Anda di halaman 1dari 14

BAB I

KPNSEP DASAR MEDIS


A. Defenisi
Abses merupakan kumpulan nanah (netrofil yang telah mati) yang
terakumulasi di sebuah kavitas jaringan karena adanya proses infeksi(biasanya
oleh bakteri atau parasit) atau karena adanya benda asing (misalnya serpihan
luka peluru atau jarum suntik). Proses ini merupakan reaksi perlindungan oleh
jaringan untuk mencegah penyebaran atau perluasan infeksi kebagian tubuh
yang lain. Abses adalah infeksi kulit dan subkutis dengan gejala berupa
kantong berisi nanah (siregar,2004)
Abses juga dapat dikatakan sebagai rongga abnormal yang berada di bagian
tubuh, ketidak normalan di bagian tubuh, disebabkan karena pengumpulan
nanah di tempat rongga itu akibat proses radang dan kemudian membentuk
nanah. Dinding rongga abses biasanya terdiri dari sel yang telah cidera, tetapi
masih hidup. Isi abses yang berupa nanah tersebut terdiri atas sel darah putih
dan jaringan yang nekrotik dan mencair. Abses biasanya disebabkan oleh
kuman patogen misalnya bisul.
Sedangkan Diabetes Mellitus adalah keadaan hyperglikemia kronis yang
disebabkan oleh faktor lingkungan dan keturunan secara bersama-sama,
mempunyai karakteristik hyperglikemia kronis tidak dapat disembuhkan tetapi
dapat dikontrol (WHO).
Jadi dapat di simpulkan bahwa abses diabetikum adalah abses yang
dialami oleh pederita diabetes melitus.
B. Etiologi
Etiologi dari Diabetes Mellitus sampai saat ini masih belum diketahui
dengan pasti dari studi-studi eksperimental dan klinis kita mengetahui bahwa
Diabetes Mellitus adalah merupakan suatu sindrom yang menyebabkan
kelainan yang berbeda-beda dengan lebih satu penyebab yang mendasarinya.
Menurut banyak ahli beberapa faktor yang sering dianggap penyebab yaitu
1. Dibetes melitus tipe 1
Diabetes melitus tipe I ditandai oleh penghancuran sel-sel beta pankreas
yang merupakan kombinasi dari beberapa faktor:
a. Faktor genetik
Penderita tidak mewarisi diabetas tipe I sendiri tetapi mewarisi
suatu predisposisi kearah terjadinya diabetas tipe I yaitu dengan
ditmukannya tipe antigen HLA (Human Leucolyte antoge) teertentu
pada individu tertentu
b. Faktor imunologi
Pada diabetae tipe I terdapat suatu respon autoimun sehingga
antibody terarah pada sel-sel pulau lengerhans yang dianggapnya
jaringan tersebut seolah-olah sebagai jeringan abnormal
c. Faktor lingkungan
Penyelidikan dilakukan terhadap kemungkinan faktor-faktor
ekternal yang dapat memicu destruksi sel beta, contoh hasil
penyelidikan yang menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat
memicu proses autoimun yang menimbulkan destruksi sel beta.
2. Diabetas Melitus Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin pada diabetas melitus tipe II masih belum
diketahui. Faktor genetik diperkirakan memegang peranan dalam proses
terjadinya resistensi insulin dan juga terspat beberap faktor resiko teetentu
yang berhubngan dengan proses terjadinya diabetea tipe II yaitu:
 Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat usia diatas 65 tahun
 Obesitas
 Riwayat keluarga
 Kelopok etnik tertentu
3. Faktor non genetik
a. Infeksi
Virus dianggap sebagai “trigger” pada mereka yang sudah
mempunyai predisposisi genetic terhadap Diabetes Mellitus.
b. Nutrisi
1. Obesitas dianggap menyebabkan resistensi terhadap insulin.
2. Malnutrisi protein
3. Alkohol, dianggap menambah resiko terjadinya pankreatitis.
c. Stres
Stres berupa pembedahan, infark miokard, luka bakar dan emosi
biasanya menyebabkan hyperglikemia sementara.
d. Hormonal
Sindrom cushing karena konsentrasi hidrokortison dalam darah
tinggi, akromegali karena jumlah somatotropin meninggi,
feokromositoma karena konsentrasi glukagon dalam darah tinggi,
feokromositoma karena kadar katekolamin meningkat
C. Klasifikasi
Berdasarkan klasifikasi dari WHO (1985) dibagi beberapa type yaitu:
1. Diabetes Mellitus type insulin, Insulin Dependen Diabetes Mellitus
(IDDM) yang dahulu dikenal dengan nama Juvenil Onset Diabetes
(JOD), penderita tergantung pada pemberian insulin untuk mencegah
terjadinya ketoasidosis dan mempertahankan hidup. Biasanya pada
anak-anak atau usia muda dapat disebabkan karena keturunan.
2. Diabetes Mellitus type II, Non Insulin Dependen Diabetes Mellitus
(NIDDM), yang dahulu dikenal dengan nama Maturity Onset Diabetes
(MOD) terbagi dua yaitu Non obesitasdan Obesitas yang disebabkan
karena kurangnya produksi insulin dari sel beta pancreas, tetapi
biasanya resistensi aksi insulin pada jaringan perifer. Biasanya terjadi
pada orang tua (umur lebih 40 tahun) atau anak dengan obesitas.
D. Patofisiologi
Sebagian besar patologi Diabetes Mellitus dapat dikaitkan dengan satu dari
tiga efek utama kekurangan insulin sebagai berikut : (1) Pengurangan
penggunaan glukosa oleh sel-sel tubuh, dengan akibat peningkatan konsentrasi
glukosa darah setinggi 300 sampai 1200 mg/hari/100 ml. (2) Peningkatan
mobilisasi lemak dari daerah-daerah penyimpanan lemak, menyebabkan
kelainan metabolisme lemak maupun pengendapan lipid pada dinding vaskuler
yang mengakibatkan aterosklerosis. (3) Pengurangan protein dalam jaringan
tubuh.
Akan tetapi selain itu terjadi beberapa masalah patofisiologi pada Diabetes
Mellitus yang tidak mudah tampak yaitu kehilangan ke dalam urine penderita
Diabetes Mellitus. Bila jumlah glukosa yang masuk tubulus ginjal dan filtrasi
glomerulus meningkat kira-kira diatas 225 mg.menit glukosa dalam jumlah
bermakna mulai dibuang ke dalam urine. Jika jumlah filtrasi glomerulus yang
terbentuk tiap menit tetap, maka luapan glukosa terjadi bila kadar glukosa
meningkat melebihi 180 mg%.
Asidosis pada diabetes, pergeseran dari metabolisme karbohidrat ke
metabolisme telah dibicarakan. Bila tubuh menggantungkan hampir semua
energinya pada lemak, kadar asam aseto – asetat dan asam Bihidroksibutirat
dalam cairan tubuh dapat meningkat dari 1 Meq/Liter sampai setinggi 10
Meq/Liter.
E. Patoflowdiagram

- Infeksi bakteri
Bakteri bermultiplikasi Tubuh bereaksi untuk
- benda asing
dan merusak jaringan perlidungan terhadap
menyebabkan luka
yang ditempati penyebaran innfeksi
- reaksi hypersensitif,
- Agen fisik
Hipertermi Terjadi proses imflasi

Nyeri akut Abses terbentuk (dari


matinya jaringan nekrotik,
bakteri, dan leukosit)
Resiko infeksi

Kerusakan Nafsu makan Kurang


integritas jaringan menurun informasi

Ansietas
F.
F. Manifestasi Klinik
Gejala yang lazim terjadi, pada Diabetes Mellitus sebagai berikut :
Pada tahap awal sering ditemukan :
1. Poliuri (banyak kencing)
Faktor predisposisi
Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai
melampaui daya serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic
diuresis yang mana gula banyak menarik cairan dan elektrolit sehingga
penderita mengeluh banyak kencing.
2. Polidipsi (banyak minum)
Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan
Tindakan
banyak karena poliuri, sehingga untuk mengimbangi penderita lebih
operasi/debridement
banyak minum.
3. Polipagi (banyak makan)
Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami
Nyeri akut starvasi
Resiko (lapar).
infeksi Resiko Defisit Kelemahan
nutrisi
4. Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang.
Hal ini disebabkan kehabisan glikogen yang telah
Intoleransi dilebur jadi
aktivitas
glukosa, maka tubuh berusaha mendapat peleburan zat dari bahagian
tubuh yang lain yaitu lemak dan protein.
5. Mata kabur
Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol
fruktasi) yang disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat
penimbunan sarbitol dari lensa, sehingga menyebabkan pembentukan
katarak.
G. Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan klien dengan Diabetes Mellitus adalah
untuk mengatur glukosa darah dan mencegah timbulnya komplikasi acut dan
kronik. Jika klien berhasil mengatasi diabetes yang dideritanya, ia akan
terhindar dari hyperglikemia atau hypoglikemia. Penatalaksanaan diabetes
tergantung pada ketepatan interaksi dari tiga faktor aktifitas fisik, diet dan
intervensi farmakologi dengan preparat hyperglikemik oral dan insulin.
Penyuluhan kesehatan awal dan berkelanjutan penting dalam membantu klien
mengatasi kondisi ini.
H. Komplikasi
a. Akut
i. Hypoglikemia
ii. Ketoasidosis
iii. Diabetik
b. Kronik
i. Makroangiopati, mengenai pembuluh darah besar, pembuluh darah
jantung pembuluh darah tepi, pembuluh darah otak.
ii. Mikroangiopati mengenai pembuluh darah kecil retinopati diabetik,
nefropati diabetic.
iii. Neuropati diabetic.
I. Pemeriksaan diagnostik
Kriteria diagnostik menurut WHO(1985) untuk diabetes melitus pada
orang dewasa tidak hamil, pada sedikitnya dua kali pemeriksaan:
a. Glukosa plasma sewaktu > 200 mg/dl (11,1 mmol/L)
b. Glukosa plasma puasa/Nuchter >140 mg/dl ( 7,8 mmol/L)
c. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkomsumsi 75 gr Karbohidrat ( 2 jam post prandial (pp) >200
mg/dl (11,1 mmol/L)
J. Penatalaksanaan
a. Perencanaan makan
Standar yang dianjurkan adalah makan dengan komposisi seimbangan
dalam hal Karbohidrat (KH), Protein, lemak yang sesuai kecukupan gizi :
i. KH 60 –70 %
ii. Protein 10 –15 %
iii. Lemak 20 25 %
Beberapa cara menentukan jumlah kelori uantuk pasien DM melalui
perhitungan menurut Bocca: Berat badan (BB) Ideal: (TB – 100) – 10%
kg
a. BB ideal x 30% untuk laki-laki
b. BB ideal x25% untuk Wanita
Kebutuan kalori dapat ditambah lagi dengan kegiatan sehari-hari:
a. Ringan : 100 – 200 Kkal/jam
b. Sedang : 200 – 250 Kkal/jam
c. Berat : 400 – 900 Kkal/jam
Kebutuhhan basal dihitung seperti 1), tetapi ditambah kalori
berdasarkan persentase kalori basal:
iv. Kerja ringan ditambah 10% dari kalori basal
v. Kerja sedang ditambah 20% dari kalori basal
vi. Kerja berat ditambah 40 – 100 % dari kalori basal
vii. Pasien kurus, masih tumbuh kumbang, terdapat infeksi, sedang hamil
atau menyesui, ditambah 20 –30-% dari kalori basal
Suatu pegangan kasar dapat dibuat sebagai berikut:
viii. Pasien kurus : 2300 – 2500 Kkal
ix. Pasien nermal : 1700 – 2100 Kkal
x. Pasien gemuk : 1300 – 1500 Kkal
b. Latihan jasmani
Dianjurkan latihian jasmani secara teratur (3 –4 x seminggu) selama
kurang lrbih 30 menit yang disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi
penyakit penyerta. Latihian yang dapat dijadikan pilihan adalah jalan kaki,
jogging, lari, renang, bersepeda dan mendayung. Sespat muingkain zona
sasaran yaitu 75 – 85 % denyut nadi maksimal : DNM = 220-umur (dalam
tahun)
c. Pengelolaan farmakologi
i. Obat hipoglikemik oral (OHO)
1. Golongan sulfonilures bekerja dengan cara:
- Menstimulasi penglepasan insulin yang tersimpan
- Menurunkan ambang sekresi insulin
- Meningkatkna sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa

2. Biguanid
Menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak sampai bawah normal.
Preparat yang ada dan aman adalah metformin. Obat ini dianjurkan
untuk pasien gemuk
3. Inhibitor alfa glukosidase
Secara kompettitf menghambat kerja enzim alfa glukosidase di
dalam saluran cerna sehingga menrunkan hiperglikemia pasca pransial
4. Insulin sensitizing agent
Thoazolidinediones adalah golongan obat baru yang mempunyai
sfek farmakologi meningkatkan sensitivitas insulin sehingga bisa
mengatasi nasalah resistensi insulin dan berbagai masalah akibat
resistensi insulin tanpa menyebabkan hipoglikemia.
BAB II
KONNSEP DASAR KEPERRAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem endokrin Diabetes Mellitus
dilakukan mulai dari pengumpulan data yang meliputi : biodata, riwayat
kesehatan, keluhan utama, sifat keluhan, riwayat kesehatan masa lalu,
pemeriksaan fisik, pola kegiatan sehari-hari.
Hal yang perlu dikaji pada klien degan Diabetes Mellitus :
1. Aktivitas dan istirahat :
2. Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan
tidur, tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan koma.
3. Sirkulasi
Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti IMA, nyeri, kesemutan
pada ekstremitas bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah, dan
bola mata cekung
4. Eliminasi
Poliuri,nocturi, nyeri, rasa terbakar, diare, perut kembung dan pucat.
5. Nutrisi
Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek, mual/muntah.
6. Neurosensori
Sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah, kesemutan, lemah otot,
disorientasi, letargi, koma dan bingung.
7. Nyeri
Pembengkakan perut, meringis
8. Respirasi
Tachipnea, kussmaul, ronchi, wheezing dan sesak nafas.
9. Keamanan
Kulit rusak, lesi/ulkus, menurunnya kekuatan umum.
10. Seksualitas
Adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme menurun dan
terjadi impoten pada pria.
B. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan pengkajian data keperawatan yang sering terjadi berdasarkan
teori, maka diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien Abses
Diabetes yaitu
1. nyeri akut b/d proses imflamasi
2. resiko infeksi b/d penyebaran infeksi
3. kerusakan integritas jaringan b/d abses/operasi
4. hipertermi b/d proses imflamasi sistemik
5. ansietas b/d defisiensi pengetahuan
C. Rencana Keperawatan

Tgl Ndx Tujuan Intervensi Rasional


dan
kriteria hasil
13 1 1. Mampu Observasi: 1. Untuk
April mengontrol nyeri 1. Observasi ttv memantau
2022 (tahu penyebab 2. Identifikasi tanda-tanda
nyeri, mampu lokasi, vital pasien,
menggunakan karakteristik, biasanya rasa
tehnik durasi, nyeri akan
nonfarmakologi frekuensi, mempengaruhi
untuk mengurangi kualitas, nilai tanda vital
nyeri, mencari intensifitas dan 2. Untuk
bantuan) skala nyeri megetahui nyeri
2. Melaporkan bahwa Mandiri: pasien agar
nyeri berkurang 3. Bebaskan dari terapi bisa lebih
dengan lingkungan efektif
menggunakan yang bising 3. Untuk menjaga
manajemen nyeri Edukasi kenyamanan
3. Mampu mengenali 4. Ajarkan teknik dan agar tidak
nyeri (skala, nonfarmakologi menambah rasa
intensitas, s untuk nyeri klien
frekuensi dan meredahkan karena
tanda nyeri) nyeri kebisingan
4. Menyatakan rasa Kolaborasi 4. Agar pasien
nyaman setelah 5. Kolaborasi dapat
nyeri berkurang pemberian mengontrol
terapi yang nyeri
tepat 5. Agar nyeri
teratasi secara
tepat
2 1. Perfusi jaringan Observasi: 1. Untuk
normal 1. Observasi luka mengetahui
2. Tidak ada tanda-tanda dan tanda- lokasi dan
derajat
infeksi tanda
2. Memaksimalkan
3. Menunjukan terjadinya infeksi/resiko penyembuhan
proses penyembuhan infeksi luka dan
luka Mandiri: menghindari
2. Lakukan tekhnik resiko infeksi
perawatan luka 3. Agar pasien
secara aseptik lebih nyaman
dan
Edukasi
memaksimalkan
3. Edukasi pasien proses
dan keluarga penyembuhan
tentang luka
pemberian 4. Agar pasien
posisi untuk mendapatkan
menghindari terapi yang
tepat dan
tekanan pada
maksimal dalam
luka proses
Kolaborasi penyembuhan
4. Kolaborasi luka
pemberian
terapi yang
tepat
3 1. Perkembangan Observasi: 1. Untuk
/Mampu melakukan 1. Mengkaji mengetahui
aktivitas sehari- hari kemampuan tingkat respon
secara mandiri dan respon fisik fisik pasien
2. Mampu berpartisipasi pasien 2. Agar pasien
dalam melakukan Mandiri: mampu
aktivitas fisik - melakukan
3. Level kelemahan Edukasi aktivitas sehari-
membaik 2. Anjurkan pasien hari seperti
untuk latihan waktu sebelum
melakukan masuk RS
aktivitas sehari- tanpa
hari secara memperburuk
pelan-pelan dan keadaannya
bertahap 3. Agar pasien
Kolaborasi mendapatkan
3. Kolaborasi obat /terapi
dengan dokter yang tepat
pemberian obat/ untuk
terapi yang memulihkan
sesuai kondisi fisiknya

4 1. Tidak terjadi Observasi: 1. Untuk


penurunan berat 1. Mengkaji Berat engetahui
badan yang berarti badan, pola penyebab
2. Tidak menunjukan resiko
makan dan
adanya tanda tanda kekurangan
kekurangan nutrisi tanda- tanda nutrisi
3. Menunjukan resiko malnutirsi 2. Agar kebutuhan
peningkatan pola Mandiri: nutrisi pasien
makan - terpenuhi
Edukasi secara mandiri
2. Anjurkan pasien 3. Agar kebutuhan
dan keluarga nutrisi pasien
terpenuhi
untuk
menambah
intake oral
Kolaborasi
3. Kolaborasi
dengan dokter
dan ahli gizi
pemberian obat/
terapi yang
sesuai
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall, (1998), Buku Saku Diagnosa Keperawatan, EGC, Jakarta.

Doenges, E. Marylinn, dkk, (1994), Rencana Asuhan Keperawatan Dengan


Gangguan Sistem Endokrin, EGC Jakarta.

Doenges, E. Marylin, dkk, (2000), Rencana Asuhan Keperawatan (edisi 3), EGC,
Jakarta.

Engram, Barbara, (1999), Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, EGC,


Jakarta.

Guyton and Hall, (1997), Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, EGC. Jakarta.

Long, C. Barbara, (1996), Perawatan Medikal Bedah , Ikatan Alumni Pendidikan


Padjajaran Bandung.

Purmoharjo, Hotma, SKp, (1994), Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan


Sistem Endokrin, EGC, Jakarta.

Price, A. Sylvia dan Lorraine M. Wilson, (1995), Patofisiologi, Edisi IV, EGC.
Jakarta.

Tjokronegoro, Arjatmo, Prof. dr. Ph.D, Hendra Utama,(1999), Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam, Edisi III, EGC. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai