Anda di halaman 1dari 15

JURNAL

SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (SP3)


DALAM PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

I DEWA GEDE DANA SUGAMA


NIM. 1190561004

PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI MAGISTER (S2) ILMU HUKUM
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2014
SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (SP3)
DALAM PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

Oleh
I DEWA GEDE DANA SUGAMA

This study discusses about Inadequacy Corruption Eradication


Commission In Issuing Warrant Termination of Investigation In Corruption
Case. The Commission is authorized to issue a warrant termination of the
investigation and to determine the actions taken when the Commission which
investigated corruption Commission was not enough evidence.
The conclusion of this study is, first Corruption Eradication
Commission is authorized to issue an Order for Termination of Investigation
in accordance with Article 40 of Law No. 30 Year 2002 about Corruption
Eradication Commission, consideration of the logic of juridical is that the
Commission is not a core law enforcement within the criminal justice system
and just as independent institutions that can be dismissed if there is no
corruption in our country. The arrangement of Article 40 of Law No. 30 of
2002 is prudential or attitude of prudence principle for the Commission to
work accurately, efficiently and professionally..

key word : Corruption Eradication Commission, Termination Warrant


Investigation, Corruption.
BAB 1 dan dasar legitimasinya untuk
PENDAHULUAN menegakkan hukum. Dalam
Penanggulangan kasus korupsi, dalam
I. PENDAHULUAN hal ini kewenangan sebagai penyidik
1.1. Latar Belakang Masalah dilakukan oleh Kepolisian dan
Peningkatan kasus korupsi di Kejaksaan termasuk pula oleh Komisi
Indonesia saat ini sudah sangat Pemberantasan Korupsi (KPK).
memprihatinkan. Tidak hanya kerugian Dibentuknya Komisi
keuangan negara yang ditimbulkan, Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
namun berdampak pula kepada (KPK) didasari oleh ketentuan Pasal 43
perekonomian kehidupan masyarakat. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
Hak sosial dan ekonomi masyarakat tentang Pemberantasan Tindak Pidana
pada umumnya telah dilanggar Korupsi sebagaimana telah diubah
berkaitan dengan kasus korupsi yang dengan Undang-Undang Nomor 20
kini sulit dibendung. Tahun 2001, dimana dalam ayat 1
Tindak pidana korupsi kini berbunyi “Dalam waktu paling lambat 2
digolongkan sebagai extra ordinary (dua) tahun sejak Undang-undang ini
crime atau kejahatan luar biasa yang mulai berlaku, dibentuk Komisi
memberi dampak sistematis. Penegakan Pemberantasan Tindak Pidana
hukum dalam penanggulangannya pun Korupsi”.
kini dilakukan dengan cara-cara yang Pasal 3 Undang-Undang Nomor
luar biasa, diluar dari proses 30 Tahun 2002 tentang KPK.
konvensional yang selama ini menyebutkan KPK adalah “Lembaga
dilakukan. negara yang dalam melaksanakan tugas
Negara Republik Indonesia dan wewenangnya bersifat independen
adalah Negara Hukum, sehingga segala dan bebas dari pengaruh kekuasaan
sesuatu mesti berdasarkan pada aturan- manapun”. Kekuasaan manapun yang
aturan hukum, terutama sekali dimaksud yakni semua aspek yang
diperlukan adanya aparat penegak dapat mempengaruhi tugas dan
hukum yang diberi tugas, fungsi dan wewenang KPK atau anggota Komisi
kewenangan menurut aturan hukum secara individu baik dari pihak
yang secara formil merupakan landasan legislatif, eksekutif, yudikatif, maupun

2
pihak lain yang berkaitan dengan kasus penyidikan yang sedang berjalan,
korupsi yang sedang atau akan ketentuan ini bisa mengundang berbagai
ditangani. polemik apabila proses penyidikan
Pasal 40 Undang-Undang No 30 kasus tindak pidana korupsi yang
Tahun 2002 tentang KPK berbunyi ditangani KPK tidak diperoleh bukti
“Komisi Pemberantasan Korupsi tidak yang cukup.
berwenang mengeluarkan surat perintah Sehubungan tentang ketentuan
penghentian penyidikan dan penuntutan diatas yang menyebutkan melanggar
dalam perkara tindak pidana korupsi”. hak asasi manusia, Menurut Manfred
Dari rumusan pasal diatas terdapat Nowak dalam bukunya berjudul
perbedaan kewenangan proses Introduction to the International
penyidikan yang dilakukan oleh KPK, Human Rights Regimen menyebutkan
dengan kewenangan sebagai penyidik What are Human Right?:
yang dilakukan oleh Kepolisian maupun 1. Those fundamental rights, which
empower human beings to shape
Kejaksaan. KPK tidak berwenang
their lives in accordance with
mengeluarkan SP3 maupun SKP2 liberty, equality and respect for
human dignity.
dalam setiap penyidikan yang
2. The sum of civil, political,
dilakukannya. economic, social, cultural and
collective rights laid down in
Ketentuan dalam pasal tersebut
international and regional
diatas tentu saja dinilai tidak adil oleh human rights instruments, and
in the constitutions of states.
para tersangka yang sedang terjerat
3. The only universally recognized
kasus korupsi yang sedang ditangani value system under present
international law comprising
oleh KPK. Tanpa adanya proses SP3
elements of liberalism,
para tersangka akan dilanjutkan democracy, popular
participation, social justice, the
kasusnya sampai ke tingkat pengadilan.
rule of law and good
Sehubungan dengan Pasal 40 governance. 1
UU KPK yang meniadakan wewenang
Dalam terjemahan bebas diatas
KPK dalam mengeluarkan SP3 terjadi
yakni Apakah yang dimaksud dengan
konflik norma, dimana dalam ketentuan
Hak Asasi Manusia?
KUHAP sebagaimana diatur dalam
Pasal 109 ayat (2) memberi wewenang
1
Manfred Nowak, 2002, Introduction to
kepada penyidik untuk menghentikan the International Human Rights Regimen, Brill
Academic Publishers, USA, p. 1.

3
1. Hak-hak fundamental, yang II. METODE PENELITIAN
memberdayakan manusia untuk
Penyusunan penelitian ini
membentuk kehidupan mereka
sesuai dengan kebebasan, mempergunakan jenis penelitian
kesetaraan dan penghormatan
normatif. “Penelitian hukum normatif
terhadap martabat manusia.
2. Jumlah sipil, hak politik, disebut juga penelitian hukum doktrinal.
ekonomi, sosial, budaya dan
Pada penelitian hukum ini acapkali
kolektif ditetapkan dalam
instrumen hak asasi manusia hukum dikonsepkan sebagai apa yang
internasional dan regional, dan
tertulis dalam peraturan perundang-
dalam konstitusi negara.
3. Satu-satunya yang diakui secara undangan (law in books) atau hukum
universal sistem nilai di bawah
dikonsepkan sebagai kaidah atau norma
hukum internasional saat ini
terdiri dari unsur liberalisme, yang merupakan patokan berperilaku
demokrasi, partisipasi rakyat,
manusia yang dianggap pantas.“2
keadilan sosial, aturan hukum
dan tata pemerintahan yang Adapun jenis pendekatan yang
baik.
dipergunakan yaitu Pendekatan historis
1.2. Rumusan Masalah
(Historical Approach). Pendekatan
Berdasarkan latar belakang
historis dilakukan dalam kerangka
masalah diatas, rumusan masalah yang
dapat diambil adalah sebagai berikut : sejarah lembaga hukum dari waktu ke
1. Mengapa KPK tidak diberi
waktu. Pendekatan ini sangat membantu
wewenang mengeluarkan surat
peneliti untuk memahami filosofi dari
perintah penghentian penyidikan
(SP3)? aturan hukum dari waktu ke waktu.3

III. HASIL DAN PEMBAHASAN


1.3. Tujuan
3.1. Surat Perintah Penghentian
Tujuan khusus dari jurnal ini
Penyidikan (SP3)
adalah bertujuan untuk meneliti tentang
SP3 adalah Surat Perintah
ketidakwenangan KPK dalam
Penghentian Penyidikan atau lazim
mengeluarkan SP3 pada perkara korupsi
di Indonesia. 2
Amiruddin dan Zainal Asikin, 2008,
Pengantar Metode Penelitian Hukum, Cet 4, PT
Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 118.
3
Peter Mahmud Marzuki, 2006, Penelitian
Hukum, Kencana Prenada Media Group,
Jakarta, h. 126.

4
disingkat SP3. SP3 merupakan surat menyampaikan pemberitahuan kepada
pemberitahuan dari penyidik pada penuntut umum apabila penyidik telah
penuntut umum bahwa perkara mulai melakukan tindakan penyidikan.
dihentikan penyidikannya. SP3 Pemberitahuan itu merupakan
menggunakan formulir yang telah pelaksanaan yang harus dilakukan
ditentukan dalam Keputusan Jaksa penyidik bersamaan dengan tindakan
Agung No. 518/A/J.A/11/2001 tanggal yang dilakukannya. Sebagaimana yang
1 Nopember 2001 tentang Perubahan ditegaskan, pemberitahuan penyidikan
Keputusan Jaksa Agung Republik kepada penuntut umum, dianggap
Indonesia No. 132/JA/11/1994 tentang kewajiban yang harus dilakukan dengan
4
Administrasi Perkara Tindak Pidana. cara tertulis maupun lisan yang disusul
Ketika penyidik memulai kemudian dengan tulisan. Dalam
tindakan penyidikan, kepadanya praktik sering terjadi adanya
dibebani kewajiban untuk pemberitahuan dimulainya penyidikan
memberitahukan hal dimulainya yang berlarut-larut tanpa penyelesaian.
penyidikan tersebut kepada penuntut Apakah penyidikan ini dihentikan atau
umum. Akan tetapi masalah kewajiban berkasnya diserahkan ke penuntut
pemberitahuan itu bukan hanya pada umum. Untuk mengatasi permasalahan
permulaan tindakan penyidikan, ini diperlukan rumusan yang jelas
melainkan juga pada tindakan mengenai pemberitahuan
penghentian penyidikan. Untuk itu, perkembangan penyidikan yakni :
setiap penghentian penyidikan yang 1. penyidik memberitahukan
tentang perkembangan
dilakukan pihak penyidik secara resmi
penyidikan kepada penuntut
harus menerbitkan suatu Surat Perintah umum, atau
2. penuntut umum minta
Penghentian Penyidikan (SP3).5
penjelasan kepada penyidik
Sesuai dengan ketentuan Pasal atas perkembangan
penyidikan.6
109 ayat (1) KUHAP, penyidik
Dalam pasal 109 ayat (2) diatur
4
Shanti Rachmadsyah, SP3, mengenai alasan dilakukannya
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl62
4, diakses Kamis 31 Oktober 2013. penghentian penyidikan yakni :
5
Lilik Mulyadi, 2007, Hukum Acara
6
Pidana Normatif, Teoritis, Praktik dan Husein Harun M, 1991, Penyidikan dan
Permasalahannya, P.T. Alumni, Bandung, h. Penuntutan Dalam Proses Pidana, Rineka
54. Cipta, Jakarta, h. 29.

5
1. Tidak diperoleh bukti yang Terdapat asas yang penting
cukup, yaitu apabila penyidik dalam KUHAP yakni adanya
tidak memperoleh cukup bukti pengawasan secara horizontal dalam
untuk menuntut tersangka atau proses penegakan hukum. Yang
bukti yang diperoleh penyidik dimaksud yakni adanya pengawasan
tidak memadai untuk timbal balik antar penegak hukum.
membuktikan kesalahan Dimana aparat penegak hukum dapat
tersangka. mengawasi dan menguji proses
2. Peristiwa yang disangkakan penghentian penyidikan satu sama lain.
bukan merupakan tindak 3.2. KPK Sebagai Penyidik Tindak
pidana. Pidana Korupsi
3. Penghentian penyidikan demi Secara etimologi korupsi
hukum. Alasan ini dapat merupakan istilah dari bahasa latin,
dipakai apabila ada alasan- yakni corruptio atau corruptos yang
alasan hapusnya hak menuntut bila diterjemahkan secara harfiah adalah
dan hilangnya hak pembusukan, keburukan, kebejatan,
menjalankan pidana, yaitu ketidakjujuran, dapat disuap, tidak
antara lain karena nebis in bermoral, menyimpang dari kesucian,
idem, tersangka meninggal kata-kata atau ucapan yang memfitnah.
dunia, atau karena perkara Meskipun kata corruptio memiliki arti
pidana telah kedaluwarsa. luas, namun sering diartikan sebagai
Dalam proses penghentian penyuapan, istilah korupsi disimpulkan
penyidikan, Keberlakuan KUHAP dalam bahasa Indonesia oleh
merupakan realisasi dan unifikasi dan Purwadarmita dalam kamus umum
kodifikasi dalam bidang hukum acara bahasa Indonesia, korupsi adalah
pidana. Tujuannya agar masyarakat perbuatan buruk seperti penggelapan
dapat menghayati kewajiban dan uang, penerimaan uang sogok. 8
haknya dan pembinaan sikap para Menurut Andi Hamzah arti kata
penegak hukum sesuai fungsi dan korupsi adalah kebusukan, keburukan,
wewenangnya.7 kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap,

7 8
Djoko Prakoso, 1987, Penyidik, Firman Wijaya, 2008, Peradilan Korupsi
Penuntut Umum, Hakim, Dalam Proses Hukum Teori dan Praktik, Maharani Press, Jakarta, h.7
Acara Pidana, Bina Aksara, Jakarta, h. 5.

6
tidak bermoral, penyimpangan dari membentuk beberapa komisi anti
kesucian, kata-kata yang menghina atau korupsi dalam usaha pemberantasan
memfitnah.9 korupsi, di antaranya pada tahun 1967
Tindak pidana korupsi termasuk dibentuk Tim Pemberantasan Korupsi
ke dalam tindak pidana khusus karena yang berada di bawah Kejaksaan Agung
bersumber pada peraturan perundang- dan pada tahun 1970, pemerintah juga
undangan di luar KUHP. 10 Pengertian pernah membentuk komisi empat di
tindak pidana korupsi juga telah mana komisi ini bertugas untuk
dirumuskan oleh pemerintah didalam menemukan penyimpangan di
UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Pertamina, Bulog, dan penebangan
11
Nomor 20 Tahun 2001 tentang hutan. Pada masa pemerintahan
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Abdurahman Wahid sebagai presiden
pada Pasal 2 ayat (1) menyatakan juga pernah dibentuklah Tim Gabungan
“Setiap orang yang secara melawan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
hukum melakukan perbuatan yang disingkat (TGPTPK), di mana
memperkaya diri sendiri atau orang lain lembaga ini merupakan lembaga tidak
atau suatu korporasi yang dapat tetap atau sumir sampai Komisi
merugikan keuangan negara atau Pemberantasan Korupsi terbentuk.
perekonomian negara, dipidana dengan Namun keberadaan lembaga-lembaga
pidana penjara seumur hidup atau tersebut sepertinya belum juga dapat
pidana penjara paling singkat 4 (empat) memuaskan masyarakat dilihat dari
tahun dan paling lama 20 (dua puluh) kinerja dan hasil yang diberikan oleh
tahun dan denda paling sedikit Rp. lembaga-lembaga tersebut.
200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) Pembentukan KPK merupakan
dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- pelaksanaan dari Pasal 43 Undang-
(satu milyar rupiah)” Undang No 31 Tahun 1999 tentang
Sejak awal pemerintahan orde Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
baru, Presiden Soeharto sudah sebagaimana telah diubah dengan

9
Undang-Undang No 21 Tahun 2001
Andi Hamzah, 1991, Korupsi di
Indonesia, Masalah dan Pemecahannya, Jilid 1, tentang Perubahan atas Undang-Undang
Cet. 3, Gramedia, Jakarta, h.9.
10 11
Adami Chazawi, 2006, Hukum Teten Masduki dan Danang Widyoko,
Pembuktian Tindak Pidana Korupsi, PT. 2005, Menunggu Gebrakan KPK, Jentera Jilid
Alumni, Bandung, h. 1. VIII, Cet 3, Sinar Grafika, Jakarta, h. 42.

7
No 31 Tahun 1999 tentang kewenangan yang luar biasa,
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, berdasarkan pada klasifikasi tindak
dimana dinyatakan perlu dibentuk pidana korupsi sebagai kejahatan yang
Komisi Pemberantasan Tindak Pidana luar biasa.13
Korupsi yang independen dengan tugas Komisi Pemberantasan Korupsi
dan wewenang melakukan merupakan lembaga Negara yang
pemberantasan tindak pidana korupsi, bersifat independen, melaksanakan
meskipun terjadi keterlambatan waktu tugas dan wewenangnya bebas dari
pembentukannya. Selain itu kekuasaan manapun. Dalam ketentuan
dibentuknya KPK juga dilatarbelakangi ini yang dimaksud dengan ‘kekuasaan
alasan karena lembaga pemerintah yang manapun” adalah kekuatan yang dapat
menangani perkara tindak pidana mempengaruhi tugas dan wewenang
korupsi belum berfungsi secara efisien Komisi Pemberantasan Korupsi atau
dan efektif dalam memberantas tindak anggota Komisi secara individual dari
pidana korupsi.12 pihak eksekutif, yudikatif, legislatif,
Jaksa dan Kepolisian dianggap pihak-pihak lain yang terkait dengan
tidak efektif dalam menyelesaikan perkara tindak pidana korupsi, atau
berbagai perkara tindak pidana korupsi, keadaan dan situasi ataupun dengan
begitu pula dengan lembaga lain yang alasan apapun.14
sebelumnya telah ada. Banyaknya kasus Perihal Kedudukan KPK yang
korupsi yang melibatkan aparat penegak independen dalam hal ini merupakan
hukum menyebabkan kepercayaan jawaban dari persoalan penegakan
masyarakat terhadap aparat penegak hukum kasus korupsi di Indonesia. Pada
hukum menjadi rendah. kebanyakan kasus korupsi kerap
Karena itulah KPK, sebagai melibatkan pejabat tinggi, elit politik,
lembaga negara yang dalam elit ekonomi atau pengusaha-
melaksanakan tugas dan wewenangnya pengusaha besar. Kondisi ini
bersifat independen dan bebas dari 13
Tuanakotta Theodorus M, 2009,
pengaruh kekuasaan manapun memiliki Menghitung Kerugian Keuangan Negara Dalam
Tindak Pidana Korupsi, Salemba Empat,
Jakarta, h. 38.
12
Lilik Mulyadi, 2007, Tindak Pidana
14
Korupsi di Indonesia, Normatif, Teoritis, Ermansjah Djaja, 2010, Meredesain
Praktik dan Masalahnya, P.T. Alumni, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Cet 1,
Bandung, h. 23. Sinar Grafika, Jakarta Timur, h. 131.

8
menyebabkan Kejaksaan atau KPK, KPK mempunyai tugas
Kepolisian sering kali tidak dapat melakukan :
leluasa untuk menegakkan hukum 1. Koordinasi dengan instansi
yang berwenang melakukan
karena terbentur dengan campur tangan
pemberantasan tindak pidana
(intervensi) pihak lain. Selain itu korupsi
2. Supervisi terhadap instansi
perkara tindak pidana korupsi yang
yang berwenang melakukan
ditangani KPK akan diadili oleh pemberantasan tindak pidana
korupsi
pengadilan khusus tindak pidana
3. Melakukan penyelidikan,
korupsi yang kini diatur dalam Undang- penyidikan, penuntutan
terhadap tindak pidana
Undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang
korupsi
pengadilan tindak pidana korupsi.15 4. Melakukan tindakan-
tindakan pencegahan korupsi
Dalam Pasal 11 UU KPK
5. Melakukan monitor terhadap
disebutkan bahwa Komisi penyelenggaraan negara.
Pemberantasan Korupsi, berwenang
3.3. Dasar Pertimbangan
melakukan penyelidikan, penyidikan,
Diaturnya Pasal 40 Undang-
dan penuntutan tindak pidana korupsi
Undang Nomor 30 Tahun
yang :
2002 Tentang KPK.
1. melibatkan aparat penegak
Komisi Pemberantasan Korupsi
hukum, penyelenggara, dan
orang lain yang ada tidak berwenang mengeluarkan surat
kaitannya dengan tindak
perintah penghentian penyidikan dan
pidana korupsi yang
dilakukan oleh aparat penuntutan dalam perkara tindak pidana
penegak hukum atau
korupsi, begitu bunyi pasal yang
penyelenggara Negara;
a. mendapat perhatian yang tercantum dalam Pasal 40 UU KPK.
meresahkann masyarakat;
Ketidakwenangan KPK dalam
dan/atau
b. menyangkut kerugian mengeluarkan Surat Perintah
Negara paling sedikit Rp.
Penghentian Penyidikan (SP3)
1000.000.000,- (satu miliar
rupiah). melanggar prinsip persamaan di muka
hukum serta bersifat diskriminatif,
Berdasarkan Pasal 6 Undang-
sehingga bertentangan dengan Pasal
Undang Np 30 Tahun 2002 tentang
28D ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi
15
Darwan Prinst, 2002, Pemberantasan “Setiap orang berhak atas pengakuan,
Tindak Pidana Korupsi, P.T Citra Aditya Bakti,
Bandung, h. 31. jaminan, perlindungan, dan kepastian

9
hukum yang adil serta perlakuan yang Dalam Pasal 44 UU KPK
sama di hadapan hukum”, dan Pasal 28l disebutkan bahwa KPK hanya memiliki
ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi kewenangan untuk melakukan
“Setiap orang berhak bebas dari penghentian penyelidikan terhadap
perlakuan yang bersifat diskriminatif kasus korupsi yang ditanganinya.
atas dasar apa pun dan berhak Mengenai prosedur penghentian
mendapatkan perlindungan terhadap penyidikan maupun penuntutan masih
perlakuan yang bersifat diskriminatif merupakan kewenangan penegak
itu”. hukum yang telah diatur sebelumnya
SP3 maupun SKP2 seringkali dalam KUHAP (Kepolisian dan
dikeluarkan oleh pihak Kepolisian dan Kejaksaan). Ketidakwenangan KPK
Kejaksaan untuk dijadikan alasan dalam mengeluarkan SP3 maupun
menghentikan perkara korupsi yang SKP2 adalah bentuk kekhususan dari
sedang ditanganinya. Berdasarkan dalil UU KPK terhadap KUHAP yang biasa
tersebut UU KPK dengan kewenangan kita kenal dengan isitilah lex specialis
yang dijalankan dengan cara-cara yang derogat legi generali dalam arti
tidak biasa yakni dengan tidak peraturan yang bersifat khusus
diberikannya wewenang kepada KPK mengesampingkan peraturan yang
untuk mengeluarkan SP3 maupun SKP2 bersifat umum. Pengaturan ini
tidak lebih untuk memaksimalkan merupakan prosedur khusus yang
proses penegakan hukum terhadap dimiliki oleh KPK untuk
tindak korupsi yang sedang KPK memaksimalkan pemberantasan dan
tangani. Apabila diberikan kewenangan penegakan hukum terhadap kasus kasus
mengeluarkan SP3 maupun SKP2, korupsi.
maka KPK tidak berbeda dengan Dalam Risalah Rapat Panja
Kepolisian maupun Kejaksaan yang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
mana seringkali dalam penanganan Korupsi, pada tanggal 5 desember 2001,
kasusnya terjadinya permainan antar pembahasan RUU Tentang Komisi
aparatur dengan pihak yang terkait Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,
dalam proses pengehentian penyidikan DR. H. Zain Badjeber selaku anggota
itu sendiri. Fraksi PPP, menyebutkan bahwa
“Komisi ini dengan orang-orang

10
terpilih, hukum acaranya juga supaya bersifat umum dalam hal ini KUHAP.
luar biasa, di dalam konsep kami Kekhususan UU KPK ini tidak
misalnya Pertama, bahwa jangan hanya bertentangan dengan KUHAP karena
menegaskan tidak mempunyai berlaku asas lex specialis derogat legi
wewenang SP3, maksudnya tidak generali. Faktor yang terakhir yakni
mempunyai wewenang SP3 itu kan faktor sosiologis dimana KPK selama
bukan berarti mencabut wewenangnya ini memiliki berberapa kewenangan
tetapi supaya semua perkara selesai di yang sangat luar biasa, yang tidak
pengadilan tidak selesai di tengah jalan. dimiliki oleh Kepolisian maupun
Nanti pengadilan yang mengatakan Kejaksaan yang bertujuan untuk
tidak cukup bukti supaya orang tidak memaksimalkan pemberantasan dan
curiga karena sifat inkuisitor dari pada penegakan hukum terhadap kasus-kasus
pemeriksaan kita. Jadi terbuka di korupsi yang sudah sangat meresahkan.
pengadilan disanalah yang mengatakan Kewenangan ini tidak lain untuk
tidak cukup bukti sehingga orang ini menciptakan kepastian hukum dalam
dibebaskan, tidak cukup bukti ditengah masyarakat.
jalan terkatung-katung”. Tidak seperti Kepolisian dan
Berdasarkan Pembahasan RUU Kejaksaan yang merupakan penegak
Tentang Komisi Pemberantasan Tindak hukum inti di dalam sistem peradilan
Pidana Korupsi diatas latar belakang pidana kita, keberlakuan Pasal 40 UU
pengaturan Pasal 40 UU KPK dapat KPK ini adalah upaya dari keberadaan
dilihat dari beberapa faktor. Yang lembaga KPK yang bukan sebagai
pertama dari faktor filosofis aparat penegak hukum namun ikut
dilatarbelakangi oleh kurang mampunya berperan dalam rangka pemberantasan
penegak hukum yang ada dalam hal ini tindak pidana korupsi. Hal tersebut
pihak Kepolisian dan Kejaksaan dalam bertujuan agar KPK ikut ambil bagian
memberantas kasus korupsi yang dalam penegakan hukum di bidang
sedang mereka tangani secara tindak pidana korupsi, selain itu hal
maksimal. Faktor yuridis dimana Pasal tersebut juga merupakan kewajiban
40 UU KPK ini merupakan peraturan semua pihak, dalam hal ini aparat
yang bersifat khusus dan penegak hukum yang sudah ada
mengesampingkan peraturan yang bersama semua komponen bangsa.

11
Pengaturan Pasal 40 UU KPK peraturan perundang-undangan
merupakan salah satu amunisi yang mengenai hukum acara pidana yang
digunakan oleh KPK dalam proses berlaku di Indonesia, termasuk
penyidikan kasus korupsi agar KPK KUHAP. Pasal 40 Undang-Undang
dapat bekerja maksimal dan efisien. Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK
Untuk mencegah negosiasi tidak dapat dikatakan bertentangan
terselubung antara oknum KPK dengan dengan KUHAP. Undang-Undang No
pihak-pihak yang terkait dalam hal ini 30 Tahun 2002 tentang KPK merupakan
tersangka kasus korupsi, adanya Pasal lex specialis (ketentuan yang khusus),
40 UU KPK ini diharapkan memberikan yang merupakan buah hasil kebijakan
kepastian hukum dalam penegakan politik hukum pidana (politik
hukum tindak pidana korupsi di kebijakan/criminal policy) dalam
16
Indonesia, sehingga tidak terjadi hal-hal menangani tindak pidana korupsi.
yang tidak diinginkan dalam proses
penyidikan yang berlangsung. IV. PENUTUP
Ketentuan Pasal 40 UU KPK Berdasarkan pembahasan
merupakan sikap kehatihatian yang tersebut di atas, maka pada bagian
harus sangat diperhatikan oleh KPK. penutup dapat dikemukakan simpulan
Setiap kasus yang telah disidik oleh dan saran dari penulis sebagai berikut :
KPK akan terus berlanjut hingga ke 4.1. Simpulan
ranah tingkat pengadilan. KPK KPK tidak diberi wewenang
diwajibkan untuk bekerja secara hati- untuk menerbitkan SP3 sesuai dengan
hati dan maksimal berkaitan dengan Pasal 40 UU KPK dapat dilihat dari
masalah pembuktian baik dari awal beberapa faktor. Yang pertama dari
proses penyelidikan hingga akhirnya faktor filosofis dilatarbelakangi oleh
menetapkan seseorang sebagai kurang mampunya penegak hukum
tersangka. yang ada dalam hal ini pihak Kepolisian
Dalam menjalankan tugasnya, dan Kejaksaan dalam memberantas
selain berpedoman pada Undang- kasus korupsi yang sedang mereka
Undang tentang KPK dan Undang- tangani secara maksimal. Faktor yuridis
Undang Pemberantasan Tindak Pidana
16
Putra Erawan M, 2008, Membangun
Korupsi, KPK juga berdasar pada KPK di Daerah, Makalah disampaikan pada
bulan Mei di Denpasar, h. 9.

12
dimana Pasal 40 UU KPK ini DAFTAR PUSTAKA
merupakan peraturan yang bersifat BUKU
khusus dan mengesampingkan Amiruddin, 2008, Pengantar Metode
Penelitian Hukum, Cet 4, PT Raja
peraturan yang bersifat umum dalam hal
Grafindo Persada, Jakarta.
ini KUHAP. Kekhususan UU KPK ini
Chazawi, Adami, 2006, Hukum
tidak bertentangan dengan KUHAP Pembuktian Tindak Pidana
Korupsi, PT. Alumni, Bandung.
karena berlaku asas lex specialis
derogat legi generali. Faktor yang Djaja, Ermasjah, 2010, Meredesain
Pengadilan Tindak Pidana
terakhir yakni faktor sosiologis dimana Korupsi, Cet 1, Sinar Grafika,
KPK selama ini memiliki berberapa Jakarta Timur.
kewenangan yang sangat luar biasa, Hamzah, Andi, 1991, Korupsi di
Indonesia, Masalah dan
yang tidak dimiliki oleh Kepolisian Pemecahannya, Jilid 1, Cet. 3,
maupun Kejaksaan yang bertujuan Gramedia, Jakarta.
Harun M, Husein 1991, Penyidikan dan
untuk memaksimalkan pemberantasan Penuntutan Dalam Proses
dan penegakan hukum terhadap kasus- Pidana, Rineka Cipta, Jakarta.
kasus korupsi yang sudah sangat Mahmud Marzuki, Peter, 2006,
Penelitian Hukum, Kencana
meresahkan. Kewenangan ini tidak lain Prenada Media Group, Jakarta.
untuk menciptakan kepastian hukum Masduki, Teten, 2005, Menunggu
dalam masyarakat. Gebrakan KPK, Jentera Jilid
VIII, Cet 3, Sinar Grafika,
Saran Jakarta.
Seyogyanya ketidakwenangan Mulyadi, Lilik, 2007, Hukum Acara
KPK dalam mengeluarkan SP3 sesuai Pidana Normatif, Teoritis,
Praktik dan Permasalahannya,
dengan Pasal 40 UU KPK pada setiap P.T. Alumni, Bandung.
perkara tindak pidana korupsi yang ........................., 2007, Tindak Pidana
ditanganinya tetap dilaksanakan untuk Korupsi di Indonesia, Normatif,
Teoritis, Praktik dan
mencegah adanya permainan antar Masalahnya, P.T. Alumni,
aparatur dan untuk memberantas tindak Bandung.
Nowak, Manfred, 2002, Introduction to
pidana korupsi yang semakin merajalela
the International Human Rights
di Indonesia. Regimen, Brill Academic
Publishers, USA.
Prakoso, Djoko, 1987, Penyidik,
Penuntut Umum, Hakim, Dalam
Proses Hukum Acara Pidana,
Bina Aksara, Jakarta.

13
Prinst, Darwan, 2002, Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi, P.T Citra
Aditya Bakti, Bandung.
Theodorus M, Tuanakotta, 2009,
Menghitung Kerugian Keuangan
Negara Dalam Tindak Pidana
Korupsi, Salemba Empat, Jakarta.
Wijaya, Firman, 2008, Peradilan
Korupsi Teori dan Praktik,
Maharani Press, Jakarta.

MAKALAH
Erawan M, Putra, 2008, Membangun
KPK di Daerah, Makalah
disampaikan pada bulan Mei di
Denpasar.

INTERNET
Shanti Rachmadsyah, SP3,
http://www.hukumonline.com/klinik/det
ail/cl624, diakses Kamis 31 Oktober
2013

Biodata Penulis
Nama : I Dewa Gede Dana Sugama
Alamat : Jl Gatot Subroto VIB no 12
Denpasar, Bali
No. Telp. : 081999779090
E-mail : dewasugama@ymail.com

14

Anda mungkin juga menyukai