Anda di halaman 1dari 7

6.

KERAJAAN BERCORAK ISLAM DI PAPUA

Tanah Papua secara geografis terletak pada daerah pinggiran Islam di Nusantara, sehingga
Islam di Papua luput dari kajian para sejarahwan lokal maupun asing.kedatangan islam di tanah
papua juga masih terjadi silang pendapat diantara pemerhati,peneliti,maupun keturunan raja-
raja di raja ampat(sorong),fakfak,kaimana,dan teluk Bintuni-manokwari.mereka saling menklaim
bahwa islam lebih awal dating ke daerahnya yang hanya dibuktikan dengan tradisi lisan tanpa di
dukung dengan bukti-bukti arkeologis.penelusuran sejarah awal proses masuk nya islam di
papua dapat digali dengan melihat beberapa versi mengenai kedatangan islam di tanah papua.

a. Teori Papua
Teori papua merupakan pandangan adat dan legenda yang melekat di Sebagian
rakyat asli
papua,khususnya di wilayah fakfak,kaimana,manokwari,dan raja ampat(sorong).Teori
papua intinya menyatakan bahwa islam berasal dari papua sendiri,yaitu sejak pulau
papua diciptakan oleh Allah Swt..Islam telah ada dipapua bersamaan dengan adanya
pulau papuaMereka juga meyakini bahwa tempat turun nya nabi adam dan hawa dari
surga berada di daratan papua.

Islam di Papua adalah agama minoritas yang dipeluk oleh 14.57% penduduk dari
total 4.310.000 penduduk Papua menurut Kemendagri (2021)[1] Mayoritas umat Islam
tersebut adalah dari non suku asli Papua (439.337 jiwa, atau 15.51%), sedangkan sisanya
adalah dari suku asli Papua (10.759 jiwa, atau 0.38%).

Pengaruh Islam terhadap penduduk Papua dalam hal kehidupan sosial budaya
memperoleh warna baru. Islam mengisi suatu aspek budaya mereka, karena sasaran
pertama Islam hanya tertuju kepada soal keimanan dan kebenaran tauhid saja. Oleh
karena itu, pada masa dahulu, perkembangan Islam sangatlah lamban selain disebabkan
pada saat itu tidak ada generasi penerus untuk terus mengeksiskan Islam di pulau
Papua, dan mereka pun tidak memiliki wadah yang bisa menampungnya. Selain itu para
raja di Maluku, Fak-fak, dan Kaimana masih membatasi peredaran agama Islam karena
jangkauan saat itu masih susah dicapai.[3]

Namun perkembangan Islam di Papua mulai berjalan marak dan dinamis sejak
berintegrasi dengan Indonesia. Pada saat ini, mulai muncul pergerakan dakwah Islam,
berbagai institusi atau individu-individu penduduk Papua sendiri atau yang berasal dari
luar Papua yang telah mendorong proses penyebaran Islam yang cepat di seluruh kota-
kota di Papua. Hadir pula organisasi keagamaan Islam di Papua, seperti Muhammadiyah,
Nahdlatul Ulama, LDII, dan pesantren-pesantren dengan tradisi ahlussunah waljama'ah.
Masuknya Agama Islam dalam versi papua lahir sebagai akibat legenda yang muncul
dari sebagian rakyat asli Papua, khususnya yang berdiam di wilayah Fakfak, Kaimana,
Manokwari dan Raja Ampat (Sorong).

Pada umumnya, teori ini memandang Islam bukanlah berasal dari luar Papua dan
bukan dibawa dan disebarkan oleh kerajaan Tidore atau pedagang Muslim dan da’i dari
Arab, Sumatera, Jawa, maupun Sulawesi. Namun, Islam berasal dari Papua sendiri sejak
pulau Papua diciptakan oleh Allah SWT.

Mereka juga mengatakan bahwa agama Islam telah terdapat di Papua bersamaan
dengan adanya pulau Papua sendiri. Tidak hanya Islam, Kristen juga telah terdapat di
Papua sebelum agama Kristen disebarkan ke Papua. Mereka meyakini kisah bahwa
dahulu tempat turunnya Nabi Adam dan Ibu Hawa berada di suatu tempat di daratan
Papua dengan berbusana seperti mereka masih berdiam di surga.

Mereka juga beranggapan bahwa bekas-bekas jejak sejarah nabi Nuh yang terdampar
di pedalaman dekat Nambi-Manokwari dan mereka percaya bahwa Gunung Wondivoi
adalah tempat pemberhentian bahtera Nuh. Keyakinan lain nabi Ibrahim
mempersembahkan anaknya Ismail/Ishak di pedalaman Dusner.

Kepercayan lain mengatakan bahwa Taman Eden yang asli terletak di Obo dan Bukit
Zaitun berada di Puncak Rinsawan. Pandangan seperti ini dipengaruhi oleh pemikiran
mistis dan agama suku yang telah merakyat dan melegenda di masyarakat asli,
khususnya di wilayah Fakfak, Kaimana, Teluk Bintuni, maupun di Wondama.

Pandangan ini tercermin dalam prosesi ibadah, dimana orang naik haji bukan di
Mekkah, namun mereka berangkat ke Gunung Nabi yang terletak di belakang Teluk
Arguni (Kaimana) dan Teluk Wondama (Manokwari).

Ketika ditelusur asal muasal kapan waktunya masuk agama Islam ke Papua, beberapa
literatur mengatakan sekitar abad kedua Hijriah atau sekitar abad kedelapan Masehi
sudah masuk. Namun ada pula yang mengatakan abad ke-15, dimana tahun jatuhnya
kerajaan Hindu Majapahit (1478). Ada 4 orang tokoh yang paling banyak disebut dalam
catatan sejarah yang menyebarluaskan Islam yakni Syekh Mansur, Syekh Yakub, Syekh
Amin dan Syekh Umar.
secara geografis tanah Papua dan Maluku berdekatan. Tidak dekat dalam
jangkauan geografis saja, namun juga kedekatan secara relasi etnik dan kebudayaan
dengan Maluku. Disamping itu, dimasa lalu, wilayah Semenanjung Onim dan Raja Ampat
selalu menjadi wilayah yang diperebutkan oleh 2 kerajaan besar pada masa itu, yaitu
Kesultanan Ternate dan Kesultanan Tidore.

Dengan banyaknya sumber-sumber yang mengisahkan bagaimana dan kapan


masuknya Islam ke Papua membuat seorang orientalis Inggris, bernama Thomas W
Arnold menulisnya dalam sebuah bukunya yang berjudul The Preaching of Islam.
Dikatakan bahwa, sekitar awal abad ke-16 masyarakat di Papua khususnya pulau-pulau
bagian barat, seperti Misool, Waigeo dan Salawati telah dikuasai oleh Sultan Bacan yang
merupakan Kesultanan Islam dari Maluku.

Pada tahun 1606 Masehi, Sultan Bacan memperluas kekuasaannya sampai ke


Semenanjung Onim yang kini berada dalam wilayah Kabupaten Fak-fak. Dan pemuka-
pemuka masyarakat di pesisir pulau-pulau tersebut menyambut baik syiar Islam, dan
menerima kedatangan agama Islam di tengah-tengah masyarakat Papua. Walaupun di
daerah pedalaman masih banyak yang menganut ajaran animism

Seperti yang diketahui, bahwa tanah Papua sangat kaya akan hasil alamnya, seperti emas
yang sampai sekarang masih menjadi perbincangan hangat. Kekayaan Papua akan
sumber daya alamnya inilah yang menjadi daya tarik bagi daerah lain dan tertarik untuk
mendatanginya. Tidak heran seorang sejarawan, Ambary Hasan mengatakan bahwa
Islam masuk ke Papua (Sorong dan Fak-fak) melalui jalur-jalur berikut ini:

Jalur perdagangan. Karena keberadaan pulau-pulau terluar Papua dekat dengan wilayah
Kesultanan Maluku, maka sepanjang pesisir pantai menjadi jalur andalan untuk bidang
perdagangan. Proses interaksi ketika berdagang inilah yang membuka masuknya Islam
bagi penduduk Papua.
Jalur pernikahan. Para pedagang muslim yang datang ke wilayah Papua banyak yang
melakukan pernikahan dengan penduduk setempat.
Jalur pendidikan. Keluarga-keluarga muslim mengadakan kajian di masjid dan rumah
para ulama.
adi bisa dikatakan penyebaran Islam ke Papua nyaris tanpa paksaan seperti invansi. Proses
akulturasi dan asimilasi berjalan baik di daerah paling timur Indonesia ini.

Salah satu bukti Islam pernah berjaya di tanah Papua dengan adanya bukti sejarah berupa
sebuah masjid tua bernama Masjid Tua Patimburak. Masjid ini berada di Fak-fak yang dibangun
oleh seorang imam bernama Abuhari Kilian.  Konon diperkirakan bangunan masjid telah berdiri
sekirar 200-an tahun yang lalu. Sampai saat ini bangunan masjid Patimburak masih kokoh dan
masyarakat masih menggunakannnya sebagaimana mestinya rumah ibadah.

Dari banyak versi atau teori masuknya Islam ke Papua, versi Maluku (Bacan, Ternate dan
Tidore) yang cukup memiliki landasan yang bisa dipertanggungjawabkan. Hal ini mengingat
kerajaan-kerajaan di Maluku memang memiliki pengaruh yang luas sejak zaman purba. Di
samping itu, mereka sudah memiliki kesamaan bahasa yang menjadi lingua franca perdagangan,
yang pada era masuknya Islam, bahasa ini menjadi sebuah modal unggulan untuk menyebarkan
agama Islam secara damai di Tanah Papua.

Dari berbagai catatan hasil penelitian terkait sejarah masuknya Islam ke Papua, salah satu yang
cukup terkenal dan komprehesif adalah hasil penelitian dari Dosen Fakultas Agama Islam
Universitas Yapis Papua (UNIYAP), Toni Victor Mandawiri Wanggai. Dalam disertasinya yang
berjudul “Rekonstruksi Sejarah Umat Islam di Tanah Papua”, ia mengemukakan setidaknya
terdapat 7 versi atau teori masuknya Islam ke tanah Papua. Yaitu versi Papua sendiri, versi Aceh,
Arab, Jawa, Banda, Bacan, serta versi Tidore dan Ternate.[1] Berikut ini adalah ketujuh versi
tersebut:

Versi/Teori Papua: Teori ini merupakan pandangan adat dan legenda yang melekat di sebagian
rakyat asli Papua, khususnya yang berdiam di wilayah Fakfak, Kaimana, Manokwari dan Raja
Ampat (sorong). Teori ini memandang Islam bukanlah berasal dari luar Papua dan bukan dibawa
dan disebarkan oleh kerajaan Ternate dan Tidore atau pedagang Muslim dan da’i dari Arab,
Sumatera, Jawa, maupun Sulawesi. Namun Islam berasal dari Papua itu sendiri sejak pulau
Papua diciptakan oleh Allah Swt. Mereka juga mengatakan bahwa agama Islam telah terdapat di
Papua bersamaan dengan adanya pulau Papua sendiri, dan mereka meyakini kisah bahwa
dahulu tempat turunya Nabi Adam dan Hawa berada di daratan Papua.[2]

Versi/Teori Aceh: Menurut versi ini, Islam datang ke Papua tahun 1360 yang disebarkan oleh
mubaligh asal Aceh, Abdul Ghafar. Pendapat ini juga berasal dari sumber lisan yang disampaikan
oleh putra bungsu Raja Rumbati ke-16 (Muhamad Sidik Bauw) dan Raja Rumbati ke-17 (H. Ismail
Samali Bauw).  Versi ini menyebut Abdul Ghafar berdakwah selama 14 tahun (1360-1374) di
Rumbati dan sekitarnya hingga ia wafat dan dimakamkan di belakang mesjid kampung Rumbati
pada tahun 1374.

Versi/Teori Jawa mengatakan pada tahun 1518 M, Sultan Adipati Muhammad Yunus dengan
gelar Pangeran Seberang Lor anak dari Raden Patah dari Kerajan Islam Demak mengadakan
kerjasama dengan kesultanan Ternate dan Tidore yang mengirimkan dai dan mubalig ke Papua
dengan misi menyiarkan Islam.[3]

Versi/Teori Arab. Teori ini menjelaskan bahwa agama Islam pertama kali mulai diperkenalkan di
tanah Papua, tepatnya di jazirah Onin (Patimunin-Fakfak) oleh seorang sufi bernama Syarif Muaz
al-Qathan dengan gelar Syekh Jubah Biru dari negeri Arab. Pengislaman ini diperkirakan terjadi
pada pertengahan abad ke-16, dengan bukti adanya Mesjid Tunasgain yang berumur sekitar 400
tahun (kemungkinan dibangun sekitar tahun 1587).

Versi/Teori Banda, berpendapat bahwa dakwah Islam di Papua, khususnya di Fakfak,


dikembangkan oleh pedagang-pedagang Bugis melalui Banda dan Seram Timur, salah satunya
pedagang Arab bernama Haweten Attamimi yang telah lama menetap di Ambon. Proses
pengislaman itu dilakukan dengan cara khitanan. Di bawah ancaman penduduk setempat jika
orang yang disunat mati, kedua mubaligh akan dibunuh, namun akhirnya mereka berhasil dalam
khitanan tersebut sehingga penduduk setempat berduyun-duyun masuk Islam.

Versi/Teori Bacan, berpendapat bahwa Islam di Papua berasal dari Bacan. Pada masa
pemerintahan Sultan Mohammad al-Bakir, Kesultanan Bacan mencanangkan syiar Islam ke
seluruh penjuru negeri, seperti Sulawesi, Fiilipina, Kalimantan, Nusa Tenggara, Jawa dan Papua.
Menurut Thomas Arnold, Raja Bacan yang pertama kali masuk Islam adalah Zainal Abidin yang
memerintah tahun 1521. Pada masa ini Bacan telah menguasai suku-suku di Papua serta pulau-
pulau di sebelah barat lautnya, seperti Waigeo, Misool, Waigama, dan Salawati. Sultan Bacan
kemudian meluaskan kekuasaannya hingga ke semenanjung Onin Fakfak, di barat laut Papua
tahun 1606. Melalui pengaruhnya dan para pedagang Muslim, para pemuka masyarakat di
pulau-pulau kecil itu lalu memeluk agama Islam. Meskipun pesisir menganut agama Islam,
sebagian besar penduduk asli di pedalaman masih tetap menganut animisme.

Versi/Teori Ternate-Tidore, yang pendapat bahwa Islam di Papua berasal dari Maluku Utara
(Ternate-Tidore). Sumber sejarah Kesultanan Tidore menyebutkan bahwa pada tahun 1443
Sultan Ibnu Mansur (Sultan Tidore X atau Sultan Papua I) memimpin ekspedisi ke daratan tanah
besar (Papua). Setelah tiba di wilayah Pulau Misool dan Raja Ampat, kemudian Sultan Ibnu
Mansur mengangkat Kaicil Patrawar putera Sultan Bacan dengan gelar Komalo Gurabesi (Kapita
Gurabesi ). Kapita Gurabesi kemudian dikawinkan dengan putri Sultan Ibnu Mansur bernama
Boki Tayyibah. Dari situlah kemudian berdiri empat kerajaan di Kepulauan Raja Ampat tersebut,
yakni Kerajaan Salawati, Kerajaan Misool atau Kerajaan Sailolof, Kerajaan Batanta, dan Kerajaan
Waigeo.

Dari ketujuh versi atau teori di atas, Wanggai lebih cenderung menilai bahwa versi Maluku
(Bacan, Ternate dan Tidore) yang cukup memiliki landasan yang bisa dipertanggungjawabkan.
Salah satunya, hal ini didukung faktor geografisnya yang strategis, yang merupakan jalur
perdagangan rempah-rempah (silk road) di dunia. Sebagaimana dikemukakan dalam banyak
menelitian lainnya, jalur sutra laut adalah salah satu jalur global yang dimanfaatkan oleh para
pelaut Arab kala itu untuk menyebarkan Islam ke seluruh dunia. Di Nusantara, jalur ini juga yang
digunakan oleh masyarakat purba untuk melakukan interaksi dan komunikasi satu sama lain,
hingga datangnya era Islam.

Di samping itu, hal lain yang membuat Syi’ar Islam di Papua menjadi lebih mudah karena
kesamaan budaya dan bahasa. Bahasa yang dipakai tergolong bahasa-bahasa dari rumpun
Austronesia, seperti bahasa di Bacan dan Sula (bahasa Biak di Raja Ampat: Tobelo dan bahasa
Onin di Fakfak dan Seram; maupun bahasa non Austronesia seperti di Ternate; Tidore dan
Jailolo karena masuk golongan bahasa Halmahera Utara, yaitu bahasa Galela). Bahasa Onin
telah lama digunakan sebagai lingua franca dalam perdagangan dan penyebaran agama Islam.
Bahasa ini dipakai oleh kalangan pedagang dan elit (pemimpin masyarakat) yang terdapat di
pesisir pantai selatan “Kepala Burung” dan Semenanjung Bomberey (Fakfak dan Kaimana).[4]

Kemudahan komunikasi dengan para pemimpin masyarakat Papua, yang kemudian memeluk
Islam, mendorong berdirinya kerajaan-kerajaan “Petuanan” otonom di bawah Kesultanan
Tidore. Kerajaan-kerajaan (Petuanan) ini terdapat di Raja Ampat (Kolano Fat), yang tetap
terpatri hingga kini sebagai identitas Pulau Papua. Kerajaan di Raja Ampat terdiri dari Kerajaan
Waigeo (yang berpusat di Weweyai), Kerajaan Salawati (berpusat di Sailolof), Kerajaan Misool
(berpusat di Bilinta) dan Kerajaan Batanta. Kerajaan-kerajaan ini berdiri dengan perangkatnya
masing-masing, yang diberi gelar oleh Kesultanan Tidore, sebagai imbalan
NAMA KELOMPOK
1. RUBY IBADURAHMAN

Anda mungkin juga menyukai