Anda di halaman 1dari 9

Review Journal: Kebijakan Ekonomi Umar bin Khattab

Oleh :
Qotrunnada (5554210068)

Dosen Pengampu :
Elif Pardiansyah, M.Si

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
PRODI EKONOMI SYARIAH
2022
Jurnal Review
Judul : Kebijakan Ekonomi Umar bin Khattab
Penulis : Syarifuddin Israil
Penerbit : Jurnal Manajemen dan Akuntansi, Vol XII No. 1 April 2011
Tahun : 2011

Qotrunnada
Ekonomi Syariah, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Email : Qotrunnadaza31@gmail.com

Abstrak
Penelitian ini membahas mengenai kebijakan-kebijakan ekonomi Islam pada masa
pemerintahan Umar bin Khattab, khususnya ekonomi makro dan menemukan cara bijak
dalam mengelola harta benda ( Kekayaan Negara ) serta menjadikan manusia diuntungkan.
Dalam kebijakan ekonomi pada masa Umar bin Khattab, dia dapat memaksimalkan fungsi
Baitul Maal ( Penemrimaan APBN ) dalam pengelolaan zakat, Jizyah ( Pajak untuk non-
Muslim ), Kharaj (Pajak Bumi ), Khumus ( Ghanimah ), Usyur ( Bea Cukai ), dan kemudian
dibelanjakan untuk kegiatan pemerintah, misalnya pengeluaran untuk kebutuhan rakyat,
inverstasi dan produksi, pegawai negeri, dan infrastruktur lain yang diperlukan.
1. Pendahuluan
Pengaplikasian Kebijakan Ekonomi dicari dari rujukan-rujukan ideal, baik
yang terdapat dalam syariah kitab-kitab klasik maupun bentuk-bentuk transaksi awal
pada zaman Rasul dan Khulafaurrasyidiin yang terekam dalam hadits maupun
Riwayat. Dalam kitab-kitab fiqh dapat ditemukan sandaran-sandaran atau prinsip-
prinsip bermua’malah yang dijadikan rujukan untuk beberapa produk dalam
perbankan syari’ah.
Umar bin Khattab merupakan salah satu dari empat khalifah Rasyid yang telah
mempraktekkan ekonomi Islam. maka dari itu, kebijakan-kebijakan beliau saat itu
menjadi acuan kebijakan ekonomi kita saat ini.
Kebijakan ekonomi Umar sebagai seorang khalifah tentu bersinggungan
dengan konteks sekarang mengenai kebijakan ekonomi pemerintah. Keterlibatan
pemerintah dalam mengkaji perekonomian dinamakan pengkajian ekonomi makro.
Dalam membahs kebijakan ekonomi makro Umar bin Khattab penulis menggunakan
pendekatan tematik. Penulis menganggap pendekatan ini cocok karena tidak
mengusung historis Umar secara keseluruhan. Akan tetapi akan mengambil dan
menganalisis tiap-tiap kebijakan Umar yang berkaitan dengan ekonomi.

2. Isi
a. Memahami Ekonomi Makro
Dalam ilmu ekonomi terdapat dua cabang pembahsan yaitu ekonomi makro
dan ekonomi mikro. Pengertian dari Ekonomi makro adalah kajian tentang
aktifitas ekonomi suatu Negara, sedangkan kajian tentang aktifitas dan tingkah
laku individual dalam ekonomi dinamakan Ekonomi Mikro. Ada dua hal yang
paling esensial dalam ekonomi makro yaitu Uang ( Moneter ) dan Pembiyaan (
Fiskal ).
Ekonomi makro yang akan di diskusikan pada kebijakan Umar yakni tentang
moneter dan pendapatan serta pembiyaan kas Negara ( fiscal ) dalam bentuk yang
sederhana. Kesederhanaan itu disebabkan karena saat itu segalanya masih manual,
belum berbentuk Instrumen moneter seperti sekarang yang komplek dan canggih.
Selain itu media uang masih menggunakan kepingan emas dan perak sehingga
perputarannya sangat terbatas.
b. Upaya kearah Kebijakan Moneter Definisi Uang
Uang adalah alat tukar atas barang dan jasa dalam pasar ekonomi dengan
beberapa pembayaran tunda.
Ahmad Hasan membedakan anatara mata uang. Mata uang adalah setiap
sesuatu yang dikukuhkan pemerintah sebagai uang dan memberinya kekuatan
hukum yang bersifat dapat memenuhi tanggungan dan kewajiban serta diterima
oleh kalangan luas.
Secara etimologi uang dapat diartikan kedalam beberapa makna yaitu: 1) Al-
Naqdu: yang baik dari dirham “dirhamun naqdun”; (2) Al-Naqdu: meraih dirham
“naqada daraahima yanquduha naqdan” yakni meraih, menggenggan atau
menerima. 1

1
Ahmad Hasan, 2005, Mata Uang dalam Islam; Tela’ah Komperhensif Sistem Keuangan
Islam, Terjemahan Saifurrahman Barito dan Zulfakar Ali, ( Jakarta: Rajagrafindo Persada)
Kata-kata nuqud tidak terdapat dalam Al-Quran maupun Haduts Nbi. Karena
bangsa arab pada umumnya tidak menggunakan kata nuqud untuk menunjukkan
harga. Mereka menggunakan Dinar untuk menunjukkan mata uang yang terbuat
dari emas. Kata Dirham untuk menunjukkan akat tukar yang terbuat dari perak.
Nama lain untuk mata uang perak adalah Wariq dan ‘Ain untuk menunjukkan
mata uang dari emas. Sedangkan Fulus (uang tembaga adalah alat tukar tambahan
yang digunakan untuk membeli barang-barang yang relative murah). Sementara
Dinar, Dirham, dan Wariq terdapat sebutannya dalam Al-Quran (QS. 3 : 75).

c. Kebijakan Moneter Umar bin Khattab


Pada operasi pasar, Umar bin Khattab melaksanakn sendiri dengan
memerintahkan pegawai Baitul Maal untuk zakat, jizya, Kharaj, ‘usyur dan lain-
lain. Konsekuensinya pemerintah akan menyerap dinar dan dirham ke dalam kas
Negara (devisa) dan dapat digunakan untuk pembiyaan fiscal.
Kebijakan moneter Umar diantaranya seperti gagasan spektakulernya tentang
pembuatan uang dari kulit unta agar agar lebih efisien. Stabilitas nilai tukar emas
dan perak terhadap mata uang dinar dan dirham. Penerapan nilai Dirham,
Instrumen moneter, control harga barag dipasar dan lain sebagainya.
Mengenai percetakan uang dalam Islam terjadi perbedaan pendapat. Namun
Riwayat yang terbanyak dan masyhur menjelaskan bahwa Malik bin Marwan-lah
yang pertama mencetak dirham dan dinar dalam Islam.
Sedangkan dalam Riwayat lain menyebutkan Umar yang pertama kali
mencetak dirham pada masanya. Tentang hal ini Al-Maqrizi mengatakan, Ketika
Umar bin Khattab menjabat sebagai khalifah dia menetapkan uang dalam
kondisinya smeula dan tidak terjafi perubahan satupun pada masanya hingga
tahun 18 H. tahun ke-6 kekhalifahannya ia mencetak dirham ala ukiran Kisra dan
dengan bentuk yang serupa. Hanya saja ia menambhakan kata Alhamdulillah dan
dalam bagain yang lain dengan kata Rasulullah dan pada bagain yang lain lagi
dengan kata Lailahillallah, sedangkan gambarnya adalah gambar Kisra bukan
gambarnya Umar.2
Namun dalam riwayat Al-Baihaqi diriwaytkan, Ketika Umar melihat
perbedaan anatara dirham bighali dengan nilai delapan daniq, dan ada dirham
thabary senilai empat daniq, dirham yamani dengan niali satu daniq. Ketika ia
melihat kerancuan itu, kemudian ia menggabungkan dirham Islam yang nialianya
enam dhraiq. Masih banyak Riwayat yang lain menerangkan bahwa Umar telah
mencetak mata uang Islam Ketika ia melontarkan berkeinginan untuk mencetak
uang dari kulit unta agar lebih efisien, karena khawatir unta akan habis dikuliti
maka niat itu diurungkan. Ide ini juga menjadi dasar-dasar manajemen moneter.
Umar juga megambil tanah-tanah yang digarap untuk dibagikan kepada yang lain
untuk digarap agar tanah itu membawa hasil.
Selain Baitul Maal Umar juga menggunakan Hisab sebagai pengontrol pasar.
Umar sendiri sangat sering turun langsung ke pasar untuk mengecek harga-harga
barang agar tidak ada kecurangan. Suatu Ketika Umar pernah memarahi Habib bin
Balta’ah yang menjual kismis terlalu murah, maka Umar memerintahkan untuk

2
Jaribah bin Ahmad Al-Haritsi, 2006, Fiqih Ekonomi Umar bin Khattab, Terjemahan Asmuni
Solihan Zamakhsyari, ( Jakarta: Khalifa)
menaikkan harga agar orang lain pun dapat melakukan jual beli. Umar tidak
pernah menahan kekayaan negara, semuanya didistribusikan kepada rakyat
sehingga peredaran uang terjadi dalam masyarakat. Umar mengawasi harga
barang di pasar sehingga tidak terjadi monopili, oligapoli dan sebagainya.
Kebijakan ini merupakan upaya pelepasan uang ke dalam masyarakat untuk
ketersediaan modal kerja.3
Semangat pengontrolan cadangan dalam kaa Baitul Maal sudah mulai
diperhatikan pada masa ini. Baitul Maal mungkin lebih cocok disebut Bank
Sentral atau Bank BI dalam konteks Indonesia. Baitul Maal bertugas untuk
mengumpulkan, menyimpan dan menyalurkan devisa Negara. Kekayaan itu
berasal dari berbagai sumber diantaranya zakat, jizyah, kharja, ‘usyur, khumus,
fai, rikaz, pinjaman dan sebagainya.
Himbauan Instrumen moneter lazim digunakan Umar dalam mengontrol
kesetabilan ekonomi Negara. Umar mengawasi segala bentuk pembayaran keluar-
masuk kas Negara. Umar sering menegur para gubernur agar kutipan kharja,
jizyah, ‘usyur dilakukan dengan benar dan transparansi. Umar tidak membenarkan
penyiksaan atau penjara kepada orang yang memanf benar tidak sanggup
membayar jizyah. Hukuman boleh dilaksanakan apabila terjadi pengingkaran atau
senagaja memperlambat pembayaran.
Setiap pendapatan berupa ghanimah, rikaz, fai, ‘usyur Sebagian dikirim ke
pusat (Madinah). Pengawasan moneter ala Umar ini sanagat ketat sehingga tidak
ada penimbunan uang dan barang. Selain itu Valuta asing dari Persia (dirham) dan
Romawi (Dinar) dikenal oleh seluruh lapisan masyarakat Arab telah menjadi laat
pembayaran resmi. System devisa bebas diterapkantidak ada halangan sedikitpun
mengimpor dinar atau dirham. Pada masa Umar bin Khattab juga sudah mulai
memperkenalkan transaksi tidak tunai dengan menggunakan cek dan promissory
notes.umar juga menggunakan Instrumen ini untuk mempercepat distribusi
barang-barang yang baru diimpor dari Mesir dan Madinah.

d. Kebijakan dan Instrumen Fiskal


Kekuatan Fiskal suatu Negara tergantung pada kekuatan devisa yang
dihasilkan. Fiscal akan berhubungan dengan kebijakan Pendapatan, Belanja,
Utang dan Investasi Negara. Kekuatan sebuah Negara dapat diamati dari strultur
APBN. Dalam Islam struktur arus keluar-masuk devisa sudah dikenal sejak zaman
Rasulullh dan tetap di pertahankan oleh Umar dengan penyempurnaan-
penyempurnaan. Penyempuraan tidak lain terjadi karena perkembanagan
masyarakat Islam yang luar biasa. 4

e. Kebijakan Fiskal
Baitul Maal adalah Lembaga pengelolaan keuangan Negara sehingga
kebijakan fiscal dengan jelas dapat kita pahami. Kebijakan fiscal Baitul Maal telah

3
Jaribah bin Ahmad Al-Haritsi, 2006, Fiqih Ekonomi Umar bin Khattab, Terjemahan Asmuni
Solihan Zamakhsyari, ( Jakarta: Khalifa)
4
Adi Warman A dan Karim, 2008, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada) hal. 28
memberikan dampak positif terhadap tingkat investasi, penawaran agrerat dan
sekaligus berpengaruh kepada tungkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi.
Penerimaan Pengeluaran
Zakat (Harta) Penyebaran Islam
Kharaj (Pajak Tanah) Pendidikan dan kebudayaan
Jizyah (Pajak Jiwa) Pengembangan Ilmu Pengetahuan
Khumus ( 1/5 Ghanimah ) Pengembangan Infrastruktur
‘Usyur (Bea Cukai ) Pembangunan Armada perang dan
kemananan
Fai ( Penguasaan tanpa perlawanan ) Biaya Moneter (mencetak uang )
Ghanimah / Anfal (Rampasan) Gaji pejabat dan pegawai
Pinjaman Sementara (Utang) Pengembangan ke-Qadhi-an (Kehakiman)
Pengembangan Administrasi negara
Layanan Sosial, Hadiah dan Bonus
Tabel 1. Struktur Pembiyaan Fiskal

Laporan tentang keberhasilan kebijakan fiskal Umar bin Khattab diantaranya


adalah: 5
1. Diberlakukan anggaran devisit ketika terjadi kekeringan di Sebagian Negara
Islam pada tahun “Ramadah” tahun ke-18 H.
2. Sistem pajak proposional (proposional tax) dengan memungut jizyah dari
penduduk Syam dan Mesir.
3. Besarnya Kharaj (pajak tanah) ditentukan berdasarkan prokdutivitas lahan,
bukan berdasarkan zona.
4. Progresseve Rate adalah penurunan jumlah pajak pada bertambahnya jumlah
ternak.
5. Perhitungan zakat perdagangan berdasarkan besarnya keuntungan bukan atas
harga jual.
6. Mendirikan kota besar yaitu Basrah (gerbang untuk perdagangan dengan
Romawi) dan Kufah sebagai pintu masuk perdagangan dengan Persia).
7. Membangun kanal dari Fustat ke Laut mErah
8. Manajemen yang baik pada penerimaan Baitul Mall.

f. Instrumen Fiskal
1. Peningkatan pendapatan dan partifasi kerja.
2. Pemungutan pajak.
3. Pengaturan anggaran.

g. Anggaran Pendapatan Negara


Sumber-sumber pendapatan selain dari zakat dalam mengisi pundi-pundi Baitul
Maal adalah:
1. Kharaj (pajak tanah)
2. Pembayaran zakat yang bervariasi

5
Adi Warman A dan Karim, 2008, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada) hal. 48-51
3. Khumus (20% atau 1/5) dari harta rampasan (ghanimah)
4. Jizyah bagi orang non muslim pengganti zakat fitrah.
5. Usyur (bea cukai)
6. Rikaz yang dikenakan 10%

h. Belanja Pemerintah
Efesiensi dan efektivitas merupakan landasan pokok dalam kebijakan
pengeluaran pemerintah. Dalam Islam hal itu dipandu oleh kaidah-kaidah syariah
yaitu kemaslahatan dan penentuan skala prioritar. Berikut acuannya adalah
sebagai berikut:
1. Pengeluaran demi pemenuhan kebutuhan hajat masyarakat banyak.
2. Pengeluaran sebagai alat retribusi kekayaan.
3. Pengeluaran yang mengarah kepada bertambahnya permintaan-permintaan
efektif.
4. Pengeluaran yang berkaitan dengan investasi dan produksi.
5. Pengeluaran yang bertujuan menekan tingkat inflasi dengan kebijakan
intervensi pasar.
Dengan demikian Baitul Maal dapat kita perhatikan kebijakan dalam
pengalokasian belanja pada masa Umar. Pos pengeluarannya diarahkan kepada 14
bagian:
1. Belanja kebutuhan operasional pemerintah ( Dar Al-Khalifah).
2. Belanja penunjang wilayah (Masalih Ad-Daulah).
3. Biaya pembangunan kota Basrah dan Kufah.
4. Pergantian mata uang (biaya moneter).
5. Belanja pegawai negara.
6. Biaya utang tanggungan negara.
7. Belanja umum yang berkiatan dengan infrastruktur.
8. Biaya fasilitas kehakiman.
9. Biaya santunan kepada kerabat rasul dan lain-lain.
10. Belanja jihad (militer, persenjataan dan lain-lain).
11. Biaya perluasan Masjid Haram dan kelambu Kiswah serta lampu penerang
masjid.
12. Biaya penyimpanan harta zakat.
13. Biaya penjagaan dan penyimpanan harta umum.
14. Biaya pengurus urusan darurat (At-Tawary).
Urutan pembiyaan jika dilihat dari skala pioritas, pembiyaan yang berhubungan
dengan kemasyarakatan dapat kita deskripsikan pada tabel 3
Primer Sekunder
Biaya pertahanan Beasiswa yang belajar ke Madinah
Penyaluran ‘Usyur kepada mustahiq Hiburan untuk delegasi asing, biaya
perjalanan
Membayar gaji pegawai, guru, imam, Hadiah untuk pemrintah negara lain
qadhi, muadzin dan pejabat negara. (Masa Rasul)
Infrastruktur (gali teluk) Membayar denda atas mereka yang
mati terbunuh secara tidak sengaja
oleh pasukan Islam
Biaya fasilitas kehakiman Pembayaran utang orang Islam yang
meninggal dalam keadaan Islam
Biaya pencetakan dirham baru (biaya Pembayaran tunjungan untuk orang
moneter) msikin
Lampu penerang masjid Tunjangan untuk sanak saudara
Rasulullah
Membayar upah sukarelawan Persediaan darurat
Membayar utang Negara
Bantuan imergensi dan musafir
Tabel 2. Urutan Pembiyaan Kemasyarakatan

Ada dua kebijakan yang selalu dilakukan Rasul, Khulafaurrasyidin termasuk


Umar bin Khattab dalam mengelola belanja pemerintah yaitu pertama, mendorong
masyarakat untuk beraktifitas ekonomi baik secara sendiri-sendiri atau kelompok
tanpa bantuan Baitul Maal. Kedua, Tindakan atau kebijakan untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi baik secara sendiri-sendiri atau kelompok tanpa bantuan
Baitul Maal. Inilah garis besar pengeluaran pemerintah Umar yang berdasarkan
pada kemaslahatan umum dan skala prioritas.
DAFTAR PUSTAKA

Adi Warman A., K. (2001). Ekonomi Islam: Suatu Kajian Kontemporer. Jakarta: Gema
Insani, Jakarta.
Adi warman A., K. (2008). Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, Jakarta.
Al-Hritsi, J. b. (2006). Fiqih Ekonomi Umar bin Khattab, terjemahan Asmuni Solihan
Zamakhsyari. Jakarta: Khalifa.
Hasan, A. (2005). Mata Uang dalam Islam; Tela'ah Komperhensif Sistem Keuangan Islam,
terj. Sifurrahman Barito dan Zulfakar Ali. Jakarta: Rajagrafindo Persada.
Mankiw, N. R. (2003). Pengantar Ekonomi (edisi kedua ed.). Jakrarta: Erlangga.
Muhammad, Q. I. (2002). Kebijakan Ekonomi Umar bin Khattab, terj Ahmad Syarifuddin
Shaleh. Jakarta: Pustaka Azzam.
Suprayitno, E. (2005). Ekonomi Islam; Pendektaan Ekonomi Makro Islam dan Konvensional.
Yogyakarta: Graha Ilmu, Yogyakarta.
Zallum, A. Q. (2002). Sistem Keuangan di Negara Khalifah. Bogor: Pustaka Thariqul Izzah
Bogor.

Anda mungkin juga menyukai