Anda di halaman 1dari 8

RINGKASAN MATERI AGENDA PEMBELAJARAN I (SIKAP PERILAKU BELA NEGARA)

MATERI PELAJARAN : (1) WASBANG DAN NILAI-NILAI BELNEG, (2) ANALISIS ISU STRATEGIS
DAN KONTEMPORER, (3) KESIAP SIAGAAN BELA NEGARA
OLEH :
MUCH.TAUFIK,SH,M.AP

A. WAWASAN KEBANGSAAN
Wawasan Kebangsaan Indonesia adalah Wawasan Nusantara. Wawasan Nusantara adalah
cara pandang bangsa Indonesia terhadap diri dan lingkungannya yang serba Nusantara, yaitu
suatu tata kehidupan masyarakat, bangsa dan negara yang antara aspek fisik dan sosial
senantiasa terjalin dalam sebuah sistem yang bulat dan utuh serta saling melengkapi dan
menunjang satu dengan lainnya.
Keseluruhan aspek fisik dan sosial dalam konteks Wawasan Nuisantara dikenal dengan nama
Asta Gatra yang apabila diurai akan terdiri dari Gatra Fisik dan Gatra Sosial. Gatra fisik
berjumlah tiga disebut Tri Gatra yaitu, (1) Letak dan kondisi Geografis, (2) Jumlah dan
kemampuan Penduduk,(3) Sumber Kekayaan dan Sumber Daya Alam. Gatra Sosial berjumlah
lima disebut Panca Gatra yaitu, (1) Kualitas penerapan Ideologi Pancasila, (2) Perkembangan
kehidupan Politik, (3) Perkembangan kehidupan ekonomi, (4) kondisi dan perkembangan
sosial budaya,(5) Perkembangan kemampuan Pertahanan dan Keamanan.
Letak dan kondisi geografi Indonesia sangatlah ideal karena terletak antara 2 Benua (Asia
dan Australia) dan 2 Samudera (Hindia dan PASIFIK) yang menurut Bung Karno diistilahkan
sebagai titik koordinat terjadinya persilangan lalu lintas dunia. Melalui Udara, Laut dan
Daratan Wilayah Kedaulatan NKRI lah segala hubungan antar bangsa dan antar negara di
dunia dilakukan.
Jumlah penduduk Indonesia semakin hari semakin mendekati jumlah yang masuk dalam 3
besar di dunia setelah China dan India. Kondisi tersebut dimantapkan lagi dengan semaqkin
meningkatnya kemampuan SDM yang secara bertahap mulai mampu masuk dalam
persaingan dunia.
Jumlah sumber kekayaan alam yang belum terolah yang tidak terkira jumlahya, jauh lebih
banyak dibanding yang sudah terolah menjadi Sumber Daya Alam, merupakan sumber
kehidupan diunia yang disatu sisi sangat berpotensi untuk mencukupi kehidupan bangsa,
tetapi disisi yang lain justru mengundang kehadiran berbagai pihak untuk memanfaatkan
dan menguasainya.
Letak dan kondisi geografis, Potensi Demografis dan Kekayaan Alam yang tak terhingga tidak
banyak memberi arti bagi kehidupan bvangsa jika tidak diimbangi dengan kehidupan sosial
yang kondusif dari aspek paling mendasar yaitu penerapan Ideologi sampai dengan
penguatan kemampuan pertahanan dan keamanan. Oleh karena itulah dalam pandangan
Wawasan Nusantara, antara aspek fisik yang dinamakan Tri Gatra dengan aspek sosial yang
dinamakan Panca Gatra tersebut laksana hubvungan antara Ikan dengan Air, atau antara
wadah dan isi yang saling melengkapi satru dengan lainnya. Aspek fisik akan terancam
keberadaan dan keberlangsungannya jika aspek sosial tidak mampu memberikan dukungan
yang signifikan dalam bentuk praktik kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
yang harmonis, tertib dan aman. Demikian pula sebaliknya, jika aspek fisik tidak
mendapatkan penjagaan, perawatan, dan pemeliharaan yang semestinya, maka
eksistensinya tidak akan bertahan lama sehingga secara tidak langsung akan akan
mempengaruhi kondisi kehidupan sosial kebangsaan sejak dari penerapan Ideologi sampai
dengan kehidupan politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan. .
Dengan demikian nyatalah bahwa dengan menerapkan secara konsisten cara pandang yang
berbasis Wawasan Nusantara maka segala bentuk perbedaan akibat berbedanya adat
istiadat, bahasa, agama dan keyakinan antar penduduk yang tersebar diberbagai wilayah
NKRI akan dapat dipersatukan dalam bingkai Bhineka Tunggal Ika. Wawasan Nusantara,
menjadi wahana pengukuh persatuan dan kesatuan nasional. Wawasan Nusantara dalam
penerapannya akan mampu menyatukan segala bentuk perbedaan sehingga berbagai
perbedaan tadi bukanlah sebagai sumber kelemahan, tetapi justru sebuah menjadi sumber
kekuatan yang dapat meningkatkan daya tarik bangsa dan negara Indonesia dimata dunia.
Namun, apabila kita sedetik saja meninggalkan Wawasan Nusantara sebagai basis konsepsi
Wawasan Kebangsaan Indonesia, maka berbagai bentuk friksi dan bibit konflik horizontal
maupun vertikal sangat mudah disulut.
Berangkat dari pemahaman diatas maka Wawasan Kebangsaan Indonesia yang berbasiskan
Wawasan Nusantara tadi harus dijadikan sebagai cara pandang dari seluruh lapisan warga
bangsa dari yang berprofesi sebagai Pegawai Negeri sampai dengan yang buruh kuli, dari
yang berstatus bangsawan sampai dengan pedagang asongan. Mengapa demikian, karena
Wawasan Kebangsaan bukanlah sesuatu yang boleh dimonopoli oleh hanya sebagian
kalangan masyarakat saja, tetapi Ia, adalah pandangan, kesadaran, komitmen dan ikrar dari
seluruh rakyat dan bangsa Indonesia tentang dirinya di tengah tata kehidupan internal dan
eksternal bangsa-bangsa di dunia. Oleh karennya, Wawasan Kebangsaan Indonesia nnyang
kita kenal dengan Wawasan Nusantara itu adalah milik syah dari seluruh lapisan warga
masyarakat bangsa Indonesia tanpa terkecuali. Siapapun dia, sejauh merasa sebagai bangsa
Indonesia, haruslah mampu menerima dan menerapkannya sebagai bagian dari cara hidup
(life style) bangsa Indonesia dalam praktik kehidupannya sehari-hari, dimanapun dan
kapanpun juga.
Pendek kata, Wawasan Kebangsaan Indonesia harusnya dapat dijadikan sebagai doktrin
nasional untuk meningkatkan kesadaran, komitmen dan sekaligus tekad seluruh lapisan
warga bangsa agar senantiasa merasa bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar,
bangsa yang memilii sumber daya dan sumber kekayaan yang tidak terbatas, namun dengan
Wawasan Nusantara itu pula seharusnya semua pihak menyadari konsekwensi logis yang
harus diperhitungkan dari kondisi tersebut, yaitu timbulnya berbagai kerawanan yang sama
besar baik dari aspek fisik (Tri Gatra) maupun dari praktik kehidupan sosial kebangsaan
(Panca Gatra) yang setiap saat dapat dimanipulasi dan dimainkan oleh pihak-pihak yang
tidak bertanggung jawab dari lingkungan internal dan eksternal.
Jadi, pemahaman yang mendalam akan Wawasan Kebangsaan Indonesia akan dapat
menhantarkan bangsa Indonesia kepada sebuah kesadaran paripurna sebagai satu kesatuan
bangsa dan negara yang memiliki segala hal yang dibutuhkan untuk menjadi bangsa dan
negara yang besar, maju dan mandiri asalkan mampu mengelola dengan baik segala bentuk
potensi fisik dan sosial yang dipunyainya.

Untuk itu diperlukan restorasi pemahaman dan penerapan konsepsi Wawasan Nusantara
dalam praktik kehidupan berbangsa dan bernegara dari tingkat pusat sampai daerah, paling
tidak meliputi beberapa hal sebagai berikut: (1) Penguatan kembali pemahaman seluruh
warga bangsa tentang Konsepsi Wawasan Nusantara sebagai Wawasan Kebangsaan
Indonesia, (2) Penguatan kembali konsepsi Wawasan Nusantara sebagai bagian paling
penting dari Geo Politik dan Geo Strategi Indonesia, (3) Penguatan ketahanan wilayah NKRI,
terutama untuk wilayah-wilayah pinggiran dan perbatasan dan wilayah-wilayah yang sangat
potensial sumber kekayaan alam serta wilayah yang rawan gangguan dan penguasaan
kekuatan asing, (4) Peningkatan komitmen seluruh unsur dan potensi bangsa untuk segera
meningkatkan kualitas kehidupan sosial kebangsaan yang mencakup aspek Ideologi, Politik,
Ekonomi, Ssosial Budaya dan Pertahanan dan Keamanan.

2
Bebarapa hal yang telah diuraikan diatas memberikan sebuah gambaran yang lebih luas
tentang substansi yang terkandung dalam Wawasan Kebangsaan Indonesia yang disebut
Wawasan Nusantara itu. Ternyata didalam pembahasan tentang Wawasan Kebangsaan
Indonesia, akan terkait didalamnya segala hal yang menyangkut Cita-cita Bangsa, Tujuan
Nasional, Kepentingan Nasional, Ketahanan Nasional dan Kewaspadaan Nasional.
Cita-cita Nasional adalah sebuah kondisi yang sangat ideal yang diimpikan oleh seluruh
komponen bangsa Indonesia, yang menggambarkan tentang kehidupan sebuah bangsa yang
merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Kondisi tersebut dipeterikan didalam
Pembukaan UUD 1945 alenia kedua.
Tujuan Nasional adalah sebuah keadaan yang ingin dicapai oleh penyelenggaraan
pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai bagian utama dari proses untuk
mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia, yaitu terlaksananya perlindungan total kepada
segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, terselenggaranya kesejahteraan
umum, terwujudnya kecerdasan bangsa dan terlaksananya keikut sertaan Indonesia dalam
perwujudan ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Tujuan nasional yang demikian dipaterikan dalam Pembukaan UUD 1945 alenia keempat.
Kepentingan Nasional dalam konteks perwujudan Tujuan Nasional adalah terwujudnya
kesejahteraan sosial ( Phrosperity) dan keamanan (Scurity) dalam bingkai sistem
penyelenggaraan pemerintahan yang konstitusional dan berlandaskan hukum.
Ketahanan Nasional adalah suatu kondisi yang ulet dan tangguh dari segala bentuk
Ancaman, Gangguan, Hambatan dan Tantangan dari dalam dan luar negeri yang dihasilkan
oeh praktik kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dalam NKRI yang berdasar
Pancasila dan UUD 1945. Keuletan dan ketangguhan dimaksud dapat berupa keuletan dan
ketangguhan hanya Tri Gatra nya saja, atau keuletan dan ketangguhan hanya Panca Gatra
nya saja, tetapi yang diharapkan adalah keuletan dan ketangguhan dari keseluruhan Astra
Gatranya. Oleh karenanya didalam praktik Wawasan Nusantara diperlukan partisipasi semua
pihak untuk menjaga agar ketahanan nasional dalam segala aspek kehidupan dapat
senantiasa terjaga dan ditingkatkan.
Kewaspadaan Nasional adalah sikap waspada terhadap segala bentuk potensi ancaman dari
dalam maupun luar negeri, baik yang timbul dan berkembang dari dinamika kehidupan Astra
Gatra, maupun yang timbul dan berkembang karena sengaja didesain atau ditimbulkan oleh
pihak internal dan eksternal yang bertujuan untuk menggulingkan kekuasaan pemerintahan
yang syah, atau sekedar menghambat kelancaran jalannya pemerintahan dan
pembangunan, atau segala bentuk tindakan yang berakibat buruk kepada kepentingan
bangsa dan negara. Kewaspadaan nasional sama sekali tidak sama dengan kecurigaan tanpa
dasar. Kewaspadaan adalah waspada jangan sampai kemungkinan yang terjelek terjadi,
sedangkan kecurigaan adalah mencurigai bahwa seseorang atau sekelompok orang
melakukan suatu perbuatan tertentu. Kewaspadaan cakupannya lebih luas karena dikaitkan
dengan kepentingan nasional, sedangkan kecurigaan lebih sempit dan biasanya terkait
dengan kepentingan pribadi.
Wujud dari kwaspadaan nasional dalam level yang paling sederhana adalah peningkatan
deteksi dini dan cegah dini atas munculnya berbagai bentuk potensi konflik dan kerawanan
sosial dalam praktik kehidupan di tengah masyarakat. Melalui upaya deteksi dini dan cegah
dini ini akan dapat dicegah timbul dan berkembangnya permasalahan yang lebih besar
seperti berbagai bentuk tindakan separatisme, radikalisme dan bahkan terorisme yang
dewasa ini menjadi perbincangan masyarakat luas di seluruh wilayah tanah air.

3
B. BELA NEGARA
Bela negara selama ini banyak diartikan sebagai kegiatan militerisasi, wajib militer dan
akhirnya bermuara kepada stigma bahwa bela negara adalah kegiatan angkat senjata
dimedan laga atau pergi berperang dimedan tempur.
Betulkah anggapan yang demikian itu, ternyata tidak, karena kegiatan bela negara dalam
konsep pertehanan negara Indonesia tidaklah hanya dalam bentuk kegiatan bertempur
dimedan laga dengan melakukan adu tembak dengan musuh. Berdasarkan sistem
pertahanan negara Indonesia yang menganut sistem kesemetaan, maka kegiatan
pertahanan negara dilakukan tidak hanya dengan mengangkat senjata. Kegiatan pertahanan
negara dapat dilakukan melalui penyiapan seluruh sumber daya nasional seperti sarana dan
prasarana, sumber daya alam, sumber daya buatan dan mendukung segala hal yang
diperlukan bagi kegiatan pertahanan negara. Didalam sistem pertahanan negara yang
bersifat semesta tadi, kegiatan pertahanan dilakukan oleh beberapa komponen yaitu
komponen utama yang terdiri dari TNI, Komponen Cadangan yang terdiri dari Warga Negara
yang terlatih dan dilatih secara khusus, Komponen Pendukung yang terdiri dari seluruh unsur
pendukung baik yang berasal dari rakyat yang pernah aktif dan pernah ikut dalam kegiatan
yang berhubungan dengan kemiliteran seperti Resimen Mahasiswa, Sat Pol PP, Linmas,
Ormas-ormas tertentu, PNS, Tenaga Ahli dan seluruh sumber daya alam dan sumber daya
buatan.
Bela Negara, disebut-sebut secara resmi pertama kali dalam pasal 27 dan 30 dalam UUD
1945, kemudian mendapatkan kejelasan baik makna maupun batasan ruang lingkup
kegiatannya dalam Undang-undang tentang pertahanan negara dan yang terakhir
dipertegas kembali dalam Undang-Undang nomor 27 tahun 2019 tentang Pemanfaatan
Sumber Daya Nasional Untuk Kegiatan Pertahanan Negara (PSDNPN).
Secara garis besar, Bela Negara menurut 2 ketentuan perundang-undangan diatas, Bela
Negara dimaknai sebagai Sikap dan Tindakan dari setiap warga negara yang mencerminkan
kecintaannya kepada bangsa dan NKRI yang berdasar Pancasila dan UUD 1945, yang dapat
menjaga keselamatan dan kelangsungan hidup bangsa dan negara dari segala bentuk
ancaman dari dalam dan luar negeri.
Dalam pemaknaan diatas, sama sekali tidak ditemukan perkataan yang berhubungan dengan
pertempuran atapun peperangan. Dengan demikian nyatalah bahwa kegiatan bela negara
menurut kedua undang-undang diatas adalah semua kegiatan yang dilakukan oleh setiap
warga negara asalkan memenuhi: (1) dilandasi kecintaan yang mendalam kepada bangsa dan
NKRI yang berdasar Pancasila dan UUD 1945, (2) bertujuan untuk menjaga keselamatan dan
kelangsungan bangsa dan negara dari segala bentuk ancaman dari dalam dan luar negeri.
Bentuk kecintaan kepada bangsa dan negara itulah yang menjadi faktor utama yang
melandasi tindakan seseorang untuk melakukan kegiatan bela negara. Kegiatan apakah yang
kemudian bisa dilakukan seseorang untuk membela negaranya ?. Jawabannya adalah
kegiatan dalam bentuk apa saja asalkan pada akhirnya kegiatan tersebut dapat atau
setidaknya akan memberi akibat terjaganya keselamatan dan kelangsungan hidup bangsa
dan negara dari segala bentuk ancaman dari dalam dan luar negeri. Jelas sekali disini bahwa
kegiatan tersebut tidak harus dalam bentuk kegiatan militer.
Agar semakin jelas, maka dalam buku putih Kementerian Pertahanan tahun 2019, Undang-
Undang Pertahanan Negara juncto Undang-undang Pemanfaatan Sumber Daya Nasional
Untuk Pertahanan Negara, penerapan kegiatan bela negara dipandu oleh nilai-nilai dasar
bela negara yaitu: (1) Cinta Tanah Air, (2) Sadar Hidup Berbangsa dan Bernegara,(3) Yakin
akan (Kebenaran) Pancasila sebagai Ideologi Negara,(4) Rela Berkorban demi Bangsa dan
Negara, (5) Membekali diri dengan Kemampuan Awal Bela Negara.

4
Cinta Tanah Air adalah cerminan dari rasa nasionalisme seseorang. Hubungan emosional
seseorang yang terbangun dari kesadaran bahwa dirinya adalah bagian tidak terpisahkan
dari bangsanya akan menimbulkan sebuah perasaan cinta yang sangat mendalam sehingga
akhirnya timbul rasa “pembelaan” dalam bentuk tidak rela bangsanya disakiti, dihina dan
direndahkan. Itulah beberapa bentuk nyata dari rasa cinta tanah air.
Sadar Hidup Berbangsa dan Bernegara adalah kesadaran seorang warga negara bahwa
dirinya adalah seorang warga negara yang meskipun memiliki hak untuk hidup, hak untuk
dihargai, hak untuk berserikat dan berkumpul serta menyatakan pendapat, tetapi dirinyapun
sadar tetap memiliki kewajiban untuk mentaati hukum yang berlaku. Seorang warga negara
yang sadar akan hak dan kewajibannya akan selalu taat hukum, taat akan kewajibannya
bahkan sampai dengan kewajiban paling sederhana dalam kehidupan sehari-hari seperti
tertib membayar pajak, aktif dalam kegiatan kebersihan kampung dan siskamling dan lain
sebagainya.
Yakin terhadap (kebenaran) Pancasila sebagai Ideologi Negara. Keyakinan yang demikian
harus dilandasai oleh kesadaran bahwa Indonesia telah mengalami banyak peristiwa sejarah
yang satu dan lain peristiwa sejarah tersebut telah membuktikan bahwa hanya Pancasila
sajalah yang mampu menganyam berbagai perbedaan dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara menjadi satu kesatuan kehidupan bangsa yang berbhineka ika.
Dilain sisi, hanya Pancasila pula yang trelah mampu menyelamatkan bangsa dan negara
Indonesia dari jurang kehancuran ketika harus menghadapi masuknya Komunisme dan
federalisme dalam tatanan penyelenggaraan pemerintahan dimasa lampau. Dimasa yang
penuh dengan perubahan yang tidak menentu sekarang ini, keyakinan akan kebenaran
Pancasila sebagai Ideoogi Negara menjadi amat sangat penting dan mendasar.
Rela Berkorban Demi Bangsa dan Negara adalah sebuah cerminan dari rasa pengorbanan
yang tulus dari seorang warga negara. Demi bangsa dan negaranya, seseorang rela
mengorbankan kepentingannya, waktunya, tenaganya, pikirannya bahkan dalam kondisi
sangat darurat, seorang yang sangat mencintai bangsa dan negara akan siap sedia untuk
mengorbankan segala yang ada pada dirinya termasuk nyawanya. Tentu saja rela berkorban
demi bangsa dan negara tidak selalu berkonotasi rela mengorbankan jiwa dan raga, tetapi
kondisi tersebut hanya akan terjadi jika memang keadaan bangsa dan negara sudah dalam
keadaan sangat darurat dan seseorang warga negara tersebut kebetulan memiliki tugas dan
tanggung jawab yang menuntut pengorbanan pada level tertinggi seperti itu. Jika tidak,
maka rela berkorban demi bangsa dan negara tersebut dalam praktiknya dapat disesuaikan
dengan kondisi yang berkembang dimana kegiatan dimaksud harus dilaksanakan.
Membekali diri dengan Kemampuan Awal Bela Negara adalah sebuah upaya dari seorang
warga negara untuk mempersiapkan dirinya untuk menerima tugas mulia dalam bentuk
kegiatan bela negara. Untuk itu maka dirinya harus menyiapkan dirinya semaksimal
mungkin, mulai dari jiwa,pikiran dan tekadnya sampai dengan menyiapkan fisiknya mulai
dari menjaga kesehatan dan kebugarannya sampai dengan membekali diri dengan berbagai
ketrampilan yang diperlukan untuk melakukan kegiatan bela negara baik secara individu
maupun berkelompok. Beberapa kemampuan awal yang harus diketahui dan dikuasai oleh
setiap warga negara yang ingin melakukan kegiatan bela negara paling tidak mengerti sedikit
banyak tentang bagaimana tata cara baris berbaris, tata cara penghormatan, tata cara
upacara dan lain sejenisnya.

5
C. ANALISIS ISU STRATEGIS DAN ISU KONTEMPORER
Isu adalah sebuah permasalahan yang belum jelas. Sudah diomongkan banyak orang tetapi
belum konkret dan jelas rincian datanya. Meskipun belum jelas, tetapi sebuah isuyang
berkembang ditengah mekanisme pelaksanaan tugas dan fungsi sudah membawa pengaruh
yang signifikan terhadap kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi.
Karena sifatnya yang masih belum konkret itulah, maka isu dapat berkembang dari isu yang
kecil dan biasa-biasa saja menjadi isu yang meluas dan sangat sukar dipadamkan. Berangkat
dari pemahaman yang demikianlah maka didapatkan klasifikasi isu yang berskala lokal,
nasional, regional sampai isu yang berskala global. Isu-isu yang berskala global, regional dan
nasional pada umumnya diklasifikasikan sebagai isu strategis. Sedangkan isu yang berskala
laokal pada umumnya adalah isu yang bersifat taktis atau teknis. Namun demikian
pembagian seperti itu tidak selalu benar, mengingat saat ini dunia dalam penguasaan
teknologi digital. Sangat dimungkinkan isu-isu lokal dengan cepat berkembang menjadi isu
nasional bahkan isu global. Dengan demikian pembagian eskalasi permasalahan dari sebuah
isu tidak lagi hanya didasarkan kepada cakupan wilayah berkembangnya isu, tetapi juga atas
dasar jenis permasalahannya.
Pada titik ini, maka isu dapat dilihat dari subatansi dan daya pengaruh yang ditimbulkan oleh
masalahnya. Apakah masalahnya mencakup hal-hal yang terkait dengan kepentingan negara,
kelancaran penyelenggaraan pemerintahan, dan mempengaruhi hajat hidup orang banyak
serta permasalahannya menjadi berlarut-larut sehingga jangka waktu penyelesaiannya
memakan waktu yang panjang ?. Jika menyangkut hal-hal yang demikian, maka biasanya
sebuah isu akan diklasifikasikan sebagai Isu Strategis. Sedangkan jika sebuah isu hanya
menyangkut hal-hal yang bersifat teknis, sektoral dan berjangka waktu pendek atau sesaat,
maka isu-isu semacam ini diklasifikasikan sebagai isu taktis atau isu teknis.
Dalam perkembangan terakhir, isu strategis ditingkat global, regional dan nasional dapat saja
bermetamorfoza menjadi isu-isu strategis dalam skala kecil tetapi memiliki daya pengaruh
yang sangat besar. Hal seperti itu merupakan sebuah kenicayaan yang tidak dapat ditolak
pada era digital sekarang ini. Fenomena seperti itu kemudian memunculkan nomenkla tur
baru yang disebut sebagai isu kontemporer. Jadi, isu kontemporer adalah sesungguhnya isu
strategis yang telah bermetamorfoza kedalam isu-isu yang lebih kecil tetapi sangat besar
pengaruhnya bagi kehidupan sehari-hari sampai dengan di tingkat pelaksanaan tugas dan
fungsi ditempat kerja.
Untuk dapat mengatasi berbagai bentuk isu dimaksud, diperlukan kemampuan untuk
menganalisis agar isu-isu tadi menjadi lebih konkret sehingga dapat dipecahkan dengan cara-
cara yang nyata, terstruktur dan terukur. Dalam konteks tersebut diperkenalkan beberapa
pisau analisis isu-isu strategis dan kontemporer seperti Teknik analisis Tapisan yang terdiri
analisis USG (Urgensitas,Seriously,Growtly) dan AKPL (Aktual, Kekhalayakan, Perlu,Layak).
Disamping pisau analisis lain seperti SWOT, Balance Score Chart, Fish Bone Diagram, Mind
Mapping dlsb.
Berbagai bentuk pisau analisis diatas bukanlah tujuan karena itu perannya disini hanyalah
sebagai alat bantu untuk bisa menganalsis apakah isu-isu yang ditemukan atau yang
menyelimuti lingkungan dimana kita bekerja adalah betul-betul permasalahan. Jika isu
tersebut betul-betul sebuah permasalahan, apakah permasalahan tersebut perlu untuk
segera dipecahkan dibandingkan permasalahan-permasalahan yang lainnya. Demikian juga
dengan pemecahan masalahnya, apakah pemeahan masalah tersebut betul-betul sebuah
pemecahan masalah. Jika ya, apakah kegiatan yang dipilih lebih tepat, lebih efektif, lebih
efisien , lebih inovatif dan mungkin dikerjakan dibandingkan kegiatan-kegiatan pemecahan
masalah yang lainnya. Jadi, pemilihan pisau analisis bukanlah tujuan yang sesungguhnya,
tetapi sekedar alat bantu untuk mencapai tujuan yang sesungguhnya.

6
D. KESIAP SIAGAAN BELA NEGARA
Kesiap siagaan Bela negara adalah suatu keadaan yang yang dialami oleh seseorang dimana
yang bersangkutan secara jiwa dan raga siap dan siaga untuk melakukan kegiatan bela
negara.
Siap dalam hal ini adalah suatu kondisi jasmani dan rohani sudah memenuhi segala
persyaratan sehingga sudah siap untuk digunakan dalam setiap kegiatan bela negara. Siaga
adalah suatu kondisi dimana jiwa dan raga sudah akan bergerak, tinggal menunggu komando
saja. Ibarat senjata, maka kondisi siaga adalah kondisi senjata yang sudah diisi peluru dan
sudah dikokang, tinggal menembakan saja.
Siap siaga dalam konteks bela negara, adalah suatu kondisi yang mencerminkan kesiap
siagaan jiwa dan raga dari setiap warga negara untuk digerakan dan dimanfaatkan untuk
kegiatan bela negara diamanapun dan kapanpun juga.
Untuk dapat selalu dalam keadaan siap dan siaga, maka kepada peserta pelatihan diberikan
materi peningkatan kesiap siagaan bela negara yang didalamnya antara lain terdiri dari:
(2) Kesemaptaan jasmani,
Kesemaptaan jasmani adalah latihan fisik dalam bentuk lari, Push up, Sit Up, dan scout
Jump.Tujuan dari latihan ini adalah untuk meningkan kesehatan dan kebugaran fisik peserta.
(2) Keprotokolan,
Kegiatan keprotokoandiberikan dalam bentuk pengetahuan dan ketrampilan untuk
menyusun dan menjalankan peraturan keprotokolan, baik protokol dalam ruang maupun
protokol untuk kegiatan luar ruangan. Tujuan dari latihan ini adalah agar peserta
mengetahui dan mampu mengikuti setiap tatacara yang diberlakukan dalam setiapacara
formal dan non formal di dalam dan di luar kedinasan.
(3) PBB,
PBB adalah peraturan Baris Berbaris, yang didalamnya berisikan peraturan untuk
menyamakan gerak dan langkah seluruh anggota barisan agar bergerak dan berhenti dalam
satu irama dan satu sikap yang sama. Melalui latihan yang dmikian maka peserta dipaksa
untuk merasa satu jiwa dan satu rasa. Satu bergerak semua bergerak, satu berhenti semua
berhenti. Satu mengayunkan tangan semua mengayunkan tangan sampai akhirnya terwujud
kekompakan, kesetia kawanan dan jiwa korsa yang tinggi diantara semua anggota. Melalui
PBB akan terbentuk sikap, disiplin dan kebersamaan yang sangat tinggi.
(3) PPM,
PPM adalah singkatan dari Peraturan Penghormatan Militer. Peraturan penghormatan ini
diberikan dengan tujuan untuk membiasakan setiap peserta pelatihan untuk memberikan
penghormatan kepada siapapun yang patut untuk diberi penghormatan, tidak peduli
meskipun dalam tidak dinas yang bersangkutan adalan anak, adik, atau bahkan seseorang
yang biasanya status sosialnya dibawah kita. Hal demikian mengandung pelajaran bahwa
dunia selalu berubah, ketika kita diatas harus menghargai kepada orang dibawah kita, dan
ketika kita berada dibawahpun akan dihargai oleh orang lain.
(4) TUM,
TUM adalah singkatan dari Tata Upacara Militer. Dalam TUM diajarkan pengetahuan tentang
tata upacara baik yang dilaksanakan dilingkungan militer maupun di lingkungan sipil. Aturan
yang diajarkan sama, sejak dari kegiatan persiapan acara, persiapan pasukan, Inspektur
Upacara Memasuki Lapangan Upacara, laporan awal komandan upacara, pengibaran
bendera, pengarahan Inspektur Upacara, Penurunan Bendera, laporan akhir komandan
upacara, Inspektur Upacara meninggalkan lapangan upacara, sampai dengan pembubaran
pasukan. Materi ini diberikan agar peserta mengetahui sekaligus dapat mempraktikkan

7
sebagai petugas upacara dan sebagai peserta upacara. Sehingga akhirnya dapat menghargai
dan merasakan bagaimana rasanya menyelenggarakan sebuah upacara yang khitmad.
(5) PUDD,
PUDD adalah singkatan dari Peraturan Urusan Dinas dalam. Pengetahuan ini adalah tata
tertib pengelolaan sebuah ruangan atau asrama atau dalam skala yang lebih besar adalah
sebuah kesatrian. Dalam PUDD diajarkan tentang tata tertib jaga, tata tertib masuk dan
keluar ruangan, tata tertib makan, kerapihan tempat tidur sampai tata tertib peletakan alat
dan peralatan latihan. Dengan membiasakan diri tertib didalam meletakkan segala sesuatu,
maka ketika ada keadaan yang sangat darurat (misalnya lampu mati), maka setiap peserta
dapat mencari peralatannya dengan cepat dan tepat tanpa takut tertukar dengan milik
peserta yang lainnya.
(6) Caraka Malam (Pengobaran Api Semangat Bela Negara).
Caraka malam adalah kegiatan utama dari pelajaran Kesiap siagaan bela negara. Dalam
kegiatan caraka malam ini diajarkan bagaimana seorang petugas pengumpul bahan
keterangan (PULBAKET) dapat mencarfi dan mengumpulkan bahan keterangan dalam
kondisi medan yang sangat berat, dimalam gelap dan tanpa penerangan sama sekali. Di
medan penugasan seperti itulah peserta diuji mental dan fisiknya sampai ke titik finish,
dimana sepanjang menuju finish selalu dihadapkan dengan berbagai ujian yang menantang
keberanian, kekompakan dan ketelitian daam menerima serta menjawab pertanyaan. Pada
akhir perjalanan, peserta dihadapkan kepada suatu ujian dan jika lulus akan di nobatkan
dalam sebuah upacara pengobaran api semangat bela negara atau api unggun.
Keharuan dan kebanggaan saat mencium Sang Merah Putih dimalam gelap yang hanya
diterangi api semangat bela negara, berbaur menjadi satu dan secara perlahan tapi pasti
akan membekas sebagai sebuah kesadaran bela negara yang tak akan hilang dalam diri para
peserta.

Surabaya, 20 Mei 2021

MUCH.TAUFIK,SH,M.AP

Anda mungkin juga menyukai