Anda di halaman 1dari 13

Geofri W O Sairdola, SNTEM, Volume 1, November 2021, hal.

41-53

Evaluasi Performance Rig A Dan Rig B Dengan


Menganalisa Non Productive Time Pada Kegiatan
WOWS

Geofri.W.O.Sairdola1*, Bambang Yudho Suranta 1


1
Teknik Produksi Migas, PEM Akamigas, Cepu, Blora, 58315
*E-mail: gsairdola@gmail.com

ABSTRAK

Kegiatan perbaikan dan perawatan sumur memiliki biaya yang cukup mahal
sehingga sebelum melakukan kegiatan tersebut, perusahaan akan mempertimbangkan
banyak hal terutama terhadap non productive time (NPT) yang menjadi sebuah
masalah dan menyebabkan adanya waktu sewa penggunaan alat rig yang tidak
terbayar (unpaid). NPT diakibatkan oleh human eror, perbaikan alat, waktu tunggu
peralatan dan kerusakan peralatan di permukaan. Hal ini mengakibatkan penurunan
performance operasional suatu rig.
Analisa performance rig ini dilakukan untuk mengevaluasi performa
operasional rig A dan rig B yang digunakan dalam operasi workover dan well service.
Dari hasil analisa tersebut diketahui bahwa kedua rig masih memiliki performa
operasional yang cukup baik dengan persentase 97% untuk rig A dan 96% untuk rig
B. Evaluasi didapat dengan menganalisa NPT menggunakan diagram pareto yang
akan mengklasifikasikan dominan masalah agar dapat menentukan solusi alternatif
dalam penanganan masalah penyebabkan menurunnya performance operasional rig A
dan rig B selama satu tahun.
Permasalahan yang dominan terjadi selama operasional kedua rig ini adalah
mengenai waktu tunggu inspeksi/safety checklist, waktu tunggu perbaikan alat yang
rusak, waktu tunggu cuaca, dan waktu tunggu perizinan. Solusi alternatif yang dapat
diberikan adalah dengan selalu melakukan maintenance secara berkala terhadap
komponen rig agar selalu terawatt dan terus melakukan evaluasi terhadap kualitas
peralatan-peralatan tersebut.gje

Kata Kunci: Non Productive Time, Performance Rig, Workover and Well Service

1. PENDAHULUAN
Dalam memproduksi minyak bumi diperlukan beberapa tahap yaitu dimulai dari
proses pengeboran sampai dengan tahap penyelesaian sumur. Selain itu, masih
terdapat beberapa tahap lanjutan yaitu dilakukannya pembangunan sarana
pengangkutan minyak bumi, peyimpanan dan juga pengolahan yang nantinya
berfungsi untuk tahap pemisahan maupun tahap pemurnian minyak dan gas bumi
serta kegiatan lain yang mendukung. (UU NO. 22 TAHUN 2001 Tentang Minyak dan
Gas Bumi). Seiring berkembangnya zaman, semakin banyak industry yang bergerak
di bidang minyak dan gas terus melakukan optimasi yang signifikan pada sumur-
sumur yang menghasilkan minyak maupun gas. Sumur minyak dan gas bumi yang

41
Geofri W O Sairdola, SNTEM, Volume 1, November 2021, hal. 41-53

masih aktif tersebut terus dilakukan maintenance untuk menjaga stabilitas produksi
dan untuk sumur yang masih memiliki potensi untuk memproduksikan minyak dan
gas akan terus dilakukan optimasi sebaik mungkin.
Pada lapangan minyak dan gas bumi, rig memiliki peranan yang sangat penting
dalam menginstalasi peralatan khusus untuk melaksanakan kegiatan pengeboran,
perbaikan maupun perawatan pada sumur yang memproduksi minyak dan gas bumi.
Rig terbagi menjadi dua yaitu drilling rig dan workover and well service rig.
Drilling rig berfungsi untuk melakukan pengeboran pada sumur-sumur yang baru,
sedangkan workover and well service rig berfungsi untuk melakukan perawatan dan
perbaikan pada sumur-sumur yang masih aktif.
Operasi workover and well service memiliki tujuan yaitu untuk mengoptimalisasi
sumur produksi agar selalu dapat berproduksi dengan optimal sesuai kapasitas yang
telah ditetapkan. Kegiatan workover (kerja ulang) ada kegiatan yang dilakukan untuk
mempertahankan atau memperbaiki dan menambah produksi tetapi dengan cara
mengubah atau mengolah zona produksi dan bahkan sampai mengganti zona produksi
tersebut. Sedangkan well service (perawatan sumur) memiliki tujuan utama yaitu
untuk mempertahankan nilai produksi atau memperbaiki tanpa mengubah zona
produksi tersebut.
Dalam melakukan pekerjaan workover maupun well service selalu terdapat Non
Productive Time (NPT) yang mana dapat menghambat jalannya kegiatan tersebut.
NPT ini dpat terjadi karena beberapa hal seperti lambatnya waktu moving, terjadinya
insiden kecalakaan baik karena kesalahan manusia maupun usia dari peralatan.
Sehingga dalam pengerjaannya NPT sangat dihindari dan kalau bisa dapat
diminimalisir sekecil mungkin untuk menghindari risiko kecalakaan.

2. METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan untuk menyelesaikan penulisan kertas kerja wajib ini
adalah dengan melakukan studi literatur, pengambilan data, melakukan pengamatan
secara langsung di lapangan dan yang terakhir adalah dengan melakukan pengolahan
pada data yang didapat dari perusahaan.

Studi Literatur
Metode ini dipakai untuk mendapatkan bahan kepustakaan yang dapat mendukung
argument penulisan yang terstruktur pada kertas kerja wajib. Argumen kepustakaan
ini nantinya akan dimuat pada dasar teori, rumusan masalah yang akan dibahas, cara
mengolah data yang didapat sampai pada tahap membahas penyelesaian masalah yang
didapat pada operasional workover and well service.
Kebutuhan Data
Dalam mendukung penulisan kertas kerja wajib yang disusun oleh penulis dalam
membahas performance operasional workover and well service maka data yang
dibutuhkan dari perusahaan adalah sebagai berikut:
a. Data spesifikasi rig A dan rig B
b. Daily report operasional workover and well service selama 12 bulan
c. Standar waktu tahapan pengerjaan sumur
Pengelolaan Data
Data yang didapat dari perusahaan berupa daily report akan dikelola kembali
dengan menganalisis permasalah-permasalahan apa saja yang terjadi sehingga
menghambat jalannya operasi dan tidak sessuai dengan yang telah direncanakan.
Analisis ini dapat dilaksanakan dengan melakukan pengamatan secara langsung di

42
Geofri W O Sairdola, SNTEM, Volume 1, November 2021, hal. 41-53

lapangan. Pengelolaan data selanjutnya ketika telah mendapatkan jeni-jenis masalah


yang menjadi penghambat jalannya kegiatan maka akan di analisa lebih jauh dengan
menggunakan pareto chart agar dapat mencari solusi alternatif guna membenahi dan
meningkatkan performa dari masing-masing dalam melakukan operasi workover
maupun well service.

Table 2.1 Metode Pengamatan

No Rumusan Masalah Tujuan Metode


1 Bagaimana performance Mengetahui - Melakukan
operasional work over performance dari rig A pengamatan secara
and well service dari rig dan rig B dengan langsung di lapangan
A dan rig B dengan menganalisis non - Melakukan interview
membandingkan productive time pada dengan pekerja secara
rencana kerja dengan saat melakukan langsung
kondisi actual? operasional workover - Melakukan konsultasi
and well service terhadap pembimbing
selama 12 bulan lapangan

2 Masalah apa saja yang Menentukan factor - Menganalisis jenis


menyebabkan timbulnya penyebab utama yang NPT yang menjadi
masalah keterlambatan mengakibatkan masalah utama
operasi dengan keterlambatan operasi dengan menggunakan
melakukan analisis workover maupun well analisa diagram pareto
diagram pareto? service.

3 Apa solusi alternatif Menentukan solusi - Melakukan interview


yang tepat dalam alternatif guna dengan pekerja secara
penyelesaian masalah- meningkatkan langsung
masalah tersebut performance operasioan - Studi literatur
sehingga dapat dari kedua rig dengan pendukung
meningkatkan menggunakan diagram - Melakukan
performance dari rig A pareto. pengamatan secara
dan rig B? langsung di lapangan

3. PEMBAHASAN
Non productive time merupakan waktu yang tidak produktif karena terdapat
beberapa permasalahan yang menyebabkan downtime sehingga mengganggu jalannya
kegiatan perbaikan dan perawatan sumur selama waktu operasi. Total waktu operasi
merupakan jumlah keseluruhan waktu pada saat rig melakukan kerja mulai dari
moving rig ke lokasi kerja, rig up, sampai dengan rig down.
Waktu yang tidak produktif ini juga dijumlahan kedalam total waktu operasi dan
akan dilakukan analisa sesuai dengan daily report dan akan didapatkan masalah yang
menyebabkan keterlambatan pada kegiatan workover maupun well service. Malasah
ini merupakan Pekerjaan-pekerjaan yang tidak diinginkan dan tidak sesuai dengan
rencana kerja selama waktu operasi. Pekerjaan tersebut dapat berupa waktu tunggu
perbaikan alat akibat kerusakan, gangguan masyarakat, waktu tunggu cuaca, dan juga

43
Geofri W O Sairdola, SNTEM, Volume 1, November 2021, hal. 41-53

terdapat beberapa masalah yang mungkin dapat menyebabkan perubahan pada


rencana kerja rig yang awal seperti terjadinya kick pada saat operasi perbaikan
maupun perawatan sumur.
Pada saat mendapatkan data total waktu operasi dan juga data non productive
time maka dapat melakukan evaluasi pada performa kedua rig tersebut dalam
melakukan operasi dan memberikan solusi alternatif untuk meningkatkan kinerja dari
kedua rig.

Hasil Analisa Non Productive Time (NPT) Berdasarkan Total Waktu Operasi
pada Rig A Selama 12 Bulan
Hasil analisa ini dilakukan untuk mengetahui performa operasional dari rig A
pada saat menyelesaikan kegiatan perbaikan dan perawatan sumur selama kurun
waktu 12 bulan dengan jumlah sumur sebanyak 42 sumur. Berdasarkan hasil
perhitungan yang telah dilakukan dengan melakukan menganalisa banyaknya non
productive time yang didapat sesuai dengan Table 3.1.
Jika dilihat dari Table 3.1 bahwa rig A menyelesaikan operasi workover dan well
service dengan total waktu operasi selama 8728 jam selama 12 bulan dan total sumur
yang diselesaikan adalah sebanyak 42 sumur. Dari hasil analisa yang ditampilkan
pada Table 3.1 dan Gambar 3.1 menunjukan bahwa rig A masih meiliki performance
yang cukup baik namun masih memiliki NPT yang cukup besar yaitu sebesar 265 jam
atau dengan persentase sebesar 3% sehingga hal ini dapat menyebabkan kerugian dari
pihak perusahaan penyedia rig maupun pihak yang mengontrak rig tersebut.

Tabel 3.1 Hasil Analisa Non Productive Time pada Rig A

Productive Total Waktu Jumlah


Bulan NPT
Time Operasi Sumur
January 1 743 744 4
February 4 668 672 4
Maret 6 738 744 3
April 1 719 720 5
Mei 220,5 523 743,5 2
Juni 1 688 689 4
July 22 722 744 5
Agustus - 744 744 3
September - 720 720 4
Oktober 2 742 744 3
November 2 717,5 719,5 4
Desember 6 738 744 1
Total 265,5 8462,5 8728 42

44
Geofri W O Sairdola, SNTEM, Volume 1, November 2021, hal. 41-53

PERBANDINGAN PT DAN NPT


NPT
3%

NPT
PT

PT
97%
Gambar 5.1 Perbandingan NPT dan Productive Time

Berdasarkan hasil analisa terhadap penyebab NPT pada rig A yang dapat dilihat
bahwa NPT terbesar didapatkan di bulan Mei dengan total waktu 220,5 jam. NPT
terbesar di bulan mei diakibatkan karena adanya temuan inspeksi yang masuk dalam
kategori tiga sehingga harus dilakukan lanjutan pemeriksaan non destructive test
(NDT) selama 210 jam dengan membongkar peralatan rig oleh crew yang telah
memahami cara kerja perlatan dan juga dapat dilakukan oleh pihak ketiga yang
memiliki lisensi dalam pekerjaan inspeksi agar dapat mengetahui masalah yang terjadi
dan dapat melakukan perbaikan sampai closing dari temuan inspeksi tersebut. Selain
itu juga terdapat perbaikan yang harus dilakukan pada mud pump dan dies spider slip
sehingga menyebabkan NPT sebesar 10,5 jam.
NPT terbesar kedua yaitu terdapat di bulan July dengan total waktu sebesar 22
jam yang diakibatkan karena adanya kerusakan pada rubber piston dari mud pump.
Sehingga dapat dikatakan bahwa jenis NPT pada rig A yaitu waktu tunggu perbaikan
alat akibatnya adanya temuan inspeksi yang dilakukan oleh perusahaan.

Hasil Analisa Non Productive Time (NPT) Berdasarkan Total Waktu Operasi
pada Rig B Selama 12 Bulan
Setelah melakukan analisis non productive time pada rig B selama melakukan
operasi perbaikan dan perawatan sumur maka didapatkan bahwa dalam kurun waktu
12 bulan rig B telah menyelesaikan sebanyak 70 sumur dengan kumulatif waktu
operasi adalah selama 8569,5 jam. Meskipun menyelesaikan sumur yang lebih banyak
dibanding dengan rig A namun rig B masih memiliki NPT sebesar 361 jam dengan
presentase 4%. Dengan kata lain, NPT yang dimiliki oleh rig B lebih besar 1%
dibanding rig A.

Tabel 5.2 Hasil Analisa NPT pada Rig B

Productive Total Waktu


Bulan NPT Jumlah Sumur
Time Operasi
January 17,5 677 694,5 6
February - 672 672 4
Maret - 744 744 4

45
April - 720 720 12
Mei 4,5 739,5 744 8
Juni - 720 720 9
July - 744 744 4
Agustus - 744 744 4
September - 720 720 4
Oktober 284,5 459,5 744 4
November 54,5 665,5 720 5
Desember - 603 603 6
Total 361 8208,5 8569,5 70

PERBANDINGAN PT DAN NPT


NPT
4%

NPT
PT

PT
96%
Gambar 5.2 Perbandingan NPT dan Productive Time

Sesuai dengan hasil analisa yang telah dilakukan terdapat beragam masalah
terkait dengan perbaikan maupun temuan inspek yang menjadi masalah utama pada
rig B. Dari hasil kumulatif 361 jam NPT yang telah dijumlahkan sesuai dengan
jumlah waktu operasi rig B selama 12 bulan dapat diketahui bahwa NPT terbesar
terdapat di bulan Oktober sebesar 284,5 jam. Temuan inspeksi tersebut tergolong
dalam kategori empat sehingga harus dilakukan uji NDT yaitu pembongkaran kepada
semua peralatan utama sesuai yang ditetapkan oleh pabrik pembuat. Inspeksi kategori
empat ini hanya dapat dilakukan oleh pihak ketiga yang memiliki lisensi inspeksi
terhadap suata peralatan rig. Pada kategori ini diharuskan untuk melakukan
kepengurusan terkait surat izin layak operasi (SILO) yang diterbitkan oleh Ditjen
Migas.

Performance Operasional Rig A dan Rig B Berdasarkan Hasil Analisa Non


Productive Time (NPT)
Performance kedua rig antara rig A dan rig B didapat dengan melakukan
perhitungan pada total waktu operasi secara keseluruhan yang dimulai dari proses
moving, rig up sampai dengan melakukan rig down. Setelah selesai mendapatkan
jumlah kumulatif waktu operasi maka dilanjutkan dengan melakukan analisa non
productive time ketika melakukan kegiatan perbaikan maupun perawatan sumur pada
ssuatu lokasi. Dengan mendapatkan banyaknya non productive time pada operasi
tersebut maka dapat dilanjutkan dengan melakukan perhitungan performance dari
kedua rig tersebut dalam melakukan kerja perbaikan dan perawatan sumur.
Sesuai dengan tabel diatas maka dapat diketahui bahwa masing-masing rig
memiliki NPT yang berbeda dalam menyelesaikan kegiatan perbaikan dan perawatan
sumur. Rig A memiliki NPT sebesar 265,5 jam sedangkan NPT pada rig B adalah

46
Geofri W O Sairdola, SNTEM, Volume 1, November 2021, hal. 41-53

sebesar 361 jam. Dari nilai NPT yang didapat maka dapat melakukan perhitungan
untuk mendapatkan persentase performance operasional kedua rig dengan
menggunakan persamaan berikut:
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑊𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑂𝑝𝑒𝑟𝑎𝑠𝑖 − 𝑁𝑃𝑇
% 𝑃𝑒𝑟𝑓𝑜𝑟𝑚𝑎𝑛𝑐𝑒 𝑅𝑖𝑔 =
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑊𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑂𝑝𝑒𝑟𝑎𝑠𝑖

Tabel 5.3 Performance Operasional Rig A dan Rig B

Total Total
NPT NPT
Bulan Waktu Waktu
Rig A Rig B
Operasi Operasi
January 1 744 17,5 694,5
February 4 672 - 672
Maret 6 744 - 744
April 1 720 - 720
Mei 220,5 743,5 4,5 744
Juni 1 689 - 720
July 22 744 - 744
Agustus - 744 - 744
September - 720 - 720
Oktober 2 744 284,5 744
November 2 719,5 54,5 720
Desember 6 744 - 603
Total 265,5 8728 361 8569,5
%Rig Performance 97% 96%

100% 97% 96%

90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
Rig GJE A Rig GJE B

Gambar 5.3 Perbandingan Performance Rig A dan Rig B

Dapat dilihat pada Gambar 5.3 bahwa setelah melakukan perhitungan untuk
mendapatkan persentase performance operasional dari kedua rig maka dapat diketahui
kalau rig A memiliki persentase performa kerja dalam menyelesaikan kegiatan

47
Geofri W O Sairdola, SNTEM, Volume 1, November 2021, hal. 41-53

perbaikan maupun perawatan sumur adalah sebesar 97% lebih baik daripada rig B
yang hanya memilki persentase performa kerja sebesar 96% dengan selisih 1%.

Analisa Faktor Penghambat Operasional Rig A dan Rig #09


Sesuai dengan perhitungan yang telah dilakukan dan sesuai dengan gambar yang
ditunjukan diatas bahwa kedua rig masih memiliki performa kerja yang cukup baik.
Namun masih memiliki NPT yang cukup besar pada kedua rig ketika melakukan
kegiatan perbaikan dan perawatan sumur.
Sehingga untuk mengetahui penyebab NPT maka harus dapat mengelompokan
jenis permasalahan-permasalahan utama yang terjadi selama operasional rig.
Permasalahan ini akan dianalisis menggunakan diagram pareto denga cara melakukan
pengklasifikasian data jenis non productive time sesuai dengan yang telah dianalisis
pada daily report operasional rig selama 12 bulan.

Faktor Penghambat Operasional Rig A


Berdasarkan konsep yang dikemukakan oleh Vilfredo Pareto pada tahun 1987
bahwa terdapat kelopok kecil yang dapat mendominasi yakni dengan komposisi 80-
20. Sehingga pada saat melakukan analisa factor penghambat keterlambatan operasi
rig yang dapat dilihat pada Table 5.4 diketahui bahwa terdapat satu factor
penghambat operasi rig yaitu waktu tunggu untuk melakukam kegiatan inspeksi/safety
checklist dengan mendominasi 80% penghambat yang menyebabkan keterlambatan
pada operasi rig A. Permasalahan ini kemudian menyebabkan downtime dan
menyebabkan kerugian pada pihak perusahaan sebagai pihak penyedia rig. Oleh
karena itu dengan adanya analisa dengan menggunakan diagram pareto diharapkan
dapat memberikan solusi alternatif dalam penyelesaian masalah keterlambatan pada
operasi rig A dalam melakukan kegiatan perbaikan dan perawatan sumur.

Table 5.4 Faktor Penghambat Operasi Rig A

Cumm Cumm
Jenis %Waktu
Waktu Operasi Waktu %Waktu
Permasalahan Operasi
Operasi Operasi
Waktu Tunggu
Inspeksi/Safety 216,5 216,5 79% 79%
Checklist
Waktu Tungu
55,5 272 20% 100%
Perbaikan
Waiting on
1 273 0% 100%
Equipment
Total 266,5 100%

48
Geofri W O Sairdola, SNTEM, Volume 1, November 2021, hal. 41-53

120% 216.5 230


220
210
200
100% 190
180
Cumm %Waktu Opt
170
80% 160
150

Waktu Opt
140
130
60% 120
110
100
90
40% 80
55.5 70
60
50
20% 40
30
1 20
10
0% 0
Waiting on
Inspeksi Repair
Equipment
Jenis Permasalahan 216.5 55.5 1
Cumm %Waktu opt 79% 100% 100%

Jenis Permasalahan Cumm %Waktu opt

Gambar 5.4 Dominan Masalah Pada Rig A

Faktor Penghambat Operasional Rig B


Dengan menggunakan konsep vital few and trivial many yang di kemukakan oleh
Joseph M. Juran bahwa tak selamanya prinsip 80-20 berlaku untuk mengamati suatu
objek karena dapat menggunakan prinsip yang lain yaitu 5-95, 15-85, 10-90, 30-70.
Oleh karena itu, ketika menggunakan prinsip 5-95 maka terdapat 3 faktor penghambat
yang mendominasi sekitar 95% permasalahan dari 4 jenis masalah yang terjadi pada
saat melakukan operasional rig B. Permasalahan tersebut berupa waktu tunggu cuaca,
waktu tunggu inspeksi/safety checklist, dan waktu tunggu pemberian izin. Dengan
melihat permasalahan yang terjadi ini diharapkan agar dapat memberikan solusi
alternatif agar dapat melakukan pembenahan pada permasalahan operasional rig
selanjutnya.
1Table 5.5 Faktor Penghambat Operasional Rig B

Cumm
Jenis Cumm
Waktu Opt %waktu opt %Waktu
Permasalahan Waktu
opt
Inspeksi/Safety
284,5 284,5 79% 79%
Checklist
Waiting on
30,5 315 8% 87%
Weather
Waktu Tunggu
24 339 7% 94%
Pemberian Izin
Waktu Tunggu
21,5 360,5 6% 100%
Perbaikan
Total 360,5 100%

49
Geofri W O Sairdola, SNTEM, Volume 1, November 2021, hal. 41-53

120% 284.5 300


290
280
270
260
100% 250
240
230
220
210
80% 200
190
180
Percentage

170
160

Time
60% 150
140
130
120
110
40% 100
90
80
70
60
20% 30.5 50
24 21.5 40
30
20
10
0% 0
Inspeksi/Safe Waiting on Masalah
Repair
ty Check List Weather Sosialisasi
Waktu Opt 284.5 30.5 24 21.5
Cumm %Waktu opt 79% 87% 94% 100%
Axis Title

Waktu Opt Cumm %Waktu opt

Gambar 5.5 Dominan Masalah Pada Rig B

Solusi Alternatif Pada Faktor Penghambat Operasional Rig A dan Rig B


Berdasaran hasil analisa yang telah dilakukan diatas mengenai permasalahan-
permasalahan pada rig A dan rig B maka dapat diketahui bahwa terdapat 4
permasalahan utama yang menghambat jalannya operasional rig. Permaslaahan-
permasalahan yang telah dianalisa ini kemudian dikelompokan menjadi penyebab
utama dan harus mendapatkan solusi untuk meminimalisir terjadinya maslaah atau
timbulnya factor penghambat baru dalam operasi perbaikan dan perawatan sumur.
Permasalahan utama ini dikelompokan ke dalam satu tabel yang ditampilkan pada
Table 5.6.

Table 5.6 Akumulasi Faktor Penghambat Operasional Rig A dan Rig B

Jenis Permasalahan NPT A NPT B Total Jam

Waktu Tunggu
284,5 216,5 501
Inspeksi/Safety Checklist
Waktu Tunggu Perbaikan 21,5 49 70,5
Waiting on Weather 30,5 - 30,5
Waktu Tunggu Perizinan 24 - 24

Waktu Tunggu Inspeksi/Checklist


Waktu tunngu ini diakibatkan karena dilakukannya kegiatan inspeksi guna
mempersiapkan segala hal terkait dengan operasi rig tersebut mulai dari memeriksa

50
Geofri W O Sairdola, SNTEM, Volume 1, November 2021, hal. 41-53

kesiapan rig dan melakukan terhadap temuan inspeksi yang tidak sesuai dengan
standar keamanan yang telah ditetapkan jika sebuah rig ingin melakukan operasi
perbaikan dan perawatan sumur. Sebelum melakukan operasi, sebuah rig harus
mendapatkan izin dengan ditanda-tanganinya Surat Izin Kerja Aman (SIKA). Closing
yang dilakukan akan berlangsung lama jika banyak temuan inspeksi yang tidak sesuai
dengan standar keamanan sehingga akan menimbulkan waktu tunggu yang cukup
lama sampai standar closing temuan inspeksi/safety checklist telah dipenuhi. Selain
melakukan closing temuan inspeksi, waktu tunggu ini juga dapat diakibatkan oleh
lamanya pemberian izin yang dimuat didalam surat izin kerja aman karena disebabkan
oleh jarak tempuh lokasi sumur yang cukup jauh dari tempat penandatanganan surat
izin tersebut.
Solusi alternatif pada permasalahan waktu tunggu ini adalah dengan terus
melakukan pemebenahan menyeluruh dan berkala secara maksimal terhadap rig
sehingga pada saat melakukan operasi dapat mengurangi temuan-temuan inspeksi dan
mengakibatkan timbulnya waktu tunggu yang cukup lama. Pembenahan tersebut
terutama harus dilakukan pada peralatan-peralatan yang menunjang keselamatan dan
keamanan para pekerja di lapangan. Selain itu juga pembenahan harus secara berkala
dilakukan pada peralatan angkat, peralatan putar, peralatan sirkulasi, peralatan
pencegah semburan liar dan peralatan prime mover agar dapat menunjang jalannya
operasi secara maksimal.
Lama waktu dalam menunggu pemberian izin yang dimuat dalam surat izin kerja
aman dapat dilakukan melalui media komunikasi online seperti whatsapp, line, dan
yang lainnya agar dapat mengurangi waktu tunggu yang cukup lama akibat waktu
tempuh perjalanan yang cukup jauh.

Waktu Tunggu Perbaikan (Repair)


Faktor penghambat operasional rig adalah jika terjadinya kerusakan pada alat-alat
utama seperti rusaknya peralatan prime mover, peralatan angkat, peralatan putar,
peralatan pencegah semburan liar dan peralatan sirkulasi. Hal ini akan mengakibatkan
waktu tunggu yang cukup lama akibat dilakukannya perbaikan pada alat-alat rig yang
mengalami kerusakan sampai alat tersebut dapat digunakan kembali.
Solusi alternatif yang dapat ditawarkan dalam meyelesaikan maupun menghindari
factor penghambat operasional rig ini adalah dengan menyediakan suku cadang
peralatan yang cukup agar ketika terdapat kerusakan peralatan maka dapat diganti
dengan suku cadang yang tersedia sementara peralatan yang rusak tersebut dapat
diperbaiki tanpa harus menyebabkan timbulnya waktu tunggu yang cukup lama.
Selain itu peralatan-peralatan tersebut harus terus dilakukan pemeriksaan terhadap
kualitas dan terus di evaluasi secara berkala. Perawatan terhadap peralatan-peralatan
rig tersebut juga harus dilakukan secara terus menerus terkhususnya untuk peralatan
yang dengan penggunaan yang cukup lama.
Tantangan utama dalam memenuhi solusi ini adalah terkait biaya yang cukup
banyak dikeluarkan guna penyediaan suku cadang peralatan yang cukup dan biaya
terkait perawatan rig yang cukup mahal. Oleh karena itu dibutuhkan investasi biaya
yang cukup besar pula pada penanganan masalah ini karena paling umum terjadi
ketika operasional rig di lapangan.

Waiting on Weather (Waktu Tunggu Cuaca)


Waktu tunggu cuaca merupakan salah satu factor alam yang tidak bisa dihindari
dan dapat mengganggu berjalannya suatu operasi workover dan well service. Jenis

51
Geofri W O Sairdola, SNTEM, Volume 1, November 2021, hal. 41-53

permasalahan waiting on weather yang terjadi pada rig B adalah turunnya hujan deras
sehingga menyebabkan adanya delay time untuk melakukan operasi.
Solusi alternatif yang dapat ditawarkan adalah terkait penyusunan jadwal rencana
kerja dengan melakukan perhitungan ataupun prediksi musim penghujan yang sering
terjadi pada bulan Oktober sampai April dan musim panas yang terjadi pada bulan
April sampai Oktober.

Waktu Tunggu Perizinan


Waktu tunggu perizinan merupakan suatu masalah yang terjadi pada bulan
November, dimana terdapat waktu tunggu untuk melakukan koordinasi antara PT.
Pertamina EP dan PT. Ginting Jaya Energi terkait masalah perizinan kepada
masyarakat setempat. Dengan melihat masalah ini, maka solusi alternatif yang dapat
ditawarkan adalah mengenai koordinasi terkait perizinan yang mungkin dapat
diselesaikan sebelum melaksanakan suatu operasi sehingga tidak mengalami kendala
kecil yang mungkin dapat memberikan dampak yang signifikan terhadap performance
operasional rig.

4. KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
4.1 Rig A dan Rig B memiliki performance yang masih cukup baik dengan
persentase performance dari setiap rig adalah sebesar 97% pada rig A dengan
penyelesaian kegiatan perbaikan dan perawatan pada 42 sumur dan rig B dapat
menyelesaikan kegiatan perbaikan dan perawatan pada 70 sumur dengan
persentase performance operasional rig sebesar 96%. Namun dengan persentase
performance yang cukup baik tersebut masih terdapat faktor-faktor penghambat
operasi rig dan menimbulkan waktu yang tidak produktif dan menimbulkan
kerugian pada perusahaan.
4.2 NPT yang terdapat pada rig A adalah sebesar 266,5 jam yang mana didominasi
oleh permasalah yang terjadi saat adanya kegiatan inspeksi/safety checklist
dengan total waktu yaitu selama 216,5 jam dan memiliki persentase sebesar 81%.
Sedangkan downtime pada rig B adalah sebanyak 360 jam yang didominasi oleh
masalah yang sama seperti yang terjadi pada rig A yaitu permasalahan
inspeksi/safety checklist. Total waktu penyelesaian permasalahan inspeksi pada
rig B adalah sebesar 280,5 jam dengan persentase sebesar 79%.
4.3 Solusi alternatif yang dapat ditawarkan dalam mengatasi factor penghambat
operasional pada masing-masing rig antara lain sebagai berikut:
a) Dalam menangani masalah waktu tunggu karena adanya temuan inspeksi yang
membuat operasional rig harus diberhentikan sementara waktu sampai selesai
dilakukannya closing terhadap temuan inspeksi adalah dengan melakukan
pembenahan secara menyeluruh terhadap semua komponen rig secara berkala
dan semaksimal mungkin sehingga pada saat akan melakukan kegiatan
perbaikan dan perawatan sumur dapat mengurangi temuan-temuan inspeksi
tersebut. Pembenahan ini patut dilakukan terutama kepada kepada lima system
yang menunjang kinerja rig yaitu system angkat, system putar, system
sirkulasi, system pencegah semburan liar dan system tenaga. Sedangkan untuk
menangani masalah otorisasi surat izin kerja aman (SIKA) dapat dilakukan
dengan menggunakan media komunikasi online agar dapat mengurangi waktu

52
Geofri W O Sairdola, SNTEM, Volume 1, November 2021, hal. 41-53

tunggu akibat jarak tempuh yang harus dicapai untuk mendapatkan izin kerja
aman yang termuat didalam SIKA tersebut.
b) Penanganan masalah waktu tunggu perbaikan dapat dilakukan dengan
melakukan investasi pada penyediaan suku cadang peralatan agar ketika
terjadi kerusakan yang fatal terhadap salah satu komponen rig dapat langsung
diganti dengan menggunakan suku cadang peralatan yang telah disediakan
sebelumnya. Selain itu, peralatan-peralatan tersebut harus terus dilakukan
pemeriksaan dan perawatan alat secara terus menerus agar dapat menjamin
kualitas sehingga dapat meminimalisir terjadinya kerusakan pada alat yang
akan dipakai dalam operasional rig nantinya.
c) Untuk permasalahan menunggu cuaca, solusi alternatif yang dapat ditawarkan
adalah terkait penyusunan jadwal rencana kerja dengan melakukan
perhitungan ataupun prediksi musim penghujan yang sering terjadi pada bulan
Oktober sampai April dan musim panas yang terjadi pada bulan April sampai
Oktober.
d) Untuk permasalahan mengenai perizinan solusi alternatif yang dapat
ditawarkan adalah mengenai koordinasi terkait perizinan yang mungkin dapat
diselesaikan sebelum melaksanakan suatu operasi sehingga tidak ada lagi
kendala kecil yang mungkin dapat memberikan dampak yang signifikan
terhadap jalannya suatu operasi yang akan dijalankan.

5. DAFTAR PUSTAKA
1. Ginting Mulia, Simorangkir, and Gregoriana Fiesta Saraswati, “Analisa
Analisa Waktu Tidak Produktif Pada Operasi Pemboran Sumur Lepas Pantai
“NB-AAA” Lapangan XY, Total E&P Indonesia Kalimantan Timur”
Universitas Trisakti. 2015
2. Kolriry, Ronald., 2020, “Analisa dan Identifikasi Non Productive Time pada
Rig A dan Rig B di Pertamina Asset 3 Cirebon”. PEM Akamigas Cepu
3. Mansour, H, Ahmad, M., Ahmed H., 2013. “Evaluation Of Operational
Performance Of Workover Rigs Activities Oilfields”. American Journal Of
Engineering Research, Vol. 62.
4. Mansour, H, Ahmad, M., Ahmed H., 2013. “Framework For Evaluation And
Improvement Of Work Over Rigs In Oilfields”. American Journal Of
Engineering Research, Vol. 4.
5. Suranta, B., 2017, “Pengantar Teknik Dan Pengetahuan Peralatan Pemboran”.
Asmara Books. Yogyakarta.
6. Sutardi, A., Budiasih, E., 2011. “Pengolahan Data Penjualan Buku
Menggunakan Metode Klasifikasi ABC (Diagram Pareto) Untuk
Mengidentifikasi Kategori Buku Yang Banyak Diminati Pembaca (Studi
Kasus: PT. Elex Media Komputindo)”. Proceeding: Konferensi Nasional ICT-
M Politeknik Telkom (KNIP) 2011. ISSN: 2088-8252.

53

Anda mungkin juga menyukai