KELAS 3B
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
STIKES KARSA HUSADA GARUT
2021/2022
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat-Nya serta hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan
makalah dengan judul “Asuhan Keperawatan Klien Yang Mengalami Kondisi Resiko”.
Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW
beserta keluarga dan para sahabatnya hingga pada umatnya sampai akhir zaman.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas dari Keperawatan Jiwa ini
Kami berharap makalah yang telah disusun ini bisa memberikan sumbangsih untuk
menambah pengetahuan para pembaca, dan akhir kata, dalam rangka perbaikan
selanjutnya, kami akan terbuka terhadap saran dan masukan dari semua pihak
karena kami menyadari makalah yang telah disusun ini memiliki banyak sekali
kekurangan.
i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR……………………………………..……………………...………………………………….
DAFTAR ISI…………………………………………………………...……………………………………………….
BAB I. PENDAHULUAN
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Ancaman atau kebutuhan yang tidak terpenuhi mengakibatkan seseorang
stress berat membuat orang marah bahkan kehilangan kontrol kesadaran diri,
misalnya: memaki-maki orang di sekitarnya, membanting–banting barang,
menciderai diri sendiri dan orang lain, bahkan membakar rumah, mobil dan
sepeda montor. Umumnya klien dengan perilaku kekerasan dibawa dengan paksa
ke rumah sakit jiwa. Sering tampak klien diikat secara tidak manusiawi disertai
bentakan dan “pengawalan” oleh sejumlah anggota keluarga bahkan polisi.
Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai
atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku
tersebut (Purba dkk, 2008). Menurut Stuart dan Laraia (1998), perilaku kekerasan
dapat dimanifestasikan secara fisik (mencederai diri sendiri, peningkatan mobilitas
tubuh), psikologis (emosional, marah, mudah tersinggung, dan menentang),
spiritual (merasa dirinya sangat berkuasa, tidak bermoral). Perilaku kekerasan
merupakan suatu tanda dan gejala dari gangguan skizofrenia akut yang tidak lebih
dari satu persen (Purba dkk, 2008).
Perilaku kekerasan merupakan salah satu jenis gangguan jiwa. WHO (2001)
menyatakan, paling tidak ada satu dari empat orang di dunia mengalami masalah
mental. WHO memperkirakan ada sekitar 450 juta orang di dunia mengalami
gangguan kesehatan jiwa. Pada masyarakat umum terdapat 0,2 – 0,8 % penderita
skizofrenia dan dari 120 juta penduduk di Negara Indonesia terdapat kira-kira
2.400.000 orang anak yang mengalami gangguan jiwa (Maramis, 2004 dalam
Carolina, 2008). Data WHO tahun 2006 mengungkapkan bahwa 26 juta penduduk
Indonesia atau kira-kira 12-16 persen mengalami gangguan jiwa. Berdasarkan data
Departemen Kesehatan, jumlah penderita gangguan jiwa di Indonesia mencapai
2,5 juta orang (WHO, 2006). Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka
kami tertarik untuk menyusun makalah mengenai kegawatdaruratan pada perilaku
kekerasan.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana memberikan Asuhan Keperawatan dengan Resiko Perilaku
Kekerasan.
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan dengan resiko perilaku kekerasan
ii
BAB II
PEMBAHASAN
A.KONSEP DASAR PERILAKU KEKERASAN
2.1. Definisi
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang
secara fisik maupun psikologis. Berdasarkan definisi tersebut maka perilaku kekerasan dapat
dilakukan secara verbal, diarahkan pada diri sendiri, orang lain,dan lingkungan. Perilaku
kekerasan dapat terjadi dalam dua bentuk, yaitu saat sedang berlangsung perilaku kekerasaan
dapat terjadi dalam dua bentuk, yaitu saat sedang berlangsung perilaku kekerasan atau perilaku
kekerasan terdahulu (riwayat perilaku kekerasan).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang
dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain. Sering juga disebut
gaduh gelisah atau amuk dimana seseorang marah berespon terhadap suatu stressor dengan
gerakan motorik yang tidak terkontrol (Yosep, 2010).
2.2. Tanda dan Gejala Resiko Perilaku Kekerasan
Menurut Yosep 2010 Perawat dapat mengidentifikasi dan mengobservasi tanda dan
gejala perilaku kekerasan :
a) Muka merah dan tegang.
b) Mata melotot/pandangan tajam.
c) Tangan mengepal.
d) Rahang mengatup.
e) Wajah memerah dan tegang.
f) Postur tubuh kaku.
g) Pandangan tajam.
h) Mengatup rahang dengan kuat.
i) Mengepal tangan.
j) Jalan mondar mandir.
2.3. Rentang Respons Marah
Adaptif Maladaptif
4. Agresif : Perilaku destruktif tapi masih dapat dikontrol. Orang agresif biasanya
tidak mau mengetahui hak orang lain. Dia berpendapat bahwa setiap orang
harus bertarung untuk mendapatkan kepentingan sendiri dan mengharapkan
perlakuan yang sama dari orang lain.
5. Amuk : Perilaku destruktif dan tidak terkontrol. Yaitu rasa marah dan
bermusuhan yang kuat disertai kehilangan control diri. Pada keadaaan ini
individu dapat merusak dirinya sendiri maupun orang lain.
Definisi : Berisiko melakukan perilaku , yakni individu menunjukkan bahwa dirinya dapat
membahayakan orang lain secara fisik , emosional , dan / atau seksual .
Ketersediaan senjata.
Bahasa tubuh (misal ,sikap tubuh kaku / rigid, mengepalkan jari dan rahang terkunci ,
hiperaktivitas , denyut jantung cepat , nafas terengah - engah , cara berdiri
mengancam).
Kerusakan kognitif (misal ,ketunadayaan belajar ,gangguan defisit
perhatian ,penurunan fungsi intelektual).
Kejam pada hewan.
- Menyalakan api.
- Riwayat penganiayaan pada masa kanak - kanak.
- Riwayat melakukan kekerasan tak langsung ( misal , merobek pakaian , membanting
objek yang tergantung di dinding , berkemih di lantai , defekasi di lantai , mengetuk -
ii
ngetuk kaki , teper tantrum , berlarian di koridor , berteriak , melempar objek ,
memecahkan jendela , membanting pintu , agresif seksual ).
- Riwayat penyalahgunaan zat.
- Riwayat ancaman kekerasan ( misal , ancaman verbal terhadap seseorang , ancaman
sosial , mengeluarkan sumpah serapah , membuat catatan / surat ancaman , sikap
tubuh mengancam , ancaman seksual ).
- Riwayat menyaksikan perilaku kekerasan dalam keluarga.
- Riwayat perilaku kekerasan terhadap orang lain ( misal , memukul seseorang ,
menendang seseorang , meludahi seseorang , mencakar seseorang , melempar objek
pada seseorang , menggigit seseorang , percobaan perkosaan , pelecehan seksual ,
mengencengi / membuang kotoran pada seseorang ).
- Riwayat perilaku kekerasan antisosial ( misal , mencuri , memaksa meminjam ,
memaksa meminta hak istimewa , memaksa mengganggu pertemuan , menolak untuk
makan , menolak untuk minum obat , menolak instruksi ).
- Impulsif Pelanggaran kendaraan bermotor ( misal , sering melanggar lampu lintas ,
menggunakan kendaraan bermotor untuk melepaskan kemarahan ).
Gangguan neurologis ( misal , EEG positif , CT , MRI , temuan neurologis , trauma
kepala , gangguan kejang ).
Intoksikasi patologis
Komplikasi perinatal
Komplikasi prenatal
Simtomatologi psikosis ( misal , perintah halusinasi pendengaran , penglihatan ; delusi
paranoid ; proses pikir tidak logis , tidak teratur , atau tidak koheren ).
Perilaku bunuh diri.
ii
Usia 45 tahun atau lebih.
Isyarat perilaku (misalnya catatan cinta yang sedih,menunjukkan pesan kemarahan
pada orang terdekat yang telah menolak dirinya,mengambil polis asuransi jiwa yang
besar)
Konflik hubungan interpersonal.
Masalah emosional (misalnya ketidakberdayaan,putus asa ,peningkatan rasa cemas ,
panic,marah,permusuhan).
Masalah pekerjaan (misalnya:menganggur,kehilangan / kegagalan pekerjaan yang
sekarang).
Menjalani tindakan seksual autoerotic
Latar belakang keluarga (misalnya riwayat bunuh diri ,kaotik,atau penuh konflik)
Riwayat upaya bunuh diri yang dilakukan berkali-kali
Kurang sumber personal (mis., pencapaian yang buruk,wawasan / pengetahuan yang
buruk,afek yang tidak tersedia dan dikendalikan secara buruk)
Kurang sumber sosial (misalnya rapor yang buruk,isolasi social,keluarga yang tidak
responsif)
Status pernikahan (belum menikah,janda,cerai)
Masalah kesehatan mental (misalnya depresi berat,psikosis gangguan kepribadian
berat,alkoholisme,penyalahgunaan obat)
Pekerjaan (eksekutif,administrator pemilik bisnis,pekerja professional,pekerja
semíterampil)
Masalah kesehatan fisik (misalnya hipokondriasis,penyakit terminal atau kronis)
Orientasi seksual(lbiseksual (aktif),homoseksual (inaktif)
Ide bunuh diri
Rencana bunuh diri
Petunjuk verbal (misalnya bicara tentang kematian," lebih baik tanpa saya
" ,mengajukan pertanyaan tentang dosis obat mematikan).
ii
2.5. Etiologi
a. Faktor Predisposisi
Menurut Yosep ( 2010 ), faktor predisposisi klien dengan perilaku kekerasan adalah :
1. Teori Biologis
ii
2) Teori Psikologis
a) Teori psikoanalisa Agresivitas dan kekerasan dapat dipengaruhi oleh riwayat tumbuh
kembang seseorang ( life span history ) . Teori ini menjelaskan bahwa adanya ketidak
puasan fase oral antara usia 0-2 tahun di mana anak tidak mendapat kasih sayang dan
pemenuhan kebutuhan air susu yang cukup cenderung mengem bangkan sikap agresif
dan bermusuhan setelah dewasa sebagai kompen sasi adanya ketidakpercayaan pada
lingkungannya .
b) Imitation , modeling , and information processing theory Menurut teori ini perilaku
kekerasan bisa berkembang dalam lingkungan yang mentolelir kekerasan . Adanya
contoh , model dan perilaku yang ditiru dari media atau lingkungan sekitar
memungkinkan individu meniru perilaku tersebut
c) Learning theory Perilaku kekerasan merupakan hasil belajar individu terhadap
lingkungan terdekatnya . Ia mengamati bagaimana respon ayah saat menerima
kekecewaan dan mengamati bagaimana respon ibu saat marah . Ia juga belajar bahwa
agresivitas lingkungan sekitar menjadi peduli , bertanya , menanggapi , dan
menganggap bahwa dirinya eksis dan patut untuk diperhitungkan.
b. Faktor Presipitasi
Menurut Yosep ( 2010 ) , faktor - faktor yang dapat mencentuskan perilaku kekerasan
seringkali berkaitan dengan:
- Ekspresi diri , ingin menunjukkan ekstensi diri atau simbolis solidaritas seperti
dalam sebuah konser , penonton sepak bola , geng sekolah , perkelahian massal
dan sebagainya .
- Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi .
- Kesulitan dalam mengonsumsikan sesuatu dalam keluarga serta tidak mem
biasakan dialog untuk memecahkan masalah cendrung melakukan kekerasan
dalam menyelesaikan konflik .
- Adanya riwayat perilaku anti social meliputi penyalahgunaan obat dan alcoholisme
dan tidak mampu mengontrol emosinnya pada saat menghadapi rasa frustasi .
ii
- Kematian anggota keluarga yang terpenting , kehilangan pekerjaan , peru
bahan tahap perkembangan keluarga .
Penilaian stessor melibatkan makna dan pemahaman dampak dari situasi stres bagi
individu,itu mencakup kognitif, afektif,fisiologis , perilaku,dan respon sosial . Penilaian adalah
evaluasi tentang pentingnya sebuah peristiwa dalam kaitannya dengan kesejahteraan
seseorang . Stressor mengasumsikan makna , intensitas , dan pentingnya sebagai konsekuensi
dari interpretasi yang unik dan makna yang diberikan kepada orang yang berisiko ( Stuart dan
Laraia , 2001 ) . Respon perilaku adalah hasil dari respon emosional dan fisiologis , serta
analisis kognitif seseorang tentang situasi stres . Caplan ( 1981 , dalam Stuart dan Laraia ,
2001 ) menggambarkan empat fase dari respon perilaku individu untuk menghadapi stres ,
yaitu :
d . Sumber koping
Menurut Stuart dan Laraia ( 2001 ), sumber koping dapat berupa aset ekonomi ,
kemampuan dan keterampilan , teknik defensif , dukungan sosial , dan motivasi . Hubungan
antara individu , keluarga , kelompok dan masyarakat sangat berperan penting pada saat ini .
Sumber koping lainnya termasuk kesehatan dan energi , dukungan spiritual , keyakinan positif ,
keterampilan menyelesaikan masalah dan sosial , sumber daya sosial dan material , dan
kesejahteraan fisik . Keyakinan spiritual dan melihat diri positif dapat berfungsi sebagai dasar
harapan dan dapat mempertahankan usaha seseorang mengatasi hal yang paling buruk.
ii
e. Mekanisme koping
Menurut Stuart dan Laraia ( 2001 ) , mekanisme koping yang dipakai pada klien marah
untuk melindungi diri antara lain :
1. Sublimasi , yaitu menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata
masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyalurannya secara
normal . Misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan kemarahannya pada
obyek lain seperti meremas adonan kue , meninju tembok dan sebagainya , tujuannya
adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa marah .
2. Proyeksi , yaitu menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya
yang tidak baik . Misalnya seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia
mempunyai perasaan seksual terhadap rekan sekerjanya , berbalik menuduh bahwa
temannya tersebut mencoba merayu , mencumbunya .
3. Represi , yaitu mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk ke
alam sadar . Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang tidak
disukainya . Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil
bahwa membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan ,
sehingga perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakannya .
4. Reaksi formasi , yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan , dengan
melebih - lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan meng gunakannya sebagai
rintangan . Misalnya seorang yang tertarik pada teman suaminya, akan memperlakukan
orang tersebut dengan kasar.
5. Displacement , yaitu melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermu suhan , pada
obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan
emosi itu . Misalnya anak berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapat
hukuman dari ibunya karena menggambar di dinding kamarnya . Dia mulai bermain
perang - perangan dengan temannya .
ii
BAB III
TINJAUAN TEORI
Klien mengalami Perilaku kekerasan sukar mengontrol diri dan emosi . Untuk itu , perawat
harus mempunyai kesadaran diri yang tinggi agar dapat menerima dan mengevaluasi perasaan
sendiri sehingga dapat memakai dirinya sendiri secara terapeutik dalam merawat klien . Dalam
memberikan asuhan keperawatan , perawat harus jujur , empati , terbuka dan penuh
penghargaan , tidak larut dalam perilaku kekerasan klien dan tidak menghakimi .
3.1.1.Pengkajian
Faktor Penyebab Perilaku Kekerasan Menurut Yosep ( 2009 ) , pada dasarnya pengkajian
pada klien perilaku kekerasan ditujukan pada semua aspek , yaitu biopsikososial - kultural -
spiritual .
a) Aspek biologis
Respons fisiologis timbul karena kegiatan system saraf otonom bereaksi terhadap sekresi
epineprin sehingga tekanan darah meningkat , tachikardi , muka merah , pupil melebar ,
pengeluaran urin meningkat . Ada gejala yang sama dengan kecemasan seperti
meningkatnya kewaspadaan , ketegangan otot seperti rahang terkatup , tangan dikepal ,
tubuh kaku , dan refleks cepat . Hal ini disebabkan oleh energi yang dikeluarkan saat marah
bertambah .
b) Aspek emosionaL
Individu yang marah merasa tidak nyaman , merasa tidak berdaya , jengkel , frustasi ,
dendam , ingin memukul orang lain , mengamuk , bermusuhan dan sakit hati ,
menyalahkan dan menuntut .
c) Aspek intelektual
Sebagian besar pengalaman hidup individu didapatkan melalui proses intelektual ,
peran panca indra sangat penting untuk beradaptasi dengan pengalaman . Perawat
ii
perlu mengkaji cara klien marah , mengidentifikasi penyebab kemarahan , bagaimana
informasi diproses , diklarifikasi , dan diintegrasikan .
d ) Aspek sosial
Meliputi interaksi sosial , budaya , konsep rasa percaya dan ketergantungan .
Emosi marah sering merangsang kemarahan orang lain . Klien seringkali menyalurkan
kemarahan dengan mengkritik tingkah laku yang lain sehingga orang lain merasa sakit
hati dengan mengucapkan kata - kata kasar yang berlebihan disertai suara keras .
Proses tersebut dapat mengasingkan individu sendiri , menjauhkan diri dari orang lain ,
menolak mengikuti aturan .
e ) Aspek spiritual
Kepercayaan , nilai dan moral mempengaruhi hubungan individu dengan lingkungan .
Hal yang bertentangan dengan norma yang dimiliki dapat menimbulkan kemarahan
yang dimanifestasikan dengan amoral dan rasa tidak berdosa .
3.3.3. Intervensi
Menurut Yusuf (2015), rencana keperawatan pada pasien dengan perilaku kekerasan
dapat berupa rencana tindakan pada pasien, sebagai berikut:
Tindakan keperawatan perilaku kekerasan mengacu pada SP pasien perilaku kekerasan sebagai
berikut :
a. Tujuan
ii
3) Klien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah dilakukannya
6) Klien dapat mencegah / mengontrol perilaku kekerasannya secara fisik, spiritual, social, dan
denga terapi psikofarmaka(kelliat, 2013)
2. Tindakan Keperawatan
1). Bina hubungan saling percaya, dalam membina hubungan saling percaya perlu
dipertimbangkan agar klien merasa aman dan nyaman saat berinteraksi dengan perawat.
Tindakan yang harus perawat lakukan dalam membina hubungan saling percaya adalah:
2) Diskusikan bersama klien penyebab perilaku kekerasan saat ini dan yang lalu
4) Diskusikan bersama klien perilaku kekerasan yang biasa dilakukan pada saat marah, yaitu
secara verbal terhadap:
a) Orang lain
ii
b) Diri sendiri
c) Lingkungan
3.4.4 Implementasi
-SP 1 (pasien) : membina hubungan saling percaya, membantu klien mengenal penyebab
perilaku kekerasan, membantu klien dalam mengenal tanda dan gejala dari perilaku kekerasan.
ii
-SP 2 (pasien) : maembantu klien mengontrol perilaku kekerasan dengan memukul bantal atau
kasur.
-SP 3 (pasien) : membantu klien mengontrol perilaku kekerasan seacara verbal seperti menolak
dengan baik atau meminta dengan baik.
- SP 4 (pasien) : memabantu klien mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual dengan cara
sholat atau berdoa.
3.5.5.Evaluasi
Evaluasi merupakan proses berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan
pada klien. Evaluasi dilakukan terus menerus pada respons klien terhadap tindakan
keperawatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi proses atau pormatif dilakukan setiap selesai
melakukan tindakan. Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan SOAP sebagai pola
pikirnya. (Keliat, 2011).
A : Analisa ulang data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah masalah masih tetap
atau muncul masalah baru atau ada data yang kontradiktif dengan masalah yang ada
P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasar hasil analisa pada respon keluarga.
ii
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari kesimpulan diatas, maka penulis, dapat memberikan beberapa saran meliputi
saran untuk perawat maupun petugas kesehatan lain dapat memberikan pelayanan
kepada pasien jiwa dengan semaksimal mungkin selain itu dalam pemberian asuhan
keperawatan jiwa dapat melakukan pendekatan secara bertahap dan terus menerus
sehingga terciptanya suasana yang kondusif. Adapun bagi klien dengan masalah
perilaku kekerasan diharapkan mampu untuk menerapkan strategi pelaksanaan yang
telah diajarkan serta keluarga klien dapat berperan secara aktif dalam merawat dan
melakukan proses perawatan klien saat dirumah. Bagi institusi pendidikan diharapkan
memberi kemudahan dalam pemakaian sarana dan prasarana yang merupakan fasilitas
bagi mahasiswa untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan keterampilan dalam
melalui praktek klinik dan pembuatan laporan.
ii
DAFTAR PUSTAKA
http://repository.poltekkes-kaltim.ac.id/402/1/SELESAI.pdf
Asuhan keperawatan jiwa mukhripah damaiyanti,S.Kep.,Ns., Iskandar,S.Kep.,Ns
ii