Anda di halaman 1dari 6

Bersilaturahmi dan 

saling memaafkan pada Hari Raya Idul Fitri merupakan


tradisi khas Indonesia setelah sebulan penuh umat Islam berpuasa Ramadan.

Momen Lebaran membawa setiap orang untuk saling bertemu dalam suasana
hangat untuk meminta maaf atas kesalahan yang sengaja diperbuat maupun
tidak sengaja, baik lisan maupun perbuatan, baik lahir maupun batin.
Penerima maaf pun akan memberikan maaf dengan sukarela.

Karena itu, Idul Fitri merupakan rekonsiliasi masif dan massal yang


menciptakan suasana tenteram dan akrab di masyarakat. Tradisi ini bukan
hanya dapat dimaknai sebagai peristiwa teologis, tapi juga fenomena
budaya yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia.

Mengapa kita mudah meminta maaf dan memberikan maaf saat Lebaran, tapi
amat sulit melakukannya saat hari-hari biasa? Bagaimana ilmu perilaku
menjelaskan momen meminta dan memberi maaf ini sebagai fenomena
psikologis? Sejumlah riset menunjukkan, hati yang bahagia dan
adanya kesamaan identitas sosial antara peminta dan pemberi maaf
mendorong hati seseorang lapang dada memaafkan kesalahan.
Informasi akurat dan kredibel bagaikan oksigen yang menyehatkan kita.
Dapatkan sekarang

Identitas personal dan identitas sosial


Dalam ilmu psikologi sosial, para ilmuwan percaya bahwa manusia adalah
individu yang tidak hanya memiliki identitas personal, tapi juga identitas
sosial. Identitas personal adalah struktur fisik dan fitur kepribadian yang kita
miliki sebagai seorang individu.

Misalnya orang bernama Adi Darmawan adalah individu yang memiliki


rambut ikal, kulit berwarna kuning langsat, pemalu, dan bertutur dengan
lembut. Identitas personal menjelaskan siapa Adi dengan segala keunikan
individualnya sebagai seorang manusia.

Selain itu, Adi juga memiliki identitas sosial. Identitas sosial menjelaskan
identitas Adi sebagai bagian dari kelompok sosialnya. Kita ambil contoh, Adi
berprofesi sebagai polisi. Identitas sebagai seorang polisi membuat Adi
bersikap dan berperilaku sesuai dengan standar perilaku polisi.

Artinya, semua tindak tanduk yang ditunjukkan Adi dalam hubungan sosial
merupakan representasi dari upaya Adi untuk menghayati nilai-nilai
keprofesiannya dalam tingkah laku sehari-hari. Adi menampilkan diri sebagai
sosok yang tegas karena identitas sosialnya sebagai penegak hukum meski ia
sebenarnya pribadi yang lembut.

Pengaruh suasana hati


Penjelasan tentang konsep identitas personal dan identitas sosial ini relevan
untuk menjelaskan konteks permaafan dalam kehidupan sehari-hari dan
dalam peristiwa khusus seperti Idul Fitri. Dalam konteks sehari-hari,
meminta maaf dan memberi maaf atas suatu kesalahan merupakan hal yang
cenderung lebih sulit dilakukan karena ia merupakan hasil evaluasi atas reaksi
psikologis atas yang ia rasakan dan berkaitan erat dengan harga diri.

Selanjutnya, kita masih akan perlu melewati berbagai evaluasi dan


pengambilan keputusan untuk meminta atau memberi maaf kepada orang
lain. Semuanya didasarkan pada keputusan individual yang
merupakan akumulasi struktur dan fitur identitas personal kita.

Dalam sebuah eksperimen yang dilakukan oleh Feng Jiang dan tim peneliti


dari Central University of Finance and Economics Beijing Cina, mereka
meminta para partisipan penelitian untuk memikirkan kemungkinan
memberikan maaf kepada pelaku kejahatan. Para peneliti ini membuat
beberapa skenario pembunuhan dan menanyakan kepada para subjek
penelitian apakah mereka akan memberikan maaf kepada para pelaku.

Sebelum menganalisis hasilnya, Feng Jian dan tim membagi para partisipan
menjadi dua kelompok besar berdasar kondisi suasana hatinya. Kelompok
pertama adalah mereka yang sedang merasa bahagia saat itu. Sedangkan
kelompok kedua adalah mereka yang cenderung merasa datar atau bahkan
tidak memiliki suasana hati yang senang hari itu.

Hasil penelitian ini menemukan bahwa tendensi untuk memaafkan lebih


mudah dilakukan oleh para partisipan yang suasana hatinya sedang bahagia.
Hal ini menunjukkan bahwa dalam situasi sehari-hari, keputusan untuk
memberi maaf sangat tergantung dari disposisi individual, termasuk suasana
hati yang sedang dirasakan.

Spiritualitas relasional
Sedangkan fenomena permaafan dalam konteks hari raya merupakan
permaafan yang melibatkan identitas sosial. Artinya, seseorang meminta dan
memberi maaf sebagai bagian dari ibadah dan tanggung jawab yang ia
lakukan sebagai pemeluk agama yang ia anut.
Literatur-literatur tentang dinamika psikologis manusia dalam menjalankan
ajaran agama menunjukkan bahwa agama juga berperan sebagai standar baku
tentang perilaku ideal yang harus ditunjukkan pemeluk. Dengan memiliki
identitas sosial yang kuat terhadap agama, maka seorang individu akan
mengevaluasi semua sikap dan perilakunya selaras mungkin dengan apa yang
diajarkan oleh agama, sekalipun itu bertentangan dengan sikap dan preferensi
pribadinya.

Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Chelsea L. Greer dan timnya


dari Virginia Commonwealth University, mereka membuat sebuah
eksperimen tentang sejauh mana para partisipan penelitian akan memaafkan
orang yang membuat mereka tersinggung. Dalam penelitian ini, Greer dan tim
merancang sebuah kondisi yang menggambarkan orang yang membuat
mereka tersinggung adalah anggota dari komunitas agama yang sama dengan
para partisipan penelitian.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin kuat para partisipan memiliki


keterikatan dengan agamanya, semakin kuat pula kemungkinan bahwa ia
akan memberikan maaf kepada anggota komunitas yang membuatnya
tersinggung.

Melalui konsep spiritualitas relasional (relational spirituality), Greer dan


kolega percaya bahwa memaafkan pemeluk agama yang sama memiliki
dimensi kesakralan. Hal ini membuat para pemeluk bereaksi dengan tidak
ofensif ketika tersinggung dengan sesama rekan pemeluk dari komunitas
agama yang sama. Anggota komunitas keagamaan yang membuat para
partisipan tersinggung masih dipersepsikan sebagai saudara (in-group
member) dan bukan musuh (out-group member).
Dari hasil-hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa memahami kesamaan
identitas sosial dengan orang-orang yang membuat kita tersinggung akan
membantu kita meminta dan memberikan permaafan dan melakukan
rekonsiliasi. Momen Idul Fitri membuat kita meminta dan memberi maaf
kepada sesama umat Islam lainnya sebagai saudara seiman.

Tapi kita tidak boleh melupakan bahwa sebenarnya kita juga memiliki
kesamaan identitas sosial dengan umat agama lain. Kita sama satu bangsa,
bangsa Indonesia. Bahkan di atas semuanya itu, kita hakikatnya adalah insan
yang sama-sama mendambakan perdamaian dan kebahagiaan untuk semua
makhluk di bumi. Kesadaran ini mestinya bisa membawa kita untuk memiliki
hati yang pemaaf dalam kehidupan keseharian.
Nafsu amarah, nafsu lawwamah dan nafsu mutmainnah adalah 3
tingkatan nafsu dari manusia yang didasarkan pada Al-Quran. Nafsu
amarah adalah tingkatan nafsu manusia yang belum mampu ia kendalikan.
Nafsu lawwamah adalah tingkatan nafsu pada manusia yang berusaha ia
kendalikan. Nafsu mutmainnah adalah tingkatan nafsu pada manusia yang
sudah bisa dikendalikan dengan berdasar pada perintah dari Allah SWT.
» Pembahasan
Adapun contoh masing-masing tingkatan nafsu pada manusia menurut Al-
Quran ini adalah sebagai berikut:

 NAFSU AMARAH: melakukan tindakan pencurian, kekerasan fisik pada


orang lain, berzinah, menipu, memfitnah, membunuh dan lain sebagainya.
 NAFSU LAWWAMAH: menuruti rasa marah namun kemudian merasa
bersalah dan menyesal, melakukan perbuatan penipuan kemudian menyadari
kesalahan tersebut namun di kemudian hari dilakukan kembali. Nafsu
lawwamah ini adalah fase labil di mana seseorang berusaha menahan
nafsunya karena menyadari hal tersebut salah namun akalnya masih
cenderung dikalahkan oleh hasrat amarahnya.
 NAFSU MUTMAINNAH: contohnya mereka yang senantiasa bersabar meski
diperlakukan buruk namun tidak membalas dengan keburukan, mereka yang
apabila marah memilih diam, menjauh dan sebagainya, mereka ini yang
mampu menaklukkan hawa nafsunya sehingga perbuatannya cenderung
berupa amal kebaikan.

» Pelajari Lebih Lanjut:

 Materi tentang pengertian nafsu brainly.co.id/tugas/10100886


 Materi tentang 3 macam nafsu brainly.co.id/tugas/1048229

•••••••••••••••••••••••••••

a. Kepribadian Ammarah (nafs al-ammarah).

Kepribadian ammarah adalah kepribadian yang cenderung pada tabiat jasad dan

mengejar pada prinsip-prinsip kenikmatan (pleasure principle). Ia menarik qalbu manusia untuk


melakukan perbuatan-perbuatan yang rendah dengan naluri primitifnya, sehingga ia merupakan

tempat dan sumber kejelekan dan tingkah laku yang tercela. Barangsiapa yang berkepribadian ini

maka sesungguhnya ia tidak lagi memiliki identitas manusia, sebab sifat-sifat humanitasnya telah

hilang. Kepribadian ammarah dapat beranjak ke kepribadian yang baik apabila ia telah diberi

rahmat oleh Allah SWT.

b. Kepribadian Lawwamah (nafs al-lawwamah).

Kepribadian lawwamah adalah kepribadian yang telah memperoleh cahaya qalbu, lalu

ia bangkit untuk memperbaiki kebimbangannya antara dua hal. Dalam upayanya itu kadang-

kadang tumbuh perbuatan yang buruk yang disebabkan oleh watak zhulmaniah (gelap)-nya

namun kemudian ia diingatkan oleh nur ilahi, sehingga ia mencela perbuatannya dan selanjutnya

ia bertaubat dan ber-istighfar. Hal itu dapat dipahami bahwa kepribadian lawwamah berada

dalam kebimbangan antara kepribadian ammarah dan kepribadian muthmainnah.

c. Kepribadian Muthmainnah (nafs al-muthmainnah).

Kepribadian muthmainnah adalah kepribadian yang telah diberi kesempurnaan nur ruh,

sehingga dapat meninggalkan sifat-sifat tercela dan tumbuh sifat-sifat yang baik. Kepribadian ini

selalu berorientasi ke komponen ruh untuk mendapatkan kesucian dan menghilangkan segala

kotoran, sehingga dirinya menjadi tenang. Begitu tenangnya kepribadian ini sehingga ia dipanggil oleh

Allah SWT. Yang paling tinggi adalah jenjang ruh yang paling dekat kepada asal Ilahi, dimana manusia

dinyatakan terdiri dari tanah dan ruh dihembuskan kepada Allah.

HAKEKAT AGAMA BAGI MANUSIAAgama pada hakekatnya bagi kehidupan manusia


adalah :Agama merupakan kebutuhan dasar bagi setiap manusia.1. 2.Tanpa Agama manusia akan
sesat dalam kehidupannya di dunia dan juga di akherat kelak.

14  Agama merupakan Guide/Petunjuk bagi kehidupan manusia.


4.Agama merupakan Guide/Petunjuk bagi kehidupan manusia.5.Agama/Tuhan dibutuhkan oleh
manusia sebagai sandaran vertikal pada saat manusia terkena musibah/sesuatu yang memberatkan
menimpa dirinya.
15  Renungkanlah ayat-ayat berikut ini, yaitu :
Renungan Tentang Agama (Agama Islam)Renungkanlah ayat-ayat berikut ini, yaitu :Q.S. Arrum
ayat 30.1.Q.S. Asy-Syuura ayat 13.2.Q.S. Fathie ayat danQ.S. Al-Maidah ayat

Agama adalah sebuah kepercayaan atau keyakinan, fungsi agama

adalah adalah sebagai pedoman dan petunjuk bagi kehidupan manusia,

memberikan suatu identitas untuk manusia sebagai umat yang beragama

Anda mungkin juga menyukai