Makalah Suku Jawa
Makalah Suku Jawa
Disusun oleh :
KELAS 3B
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
KARSA HUSADA GARUT
2021/2022
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat-Nya serta hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan
makalah dengan judul “Perawatan Paliatif Menjelang Ajal Dalam Budaya : Suku
Jawa ”. Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad
SAW beserta keluarga dan para sahabatnya hingga pada umatnya sampai akhir
zaman.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas dari Keperawatan
Menjelang Ajal dan Paliatif ini Kami berharap makalah yang telah disusun ini bisa
memberikan sumbangsih untuk menambah pengetahuan para pembaca, dan akhir
kata, dalam rangka perbaikan selanjutnya, kami akan terbuka terhadap saran dan
masukan dari semua pihak karena kami menyadari makalah yang telah disusun ini
memiliki banyak sekali kekurangan.
i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR……………………………………..……………………...…i
DAFTAR ISI…………………………………………………………...…………….ii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang……………………………………………….……………………1
1.2 Rumusan Masalah……………………………………..………………….……….2
1.3 Tujuan…………………………………………………….…………….…………2
1.4 Manfaat…………………………………………………….…………….………..2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Sosial Budaya Suku Jawa Tentang Perawatan Paliatif .......................................... 3
2.2 Tanda – Tanda Kematian Menurut Suku Jawa ......................................................4
2.3 Penatalaksanan Menjelang Ajal dan Perawatan Pasca Meninggal ..........................5
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan………………………………………………………..…..………..…7
3.2 Saran……………………………………………………………..……..………....8
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………….………..9
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
komponen kebijaksanaan sejak zaman leluhur. Dimensi ini memandang hidup
yang
2
dilimpahi berkah oleh suatu kekuatan yang menopang manusia. Faktanya,
memang Jawa memiliki konsep-konsep keberhidupan terkait dengan dimensi
transobjektif. Dalam buku Rites of Passage, Van Gennep mengungkapkan bahwa
masyarakat memiliki tradisi/ritus unik terkait dengan daur hidup mereka, mulai
dari lahir, kanak-kanak, remaja, nikah, hingga kematian Dalam konteks ini,
bahwa ritual di seputar kematian seseorang di Jawa juga menjadi salah satu tradisi
yang unik. Ritus ini dilakukan dengan dasar dan argumentasi yang jelas sehingga
menjadi keyakinan di kalangan masyarakat, baik secara normatif agama maupun
secara sosiologis.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana Perawatan paliatif menjelang ajal dalam kearifan lokal budaya : suku
Jawa?
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui bagaimana Perawatan paliatif menjelang ajal dalam kearifan
lokal budaya : suku Jawa.
1.4 Manfaat
Manfaat dari makalah ini adalah penulisan dan pembaca dapat menambah ilmu
pengetahuan mengenai Konsep Palliative care budaya suku Jawa.
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
2. 2 Tanda – Tanda Kematian Menurut Suku Jawa
1. Jika sering merasa hambar dalam menghadapi hidup, atau bosan melihat
keadaan dunia dan sering bermimpi pergi kearah utara, maka di percaya
bahwa tanda -tanda tersebut merupakan firasat akan meninggal dalam waktu
kurang dari 3 tahun.
2. Apabila sering merasa kangen kepada orang-orang yang sudah pada
meninggal kemudian sering bermimpi memperbaiki rumah maka tandanya
kurang dari 2 tahun ajalnya akan tiba.
3. Jika sering melihat apa yang tidak dapat terlihat oleh mata telanjang, seperti
mahluk gaib, alam gaib maka bisa di kategorikan masuk dalam firasat bahwa
nyawanya tidak lebih dari 1 tahun akan melayang.
4. Jika sering melakukan hal-hal yang diluar kewajaran serta sering bertemu
mahluk gaib merupakan tanda akan meninggal kurang dari 9 bulan.
5. Jika sering mendengar suara-suara yang tidak biasanya seperti mendengar
suara jin ,setan atau suara hewan yang pada biasanya tiak bersuara,
merupakan tanda bahwa umurnya tinggal 6 bulan lagi.
6. Jika sering mencium bau-bauan mahluk halus seperti kemenyan dibakar
dicampur bunga-bungaan maka pertanda usianya kurang dari 3 bulan/ 100
hari.
7. Apabila sering melihat sesuatu yang aneh seperti lihat air warnamya merah,
lihat api warnanya hitam, tanda tersebut merupakan firasat bahwa ajalnya
tinggal 2 bulan.
8. Jika jari manis kram pada saat bersedakep dan susah untuk di acungkan maka
tandanya bahwa kematian akan datang sekitar 40 hari lagi.
9. Jika tangan terlihat lemah dan persendian seperti mau lepas, tandanya
meninggalnya kurang ari 1 bulan.
10. Jika melihat mukanya sendiri bukan dari cermin atau pantulan, melinkan
seperti melihat orang lain namun wajahnya adalah wajah kita, maka pertanda
kurang dari 1/2 bulan atau 15 hari lagi akan meninggal.
5
11. Jika sudah merasa lemas dan terkadang sampai nggak selera makan dan susah
tidur maka ajalnya hanya tinggal menghitung hari (1 minggu).
12. Jika badan sudah merasa panas dan saat buang hajat sering ada cacing
kalungnya maka pertanda umurnya kurang dari 3 hari.
13. Jika sering mengeluarkan angin dari dalam badan baik memalui kentut atau
sendawa maka tanda usianya kurang sari 2 hari.
14. Jika persendian seperti sudah pada longgar dan merasakan seperti orang yang
kecapean dan sering berkeringat maka tanda kurang 1 hari meninggal.
15. Jika kulitnya sudah tidak bisa merasakan apa-apa dan perasaannya berdebar-
debar serta suara-suara gemrusung ditelinga tidak ada lagi maka sudah
waktunya meninggal dunia.
2.3 Penatalaksanan Menjelang Ajal dan Perawatan Pasca Meninggal
a. Menghadapi Sakaratul Maut
Menjelang kematian menurut suku Jawa dianggap sebagai proses
lepasnya ruh dari dalam badan (tubuh). Secara bahasa, dipahami bahwa
sakaratul maut itu kondisi sekarat (tidak bisa melakukan apa-apa) dalam
menunju kematian. Ketidakberdayaan manusia dalam menghadapi sakaratul
maut karena memang ruh sedang merasa tidak nyaman lagi berada di dalam
tubuh karena sedang dicabut oleh malaikat. Manusia sehebat apapun tidak bisa
melawan malaikat Izrail yang sedang menjalankan perintah dari Tuhan untuk
mencabut nyawanya. Dalam hal ini, dapat disimpulkan bahwa sakaratul maut
adalah keadaan ketidak berdayaan seseorang dalam menjalani lepasnya nyawa
ketika sedang dicabut oleh malaikat Izrail. Orang-orang di Banyumas
memiliki cara-cara yang unik dalam menyikapi kerabat yang menghadapi
sakaratul maut. Ada tradisi bahwa orang yang sakit harus dijenguk dan
ditunggui. Pola ini dimaksudkan agar apabila terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan, maka pihak kerabat telah siap dan berada di tempat kejadian
peristiwa. Dalam kondisi semacam ini, keluarga akan berkumpul, siap apabila
dibutuhkan, dan mendoakan. Dalam berdoa hal utama yang dipan- jatkan
adalah berdoa untuk
6
kesembuhan. Namun, bila tidak ada kesembuhan baginya, maka berdoa agar
proses kematiannya dimudahkan (agar tidak terlalu menderita).
Sakaratul maut ditandai dengan ketidaksadaran dan kesadaran dari
seseorang yang hendak meninggal. Ia masih bisa melihat dan mendengar
orang
-orang yang di sekitarnya, namun ingatannya sudah mulai kabur. Untuk
membimbing orang yang sedang menjalani sakaratul maut, biasanya pihak
keluarga berusaha untuk membimbing mengucapkan sahadat agar meninggal
dunia dalam keadaan menyebut nama Tuhan. Orang yang meninggal dunia
dalam keadaan selalu mengingat Tuhan akan selalu mendapatkan bimbingan
dari cahaya Tuhan di alam kubur, maupun alam lainnya kelak.
b. Memandikan Jenazah
Dalam memandikan mayit suku Jawa, pihak keluarga (dengan dibantu
oleh warga) biasanya menyiapkan air yang banyak dan bermacam-macam.
Pertama , air leri dicampur dengan sambetan . Cara membuatnya, yakni ketika
mencuci beras, maka air berubah menjadi putih seperti susu. Air sambetan
dibuat dari beberapa dringo, kunir, dan bengkle yang ditumbuh sampai halus.
Setelah ditumbuk sampai halus, komponen ini kemudian dimasukkan ke
dalam air sehingga air tampak kekuningkuningan. Dalam persepsi ini, air leri
dan air sambetan yang dijadikan satu mampu membuat sukma menjadi sejuk.
Lepasnya sukma dari dalam tubuh itu sangat menyiksa dan terasa sangat
panas. Kedua , air kapur barus. Air kapur barus adalah air biasa yang
dicampur dengan kapur barus. Tujuan air ini untuk membunuh bakteri-bakteri
kecil yang ada di kulit. Selain itu, air ini juga dimaksudkan agar mayit tidak
cepat berbau busuk. Ketiga , air sabun. Air sabun digunakan untuk
membersikan segala kotoran yang melekat. Ada anjuran bahwa sabun mandi
yang digunakan juga sabun yang biasanya dipakai oleh almarhum ketika
masih hidup (satu jenis). Keempat
, air bening biasa. Air bisa bersumber dari sumur ataupun dari kali. Yang jelas,
air ini terjaga kesuciannya. Selain beberapa air tersebut, di Boyolali juga
7
disiapkan air dari merang yang telah dibakar untuk berkeramas. Air ini
digunakan untuk membasuh bagian rambut agar benar-benar bersih.
c. Mengafani Jenazah
Kain kafan dipotong sesuai dengan panjang (tinggi) mayit tersebut dan
diberi lebih sedikit agar mudah untuk mengikat. Biasanya, Kayim atau Modin
juga akan memotong kain dalam bentuk kecil untuk dijadikan tali yang
biasanya diletakkan di bagian paling bawah. Kain kafan diletakkan di keranda
dengan dibentangkan satu per satu dengan tempat untuk posisi kepala
mengarah kiblat. Selanjutnya, mayit diletakkan di atas kain yang telah
dibentangkan tadi dan dilipat hingga menutupi seluruh tubuh tubuh, kecuali
muka. Muka atau wajah tidak ditutup karena sebagai perwujudan dan sosok
kemanusiaannya kelak ketika harus menghadap di alam kubur.
d. Menyolati Jenazah
8
selesai melakukan sholat jenazah dan masih dalam posisi berdiri saat berdoa
setelah sholat. uang selawat biasanya dibungkus dalam amplop, dibagikan
oleh seorang yang ditunjuk oleh keluarga dengan cara dimasukkan ke dalam
saku baju orang yang sedang berdoa setelah selesai shalat jenazah. Besaran
uang selawat ini tidak ada ketentuan umumnya.
9
perpisahan terakhir, diharapkan bahwa semua anggota keluarga telah
benarbenar ikhlas melepas kepergian almarhum untuk dikuburkan.
g. Pemakaman Jenazah
10
walaupun belum dewasa. Untuk orang yang telah menggali kubur, dilarang
untuk menengok ke makam sebelum tujuh langkah dari kuburan. Suku Jawa
meyakini apabila mereka menengok kubur sebelum tujuh langkah, maka
kedatangan malaikat ke dalam kubur tersebut akan lebih cepat (yang harusnya
tujuh hari dalam hitungan dunia ini). Mereka diharapkan untuk tetap lurus
meninggalkan kuburan dan dianjurkan untuk langsung mandi terlebih dahulu.
Bila orang yang bersentuhan dengan jenazah (dan dalam menggali kubur)
tidak langsung mandi, diyakini ada beberapa penyakit yang bisa tumbuh.
Bahkan, ada yang meyakini bahwa apabila tidak mandi, menyebabkan
kematian pada anggota keluarganya.
11
BAB III
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
12
1.2 Saran
Dari makalah yang telah dibuat ini diharapkan pembaca mendapat
mengetahui tradisi menjelang ajal suku jawa dalam memaknai kematian
sebagai jalan kembali karena hakikat manusia itu berasal dari Tuhan.
13
DAFTAR PUSTAKA
Fitri Nur azizah. 2013. Aspek Sosial Mempengaruhi Kesehatan. (diakses tanggal 11
November 2019 )
Lukman Hakim, dkk., 2013, Faktor Sosial Budaya Dan Orientasi Masyarakat Dalam
Berobat (Socio-Cultural Factors And Societal Orientation In The
Treatment), Universitas Jember (UNEJ), Jember. (diakses tanggal 11
November 2019 )
Suwito. S, Agus. 2015. Tradisi dan Ritual Kematian Wong Islam Jowo . Jurnal
Kebudayaan Islam. Vol 13 No 2 : 197-216.
Notoatmodjo, S. 2007 , Pengantar Perilaku Kesehatan, FKM : UI, Jakarta.
14