Kapsel Pidana
Kapsel Pidana
PENGAJAR
• Dr. SANUSI, SH.MH
DAFTAR BACAAN/LITERATUR
- Prof. Dr. Muladi: Demokratisasi, Hak Asasi Manusia dan Reformasi Hukum
di Indonesia”,
- -------------, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, Cetakan II, (Semarang :
Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2002
- Prof. Dr. Barda Nawawi Arief, SH. Beberapa Aspek Kebijakan dan
Penegakan Hukum Pidana, ..
_________________________ “Bunga Rampai Hukum Pidana
- Prof Dr. Nyoman Serikat Putera Jaya,SH.MH Kapita Selekta Hukum Pidana.
- Waluyadi, SH.MH. Hakim, Hukum dan Hukum Pidana.
- Pendidikan Anti Korupsi, Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, 2011
- Dr. Maroni, SH.MHum, Pengantar Hukum Pidana Administrasi. Bandar
Lampung, CV Anugrah Utama Raharja (AURA) 2015
- Romli Atmasasmita, Teori dan Kapita Selekta Kriminologi
Materi kapita selekta hk pidana
• MATERI.
1 . a.Masalah Asas Legalitas;
- Masalah Retroaktif.
- Masalah Melemah/Bergesernya Asas Legalitas
2. Penggunaan Sanksi Pidana Dalam Hukum Administrasi
a. Pengertian Hukum Administrasi dan Hukum Pidana Administrasi
b. Kebijakan Hukum Pidana Administrasi Dalam Perundang-undangan di Indonesia.
3. Perlindungan Hukum Korban Kejahatan
- Pengertian Korban
- Asas-asas dalam Perlindungan Korban
- Hak dan Kewajiban Korban
-Bentuk-bentuk perlindungan korban Kejahatan
4. Kejahatan Kekerasan
- Pengertian, lingkup dan bentuk kejahatan dengan kekerasan
- Kekerasan dalam Rumah Tangga.
- Pengertian Kekerasan dalam Rumah Tangga
- Bentuk kekerasan terhadap isteri.
5. Pendidikan Anti Korupsi
-Pengertian Korupsi,
- Faktor Penyebab Korupsi
- Dampak Masif Korupsi
- Nilai dan Prinsip Anti Korupsi
- Upaya Pemberantasan Korupsi
- Delik Korupsi
6. Restorative Justice
Kapita selekta hukum pidana merupakan
kumpulan hukum pidana yang terseleksi,
didasari oleh beberapa pertimbangan :
• Perkembangan hukum pidana formil, materiil
• Perkembangan globalisasi khusus ke pidanaan
• Aktualisasi pada masa sekarang.
pasal 1 ayat (2) KUHP, yaitu bahwa suatu hukum yang lebih baru
dapat berlaku surut, sepanjang hukum yang baru itu lebih
menguntungkan bagi tersangka daripada hukum yang lama. Pasal ini
berlaku apabila seorang pelanggar hukum pidana belum diputus
perkaranya oleh hakim dalam putusan terakhir.
Masalah Retroaktif
pasal 4 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia yang menegaskan bahwa:
“Hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang
berlaku surut dapat dikecualikan dalam hal
Penyimpangan pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia
dari asas non- yang digolongkan ke dalam kejahatan terhadap
retroaktif kemanusiaan.”
Posisi menyusul hukum pidana setelah hukum administrasi ini kemudian menjadi
dilematis karena terletak antara dua pandangan.
Pandangan pertama yaitu bahwa hukum pidana merupakan ultimum Remidium atau
upaya terakhir dalam penegakan hukum setelah diberikan peluang penyelesaian hukum
lewat cabang hukum lain, misalkan hukum administrasi, perdata, dll.
Pandangan pertama ini senada dengan pengertian hukum pidana administrasi yang
diajukan Barda Nawawie Arief dan senada dengan asas subsidiaritas dalam hukum pidana.
Pandangan kedua yang berorientasi kepada pendayagunaan hukum pidana untuk
tercapainya tujuan publik dari hukum pidana menyatakan bahwa setelah adanya
penegakan hukum administrasi (sanksi administratif) pada suatu tindak pidana
administrasi tidak menghilangkan sanksi pidana atas perbuatan tersebut
Urgensi adanya aspek pidana pada UU administrasi
• Ada yang menganut double track system (pidana dan tindakan) , ada yang single track
system ( hanya sanksi pidana) dan bahkan ada yang semu ( hanya menyebut sanksi pidana,
tetapi mengandung/terkesan sebagai sanksi/tindakan)
• Dalam menggunakan sanksi pidana, ada yang hanya pidana pokok dan ada yang
menggunakan pidana pokok dan tambahan.
• Pidana pokok, hanya satu persatu ( penjara, kurungan atau denda saja )
• Perumusan sanksi pidananya bervariasi ; (ada tunggal, kumulasi, alternatif dan gabungan
kumulasi – alternatif)
• Ada yang menggunakan pidana minimal (khusus) ; ada yang tidak. Ada sanksi administrasi
yang berdiri sendiri tetapi ada juga yang dioperasionalkan dan diintegrasikan dalam sistem
pidana / pemidanaan
• Sanksi administrasi yang berdiri sendiri menggunakan istilah sanksi administratif dan
tindakan administratif
• Sanksi pidana yang dioperasionalkan dalam sistem pidana, disebut sebagai pidana
tambahan atau tindakan tata tertib atau sanksi adminsitratif.
• Ada yang mencantumkan korporasi sebagai subjek tindak pidana dan ada yang tidak ; dan
ada yang memuat ketentuan pertanggungjawaban pidananya dan ada yang tidak.
• Ada yang menyebutkan kualifikasi deliknya (pelanggaran – kejahatan) dan ada yang tidak.
Pedoman Penggunaan Ketentuan Pidana Dalam PerundangUndangan Administrasi
Pasal 15 ayat (1) UU No. 12 Sedangkan ketentuan umum tentang jenis pidana
Tahun 2011 ditentukan (strafsoort) dan lamanya sanksi pidana (strafmaat) yang
bahwa materi muatan dibolehkan diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi
mengenai ketentuan maupun Peraturan Daerah Kabupaten/ Kota, menurut
pidana hanya dapat ketentuan Pasal 15 ayat (2) UU No. 12 Tahun 2011 yaitu
dimuat dalam: (a) Undang- berupa ancaman pidana kurungan paling lama 6 (enam)
Undang; (b) Peraturan bulan atau pidana denda paling banyak Rp 50.000.000,00
Daerah Provinsi; (c) (lima puluh juta rupiah).
Peraturan Daerah
Kabupaten/ Kota.
Pengecualian ketentuan tersebut sebagaimana diatur
dalam Pasal 15 ayat (3) UU No.12 Tahun 2011, yaitu
Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota dapat memuat ancaman pidana
kurungan atau pidana denda selain dimaksud pada Pasal
15 ayat (2), sepanjang ada rujukannya yaitu seperti yang
diatur dalam Peraturan Perundang-undangan lainnya.
Ketentuan Pidana dalam Perundangan-
undangan administrasi
butir 112: Ketentuan pidana memuat butir 113. Dalam merumuskan ketentuan
rumusan yang menyatakan penjatuhan pidana perlu diperhatikan asas-asas umum
pidana atas pelanggaran terhadap ketentuan pidana yang terdapat dalam
ketentuan yang berisi norma larangan Buku Kesatu Kitab Undang-Undang Hukum
atau norma perintah Pidana, karena ketentuan dalam Buku
Kesatu berlaku juga bagi perbuatan yang
dapat dipidana menurut peraturan
perundang-undangan lain, kecuali jika oleh
Undang- Undang ditentukan lain (Pasal 103
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana).
PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN
Perlindungan korban dalam proses
peradilan pidana
Muladi
orang-orang yag baik secara individual maupun kolektif telah
Korban menderita termasuk kerugia fisik atau mental, emosional,
ekonomi, atau gangguan substansial terhadap hak-haknya
yang fundamental, melalui perbuatan atau komisi yang
melanggar hukum pidana dimasing-masing Negara, termasuk
penyalahgunaan kekuasaan.
Azas
manfaat
Asas
kepastian Asas
hukum keadilan
Asas
keseimba
ngan
Asas-asas Perlindungan Korban Kejahatan
Azas manfaat Asas keadilan
Artinya perlindungan korban tdk hanya Artinya, penerapan asas keadilan dalam
ditujukan bgi tercapainya kemanfaatan (baik upaya melindungi korban kejahatan tidak
materiil maupun spiritual) bg korban bersifat mutlak karena ini dibatasi pula
kejahatan, ttp juga kemanfaatan bg oleh rasa keadilan yag juga harus diberikan
masyarakat secara luas, khususnya dlm pada pelaku kejahatan.
upaya mengurangi jumlah tdk pidana serta
menciptakan ketertiban masyarakat.
Kekerasan fisik adalah tindakan yang secara fisik menyakiti orang yang menjadi sasaran.
Kekerasan fisik mencakup menampar, memukul dengan alat, menarik rambut, membanting,
mencekik leher, menginjak, dan mendorong kuat-kuat. Terjadinya kekerasan fisik dapat
dilihat dari adanya perlukaan. Bekas luka itu dapat di akibatkan oleh episode kekerasan yang
tunggal atau berulang-ulang, dari yang ringan hingga yang fatal
Kekerasan ekonomi dialami oleh istri atau pasangan hidup bersama dari pelaku, Memaksa
atau melarang istri bekerja untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga, sedangkan ia
tidak bekerja serta tidak memberi uang belanja. Ia memakai atau menghabiskan uang istri.