Anda di halaman 1dari 7

Kurikulum Merdeka: Membahagiakan Guru dan Siswa

Merdeka  belajar  untuk  Kebahagiaan. Dalam hal ini, guru dapat menciptakan iklim belajar menyenangkan,
suasana bahagia  bagi  siswa  maupun  guru. Pengalaman  membahagiakan  dalam pembelajaran mempengaruhi proses
belajar dan hasil belajar siswa, bahkan  mempengaruhi self  esteem di  mana  siswa. Sekolah yang memprioritaskan
kebahagiaan siswa berpotensi menjadi  lebih efektif, dengan hasil belajar yang lebih baik dan pencapaian yang lebih
besar dalam kehidupan  siswa.
Kebahagian belajar harus bebas dari “penjajahan nilai”, tanpa dibebani berapa skor atau nilainya. Kita harus
mengembalikan pendidikan pada tujuan belajar sesungguhnya, yaitu perubahan diri untuk menjadi lebih baik. Sementara
ini, skor/nilai hasil belajar lebih mencerminkan nilai kognitif (pengetahuan).
Bahagia dalam belajar tidak boleh terkooptasi oleh kepentingan oknum tertentu, di luar misi pendidikan. Kita
sering menjumpai politisasi dan komersilasi dalam dunia pendidikan. Idealnya tidak boleh ada acara tertentu ‘disponsori’
oleh pihak tertentu dan pihak sekolah harus mengikuti ‘kehendak’ dari sponsor. Idealnya juga tidak ada pejabat yang
mengklaim ‘keberhasilan’ guru demi pencitraan dalam kegiatan pendidikan, padahal pejabat tersebut tidak berkontribusi
sama sekali dalam ‘melatih’ siswa.
Bahagia belajar tidak boleh terkena/terikat/lepas dari tuntutan pihak lain. Tidak boleh ada, dalam
mencerdaskan dan menertibkan siswa tidak boleh digugat oleh pihak lain. Tidak ada guru dipidanakan karena
memangkas rambut gondrong siswanya mencubit karena tidak ikut shalat berjamaah, dll.
Bahagia juga tidak bergantung/dikendalikan oleh kepentingan pihak tertentu. Karena dia seorang ‘berpengaruh’
dia bisa saja mempengaruhi kebijakan sekolah/madrasah. Dia bisa saja karena ‘pengaruhnya’ memberikan, memfasilitasi
sekolah untuk ‘mendapatkan ‘sesuatu’.
Jika siswa dibebaskan dan difokuskan pada pelajaran yang ia suka maka inshaallah akan menjadikan pelajar
bahagia. Tidak ditemukan bahasa yang ‘menyakitkan’ siswa, tidak ada lagi labelling siswa bodoh, belajar tidak
‘nyambung’. Tentu secara psikologis akan menjatuhkan mental dan semangat siswa dalam belajar.
Pembelajar yang bahagia diberi kebebasan untuk mengakses sumber ilmu yang tidak terbatas pada ruang kelas
dan guru. Siswa diberikan keleluasaan untuk bisa mengakses pembelajaran melalui media daring, perpustakaan, maupun
media yang hadir di lingkungan sekitar siswa.
Dalam hal ini, guru dapat menciptakan iklim belajar menyenangkan, suasana bahagia bagi siswa  maupun  guru.
Semangat  merdeka  belajar  di  sekolah  adalah  siswa  belajar  dan  guru  mengajar tanpa  merasa  terbelenggu.
Pengalaman  membahagiakan  dalam  belajar dan  pembelajaran  mempengaruhi proses belajar dan hasil
belajar siswa,  bahkan  mempengaruhi self  esteem di  mana  siswa. Sekolah yang memprioritaskan kebahagiaan siswa
berpotensi menjadi  lebih efektif, dengan hasil belajar yang lebih baik dan pencapaian yangn lebih besar dalam
kehidupan  siswa.
Keempat, Merdeka belajar untuk Kebahagiaan: Kebijakan merdeka belajar merupakan sebuah program untuk
menciptakan iklim belajar menyenangkan, suasana bahagia bagi siswa maupun guru (Sherly et al., 2020). Spirit merdeka
belajar di sekolah dasar adalah siswa belajar dan guru mengajar tanpa merasa terbelenggu. Segala sesuatu dilakukan
untuk kebahagiaan. Siswa belajar dan guru mengajar dengan bahagia dan untuk bahagia. pendidikan di salah satu sisi
mengantar siswa menjadi unggul dalam berbagai bidang tetapi perlu mengisi kebermaknaan hidup agarsiswa tidak
terjerumus dalam keterasingan dirinya melainkan merasa bahagia dengan diri dan hidupnya. Konsep merdeka belajar
membuat siswa mencapai kebahagiaan yang terletak pada penggunaan kebebasan yang memerdekakan dirinya sendiri
dan membawa berkah bagi sesamanya (Lie, 2020).
Pengalaman membahagiakan dalam belajar dan pembelajaran mempengaruhi proses belajar dan hasil belajar
siswa, bahkan mempengaruhi self esteem di mana sisa tidak merasa dinegasi oleh gurunya (Affandi et al., 2020). Sekolah
yang memprioritaskan kebahagiaan siswa berpotensi menjadi lebih efektif, dengan hasil belajar yang lebih baik dan
pencapaian yang lebih besar dalam kehidupan siswa (Sisodia, 2019). Hal ini berarti bahwa kurikulum sekolah
memfasilitasi siswa dan guru melaksanakan proses belajar dan pembelajaran dengan bahagia. kebahagiaan merupakan
eksistensi hidup manusia sekaligus kebutuhan dan tujuan utama dalam kehidupan (Setiawan et al., 2018). Lebih lanjut,
kebahagiaan dapat terjadi manakala siswa dapat menemukan dan menghayati nilai-nilai hidup yang membahagiakan
dalam kegiatan belajarnya.
Banyak penelitian yang menunjukan pentingnya dimensi kebahagian dalam pembelajaran. Penelitian Zareiyan
& Taheri (2017) tentang peran komponen kebahagiaan dalam kinerja pendidikan dan harga diri siswa. kebahagiaan dapat
meningkatkan rasa harga diri siswa. Kemudian penelitian İhtiyaroğlu (2018) tentang adanya hubungan kebahagiaan,
tingkat kepuasan guru dengan kehidupan dan pengelolaan kelas. Dan penelitian Calp (2020) tentang sekolah kedamaian
dan kebahagiaan sebagai cara membangun lingkungan belajar yang positif bagi siswa. Kebahagiaan bukan hanya sebagai
tujuan hidup melainkan keadaan yang dapat dicapai dan diajarkan. Sekolah melalui proses pembelajaran merupakan
tempat memfasilitasi kebahagiaan bagi siswa. Sekolah dimana guru dan siswa dan seluruh komponen sekolah merasa
bahagia dapat dipandang sebagai sekolah bahagia. Kemudian Unoma (2013) dalam laporan penelitian yang berjudul
Learning the Student’s Happiness Model menyatakan bahwa kebahagiaan memiliki peran yang besar dalam hidup, emosi
dan penciptaan lingkungan yang damai, serta dalam meningkatkan relasi. Lebih lanjut dikatakan bahwa kualitas individu,
faktor instruksional, sosiokultural serta manajemen partisipatif merupakan faktor penting dan efektif dalam
mengembankkan pembelajaran yang membahagiakan siswa.
Peran guru sangat penting dalam mencipyakan iklim bahagia siswa dalam belajar. Bahkan penelitian
Duckworth & Seligman (2006) menunjukan bahwa kebahagiaan siswa dapat dibangun dan dikembangkan melalui
berbagai praktis terstruktur dan alamiah. Karena itu pengkondisian suasana dan lingkungan belajar yang menyenangkan
sangat penting bagi kegiatan belajar siswa sekolah dasar. Menurut Rose dan Nicholl dalam Jaya (2017) suasana atau
lingkungan belajar yang menyenangkan adalah lingkungan tanpa stress, bahan ajar relevan dengan kebutuhan dan
harapan siswa, proses belajar berlangsung dalam suasana emosional yang positif, mengkomunikasikan pengetahuan
dengan menyenangkan, ada keterlibatan siswa secara aktif.
Mereka belajar memiliki esensi yang mulia. Saya yakin pendidikan Indonesia semakin maju dengan penerapan
kurikulum Merdeka. Ada beberapa hal keunggulan Kurikulum Merdeka.
Pertama, lebih sederhana dan mendalam karena kurikulum ini akan fokus pada materi yang esensial dan
pengembangan kompetensi peserta didik pada fasenya. Kedua, tenaga pendidik dan peserta didik akan lebih merdeka
karena bagi peserta didik, tidak ada program peminatan di SMA, peserta didik memilih mata pelajaran sesuai minat,
bakat, dan aspirasinya. Sedangkan bagi guru, mereka akan mengajar sesuai tahapan capaian dan perkembangan peserta
didik. Ketiga, sekolah memiliki wewenang untuk mengembangkan dan mengelola kurikulum dan pembelajaran sesuai
dengan karakteristik satuan pendidikan dan peserta didik.
Jika diterapkan dengan baik maka pendidikan akan semakin maju. Di kurikulum Merdeka-lah, sekolah bisa
mengembangkan dan mengelola kurikulum dan pembelajaran sesuai dengan karakter warga sekolahnya. Kapan lagi
sekolah punya kesempatan seperti ini kalau bukan di Kurikulum Merdeka?
Ada 4 respon dalam menerima kebijakan. Pertama, tidak ada pendapat dan hanya ikut saja. Kedua,
menyampaikan keberatan. Bahkan secara terbuka dan terang-terangan. Ketiga, berusaha agar gagal diterapkan. Keempat,
menerima dan memanfaatkan perubahan.
Mendorong Pemahaman Makna Belajar “Kalau kalian tidak menguasai semua materi di buku itu tidak
apa-apa. Kalau menguasai semua materi ya bagus. Intinya Bapak tidak menuntut kalian paham dengan semua
materi. Karena tidak semua suka matematika. Tapi Bapak harap kalian menguasai dasar-dasar matematika yaitu
kalibataku. Apa itu kalibataku? Kepanjangan dari kali, bagi, tambah, dan kurang”
Sebab tidak semua orang butuh materi-materi dalam matematika. Setiap orang punya bakat yang bisa berbeda.
Dalam kelas ada calon pemain sepakbola yang tidak begitu butuh matematika, ada calon pejabat yang justru lebih
membutuhkan kemampuan public speaking dan manajemen organisasi.
Saya juga mengajak siswa bahwa belajar bukan hanya saat ujian saja. “Belajar itu untuk hidup. Bukan untuk
ujian. Kalian bisa belajar dari siapa saja. Bahkan kalau kalian lebih paham belajar dengan teman dibandingkan dengan
Bapak ya tidak apa-apa.”
Guru penggerak pasti guru hebat tapi guru hebat belum tentu guru penggerak. Guru penggerak itu kreatif. Bisa
dibilang guru penggerak itu adalah guru yang menggerakkan. Jadi kalau ada guru yang bisa menginspirasi, baik itu
menginspirasi siswa maupun guru, pada saat itulah dia menjadi guru pengerak. Paya pernah menjadi narasumber
webinar Ngeblog Mencerdaskan yang diadakan oleh LPMP Provinsi Banten. Mudah-mudahan itu salah satu langkah saya
menggerakkan guru-guru lainny
Semakin Kreatif Mengajar Merdeka bukanlah lepas dari tanggung jawabnya. Merdeka belajar bukan
lantas bebas atau tidak mengajar. Justru merdeka mengajar adalah menjadi kreatif dalam mengajarnya.
Dalam Merdeka Belajar kita harus kreatif mengajar. Apa yang paling penting dalam hal ini? Agar siswa semakin
memahami pembelajaran. Nah, untuk itu guru merdeka bisa menggunakan banyak media seperti podcast, Youtube, blog,
poster, dan lainnya. Tak hanya metode ceramah guru juga bisa menggunakan metode diskusi, tebak-tebakan, tanya
jawab, rekreasi, dan lainnya. Merdeka belajar tidak dibatasi oleh ruang kelas saja. Seperti yang disampaikan oleh Ki
Hadjar Dewantara bahwa setiap orang adalah guru dan setiap tempat adalah sekolah. Jadi, perpustakaan, pasar,
lingkungan sekolah, bahkan stasiun kereta adalah sekolah juga.
Guru kreatif berarti juga mengajar dengan menyesuaikan kemampuan peserta didik. Karena itu seorang guru
harus mengetahui berbagai kemampuan peserta didik. Guru juga harus menyesuaikan gaya belajar siswa baik gaya
belajar visual, audio, atau kinestetik.
Dalam mengajar guru memang harus kreatif. Agar siswa merasa betah, senang, dan semangat dalam belajar.
Banyak sarana yang bisa digunakan. Saya menggunakan podcast sebagai media pembelajaran. Podcast ini banyak
disenangi oleh orang termasuk siswa.
Menjadi Guru Berkualitas dengan Berkolaborasi dan Berkomunitas Untuk maju kita harus
berkolaborasi. Jauhkan kompetisi yang saling menjatuhkan satu sama lain. Dengan berkolaborasi, kita saling melengkapi.
Ada guru yang hebat dalam lisan, tetapi kurang mahir dalam tulisan. Sebaliknya, ada guru yang hebat dalam tulisan tetapi
kurang mahir dalam lisan. Nah, keduanya bisa saling melengkapi. Bisa saling berbagi strategi agar bisa menguasai hal
yang tadinya tidak bisa. Bahkan guru bisa berkolaborasi dengan siswa.
Selain itu saya bergabung dengan komunitas. Banyak manfaatnya saat kita bergabung dalam komunitas. Kita
bisa mendapatkan informasi yang lebih luas, saling berbagi dan mendapatkan banyak wawasan. Saat ini banyak
komunitas yang bisa diikuti. Setiap guru mata pelajaran biasanya ada komunitas musyawarah guru mata pelajaran
(MGMP). Nah, ini bisa kita ikuti.
Sudah saatnya kita menjadi subjek dan bukan hanya menjadi objek. Apapun kalau menjadi objek itu tidak enak.
Menjadi objek kebijakan juga tidak enak, bukan? Oke-lah kalau awalnya kita menjadi objek. Jangan terus-terusan. Kita
harus berubah menjadi subjek atau pelaku. Kita juga harus jadi subjek perubahan.
Cara pandang seperti ini sangat penting. Dalam Merdeka Belajar pahamilah guru sebagai subjek. Dengan
menjadi subjek kita akan menggesa diri untuk belajar dan menguasai sesuatu. Lalu ada tanggung jawab besar untuk
mengerjakannya secara maksimal. Mudah-mudahan hasilnya pun optimal.
Ada dua hal fundamental untuk menumbuhkan rasa senang belajar. Pertama etika dan yang kedua estetika.
Etika dalam hal ini adalah semangat ingin mengetahui sesuatu dengan mendisiplinkan diri, memiliki karakter yang kuat
untuk mengetahui sesuatu serta kesopanan dalam menuntut ilmu. Estetika atau nilai yakni rasa senang, indah, nyaman,
dan nikmat dalam belajar. Kedua hal ini wajib ada bagi pebelajar sejati, sehingga tujuan dari apa yang diinginkan dalam
belajar dapat tercapai dengan baik dan tepat sasaran. Pendidikan tak berbatas demikian penulis menyebutnya.
Inti dari pendidikan Islam sebenarnya terletak pada pendidikan nilai, karena tujuan dari pendidikan adalah
mendidik perilaku manusia yang di dalam ajaran Islam dikenal dengan mendidik akhlak mulia yang berdasarkan Al-
Quran dan Hadits. Penulis menyukai pengertian nilai ala Muhmidayeli yang menyatakan jika nilai itu merupakan
gambaran sesuatu yang indah, mempesona, menakjubkan, yang membuat kita bahagia dan senang serta merupakan
sesuatu yang menjadikan seseorang ingin memilikinya.
Hal ini menggambarkan bahwa belajar itu adalah seni atau estetika. Karena dalam belajar itu ada semacam
keindahan yang mengalir syahdu dalam darah sehingga membuat sang pebelajar tidak ingin mengakhirinya karena
memiliki kenikmatan tersendiri.
Kenikmatan belajar itu tidak mesti memilih seperti apa wujud kurikulum itu. Pun demikian dengan kurikulum
Indonesia yang padat (baca: ketat: rigid). Sepanjang sang pebelajar menikmatinya, tidak ada masalah. Namun
kenikmatan belajar tentu tidak dimiliki setiap orang. Itulah sebabnya Merdeka Belajar digaungkan dengan sangat massif
di tanah air.
Merdeka belajar sesungguhnya bukanlah sesuatu yang harus dijalani seseorang ketika belajar dengan
seenaknya, melainkan ada aturan hukum yang menjadi rambu-rambunya. Merdeka belajar mirip dengan program
pembelajaran yang memfasilitasi siswa untuk memperkuat kompetensi dengan memberi kesempatan menempuh
pembelajaran di luar jurusan yang sama dan/atau menempuh pembelajaran pada jurusan yang sama di institusi yang
berbeda, pembelajaran pada jurusan yang berbeda di lembaga yang berbeda; dan/atau pembelajaran di luar lembaga atau
institusi pendidikan.
Merdeka belajar baik untuk madrasah atau kampus merdeka merupakan wujud pembelajaran yang otonom dan
fleksibel sehingga tercipta kultur belajar yang inovatif, tidak mengekang dan sesuai dengan kebutuhan siswa. Struktur
kurikulumnya pun dibuat tidak rigid, sehingga rekonstruksi kurikulum di era ini meringankan siswa.
Gambarannya kira-kira seperti ini: nuansa pembelajaran akan dimuat senyaman mungkin untuk memudahkan
siswa berdiskusi lebih banyak dengan guru. Jika belajar secara umum dilakukan di dalam kelas, maka dalam merdeka
belajar akan dirancang lebih sering outing class atau moving class dan siswa tidak hanya mendengarkan penjelasan guru,
tetapi karakter siswa yang diutamakan. Siswa juga dituntut untuk bisa berpikir tingkat tinggi, punya karakter mandiri,
cerdik, berani, sopan, berkompetensi dan tidak hanya mengandalkan sistem ranking yang selama ini membuat siswa dan
orang tua resah. Dalam kurikulum ini anak diharapkan lebih kompeten, siap menghadapi dunia kerja serta berbudi luhur
di lingkungan masyarakat.
Dalam merancang kurikulum merdeka ini, setiap lembaga atau institusi pendidikan diberikan kebebasan, tentu
dengan tidak mengenyampingkan keseriusan pengelolaannya. Entah siswa melakukan program magang atau ada
beberapa mata pelajaran yang dirampingkan dan ada juga yang dihapus jika tidak prinsip. Sehingga durasi belajar siswa
menjadi lebih cepat. Mirip dengan program akselerasi. Sehingga dengan adanya program merdeka belajar ini diharapkan
adanya perkawinan silang antara perguruan tinggi dan dunia kerja atau perkawinan silang antara madrasah dengan
perguruan tinggi nantinya.
Titik fokusnya yakni adanya merdeka belajar dapat memberikan kemudahan baik bagi pebelajar, pengajar
maupun institusi dalam meramu kurikulum yang baik, ringan, dan menguntungkan semua pihak. Bukan program anget-
anget tai ayam yang hanya membara di awal lalu redup dan mengerucut di akhir bahkan tinggal aromanya saja atau
menghilang tanpa bekas. 
Intinya dalam merdeka belajar diperlukan etika dan estetika. Etika yang tetap mengedepankan adab, karakter,
kesopanan dan rasa ingin tahu yang tinggi, disiplin dan memiliki daya nalar yang tinggi. Estetika yang mengedepankan
kenyamanan, ketenangan, dan tentu rasa nikmat dan bahagia dalam belajar.
Pada kenyataannya sulit ditemukan sebuah solusi yang tepat untuk memadukan dua tujuan tersebut.
Pelaksanaan penilaian hasil belajar masih dilaksanakan massal dan seragam di tiap birokrasi daerah masing-masing.
Misal seragamnya soal penilaian tengah maupun akhir semester di tingkat kabupaten dan juga cakupan materi Standar
Kompetensi Lulusan Minimal Nasional. Hal itu tak mampu mengimbangi pesan kurikulum merdeka belajar seutuhnya. 
Sebagai respon terhadap kelemahan strategi pembelajaran secara klasikal, maka pembelajaran berdiferensiasi
dapat menjadi solusinya. Pembelajaran berdiferensiasi adalah pembelajaran yang memperhatikan perbedaan-perbedaan
individual peserta didik.Walaupun pembelajaran ini memperhatikan atau berorientasi pada perbedaan-perbedaan
individual peserta didik namun tidak berarti pembelajaran harus berdasarkan prinsip satu orang guru dengan satu orang
peserta didik tidaklah demikian adanya, melainkan dengan pembelajaran berdiferensiasi, peserta didik justru memiliki
kebebasan yang luas untuk memilih bahan pembelajaran yang disenangi sehingga guru harus kreatif dalam membuat
bahan pembelajaran yang memaksimalkan kebutuhan peserta didik.
Pembelajaran berdiferensiasi adalah serangkaian keputusan masuk akal (common sense) yang dibuat oleh guru
yang berorientasi kepada kebutuhan peserta didik. Pembelajaran berdiferensiasi tidak berarti memberikan tugas yang
sama pada seluruh peserta didik dan melakukan penyesuaian untuk peserta didik berbakat dengan membedakan tingkat
kesulitan pertanyaan, memberikan tugas yang lebih sulit pada peserta didik, atau membiarkan peserta didik berbakat
menyelesaikan program regulernya kemudian bebas mengerjakan permainan sebagai pengayaan.
Pembelajaran berdiferensiasi lebih efektif dengan memberikan beragam cara untuk memahami informasi baru
untuk semua peserta didik dalam komunitas ruang kelasnya yang beranekaragam, termasuk cara untuk mendapatkan: (a)
konten;  (b) mengolah, (c) membangun, atau menalar gagasan; dan (d) mengembangkan produk pembelajaran dan
ukuran penilaian sehingga semua peserta didik di dalam suatu ruang kelas yang memiliki latar belakang kemampuan
beragam bisa belajar dengan efektif.
Proses mendiferensiasikan pelajaran dilakukan untuk menjawab dari berbagai keperluan peserta didik seperti:
(a) kebutuhan peserta didik; (b) gaya belajar; dan (c) minat belajar dari masing-masing peserta didik, bagian dari
keberagaman kebutuhan peserta didik yang harus disesuaikan oleh guru dalam penerapannya di kelas.
Penerapannya harus dengan komitmen guru dalam memperkuat sebuah keputusan yang akan diambil untuk
setiap proses pembelajaran dengan harapan setiap keputusan tersebut mengarah pada kebutuhan peserta didik adapun
kaitannya sebagiberikut:
Bagaimana guru menciptakan lingkungan belajar yang “mengundang” peserta didik untuk belajardan bekerja
keras untuk mencapai tujuan belajar yang tinggi. Kemudian juga memastikan setiap peserta didik di kelasnya tahu bahwa
akan selalu ada dukungan untuk peserta didik di sepanjang proses belajarnya, sebuah kebersamaan yang panjang dan
berirama sehingga berjalan seiring sejalan dengan sebuah kebahagiaan dalam menjalankannya.
Penilaian berkelanjutan. Bagaimana guru tersebut menggunakan informasi yang didapatkan dari proses
penilaian formatif yang telah dilakukan, untuk dapat menentukan murid mana yang masih ketinggalan, atau sebaliknya,
murid mana yang sudah lebih dulu mencapai tujuan belajar yang ditetapkan.
Bagaimana guru menanggapi atau merespon kebutuhan belajar murid Bagaimana ia akan menyesuaikan
rencana pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan belajar murid tersebut. Misalnya, apakah ia perlu menggunakan
sumber yang berbeda, cara yang berbeda, dan penugasan serta penilaian yang berbeda.
Manajemen kelas yang efektif.Bagaimana guru menciptakan prosedur, rutinitas, metode yang memungkinkan
adanya fleksibilitas.Namun juga struktur yang jelas, sehingga walaupun mungkin melakukan kegiatan yang berbeda,
kelas tetap dapat berjalan secara efektif.
Tomlinson (2001) dalam bukunya yang berjudul How to Differentiate Instruction in Mixed Ability Classroom
menyampaikan bahwa kita dapat mengkategorikan kebutuhan belajar peserta didik, paling tidak berdasarkan tiga aspek.
Ketiga aspek tersebut adalah:
Kesiapan belajar (readiness) peserta didik, Kesiapan belajar (readiness) adalah kapasitas untuk mempelajari
materi baru.Sebuah tugas yang mempertimbangkan tingkat kesiapan peserta didik akan membawa peserta didik keluar
dari zona nyaman mereka, namun dengan lingkungan belajar yang tepat dan dukungan yang memadai, peserta didik
tetap dapat menguasai materi baru tersebut.
Minat peserta didik, Minat adalah salah satu motivator penting bagi peserta didik untuk dapat terlibat aktif
dalam proses pembelajaran. Kita tahu bahwa seperti juga kita orang dewasa, peserta didik juga memiliki minat sendiri.
Ada peserta didik yang minatnya sangat besar dalam bidang seni, matematika, sains, drama, memasak, dsb.
Profil belajar peserta didik, Profil belajar peserta didik terkait dengan banyak faktor, seperti: bahasa, budaya,
kesehatan, keadaan keluarga, dan kekhususan lainnya. Selain itu juga akan berhubungan dengan gaya belajar seseorang
yang disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik itu sendiri.
Salah satu program pemerintah tentang merdeka belajar bahwa sebagai upaya untuk menciptakan suatu
lingkungan belajar yang bebas untuk berekspresi, bebas dari berbagai hambatan terutama tekanan psikologis. Bagi guru
dengan memiliki kebebasan tersebut lebih fokus untuk memaksimalkan pada pembelajaran guna mencapai tujuan (goal
oriented) pendidikan nasional, namun tetap dalam rambu kaidah kurikulum.
Peserta didik bisa lebih mandiri, bisa lebih banyak belajar untuk mendapatkan suatu kepandaian, dan hasil dari
proses pembelajaran tersebut peserta didik berubah secara pengetahuan, pemahaman, sikap/karakter, tingkah laku,
keterampilan, dan daya reaksinya dengan menanamkan nilai dan dasar merdeka belajar kepada peserta didik dan
pengetahuan profil pelajar Pancasila yakni: beriman, bertakwa dan berakhlak mulia, mandiri, kreatif, berpikir kritis,
gotong royong, berkebhinekaan global yang dijadikan sebagai penilaian diri terhadap peserta didik dan nantinya
diharapkan dimiliki peserta didik mengurangi dampak negative teknologi dan menjadikan nilai positif dalam pembuatan
karya nyata yang berguna bagi kehidupan peserta didik sehari-hari.
eunggulan lain dari penerapan Kurikulum Merdeka ini adalah lebih relevan dan interaktif di mana
pembelajaran melalui kegiatan projek akan memberikan kesempatan lebih luas kepada peserta didik untuk secara aktif
mengeksplorasi isu-isu aktual, misalnya isu lingkungan, kesehatan, dan lainnya untuk mendukung pengembangan
karakter dan kompetensi Profil Pelajar Pancasila.
Penerapan Kurikulum Merdeka didukung melalui penyediaan beragam perangkat ajar serta pelatihan dan
penyediaan sumber belajar guru, kepala sekolah, dan dinas pendidikan. Perubahan struktur mata pelajaran akibat
penerapan Kurikulum Merdeka tidak akan merugikan guru. Semua guru yang berhak mendapatkan tunjangan profesi
ketika menggunakan Kurikulum 2013 akan tetap mendapatkan hak tersebut.
Pendidikan merupakan alat untuk mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan bagi seluruh umat manusia,
pendidikan yang berkualitas akan mencerminkan masyarakat yang maju, damai dan mengarah kepada sifat-sifat yang
konstruktif. Melalui program “Merdeka Belajar”  akan menciptakan suasana belajar yang bahagia tanpa dibebani
dengan pencapaian skor atau nilai tertentu. Merdeka belajar bertujuan agar para guru, peserta didik, serta orang tua bisa
mendapat suasana yang bahagia saat belajar, dengan menciptakan suasana-suasana yang membahagiakan.
Tokoh Pendidikan Ki Hajar Dewantara mengatakan : “Pendidikan yaitu tuntutan di dalam hidup tumbuhnya
anak-anak, adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar
mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-
tingginya.”
Dengan demikian pembelajaran yang menyenangkan akan menggairahkan peserta didik dan membuat mereka
ingin mempelajari dunia dan seisinya. Keinginan mempelajari dunia akan menimbulkan pertanyaan serta gagasan.
Pertanyaan dan gagasan tersebut akan berkembang menjadi ilmu pengetahuan jika dapat dibuktikan, hingga pada
akhirnya dapat diyakini kebenarannya.
Langkah-langkah merdeka belajar untuk kebahagian peserta didik, sebagai berikut :
Memahami sifat yang dimiliki peserta didik : Pada dasarnya anak memiliki sifat: rasa ingin tahu dan
berimajinasi, kedua sifat tersebut merupakan modal dasar bagi berkembangnya sikap atau berpikir kritis dan kreatif.
Mengenal peserta didik secara perorangan : Peserta didik berasal dari lingkungan keluarga yang
bervariasi dan memiliki kemampuan yang berbeda, perbedaan individual perlu diperhatikan dan harus tercermin dalam
kegiatan pembelajaran.
Memanfaatkan perilaku peserta didik dalam pengorganisasian belajar : Sebagai makhluk sosial,
sejatinya seorang anak sejak kecil secara alami bermain berpasangan atau berkelompok dalam bermain. Perilaku ini
dapat dimanfaatkan dalam pengorganisasian belajar. Dalam melakukan tugas atau membahas sesuatu, peserta didik
dapat bekerja berpasangan atau dalam kelompok.
Mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan kemampuan memecahkan masalah :
Pada dasarnya hidup ini adalah memecahkan masalah. Hal ini memerlukan kemampuan berpikir kritis dan kreatif. Kritis
untuk menganalisis masalah; dan kreatif untuk melahirkan alternatif pemecahan masalah. Semuanya berasal dari rasa
ingin tahu dan imajinasi yang ada sejak lahir, oleh karena itu tugas guru adalah mengembangkannya.
Mengembangkan ruang kelas sebagai lingkungan belajar yang menarik : Ruang kelas yang menarik
merupakan hal yang sangat disarankan dalam merdeka belajar. Hasil pekerjaan peserta didik sebaiknya dipajangkan
untuk memenuhi ruang kelas seperti itu. Selain itu, diharapkan memotivasi peserta didik untuk bekerja lebih baik dan
menimbulkan inspirasi bagi yang lainnya.
Memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar : Lingkungan (fisik, sosial, atau budaya) merupakan
sumber yang sangat kaya untuk bahan belajar peserta didik karena lingkungan dapat berperan sebagai media belajar,
tetapi juga sebagai objek kajian (sumber belajar).
Memberikan umpan balik yang baik untuk meningkatkan kegiatan belajar : Mutu hasil belajar akan
meningkat bila terjadi interaksi dalam belajar. Pemberian umpan balik dari guru kepada peserta didik merupakan salah
satu bentuk interaksi keduanya dan  hendaknya lebih mengungkap kekuatan daripada kelemahan peserta didik. 
Membedakan antara aktif fisik dan aktif mental : Aktifitas mental lebih diinginkan daripada aktifitas
fisik. Seperti sering bertanya, mempertanyakan gagasan orang lain, dan mengungkapkan gagasan merupakan tanda-
tanda aktifitas mental, oleh karena itu, guru hendaknya menghilangkan penyebab perasaan tidak takut: takut
ditertawakan, takut disepelekan, atau takut dimarahi jika salah baik yang datang dari guru itu sendiri maupun dari
temannya.
Strategi pembelajaran yang memerdekakan, menekankan pada penggunaan pengetahuan secara bermakna dan
proses pembelajaran lebih banyak diarahkan untuk mendengarkan pertanyaan atau pandangan siswa. Aktivitas belajar
lebih menekankan pada keterampilan berpikir kritis, analisis, membandingkan, generalisasi, memprediksi, dan
menyusun hipotesis.
\Mengajar dengan nuansa yang nyaman akan lebih menyenangkan bagi guru maupun peserta didik.
Pembelajaran akan lebih nyaman, jika peserta didk dapat berdiskusi lebih dengan gurunya serta dapat belajar di luar
kelas, dan tidak hanya mendengarkan penjelasan dari guru, tetapi lebih membentuk karakter peserta didik yang berani,
mandiri, cerdik dalam bergaul, sopan, berkompetensi, dan tidak hanya mengandalkan sistem ranking karena setiap
peserta didik memiliki bakat dan kecerdasan yang berbeda. Nantinya, akan terbentuk para peserta didik  yang siap kerja
dan berkompeten, serta berbudi luhur di lingkungan masyarakat.
Dalam kesadaran pribadi, pendidik yang terbuka dengan perubahan akan meluapkan ide-ide kreatif baik dalam
kelas maupun luar kelas, dan secara continue pendidik tersebut mengeksplorasi dengan akademis yang dimilikinya.
Pendidik seperti ini tidak akan terpaku dengan stagnasi metode untuk membuat peserta didik harus belajar, atau hanya
berkutat pada pemikiran yang cenderung kaku terhadap peraturan sekolah, melainkan fleksibel dalam mencari dan
memecahkan masalah kontemporer di dunia pendidikan.
MENDIDIK dan terdidik adalah dua hal yang terlihat sama, tetapi berbeda. Begitulah belajar dan mengajar.
Mengajar bukan sekedar menerangkan atau menjelaskan semata. Mengajar adalah seni dan ilmu pengetahuan.
Pembelajaran yang menyenangkan akan menggairahkan siswa, dan membuat mereka ingin mempelajari dunia
dan seisinya. Keinginan mempelajari dunia akan menimbulkan pertanyaan serta gagasan. Pertanyaan dan gagasan
tersebut akan berkembang menjadi ilmu pengetahuan jika dapat dibuktikan, hingga pada akhirnya dapat diyakini
kebenarannya.
Mengajar dengan nuansa yang nyaman akan lebih menyenangkan bagi guru maupun siswa. Pembelajaran akan
lebih nyaman, jika murid dapat berdiskusi lebih dengan gurunya serta dapat belajar di luar kelas, dan tidak hanya
mendengarkan penjelasan dari guru, tetapi lebih membentuk karakter peserta didik yang berani, mandiri, cerdik dalam
bergaul, sopan, berkompetensi, dan tidak hanya mengandalkan sistem ranking yang menurut beberapa survei hanya
meresahkan anak dan orang tua, karena setiap anak memiliki bakat dan kecerdasan yang berbeda. Nantinya, akan
terbentuk para pelajar yang siap kerja dan berkompeten, serta berbudi luhur di lingkungan masyarakat.
Kondisi yang menyenangkan, aman, dan nyaman akan mengaktifkan bagian neo-cortex (otak berpikir) dan
mengoptimalkan proses belajar mengajar serta meningkatkan kepecayaan diri anak. Suasana kelas yang kaku, penuh
beban,guru yang kurang menyenangkan akan menurunkan fungsi otak anak dan anak tidak berpikir efektif, reaktif atau
agresif.
Merdeka belajar  adalah  suasana belajar yang bahagia tanpa dibebani dengan pencapaian skor atau nilai
tertentu. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nadiem Makarim adalah pencetus program merdeka
belajar. Merdeka belajar bertujuan agar para guru, peserta didik, serta orang tua bisa mendapat suasana yang bahagia
saat belajar.
Merdeka belajar adalah proses pendidikan  yang harus menciptakan suasana-suasana yang membahagiakan.
Setiap anak yang dilahirkan pasti memiliki keistimewaan yang berbeda-beda satu dengan yang lainnya.
Di sinilah kita sebagai pendidik harus mampu menjadi teman belajar yang menyenangkan agar proses belajar
anak benar-benar atas kesadaraannya sendiri dan merdeka atas pilihannya. Diperlukan waktu yang cukup serta
kesabaran dalam memfasilitasi, agar anak mampu untuk mengenali potensinya.
Strategi pembelajaran yang memerdekakan, menekankan pada penggunaan pengetahuan secara bermakna dan
proses pembelajaran lebih banyak diarahkan untuk mendengarkan pertanyaan atau pandangan siswa. Aktivitas belajar
lebih menekankan pada keterampilan berpikir kritis, analisis, membandingkan, generalisasi, memprediksi, dan
menyusun hipotesis.
Dalam pembelajaran berbasis budaya, budaya menjadi sebuah metode bagi siswa untuk mentransformasikan
hasil observasi mereka kedalam bentuk-bentuk dan prinsip-prinsip yang kreatif tentang alam. Dengan demikian, melalui
pembelajaran berbasis budaya, siswa bukan sekadar meniru atau menerima saja informasi yang disampaikan, tetapi
siswa dimerdekakan untuk menciptakan makna, pemahaman,dan arti dari informasi yang diperolehnya. Pengetahuan,
bukan sekedar rangkuman naratif dari pengetahuan yang dimiliki orang lain, tetapi suatu koleksi yang dimiliki seseorang
tentang pemikiran, perilaku, keterkaitan, prediksi dan perasaan, hasil transformasi dari beragam informasi yang
diterimanya.
Pembelajaran berbasis budaya merupakan salah satu cara yang dipersepsikan dapat; (1) menjadikan
pembelajaran bermakna dan kontekstual yang sangat terkait dengan komunitas budaya, di mana suatu bidang ilmu
dipelajari dan akan diterapkan nantinya, dan dengan komunitas budaya dari mana kita berasal. (2) menjadikan
pembelajaran menarik dan menyenangkan. Kondisi belajar yang memungkinkan terjadinya penciptaan makna secara
kontekstual berdasarkan pada pengalaman awal sebagai seorang anggota suatu masyarakat budaya.
Merujuk dari jurnal “Makna Merdeka Belajar dan Penguatan Peran Guru di sekolah oleh Agustinus Tanggu
Daga, bahwa makna merdeka belajar dalam pembelajaran yaitu merdeka berpikir,  merdeka  berinovasi, merdeka belajar 
mandiri  dan  kreatif,  merdeka  untuk  kebahagiaan penjelasan makna-makna tersebut sebagai berikut.
Merdeka Berpikir, Hal ini berimplikasi Merdeka sendiri dimulai dari pikiran yang terbuka dan bebas. Guru
diberikan iklim kebebasan berpikir dalam mendesain maupun dalam melaksanakan proses  pembelajaran. Diharapkan
guru dapat mengembangkan keberanian dan merdeka berpikir dalam pembelajaran. Sehingga, guru dengan merdeka
berpikir perlu mendesain  dan  implementasi pembelajaran yang dapat memfasilitasi siswa untuk melatih dan
mengembangkan kemampuan berpikir secara  optimal di sekolah.
Konsep merdeka berpikir dapat  diimplementasikan  guru  dengan  menjadi  teman  belajar  bagi siswa.  Guru
dapat menjadi teman  belajar  siswa dengan mendesain  pembelajaran  yang menyenangkan  agar  siswa memiliki
kesadaran diri dan merdeka  dalam menentukan pilihan-pilihan belajarnya. Kemerdekaan berpikir siswa dapat
berkembang dalam pendidikan yang bersifat demokratis dimana siswa mendapat kebebasan dan kemerdekaan belajar
baik menyangkut materi maupun  strategi  dan media  pembelajaran
Merdeka Berinovasi, Implikasinya dari merdeka berinovasi  adalah guru dapat mendesain dan menerapakan 
model-model  pembelajaran  berbasis  inovatif dan bermakna untuk  memfasilitasi  siswa untuk menguasai keterampilan 
dan  mencapai  hasil  belajar   secara  maksimal. Dengan melibatkan siswa dalam pembelajaran inovatif dan bermakna,
siswa akan memiliki keterampilan-ketrampilan inovatif yang dibutuhkan di Abad 21 ini, diantaranya 1)  kemampuan 
penyesuaian  diri  dengan lingkungan, (2) kemampuan berkomunikasi, (3) keterampilan problem  solver,  (4) pengelolaan
dan pengembangan diri, serta (5) sistem atau pola berpikir yang kritis dan berkembang.
Merdeka Belajar Mandiri dan Kreatif. Merdeka Belajar Mandiri dan Kreatif dalam proses belajar  dan 
pembelajaran bertujuan untuk siswa dapat meningkatkan  motivasi  untuk terus berkreatif  dan  berinovasi,
berkomunikasi  intrapersonal,  berkolaborasi, memanfaatkan teknologi untuk belajar, memiliki kemampuan 
berkomunikasi,  membantu   siswa   mengatasi kesulitan bersama, belajar bersama  dan  kolaborasi  yang bertujuan
membantu  siswa untuk  berbagi  pengetahuan dan pengalaman, belajar mendiri mendorong siswa untuk menentukan
sendiri belajarnya.
Hal yang dapat dilakukan oleh guru untuk mengembangkan kreativitas siswa dalam pembelajaan adalah  siswa
diberi kesempatan seluasnya untuk menentukan  topik dan  kegiatan dalam   pembelajaran khususnya menyelesaikan
masalah pembelajaran, siswa mengetahui dan melibatkan diri dalam penilaian hasil belajar atau hasil kerja, guru 
memberikan  reward  (non  materi)  kepada  siswa  yang menunjukan  hasil belajaryang diharapkan.
Merdeka  belajar  untuk  Kebahagiaan. Dalam hal ini, guru dapat menciptakan iklim belajar menyenangkan,
suasana  bahagia  bagi  siswa  maupun  guru. Semangat merdeka belajar di sekolah adalah siswa belajar dan guru
mengajar tanpa  merasa  terbelenggu.
Pengalaman  membahagiakan  dalam  belajar dan  pembelajaran  mempengaruhi proses belajar dan hasil 
belajar  siswa,  bahkan  mempengaruhi self  esteem di  mana  siswa. Sekolah yang memprioritaskan kebahagiaan siswa
berpotensi  menjadi  lebih efektif, dengan hasil belajar yang lebih baik dan pencapaian yang lebih besar dalam kehidupan 
siswa.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim mengusung jargon merdeka belajar.
Menurut hemat penulis, hakikat merdeka dalam belajar itu semestinya melahirkan kebahagiaan bagi semua. Nel
Noddings dari Cambridge University dalam bukunya Happiness and Education menuturkan pendidikan bisa menjadi
sumber kebahagiaan dan sumber ketidakbahagiaan. Ia mengatakan, "Happiness and education are properly intimately
related. Happiness should be an aim of education, and a good education should contribute significantly to personal and
collective happiness."
Pernyataan ini muncul dari kegelisahaan Noddings ketika membaca biografi orang-orang terkenal yang
mengisahkan ketidakbahagiaan selama melewati masa-masa sekolah. Menurutnya, bahwa kebahagiaan dan pendidikan
itu sangat berkorelasi. Kebahagiaan seharusnya menjadi tujuan pendidikan, dan pendidikan yang baik itu seharusnya
berkontribusi secara signifikan terhadap kebahagiaan individu dan kolektif.
Siswa yang bahagia akan lebih unggul dalam belajar dibandingkan dengan siswa yang tidak bahagia. Di sinilah
pentingnya memperlakukan siswa dengan lemah lembut dan kasih sayang agar kebahagiaan itu selalu hadir dalam diri
siswa. Bagi siswa, kelembutan dan kasih sayang guru itu menjadi sumber kekuatan yang dapat menggugah perasaan
siswa. Kehangatan yang diberikan melahirkan ketenangan, kepercayaan, dan hubungan batin antara siswa dan guru.
Islam hadir menekankan pola pendidikan lemah lembut dan kasih sayang. Dalam urusan dakwah, seorang dai
(juru dakwah) diperintahkan menyeru manusia dengan cara yang lembut, bijaksana, dan memberikan nasihat yang baik
(QS An-Nahl [16]: 125). Seorang guru itu sejatinya sebagai dai bagi siswa. Jika diperlakukan dengan keras dan kasar,
siswa akan menjauh dan enggan dinasihati dan diluruskan.
Melalui lemah lembut dapat membentuk jiwa siswa yang siap untuk menerima, merespons, dan melaksanakan
panggilan kebaikan dengan kesadaran, bukan keterpaksaan. Pendekatan pendidikan dengan lemah lembut dan kasih
sayang ini telah ditegaskan dalam Alquran surat Ali Imran [3] ayat 159. Pahami dan praktikanlah.
Dengan kemerdekaan dalam belajar, tidak hanya melahirkan kebahagiakan bagi siswa, juga bagi guru karena
tenaga, pikiran, dan ilmu yang diajarkan menjadi jariyah yang pahalanya akan terus mengalir meskipun sang guru sudah
tiada. Itulah kebahagiaan yang sebenarnya. Fiddunya hasanah wa fil akhirati hasanah. Wallahu a’lam.
Guru dalam kondisi demikian akan semakin terpacu untuk mampu menerjemahkan setiap kompetensi dalam
proses pembelajarannya. Selama ini, banyak guru yang tidak mampu menerjemahkan komptensi dalam kurikulum
karena semua sudah diatur di kementerian. Semua sudah ada. Tinggal duduk rapi. Dan segalanya sudah tersedia.
Guru yang dimanja seperti ini, jelas tak memiliki kreativitas apa pun. Guru cenderung pasrah pada aturan demi
aturan yang membelenggu dirinya. Menjadi guru yang baik cenderung dimaknai sebagai guru yang diam dan taat pada
apa yang sudah digariskan oleh kementerian atau dinas pendidikan.
Jika ada guru yang mencoba berkreativitas kadang malah menjadi guu yang bunuh diri. Karena setiap guru
yang mencoba keluar dari pakem akan dicap sebagai guru bandel dan tak tahu aturan. Guru yang mencoba memahami
kebutuhan peserta didik dan kebutuhan lingkungannya memang terkadang harus keluar dari pakem yang selalu bersifat
nasionalistik tersebut.
Nilai UN menjadi bah malaikat sekaligus monster. Sehingga, kegiatan di sekolah harus semuanya menuju ke
satu arah yaitu kenaikan nilai UN peserta didik. Pada setiap bulan Juli, peserta didik kelas sembilan akan selalu
diingatkan, sekaligus diteror dengan keharusan memiliki UN tinggi. Karena nilai UN adalah segalanya bagi kehidupan
mereka.
Pembelajaran di kelas sudah tidak ada senang-senangnya sama sekali. Semua mata hati dan pikiran cuma terisi
oleh strategi memenangkan UN. Dan air muka setiap peserta didik sudah terpenuhi oleh soal-soal UN.
Persaingan untuk mendapatkan nilai tertinggi semakin parah. Sehingga, peserta didik, bukan hanya
mempersiapkan UN ketika bulan Juli, di hari pertama ketika menginjakkan kaki di kelas sembilan, tetapi mereka sudah
memprediksi UN ketika baru saja menginakkan kaki di sekolah tersebut. Dari mulai kelas tujuh sudah mulai melakukan
pendalaman-pendalaman materi menghadapi UN yang akan mereka hadapi tiga tahun mendatang.
Alangkah tersiksanya peserta didik di negeri ini. Sehingga, penghapusan UN dari dunia pendidikan adalah
sebuah pembebasan yang paling nyata terhadap kondisi tegang karena perang menghadapi UN.
Bukan hanya peserta didik. Guru juga selalu mendapat intimidasi dari kepala sekolah. Guru mapel UN kelas
sembilan selalu dimanja sekaligus selalu diancam akan dipindah mengajar di kelas delapan atau kelas tujuh jika
perolehan UN sama dengan perolehan tahun lalu, apalagi jika turun. Pelaku intimidasi biasanya kepala sekolah.
Kenapa kepala sekolah melakukan intimidasi? Karena kepala sekolah juga posisi diintimidasi oleh kepala dinas.
Nilai UN turun, kepala sekolah akan dibuang menjadi kepala sekolah di sekolah pinggiran.
Kenapa kepala dinas melalukan intimdasi? Karena kepala dinas juga diintimidasi oleh walikota atau bupati jika
nilai UN turun di kota atau kabupaten tersebut, maka kepala dinas harus siap siap meninggalkan kursi empuknya. Dan
bupati tentu diintimjdasi oleh rakyatnya, jika UN turun secara politis akan dimanfaatkan oleh lawan politik untuk
menyerang dia dalam pilkada berikutnya.
UN menjadi pembunuh kreativitas guru. Jangankan membuat kreativitas lebih, baru membuat soal berbentuk
esai saja sudah ditegur karena tidak akan berpengaruh terhadap nilai UN. Cukup drill peserta didik dengan soal-soal
pilihan ganda. Soal esai memang melatih pemikiran kritis tapi tak berpengaruh terhadap nilai UN. Maka tinggalkanlah!
Bukan pemandangan aneh jika guru selalu merasa sudah bisa. Mereka sulit sekali diajar belajar karena mereka
merasa sudah pada tahap mengajar. Kalau sudah mengajar berarti berhenti belajar. Padahal, perkembangan dunai
begitu cepat. Keenganan guru untuk belajar akan menjadi guru semakin tertinggal. Dan guru yang tertinggal akan
menjadikan ketertinggalan yang akut terhadap peserta didiknya.
Membangun suasana belajar harus menjadi prioritas. Saat pandemi Covid-19 muncul, terlihat sekali bagaimana
gagapnya para guru dalam menjalankan suasan baru yaitu pembelajaran jarak jauh secara daring. Banyak sekali yang
gagap dengan teknologi. Hal demikian menjadi bukti terang bederang bahwa guru selama ini memang enggan untuk
terus belajar.
Jangan tanyakan tentang kompetensi profesional guru. Uji Kompetensi Guru yang sudah dilakukan oleh
kementerian sudah sangat jelas menunjukkan bagaimana rendahnya kompetensi guru. Dorongan untuk terus belajar
akan menjadikan guru dapat menyesuaiakn keilmuannya.
Kedua, dorongan peningkatan kreativitas guru. Guru selama ini terbelenggu aturan-aturan yang tak jelas
tujuannya. Ketika aturan yang membelenggu itu dibuka, guru harus mampu membangun kreativitasnya setinggi
mungkin. Tak ada alasan apa pun, untuk terus amlas berkreasi.

Anda mungkin juga menyukai