NIM : D0321019
KELAS : PWK D
PRODI : PWK
FAKULTAS TEKNIK
Perubahan sosial terjadi dalam sistem sosial yang komplek, tidak berdimensi tunggal,
meliputi perubahan nilai, norma, sikap, pola perilaku masyarakat. Secara sosiologis,
perubahan pada dimensi tersebut menjadi salahsatu fenomena serius dalam peradaban dan
kajian secara akademis. Di era masyarakat sedang berubah dan kompleks sekarang ini,
sebagian dinamika perubahan telah menyebabkan terjadinya deviasi pola tingkah laku yang
divergen sebagai suatu konsekuensi terjadinya penyimpangan perilaku sosial. Dinamika
perubahan sosial dan budaya pada masyarakat yang terjadi secara global saat ini,
menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan signifikan pada masyarakat di negara
berkembang, khususnya pada masyarakat perkotaan. Gejala semakin tidak efektif dan
hilangnya fungsi-fungsi nilai dan norma sosial ideal, tidak saja terjadi pada masyarakat kota
besar, tetapi juga telah melanda masyarakat kota kecil di Indonesia.
Sosiologi perkotaan aliran Chicago ini mempunyai dua pendekan, yaitu pendekatan pertama
human ekologi atau ciri biollogis manusia yang menjadi prinsip utama, pendekatan kedua ini
menjadikan human nature sebagai intinya. Dari rangkuman, kedua pendekatan yang menjadi
generalogi sosiologi perkotaan yang dipelopori oleh Chicago School itu dapat menghasilkan
rangkuman mengenai karakteristik teoritis sebagai berikut. Karakteristik pertama adalah
dengan diletakkan di atas perpanjangan dari konstelasi wilayah alam, teori tersebut
mendeskripsikan bentuk pembagian kerja berdasarkan ruang (spatial division of labor) yang
hirarkis dan tidak imbang. Karakteristik kedua adalah memperhatikan berbagai sub-kultur
dengan sifat yang berbeda, yang terbentuk di antara pembagian kerja serta memperhatikan
berbagai jaringan (network) yang menyokong kehidupan sehari-hari dan tidak dalam bentuk
yang tetap. Teori ini merupakan rangka mikro yang berhasil menarik keluar momen-momen
perubahan yang muncul dari dalam kota. Akan tetapi, pada dasarnya rangka mikro seperti ini
memisahkan kota dari masyarakat secara keseluruhan (society as a whole) dan melihat kota
sebagai kota itu sendiri (Elliott dan McCrone 1982:vii). Bias teoretis seperti itu, dalam
perubahan urban selanjutnya tidak bisa lagi diaplikasikan, sehingga tampillah NUS sebagai
sebuah rangka makro.
soiologi perkotaan Chicago School, seperti yang sudahsudah, tetap memisahkan urban
dari masyarakat secara keseluruhan, sehingga mendapatkan kritikan yang mengatakannya
sebagai pendekatan empiris yang sempit dan tidak kritis (Elliott & McCrone 1982:vii). Lebih
jauh lagi, Castells mengajukan kritiknya dengan menyebut sosiologi perkotaan Chicago
School sebagai suatu ‘ideologi urban’. Menurut Castells, rangka mikro yang terdapat dalam
sosiologi perkotaan Chicago School menjadi sebuah perspektif yang berorientasi pada
tatanan, dan ini serupa dengan integrasi yang ditentukan ‘dari atas’ (Castells 1976).
Ketika New Urban Sociology (NUS) muncul dalam sosiologi perkotaan pada awal
1970-an di Eropa, dengan memasukkan negara dan kelas, ia menawarkan sudut pandang
makro, untuk menjawab kekurangan kerangka mikro yang menjadi ciri sosiologi perkotaan
dari Sekolah Chicago. Namun, seiring dengan melemahnya negara kesejahteraan, NUS juga
kehilangan signifikansinya, dan kemudian memilih untuk mendekonstruksi dirinya melalui
teori ruang. Tulisan ini mencoba mengelaborasi asal-usul NUS dan perkembangannya,
menempatkannya dalam konteks kekinian, untuk mengeksplorasi kemungkinan perspektif
urban sebagai hub yang menghubungkan komunitas, negara, dan dunia global.