Anda di halaman 1dari 21

Buka menu navigasi

Scribd Logo
Cari
Cari

Cari
Unduh

SimpanSimpan LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR MAKSILA.docx Untuk Nanti


Laporan Pendahuluan Fraktur Maksila
Diunggah olehRani
0 penilaian
0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
629 tayangan
29 halaman

Informasi Dokumen
klik untuk memperluas informasi dokumen
Judul Asli
LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR MAKSILA.docx
Hak Cipta
© © All Rights Reserved
Format Tersedia
DOCX, PDF, TXT atau baca online dari Scribd
Bagikan dokumen Ini
Bagikan atau Tanam Dokumen
Opsi Berbagi
Bagikan di Facebook, terbuka di jendela baru
Facebook
Bagikan di Twitter, terbuka di jendela baru
Twitter
Bagikan di LinkedIn, terbuka di jendela baru
LinkedIn
Bagikan dengan Email, membuka klien email
Email
Copy Text
Salin Tautan
Apakah menurut Anda dokumen ini bermanfaat?
0%0% menganggap dokumen ini bermanfaat, Tandai dokumen ini sebagai bermanfaat
0%0% menganggap dokumen ini tidak bermanfaat, Tandai dokumen ini sebagai tidak
bermanfaat
Apakah konten ini tidak pantas?Laporkan Dokumen Ini
Unduh

SimpanSimpan LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR MAKSILA.docx Untuk Nanti

LAPORAN PENDAHULUAN DANASUHAN KEPERAWATAN



FRAKTUR MAKSILOFASIA

DI RUANG 21 RSSA MALANG
Oleh :Vivi Faridah(14901.06.19048)
PROGRAM STUDI PROFESI NERS KEPERAWATANSTIKES HAFSHAWATY
PESANTREN ZAINUL HASANPROBOLINGGO2019

Scribd
Dipercayai oleh lebih dari 1 juta anggota
Coba Scribd GRATIS selama 30 hari untuk mengakses lebih dari 125 juta judul tanpa iklan
atau gangguan!

Mulai Coba Gratis


Batalkan Kapan Saja.

LAPORAN PENDAHULUANA.

ANATOMI DAN FISIOLOGI


Anatomi kepala bersifat kompleks, baik dari sifat fisik kulit, tulang, dan otak sangat berbeda.
Komponen skeletal wajah tersusun supaya apabila terjadi retak akibat trauma jarang
mengganggu jaringan didalamnya. Tingkat keparahan dan pola fraktur tergantung pada
besarnya kekuatan trauma, durasi trauma, percepatan yang diberikan ke bagiantubuh yang
terkena, dan laju perubahan percepatan serta luas permukaan impaksi (Aktopdkk, 2013).
Regio Maksilofasial dibagi menjadi 3 bagian, bagian pertama merupakanwajah bagian atas (
upper face
), dimana fraktur dapat terjadi meliputi tulang
frontal
dan
sinus frontalis
. Bagian kedua merupakan wajah tengah (
midface
), dibagi menjadi bagianatas dan bawah. Bagian atas
midface
dimana terjadi fraktur
Le Fort II
dan
Le Fort III
danatau fraktur tulang hidung,
nasoethmoidal
atau kompleks
zygomaticomaxillary
, dan dasar

orbita. Fraktur
Le Fort I
merupakan fraktur
midface
bagian bawah. Sedangkan bagianketiga dari regio Maksilofasial adalah wajah bagian
bawah, yaitu fraktur yang terjadi pada
mandibula. Panfacial fracture
merupakan fraktur yang melibatkan ketiga regiomaksilofasial tersebut. Tujuan pada
perawatan pada trauma wajah yang parah adalahrekonstruksi 3D dengan proyeksi wajah
sebelum terjadinya trauma serta restorasi bentukdan fungsi. Susunan anatomi tulang-tulang
maksilofasial dapat lebih jelas dilihat padagambar 1 (Rasul dkk, 2016; Moore dkk, 2014).
B.

DEFINISI
Fraktur adalah hilangnya atau putusnya kontinuitas jaringan keras tubuh.Fraktur
maksilofasial adalah fraktur yang terjadi pada tulang-tulang wajah yaitutulang
nasoorbitoethmoid, temporal, zygomatikomaksila, nasal, maksila, dan jugamandibula
(Muchlis, 2011)Fraktur adalah hilangnya atau putusnya kontinuitas jaringan keras
tubuh.Fraktur maksilofasial adalah fraktur yang terjadi pada tulang-tulang wajah yaitutulang
nasoorbitoetmoid, tulang zigomatikomaksila, tulang nasal, tulang maksila,dan juga tulang
mandibula (Japardi, 2014).Fraktur tulang wajah memerlukan sejumlah besar kekuatan.
Dokter harusmemperhitungkan mekanisme cedera serta temuan pemeriksaan fisik ketika
menilai pasien. Kekuatan yang diperlukan untuk menghasilkan fraktur tulang wajah
adalahsebagai berikut:a.

fraktur hidung - 30 g b.

fraktur zygoma - 50 gc.

mandibula (angle) fraktur - 70 gd.

fraktur wilayah Frontal - 80 ge.

rahang atas (garis tengah) patah tulang - 100 g 10f.

mandibula (garis tengah) patah tulang - 100 gg.

fraktur rima supraorbital - 200 g


C.

ETIOLOGI
Dalam empat dekade terakhir, kejadian fraktur maksilofasial terus meningkatdisebabkan
terutama akibat peningkatan kecelakaan lalu lintas dan kekerasan.Hubungan alkohol, obat-
obatan, mengemudi mobil, dan peningkatan kekerasanmerupakan penyebab utama
terjadinya fraktur maksilofasial (Ykeda, 2012).

Kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab tertinggi dari fraktur maksilofasial. DiIndia,
97,1% fraktur maksilofasial disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas dengan penyebab lain
yaitu terjatuh dari ketinggian, kekerasan, dan akibat senjata api (Singh,2012). Penelitian lain
di India menunjukkan bahwa 74,3% fraktur maksilofasialdisebabkan oleh kecelakaan lalu
lintas (Guruprasad, 2011)Fraktur maxilla dapat disebabkan oleh trauma atau karena proses
patologisa.

Traumatic FractureFraktur yang disebabkan oleh pukulan saat :1) Perkelahian2)


Kecelakaan3) Tembakan b.

Pathologic FractureFraktur yang disebabkan oleh keadaan patologis dimana tulang dalam
keadaan sakit,tulang tipis atau lemah, sehingga bila ada trauma ringan seperti
berbicara,makan dan mengunyah dapat terjadi fraktur.Terjadi karena :1)

Penyakit tulang setempata)

Kista b)

Tumor tulang jinak atau ganasc)

Keadaan dimana resorpsi tulang sangat besar sekali sehingga denganatau tanpa trauma
dapat terjadi fraktur, misalnya pada osteomielitis2)

Penyakit umum yang mengenai tulang sehingga tulang mudah pataha)

Osteomalasia b)

Osteoporosisc)

Atrofi tulang secar umum


D.

PATOFISIOLOGI
Fraktur terjadi ketika tenaga yang diterapkan melebihi kemampuan stress tulang,mengarah
ke gangguan mineral matriks dan gangguan jaringan lunak yang terkait.Fraktur bisa bersifat
sederhana/ simpel, melibatkan gangguan tunggal antara dua segmentulang, atau bersifat
comminuted, yang berarti terdiri dari beberapa fragmen tulang.Pergeseran mengacu pada
perubahan dalam hubungan anatomi segmen tulang.Perubahan ini dapat terjadi sebagai
akibat dari energi dari pukulan itu sendiri atau karenatarikan otot yang dilawan. Angulation
adalah perubahan sudut sumbu panjang tulang di fraktur. Distraksi mengacu pada jarak
antara segmen tulang di patah tulang, dan rotasiadalah perubahan orientasi segmen tulang
sepanjang sumbu panjang mereka. Frakturdianggap menguntungkan jika orientasi vektor
tarik otot bertindak untuk kompresifraktur. Fraktur yang tidak menguntungkan yaitu salah
orientasi sehingga vektor tarikotot bertindak untuk menjauhkan fragmen (Kellman Dkk,
2011).Fraktur terbuka berarti ada paparan antara tulang yang patah dengan lingkungan luar
jaringan lunak, yang mengarah ke kontaminasi bakteri. Hal ini sedikit membingungkan pada
wajah karena disana terdapat rongga mulut, hidung, dan sinus. Patah tulang
yangmelibatkan laserasi kulit wajah atau mukosa oral disebut patah tulang terbuka.
Biasanya,fraktur yang melibatkan bantalan tulang gigi bahkan tanpa laserasi mukosa
dianggapterbuka karena dari paparan flora mulut melalui jaringan periodontal. Fraktur
padarongga hidung yang melibatkan laserasi mukosa hidung juga terkena flora
hidung.Fraktur pada sinus yang terinfeksi mungkin awalnya tidak melibatkan kontaminasi
bakteri. Namun, sinus yang terisi darah kemungkinan menjadi koloni cukup cepat.Beberapa
fraktur wajah tidak akan dianggap terbuka antara lain fraktur ramus mandibulaterisolasi atau
patah tulang subcondylar dan patah tulang arkus zygomatic (Kellman Dkk,2011).Jumlah
energi yang terkait dengan cedera cenderung mempengaruhi karakteristikcedera. Dampak
energi rendah seperti pukulan tinju cenderung menyebabkan patahtulang kurang kominutif
dan kurang bergeser. Dampak energy tinggi lebih biasanyaterkait dengan cedera jaringan
lunak yang lebih luas. Sebuah benda keras menerpa wajahlebih cenderung menyebabkan
kominusi dibanding dari pukulan benda tajam denganenergi yang sama karena energi
pukulan ditransfer ke jaringan yang lebih cepat. Trauma penetrasi seperti peluru berenergi
rendah menciptakan cedera lebih rendah dibanding peluru energi tinggi. Namun, desain
peluru juga menjadi pertimbangan. Sebuah peluruenergi tinggi dengan permukaan yang
keras dapat keluar tubuh cukup cepat, tidakmenghamburkan semua energi ke dalam tubuh.
Sebuah peluru energi yang lebih rendahyang dirancang untuk memperluas sebagian besar
energi sebelum keluar tubuh dapatlebih merusak. Namun, jumlah energi gelombang kejut
dari dampak peluru menentukantingkat kerusakan jaringan sekitar (Kellman Dkk, 2011).

E.

KLASIFIKASI
1. Fraktur Nasoorbitoetmoid (NOE)
Anatomi kompleks yang berliku-liku mengakibatkan fraktur NOE merupakanfraktur yang
paling sulit untuk direkonstruksi. Kompleks NOE terdiri dari sinus frontalis, sinus ethmoid,
anterior cranial fossa, orbita tulang temporal, dan tulangnasal (Tollefson, 2013).Medial
canthal tendon (MCT) berpisah sebelum masuk kedalam frontal process
dari maksila. Kedua tungkai dari tendon ini mengelilingi fossalakrimal. Komponen utama dari
NOE ini dikelilingi oleh tulang lakrimal di posterior, tulang nasal dan pyriform aperture
di anterior, tulang frontal di kranial,maksila di inferior, rongga udara etmoid di tengah, dan
orbita di lateral (Nguyen,2010).Klasifikasi yang digunakan pada fraktur NOE adalah
klasifikasiMarkowitzManson yang terdiri dari tiga tipe yaitu (Aktop, 2013):a.

Tipe I: MCT menempel pada sebuah fragmen sentral yang besar. b.

Tipe II: MCT menempel pada fragmen sentral yang telah pecah namun dapatdiatasi atau
MCT menempel pada fragmen yang cukup besar untukmemungkinkan
osteosynthesis.
c.

Tipe III: MCT menempel pada sentral fragmen yang pecah dan tidak dapatdiatasi atau
fragmen terlalu kecil untuk memungkinkan terjadinya
osteosynthesis
atau telah terlepas total. Fraktur NOE meliputi 5% darikeseluruhan fraktur maksilofasial pada
orangdewasa.Kebanyakan fraktur NOE merupakan fraktur tipe I. Fraktur tipe III
merupakanfraktur yang paling jarang dan terjadi pada 1-5% dari seluruh kasus fraktur
NOE(Nguyen, 2010).2.

Fraktur Zigomatikomaksila

Zygomaticomaxillary complex
(ZMC) mempunyai peran penting pada struktur,fungsi, dan estetika penampilan dari wajah.
ZMC memberikan kontur pipi normaldan memisahkan isi orbita dari fossa temporal dan
sinus maksilaris. Zigomamerupakan tempat melekat dari otot maseter, oleh karena itu
kerusakannya akan berpengaruh terhadap proses mengunyah (Tollefson, 2013).Fraktur
ZMC menunjukkan kerusakan tulang pada empat dinding penopangyaitu
zygomaticomaxillary, frontozygomatic
,
zygomaticosphenoid,
dan

zygomaticotemporal.
Fraktur ZMC merupakan fraktur kedua tersering pada frakturmaksilofasial setelah fraktur
nasal (Meslemani, 2012).Klasifikasi pada fraktur ZMC yang sering digunakan adalah
klasifikasi Knightdan North. Klasifikasi ini turut mencakup tentang penanganan terhadap
frakturZMC. Klasifikasi tersebut dibagi menjadi enam yaitu (Meslemani, 2012):a.

Kelompok 1: Fraktur tanpa pergeseran signifikan yang dibuktikan secara klinisdan radiologi
b.

Kelompok 2: Fraktur yang hanya melibatkan arkus yang disebabkan oleh gayalangsung
yang menekuk
malar eminence
ke dalamc.

Kelompok 3: Fraktur yang tidak berotasid.

Kelompok 4: Fraktur yang berotasi ke mediale.

Kelompok 5: Fraktur yang berotasi ke lateralf.

Kelompok 6: Fraktur kompleks yaitu adanya garis fraktur tambahan sepanjangfragmen


utama (Meslemani, 2012).3.

Fraktur Nasal
Tulang nasal merupakan tulang yang kecil dan tipis dan merupakan lokasifraktur tulang
wajah yang paling sering. Fraktur tulang nasal telah meningkat baikdalam prevalensi
maupun keparahan akibat peningkatan trauma dan kecelakaan lalulintas (Baek, 2013).
Fraktur tulang nasal mencakup 51,3% dari seluruh frakturmaksilofasial (Haraldson,
2013).Klasifikasi fraktur tulang nasal terbagi menjadi lima yaitu (Ondik, 2009):a.

Tipe I: Fraktur unilateral ataupun bilateral tanpa adanya deviasi garis tengah b.

Tipe II: Fraktur unilateral atau bilateral dengan deviasi garis tengahc.

Tipe III: Pecahnya tulang nasal bilateral dan septum yang bengkok dengan penopang septal
yang utuhd.
Tipe IV: Fraktur unilateral atau bilateral dengan deviasi berat atau rusaknyagaris tengah
hidung, sekunder terhadap fraktur septum berat atau dislokasiseptume.

Tipe V: Cedera berat meliputi laserasi dan trauma dari jaringan lunak,
saddling
dari hidung, cedera terbuka, dan robeknya jaringan.4.

Fraktur Maksila dan Le Fort


Maksila mewakili jembatan antara basal kranial di superior dan lempeng oklusalgigi di
inferior. Hubungan yang erat dengan rongga mulut, rongga hidung, dan orbitadan sejumlah
struktur yang terkandung di dalamnya dan melekat dengan maksila

merupakan struktur yang penting baik secara fungsional maupun kosmetik. Fraktur pada
tulang-tulang ini memiliki potensi yang mengancam nyawa (Moe, 2013).Klasifikasi fraktur
maksila yang paling utama dilakukan oleh Rene Le Fort padatahun 1901 di Perancis.
Klasifikasi Le Fort terbagi menjadi tiga yaitu (Aktop, 2013):1)

Le Fort I Garis fraktur horizontal memisahkan bagian bawah dari maksila,lempeng horizontal
dari tulang palatum, dan sepertiga inferior dari
sphenoid pterygoid processes
dari dua pertiga superior dari wajah. Seluruh arkus dentalmaksila dapat bergerak atau teriris.
Hematoma pada vestibulum atas
(Guerin’s
sign)
dan epistaksis dapat timbul.2)

Le Fort II Fraktur dimulai inferior ke sutura nasofrontal dan memanjang melaluitulang nasal
dan sepanjang maksila menuju sutura
zygomaticomaxillary
, termasuksepertiga inferomedial dari orbita. Fraktur kemudian berlanjut sepanjang sutura
zygomaticomaxillary
melalui lempeng
pterygoid.
3)

Le Fort III Pada fraktur Le Fort III, wajah terpisah sepanjang basal tengkorakakibat gaya
yang langsung pada level orbita. Garis fraktur berjalan dari regionnasofrontal sepanjang
orbita medial melalui fissura orbita superior dan inferior,dinding lateral orbita, melalui sutura
frontozygomatic
. Garis fraktur kemudianmemanjang melalui sutura
zygomaticotemporal
dan ke inferior melalui sutura
sphenoid
dan
pterygomaxillary.
Ada dua tipe fraktur maksila non Le Fort lain relatif umum. Yang pertama adalahfraktur
karena trauma tumpul yang terbatas dan sangat terfokus yangmenghasilkan segmen fraktur
yang kecil dan terisolasi. Sering kali, sebuah paluatau instrumen lain sebagai senjata
penyebab.
Alveolar ridge
, dinding anteriorsinus maksila dan
nasomaxillary junction
merupakan lokasi yang umum padacedera ini. Yang kedua adalah fraktur karena gaya dari
submental yang diarahkanlangsung ke superior dapat mengakibatkan beberapa fraktur
vertikal melalui beberapa tulang pendukung horizontal seperti
alveolar ridge, infraorbital rim,
dan
zygomatic arches
(Moe, 2013).5.

Fraktur Mandibula
Mandibula mengelilingi lidah dan merupakan satu-satunya tulang kranial yang bergerak.
Pada mandibula, terdapat gigi-geligi bagian bawah dan pembuluh darah,otot, serta
persarafan. Mandibula merupakan dua buah tulang yang menyatu menjadisatu pada simfisis
(Stewart, 2008).

Mandibula terhubung dengan kranium pada persendian


temporomandibular joint
(TMJ). Fungsi yang baik dari mandibula menentukan gerakan menutup darigigi. Fraktur
mandibula dapat mengakibatkan berbagai variasi dari gangguan jangka pendek maupun
panjang yaitu nyeri TMJ, gangguan mengatupkan gigi,ketidakmampuan mengunyah,
gangguan salivasi, dan nyeri kronis. Frakturmandibula diklasifikasikan sesuai dengan
lokasinya dan terdiri dari simfisis, badan,angulus, ramus, kondilar, dan subkondilar (Stewart,
2008).
F.

MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis gejala dan tanda trauma maksilofasial dapat berupa : a.

Dislokasi, berupa perubahan posisi yg menyebabkan maloklusi terutama padafraktur


mandibular b.

Pergerakan yang abnormal pada sisi frakturc.

Rasa nyeri pada sisi frakturd.

Perdarahan pada daerah fraktur yang dapat menyumbat saluran napase.

Pembengkakan dan memar pada sisi fraktur sehingga dapat menentukan lokasidaerah
frakturf.

Krepitasi berupa suara pada saat pemeriksaan akibat pergeserang.

Laserasi yg terjadi pada daerah gusi, mukosa mulut dan daerah sekitar frakturh.
Diskolorisasi perubahan warna pada daerah fraktur akibat pembengkakani.

Numbness, kelumpuhan dari bibir bawah, biasanya bila fraktur terjadi dibawahnervus
alveolaris j.

Pada fraktur orbita dapat dijumpai penglihatan kabur atau ganda, penurunan pergerakan
bola mata dan penurunan visus
G.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.

Pemeriksaan RadiografisPada pasien dengan trauma wajah, pemeriksaan radiografis


diperlukan untukmemperjelas suatu diagnosa klinis serta untuk mengetahui letak
fraktur.Pemeriksaan radiografis juga dapat memperlihatkan fraktur dari sudut dan
perspektifyang berbeda. Pemeriksaan radiografis pada mandibula biasanya memerlukan
fotoradiografis
panoramic view, open-
mouth Towne’s view, postero
-anterior view,lateral oblique view
. Biasanya bila foto-foto diatas kurang memberikan informasiyang cukup, dapat juga
digunakan foto oklusal dan periapikal.
Computed

Tomography
(CT)
scans
dapat juga memberi informasi bila terjadi trauma yangdapat menyebabkan tidak
memungkinkannya dilakukan teknik foto radiografis biasa. Banyak pasien dengan trauma
wajah sering menerima atau mendapatkan
CT scan
untuk menilai gangguan neurologi, selain itu
CTscan
dapat juga digunakansebagai tambahan penilaian radiografi. Pemeriksaan radiografis untuk
fraktursepertiga tengah wajah dapat menggunakan
Water’s view,
lateral skull view, posteroanterior skull view
, dan
submental vertex view
.
No Pemeriksaan Radiografis Indikasi
1. Foto dental Trauma dan fraktur dental2. Foto oklusal-Fraktur sagital rahang atas-Luksasi
benda asing (pecahangigi, bahan tambalan dan gigi palsu) ke jaringan lunak3.
Ortopantomogram/OPG-Trauma dental-Fraktur dentoalveolar-Fraktur rahang
bawah,termasuk fraktur kondilus- Fraktur rahang atas.4.Subokzipitofrontal dengan
mulutterbuka (Clementschitsch) atauMandibula PA-Fraktur rahang bawah-Fraktur kondilus-
Pada dugaan terdapat frakturrahang bawah dan atau frakturkondilus, maka pembuatan
fotoclemi wajib dilakukan5. Waters/sinus maksilaris oksipitonasal- Fraktur wajah- Fraktur
orbita6. Submentobregmatikal (Henkeltopf) - Fraktur arkus zigomatikus7.Tomografi
Komputer (scan CT),termasuk Cranial ComputerTomografi(CCT) dan juga scan CT
denganrekonstruksi 3D- Politrauma- Fraktur wajah- Fraktur orbita (potongankoronal)-
Fraktur rahang atas kompleks- Fraktur rahang bawah

Scribd
Dipercayai oleh lebih dari 1 juta anggota
Coba Scribd GRATIS selama 30 hari untuk mengakses lebih dari 125 juta judul tanpa iklan
atau gangguan!

Mulai Coba Gratis


Batalkan Kapan Saja.

kompleks- Fraktur dasar tengkorak, sinusfrontalis- Trauma cranium8. MRI- Politrauma-


Trauma saraf dan jaringanlunak (misalnya n.opticusdiskus artikularis)2.

Pemeriksaan LaboratoriumWalaupun perdarahan yang tertunda jarang menimbulkan


masalah yang serius,tetapi karena diperlukan untuk tindakan bedah pada waktu selanjutnya,
makasebagian besar trauma orofasial mayor harus dilakukan pemeriksaan golongandarah
untuk keperluan transfusi. Namun selain itu juga diperlukan pemeriksaan darah rutin yang
meliputi :a.

Hemoglobin / Haemoglobin (Hb) Nilai normal dewasa pria 13.5-18.0gram/dL, wanita 12-16
gram/dL, wanita hamil 10-15 gram/Dl Hb yang rendah(<10 gram/dL) biasanya dikaitkan
dengan pendarahan barat. Bisa juga karena penyalit tertentu yaitu leukemia leukemik, lupus
eritematosus sistemik, danobat-obatan seperti obat antikanker, asam asetilsalisilat,
rifampisin, primakuin,dan sulfonamid. Ambang bahaya adalah Hb < 5 gram/dL. b.

Hematokrit (Ht)c.

Leukosit: hitung leukosit (


leukocyte count
) dan hitung jenis (
differential count
) Nilai normal 4500-10000 sel/mm3. Segala macam infeksi menyebabkanleukosit naik; baik
infeksi bakteri, virus, parasit, dan sebagainya. Kondisi lainyang dapat menyebabkan
leukositosis yaitu: - Anemia hemolitik - Sirosis hatidengan nekrosis - Stres emosional dan
fisik (termasuk trauma dan habis berolahraga)

Keracunan berbagai macam zat - Obat: allopurinol, atropinsulfat, barbiturat, eritromisin,
streptomisin, dan sulfonamid. Leukosit rendah(disebut juga leukopenia) dapat disebabkan
oleh agranulositosis, anemiaaplastik, AIDS, infeksi atau sepsis hebat, infeksi virus (misalnya
dengue),keracunan kimiawi, dan postkemoterapi. Penyebab dari segi obat antara
lainantiepilepsi, sulfonamid, kina, kloramfenikol, diuretik, arsenik (terapileishmaniasis), dan
beberapa antibiotik lainnya.
d.

Hitung trombosit /
platelet count
Nilai normal dewasa 150.000-400.000sel/mm3. Penurunan trombosit (trombositopenia)
dapat ditemukan padademam berdarah dengue, anemia, luka bakar, malaria, dan sepsis.
Nilaiambang bahaya pada <30.000 sel/mm3. Peningkatan trombosit (trombositosis)dapat
ditemukan pada penyakit keganasan, sirosis, polisitemia, ibu hamil,habis berolahraga,
penyakit imunologis, pemakaian kontrasepsi oral, dan penyakit jantung. Biasanya
trombositosis tidak berbahaya, kecuali jika>1.000.000 sel/mm3.e.

Laju endap darah (LED) /


erythrocyte sedimentation rate
(ESR) Nilai normaldewasa pria <15 mm/jam pertama, wanita <20 mm/jam pertama. LED
yangmeningkat menandakan adanya infeksi atau inflamasi, penyakit imunologis,gangguan
nyeri, anemia hemolitik, dan penyakit keganasan. LED yang sangatrendah menandakan
gagal jantung dan poikilositosis.f.

Hitung eritrosit Nilai normal dewasa wanita 4.0-5.5 juta sel/mm3, pria 4.5-6.2 juta sel/mm3.
Peningkatan jumlah eritrosit ditemukan pada dehidrasi berat,diare, luka bakar, perdarahan
berat, setelah beraktivitas berat, polisitemia,anemia
sickle cell
. Penurunan jumlah eritrosit ditemukan pada berbagai jenisanemia, kehamilan, penurunan
fungsi sumsum tulang, malaria, mielomamultipel, lupus, konsumsi obat (kloramfenikol,
parasetamol, metildopa,tetrasiklin, INH, asam mefenamat).
H.

PENATALAKSANAAN

Perawatan Elektif
Hasil yang diharapkan dari perawatan pada pasien fraktur maksilofasial adalah
penyembuhan tulang yang cepat, normalnya kembali okular, sistem mastikasi, dan
fungsinasal, pemulihan fungsi bicara, dan kembalinya estetika wajah dan gigi. Selama fase
perawatan dan penyembuhan, penting untuk meminimalisir efek lanjutan pada statusnutrisi
pasien dan mendapatkan hasil perawatan dengan minimalnya kemungkinan pasienmerasa
tidak nyaman. Tujuan dari terapi fraktur adalah untuk mengembalikan anatomidan fungsi
dari tulang dan jaringan lunak dalam waktu yang singkat dengan resiko yang paling kecil.
Terapi fraktur harus dilakukan sedini mungkin untuk mendapatkan hasil yang
maksimal.Syarat untuk mendapatkan hasil yang optimal :a.Reposisi fragmen ke posisi yang
benar secara anatomis

b.Kontak yang baik antara kedua fragmen selama masa penyembuhanc.

ImobilisasiTahap-tahap terapi :a.

Reposisi : Mengembalikan letak fragmen ke posisi yang benar secara anatomi. b.


Imobilisasi/ Retensi : Dapat menggunakan IDW, miniplat ataupun sekrup.c.

Fiksasi : Tujuannya adalah agar fragmen yang telah direposisi dan mendapatretensi tidak
bergerak selama masa awal penyembuhan, fiksasi ini dapatmenggunakan metode fiksasi
maksilomandibular.d.

Mobilisasi : Mobilisasi dini sehabis fraktur penting untuk mencegah ankilosis pada sendi
rahang pada kasus fraktur kondilus, mengembalikan jalan nafasorofaringeal dan
mengembalikan rasa percaya diri pasien sehingga dapat berkativitas dengan normal (fungsi
social)Waktu perawatan fraktur tergantung dari banyak faktor. Secara umum, lebih
cepatmerawat luka akan lebih baik hasilnya. Penelitian membuktikan bahwa semakin
lamaluka dibiarkan terbuka dan tidak ditangani, semakin besar kemungkinan untukterjadinya
infeksi dan malunion.
Perawatan Fraktur Maksilofasial
Sebelum dilakukan debridement, diberikan antibiotik profilaks yang dilakukan diruangan
emergency. Yang terbaik adalah golongan sefalosforin. Biasanya dipakaisefalosforin
golongan pertama. Pada fraktur terbuka, diberikan tambahan berupagolongan
aminoglikosida, seperti tobramicin atau gentamicin. Golongan sefalosforingolongan ketiga
dipertimbangkan di sini. Sedangkan pada fraktur yang dicurigaiterkontaminasi kuman
clostridia, diberikan penicillin.Peralatan proteksi diri yang dibutuhkan saat operasi adalah
google, boot dan sarungtangan tambahan. Sebelum dilakukan operasi, dilakukan pencucian
dengan povineiodine, lalu drapping area operasi. Debridement dilakukan pertama kali pada
daerahkulit. Kemudian rawat perdarahan di vena dengan melakuan koagulasi. Buka
fasciauntuk menilai otot dan
tendon. Viabilitas otot dinilai dengan 4C, “Color, Contractility,
Circulation and Consistency. Lakukan pengangkatan kontaminasi canal medullarydengan
saw atau rongeur. Curettage canal medulary dihindarkan dengan alasanmencegah infeksi
ke arah proksimal. Irigasi dilakukan dengan normal saline.Penggunaan normal saline adalah
6-10 liter untuk fraktur terbuka. Tulang dipertahankandengan reposisi. Penutupan luka
dilakukan jika memungkinkan. Pada fraktur terbuka

yang tidak bisa dilakukan penutupan luka, dilakukan rawat luka terbuka, hingga lukadapat
ditutup sempurna.Perawatan fraktur dapat dibedakan menjadi perawatan fraktur secara
tertutup
(closed)
atau terbuka
(open)
. Perawatan fraktur dengan menggunakan
intermaxillary fixation
(IMF) disebut juga reduksi tertutup karena tidak adanya pembukaan danmanipulasi terhadap
area fraktur secara langsung. Teknik IMF yang biasanya paling banyak digunakan ialah
penggunaan
arch bar
.1.

Closed Reduction
Pada prinsipnya, terapi fraktur konservatif dapat menggunakan metode :a.
Yang dicekatkan ke gigi pasien sebagai pegangan (ligature dental, splint dental,arch bar) b.

Splin protesa, digunakan pada rahang yang tidak bergigi, dapat dicekatkandengan sekrup
osteosintesis ke tulang atau dengan
circumferential wiring
c.

Yang bertumpu ke struktur tulang ekstra oral (head chin splint dan gips padafraktur
hidung)Macam metode IDW (Interdental Wiring) untuk metode tertutup :1)

Ligatur Dental

Ligatur dental sering digunakan sebagai “terapi awal atau dini”. Kelemahannya
adalah kurangnya stabilitas dalam jangka waktu yang lama dan sering merusakstruktur
periodonsium gigi. Karena itu, penggunaan ligature dental hanya bersifat sementara.
Pemasangan ligature dapat dilakukan dengan menggunakankawat berdiameter 0,35 atau
0,4 mm. Tipe ligature dental yang sering digunakanadalah Ivy, Stout, Essig.2)

Arch Bar
Ada 2 tipe Arch bar yaitu direk dan indirek.a)

Tipe Direk Arch bar langsung dipasang menggunakan bantuan kawat 0,35atau 0,4 mm.
Keuntungan arch bar jenis ini adalah dapat langsungdigunakan tanpa memerlukan proses
pembuatan di laboratorium, umumnyaarch bar dipasang pada gigi-gigi di rahang atas dan
bawah, setelah prosesligasi selesai barulah dilakukan MMF. MMF dilakukan
denganmenggunakan karet (
rubber)
maupun menggunakan kawat 0,4 mm. b)

Tipe Indirek Pada pasien sebelumnya dilakukan pencetakan dari rahang atasdan bawah
dengan menggunakan alginate, kemudian dilakukan pembuatanarch bar sesuai dengan
bentuk rahang pasien. Keuntungannya adalah bentuk

arch bar sesuai dengan bentuk rahang dan gigi pasien. Selain itu, padamodel dan articulator
dapat dapat dilakukan penyesuaian oklusi.Kerugiannya adalah diperlukan tambahan waktu
dan biaya untuk pembuatannya.3)

Splin Protesa
Digunakan pada fraktur rahang tidak bergigi, jika pasien mempunyai gigi tiruanlengkap
maka sebelumnya dapat dilakukan duplikasi dari gigi tiruan itu terlebihdahulu. Selanjutnya
prinsipnya adalah pemasangan protesa ke dalam mulutuntuk digunakan sebagai alat bantu
guna mendapatkan oklusi dan artikulasiyang baik. Selain itu, MMF juga dapat dilakukan
lewat protesa ini. Protesadapat difiksasi di mulut menggunakan sekrup osteosintesi
(umumnya diperlukan3-4 sekrup per rahang).2.

Open Reduction
Perawatan fraktur dengan reduksi terbuka ialah perawatan pembukaan dan
reduksiterhadap area fraktur secara langsung dengan tindakan pembedahan. Terapi
frakturdengan metode open reduction diindikasikan pada :a.

Fraktur multiple dan comminuted b.

Fraktur terbukac.

Fraktur pada rahang yang atrofid.

Fraktur yang terinfeksie.

Fraktur pada pasien yang tidak dapat dilakukan terapi konservatif seperti pada pasien
epilepsy, ketergantungan alcohol, keterbelakangan mental.Terapi fraktur sebaiknya
dilakukan secepat mungkin, penundaan perawatan akan berakibat pada kalsifikasi tulang
pada posisi yang salah dan juga meningkatkanresiko infeksi. Meskipun secara umum fraktur
oran dan maksilofasial sebaiknyadirawat secara terbuka, namun tidak semuanya
membutuhkan. Pada fraktur tanpadisplacement umumnya tidak perlu intervensi bedah.
Material yang digunakanuntuk fiksasi pada terapi fraktur dengan open reduction antara lain
kawat, pelat dansekrup, miniplat, mikroplat.
I.

KOMPLIKASI
Pada luka yang parah, tidak jarang mendapatkan hasil kurang sempurna,
meskipunrekonstruksi yang baik sering diterima oleh pasien yang menghargai keparahan
cederaawal mereka. Namun, operasi revisi selektif dapat meningkatkan hasil dan
mengkonversi

hasil yang dapat diterima. Bijaksana dalam penggunaan graf tulang atau implantalloplastic
diperlukan untuk membentuk daerah tulang yang hilang atau untuk reposisi bola mata.
Kadang-kadang, malunion bisa terjadi, cara mengatasinya adalah denganremobilisasi dari
tulang wajah via osteotomy diikuti oleh reposisi dan refixation dengangraf tulang yang
diperlukan. Komplikasi fraktur maksilofasial dan penanganannya dapatdilihat pada tabel
dibawah (Kellman Dkk, 2006).

ASUHAN KEPERAWATAN TEORIA.

PENGKAJIAN
Data dasar pengkajian pasien tergantung tipe,lokasi dan keparahan cedera dan mungkindi
persulit oleh cedera tambahan pada organ vital.
a. Aktifitas dan istirahatGejala : merasa lemah,lelah,kaku hilang keseimbanganTanda :
Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, ataksia cara berjalan tidaktegap,
masalah dlm keseimbangan, cedera/trauma ortopedi, kehilangan tonus otot.
b. Sirkulasi Gejala : Perubahan tekanan darah atau normal, Perubahan frekuensi
jantung(bradikardia, takikardia yang diselingi bradikardia disritmia)
c. Integritas egoGejala : Perubahan tingkah laku atau
kepribadianTanda :Cemas,mudah tersinggung,delirium,agitasi,bingung,depresi
d. EliminasiGejala : Inkontensia kandung kemih/usus mengalami gangguan fungsi
e. Makanan/cairanGejala : mual,muntah dan mengalami perubahan seleraTanda :
muntah,gangguan menelan
f. Neuro sensori Gejala :Kehilangan kesadaran sementara,amnesia seputar kejadian,
vertigo,sinkope,tinitus,kehilangan pendengaran, Perubahan dalam penglihatan
sepertiketajamannya, diplopia, kehilangan sebagain lapang pandang, gangguan
pengecapandan penciumanTanda : Perubahan kesadran bisa sampai koma,
perubahan status mental, perubahan pupil, kehilangan penginderaan, wajah tdk
simetris, genggaman lemahtidak seimbang, kehilangan sensasi sebagian tubuh
g. Nyeri/kenyamananGejala : Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yg berbeda
biasanya lamaTanda : Wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan nyeri,
nyeri yanghebat,merintih
h. PernafasanTanda : Perubahan pola nafas, nafas berbunyi, stridor,
tersedak,ronkhi,mengi
i. KeamananGejala : Trauma baru/trauma karena kecelakaanTanda :
Fraktur/dislokasi,gangguan penglihatan
j. Kulit : laserasi,abrasi,perubahan warna,tanda batle disekitar telinga,adanya
alirancairan dari telinga atau hidung
k. Gangguan kognitif
l. Gangguan rentang gerakm
m. Demam

B.DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.Risiko tinggi peningkatan tekanan intracranial yang berhubungan dengan desakruang
sekunder dari kompresi korteks serebri dari adanya perdarahan baik bersifatintraserebral
hematoma.
2.Ketidakefektifan pola pernapasan yang berhubungan dengan depresi pada pusat
pernapasan di otak, kelemahan oto-otot pernapasan, ekspansi paru yang tidakmaksimal
karena akumulasi udara/cairan.
3.Tidak efektif kebersihan jalan napas yang berhubungan dengan penumpukansputum,
peningkatan sekresi sekret, penurunan batuk sekunder akibat nyeri dankeletihan, adanya
jalan napas buatan pada trakea, ketidakmampuan batuk/batukefektif.
4.Perubahan kenyamanan: nyeri akut yang berhubungan dengan trauma jaringan danrefleks
spasme otot sekunder.
5.Perubahan perfusi serebral berhubungan dengan penghentian aliran darah
(nemongi,nemotuma), edema serebral ; penurunan TD sistemik / hipoksia.
C.

INTERVENSI KEPERAWATAN
DX 1 : Resiko tinggi peningkatan TIK yang berhubungan dengan desak ruang sekunder
darikompresi korteks serebri dari adanya perdarahan baik bersifat intraserebral
hematoma,subdural hematoma, dan epidural hematoma.Tujuan : dalam waktu 2x24 jam
tidak terjadi peningkatan TIK pada klien.Kriteria hasil : klien tidak gelisah, klien tidak
mengeluh nyeri kepala, mual-mual dan muntah,GCS 4, 5, 6, tidak terdapat papiledema. TTV
dalam batas normal.Intervensi Rasionalisasi Mandiri
 Kaji faktor penyebab dari situasi/keadaanindividu/penyebab koma/penurunan perfusi
jaringan dan kemungkinan penyebab peningkatan TIK.
 Deteksi dini untuk memprioritaskanintervensi, mengkaji status neurologis/ tanda-
tanda kegagalan untuk menentukan perawatan kegawatan atau tindakan
pembedahan.
 Monitor tanda-tanda vital tiap 4 jam Suatu keadaan normal bila sirkulasi
serebralterpelihara dengan baik atau fluktuasiditandai dengan tekanan darah
sistemik, penurunan dari autoregulator kebanyakanmerupakan tanda penurunan
difusi localvaskularisasi darah serebral. Dengan peningkatan tekanan darah
(diastolic) makadibarengi dengan peningkatan tekanan darahintrakrinial. Adanya
peningkatan tekanandarah, bradikardi, disritmia, dispneamerupakan tanda terjadinya
peningkatanTIK.
 Evaluasi pupil, amati ukuran, ketajaman, danreaksi terhadap cahaya.Reaksi pupil
dan pergerakan kembali dari bola mata merupakan tanda dari gangguannervus/saraf
jika batang otak terkoyak.Reaksi pupil diatur oleh saraf III cranial(okulomotorik) yang
menunjukkankeseimbangan antara parasimpatis dansimpatis. Respon terhadap
cahaya merupakankombinasi fungsi dari saraf cranial II dan III.Monitor temperatur
dan pengaturan suhulingkungan.Panas merupakan refleks dari hipotalamus.
Peningkatan kebutuhan metabolism dan O2 akan menunjang peningkatan TIK/
ICP(Intracranial Pressure).Pertahankan kepala/ leher pada posisi yangnetral,
usahakan dengan sedikit bantal.Hindari penggunaan bantal yang tinggi
padaPerubahan kepala pada satu sisi dapatmenimbulkan penekanan pada vena
jugularisdan menghambat aliran darah otak

kepala. (menghambat drainase pada vena serebral),untuk itu dapat meningkatkan


TIKBerikan periode istirahat antara tindakan perawatan dan batasi lamanya
prosedur.Tindakan yang terus-menerus dapatmeningkatkan TIK oleh efek
rangsangankumulatif.Kurangi rangsangan ekstra dan berikan rasanyaman seperti masase
punggung,lingkungan yang tenang. Sentuhan yangramah, dan suasana / pembicaraan yang
tidakgaduh.Memberikan suasana yang tenang (
colmingeffect
) dapat mengurangi respons psikologisdan memberikan istirahat untukmempertahankan TIK
yang rendah.Cegah/hindarkan terjadinya valsavamaneuverMengurangi tekanan intratorakal
danintraabdominal sehingga menghindari peningkatan TIK.Bantu klien jika batuk, muntah
Aktivitas ini dapat meningkatkanintrathorakal/tekanan dalam thoraks dantekanan dalam
abdomen dimana aktivitas inidapat meningkatkan tekanan TIK.Kaji peningkatan istirahat dan
tingkat laku. Tingkah nonverbal ini dapat merupakanindikasi peningkatan TIK atau
memberikanrefleks nyeri dimana klien tidak mampumengungkapkan keluhan secara verbal,
nyeriyang tidak menurun dapat meningkatkanTIK.Palpasi pada pembesaran/pelebaran
bladder, pertahankan drainase urine secara paten jikadi gunakan dan juga monitor
terdapatnyakonstipasi.Dapat meningkatkan repons otomatis yang potensial menaikkan
TIK.Berikan penjelasan pada klien (jika sadar)dan keluarga tentang sebab-sebab
TIKmeningkat.Meningkatkan kerja sama dalammeningakatkan perawatan klien
danmengurangi kecemasan.Observasi tingkat kesadaran dengan GCS. Perubahan
kesadaran menunjukkan peningkatan TIK dan berguna menentukanlokasi dan
perkembangan penyakit.

Scribd
Dipercayai oleh lebih dari 1 juta anggota
Coba Scribd GRATIS selama 30 hari untuk mengakses lebih dari 125 juta judul tanpa iklan
atau gangguan!

Mulai Coba Gratis


Batalkan Kapan Saja.

Kolaborasi :Pemberian O
2
sesuai indikasi. Mengurangi hipoksemia, dimana dapatmeningkatkan vasodilatasi serebral,
volumedarah, dan menaikkan TIK.Kolaborasi untuk tindakan operatif evakuasidarah dari
dalam intracranial.Tindakan pembedahan untuk evakuasi darahdilakukan bila kemungkinan
terdapat tanda-tanda deficit neurologis yang menandakan peningkatan ntrakranial.Berikan
cairan intravena sesuai indikasi. Pemberian cairan mungkin di inginkan untukmengurangi
edema serebral, peningkatanminimum pada pembuluh darah, tekanandarah dan
TIK.Berikan obat osmosis diuretic contohnya :manitol, furoscide.Diuretic mungkin digunakan
pada fase akutuntuk mengalirkan air dari sel otak danmengurangi edema serebral dan
TIK.Berikan steroid contohnya : dexamethason,methyl prenidsolon.Untuk menurunkan
inflamasi (radang) danmengurangi edema jaringan.Berikan analgesic narkotik contoh :
kodein. Mungkin di indikasikan untuk menguranginyeri dan obat ini berefek negatif pada
TIKtetapi dapat digunakan dengan tujuan untukmencegah dan menurunkan sensasi
nyeri.Berikan antipiretik contohnya : asetaminofen. Mengurangi/mengontrol hari dan
padametabolisme serebral/oksigen yangdiinginkan.Monitor hasil laboratorium sesuai
denganindikasi seperti prothrombin, LED.Membantu memberikan informasi tentangefektifitas
pemberian obat.

DX 2 : Ketidakefektifnya pola pernapasan yang berhubungan dengan depresi pusat


pernapasan, kelemahan otot-otot pernapasan, ekspansi paru yang tidak maksimal karena
trauma.
Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam setelah intervensi adanya peningkatan, pola napas
kembaliefektif.Kriteria hasil : Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektif, mengalami
perbaikan pertukaran gas-gas pada paru, adaptif mengatasi faktor-faktor
penyebab.Intervensi Rasional
 Berikan posisi yang nyaman, biasanyadengan peninggian kepala tempat tidur.
Balikkesisi yang sakit. Dorong klien untuk duduksebanyak mungkin.Meningkatkan
inspirasi maksimal,meningkatkan ekspansi paru dan ventilasi pada sisi yang tidak
sakit.
 Observasi fungsi pernapasan, dispnea, atau perubahan tanda-tanda vital.Distress
pernapasan dan perubahan padatanda vital dapat terjadi sebagai akibat
stressfisiologi dan nyeri atau dapat menunujukkanterjadinya syok sehubungan
dengan hipoksia.Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebutdilakukan untuk
menjamin keamanan.Pengetahuan apa yang diharapkan dapatmengembangkan
kepatuhan klien terhadaprencana terapeutik.Jelaskan pada klien tentang
etiologi/factor pencetus adanya sesak atau kolaps paru-paru.Pengetahuan apa yang
diharapkan dapatmengurangi ansietas dan mengembangkankepatuhan klien
terhadap rencana terapeutik.
 Pertahankan perilaku tenang, bantu klienuntuk control diri dengan menggunakan
pernapasan lebih lambat dan dalam.Periksalah alarm pada ventilator
sebelumdifungsikan. Jangan mematikan alarm.Membantu klien mengalami efek
fisiologihipoksia, yang dapat dimanifestasikansebagai ketakutan/ansietas.Ventilator
yang memiliki alarm yang biasdilihat dan didengar misalnya alarm kadaroksigen,
tinggi/rendahnya tekanan oksigen.Tarulah kantung resusitasi disamping tempattidur
dan manual ventilasi untuk sewaktu-waktu dapat digunakan.Kantung
resusitasi/manual ventilasi sangat berguna untuk mempertahankan fungsi
pernapasan jika terjadi gangguan pada alatventilator secara mendadak.
 Bantulah klien untuk mengontrol pernapasan jika ventilator tiba-tiba berhenti.
 Melatih klien untuk mengatur napas sepertinapas dalam, napas pelan, napas perut,
pengaturan posisi, dan teknik relaksasi dapatmembantu memaksimalkan fungsi
dansystem pernapasan.Perhatikan letak dan fungsi ventilator
secararutin.Memerhatikan letak dan fungsi ventilatorsebagai kesiapan perawat
dalam memberikan. Pengecekan konsentrasi oksigen, memeriksatekanan oksigen
dalam tabung, monitormanometer untuk menganalisis batas/kadaroksigen.Mengkaji
tidal volume (10-15 ml/kg). periksa fungsi spirometer.tindakan pada penyakit primer
setelahmenilai hasil diagnostik dan menyediakansebagai cadangan.Kolaborasi
dengan tim kesehatan lain :Dengan dokter, radiologi, dan fisioterapi.§ Pemberian
antibiotik.§ Pemberian analgesic.§ Fisioterapi dada.§ Konsul foto thoraks.Kolaborasi
dengan tim kesehatan lain untukmengevaluasi perbaikan kondisi klien atas
pengembangan parunya.

DX 3 : Tidak efektif bersihan jalan napas yang berhubungan dengan adanya jalan napas
buatan pada trakea, peningkatan sekresi sekret, dan ketidakmampuan batuk/batuk
efektifsekunder akibat nyeri dan keletihan.Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam terdapat perilaku
peningkatan keefektifan jalan napas.Kriteria hasil : Bunyi napas terdengar bersih, ronkhi
tidak terdengar, tracheal tube bebassumbatan, menunjukkan batuk yang efektif, tidak ada
lagi penumpukan sekret di saluran pernapasan.Intervensi Rasional
 Kaji keadaan jalan napas Obstruksi mungkin dapat disebabkan olehakumulasi
sekret, sisa cairan mucus, perdarahan, bronkhospasme, dan/atau posisidari
endotracheal/tracheostomy tube yang berubah.
 Evaluasi pergerakan dada dan auskultasisuara napas pada kedua paru
(bilateral).Pergerakan dada yang simetris dengan suaranapas yang keluar dari paru-
parumenandakan jalan napas tidak terganggu.Saluran napas bagian bawah
tersumbat dapatterjadi pada pneumonia/atelektasis akanmenimbulkan perubahan
suara napas sepertironkhi atau wheezing.
 Monitor letak/posisi endotracheal tube. Beritanda batas bibir.Lekatkan tube secara
hati-hati denganmemakai perekat khusus.Mohon bantuan perawat lain
ketikamemasang dan mengatur posisi tube.Endotracheal tube dapat saja masuk ke
dalam bronchus kanan, menyebabkan obstruksi jalan napas ke paru-paru kanan
danmengakibatkan klien mengalami pneumothoraks.
 Catat adanya batuk, bertambahnya sesaknapas, suara alarm dari ventilator
karenatekanan yang tinggi, pengeluaran sekretmelalui endotracheal/tracheostomy
tube, bertambahnya bunyi ronkhi.Selama intubasiklien mengalami refleks batuk yang
tidak efektif, atau klien akanmengalami kelemahan otot-otot
pernapasan(neuromuscular/neurosensorik),keterlambatan untuk batuk. Semua
klientergantung dari alternatif yang dilakukanseperti mengisap lender dari jalan
napas.Lakukan penghisapan lender jika diperlukan, batasi durasi pengisapan
dengan 15 detikatau lebih. Gunakan kateter pengisap yangsesuai, cairan fisiologis
steril.Berikan oksigen 100% sebelum dilakukan pengisapan dengan ambu
bag(hiperventilasi).Pengisapan lendir tidak selamanya dilakukanterus-menerus, dan
durasinya pun dapatdikurangi untuk mencegah bahaya hipoksia.Diameter kateter
pengisap tidak boleh lebihdari 50% diameter endotracheal/tracheostomytube untuk
mencegah hipoksia.Dengan membuat hiperventilasi melalui pemberian oksigen
100% dapat mencegahterjadinya atelektasis dan mengurangiterjadinya
hipoksia.Anjurkan klien mengenai tekhik batukselama pengisapan seperti waktu
bernapas panjang, batuk kuat, bersin jika ada indikasi.Batuk yang efektif dapat
mengeluarkan sekretdari saluran napas.Atur/ubah posisi klien secara teratur
(tiap2jam).Mengatur pengeluaran sekret dan ventilasisegmen paru-paru, mengurangi
risikoatelektasis.Berikan minum hangat jika keadaanmemungkinkan.Membantu
pengenceran sekret,mempermudah pengeluaran sekret.Jelaskan kepada klien
tentang kegunaan batuk efektif dan mengapa terdapatPengetahuan yang diharapkan
akanmembantu mengembangkan kepatuhan klien penumpukan sekret di saluran
pernapasan. terhadap rencana terapeutik.Ajarkan klien tentang metode yang
tepatuntuk pengontrolan batuk.Batuk yang tidak terkontrol adalahmelelahkan dan
tidak efektif, dapatmenyebabkan frustasi. Napas dalam dan perlahan saat
duduksetegak mungkin.Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.Lakukan
pernapasan diafragma. Pernapasan diafragma menurunkan frekuensinapas dan
meningkatkan ventilasi alveolar.Tahap napas selama 3-5 detik kemudiansecara
perlahan-lahan, dikeluarkan sebanyakmungkin melalui mulut.Meningkatkan volume
udara dalam paru,mempermudah pengeluaran sekresi sekret.Lakukan napas kedua,
tahan, dan batukkandari dada dengan melakukan 2 batuk pendekdan
kuat.Pengkajian ini membantu mengevaluasikeefektifan upaya batuk klien.Auskultasi
paru sebelum dan sesudah klien batuk.Sekresi kental sulit untuk di encerkan
dandapat menyebabkan sumbatan mucus, yangmengarah pada atelektasis.Ajarkan
klien tindakan untuk menurunkanviskositas sekresi. : mempertahankan hidrasiyang
adekuat; meningkatkan masukan cairan1000-1500 cc/hari bila tidak
adakontraindikasi.Untuk menghindari pengentalan dari sekretatau mosa pada
saluran napas pada bagianatas.Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik
setelah batuk.Higine mulut yang baik meningkatkan rasakesejahteraan dan
mencegah bau mulut.Kolaborasi dengan dokter, radiologi, danfisioterapi.§
Pemberian ekspektoran.§ Pemberian antibiotic.§ Fisioterapi dada.§ Konsul foto
thoraksEkspektoran untuk memudahkanmengeluarkan lendir dan mengevaluasi
perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.Lakukan fisioterapi dada sesuai
indikasiseperti postural drainage, perkusi/penepukan.Mengatur ventilasi segmen
paru-paru dan pengeluaran sekret.Berikan obat-obat bronchodilator sesuai Mengatur
ventilasi dan melepaskan sekret indikasi seperti aminophilin, meta-proterenolsulfat
(alupent), adoetharine hydrochloride(bronkosol).karena relaksasi
muscle/bronchospasme.
DX 4 : Nyeri akut yang berhubungan dengan trauma jaringan dan refleks spasme otot
sekunder.Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam nyeri berkurang/hilang.Kriteria hasil : Secara
subjektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat diadaptasi, dapatmengidentifikasi aktivitas
yang meningkatkan atau menurunkan nyeri, klien tidak gelisah.Intervensi Rasional
 Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan non-
invasif.Pendekatan dengan menggunakan relaksasidan nonfarmakologi lainnya
telahmenunujukkan keefektifan dalammengurangi nyeri.
 Ajarkan relaksasi :Teknik-teknik untuk menurunkan keteganganotot rangka, yang
dapat menurunkanintensitas nyeri dan juga tingkatkan relaksasimasase.Akan
melansarkan peredaran darah sehinggakebutuhan O2 oleh jaringan akan
terpenuhidan akan mengurangi nyerinya.
 Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut. Mengalihkan perhatian nyerinya ke hal-
halyang menyenangkan.Berikan kesempatan waktu istirahat balaterasa nyeri dan
berikan posisi yang nyamanmisalnya ketika tidur, belakangnya dipasang bantal
kecil.Istirahat akan merelaksasikan semua jaringansehingga akan meningkatkan
kenyamanan.
 Tingkatkan pengetahuan tentang penyebabnyeri dan respons motorik klien, 30
menitsetelah pemberian obat analgesic untukmengkaji efektivitasnya serta setiap 1-2
jamsetelah tindakan perawatan selama 1-2 hari.Pengkajian yang optimal akan
memberikan perawat data yang objektif untuk mencegahkemungkinan komplikasi
dan melakukanintervensi yang tepat.
 Kolaborasi dengan dokter, pemberiananalgetik.Analgetik memblok lintasan nyeri,
sehingganyeri akan berkurang.

DX 5 : Perubahan perfusi serebral berhubungan dengan penghentian aliran darah


(nemongi,nemotuma), edema serebral ; penurunan TD sistemik / hipoksia.Tujuan : Dalam
waktu 2x24 jam fungsi serebral membaik, penurunan fungsi neurologis dapatd
minimalkan /distabilkan.Kriteria hasil : mempertahankan tingkat kesadaran
biasanya/membaik, fungsi kognitif danmotorik/sensorik, mendemonstrasikan vital sign yang
stabil dan tidak ada tanda-tanda peningktan TIK,Intervensi Rasional
 Kaji ulang tanda-tanda vitalklien dan status relirologis klienMengkaji adanya
kecenderungan pada tingkatkesadaran dan potensial peningkatan TIK dan
bermanfaat dalam menentukan lokasi, perluasan dan perkembangankerusakan ssp.
 Monitor tekanan darah, catat adanyahipertensi sistolik secara teratur dan
tekanannadi yang makin berat, obs, ht, pada klienyang mengalami trauma
multiple.Peningkatan tekanan darah sistemik yangdiikuti penurunan tekanan darah
distolik(nadi yangmembesar) merupakan tanda terjadinya peningkatan TIK, juga
diikuti ( yang berhubungandengan trauma kesadaran.Hipovolumia/ Ht(yang
berhubungan dengan trauma multiples)dapatmengakibatkan kerusakan / iskemik
serebral.Monitor Heart Rate, catat adanya bradikardi,takikardi atau bentuk disritmia
lainya.Perubahan pada ritme (paling sering bradikardia) dan disritmia dapat timbul
yangencerminkanadanya depresi / trauma pada batang otak pada pasien yang tidak
mempunyai kelainan jantung sebelumnya.
 Monitor pernafasan meliputi pola dan ritme,seperti periode apnea setelah
hiperventilasi(pernafasan cheyne– stokes). Nafas tidak teratur menunjukkan
adanyagangguanserebral/ peningkatan TIK dan memerlukanintervensi lebih lanjut
termasuk kemungkinandukungan nafas buatan.
 Kaji perubahan pada penglihatan ( penglihatan kabur, ganda, lap.
Pandangmenyempitdan kedalaman persepsi.Gangguan penglihatan dapat
diakibatkan olehkerusakan mikroskopik pada otak,merupakan konsekuensi terhadap
keamanandan juga akan mempngaruhi pilihanintervensiPertahankan kepala / leher
pada posisitengah/ pada posisi netral. Sokong denganhanduk kecil / bantal kecil.
Hindari pemakaian bantal besar pada kepalaKepala yang miring pada salah satu
sisimenekan vena jugularis dan menghambataliran darah lain yang selanjutnya
akanmeningkat TIK.Kolaborasi Tinggikan kepala pasien 15– 45o sesuai indikasi /
yang dapat ditoleransi.Meningkatkan aliran balik vena dari kepala,sehingga
mengurangi kongesti dan edema/ resiko terjadinya peningkatan TIK.
 Kolaborasi pemberian O2 tambahan sesuaiIndikasiMenurunkan hipoksemia yang
mana dapatmenaikkan vasodilatasi dan vol darahserebral yang meningkatkan
TIK.Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi :- Diuretik- Steroid- Analgetik sedang-
Sedatif- Untuk menurunkan air dari sel otak,menurunkan edema otak TIK.-
Menurunkan inflasi, yangselanjutnya menurunkan edema jaringan.- Menghilangkan
nyeri dan dapat berakibat Θ pada TIK tetapi harus digunakandengan hasil untuk
mencegah gangguan pernafasan.- Untuk mengendalikan kegelisahan.

EVALUASI
1. Nyeri berkurang atau hilang
2. Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer
3. Pertukaran gas adekuat
4. Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
5. Tidak terjadi infeksi

Anda mungkin juga menyukai