalankan Novisiat dan studi teologi di Roma yang diwarnai oleh arus kontra
reformasi dan bercorak tomistik, tentu saja ia juga mempelajari Katekismus Bellarminus.
Pada tahun terakhir studi teologi ia juga ditugasi mempelajari bahasa Cina, yang ia
nyatakan amat sulit karena memiliki puluhan ribu karakter.
Menurut Phan, katekismus de Rhodes berbeda secara signifikan dengan
Katekismus-katekismus Katolik yang bercorak kontra reformasi baik pada segi metode
maupun isinya. De Rhodes tidak menggunakan metode tanya jawab, isinya tidak
mengikuti pola 4 pilar seperti yang menjadi tolok ukur katekismus sedudah Trente.
Katekismus de Rhodes merupakan manual bagi para katekis untuk membantu para
katekumen mempersiapkan diri agar dapat menerima sakramen baptis dengan
kemantapan iman. Sesuai dengan pengalaman pribadinya ketika berlayar menuju Asia ia
berhubungan secara baik dengan orang-orang Anglikan, karena itu, Katekismus de
Rhodes tidak bernada polemis dengan Gereja-gereja Protestan.

C. Katekismus De Rhodes dan Katekismus-katekismus Awal di Asia


Perbedaan Katekismus de Rhodes dengan Katekismus-katekismus Katolik banyak
ditentukan oleh situasi sosial, kebudayaan dan keagamaan yang harus ia hadapi. Sebagai
misionaris di dalam pelaksanaan evangelisasinya de Rhodes menghadapi berbagai
macam tantangan seperti wilayah yang luas, komunikasi yang sulit, bahasa, pluralitas
agama dan kebudayaan, penolakan oleh raja-raja setempat, rivalitas antar ordo di daerah
misi, dan kesalahpahaman dengan Gereja pusat di Roma.
Di samping itu, de Rhodes amat menghormati rasul Asia kedua setelah santo
Tomas yaitu santo Fransiskus Xaverius. Katekismus de Rhodes mirip dengan corak
Katekismus Xaverius yang ditulis pada tahun 1545 sebagai manual bagi para katekis di
dalam mengajar para katekumen. Keduanya memiliki kemiripan di dalam ketiga
langkahnya:

74
1. Dimulai dengan menyampaikan teologi natural: yang berisi dunia dan alam
semesta, manusia terdiri dari badan dan jiwa, immortalitas jiwa, dll.
2. Dilanjutkan dengan misteri agama Katolik, Allah menciptakan dunia, Adam
manusia pertama jatuh di dalam dosa, janji datangnya Anak Allah, Allah
Tritunggal, Yesus Putera Allah, karya dan sabdaNya serta misteri wafat dan
kebangkitanNya (PaskahNya).
3. Ditutup dengan penjelasan tentang hukum Allah, sepuluh perintah Allah dan
Baptis.
Karena mengagumi dan merasa tertatik, menurut pemikiran Phan, de Rhodes
kemungkinan mengadopsi gaya Katekismus Xaverius. Di dalam karya evangelisasi
mereka berdua juga membentuk persekutuan tokoh-tokoh awam dan para katekis.
Kecuali itu, de Rhodes juga mengenal dengan baik Katekismus Alessandro
Valignano, visitor karya Yesuit di benua Asia. Valignano amat mendukung evangelisasi
untuk orang Asia dengan sungguh memperhatikan kebudayaan dan cara hidup bangsa-
bangsa Asia. Ia menolak pewartaan Injil yang becorak westernisasi (bercorak barat atau
Eropa). Phan juga menengarai Katekismus de Rhodes kecuali memliki kemiripan dengan
Katekismus Fransiskus Xaverius juga mirip dengan Katekismus Valignano. Phan melihat
ketiganya merupakan manual untuk para katekis agar terbantu di dalam mengajar para
katekumen. Baptisan orang-orang setempat merupakan fokus utamanya. Ketiganya juga
menekankan pentingnya memperhatikan kebudayaan setempat. Tetapi menurut Phan,
ketiga-tiganya sama-sama berpandangan berat sebelah. Gayanya juga mirip, mulai dari
teologi natural menuju pada kekhasan agama Katolik dan penerimaan sakramen baptis.
Di samping itu, Katekismus de Rhodes juga perlu dihubungkan dengan
Katekismus Michele Ruggieri, misionaris Yesuit lainnya yang bekerja di Canton 1580-
1583. Bersama Mateo Ricci ia mendirikan karya misi di Chaoching dan terus bekerja di
Cina sampai tahun 1588. Melalui Katekismus Ruggieri ia mengenal istilah Tuhan
surgawi (Lord of heaven) untuk menyebut nama Allah. Ketika di Macao mempersiapkan
karya misi di Jepang, de Rhodes mempelajari katekismus tulisan Ruggieri baik dalam
versi Latin maupun Cina.
Kecuali memperbandingkan dengan Katekismus Xaverius, Valignano dan
Ruggieri, Phan masih mendialogkan Katekismus de Rhodes dengan tulisan Mateo Ricci,
misionaris besar yang berkarya di Cina. De Rhodes kebetulan menemukan tulisan Ricci

75
dalam bahasa Cina dari seorang biarawan Budhis Vietnam yang ayahnya adalah seorang
ambasador untuk kaisar di Cina. Setiap 3 tahun ayahnya pergi menghadap kaisar di Cina
dan sekaligus menghaturkan berbagai hadiah. Sebagai balasannya ia diberi hadiah oleh
kaisar sebuah buku tulisan Ricci. Ketika ayahnya wafat, buku itu diberikan kepada
anaknya yang secara baik menyimpannya selama 30 tahun. Sebetulnya tulisan Ricci
bukan suatu katekismus, tetapi lebih merupakan dialog pra-evangelisasi. Isinya semacam
teologi kodrat manusia yang secara hakiki terarah kepada Allah. Referensi pemikiran
Ricci diambil dari Konfusius. Dengan kata lain, tulisan Ricci tidak secara langsung berisi
ajaran iman Kristen, tetapi lebih berupa dialog antara ahli Konfusius dengan orang yang
sungguh beriman Kristen.
Secara panjang lebar Phan memperbandingkan kemiripan Katekismus de Rhode
dengan tulisan Ricci.
1. Keduanya menyatakan bahwa agama sejati itu masuk akal. Keduanya meyakini
peran penting akal budi untuk sampai pada agama yang benar.
2. Keduanya juga memanfaatkan tulisan klasik Cina, yaitu Konfusius untuk
menjelaskan pandangan mereka.
3. Sedang pemikiran Tomas Aquinas digunakan untuk menjelaskan keberadaan
Allah.
4. Nama yang digunakan untuk Allah adalah Tuhan surgawi (Lord of heaven atau
Shang-ti: Cina dan Duc Chua Troi: Vietnam).
5. Keduanya menegaskan yang pantas disembah hanya Allah bukan surga sebagai
“materi”.
6. Sesuai dengan bahasa Cina dan filosofi Vietnam: Allah itu satu dan agung.
7. Disadari daya akal budi manusia tidak mampu memahami seluruh misteri
eksistensi Allah; ini mirip dengan pengalaman Agustinus di pantai Ostia.
8. Agama Kristen adalah agama universal dan usianya sudah beribu-ribu tahun.
9. Tiga tingkat kebapaan: ayah kandung, raja dan Allah. Yang kita sembah hanya
Allah, dan sebagai manusia kita menghormati ayah dan raja.
10. Keduanya menghormati Konfusius tetapi kurang respek pada Budha dan Tao.
11. Keduanya juga mengisahkan sebetulnya agama Budha bukan yang dikehendaki,
tetapi berhubung utusan kaisar telah mengalami kelelahan dalam perjalanan dan

76
telah memperoleh buku ajaran Budha, mereka berhenti dan memberikan hasilnya
pada kaisar.
12. Keduanya juga bersifat berat sebelah di dalam menilai Taoisme, Budhisme dan
Neo-konfunsianisme.
13. Keduanya menolak reinkarnasi manusia yang telah meninggal.
14. Keduanya juga menekankan immortalitas jiwa
Phan menyatakan katekismus de Rhodes tidak meniru tulisan Ricci, tetapi memang
memiliki banyak kemiripan baik di dalam segi isi maupun metode.

D. Sejarah dan Struktur Katekismus De Rhodes


Atas dukungan dan persetujuan Propaganda Fide, Katekismus dan Kamus Ajaran
Kristiani de Rhodes diterbitkan di Roma pada tahun 1651. Keduanya merupakan karya
teologis sekaligus kateketis. Kecuali itu, keduanya juga merupakan karya yang bernilai
lingusitik dan kultural karena berhasil meromanisasi karakter bahasa Vietnam. Di
samping akrab dengan katekismus-katekismus Asia pertama, de Rhodes dengan sadar
menulis katekismus khusus untuk orang Vietnam. Dengan pertimbangan kemiripan
konteks kebudayaan dan kesamaan tujuan di dalam rangka pewartaan Injil kepada
bangsa-bangsa di Asia, de Rhodes memanfaatkan katekismus-katekismus Asia yang
sudah ada. Jelas ia tidak meniru, karena sadar katekese untuk orang Vietnam harus
bercorak khas Vietnam dan menanggapi keadaan konkret dari tradisi keagamaan dan
kebudayaan setempat. Ia juga melihat Katekismus-katekismus Asia sebelumnya juga
bersifat khas untuk masyarakat dengan konteksnya yang tertentu. Phan kembali
menegaskan, de Rhodes menyusun katekismus yang sungguh menjawab kebutuhan orang
Vietnam di dalam memeluk agama Kristen. Oleh sebab itu, dapat dinyatakan dengam
mantab bahwa katekismus perlu sekali bercorak lokal atau partikular tidak universal.
Karena belum sangat akrab dengan ungkapan-ungkapan yang terkandung di
dalam bahasa Vietnam, de Rhodes ditolong oleh para katekisnya agar dapat memilih
rumusan yang tepat. Kecuali itu, ia juga berusaha menggunakan konsep atau terminologi
Latin dengan isi yang sederhana, jelas, dan tidak merupakan teologi yang berbelit-belit
(sophisticated) seperti teologi tomistik yang spekulatif.
De Rhodes menulis Katekismusnya antara tahun 1636-1645, ketika ia bekerja di
Macao sebagai dosen teologi dan ketika ia bekerja kembali di Cochinchina untuk kedua

77
kalinya. Pada saat itu, rupanya ia telah menguasai bahasa Vietnam dan cara romanisasi
tulisan Vietnam. De Rhodes menerma ijin publikasi dari wakil Jendral Serikat Yesus
Pater Gosswin Nickel 8 Juli 1651 dan selanjutnya disetujui oleh Propaganda Fide pada
tanggal 2 Oktober 1651. Kopi terbitannya pertama kali diedarkan tahun 1652.
Pencetakannya secara tehnis mengalami kesulitan karena romanisasi aksara Vietnam baru
pertama kali dilakukan. Pada setiap halaman dibagi dua kolom, sebelah kiri huruf
Vietnam dan kanan Latin, setebal 319 halaman.
Judulnya adalah Katekismus untuk Mereka yang Menghendaki Menerima
Baptis ke dalam Jalan Suci Agama Tuhan Surgawi. Struktur Katekismus de Rhodes
amat unik. Katekismus ini tidak memiliki kata pengantar atau pendahuluan. Ia juga tidak
dibagi ke dalam bab, tetapi hari yang yang semuanya berjumlah 8 hari. Metodenya bukan
tanya jawab melainkan berupa penjelasan tentang kekayaan iman agama Katolik yang
harus disampaikan kepada orang Vietnam. Katekismus de Rhodes berupa manual bagi
para katekis agar mereka terbantu di dalam mengajar para katekumen. Dari 8 hari
tersebut, masing-masing hari tidak diberi judul hanya uraiannya kurang lebih sama
panjang. Menurut pengalaman de Rhodes sendiri, setiap hari ia mengajar 6 kali, pagi –
siang 3 kali, dan sore sampai malam juga 3 kali. Setiap pengajaran kurang lebih diikuti
antara 20 – 40 orang.

E. Metode Katekese de Rhodes


Untuk menjelaskan metode berkatetekese de Rhodes, Phan membahas 3 teks
dasariah yang langsung berkaitan dengannya. 3 teks dasariah tersebut dinamai teks A, B,
dan C. Di dalam teks A ditegaskan agama Katolik merupakan jalan kehidupan (dang atau
dao). Katekumen dipandang sebagai orang-orang yang ingin mengetahui dan memeluk
jalan benar di bawah penyelenggaraan Tuhan Surgawi (Chua Troi atau Lord of heaven).
Pada teks B dinyatakan bahwa di dalam katekesenya de Rhodes tidak langsung
menyerang kesalahan agama-agama orang setempat dan juga tidak langsung mengajar
orang setempat setelah mereka minta dibaptis. De Rhodes mengambil jalan tengah. Ia
tidak langsung menyerang tetapi melalui elemen budaya dan keagamaan setempat
membangun jembatan dan berusaha menemukan pintu masuk dengan tujuan membentuk
pikiran pendengar dengan dasar kokoh agar nilai-nilai religius yang telah mereka miliki
tetap didukung dan tidak dimatikan. Pada tahap awal ia menyampaikan daftar keutamaan

78
dan cinta kasih kodrati kepada Allah pencipta. Kemudian dilanjutkan dengan uraian
tentang penolakan berhala, takhayul, dan kepalsuan agama setempat. Penolakan terhadap
praktek agama setempat menjadi dasar bagi uraian tentang agama Katolik yang benar.
Sesudahnya dilanjutkan dengan misteri ilahi, yaitu tentang Trinitas. Penjelasan tentang
inkarnasi dan Kristologi diberikan setelah uraian tentang Trinitas. Menurut pengalaman
de Rhodes uraian tentang Allah Tritunggal jauh lebih mudah disampaikan daripada
penjelasan tentang inkarnasi. Orang Vietnam tidak mudah memahami mengapa yang
abadi, yang ilahi, dan yang berkuasa di surga, dan tidak terbatas berkenan menjadi
manusia, yang terbatas, menderita dan mati. Demikian pula di dalam menjelaskan kisah
sengsara Yesus, de Rhodes bersikap dan bertindak amat hati-hati agar orang-orang
Vietnam dapat secara mudah memahami dan mengambil bagian di dalamnya.
Pada teks C, de Rhodes menyatakan orang Vietnam dengan senang hati
menggunakan daya akal budi mereka untuk memilih agama yang benar dan dengan
senang hati pula berdasar rahmat Allah menanggapi hukum-hukum-Nya (Dekalog). De
Rhodes amat menyukai bagian yang menjelaskan immortalitas jiwa dan kehidupan abadi.
Ia melihat, di sinilah terletak keagungan penyelenggaraan ilahi. Ia memulai dengan
menyampaikan penjelasan yang mudah dipahami, sesudahnya barulah dilanjutkan dengan
bagian yang lebih sulit.
Berhubungan dengan metode, Phan menyampaikan 7 prinsip metode katekese
de Rhodes.
1. Di dalam katekese tidak ada satu metode yang berlaku secara universal. Ketepatan
suatu metode diketemukan melalui pengalaman dan pemahaman yang benar
terhadap kenyataan yang ada.
2. De Rhodes menyadari bahwa orang-orang Vietnam memiliki kesadaran religius
yang tinggi. Karena itu, sebagai langkah awal ia tidak langsung menyerang
kelemahan agama setempat. Agama setempat memang memiliki kesalahan
doktrinal dan di dalamnya ada unsur takhayul karena itu perlu dikritik, tetapi de
Rhodes berpendapat, orang perlu menemukan saat tepat yaitu sesudah pintu
masuk ditemukan dan jembatan dibangun. Ia melihat prinsip ini baik, logis, dan
secara historis dapat dibenarkan.
3. Penjelasan tentang misteri Allah Tritunggal dilakukan sebelum menjelaskan
misteri inkanasi.

79
4. Sejak awal proses katekese, de Rhodes amat menekankan pentingnya
menggunakan akal budi untuk memahami maksud dunia diciptakan, tujuan hidup
manusia yaitu untuk mengabdi Allah, dan immortalitas jiwa. Tujuannya adalah
memberi dasar yang kokoh untuk beriman.
5. De Rhodes mengakui, ia merasa jauh lebih sulit menjelaskan misteri inkarnasi dan
kisah sengsara Yesus daripada menjelaskan misteri Trinitas, karena menurut
pemahaman orang Vietnam isi kisahnya amat bertentangan dengan gambaran
tentang keabadian dan keagungan Allah.
6. Ia juga menganjurkan para misionaris harus menyadari kata-kata yang bunyinya
mirip tetapi artinya amat berbeda. Sebagai salah satu panduannya bagaimana kata
itu digunakan di dalam Kitab Suci. Metode katekese de Rhodes juga sangat
menekankan peranan wahyu ilahi jadi bukan semata-mata kemampuan intelektual
manusia. Supaya sungguh beriman manusia membutuhkan akal budi dan lebih-
lebih rahmat atau perwahyuan diri Allah.
7. Di dalam katekese, ajaran tidak terpisahkan dari kehidupan konkret (misal
pelayanan dan praktek keutamaan), pengajaran perlu didukung dengan devosi dan
dan penyembahan. Katekese tidak hanya bersifat kognitif tetapi utuh sampai pada
hati dan tindakan nyata.

Untuk lebih mengenali dan mendalami metode katekese de Rhodes, kecuali


secara serius memperhatikan 7 prinsip katekesenya, kita juga harus memperhatikan
kekhasan metode katekesenya. Yang dimaksud kekhasan metode katekese de Rhodes
adalah usahanya untuk menghubungkan pengajaran dengan praksis hdiup sehari-hari dan
dengan devosi atau penyembahan. Uraian berikut ini menyampaikan kekhasan metode
katekese yang dimaksud.
Tujuan pokok katekese de Rhodes adalah pertobatan utuh dan radikal, beriman
dengan sepenuh hati, dan akhirnya menerima baptisan. Karena itu, katekumen perlu
dibimbing melalui akal budi dan ajaran agama Katolik agar mereka dengan tegas
menolak penyembahan berhala dan dengan mantab memilih agama Katolik sebagai
agama yang benar. De Rhodes mengharapkan jawaban yang tegas, sepenuh hati dan tidak
setengah-setengah. Ini terbukti, baptisan baru memiliki semangat berkobar dan fanatik di
dalam menularkan agamanya yang baru kepada orang-orang Vietnam lainnya, bahkan di

80
antaranya ada yang sampai dimartir seperti katekis pribumi Andreas.
De Rhodes juga menegaskan cinta sejati dan pengabdian kepada Tuhan surgawi harus
menjadi motivasi dasarnya. Cinta menurut de Rhodes nyata di dalam tindakan memilih
Allah dan bersikap peduli kepada penderitaan sesamanya yang diwujudkan di dalam
hidup sehari-hari.
Karena itu, ajaran de Rhodes di dalam Katekismusnya selalu dihubungkan dengan
tindakan nyata. Katekesenya tidak bersifat konseptual dan hanya berhenti pada rumusan
seperti yang sering ditekankan di dalam teologi tomistik yang spekulatif. Sesuai dengan
prinsip ketujuh, de Rhodes menekankan katekese yang tidak hanya menyentuh segi
kognitif tetapi juga menekankan tindakan berdasar pada hati nurani. Warna praktis
katekesenya sudah ditekankan mulai dari hari pertama sampai hari kedelapan. Kecuali
menghubungkan ajaran dengan tindakan nyata, de Rhodes juga menghubungkan
pengajaran dengan devosi dan penyembahan. Ia menggunakan visualiasi dan
menekankan pentingnya ekspresi.
Contohnya setelah menjelaskan Trinitas yang konseptual, de Rhodes segera
mengajak katekumen supaya menekuk lutut, menunduk dan menghormat 3 kali pada
Allah Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Orang-orang Vietnam sudah akrab dengan gerakan-
gerakan ini. Contoh lain, setelah mengisahkan penderitaan, sengsara dan wafat Yesus,
segera diikuti dengan penyembahan salib dan dilanjutkan dengan doa panjang kepada
Yesus yang menderita. Pada hari kedelapan, de Rhodes menyampaikan isi hatinya, ia
datang dari jauh untuk mewartakan Kabar Gembira tentang jalan benar yang diberikan
oleh Tuhan surgawi. Dengan penuh emosi yang mengalir dari lubuk hatinya ia mengajak
seluruh katekumen untuk memilih jalan yang benar dan lurus yang membimbing umat
manusia menaiki tangga masuk ke dalam kebahagiaan abadi yang dianugerahkan oleh
Tuhan surgawi.

F. Penataan Doktrin Katolik di dalam Katekismus de Rhodes


Katekismus de Rhodes yang terdiri dari 8 hari dibagi ke dalam 2 bagian, yaitu
bagian pertama dari hari 1 – 4, dan bagian kedua mulai hari 5 – 8. Hari kelima menjadi
titik balik untuk menentukan perubahan metode yang perlu digunakan untuk
menyampaikan isinya. Bahan-bahan bagian ini hanya disampaikan kepada katekumen
yang telah secara sungguh-sungguh menolak berhala dan kepalsuan agama. Mereka

81
diharapkan menyatakan diri telah siap menerima baptisan yang juga diteguhkan antara
lain dengan berpuasa dan melakukan tindakan cinta kasih. Katekis memberi mereka doa
Tuhan, Salam Maria, dan Aku Percaya supaya dipelajari dengan hati.
Dapat dinyatakan tujuan pokok hari 1 – 4 adalah membantu katekumen supaya
menolak berhala dan kepalsuan agama serta mengambil keputusan secara personal siap
dibaptis. Dengan kata lain tujuannya membantu mereka meninggalkan cara hidup lama
yang penuh dosa dan mengenakan cara hidup baru yang dianugerahkan oleh Allah demi
keselamatan dan kebahagiaan abadi mereka. Dengan demikian, dapat dinyatakan tujuan
utama katekese de Rhodes adalah membantu katekumen membuat pertobatan utuh dan
radikal. Seperti telah disinggung di depan pada tahap awal, katekismus de Rhodes berisi
teologi natural.
1. Pada hari pertama diuraikan antara lain tentang dua jalan, jalan pertama menuju
surga yaitu melalui penyembahan pada Tuhan surgawi, sedang jalan kedua
menuju neraka karena berupa penyembahan berhala. Orang Vietnam sudah akrab
dengan paham dua jalan ini. Untuk memilih jalan yang tepat digunakan daya akal
budi. De Rhodes menegaskan akal budi digunakan sebagai salah satu dasar untuk
beriman. Dengan itu juga dinyatakan bahwa agama Katolik adalah agama yang
masuk akal. Perlu diketahui bahwa agama yang ditawarkan oleh de Rhodes bukan
hanya berdasar akal tetapi sungguhnya berdasar kepada pewahyuan ilahi. Pada
tahap ini elemen kebudayaan dan nilai religius agama setempat digunakan sebagai
pintu masuk dan untuk membangun jembatan.
2. Hari kedua menekankan iman yang jauh lebih penting dari pada akal budi. De
Rhodes menegaskan jalan menuju surga dilakukan dengan cara menyembah Bapa
dan Tuhan yang menciptakan segalanya, surga, dunia dan alam semesta. Tuhan
surgawi membantu manusia supaya dapat menyembah dan beriman kepada-Nya.
Bantuan Allah adalah pewahyuan diri Allah, siapa diri Allah sesungguhnya.

Allah adalah pencipta dan penguasa segala yang ada serta penguasa sejarah
kehidupan. Untuk dapat beriman kepada Allah manusia membutuhkan akal budi,
hati dan sekaligus rahmat serta pewahyuan diri Allah.

82
3. Pada hari ketiga de Rhodes membicarakan penciptaan malaikat yang baik dan
jahat, manusia pertama Adam dan Eva, taman Firdaus, godaan dan dosa manusia
pertama, dosa asal dan keharusan membaptiskan anak.
4. Hari keempat masih meneruskan kisah para tokoh Kitab Suci Perjanjian Lama,
dari Kain, Abel sampai Nuh dan Air Bah. Setelah hari 1 - 4 selesai, sesuai dengan
prinsip kedua, sesudah mereka memiliki dasar iman yang lebih kokoh de Rhodes
mulai mengritik kesalahan agama-agama yang telah ada di Vietnam dan unsur-
unsur takhayul yang berada di dalamnya. Dengan cara itu ia berharap katekumen
dapat diyakinkan akan kesalahan agama mereka dan kebenaran agama Katolik.
Menerima agama Katolik berarti menolak kepalsuan agama lain.
5. Hari kelima merupakan titik balik dari perkembangan spiritual katekumen.
Diterangi oleh wahyu ilahi dan rahmat-Nya katekumen semakin mantab memilih
agama Katolik sebagai agama yang benar. Pada hari ini mulai dijelaskan misteri
Allah Tritunggal dan dilanjutkan dengan inkarnasi. Penjelasan Allah Tritunggal
bernada konseptual.
6. Dimulai pada akhir hari kelima dan secara penuh pada hari keenam de Rhodes
menjelaskan kristologinya yang amat berbeda dengan corak kristologi kontra
reformasi. Kristologi de Rhodes sungguh bercorak biblis. Ia menggunakan teologi
naratif (teologi kisah), dimulai dengan kisah kanak-kanak Yesus, mukjikat karya
dan pelayanan-Nya di depan publik. De Rhodes menghindari penjelasan yang
bersifat konseptual termasuk penjelasan tentang Maria, Ibu Tuhan. Dengan
demikian dapat dinyatakan kristologinya tidak bersifat abstrak melainkan
merupakan kisah yang hidup.
7. Pada hari ketujuh, de Rhodes menyampaikan kisah sengsara Yesus. Sesuai
dengan prinsip kelima ia melakukannya secara hati-hati. Di dalam kisah sengsara
itu, de Rhodes menekankan 3 hal: a) tanda-tanda alam yang menakjubkan yang
menyertai kematian Yesus, b) penjelasan kisah sengsara Yesus harus didukung
dengan devosi yang berupa penyembahan salib dan doa hati sebagai tanda
penyesalan serta pujian pada cinta kasih pengorbanan-Nya, c)
menghubungkannya dengan kebangkitan-Nya. Kematian Yesus hanya menyentuh
kemanusiaan-Nya, jadi tidak mengenai keilahian-Nya. Kebangkitan-Nya
menunjukkan kemuliaan keilahian-Nya.

83
8. Pada hari kedelapan disampaikan penjelasan tentang eskatologi, Dekalog, dan
persiapan untuk penerimaan baptis.

G. Adaptasi Istilah-istilah Teologis


Supaya dapat membantu orang-orang Vietnam dengan benar memahami warta
Injil, de Rhodes berusaha menemukan padanan arti dari konsep teologi Barat yang
Kristen dengan kata-kata ungkapan asli Vietnam. Berikut beberapa contohnya:
1. Sebutan untuk Tuhan
De Rhodes menyadari hal ini amat penting untuk evangelisasinya. Ricci di Cina
sering secara bergantian menggunakan 3 sebutan untuk nama Tuhan yaitu T’ien (surga),
Shang-ti (Penyelenggara Agung) dan T’ien-chu atau T’ien-ti (Lord of heaven atau Tuhan
surgawi). Tetapi Charles Magriot, wakil apostolik melarang sebutan-sebutan tersebut dan
segala ritus Cina. Di Vietnam, berdasar inspirasi dari Kis 17:24 dan Luk 10:21 de Rhodes
menggunakan Duc Chua Troi Dat (Lord of heaven and earth). De Rhodes tidak hanya
menggunakan istilah Chua Deu (Lord Deus) tetapi menambah dengan surga dan bumi
untuk mengungkapkan siapa sesungguhnya Allah itu. Allah adalah Allah yang maha
kuasa, Tuhan langit dan bumi sekaligus Allah yang dekat pada orang-orang Vietnam.
Untuk istilah agama, de Rhodes menggunakan kata Vietnam asli yaitu dang atau
dao yang berarti jalan (the way). Ia mau menyatakan bahwa kristianitas merupakan jalan
hidup menuju surga supaya manusia mengalami keselamatan dan kebahagiaan abadi yang
dianugerahkan oleh Tuhan surgawi.
2. Menggabungkan kata-kata baru dengan yang kuno
Misal untuk malaikat: thien (surga) dengan than (penjaga).
3. Membuat parafrase
Misal, untuk kata baptis, de Rhodes menggunakan phep rua toi yang sesungguhnya
berarti mencuci bersih dosa-dosa. De Rhodes dalam memilih kata-kata padanan penuh
imaginasi dan hasilnya sangat inspiratif.
4. Mempertahankan kata-kata asing
Misal kata gratia, ecclesia, deus, santicissima Trinitas. Untuk membaptis ia
mengucapkan: Tao rua may nhan danh Cha, va Con, va Spirito santo yang berarti Aku
membaptis kamu di dalam nama Bapa, dan Putera, dan Roh Kudus.

84
5. Menggunakan kata-kata bijak setempat sebagai sumber inspirasi etis dan filosofis
Misal: Hai vo chong gui xuong gui thit nhau yang berarti Suami dan isteri saling
memberi satu sama yang lain melalui tulang dan daging mereka. Kata-kata ini
menegaskan perkawinan yang tidak terceraikan.

H. Katekismus de Rhodes dan Latihan Rohani


Sebagai seorang Yesuit yang setia, de Rhodes di dalam segala hidup dan misinya
dengan sepenuh hati menghayati karisma Serikat Yesus yang mengejawantah di dalam
Latihan Rohani Santo Ignatius. Demikian pula katekese dan katekismus de Rhodes betul-
betul dilandasi dan dijiwai oleh pengalaman spiritual pribadinya setelah menjalani Retret
Agung selama 30 hari. Sebagai Yesuit ia membuat Retret Agung 30 hari ini tiga kali,
yaitu pada masa novisiat dan tertiatnya, serta ketika ia ditahan oleh pemerintah Hindia
Belanda di Jakarta. Struktur katekismus de Rhodes menyerupai struktur Latihan Rohani
Ignatius; dengan cara yang demikian itu, ia berharap pengalaman rohani katekumennya
dapat menyerupai pengalaman orang yang menjalankan retret agung.
Orang yang menjalani retret ini mempunyai tujuan: 1) menyingkirkan segala
kelekatan yang tidak teratur, 2) menimbang-nimbang keadaan hidup pribadi supaya ia
semakin dapat mengabdi Tuhan dengan sebaik-baiknya, dan 3) mengambil keputusan
untuk memeluk corak hidup yang lebih memuliakan Tuhan. Retret agung ini dibagi ke
dalam 4 minggu, pertama, kedua, ketiga dan keempat.
Minggu pertama merupakan saat permunian (purgatio) jiwa supaya berdasarkan
gerak jiwanya manusia hanya mengarah kepada Tuhan. Ignatius membantu retretan
dengan renungan tentang Asas dan Dasar yang terdiri dari 4 elemen: 1) tujuan manusia
adalah mengabdi, memuliakan Allah dan karenanya memperoleh keselamatan jiwa, 2)
caranya dengan menggunakan seluruh barang dan ciptaan secara tepat, 3) didukung oleh
sikap lepas bebas, dan akal budi membantu memperjelas, dan 4) tolok ukur pilihan demi
lebih besarnya kemuliaan Allah (AMDG: Ad Maiorem Dei Gloriam). Pada minggu ini
juga direnungkan tentang dosa-dosa.
Minggu kedua yang merupakan saat penerangan (illuminatio) diawali dengan
kontemplasi tentang panggilan Kristus raja dengan tujuan membantu retretan mengambil
pilihan hidup demi lebih besarnya kemuliaan Tuhan dan keselamatan jiwanya. Untuk
dapat membuat pilihan yang benar retretan dibantu dengan pemahaman yang mendalam

85
tentang misteri hidup Yesus Kristus. Retretan diminta mengkontemplasikan misteri
inkarnasi, kanak-kanak Yesus dan karya-Nya. Untuk membantu retretan mengambil
keputusan mereka juga diminta memeditasikan pertama dua macam bendera yaitu
bendera setan dan bendera Kristus sebagai panglima tertinggi, kedua supaya lebih siap
memilih Kristus mereka diminta memeditasikan 3 kelompok orang (menunda, setengah
hati dan sepenuh hati), ketiga retretan juga diminta memeditasikan 3 macam kerendahan
hati. Tujuan utama minggu kedua adalah membantu retretan mengambil pilihan
mengenai status hidupnya.
Minggu ketiga dan keempat merupakan peneguhan hasil pilihan retretan dengan
mengkontemplasikan sengsara Yesus (minggu ketiga) dan kebangkitan-Nya (minggu
keempat). Retretan diharapkan ikut mengalami paska Yesus dengan harapan agar mereka
semakin bersatu (unitiva) dengan-Nya. Retret diakhiri dengan kontemplasi tentang dan di
dalam cinta ilahi yang agung dan ditutup dengan doa persembahan diri Ignatius kepada
Tuhan sebagai tanggapan atas cinta-Nya yang penuh kemurahan hati.

I. Katekismus de Rhodes di dalam Terang Latihan Rohani


Sebetulnya, secara spontan sulit menemukan kesamaan antara Katekismus de
Rhodes dengan Latihan Rohani Ignatius. Katekismus diperuntukkan bagi katekumen
supaya lebih siap menerima baptis. Sedang Latihan Rohani ditujukan kepada orang-orang
yang telah beriman Kristiani supaya dapat memilih status hidup untuk mengabdi Tuhan
semata. Tetapi, setelah mempelajari dengan teliti, Phan dapat menemukan kemiripan
mendasar antara keduanya. Rupanya Katekismus de Rhodes amat dipengaruhi oleh
Latihan Rohani.
Mengutip G.E. Ganns, seorang ahli spiritualitas Serikat Yesus, Phan mencatat
bahwa Latihan Rohani ini dapat disesuaikan untuk berbagai lingkungan dan peserta.
Rupanya, de Rhodes melakukan penyesuaian semacam itu. Hal ini tampak pada hari
pertama - keempat; sesuai dengan Azas dan Dasar ia mengharapkan katekumen sungguh-
sungguh menggunakan daya akal budi untuk menolak berhala dan kepalsuan agama
setempat, sebaliknya dengan kemantaban hati mereka memilih agama Kristen yang
benar. Pada hari kelima - kedelapan, de Rhodes menempatkan Allah Bapa, yang
mewahyukan diri di dalam Putera melalui Roh-Nya, sebagai pusat segalanya. Menurut
Phan, de Rhodes mengikuti dinamika dan struktur dasar Latihan Rohani Ignatius di

86
dalam menyusun Katekismusnya. Yang menjadi titik temunya adalah pertobatan radikal
dan sepenuh hati supaya mengikuti Kristus Raja (imitatio Christi). Pertobatan ini bukan
usaha manusia semata melainkan merupakan anugerah Tuhan.
Mengikuti prinsip Azas dan Dasar Ignatius, de Rhodes memandang, memuliakan,
dan mengabdi Tuhan; dengan demikian memperoleh keselamatan abadi merupakan
tujuan hidup setiap orang. Hidup panjang karena usia tua merupakan hal berharga bagi
pemahaman orang Vietnam. Hidup panjang yang diartikan oleh de Rhodes sebagai hidup
abadi di dalam kebahagiaan dan keselamatan kekal merupakan anugerah bagi orang yang
di dalam hidupnya hanya mengabdi Allah. Oleh karena itu, de Rhodes mengajak setiap
katekumen supaya mencari, menyembah dan mengabdi Tuhan yang benar sebagai jalan
untuk memperoleh hidup kekal. Ajakan pada katekumen untuk beriman kepada Allah
pencipta, mengabdi dan memuliakan-Nya dipahami oleh de Rhodes sebagai Asas dan
Dasar hidup manusia. De Rhodes mengenakan prinsip ini sebagai struktur dan tujuan
utama katekesenya.
Pada hari kedua - keempat di dalam Katekismus, de Rhodes mengajak katekumen
agar menempatkan Tuhan surgawi sebagai tujuan hidup dan juga merenungkan kenyataan
dosa-dosa termasuk dosa kita dan kepalsuan agama.
Minggu kedua merupakan saat yang amat krusial bagi retretan untuk mengambil
keputusan yang radikal dan sepenuh hati. Keputusan ini akan diperdalam dan diteguhkan
di dalam minggu ketiga dan keempat. Eleksi merupakan jiwa dan hati Latihan Rohani.
Karena itu peserta yang masih bersikap setengah hati dianjurkan tidak melanjutkan retret.
Demikian pula dengan de Rhodes, pada akhir hari keempat katekumen harus mengambil
keputusan menolak berhala dan kepalsuan agama dan menyatakan siap menerima
baptisan dengan berpuasa dan melaksanakan karya keutamaan. Sesudahnya katekumen
dapat merenungkan misteri Allah Tritunggal dan inkarnasi, hidup Yesus sampai wafat
dan kebangkitan-Nya. Menurut Phan, secara struktural, hari 1-4 Katekismus berhubungan
erat dengan minggu pertama dan kedua yang bertujuan supaya katekumen dibantu
bertobat dari kesalahaan agama setempat dan kemudian menyembah Allah yang benar.
Minggu kedua Latihan Rohani dan akhir hari keempat Katekismus menekankan titik
balik yang bersifat transformatif pada reretan dan katekumen. Tujuan utama Katekismus
adalah membantu katekumen untuk bertobat pada Tuhan surgawi, pencipta segala
melalui daya akal budi dan kepada Yesus Kristus, sang Raja melalui pewahyuan.

87
Mengikuti tujuan minggu ketiga dan keempat Latihan Rohani yaitu meneguhkan
pilihan retretan dengan kontemplasi sengsara-wafat dan kebangkitan Yesus, demikin juga
de Rhodes di dalam hari kelima - ketujuh yang dimaksudkan untuk meneguhkan
keputusan katekumen meninggalkan cara lama hidup mereka yang penuh berhala dengan
mengenakan cara baru yaitu untuk mengikuti hidup Yesus Kristus dengan merenungkan
seluruh misteri hidupnya. Bahan hari kelima - keenam cocok untuk bahan minggu kedua,
bahan hari ketujuh cocok dengan minggu ketiga dan keempat. Tujuan katekese pada hari-
hari ini adalah memiliki pemahaman yang sungguh mendalam tentang pribadi Yesus
Kristus yang telah berkenan menjadi manusia demi keselamatan manusia, supaya
manusia dapat lebih mendalam mencintai-Nya dan lebih dekat mengikuti-Nya.
De Rhodes sungguh terampil membimbing para katekumen supaya secara radikal
menolak berhala dan sebaliknya secara sepenuh hati menyembah Tuhan surgawi. Cara
yang ditempuh sesuai dengan Latihan Rohani yaitu penelitan kesadaran dan penelitian
umum. De Rhodes kerap mengajak para katekumen untuk mengakui dosa-dosa mereka
khususnya yang berhubungan dengan penyembahan berhala dan kegiatan yang berbau
takhayul. Mengikuti cara berdoa dengan meditasi dan kontemplasi di dalam Latihan
Rohani, de Rhodes juga menggunakan kedua cara berdoa tersebut khususnya saat
menjelaskan hidup Yesus Kristus. Dalam meditasi, de Rhodes mengajak katekumen
menggunakan daya akal budi untuk merenungkan tujuan hidup manusia, keberadaan
Allah pencipta, kebenaran agama Kristen, dll. Ia juga meminta katekumen untuk
menggunakan memori, akal budi, dan kehendak supaya dapat menerima iman Kristiani.
Dalam berdoa dengan cara kontemplasi de Rhodes mengisahkan hidup Yesus dengan
cara yang hidup; ia juga menggunakan gambar suci Maria yang memangku kanak-kanak
Yesus dan memvisualiasikan kisah-kisah Yesus lainnya. Dengan cara itu katekumen
diharapkan terbantu di dalam mengkontemplasikan misteri hidup Yesus Kristus.
Kecuali meditasi dan kontemplasi, dalam Latihan Rohani Ignatius menganjurkan
digunakannya metode berdoa dengan panca indera. Maksudnya supaya peserta di dalam
doa tidak hanya menggunakan rasio tetapi diam di hadapan Tuhan berdoa dengan kelima
panca indera: melihat, mendengar, mencium bau, mencecap dan meraba dengan kulit.
Penerapan de Rhodes dalam doa ini amat kuat sesudah menjelaskan misteri sengsara dan
wafat Yesus ia mengajak katekumen berdoa di depan gambar Yesus yang tersalib yang
dikelilingi dengan lilin dan dupa. Isi doanya sungguh menyentuh hati dan dengan sangat

88
kuat menggerakkan panca indera katekumen untuk merasakan sakit seperti seluruh
anggota badan-Nya yang bergetar karena sakit. Ia juga mengajak katekumen untuk
memohon air mata sebagai tanda penyesalan dosa.
Mengkuti Ignatius, untuk dapat mengambil keputusan yang benar de Rhodes juga
meminta katekumen supaya berpuasa, khususnya menjelang penerimaan baptis.
Wawancara, yang dianjurkan oleh Ignatius sebagai penutup doa dan sekaligus sebagai
tanggapan retretan terhadap cinta kasih Tuhan, juga digunakan oleh de Rhodes di dalam
Katekismusnya. Tersebar di sana sini di dalam Katekismusnya, de Rhodes menganjurkan
para katekumen menghadap Tuhan di dalam doa. Di dalam doa itu, katekumen dapat
mohon bimbingan dan terang kepada Tuhan. Di hadapan Tuhan, katekumen dianjurkan
untuk memberi hormat dengan berlutut, menundukkan kepala sampai ke tanah.
Wawancara juga digunakan oleh de Rhodes dalam doa di depan gambar Yesus yang
menderita. Isi doanya mirip isi wawancara di dalam Latihan Rohani.
Kecuali, struktur dan pertobatan radikal sebagai tujuan utama, Katekismus de
Rhodes juga memiliki tema-tema teologis yang mirip dengan Latihan Rohani.
1. Tema teologis utama tampak di dalam prinsip Asas dan Dasar.
2. Di dalam usaha menemukan kehendak ilahi di tengah-tengah hidup digunakan
secara seimbang daya akal budi dan pewahyuan ilahi.
3. Keduanya menekankan agar retretan dan katekumen mampu membuat pilihan
yang benar, untuk Latihan Rohani memilih panji Kristus dan mengikuti panggilan
sang Raja; untuk de Rhodes memilih surga yaitu menyembah Tuhan surgawi.
4. Kristologi keduanya mirip yaitu menekankan keilahian dan keagungan Kristus.
Mereka suka memanggil Yesus Kristus sebagai Raja. Keduanya juga
memperkembangkan devosi yang kidmat pada penderitaan, kemiskinan dan
kerendan hati-Nya.
5. Karena itu keduanya juga menekankan pentingnya imitatio Christi, supaya ad
maiorem Dei gloriam sungguh terwujud di tengah segala kenyataan hidup
manusia.

89

Anda mungkin juga menyukai