Anda di halaman 1dari 31

EFEK OLAHRAGA TERHADAP PEMBULUH DARAH

Pendahuluan

Aktifitas fisik regular merupakan faktor penting dalam pencegahan dan penatalaksanaan
penyakit kardiovaskular. Banyak penelitian besar menunjukkan penurunan mortalitas dan
morbiditas dalam hal kesehatan maaupun penyakit kardiovaskular pada individu yang aktif jika
dibandingkan dengan individu yang tidak beraktifitas. Pada keadaan penyakit jantung koroner
(PJK), hipertensi dan gagal jantung, olah raga yang digunakan sebagai pencegahan sekunder atau
terapi tambahan berhubungan dengan penurunan mortalitas dan morbiditas secara signifikan.
Penurunan mortalitas dan morbiditas kardiovaskular yang dicapai dengan olahraga dalam
pencegahan primer dan sekunder memberikan efek terapi yang hampir sama seperti
menggunakan obat-obatan penghambat sistem renin angiotensin aldosteron (RAAS) atau dengan
statin, namun dengan biaya yang lebih besar. 1
Olahraga memberikan perubahan fungsi kardiovaskular yang cukup bervariasi meliputi
penurunan denyut jantung, penurunan tekanan darah, peningkatan myocardial oxygen uptake
maksimal dan adaptasi yang melibatkan otot skeletal, otot jantung, volume darah yang
bersirkulasi dan modifikasi metabolik. Dari keseluruhan efek olahraga, penurunan tekanan darah
dan inhibisi atherogenesis terutama dimediasi oleh perubahan vaskular. Lebih dari satu dekade
yang lalu, diketahui bahwa olahraga meningkatkan endothelium-dependent vasodilatation pada
arteri perikardial. Dijumpai banyak bukti bahwa olahraga menginduksi aktivasi dari jalur
NO/cGMP yang mana ini merupakan mekanisme penting yang diberikan olahraga terhadap
vaskular. Adanya hipotesis yang menyatakan bahwa melakukan aktifitas fisik/ gaya hidup
berfoya-foya yang intens selama 5 minggu dapat menyebabkan penurunan yang signifikan dari
ekspresi gen endothelial nitric oxide synthase (eNOS) pembuluh darah yang diikuti dengan
terjadinya disfungsi endotel, yang merupakan faktor risiko penting untuk penyakit
kardiovaskular. 1
Tujuan dari refarat ini adalah membahas mekanisme yang mendasari adaptasi vaskular
terhadap olahraga.

1
Olahraga

Olahraga dapat dibagi menjadi olahraga dinamis (isotonis) dan olahraga statis (isometris),
pada masing-masing kategori ini terdapat perbedaan metabolisme aerobik atau anaerobik yang
terjadi. Olahraga dinamik ditandai oleh gerakan dengan beban ringan yang dilakukan berulang-
ulang, biasanya dilakukan di tempat terbuka, dan akan meningkatkan endurance (daya tahan).
Contohnya berlari, berjalan, berenang, bermain sepeda, jalan lintas alam, menari aerobik, dan
lainnya. Olahraga statis berupa kontraksi otot skeletal melawan beban yang berat tidak
melibatkan gerakan persendian, dan olahraga ini tidak meningkatkan endurance (daya tahan).
Contohnya olahraga mengangkat tangan, mengekstensikan kaki, angkat beban, gerakan pada
olahraga kompetisi dan aktivitas sehari-hari yang melibatkan gerakan isometris.2,3,4
Walaupun olahraga dinamis identik dengan metabolisme aerobik sementara olahraga
statis identik dengan metabolisme anaerobik, kedua bentuk olahraga ini bisa saja terjadi dengan
metabolisme aerobik dan anaerobik bersamaan, tergantung energi yang dibutuhkan untuk
melakukan aktivitas tersebut. Contohnya, berlari lambat pada kebanyakan orang membutuhkan
metabolisme aerobik untuk kebutuhan energinya, sementara itu berlari sprint yang sangat cepat
(termasuk olahraga dinamis) merupakan aktivitas yang memerlukan metabolisme anaerobik.
Pada umumnya olahraga yang dilakukan untuk waktu yang lebih dari 1-2 menit akan
membutuhkan metabolisme aerobik. Pada olahraga dinamis, tekanan darah sistolik meningkat
secara bermakna, tetapi tekanan diastolik biasanya menurun, membuat peningkatan mean
arterial pressure (MAP). Karena itu olahraga dinamis disebut juga “olahraga volume”.
Sementara itu olahraga statis akan meningkatkan tekanan darah sistolik dan diastolik secara
bermakna untuk mempertahankan aliran darah ke otot skeletal yang kontraksi, dan hal ini
menghasilkan peningkatan denyut jantung dan MAP. Terjadi peningkatan MAP yang
proporsional dengan jumlah otot skeletal yang berkontraksi (sebagai contoh, mengangkat tangan
memerlukan energi yang lebih ringan dibanding mengekstensikan kaki).2,5
Olahraga isometris yang berat akan meningkatkan denyut jantung, meningkatkan tahanan
sistemik pembuluh darah, menurunkan stroke volume dan cardiac output. Karena itu aktivitas
isometris berat dikontraindikasikan pada pasien-pasien dengan penyakit jantung. Dengan tetap
mempertimbangkan faktor-faktor di atas, beberapa aktivitas isometris dan olahraga kekuatan
tetap dianjurkan pada kebanyakan rehabilitasi dan program latihan olahraga jantung. Hal ini
karena banyak aktivitas fisik sehari-hari melibatkan gerakan isometris dan juga karena olahraga

2
isometris ringan yang dilakukan secara regular akan menurunkan denyut jantung, tekanan darah
sistolik dan konsumsi oksigen pada pekerjaan submaksimal dan meningkatkan kualitas hidup
pasien jantung, khususnya pasien dengan disfungsi ventrikel kiri.2,6
Terdapat sejumlah efek menguntungkan olahraga yang memberikan keuntungan terhadap
penurunanan dari kejadian vaskular pada wanita maupun pria yang aktif. Olahraga berhubungan
dengan efek menguntungkan berupa perubahan dalam persentase lemak tubuh, profil
lipoprotein, toleransi karbohidrat dan sensitifitas insulin, pelepasan substansi neurohormonal
(katekolamin, renin, aldosteron, vasopresin) dan tekanan darah. Lebih lanjut, terdapat bukti
penting dari berbagai penelitian yang menyatakan bahwa olahraga aerobik teratur dapat
mengubah struktur pembuluh darah. Progresifitas lesi koroner dapat diinhibisi dan bahkan pada
kasus-kasus tertentu regresi penyakit dapat terlihat pada individu-individu yang memodifikasi
faktor risiko kardiovaskular dan melakukan olahraga aerobik yang reguler. Studi eksperimental
dan observasi klinis mengindikasikan terdapat korelasi yang signifikasi antara olahraga reguler
dan peningkatan diameter lumen arteri koroner. Pria yang melakukan aktifitas fisik aktif atau
gaya hidup aktif mempunyai diameter arteri koroner lebih besar dari yang diekspektasikan.7
Banyak studi angiografi juga telah menunjukkan bahwa program olahraga mengurangi
progresifisitas penyakit jantung koroner. Akhirnya disimpulkan bahwa olahraga yang intens
berhubungan dengan perubahan struktur kolateral dan mikrovaskular. Walaupun kesimpulan dari
studi pada hewan belum dapat diinterpretasikan sepenuhnya, hampir keseluruhan bukti
mengindikasikan bahwa olahraga aerobik yang intens akan meningkatkan pembentukan kolateral
atau ekspansi dari mikrovaskular atau keduanya. Sebagai tambahan terhadap perubahan dalam
struktur pembuluh darah, perubahan dalam tonus vaskular juga dicetuskan oleh olahraga reguler
dalam jangka panjang. Haskel dan kawan-kawan menggunakan angiografi koroner secara
kuantitatif untuk mempelajari reaktifitas vaskular pada pelari maraton dan individu yang tidak
berolahraga. Walaupun pada awalnya tidak dijumpai perbedaan diameter basal arteri koroner
epikardial pada kedua grup, namun pada saat dilakukan pemberian nitrogliserin, arteri pada
kelompok maraton menunjukkan peningkatan sekitar 200% dalam hal vasodilatasi daripada grup
tanpa aktifitas. Data ini menunjukkan adanya bukti perubahan dalam struktur dan reaktifitas
pembuluh darah atau keduanya yang diinduksi oleh olahraga. Olahraga juga dapat menginduksi
perubahan pada lumen diameter pada pasien-pasien setelah angioplasti koroner. Pasien yang
diuji random dengan program intervensi selama 12 minggu yang terdiri dari olahraga secara rutin

3
setelah angioplasti koroner mendapatkan rata-rata restenosis yang lebih rendah secara signifikan
berbanding pasien pada grup kontrol. Secara keseluruhan, penemuan-penemuan ini mendukung
hipotesis bahwa olahraga aerobik secara reguler akan menginduksi perubahan positif dalam
struktur dan reaktifitas pembuluh darah. Studi terakhir ini telah memberikan petunjuk perihal
mekanisme seluler dan molekuler dimana perubahan dalam aliran darah dan shear stress dapat
mempengaruhi struktur dan reaktifitas pembuluh darah.2,7
Efek Akut Olahraga terhadap Sistem Kardiovaskular

Sistem kardiovaskular akan memberikan respons terhadap olahraga yang akut melalui
penyesuaian bertahap yakni (1) otot yang aktif dalam proses olahraga ini akan menerima
persediaan darah sesuai dengan kebutuhan metabolismenya, (2) akan dihasilkan energi panas
oleh otot yang aktif tersebut dan (3) menjaga asupan darah ke otak dan jantung tetap optimal
selama olahraga. Respons ini membutuhkan redistribusi cardiac output yang berbeda dari saat
istirahat dan redistribusi ini akan disesuaikan dengan perubahan metabolisme masing-masing
jaringan.8

Denyut Jantung
Sistem saraf simpatis dan parasimpatis merupakan sistem kardiovaskular yang pertama
kali memberikan respons terhadap olahraga, dengan peningkatkan denyut jantung. Terjadi
peningkatan respons simpatis ke jantung dan pembuluh darah dan penurunan respons vagal. Pada
dua komponen utama cardiac output, yakni denyut jantung dan stroke volume, denyut jantung
adalah faktor utama yang bertanggung jawab untuk meningkatkan cardiac output selama
berolahraga, terutama pada olahraga berat. Denyut jantung meningkat secara linear sesuai
dengan beban kerja dan kebutuhan oksigen. Peningkatan denyut jantung terjadi terutama dengan
memangkas waktu diastolik, dan bukan waktu sistolik. Karena itu, bila terjadi peningkatan
denyut jantung yang sangat tinggi, waktu diastolik bisa menjadi sangat pendek sehingga
membuat waktu pengisian ventrikel menjadi tidak adekuat. 8,9
Respons denyut jantung terhadap olahraga dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti usia,
jenis aktivitas, posisi tubuh, kesehatan jasmani, adanya penyakit jantung, obat-obatan, volume
darah, dan lingkungan. Di antara semua faktor di atas, yang paling berpengaruh adalah usia,
dimana terjadi penurunan denyut jantung maksimal yang terjadi sesuai dengan bertambahnya
usia. Penurunan ini muncul lebih dikarenakan perubahan di jantung secara intrinsik dibanding

4
karena pengaruh saraf. Tetapi perlu diperhatikan bahwa terdapat hal-hal lainnya yang
mempengaruhi denyut jantung maksimal dan usia, karena itu denyut jantung maksimal juga
merupakan indeks yang buruk untuk menilai kemampuan maksimal seseorang. Denyut jantung
maksimal tidak akan berubah atau menurun sedikit setelah mengikuti program latihan. Denyut
jantung istirahat biasanya menurun setelah latihan yang teratur sebagai hasil dari peningkatan
tonus parasimpatis. 8,9
Stroke Volume
Stroke volume (yakni volume darah yang diejeksikan pada tiap denyut jantung) dan
denyut jantung merupakan penjabaran dari cardiac output. Stroke volume (SV) setara dengan
perbedaan antara volume akhir diastolik dengan volume akhir sistolik. Karena itu, pengisian
diastolik yang besar (preload) akan meningkatkan stroke volume. Selain itu, faktor-faktor lain
yang meningkatkan tekanan darah arteri akan menghambat aliran darah keluar dari ventrikel
(afterload) dan menghasilkan penurunan stroke volume. Selama olahraga, stroke volume
meningkat sampai 50-60% dari kapasitas maksimal, hal ini akan semakin meningkatkan cardiac
output. Mengenai peningkatan stroke volume selama olahraga sebagai akibat peningkatan
volume akhir diastolik atau penurunan volume akhir sistolik, atau keduanya, tidak sepenuhnya
jelas, tetapi tampaknya hal ini tergantung fungsi ventrikel, posisi tubuh, dan intensitas dari
olahraga. Walaupun mekanisme ini masih menjadi perdebatan, telah ada bukti bahwa adaptasi ini
lebih dikarenakan peningkatan preload (karena adaptasi lokal yang menurunkan tahanan
pembuluh darah perifer) dibanding peningkatan dari kontraktilitas miokardium. Volume akhir
diastolik dipengaruhi oleh dua faktor yaitu filling pressure dan compliance ventrikel. 8,9

Filling Pressure
Yang paling mempengaruhi pengisian ventrikel adalah venous pressure. Besarnya venous
pressure sebanding dengan venous return. Hukum Frank-Starling mengatakan bahwa sejumlah
darah yang kembali ke jantung akan diejeksikan kembali selama masa sistolik. Karena terjadi
peningkatan kebutuhan oksigen di jaringan selama olahraga, maka terjadi peningkatan venous
return, yang akan meningkatkan volume akhir diastolik (preload), dan akan menghasilkan
kekuatan kontraksi yang lebih besar. Venous pressure akan meningkat sesuai dengan
peningkatan intensitas olahraga. Setelah beberapa denyutan, cardiac output akan menyamai
venous return.8

5
Beberapa faktor lainnya mempengaruhi venous pressure selama olahraga. Faktor lainnya
yakni volume darah, posisi tubuh, sistem respirasi dan otot skeletal. Peningkatan volume darah
akan meningkatkan venous pressure dan juga volume akhir diastolik dengan meningkatkan
jumlah darah yang kembali ke jantung. Karena adanya efek gravitasi maka filling pressure yang
terbaik ialah pada posisi supine. Pada dasarnya stroke volume secara umum tidak meningkat dari
saat istirahat sampai olahraga maksimal pada posisi supine. Konstriksi dan relaksasi otot skeletal
secara intermiten selama olahraga juga mempengaruhi venous return. Perubahan tekanan intra-
torakal yang terjadi akibat proses pernafasan selama olahraga juga mempengaruhi kembalinya
darah ke jantung.8

Ventricular Compliance
Compliance adalah ukuran kapasitas ventrikel untuk meregang sebagai respons terhadap
kembalinya darah. Secara khusus, compliance didefinisikan sebagai rasio perubahan volume
dengan perubahan tekanan. Hubungan tekanan dan volume diastolik terjadi secara linear,
maksudnya tekanan akhir diastolik yang rendah membuat volume diastolik menjadi rendah juga,
begitu pula sebaliknya. Pada batas maksimal peningkatan tekanan akhir diastolik, ventricular
compliance berkurang, sementara itu kekakuan ruang jantung meningkat waktu terjadi pengisian.
Karena terdapat kesulitan untuk mengukur tekanan akhir diastolik selama olahraga, hanya
terdapat sedikit data mengenai ventricular compliance saat olahraga pada manusia. Volume akhir
sistolik merupakan fungsi dari dua faktor yakni kontraktilitas dan afterload.8
Kontraktilitas jantung merupakan kemampuan jantung untuk berkontraksi. Peningkatan
kontraktiltitas akan menurunkan volume akhir sistolik, yang akan menghasilkan stroke volume
dan cardiac output yang lebih besar. Proses ini terjadi pada individu normal yang melakukan
olahraga. Persentasi darah yang diejeksikan pada tiap denyutan akan meningkat. Kekuatan
kontraktilitas biasanya didapat dengan mengukur fraksi ejeksi, yakni mengukur persentasi darah
yang diejeksikan dari ventrikel selama fase sistolik dengan menggunakan teknik radionuklir,
ekokardiografi ataupun angiografi. Afterload adalah ukuran kekuatan hambatan yang dialami
jantung saat melakukan ejeksi darah dari jantung. Peningkatan afterload (atau tekanan di aorta,
yang biasa ditemui pada keadaan hipertensi yang kronis) akan menghasilkan penurunan fraksi
ejeksi dan peningkatan volume akhir diastolik dan volume akhir sistolik. Selama olahraga yang
dinamis, kekuatan di perifer untuk menahan ejeksi (total peripheral resistance) akan menurun

6
akibat terjadinya vasodilatasi, akibat efek dari metabolit lokal pada pembuluh darah otot skeletal.
Karena itu meskipun terjadi peningkatan cardiac output sampai 5 kali pada individu normal yang
melakukan olahraga, MAP hanya meningkat secara moderat. 8

Faktor di Perifer
Ekstraksi oksigen yang terjadi di jaringan selama olahraga adalah sebesar selisih antara
oxygen content di arteri ( biasanya sebesar 18-20 mL O2/100 mL saat istirahat) dan oxygen
content di vena (biasanya 13-15 O2/100 mL saat istirahat, menghasilkan selisih a-VO2 sebesar
4-5 O2/100 mL saat istirahat, setara dengan ekstraksi sebesar 23%). Selama berolahraga,
terdapat selisih yang tinggi karena jaringan yang bekerja berat saat olahraga akan mengekstraksi
lebih banyak oksigen, oxygen content di vena bisa sangat rendah hingga selisih a-VO2 mencapai
16-18 O2/100 mL saat olahraga berat (ekstraksi oksigen mencapai 85% VO2max). Dari
sejumlah darah teroksigenasi yang kembali ke jantung, hanya sejumlah kecil yang akan dialirkan
ke jaringan yang kurang aktif selama olahraga, yakni jaringan yang tidak mengekstraksi banyak
oksigen. Oxygen content di arteri berhubungan dengan tekanan parsial oksigen di arteri, yang
dipengaruhi oleh paru melalui ventilasi di alveolus dan kapasitas difusi di paru, serta oleh kadar
hemoglobin di darah. Bila tidak terdapat penyakit paru, saturasi oksigen di arteri akan normal
selama olahraga, walaupun sudah mencapai puncak olahraga. Hal ini pun akan dicapai oleh
pasien dengan penyakit jantung koroner yang berat ataupun pasien gagal jantung kronis. Akan
tetapi pada pasien dengan penyakit paru yang simptomatis, baik oleh karena tidak adekuatnya
ventilasi di alveoli atau tidak adekuatnya difusi oksigen dari paru ke aliran darah secara normal,
akan terjadi penurunan saturasi oksigen di arteri selama olahraga. Kadar hemoglobin di arteri
biasanya juga normal selama berolahraga. Kondisi anemia akan membuat kapasitas
penghantaran oksigen oleh darah akan berkurang.8
Oxygen content di vena menggambarkan kemampuan untuk mengekstraksi oksigen dari
darah saat mengalir ke otot. Hal ini dipengaruhi oleh jumlah darah yang mengalir langsung ke
otot (aliran regional) dan densitas kapiler. Aliran darah ke otot meningkat sesuai dengan
peningkatan beban kerja dan kebutuhan oksigen. Peningkatan aliran darah ke suatu jaringan
tidak hanya disebabkan oleh peningkatan cardiac output, tetapi juga oleh redistribusi cardiac
output yang berbeda ke otot yang aktif dalam olahraga. Terjadi penurunan tahanan pembuluh
darah secara lokal yang juga turut meningkatkan aliran darah ke otot tersebut. Hal ini disebabkan

7
adanya mekanisme vasodilatasi secara lokal serta dilatasi neurogenik yang merupakan hasil dari
peningkatan aktivitas simpatis, membuat sejumlah besar darah mengalir ke otot tersebut.
Individu yang rutin berolahraga memiliki densitas kapiler otot skeletal yang lebih baik dibanding
individu yang kurang berolahraga. Individu yang rutin berolahraga juga memiliki kapasitas
redistribusi aliran darah ke otot yang bekerja lebih besar dibanding ke jaringan lain yang kurang
terlibat saat berolahraga.8

Efek Kronis Olahraga terhadap Sistem Kardiovaskular


Olahraga diketahui akan meningkatkan jumlah antioksidan dalam tubuh. Radikal bebas,
yang terdapat pada reactive oxygen spesies (ROS), merupakan produk sampingan dari
metabolisme aerobik dan secara luas dikenal karena dua perannya yang kadang merusak dan
kadang menguntungkan makhluk hidup, sehingga dianggap merupakan produk berbahaya dan
juga bermanfaat bagi kehidupan. Konsentrasi tinggi radikal bebas akan membahayakan
organisme hidup melalui reaksinya terhadap molekul-molekul lain seperti protein, lipid,
karbohidrat dan asam nukleat. Sebagai hasilnya, sel-sel mamalia telah mengembangkan suatu
mekanisme antioksidan yang akan mengontrol produksi dan perkembangan ROS. Di sisi lain,
stress oksidatif yang ringan dapat menjadi stimulus suatu sistem antioksidan yang fisiologis dan
sekaligus mencetuskan beberapa adaptasi fisiologis. Telah diketahui sebelumnya bahwa terdapat
efek mediasi olahraga terhadap radikal bebas yang dikenal sebagai fenomena hormesis, yang
menerangkan bahwa terdapat suatu kurva berbentuk bel yang menggambarkan adanya stress
oksidatif yang terjadi akibat olahraga, dengan hasil bahwa sama sekali tidak melakukan olahraga
dan olahraga yang berlebihan sama-sama adalah hal yang berbahaya, dan olahraga moderat
adalah yang paling banyak memberikan manfaat.10
Aktivitas fisik yang regular mencegah akumulasi dari ROS yang menjadi mediator
kerusakan sel melalui peningkatan mekanisme proteksi antioksidan pada miokardium. Terdapat
bukti kuat hubungan langsung antara peningkatan antioksidan di miokardium dan efek
kardioproteksi yang diinduksi olahraga melalui peran suatu enzim yakni manganese superoxide
dismutase (MnSOD). Olahraga endurance yang singkat sekalipun telah dapat meningkatkan
aktivitas enzim MnSOD di miokardium. Yamashita telah melaporkan bahwa inhibisi terhadap
peningkatan jumlah MnSOD di jantung yang terjadi setelah melakukan olahraga, akan

8
menurunkan efek proteksi terjadinya infark miokardium, penemuan ini didukung pula oleh
penelitian Hamilton.10,11,12

Gambar 1. Perubahan ekspresi, aktifitas endotel vaskular dan protein sel otot polos yang
diinduksi oleh olahraga.1

EFEK OLAHRAGA TERHADAP PEMBULUH DARAH.


Etiologi dari berbagai permasalahan kardiovaskular saat ini berhubungan dengan keadaan
disfungsi endotel. Endotel pembuluh darah merupakan selapis sel yang melindungi permukaan
dalam sistem kardiovaskular dan berperan penting pada proses regulasi homeostasis pembuluh
darah. Sel endotel berperan dalam dilatasi dan konstriksi arteri dengan mengatur agen
vasodilator yaitu endothelium-derived relaxing factors (EDRFs) berupa nitic oxide (NO),
prostacyclin (PGI2), endothelium-derived hyperpolarizing factor (EDHF) dan agen
vasokonstriktor yaitu endothelium-derived contracting factors (EDCFs) berupa endothelin-1
(ET-1), platelet-activation factor (PAF)]. Pada pembuluh darah yang sehat, EDCFs dilepaskan
bergantung pada kehadiran NO dan EDHFs. Komponen penting yang menjaga keutuhan fungsi
endotel ialah produksi NO oleh endothelial nitrous oxide synthase (eNOS). Efek anti-inflamasi,
vasodilatasi, dan penghambat agregrasi platelet dari NO juga turut berperan penting dalam
menjaga homeostasis pembuluh darah. Pada beberapa penelitian disebutkan bahwa risiko
terjadinya kejadian kardiovaskular seperti infark miokardium dan stroke iskemik meningkat 3-4
9
kali pada pasien-pasien dengan disfungsi endotel dibandingkan pada individu dengan fungsi
endotel yang normal. Aktivitas fisik meningkatkan ekspresi dari eNOS pada beberapa penelitian
yang dilakukan pada hewan dan manusia. Hal penting dari fenomena yang juga telah
dikonfirmasi pada pasien-pasien dengan PJK yang stabil dan gagal jantung kronis. Terdapat
penelitian yang menyebutkan bahwa olahraga meningkatkan ekspresi eNOS di pembuluh darah
yang berkaitan dengan frekuensi, intensitas dan bergantung peningkatan denyut jantung yang
akan meningkatkan cardiac output dan tekanan aliran darah di pembuluh darah.10,12,13,14,15

Gambar 2. Diagram skematik pembuluh darah pada individu yang aktif dan tidak aktif 16

Pada individu yang rutin melakukan olahraga, fungsi endotel dan tonus parasimpatis akan
meningkat, compliance pembuluh darah besar akan semakin baik dan efek simpatis yang
berlebihan dapat diatasi. Interaksi semua proses positif ini menunjukkan bahwa olahraga
memiliki efek proteksi terhadap risiko kardiovaskular yang jauh lebih besar dibanding yang
diprediksi sebelumnya. Sedangkan pada individu yang tidak berolahraga, akan mengalami
penurunan fungsi endotel di usia pertengahan, terjadi akumulasi dari beberapa faktor risiko dan
peningkatan kekakuan pembuluh darah. Efek simpatis akan semakin besar, sedangkan tonus
parasimpatis akan semakin hilang secara progresif. Interaksi negatif inilah yang membuat
individu yang tidak berolahraga teratur akan lebih berisiko terhadap penyakit kardiovaskular. 16

10
Mekanisme lain yang diduga terjadi adalah olahraga yang meningkatkan compliance arteri
melalui penurunan kadar konsentrasi ET-1 di plasma. Dua belas minggu latihan aerobik akan
menghasilkan peningkatan compliance arteri, sesuai dengan penurunan kadar konsentrasi ET-1.10
Berbagai studi pada hewan dan manusia telah menunjukkan bahwa olahraga memberikan
efek berupa peningkatan dalam ekspresi eNOS sel endotel. Ditemukan perbaikan fungsi endotel
pada aliran darah koroner pasien dengan PJK stabil yang menjalani protokol olahraga berat yang
terdiri dari olahraga bersepeda ergometer sebanyak 6 kali dalam periode 4 minggu, dimana tiap
sesi dilakukan selama 10 menit dengan target 80% dari denyut jantung. Pasien ini berespon
terhadap intrakoroner asetilkolin dengan efek pengurangan vasokonstriksi signifikan dan
mempunyai cadangan aliran darah koroner 29% lebih baik jika berbanding pasien dengan gaya
hidup berfoya-foya. Efek yang sama juga dijumpai pada pasien dengan gagal jantung kronik
(CHF). Pada pasien-pasien ini selama 6 bulan dilakukan olahraga ergometer selama 20 menit
perhari pada 70% peak oxygen uptake efektif dalam menurunkan resistensi vaskular perifer dan
memberikan perbaikan yang signifikan dalam SV. Endothelium dependent vasodilatation arteri
radialis mengalami perbaikan signifikan setelah olahraga angkat beban tangan perhari yang
dilakukan selama 4 minggu dan efek ini dapat ditingkatkan dengan menggunakan suplementasi
oral L-arginine (prekursor produksi NO endogen) secara bersamaan.15
Olahraga meningkatkan ekspresi eNOS vaskular baik pada hewan maupun manusia. Efek
ini telah dikonfirmasi pada pasien-pasien PJK dan CHF. Olahraga meningkatkan ekspresi eNOS
vaskular yang berhubungan erat dengan frekuensi dan intensitas olahraga terutama shear stress.
Olahraga akan meningkatkan denyut jantung, yang akan menambah cardiac output dan shear
stress vaskular, yang berakhir dengan peningkatan ekspresi eNOS. Peningkatan sintesis NO
sekunder oleh karena peningkatan shear stress meningkatkan ekspresi superoxide dismutase
(SOD) ekstraseluler sehingga pada akhirnya akan menghambat degradasi NO oleh ROS.
Mekanisme lain yang turut berpartisipasi adalah upregulasi dari eNOS melalui olahraga yang
menginduksi produksi reactive oxygen species (ROS), oleh karena olahraga meningkatkan shear
stress yang kemudian menstimulasi produksi ROS vaskular melalui jalur endotelium.
Mekanisme lainnya adalah olahraga yang menginduksi peningkatan komplians arterial yang
diperantarai oleh reduksi dari konsentrasi plasma ET-1.17,18

11
Mekanisme fungsi vasodilatasi
Berbagai studi telah menunjukkan bahwa NO dan PGI2 memainkan peranan penting
dalam kontrol tonus arteri besar, sedangkan EDHFs memainkan peran utama dalam resistensi
arteri. Berbagai agonis, juga shear stress, dapat mengaktifasi eNOS untuk menghasilkan NO,
dan juga mengaktivasi phospholipase A2 untuk melepaskan asam arakidonat. NO akan
mengaktifkan guanilat siklase terlarut, dan menghasilkan cyclic guanosine monophosphate
(cGMP), sehingga dapat merelaksasikan pembuluh darah. PGI2 diproduksi dari asam arakidonat
oleh sikloksigenase (COX) dan kemudian merelaksasikan otot polos pembuluh darah melalui
cyclic adenosine monophosphate (cAMP). EDHF membuat otot polos pembuluh darah
mengalami hiperpolarisasi melalui pembukaan kanal kalium dan kemudian menstimulasi
vasodilatasi. NO telah menunjukkan memainkan peranan penting dalam pengaturan tonus basal
pembuluh darah dan vasodilatasi. Substansi ini juga menghambat adhesi dan agregasi platelet,
adhesi dan migrasi leukosit ke dalam dinding arterial dan menghambat proliferasi sel otot polos
dan migrasi intimal, oksidasi low density lipoprotein (LDL), apoptosis sel otot polos, yang mana
kesemua hal penting yang telah disebutkan diatas merupakan bagian dari pembentukan
atherosklerosis.15

Mekanisme vasodilatasi yang diinduksi oleh aliran darah


Flow induced dilatation (FID) merupakan stimulus fisiologis penting yang mengatur
tonus vaskular dan homeostasis sirkulasi perifer. Mekanisme vasodilatasi sebenarnya terjadi di
hampir semua pembuluh darah. Pada arteri besar, FID penting dalam mencegah atherosklerosis
melalui pelepasan NO dan PGI2 sebagai materi antiproliferatif yang berasal dari endotelium.
Beberapa studi melaporkan bahwa kontribusi NO terhadap FID akan berkurang ketika stres
oksidatif meningkat oleh karena adanya faktor risiko penyakit kardiovaskular. Studi in vivo dan
in vitro menunjukkan bahwa faktor relaksan, selain NO, akan mengkompensasi untuk
mempertahankan FID jika avaibilitas NO berkurang. Perubahan FID yang bergantung pada
endotelium adalah ciri khas perkembangan penyakit kardiovaskular dan sebagai kejadian awal
dari perkembangan PJK. Pada penyakit jantung koroner, arteriole menunjukkan perubahan pola
vasodilatasi. Sebagai contoh, Kuo et al menunjukkan bahwa proses atherosklerosis akan meluas
hingga mencapai mikrosirkulasi dan bermanifestasi sebagai respon abnormal dari endotelium
terhadap agonis dan hilangnya flow-mediated vasodilatation pada arteriole koroner.7,15,19

12
Pada manusia, philips et al telah menunjukkan bahwa hidrogen peroksida (H2O2)
menggantikan NO sebagai mediator FID pada arteri resisten dari pada keadaan dijumpainya PJK.
Miura et al memberikan bukti bahwa shear stress menginduksi pelepasan H2O2 endotel, dimana
H2O2 merupakan EDHF yang berkontribusi terhadap FID pada arteri koroner manusia dengan
PJK. Peningkatan stress oksidatif diperkirakan merupakan penyebab utama disfungsi endotel
vaskular. Mekanisme yang bertanggung jawab untuk disfungsi endotel adalah berkurangnya
bioavailabilitas NO, juga peningkatan produksi ROS dan apoptosis. Pembentukan ROS di
endotelium meliputi anion (O2-), radikal hidroksil (OH) dan hidogen peroksida (H2O2). ROS
dapat memodulasi tonus vaskular melalui beberapa mekanisme; secara langsung bekerja sebagai
EDCF atau secara tidak langsung memperantarai respon EDCF dengan mengurangi
bioavailabilitas NO. ROS dapat berinteraksi dengan NO dan mengurangi bioavailabilitasnya
melalui berbagai jalur : inaktivasi NO secara langsung oleh superoksida dengan pembentukan
peroksinitrat (ONOO-); penurunan ekspresi eNOS oleh karena perubahan pada substrat atau
kofaktor.7,15

Peningkatan kapasitas aliran (Flow capacity)


Kapasitas aliran otot rangka jauh lebih besar daripada yang dapat dipenuhi oleh cardiac
output, oleh karena jumlah besar otot rangka yang memerlukan aliran darah maksimal selama
olahraga. Oleh karena itu, peningkatan kapasitas aliran bukanlah merupakan suatu mekanisme
adaptasi yang penting untuk mendukung kemampuan olahraga setelah program latihan atau pada
olahragawan. Walaupun begitu, secara umum terdapat keterkaitan antara kapasitas aliran otot
dan kapasitas fungsional aerobik. Ketika bagian otot tertentu diberikan olahraga untuk jangka
waktu tertentu, maka akan dijumpai peningkatan kapasitas aliran dan diperkirakan juga terjadi
peningkatan kaliber pembuluh darah besar. Hanya saja tidak dijumpai bukti nyata dari penelitian
yang menunjukkan bahwa olahraga dapat meningkatkan ukuran pembuluh darah besar. Hal ini
mungkin disebabkan karena intensitas maupun durasi program olahraga yang dipersiapkan
untuk tujuan penelitian, belum dapat mengoptimalisasi stimulus adaptif yang diperlukan untuk
menghasilkan peningkatan ukuran pembuluh darah. Walaupun begitu terdapat beberapa bukti
yang cukup bermakna bahwa aliran darah yang meningkat akan memberikan peningkatan lebar
pembuluh darah. Sebagai contoh, Hounker dan kawan-kawan melaporkan bahwa arteri subklavia
dari lengan dominan atlit tenis dan atlit dengan paraplegia mempunyai diameter yang lebih besar

13
berbanding pembuluh darah kontralateral dan grup kontrol. Hal yang sama juga dijumpai berupa
peningkatan diameter arteri femoral atlit bersepeda, sebaliknya penurunan diameter dijumpai
pada pasien paraplegia. Jadi dapat disimpulkan bahwa ukuran pembuluh darah berkaitan dengan
dengan pola aktifitas/olahraga pada grup otot tertentu, sehingga peningkatan kapasitas aliran
pada grup otot mayor dari individu yang telah menjalani olahraga terprogram akan memberikan
kontribusi terhadap peningkatan kapasitas olahraga pada individual.7,15,19,20

Peningkatan kapilaritas otot


Telah lama diketahui bahwa olahraga terprogram memberikan adaptasi pada bagian akhir
percabangan vaskular. Sebagaimana yang terilustrasikan pada gambar 2. kapilaritas pada otot
yang aktif akan meningkat secara bermakna setelah menjalani olahraga terprogram terutama
pada pola olahraga jangka panjang (endurance type). Walaupun pola olahraga beban (high-
resistance) akan menghasilkan hipertrofi serat otot yang dapat menyebabkan penurunan jaringan
kapiler oleh karena peningkatan area serat, namun hal ini tidak selalu berakhir seperti ini,
terutama jika olahraga melibatkan kontraksi otot yang repetitif. Peningkatan kapilaritas otot
merupakan hal penting dalam meningkatkan area pertukaran jaringan dan darah, oleh karena
peningkatan jaringan kapiler akan meningkatkan area untuk difusi, mengurangi rata-rata panjang
jalur difusi dalam otot, memperpanjang lama waktu untuk pertukaran difusi antara darah dan
jaringan.19,20
Sebagai contoh, untuk sejumlah darah yang mengalir ke otot, volume kapilaritas yang
tinggi akan memperpanjang waktu transit sel darah merah sehingga memungkinkan waktu yang
lebih lama untuk pertukaran oksigen. Ekspektasi bahwa otot yang terlatih akan memberikan
peningkatan kapasitas pertukaran oksigen telah terbukti pada manusia, anjing dan tikus. Lebih
lanjut, faktor-faktor lain juga penting untuk adaptasi latihan ini. Sebagai contoh, peningkatan
kapasitas transpor elektron mitokondrial juga penting untuk peningkatan konsumsi oksigen
maksimal. Telah disepakati bahwa parameter penting yang merepresentasikan kapilaritas otot
adalah area permukaan kapiler berbanding terhadap area permukaan serat, sebuah parameter
yang meningkat pada otot setelah latihan olahraga tipe aerobik.19,20

14
Gambar 3. Angiogenesis meningkatkan kapilaritas pada otot gastroknemius superfisial tikus
setelah olahraga tipe endurance (B), jika dibandingkan dengan kontrol yaitu tikus yang tidak
beraktifitas (A). Kapiler tampak sebagai lingkaran atau garis kehitaman. Otot tampak berwarna
kuning.20

Shear stress
Shear stress dapat diartikan sebagai tekanan/kekuatan yang dihasilkan oleh aliran darah
terhadap dinding pembuluh darah. Stress ini akan menghasilkan respon pada dinding pembuluh
darah, yang dicirikan oleh pelepasan mediator-mediator endotelial, yang pada akhirnya akan
menstimulasi remodelling struktural melalui aktifasi ekspresi gen dan sintesis protein. Regulasi
ekspresi eNOS merupakan suatu proses kompleks. Berbagai variasi faktor seperti shear stress,
lysophosphatidylcholine, analog cGMP, lipoprotein, protein kinase C inhibitor dan sitokin
lainnya diketahui mengubah ekspresi eNOS. Namun dijumpai beberapa bukti yang menyatakan
bahwa mekanisme molekular dari peningkatan ekspresi eNOS yang dicetuskan oleh olahraga
berhubungan erat dengan frekuensi dan berat ringannya physical forces terhadap pembuluh
darah, terutama shear stress. Olahraga akan meningkatkan denyut jantung, yang juga akan
meningkatkan aliran darah dan shear stress pembuluh darah. Selain peran penting sebagai
aktivator fisiologis dari produksi NO endotel, shear stress memberikan peningkatan ekspresi
eNOS pembuluh darah.7,15,20,21,22,23

15
Flow mediated vasodilatation (FMD)
Dua hal penting yang bekerja pada pembuluh darah adalah regangan pulsatil dan shear
stress. Regangan pulsatil ditentukan oleh fluktuasi tekanan arterial. Shear stress ditentukan oleh
aliran darah. Kebanyakan data-data mensugestikan terjadi peningkatan shear stress endotelial
yang diinduksi oleh olahraga memberikan efek menguntungkan dalam hal reaktifitas dan struktur
vaskular. Fokus tulisan ini adalah pada mekanisme dimana olahraga dapat merubah aliran yang
lebih lanjut akan mengubah reaktifitas dan struktur vaskular. Olahraga akan meningkatkan aliran
darah intrakoroner, yang kemudian akan menyebabkan vasodilatasi dari arteri koroner epikardial
yang sangat bergantung secara garis besar pada integritas endotelium. Peranan penting olahraga
terhadap endotelium dalam hal vasodilatasi yang dimediasi oleh aliran darah telah dikonfirmasi
dari penelitian terhadap hewan. Vasodilatasi yang dimediasi oleh aliran darah ini proporsional
terhadap shear stress yang diinduksi oleh aliran darah dan tidak bergantung pada perubahan
tekanan dalam lumen. Vasodilatasi yang dimediasi oleh aliran darah sebagian besar disebabkan
oleh pelepasan endothelium-derived relaxing factor (EDRF), walaupun prostasiklin atau
endothelium-derived hyperpolarizing factor juga memberikan kontribusi. Sel endotel alakn
memproduksi prostasiklin sebagai respon terhadap peningkatan shear stress secara tiba-tiba. Dari
berbagai faktir yang dilepaskan oleh endoteliun sebagai repon terhadap aliran darah, EDRF
merupakan vasodilator yang poten. EDRF sekarang lebih dikenal dengan nama nitric oxide
(NO). NO didapatkan dari metabolisme L-arginine menjadi L-citruline oleh NO synthase.
Seperti nitrovasodilator lainnya, NO memberikan efeknya pada otot polos pembuluh darah
dengan mengaktifkan soluble guanylate cyclase untuk menghasilkan cyclic guanosine
monophosphate. Sebagai tambahan, NO dapat menstimulasi kanal kalsium (Ca) yang
mengaktifasi potasium, sehingga menginduksi hiperpolarisasi dan relaksasi otot polos pembuluh
darah. Sebuah keseimbangan yang dinamis antara endothelium-derived vasodilating (contoh
adenosine triphosphate [ATP], substansi P) dan faktor konstriksi (endothelin-1) berkontribusi
pada regulasi tonus vaskular oleh shear stress. Shear stress menginduksi pelepasan ATP atau
substansi P, atau keduanya dari sel-sel endotel dari berbagai vaskular. Baik ATP dan substansi P
menstimulasi reseptor yang spesifik pada endotelium untuk melepaskan NO. Selain
meningkatkan pelepasan ATP, peningkatan aliran akan lebih banyak mengantarkan ATP yang
bersirkulasi ke permukaan endotelium. Level fisiologis dari aliran darah cenderung untuk
menghambat pelepasan endothelin-1, suatu peptida vasokonstriktor yang poten. Pelepasan

16
endothelin-1 pelepasannya dihambat oleh NO. Sebagai tambahan terhadap efek vasokonstriktor,
endotelin-1 merupakan suatu mitogeik yang poten. Efek endothelin-1 lebih lanjut dipotensiasi
oleh substansi faktor pertumbuhan seperti angiotensi II, platelet-derived growth factor beta
(PDGF-beta) dan insulin. Oleh karena itu, endothelin-1 berkontribusi terhadap induksi
vasospasme koroner sebagaimana juga proses vasoproliferatif yang terlibat dalam patologi
vaskular. Ergometri menggunakan sepeda pada individu yang sehat tidak memberikan perubahan
yang signifikan dalam level endotelin-1, namun konsentrasi plasma endotelin-1 meningkat pada
pasien-pasien dengan aterosklerosis koroner. Ketika pasien ini mendapatkan suplementasi NO
dengan nitrat oral selama 72 jam sebelum olahraga, efek peningkatan dalam endotelin-1 yang
dicetuskan oleh olahraga berkurang. Observasi ini mengindikasikan bahwa penurunan aktifitas
NO yang berasal dari endotelium pada pembuluh darah aterosklerotik memainkan peranan
penting dalam peningkatan sekresi endothelin-1yang diinduksi oleh olahraga pada manusia.
Ketidakseimbangan antara agen-agen vasoaktif endogen ini dapat menjelaskan asosiasi antara
infark miokardium dan olahraga berat yang dilakukan sebelum kejadian pada pasien dengan
risiko tinggi yang tidak melakukan olahraga secara teratur.7,19,20

EFEK OLAHRAGA AKUT TERHADAP FUNGSI ENDOTEL


Berkurangnya bioavailabilitas NO merupakan konsekuensi dari kerusakan endotelium dan
diperkirakan berkontribusi untuk perkembangan penyakit kardiovaskular. Studi menunjukkan
bahwa olahraga berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas PJK yang lebih rendah. Olahraga
terprogram terbukti dapat memperbaiki fungsi endotel vaskular perifer. Akan tetapi beberapa
metode olahraga (seperti angkat beban) akan mencetuskan peningkatan tekanan arterial yang
besar dan transien, dimana hal ini diketahui dapat mengganggu fungsi endotel. Jurva et al
mengobservasi fungsi endotel vaskular yang terganggu setelah satu sesi angkat beban pada
individu yang tidak berolahraga teratur namun hal ini tidak dijumpai pada individu yang rutin
melakukan angkat beban. Philips et al menunjukkan bahwa individu yang tidak rutin melakukan
olahraga akan mengalami gangguan FMD brakial oleh karena hipertensi akut yang dicetuskan
oleh sesi angkat beban yang relatif singkat. Peningkatan transien tekanan arteri akan menganggu
fungsi endotel yang dapat bertahan setidaknya 2,5 jam sehingga penting untuk mengerti
hubungan antara olahraga akut terhadap risiko penurunan fungsi endotel vaskular setelah
olahraga akut. Studi lebih lanjut mengemukakan bahwa olahraga aerobik akut mengurangi FMD

17
brakial pada individu obesitas yang tidak aktif. Namun individu yang aktif menunjukkan
peningkatan FMD setelah satu kali sesi olahraga. Studi-studi ini mengemukan pentingnya faktor
risiko kardiovaskular lainnya seperti obesitas dan kurangnya aktifitas fisik dalam hal respons
endotel terhadap olahraga. Frekuensi, intensitas olahraga dan status penyakit pasien mempunyai
implikasi penting dalam hal respon endotelium terhadap olahraga akut.1,15

EFEK OLAHRAGA KRONIK TERHADAP FUNGSI ENDOTEL


Paparan yang berulang terhadap olahraga memberikan sejumlah perubahan baik secara
morfologi maupun fungsi yang meningkatkan kapasitas tubuh untuk berespon terhadap stress
olahraga. Akan tetapi mekanisme jelas tentang olahraga yang teratur mengubah fungsi endotel
belum sepenuhnya dimengerti. Intensitas olahraga merupakan faktor penting dalam
mempertimbangkan efek olahraga terhadap fungsi vaskular. Goto et al menunjukkan bahwa
olahraga aerobik intensitas sedang meningkatkan vasodilatasi yang bergantung endotelium pada
manusia melalui peningkatan produksi NO. Pada studi lain, Tengchaisri et al menunjukkan
bahwa olahraga tidak menambah fungsi otot polos vaskular, ini secara tidak langsung
menyatakan bahwa endotelium merupakan kunci pengaturan efek olahraga terhadap fungsi
vaskular. Banyak studi menunjukkan peningkatan dalam biosintesa NO dalam hubungannya
dengan olahraga. Salah satu mekanisme yang memungkin olahraga aerobik jangka panjang
meningkatkan pelepasan NO adalah peningkatan dalam shear stress vaskular yang diakibatkan
peningkatan aliran darah. Peningkatan bioavailabilitas NO yang diinduksi oleh olahraga dapat
merupakan hasil dari peningkatan aktifitas/ekspresi dari eNOS. Penelitian oleh Hambrecth et al
menunjukkan efek positif program olahraga terhadap fungsi vaskular dan ekspresi eNOS pada
pasien dengan penyakit jantung . Dijumpai data lain bahwa peningkatan shear stress setelah 10
hari olahraga treadmill meningkatkan ekspresi gen eNOS pada endotel vaskular. Sebagai
tambahan, peningkatan kronik dari shear stress menyebabkan perubahan fungsional dan histologi
endotelium vaskular sehingga terjadi perbaikan fungsi dan struktur.1,15

Olahraga Menginduksi Remodeling Pembuluh Darah


Aliran darah ke otot ditentukan oleh keseimbangan antara sistem vaskular sentral dan
perifer. Struktur sistem vaskular dibentuk sedemikian rupa sehingga dapat mengoptimalisasikan
peredaran darah ke jaringan. Oleh karena ini, penting untuk mengetahui bagaimana perubahan
yang terjadi pada tiap segmen vaskular oleh karena olahraga. Olahraga mempunyai pengaruh

18
yang signifikan terhadap morfologi dari berbagai pembuluh darah. Perubahan struktural ini
diikuti oleh perubahan fungsional dan berujung pada perbaikan aliran darah. Olahraga akan
menginduksi terjadinya angiogenesis yaitu perluasan dari jaringan kapiler oleh pembentukan
pembuluh darah baru pada level kapiler dan resistensi arteriol dan arteriogenesis yaitu pelebaran
dari pembuluh darah yang sebelumnya sudah ada. Arteriogenesis adalah suatu cara yang efektif
untuk meningkatkan kapasitas aliran darah sampai ke vaskular distal. Di sisi lain, angiogenesis
merupakan cara efektif untuk memperbaiki proses pertukaran oksigen antara darah dan jaringan.
Tabel 1 merangkum faktor-faktor yang secara umum penting dalam remodeling vaskular. Dalam
mempertimbangkan adaptasi yang bervariasi ini, penting untuk membedakan macam-macam
stimuli yang dicetuskan oleh olahraga.1,13,15,20

Tabel 1. Faktor-faktor penting yang berpengaruh dalam remodeling vaskular 20

Arteriogenesis
Arteriogenesis merupakan suatu istilah yang menggambarkan pelebaran dari pembuluh
darah yang sebelumnya sudah ada. Pelebaraan ini bukan hanya sekedar perpanjangan dari
pembuluh darah oleh karena peningkatan tekanan intraluminal atau peningkatan dalam komplian
dinding pembuluh darah; sebaliknya, istilah ini menyatakan peningkatan dalam kaliber
(diameter) dan dimensi dinding, sehingga menghasilkan pembuluh darah yang lebih besar.
19
Supaya hal ini dapat terjadi maka harus dijumpai remodelling dari ketiga tipe sel yang dapat
menunjang pembuluh darah : sel endotel, sel otot polos dan fibroblas. Secara umum, semakin
besar arteri, maka pembuluh darah akan semakin tebal dan kandungan otot dan fibrous semakin
banyak. Olahraga meningkatkan diameter arteriol besar, arteri kecil dan arteri konduit. Induksi
arteriogenesis merupakan adaptasi vaskular yang penting, oleh karena arteriogenesis
menyebabkan terbentuknya arteri kolateral besar yang mampu untuk mengkompensasi hilangnya
fungsi arteri yang mengalami oklusi. Terdapat korelasi antara olahraga fisik yang regular dengan
peningkatan diameter lumen arteri koroner.1,13,15,20

Angiogenesis
Angiogenesis menyatakan pembentukan kapiler baru dari kapiler-kapiler yang sudah ada.
Hal ini merupakan suatu proses yang berbeda dari vaskulogenesis, yang menyatakan
pembentukan vaskular yang berasal dari sel-sel prekursor selama perkembangan. Pada keadaan
tidak adanya kondisi patologis (pertumbuhan tumor, retinopati diabetes), dijumpai beberapa
keadaan yang cenderung menyebabkan angiogenesis, terutama siklus ovarium, perkembangan
plasenta, dan olahraga. Angiogenesis dapat terjadi melalui dua mekanisme yaitu : intususepsi dan
percabangan (sprouting).1,13,15,20

Intususepsi kapiler
Intususepsi menyatakan proses yang mana suatu kapiler tunggal akan membelah menjadi
dua kapiler yang bermula dari lapisan dalam, dengan formasi pembelahan longitudinal dari
lumen dalam kapiler. (gambar 3). Sel-sel endotel yang telah teraktivasi akan meluas intraluminal,
secara efektif membentuk dua saluran yang dapat dilalui oleh darah. Cara ini merupakan suatu
proses efisien untuk multiplikasi kapiler, membutuhkan proliferasi sel endotel yang lebih sedikit
dan membuat remodeling matriks ekstraseluler lebih sederhana, berbanding dengan angiogenesis
percabangan (sprouting angiogenesis). Penelitian akhir-akhir ini telah menyatakan bahwa
intususepsi merupakan metode primer formasi kapiler selama masa perkembangan. Sepertinya
shear forces yang bekerja pada kapiler-kapiler akan lebih meningkatkan jaringan kapiler melalui
intusepsi. Hudlika dan kawan-kawan memberikan kontribusi yang besar dalam pemahaman
tentang angiogenesis pada otot-otot yang mendapat peningkatan aliran, regangan dan kontraksi.
Di masa yang akan datang pastinya akan lebih banyak pembahasan perihal metode intususepsi
dalam memperbanyak formasi kapiler, dan perbedaannya dari angiogenesis.1,13,15,20

20
Gambar 4. Angiogenesis terjadi melalui proses sprouting dan intussusception 20

Sprouting angiogenesis
Formasi kapiler oleh percabangan sel endotel dapat diartikan sebagai suatu proses dimana
sel endotel yang teraktifasi mengalami percabangan dari kapiler yang sebelumnya sudah ada,
meluas melewati matriks yang disekitarnya untuk membentuk struktur seperti cordlike. Inti sel
endotel ditransformasikan menjadi bentuk seperti tube dan melekat pada matriks ekstraseluler.
Sel endotel ditransformasikan menjadi bentuk tuba dan melekat pada matriks ekstraseluler.
Tentunya tuba yang baru terbentuk harus masuk ke dalam kapiler bed dengan cara bergabung
dengan kapiler atau venula lainnya agar dapat menjadi kapiler yang dapat berfungsi dengan baik.
Kapiler yang terbentuk awalnya mudah bocor, namun seiring waktu akan matur seperti kapiler
normal ketika akan menutupi selpsel endotel. Seperti halnya pada intususepsi, sprouting
membutuhkan aktivasi dari sel-sel endotel. Sebagai tambahan, membran basement dan matriks
ekstraseluler harus didegradasikan agar memungkinkan untuk migrasi sel-sel endotelial dan
perluasan perkembangan tuba. Sehingga harus dijumpai koordinasi dari banyak proses untuk
sprouting angiogenesis agar dapat terlaksana dengan baik. Sebagai contoh, inhibisi degradasi
matriks ekstraseluler, membatasi migrasi sel-sel endotel dan pembentukan tuba. Hal ini dapat

21
menjelaskan mengapa adanya kehadiraan beberapa stimulus angiogenik oleh diri sendiri tidak
mencukupi untuk memberikan peningkatan pembentukan kapiler.1,13,15,20
Telah diperkirakan bahwa olahraga jangka panjang akan menstimulasi angiogenesis baik
dengan cara divisi sel-sel endotelial yang sebelumnya sudah ada atau melalui sel-sel progenitor
endotelial yang berasal dari sum-sum tulang dan sel-sel angiogenik yang berasal dari monosit
atau makrofag. Beberapa laporan mengindikasikan bahwa olahraga meningkatkan mobilisasi sel
progenitor endotelial pada individu yang sehat dan pasien dengan risiko kardiovaskular dan
penyakit jantung koroner. Angiogenesis diregulasi oleh suatu keseimbangan antara regulator
perrtumbuhan pembuluh darah positif (angiogenik) dan negatif (angiostatik). Jika keseimbangan
predominan ke arah regulator positif maka disebut dengan fenotip angiogenik, sebaliknya jika
keseimbangan predominan ke arah regulator negatif maka disebut dengan fenotif angiostatik.
Oleh karena itu, ketidakseimbangan angiogenesis sering dihubungkan dengan perkembangan
penyakit yang bergantung dengan angiogenesis seperti atherosklerosis.1,13,15,20

Gambar 4. Skema mobilisasi sel progenitor di sirkulasi dari sumsum tulang akibat peningkatan shear stress yang
diinduksi oleh olahraga. Peningkatan shear stress adalah akibat dari aktivasi eNOS yang membuat meningkatnya
jumlah NO. Akibatnya MMP-9 dan MMP-2 teraktivasi dan mengeluarkan sKitL. SKitL nantinya akan menjadi
sinyal yang akan meningkatkan mobilisasi sel progenitor di sirkulasi. Dengan bantuan stromal-derived factor-1α, sel
progenitor akan bermobilisasi ke sirkulasi perifer. CPC = circulating progenitor cells, VCAM-1 = vascular cell
adhesion molecule-1 dan VLA-4 = very late antigen-4. 12

22
Endostatin merupakan faktor angiostatik endogen yang awalnya teridentifikasi dari sel
hemangioendotel murine. Efek antiangiogenik yang poten dari endostatin dimediasi melalui
kombinasi efek terhadap sel endotel yang mana endostatin akan menghambat proliferasi dan
migrasi selular dan menstimulasi apoptosis. Efek biologis endostatin terutama ditujukan untuk
melawan efek vascular endothelial growth factor (VGEF). Angiogenesis mempunyai efek positif
maupun negatif pada atherosklerosis. Jika peningkatan angiogenesis pada jaringan kardiak
merupakan hal menguntungkan bagi jaringan yang mengalami iskemia, namun angiogenesis
yang progresif pada lesi atherosklerotik primer dapat menyebabkan perluasan plak. Terdapat
beberapa studi yang menunjukkan bahwa olahraga menginduksi keadaan angiogenik lokal yang
dicirikan oleh ekspresi VGEF yang berlebihan pada otot skeletal dan jantung. Fenomena ini
dapat mencegah iskemia pada jaringan tersebut. Olahraga juga memberikan efek menguntungkan
yang melawan proses atherosklerosis dengan cara meningkatkan endostatin yang bersirkulasi,
hal ini akan menghambat perkembangan plak atherosklerotik dengan cara memblok angiogenesis
pada jaringan plak. Faktor lain yang juga berperan dalam proses angiogenesis ialah VGEF.
VGEF adalah aktivator yang kuat terhadap proliferasi endotel dan sangat penting dalam
pembentukan neovaskularisasi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa transkripsi VGEF pada
otot skeletal mengalami peningkatan saat melakukan olahraga endurance. Keadaan hipoksia
lokal di otot skeletal akan menginduksi aktifnya hypoxia-inducible transcription factor 1α (HIF-
1α) yang akan mengaktifkan VGEF. Koaktivator transkripsional peroxixome proliferator-
activated receptor-α coactivator (PGC-1α) juga turut berperan dalam meningkatkan transkripsi
VEGH yang diinduksi oleh olahraga. Mekanisme PGC-1α menginduksi transkripsi VGEF juga
melibatkan koaktivasi ERRα. PGC-1α sendiri akan teraktivasi AMPK, p38MAPK, dan ROS,
yang jumlahnya akan meningkat ada setelah seseorang melakukan olahraga.12,22

Gambar 5. Skema yang menggambarkan


olahraga akan menginduksi angiogenesis di
otot skeletal di perifer12

23
Faktor yang berpengaruh pada arteriogenesis
Pelebaran pembuluh darah arteri terjadi sebagai respons terhadap peninggian tekanan
internal, yang akan menyebabkan peningkatan stress dinding pembuluh darah, sebagai respons
terhadap peningkatan aliran darah yang meningkatkan shear stress pada permukaan endotelium.
Stress dinding pembuluh darah meningkat olah karena tekanan tinggi atau peningkatan diameter
pembuluh darah, sesuai dengan hukum Laplace. Olahraga tipe beban yang intens dapat
menyebabkan peningkatan tekanan darah arterial, dan hingga saat ini belum diketahui apakah
tipe olahraga seperti ini memberikan perubahan struktural pada pembuluh darah yang terpapar.
Di sisi lain, peningkatan kecepatan aliran akan menginisiasi pelebaran arteri secara ekstensif
walaupun tidak dijumpai peningkatan tekanan luminal. Stimulus ini berhubungan langsung
dengan peningkatan shear stress yang diakibatkan oleh peningkatan kecepatan aliran, seiring
dengan melebarnya pembuluh darah untuk meregulasi shear stress kembali ke normal.
Sebaliknya, jika aliran darah berkurang, diameter arteri berkurang. Oleh karena itu maka shear
stress dapat dipertimbangkan sebagai stimulus hemodinamik utama yang mencetuskan pelebaran
pembuluh darah. Keseluruhan proses remodelling vaskular bergantung pada adanya endotelium.
Pada sel endotelium yang dikultur, shear stress meningkatkan preoduksi sejumlah faktor yang
berperan dalam arteriogenesis, contoh VEGF reseptor 2 (VEGFR2), integrin αvβ3, angiopoietin
receptor Tie2, dan eNOS. Lebih lanjut, peningkatan shear stress yang dirasakan oleh endotelium
akan ditranslasikan sebagai sinyal penghasil NO yang diperlukan untuk melebarkan pembuluh
darah yang juga melibatkan remodelling matriks ekstraseluler.20
Jika dengan eksperimen secara sengaja dilakukan penghambatan produksi NO dengan
nitro-L-arginine methyl ester maka dijumpai fakta bahwa pemlebaran pembuluh darah tidak
dijumpai, walaupun aliran darah tinggi tetap dijumpai, sebaliknya ekspresi berlebihan dari eNOS
akan meningkatkan pelebaran pembuluh darah. Sehingga produksi NO endotel sangat penting
dalam proses remodelling vaskular melalui metode arteriogenesis. Dengan mengetahui bahwa
aktifitas fisik kronik akan meningkatkan produksi eNOS, menyatakan bahwa respon vaskular
remodelling yang bertambah baik berbanding individu yang tidak berolahraga (sedentary).
Pernyataan ini memberikan kontribusi bahwa secara umum terdapat keterkaitan antara gaya
hidup aktif dan insidens yang rendah dari penyakit kardiovaskular.20

24
Faktor yang berpengaruh pada angiogenesis
Faktor-faktor Pertumbuhan
VGEF merupakan mitogen poten sel-sel endotel yang berperan dalam respon angiogenik
terhadap olahraga. Walaupun VEGF dan proses proangiogenik lainnya penting baik dalam
angiogenesis sprouting dan intussusceptive, namun penelitian saat ini terutama berasal dari
eksperimen yang mengevaluasi angiogenesis sprouting. Sebagai tambahan, VEGF bekerja
sebagai chemoattractant, yang membantu migrasi dan proliferasi sel endotelial dan menstimulasi
migrasi sel otot polos. VEGF akan berikatan dengan dua reseptor primer pada sel endotelial,
VEGFR-1 dan VEGFR-2. Aktifasi dari VEGFR-2 akan menstimulasi proliferasi, migrasi dan
differensiasi sel endotel, selain itu ini juga akan menstimulasi ekspresi gen untuk bermacam-
macam gen, termasuk eNOS. VEGFR-2 aktivasi juga berujung pada produksi eNOS via
mobilisasi cadangan Ca intraseluler. Telah disepakati secara umum bahwa aktivasi VEGFR-2
akan mencetuskan respon angiogenik yang lengkap. Milkiewicz et al mengobservasi suatu
korelasi yang signifikan antara ekspresi protein VEGFR-2 dan proliferasi kapiler yang diinduksi
aktifitas otot.20
Walaupun masih terdapat banyak hal yang harus dipelajari perihal kontrol angiogenesis
dalam tubuh, VEGF serta keterikatannya dengan reseptor harus dipandang sebagai elemen
penting. Faktor pertumbuhan angiogenik atau proangiogenik lainnya dapat juga berkontribusi
untuk angiogenesis. Sebagai contoh, FGF (FGF-2) adalah suatu mitogen poten sel endotelial, sel-
sel otot polos, dan fibroblas. Lebih lanjut, FGF-2 dapat meningkatkan produksi VEGF dan
produksi NO. Akan tetapi, FGF-2 sepertinya tidak diupregulasi dengan olahraga, dan kadarnya
dengan olahraga yang melibatkan otot juga tidak mengalami perubahan, walaupun dijumpai
peningkatan kapilaritas yang diinduksi dengan program olahraga. Walaupun begitu, FGF-2 dapat
berkontribusi terhadap kelangsungan angiogenesis ketika substansi ini terlepas dari tempat
penyimpanannya pada saat degradasi matriks ekstraseluler. Angiopoietins (Ang1 dan Ang2)
merupakan sitokin penting yang tidak bersifat mitogenik terhadap sel-sel endotelial namun dapat
membantu dalam perkembangan dan remodelling vaskular. Ang1 membantu maturasi dan
stabilisasi pembuluh darah dan diekspresikan secara luas diseluruh jaringan, sedangkan Ang2
akan berkompetisi dengan Ang1untuk menggantikannya dari reseptor Tie2 dan diekspresikan
pada area vaskular remodelling. Sehingga dominansi Ang1 berhubungan dengan vaskularisasi
yang stabil, dan dominansi Ang2 berhubungan dengan angiogenesis yang aktif. Sel-sel endotelial

25
yang teraktifasi akan memproduksi platelet-derived growth factor dan mentransformasikan
growth factor-β, yang dapat merekrut perisit untuk membantu menyempurnakan kapiler yang
baru saja terbentuk. Walaupun terdapat kompleksitas mekanisme kerja berbagai sitokin yang
terlibat dalam angiogenesis, VEGF tampaknya merupakan hal penting dalam proses inisiasi
angiogenesis.20

Upregulasi VEGF dengan olahraga


Upregulasi VEGF ditemukan pada otot tikus yang berkontraksi atau dengan treadmill
intensitas sedang. VEGF mRNA akan diupregulasi di otot tikus yang aktif sekitar dua sampai
tiga kali lipat pada akhir olahraga, dan akan tetap meningkat sampai 4 jam berikutnya, namun
akan kembali ke kadar normal saat istirahat setelah 8 jam berolahraga. Upregulasi dari VEGF
mRNA juga terjadi selama olahraga pada manusia, baik pada individu norrmal dan pasien
dengan gagal jantung. Peningkatan protein VEGF bersamaaan dengan peningkatan mRNA
VEGF terjadi setelah olahraga. Sehingga terdapat alasan yang kuat untuk mengatakan bahwa
mobilisasi dan upregulasi VEGF merupakan hal yang penting dalam peningkatan kapilaritas otot
yang diinduksi oleh olahraga yang dilakukan secara terprogram. Hal ini sesuai dengan yang
ditemukan Armaral bahwa angiogenesis yang diinduksi dalam otot oleh olahraga kronik dan
treadmill bergantung pada availabilitas dari VEGF. Walaupun hubungan yang jelas antara
stimulus (dosis olahraga), upregulasi VEGF, dan angiogenesis belum dengan dapat didefinisikan
dengan baik, namun tampaknya VEGF diupregulasi pada pada otot yang sedang mengalami
angiogenesis.20
Olahraga juga meningkatkan produksi elemen-elemen lain yang penting dalam proses
angiogenesis. Sebagai contoh, mRNA dari reseptor VEGF yaitu VEGFR1 dan VEGFR2
meningkat setelah aktifitas otot. Jika hal ini diartikan sebagai peningkatan reseptor protein, maka
akan terjadi peningkatan respon jaringan terhadap VEGF dan amplifikasi dari kaskade
angiogenesis. Olahraga telah menunjukkan adanya efek peningkatan eNOS, mRNA dan protein.
Hal ini mempunyai dampak besar terhadap angiogenesis oleh karena produksi NO merupakan
elemen penting dalam proses signal VEGF. Inhibisi produksi NO selama olahraga tidak
mengubah angiogenesis yang yang diinduksi oleh treadmill. Oleh karena itu diperkirakan ada
stimulus penting lainnya, yang berinteraksi dengan jalur angiogenesis yang diperantarai oleh
VEGF. Keseluruhan dari proses angiogenesis pada otot yang aktif sepertinya melibatkan

26
angiopoietins. Rasio Ang2/Ang1 meningkat secara tajam setelah olahraga dan selama 3 minggu
pada otot yang sedang mengalami angiogenesis.20

Hipoksia
Salah satu stimulus yang paling potensial yang dapat menginisiasi angiogenesis kapiler
adalah hipoksia. Hipoksia memberikan efeknya terutama melalui upregulasi dari VEGF dan
sekuelenya. Penurunan PO2 sel-sel endotel pada kultur akan menstimulasi proliferasi, migrasi
dan formasi saluran sel, dan jika kultur dikembalikan ke dalam media PO2 yang tinggi , maka
ekspresi VEGF dan aktivasi sel endotelial akan berkurang. Terdapat peningkatan bermakna
dalam faktor transkripsi, hypoxia-inducible factor (HIF-1 α; baik mRNA dan protein), yang akan
menstimulasi transkripsi gen VEGF. HIF-1 juga mengontrol protein lain yang penting dalam
angiogenesis (seperti VEGFR1) dan ikut terlibat dalam regulasi gen hypoxia-sensitive respons
(produksi eritropoietin pada ketinggian). Sangatlah penting untuk mengerti peranan hipoksia
dalam proses angiogenesis pada otot yang aktif dimana PO2 rendah dan tidak dikaitkan dengan
arteriogenesis, dimana endotelium pembuluh darah diperfusi dengan PO2 darah yang tinggi.
Kepentingan hipoksia sebagai elemen penting dalam inisiasi angiogenesis pada otot aktif selama
olahraga diperkuat oleh data yang menunjukkan bahwa hipoksia meningkatkan produksi VEGF
yang dicetuskan oleh olahraga.20

Inflamasi
Terdapat sejumlah bukti bahwa elemen-elemen respon inflamasi ikut terlibat dalam
arteriogenesis, setidaknya pada pembuluh darah kolateral setelah oklusi suatu arteri besar. Segera
setelah oklusi pembuluh darah tersebut, terdapat peningkatan produksi monocyte
chemoattractant protein-1secara dramatis, terutama pada jaringan dimana arteriogenesis aktif.
Invasi monosit pada area dengan kolateral berkontribusi terhadap proses pelebaran pembuluh
darah, yang dimungkiinkan melalui pelepasan sitokin poten yaitu VEGF, fibroblast growth factor
(FGF-2) dan/atau properti monocyte-activating. Lebih lanjut dijumpai bukti bahwa endothelial
progenitor cells (EPCs) yang berasal dari sum-sum tulang merupakan substansi penting dalam
remodelling vaskular. Belum diketahui dengan jelas apakah monosit atau EPCs ikut terlibat
dalam pelebaran pembuluh darah yang diinduksi oleh olahraga oleh karena belum ada bukti
eksperimental yang nyata. Lebih lanjut belum terdapat evaluasi perihal kemungkinan partisipasi
monosit dan /atau EPC dalam angiogenesis pada otot yang aktif dengan olahraga tipe jangka

27
panjang (endurance) walaupun EPCs telah teridentifikasi pada kapiler dalam otot setelah
hindlimb iskemia. Terdapat ekspektasi bahwa infiltrasi monosit mungkin penting dalam
proliferasi kapiler pada ototyang aktif. Dijumpai respons inflamasi pada otot saat awal mula
olahraga jika olahraga yang dilakukan berat, tidak umum dan otot digunakan secara berlebihan.
Namun sepertinya hal ini tidaklah penting dalam perluasan jaringan kapiler oleh karena inflamasi
akan segera mereda dan tidak akan terjadi jika olahraga dilanjutkan, dan disisi lain angiogenesis
akan berlanjut hingga selesai seiring waktu ketika olahraga dilanjutkan. Hal yang menarik adalah
bahwa aktifitas fisik meningkatkan EPCs yang bersirkulasi, meningkatkan perbaikan pembuluh
darah setelah injuri dan meningkatkan angiogenesis pada tikus. Apakah penemuan ini
mempunyai aplikasi yang luas terhadap manusia selama olahraga dan/atau berhubungan dengan
efek menguntungkan olahraga terhadap penyakit kardiovaskular harus diteliti lebih lanjut.

Efek Olahraga Sebagai Anti-Inflamasi di Pembuluh darah


Proses inflamasi berperan penting pada patogenesis kebanyakan paenyakit
kardiovaskular. Atherosklerosis adalah penyakit inflamasi yang diperantarai monocyte derived
macrophage yang terakumulasi pada plak arteri dan teraktivasi untuk mengeluarkan sitokin yang
merusak jaringan. Penanda inflamasi seperti high sensitivity C-reactive protein (hs-CRP)
biasanya meningkat pada keadaan terdapatnya lesi atherosklerotik. CRP diketahui sebagai
prediktor independen kejadian kardiovaskular dan prognosa suatu sindroma koroner akut. Selain
perannya sebagai penanda adanya inflamasi sistemik dan prediktor risiko penyakit
kardiovaskular, CRP dan sitokin inflamasi lainnya juga langsung menyebabkan disfungsi
pembuluh darah, kemungkinan melalui perubahan pada ekspresi dan aktivitas kanal kalsium,
peningkatan ekspresi dan fungsi Rho-kinase, peningkatan produksi ROS, dan peningkatan
ekspresi siklooksigenase. Enzim siklooksigenase menyebabkan hiperkontraktilitas pembuluh
darah melalui peningkatan sintesis konstriktor yakni prostanoid dan formasi ROS yang
berlebihan.10,12,24
Olahraga jangka pendek juga memproduksi respons inflamasi yang diikuti oleh kondisi
leukositosis, peningkatan stress oksidatif dan kadar CRP di plasma. Respons pro-inflamasi ini
diikuti oleh efek anti-inflamasi jangka panjang. Olahraga regular menurunkan kadar CRP, IL-6,
dan TNF-α serta meningkatkan substansi anti-inflamasi seperti IL-4 dan IL-10. Pada individu
dewasa muda yang sehat, 12 minggu program latihan aerobik dengan intensitas tinggi

28
menurunkan pengeluaran sitokin dari monosit. Faktanya, aktivitas fisik sederhana sekalipun
(seperti berjalan, jogging, ataupun berlari) dapat menurunkan konsentrasi hs-CRP.10,24

KESIMPULAN
Olahraga atau aktifitas fisik reguler yang tidak rutin merupakan salah satu faktor risiko
kardiovaskular yang sudah lama diketahui. Olahraga yang rutin akan menginduksi terjadinya
remodelling vaskular yang bermakna melalui proses angiogenesis dan arteriogenesis. Perubahan-
perubahan dalam struktur percabangan vaskular ini umumnya berhubungan dengan perubahan
fungsional dan perbaikan aliran darah ke organ-organ. Olahraga dan kontraksi otot merupakan
stimulus yang sangat kuat untuk remodelling struktural pembuluh darah. Peningkatan kecepatan
aliran darah melalui pembuluh darah akan meningkatkan shear stress, stimulus utama untuk
pelebaran pembuluh darah. Hal ini memberikan pelebaran pembuluh darah yang bergantung
pada nitric oxide. Hal ini terjadi sebagai adaptasi kronik otot terhadap kontraksi/olahraga. Faktor
pertumbuhan angiogenik VEGF merupakan elemen penting dalam proses remodelling ini.
Olahraga yang bersifat akut umumnya akan meningkatkan stress oksidatif vaskular dan
selanjutnya akan menyebabkan kerusakan pada protein seluler, lipid dan asam nukleat juga pada
sistem glutation. Olahraga akut hanya memberikan waktu yang sangat sedikit sekali untuk reaksi
adaptasi seluler yang berbasis ekspresi gen untuk remodelling vaskular dan hal adaptasi seperti
ini hanya dapat berlangsung dengan olahraga kronik.

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Kojda G, Hambrecht R, et al. Molecular mechanisms of vascular adaptations to exercise.


Physical activity as an effective antioxidant theraphy. Cardiovascular Research 2005;67:187-
197.
2. Agarwal Shasi K. Cardiovascular Benefits of Exercise. International Journal of General
Medicine 2012;5:541-545.
3. Azevedo LF and Dos Santos MR. High-Intensity Intermittent Exercise Training for
Cardiovascular Disease. J Nov Physiother 2014.
4. Fletcher Gerald F, Adeas Philip A, Kligfield Paul, et al. Exercise Standarts for Testing and
Training: A Scientific Statement From the American Heart Association. Circulation.
2013;128:873-934.
5. Lavie Carl J. Making Exercise and Fitness a High Priority. The Ochsner Journal 2007;7: 154-
157.
6. Gibala Martin J, Little Jonathan P, MacDonald Maureen J, et al. Physiological Adaptations to
Low-Volume, High-Intensity Interval Training in Health and Disease. J Physiol 2012:1077-
1084.
7. Niebauer J, Cooke J, et al. Cardiovascular effects of exercise: Role of Endothelial Shear
Stress. Journal of American College of Cardiology 1996;28:1652-1660.
8. Froelicher Victor F and Myers Jonathan. Basic Exercise Physiology. In: Exercise and the
Heart, 5th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier, 2006, p1-10.
9. Gleim Gilbert W, Coplan Neil L, Nicholas James A. Acute Cardiovascular Responses to
Exercise. The New York Academy of Medicine 1986:62(3): 211-218.
10. Golbidi Saeid and Laher Ismail. Exercise and Cardiovaskular System. Hidawi Publishing
Corporation Cardiology Research and Practice, 2012.
11. Steele James, Fisher James, McGuff Doug, et al. Resistance Training to Momentary
Muscular Failura Improves Cardiovascular Fitness in Humans: A Review of Acute
Physiology Responses and Chronic Physiological Adaptations. Journal of Exercise
Physiology, 2012:15:53-72.
12. Gielen Stephan, Schuler Gerhard, Adams Volker. Cardiovascular Effects of Exercise
Training: Molecular Mechanisms. Circulation 2010;122:1221-1238.

30
13. Green Daniel J, Naylor Louise H, George Keith. Cardiac and Vascular Adaptations to
Exercise. Curr Opin Clin Metab Care 2006;9: 677-684.
14. Braith Randy W and Stewart Kerry J. Resistance Exercise Training: Its Role in the
Prevention of Cardiovascular Disease. Circulation 2006;113:2642-2650.
15. Grizel I, Cavka A, et al. Vascular dysfunction and exercise. Periodicum Biologorum
2014;116:15-19.
16. Joyner Michael J and Green Daniel J. Exercise Protects the Cardiovascular System: Effects
Beyond Traditional Risk Factors. J Physiol 2009;587(23):5551-5558.
17. Tanaka L, Bechara L, et al. Exercise improves endothelial function: A local analysis of
production of nitric oxide and reactive oxygen species. Nitric Oxide 2015;45:7-14.
18. Green D, Andrew M, Driscoll G, et al. Effect of exercise training on endothelium-derived
nitric oxide function in humans. Journal of Physiology Society 2004;561:1-25.
19. Padilla J, Simmons G, Bender S, et al. Vascular Effects of Exercise: Endothelial
Adaptations Beyond Active Muscle Beds. National Institue of Health 2011:26(3):132-145.
20. Prior B, Yang H, Terjung R, et al. What makes vessels grow with exercise training. Journal
of American Physiology 2004;97:1119-1128.
21. Tinken M, Thijssen D, Hopkins N, et al. Shear Stress Mediates Endothelial Adaptations to
Exercise Training in Human. Hypertension-Journal of American Heart Association 2010;55.
22. Santaularia Nuria and Jaarsma Tiny. Motivational Factors for Exercise in Cardiac Patients?
A Literature Review. European Journal of Preventive Medicine 2013;1(1):1-20.
23. Rodriguez I, Gonzalez M, et al. Physiological mechanisms of vascular response induced by
shear stress and effect of exercise in systematic and placental circulation. Frontiers in
Pharmacology 2014;5;209.
24. Marie A, Pedersen B, et al. The anti-inflammatory effect of exercise. Journal of American
Physiology 2005;98:1154-1162.

31

Anda mungkin juga menyukai