DIKTI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
PROGRAM PASCASARJANA
PRODI PENDIDIKAN DASAR
A. Petunjuk:
B. Soal-Soal
1. Bagaimana menurut anda tentang kajian hakikat subyek didik yang
dijelaskan secara filsafiah dan ilmiah? Utamanya tentang konsep “Animale
Educabile” dan Animale Educandum”. Bagaimana konsekuensi masing-
masing kajian terhadap arah dan subtansi pendidikan? (10)
Jawaban:
Kajian hakikat subyek didik yang dijelaskan secara filsafiah dan ilmiah yaitu
sebagai berikut:
Peserta didik merupakan orang yang belum dewasa dan memiliki sejumlah
potensi dasar (fitrah) yang perlu dikembangkan. Peserta didik merupakan “ Raw
Material” (Bahan Mentah) dalam proses transformasi dan internalisasi,
menepati posisi yang sangat penting untuk melihat signifikasinya dalam
menemukan keberhasilan sebuah proses. Peserta didik adalah makhluk individu
yang mempunyai kepribadian dengan ciri-ciri yang khas yang sesuai dengan
pertumbuhan dan perkembangannya. Pertumbuhan dan perkembangan peserta
didik dipengaruhi oleh lingkungan dimana ia berada. Peserta didik adalah
anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses
pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
Peserta didik sebagai komponen yang tidak dapat terlepas dari sistem
pendidikan sehingga dapat dikatakan bahwa peserta didik merupakan obyek
pendidikan tersebut. Dalam paradigma pendidikan Islam, peserta didik
merupakan orang yang belum dewasa dan memiliki sejumlah potensi
(kemampuan) dasar yang masih perlu dikembangkan. Jadi secara sederhana
peserta didik dapat didefinisikan sebagai anak yang belum memiliki
kedewasaan dan memerlukan orang lain untuk mendidiknya sehingga menjadi
individu yang dewasa, memiliki jiwa spiritual, aktifitas dan kreatifitas sendiri.
Dengan demikian peserta didik adalah individu yang memiliki potensi
untuk berkembang, dan mereka berusaha mengembangkan potensinya itu
melalui proses pendidikan pada jalur dan jenis pendidikan tertentu. Dalam
perkembangan peserta didik ini, secara hakiki memiliki kebutuhan-kebutuhan
yang harus dipenuhi. Pemenuhan kebutuhan peserta didik tumbuh dan
berkembang mencapai kematangan pisik dan psikis. Kebutuhan yang harus
dipenuhi oleh pendidik diantaranya:
a. Kebutuhan jasmani; tuntunan siswa yang bersifat jasmaniah, seperti
kesehatan jasmani yang dalam hal ini olah raga menjadi materi utama,
disamping itu kebutuhan-kebutuhan lain seperti: makan, minum, tidur,
pakaian dan sebagainya, perlu mendapat perhatian.
b. Kebutuhan sosial; pemenuh keinginan untuk saling bergaul sesama siswa
dan guru serta orang lain, merupakan salah satu upaya untuk memenuhi
kebutuhan sosial anak didik. Dalam hal ini sekolah harus dipandang
sebagai lembaga tempat para siswa belajar, bergaul dan beradaptasi
dengan lingkungan seperti bergaul sesama teman yang berbeda jenis
kelamin, suku, bangsa, agama, status sosial dan kecakapan. Guru dalam
hal ini harus dapat menciptakan suasana kerja sama antar siswa dengan
suatu harapan dapat melahirkan suatu pengalaman belajar yang lebih baik.
c. Kebutuhan intelektual; semua siswa tidak sama dalam hal minat untuk
mempelajari suatu ilmu pengetahuan, mungkin ada yang lebih berminat
belajar ekonomi, sejarah, biologi atau yang lain-lain. Minat semacam ini
tidak dapat dipaksakan kalau ingin mencapai hasil belajar yang optimal.
Oleh karena itu yang penting, bagaimana guru Menurut Samsul Nizar beberapa
hakikat peserta didik dan implikasinya terhadap pendidikan Islam, yaitu:
1. Peserta didik bukan merupakan miniatur orang dewasa, akan tetapi
memiliki dunia sendiri.
2. Peserta didik adalah manusia yang memiliki diferensiasi priodesasi
perkembangan dan pertumbuhan.
3. Peserta didik adalah manusia yang memiliki kebutuhan, baik yang
menyangkut kebutuhan jasmani maupun rohani yang harus dipenuhi.
4. Peserta didik adalah makhluk Allah yang memiliki perbedaan individual.
5. Peserta didik terdiri dari dua unsur utama, yaitu jasmani dan rohani.
6. Peserta didik adalah manusia yang memiliki potensi (fitrah) yang dapat
dikembangkan dan berkembang secara dinamis.
Dalam kajian filosofisnya, peserta didik dipandang sebagai manusia
seutuhnya, dimana mereka dipandang manusia yang memiliki hak dan
kewajiban. Dalam pendidikan, hak-hak peserta didik haruslah lebih
dikedepankan atau diutamakan seperti hak mereka untuk mendapatkan
pengetahuan yang sesuai dengan keinginan mereka, hak mereka untuk
mengembangkan potenti-potensi yang ada pada mereka, dimana itu semua
dalam rangka mempersiapkan mereka menjadi manusia yang dewasa. Peserta
didik adalah manusia yang memiliki kebutuhan, baik yang menyangkut
kebutuhan jasmani maupun rohani yang harus dipenuhi. Di antara kebutuhan
tersebut adalah kebutuhan biologis, kasih sayang, rasa aman, harga diri,
realisasi diri, dan lain sebagainya. Kesemuanya itu penting dipahami oleh
pendidik agar tugas-tugas kependidikannya dapat berjalan secara baik dan
lancar (Samsul Nizar, 2002, hal: 48-50).
Konsep “Animale Educabile” dan Animale Educandum” yaitu sebagai berikut:
a. “Animal Educabile”
M.J. Langeveld menyebutkan identitas atau sebutan kepada manusia, yang
berarti bahwa manusia adalah hewan yang dapat dididik. Manusia perlu
dididik agar ia dapat melaksanakan kehidupannya sebagai manusia, dan
agar ia dapat melaksanakan tugas hidupnya secara mandiri.” Secara
implisit, rumusan ini mencakup pula pandangan bahwa manusia itu adalah
“hewan” yang dapat dididik. Sebab, bagaimana dapat dikatakan bahwa
manusia itu perlu dididik, sekiranya tidak dilandasi oleh anggapan bahwa
manusia dapat dididik. Dengan demikian kita diharapkan tetap sabar dan
tabah dalam melaksanakan pendidikan. Bila kita sudah melaksanakan
upaya-upaya pendidikan namun peserta didik belum dapat mencapai
tujuan pendidikan yang diharapkan, kita seyogyanya tetap sabar dan tabah
untuk tetap mendidiknya (Suyitno, 2009).
b. “Animal Educandum”
M.J. Langeveld menyebutkan bahwa manusia adalah hewan yang perlu
dididik dan perlu mendidik diri. Manusia dapat menjadi manusia hanya
melalui pendidikan, bahwa manusia adalah makhluk yang membutuhkan
penyempurnaan sebagai manusia melalui pendidikan, dan kebutuhan
untuk mengembangkan dirinya melalui upaya yang terus menerus
menggali potensi dengan proses mendidik diri (Suyitno, 2009).
Peranan masing-masing konsep kajian terhadap arah dan subtansi pendidikan
dijelasakan sebagai berikut:
a. “Animal Educabile” (manusia adalah hewan yang dapat dididik)
Arah dan substansi pendidikannya dapat dilihat dari prinsip-prinsip
Antropologis, sebagai berikut:
1) Prinsip Potensialitas.
Pendidikan bertujuan agar seseorang menjadi manusia ideal. Sebab itu,
manusia akan dapat dididik karena ia memiliki potensi untuk menjadi
manusia ideal.
2) Prinsip Dinamika.
Ditinjau dari sudut pendidik, pendidikan diupayakan dalam rangka
membantu manusia (peserta didik) agar menjadi manusia ideal. Ia
berupaya untuk mengaktualisasikan diri agar menjadi manusia ideal,
baik dalam rangka interaksi/komunikasinya secara horisontal maupun
vertikal. Karena itu dinamika manusia mengimplikasikan bahwa ia
akan dapat didik.
3) Prinsip Individualitas
Praktik pendidikan merupakan upaya membantu manusia (peserta
didik) yang antara lain diarahkan agar ia mampu menjadi dirinya
sendiri. Dipihak lain, manusia (peserta didik) adalah individu yang
memiliki ke-diri-sendirian (subyektivitas), bebas dan aktif berupaya
untuk menjadi dirinya sendiri. Sebab itu, individualitas
mengimplikasikan bahwa manusia akan dapat dididik.
4) Prinsip Sosialitas
Pendidikan berlangsung dalam pergaulan (interaksi/komunikasi) antar
sesama manusia (pendidik dan peserta didik). Sosialitas
mengimplikasikan bahwa manusia akan dapat dididik.
5) Prinsip Moralitas
Pendidikan bersifat normatif, artinya dilaksanakan berdasarkan sistem
norma dan nilai tertentu. dimensi moralitas mengimplikasikan bahwa
manusia akan dapat dididik.
6) Prinsip Keberagamaan/religiusitas
Bagi umat beragama meyakini bahwa semua yang ada di alam semesta
ini adalah diciptakan Tuhan Yang Maha Esa, ini berbeda denga aliran
evolusionistik yang berargumen bahwa segala yang ada di dunia ini
terjadi dengan sendirinya melalui proses panjang dengan hukum alam
(Suyitno, 2009).
b. “Animal Educandum” (manusia adalah hewan yang perlu dididik)
Perkembangan manusia bersifat terbuka. Arah dan substansi
pendidikannya terletak pada keinginannya untuk terbuka terhadap
pendidikan atau tidak. Manusia memang telah dibekali berbagai potensi
untuk mampu menjadi manusia, misalnya: potensi untuk beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan YME, potensi untuk dapat berbuat baik, potensi
cipta, rasa, karsa, dan sebagainya.
2. Jelaskan oleh anda kajian tentang perspektif pedagogik terhadap: (1)
landasan historis pendidikan nasional, (2) landasan empirik tentang latar
sosial dan kultural masyarakat Indonesia, (3) landasan menejemen
pendidikan nasional, dan evaluasi Pendidikan, dan (4) landasan filosofis
pendidikan Pancasila, terhadap praktek Pendidikan di SD? (10)
a. Landasan historis pendidikan nasional
Landasan sejarah atau historis pendidikan Nasional Indonesia merupakan
pandangan ke masa lalu. Pandangan ini melahirkan studi-studi historis
tentang proses perjalanan pendidikan Nasional Indonesia yang terjadi pada
periode tertentu di masa yang lampau. Beratus tahun bangsa Indonesia dalam
perjalanan hidupnya berjuang untuk menemukan jati dirinya sebagai suatu
bangsa yang merdeka, mandiri serta memiliki suatu prinsip yang tersimpul
dalam pandangan hidup serta filsafat hidup bangsa. Pada akhirnya bangsa
Indonesia menemukan jati dirinya, yang di dalamnya tersimpul ciri khas, sifat
dan karakter bangsa yang berbeda dengan bangsa lain. Para pendiri negara
kita founding father merumuskan negara kita dalam suatu rumusan yang
sederhana namun mendalam yakni Pancasila.
Secara historis nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila Pancasila
sebelum dirumuskan dan disahkan menjadi dasar negara Indonesia secara
objektif historis telah dimiliki oleh bangsa Indonesia sendiri. Sehingga asal
nilai-nilai Pancasila tersebut tidak lain adalah dari bangsa Indonesia sendiri.
Konsekuensinya, Pancasila berkedudukan sebagai dasar filsafat negara serta
ideologi bangsa dan negara, bukan sebagai suatu ideologi yang menguasai
bangsa, namun justru nilai-nilai dari sila-sila Pancasila itu melekat dan
berasal dari bangsa Indonesia itu sendiri. Dengan kata lain, tinjauan landasan
sejarah atau historis Pendidikan Nasional Indonesia merupakan pandangan ke
masa lalu atau pandangan retrospektif. Pandangan ini melahirkan studi-studi
historis tentang proses perjalanan pendidikan nasional Indonesia yang terjadi
pada periode tertentu di masa yang lampau.
Dengan demikian setiap bidang kegiatan yang ingin dicapai manusia untuk
maju, pada umumnya dikaitkan dengan bagaimana keadaan bidang tersebut
pada masa lampau (Pidarta, 2007). Begitu juga dengan bidang pendidikan,
sejarah pendidikan dapat dijadikan sebagai bahan pembanding untuk
memajukan pendidikan itu sendiri. Sejarah pendidikan di Indonesia dimulai
dari zaman kuno/ tradisional yang dimulai dengan zaman pengaruh Hindu
dan Budha, zaman pengaruh Islam, zaman penjajahanan, sampai saat ini.
Berikut ini adalah uraian dan rincian perjalanan sejarah pendidikan
Indonesia:
1) Zaman Pengaruh Hindu dan Budha (Purba)
Hinduisme dan Budhisme datang ke Indonesia sekitar abad ke-5. Hinduisme
dan Budhisme merupakan dua agama yang berbeda, namun di Indonesia
keduanya memiliki kecenderungan sinkretisme, yaitu keyakinan
mempersatukan figur Syiwa dengan Budha sebagai satu sumber Yang Maha
Tinggi. Motto pada lambang Negara Indonesia yaitu Bhinneka Tunggal Ika,
secara etimologis berasal dari keyakinan tersebut (Mudyahardjo, 2008: 215).
Bila mengamati sejarah tentang borobudur merupakan warisan sejarah yang
dapat digunakan sebagai perbandingan perkembangan pendidikan pada masa
itu dengan masa sekarang. Borobudur adalah candi budha terbesar pada abad
9, yang berukuran 123 X 123meter serta terdiri dari 1.460 relief dan 504
stupa. Borobudur setelah dibangun 3 abad sebelum Angkor Wat di Kamboja
dan 4 abad sebelum Katedral Agung di Eropa ini. Berdasarkan keterangan di
atas Borobudur merupakan tonggak sejarah terbesar bagi Indonesia, karena
pada saat itu (abad 9) bisa dikatakan Indonesia menjadi negara number one.
Jika ditinjau dari segi pembuatannya, maka akan muncul asumsi tentang
jumlah tenaga yang digunakan (berhubungan dengan manajemen) dan
arsitekturnya. Padahal pada masa itu sumber belajarnya hanya berupa orang,
tidak seperti sekarang yang sumber belajarnya tidak hanya berupa orang,
tetapi ada buku, TV, radio, HP, Tablet, komputer (laptop), dan internet.
2) Zaman Pengaruh Islam (Tradisional)
Agama islam yang dibawa oleh pedagang dari Persia dan Gujarat ke
Indonesia. Agama Islam mudah tersebar karena agama Islam dapat bersatu
dengan kebudayaan Indonesia. Keduanya dapat saling membantu dan saling
mempengaruhi. Agama Islam besar sekali pengaruhnya di dalam mendidik
rakyat jelata. Berbeda dengan Agama Hindu dan Budha, Agama Islam
menyiarkan Agamanya mulai dari bawah/dari rakyat biasa. Para Ulama
sangat dekat dengan rakyat biasa, mereka bisa hidup bersama dengan rakyat
biasa. Bentuk pendidikan yang Islam ada 3 macam, yaitu di Langgar,
Pesantren, dan Madrasah. Bentuk itulah sebenarnya awal terbentuknya
pembelajaran klasikal maupun individual di Indonesia.
3) Zaman Pengaruh Nasrani (Katholik dan Kristen)
Bangsa Portugis pada abad ke-16 bercita-cita menguasai perdagangan dan
perniagaan Timur-Barat dengan cara menemukan jalan laut menuju dunia
Timur serta menguasai bandar-bandar dan daerah-daerah strategis yang
menjadi mata rantai perdagaan dan perniagaan (Mudyahardjo, 2008: 242). Di
samping mencari kejayaan (glorious) dan kekayaan (gold), bangsa Portugis
datang ke Timur (termasuk Indonesia) bermaksud pula menyebarkan agama
yang mereka anut, yakni Katholik (gospel).
Pada akhirnya pedagang Portugis menetap di bagian timur Indonesia tempat
rempah-rempah itu dihasilkan. Namun kekuasaan Portugis melemah akibat
peperangan dengan raja-raja di Indonesia dan akhirnya dilenyapkan oleh
Belanda pada tahun 1605 (Nasution, 2008: 4). Dalam setiap operasi
perdagangan, mereka menyertakan para paderi misionaris Paderi yang
terkenal di Maluku, sebagai salah satu pijakan Portugis dalam menjalankan
misinya, adalah Franciscus Xaverius dari orde Jesuit. Orde ini didirikan oleh
Ignatius Loyola (1491-1556) dan memiliki tujuan yaitu segala sesuatu untuk
keagungan yang lebih besar dari Tuhan (Mudyahardjo, 2008: 243). Yang
dicapai dengan tiga cara: memberi khotbah, memberi pelajaran, dan
pengakuan. Orde ini juga mempunyai organisasi pendidikan yang seragam:
sama di mana pun dan bebas untuk semua. Xaverius memandang pendidikan
sebagai alat yang ampuh untuk penyebaran agama, Nasution dalam
Rohmawati (2008). Sedangkan pengaruh Kristen berasal dari orang-orang
Belanda yang datang pertama kali tahun1596 di bawah pimpinan Cornelis de
Houtman dengan tujuan untuk mencari rempah-rempah. Untuk menghindari
persaingan di antara mereka, pemerintah Belanda mendirikan suatu kongsi
dagang yang disebut VOC (vreenigds Oost Indische Compagnie) atau
Persekutuan Dagang Hindia Belanda tahun 1602 (Mudyahardjo, 2008: 245).
Sikap VOC terhadap pendidikan adalah membiarkan terselenggaranya
Pendidikan Tradisional di Nusantara, mendukung diselenggarakannya
sekolah-sekolah yang bertujuan menyebarkan agama Kristen. Kegiatan
pendidikan yang dilakukan oleh VOC terutama dipusatkan di bagian timur
Indonesia di mana Katholik telah berakar dan di Batavia (Jakarta), pusat
administrasi kolonial. Tujuannya untuk melenyapkan agama Katholik dengan
menyebarkan agama Kristen Protestan, Calvinisme (Nasution, 2008: 4-5)
4) Zaman Kolonial Belanda
Tujuan bangsa Belanda ke Indonesia juga sama dengan bangsa Spanyol dan
Portugis. Belanda mendirikan sekolah-sekolah yang tidak hanya mengajarkan
agama saja, tetapi juga mengajarkan pengetahuan umum. Sekolah-sekolah
banyak didirikan di Pulau Ambon, Ternate, dan Bacan (Maluku). Bahasa
pengantar yang dipergunakan adalah bahasa Melayu dan Belanda. Selain itu
mereka juga mendirikan sekolah untuk calon pegawai VOC. Sekolah ini
didirikan di Ambon dan Jakarta (rizal, 2008). Secara umum, sistem
pendidikan di Indonesia digambarkan sebagai berikut:
a) Pendidikan dasar meliputi jenis sekolah dengan pengantar bahasa Belanda
untuk anak Belanda , Indonesia dan Cina. Sekolah dengan pengantar bahasa
daerah, dan sekolah peralihan.
b) Pendidikan lanjutan yang meliputi pendidikan umum dan pendidikan
kejuruan.
Menurut Nasution (1993) ada enam prinsip politik pendidikan kolonial
Belanda di Indonesia, yaitu: Pertama, dualisme dalam pendidikan dengan
adanya sekolah anak belanda dan untuk anak pribumi, untuk anak yang
berada dan anak yang tidak berada. Kedua, gradualisme yang ekstrim dengan
mengusahakan pendidikan rendah yang sederhana mungkin bagi anak
Indonesia. Ketiga, prinsip konkordansi yang memaksa semua sekolah
berorientasi barat mengikuti model sekolah di Netherland dan menghalangi
penyesuaian dengan keadaan di Indonesia. Keempat, kontrol sentral yang
ketat. Kelima, tidak adanya perencanaan pendidikan sistematis. Keenam,
pedidikan pegawai sebagai tujuan utama sekolah.
Meskipun sekolah-sekolah telah banyak berdiri, tetapi secara vormal,
sekolah-sekolah itu tidak didirikan atas nama VOC, tetapi didirikan oleh
orang-orang dari kalangan agama, yaitu agama Kristen Protestan.
Keuntungan besar dari sekolah ini adalah setelah kita mencapai kemerdekaan
dimana kebutuhan akan pendidikan sangat diperlukan. Sebagian besar
penduduk di Indonesia bagian timur sudah tidak mengalami tuna aksara. Ini
karena telah lama penduduk Indonesia bagian timur telah mengenal
pendidikan/sekolah (Rizal, 2008).
Sejak dijalankannya Politik Etis ini tampak kemajuan yang lebih pesat dalam
bidang pendidikan selama beberapa dekade. Pendidikan yang berorientasi
Barat ini meskipun masih bersifat terbatas untuk beberapa golongan saja,
antara lain anak-anak Indonesia yang orang tuanya adalah pegawai
pemerintah Belanda, telah menimbulkan elite intelektual baru (Rohmawati,
2008). Golongan baru inilah yang kemudian berjuang merintis kemerdekaan
melalui pendidikan. Perjuangan yang masih bersifat kedaerahan berubah
menjadi perjuangan bangsa sejak berdirinya Budi Utomo pada tahun 1908
dan semakin meningkat dengan lahirnya Sumpah Pemuda tahun 1928
(Rohmawati, 2008). Setelah itu tokoh-tokoh pendidik mulai muncul tokoh
yang berjuang di bidang pendidikan, antara lain:
a) Mohammad Syafei dengan mendirikan INS (Indonesisch Nederlandse
School) di Sumatera Barat pada tahun 1926. Sekolah ini bertujuan membina
anak-anak ke arah hidup yang merdeka melalui pendidikan hidup mandiri.
Model sekolahnya sendiri berupa asrama.
b) Ki Hajar Dewantara yang merupakan pendiri Taman Siswa pada 3 Juli
1922. Semboyan Ki Hajar Dewantara yang sangat terkenal adalah Ing Ngarsa
Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani yang artinya
kurang lebih adalah yang di depan memberi contoh, yang ditengah
membangun keinginan dan bekerja sama dan yang dibelakang memberikan
daya semangat dan dorongan.
c) Kyai Haji Ahmad Dahlan yaitu pendiri organisasi Islam bernama
Muhammadiyah yang berdiri pada tahun 1912. Pendidikan Muhammadiyah
oleh KHA Dahlan mempunyai tujuan yaitu lahirnya manusia-manusia baru
yang mampu tampil sebagai “ulama-ulama intelek” yaitu seorang muslim
yang memiliki keteguhan iman dan ilmu yang luas serta sehat jasmani dan
rohani.
4) Zaman Kolonial Jepang
Perjuangan bangsa Indonesia dalam masa penjajahan Jepang tetap berlanjut
sampai cita-cita untuk merdeka tercapai. Walaupun bangsa Jepang menguras
habis-habisan kekayaan alam Indonesia, bangsa Indonesia tidak pantang
menyerah dan terus mengobarkan semangat di hati mereka (Rohmawati,
2008). Meskipun demikian, ada beberapa segi positif dari penjajahan Jepang
di Indonesia. Di bidang pendidikan, Jepang telah menghapus dualisme
pendidikan dari penjajah Belanda dan menggantikannya dengan pendidikan
yang sama bagi semua orang. Selain itu, pemakaian bahasa Indonesia secara
luas diinstruksikan oleh Jepang untuk di pakai di lembaga-lembaga
pendidikan, di kantor-kantor, dan dalam pergaulan sehari-hari. Hal ini
mempermudah bangsa Indonesia untuk merealisasi Indonesia merdeka. Pada
tanggal 17 Agustus 1945 cita-cita bangsa Indonesia menjadi kenyataan ketika
kemerdekaan Indonesia diproklamasikan kepada dunia (rohmawati, 2008).
Sistem pendidikan pada masa penjajahan Jepang dapat dijelaskan sebagai
berikut :
a) Pendidikan/ Sekolah Rakyat, lama studi 6 tahun termasuk SR adalah
Sekolah Pertama yang merupakan konversi dari Sekolah Dasar 3 atau 5 tahun
bagi pribumi pada masa Belanda.
b) Pendidikan Lanjutan, terdiri dari Shoto Chu Gakko (Sekolah Menengah
Pertama) dengan lama studi 3 tahun dan Koto Chu Gakko (Sekolah
Menengah Tinggi) juga dengan lama studi 3 tahun
c) Sekolah guru, ada tiga macam sekolah guru:
(1) Sekolah guru 2 tahun = Sjootoo Sihan Gakoo
(2) Sekolah Guru Menengah 4 tahun = Guutoo Sihan Gakko
(3) Sekolah Guru Tinggi 6 tahun = Kooto Sihan Gakko
5) Zaman Kemerdekaan (Awal)
Setelah Indonesia merdeka, perjuangan bangsa Indonesia tidak berhenti
sampai di sini karena gangguan-gangguan dari para penjajah yang ingin
kembali menguasai Indonesia datang silih berganti sehingga bidang
pendidikan pada saat itu bukanlah prioritas utama. Hal tersebut terjadi karena
konsentrasi bangsa Indonesia adalah bagaimana mempertahankan
kemerdekaan yang sudah diraih dengan perjuangan yang amat berat.
Tujuan pendidikan belum dirumuskan dalam suatu undang-undang yang
mengatur pendidikan. Sistem persekolahan di Indonesia yang telah
dipersatukan oleh penjajah Jepang terus disempurnakan. Namun dalam
pelaksanaannya belum tercapai sesuai dengan yang diharapkan bahkan
banyak pendidikan di daerah-daerah tidak dapat dilaksanakan karena faktor
keamanan para pelajarnya. Di samping itu, banyak pelajar yang ikut serta
berjuang mempertahankan kemerdekaan sehingga tidak dapat bersekolah.
6) Zaman „Orde Lama‟
Saat gangguan-gangguan itu mereda, pembangunan untuk mengisi
kemerdekaan mulai digerakkan. Pembangunan dilaksanakan serentak di
berbagai bidang, baik spiritual maupun material (Rohmawati: 2008). Setelah
diadakan konsolidasi yang intensif, sistem pendidikan Indonesia terdiri atas:
Pendidikan Rendah, Pendidikan Menengah, dan Pendidikan Tinggi. Dan
pendidikan harus membimbing para siswanya agar menjadi warga negara
yang bertanggung jawab. Sesuai dengan dasar keadilan sosial, sekolah harus
terbuka untuk tiap-tiap penduduk negara (Rahmawati; 2008).Pendidikan
Nasional zaman „Orde Lama‟ adalah pendidikan yang diharapkan dapat
membangun bangsa agar mandiri sehingga dapat menyelesaikan revolusinya
baik di dalam maupun di luar; pendidikan yang secara spiritual membina
bangsa yang ber-Pancasila dan melaksanakan UUD 1945, Sosialisme
Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Kepribadian Indonesia, dan merealisasikan
ketiga kerangka tujuan Revolusi Indonesia sesuai dengan Manipol yaitu :
(a) Membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia berwilayah dari Sabang
sampai Merauke
(b) Menyelenggarakan masyarakat Sosialis Indonesia yang adil dan makmur
lahir-batin, melenyapkan kolonialisme,
(c) Mengusahakan dunia baru, tanpa penjajahan, penindasan dan
penghisapan, ke arah perdamaian, persahabatan nasional yang sejati dan
abadi (Mudyahardjo, 2008: 403).
7) Zaman „Orde Baru‟
Orde Baru dimulai setelah penumpasan G-30S pada tahun 1965 dan ditandai
oleh upaya melaksanakan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Haluan
penyelenggaraan pendidikan dikoreksi dari penyimpangan-penyimpangan
yang dilakukan oleh Orde Lama yaitu dengan menetapkan pendidikan agama
menjadi mata pelajaran dari sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi.
Di samping itu, dikembangkan kebijakan link and match di bidang
pendidikan. Konsep keterkaitan dan kepadanan ini dijadikan strategi
operasional dalam meningkatkan relevansi pendidikan dengan kebutuhan
pasar (Pidarta, 2008: 137-38). Inovasi-inovasi pendidikan juga dilakukan
untuk mencapai sasaran pendidikan yang diinginkan. Sistem pendidikannya
adalah sentralisasi dengan berpusat pada pemerintah pusat. Namun demikian,
dalam dunia pendidikan pada masa ini masih memiliki beberapa kesenjangan.
Beberapa kesenjangan, yaitu (1) kesenjangan okupasional (antara pendidikan
dan dunia kerja), (2) kesenjangan akademik (pengetahuan yang diperoleh di
sekolah kurang bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari), (3) kesenjangan
kultural (pendidikan masih banyak menekankan pada pengetahuan klasik dan
humaniora yang tidak bersumber dari kemajuan ilmu dan teknologi), dan (4)
kesenjangan temporal (kesenjangan antara wawasan yang dimiliki dengan
wawasan dunia terkini). Namun demikian keberhasilan pembangunan yang
menonjol pada zaman ini adalah (1) kesadaran beragama dan kebangsaan
meningkat dengan pesat, (2) persatuan dan kesatuan bangsa tetap terkendali,
pertumbuhan ekonomi Indonesia juga meningkat (Pidarta, 2008: 141).
8) Zaman „Reformasi‟
Selama Orde Baru berlangsung, rezim yang berkuasa sangat leluasa
melakukan hal-hal yang mereka inginkan tanpa ada yang berani melakukan
pertentangan dan perlawanan, rezim ini juga memiliki motor politik yang
sangat kuat yaitu partai Golkar yang merupakan partai terbesar saat itu.
Hampir tidak ada kebebasan bagi masyarakat untuk melakukan sesuatu,
termasuk kebebasan untuk berbicara dan menyampaikan pendapatnya (ibid.:
143). Begitu Orde Baru jatuh pada tahun 1998 masyarakat merasa bebas.
Reformasi ini pada awalnya lebih banyak bersifat mengejar kebebasan tanpa
program yang jelas. Sementara itu, ekonomi Indonesia semakin terpuruk,
pengangguran bertambah banyak, demikian juga halnya dengan penduduk
miskin. Korupsi semakin hebat dan semakin sulit diberantas. Namun
demikian, dalam bidang pendidikan ada perubahan-perubahan dengan
munculnya Undang-Undang Pendidikan yang baru dan mengubah sistem
pendidikan sentralisasi menjadi desentralisasi, di samping itu kesejahteraan
tenaga kependidikan perlahan-lahan meningkat. Hal ini memicu peningkatan
kualitas profesional mereka. Instrumen-instrumen untuk mewujudkan
desentralisasi pendidikan juga diupayakan, misalnya KBK (Kurikulum
Berbasis Kompetensi), MBS (Manajemen Berbasis Sekolah), Life Skills
(Lima Ketrampilan Hidup), TQM (Total Quality Management), KTSP
(Kurikulum Satuan Pendidikan). Sekarang sudah ada Undang-undang yang
mengatur tentang sistem pendidikan di Indonesia yaitu UU RI No.20
Th.2003, Bab VI. Secara undang-undang pemerintah telah berusaha
menyelenggarakan pendidikan dengan sebaik-baiknya, setiap tahun dan
setiap ada pergantian pimpinan selalu berupaya untuk menyempurnakan
kurikulum, pola dan strategi pembelajaran, penyempurnaan terarah pada
pembinaan pola dan strategi pembelajaran dan peningkatan mutu pendidikan.
https://www.academia.edu/9368398/LANDASAN_HISTORIS_PENDIDIKA
N
b. Landasan Empirik tentang latar social dan kultural masyarakat Indonesia
Landasan empiris, landasan yang memberikan arahan dan gambaran tentang
kondisi pendidikan dan tantangan masa depan terhadap dunia pendidikan.
Pendidikan modern di Indonesia sebelum kemerdekaan ditandai oleh adanya
tokoh Ahmad Dahlan dari Muhammadiyah. Seiring dengan
perkembangannya, dalam konsep modern pasca kemerdekaan, pendidikan
nasional pada masyarakat modern dapat ditinjau dari perubahan kurikulum.
Berdasarkan kurikulum ini tampak mulai 1984 melalui Kurikulum CBSA
pendidikan modern sangat terasa, hingga terus disempurnakan dari masa ke
masa hingga terakhir Kurikulum 2013 dan sekarang ini dalam rancangan
Kurikulum Merdeka Belajar. Bentuk-bentuk empiris pendidikan modern
yang ada di antaranya adalah sekolah berbasis montessori, sekolah alam dan
sekolah Islam terpadu.
Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi melahirkan masyarakat
global. Globalisasi merupakan sebuah konsep kebudayaan yang menjadi
wacana sentral dalam disiplin ilmu-ilmu sosial saat ini. Globalisasi adalah
proses kebudayaan yang ditandai dengan adanya kecenderungan wilayah-
wilayah di dunia, baik geografis maupun fisik, menjadi seragam dalam
format sosial, budaya, ekonomi, dan politik. Era globalisasi ini terkategori
pada perkembangan kehidupan modern, yakni saat kehidupan terjadi pada
masa kini dan berorientasi pada masa depan. Berkenaan dengan hal itu,
dalam kehiduapan sehari-hari, masyarakat era globalisasi memiliki
pandangan yang luas tidak terbatas pada ruang dan waktu. Perkembangan
teknologi yang pesat menjadi salah satu daya dukung kehidupan masyarakat
di era globalisasi. Tidak terlepas dari hal itu, dengan didorong oleh
komunikasi tanpa batas, penggunaan bahasa menjadi satu faktor pula yang
menjadi ciri khusus era globalisasi.
Paling tidak, terdapat lima ciri masyarakat global. Ciri pertama dari
masyarakat global adalah semakin tingginya peradaban yang ditopang oleh
keberadaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kedua dari globalisasi informasi
adalah penyerbuan komunikasi dan informasi yang menembus batas-batas
budaya. Ketiga tingginya laju transformasi sosial. Keempat adalah terjadinya
perubahan gaya hidup (lifestyle). Kelima dari era globalisasi dan informasi
adalah semakin tajamnya gap antara negara industri dengan negara
berkembang, dengan kata lain terjadinya dominasi informasi oleh negara-
negara maju terhadap negara-negara terbelakang.
Pendidikan yang mewarnai era global ini di antaranya berkembangnya
pendidikan internasional. hadirnya Massive Open Online Courses (MOOCs)
yang dikatakan melibas apa saja yang berada di depannya (avalanche).
Munculnya istilah pembelajaran daring (blanded learning).
c. Landasan menejemen Pendidikan nasional dan evaluasi Pendidikan
Kata manajemen berasal dari bahasa latin yaitu manus yang berarti
tangan dan ageryang berarti melakukan. Kata-kata itu digabung menjadi kata
kerja manegere yang artinya menangani, Managere diterjemahkan ke dalam
bahasa Inggris yaitu dalam bentuk kerja to manage dengan kata benda
management. Manajer untuk orang yang melakukan kegiatan manejemen.
Akhirnya diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi manajemen atau
pengelolaan.
Mary Parker F mendefinisikan pengertian manajemen sebagai suatu
seni, tiap tiap pekerjaan bisa diselesaikan dengan orang lain. senada George
Terry memberikan pendapat, Definisi Manajemen merupakan ilmu sekaligus
seni, manajemen adalah wadah didalam ilmu pengetahuan, sehingga
manajemen bisa dibuktikan secara umum kebenarannya.
Pendidikan adalah kata yang sering sekali kita dengar dalam kehidupan
sehari-hari. Tapi kadang kita kurang memahami apa yang disebut
pendidikan,apa landasan pendidkan itu dan lain sebagianya. Menurut Carter
V. God dalam “Dictionary of Education “ adalah:
1) Pendidikan merupakan seni, praktek, atau profesi sebagai pengajar
2) Merupakan ilmu yang sistematis atau pengajaran yang berhubungan
dengan prinsip prinsip dan metode metode mengajar,bpengawasan dan
bimbingan murid. Dalam arti luas digantikan dengan istilah pendidikan
3) Merupakan seni untuk membuat dan memahami ilmu pengetahuan yang
tersusun yang diwarisi atau dikembangkan masa lampau oleh generasi bangsa
Manajemen pendidikan merupakan salah satu cabang ilmu sosial yang
pada intinya adalah mempelajari tentang prilaku manusia yang kegiatannya
sebagai subjek dan objek. Secara filosofis, prilaku manusia terbentuk oleh
interaksi antar manusia, iklim organisasi (konteks organisasi), dan sistem.
Ketiga interaksi tersebut baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama
saling berinteraksi pula dengan lingkungan eksternalnya.
Beberapa ahli menggunakan istilah yang berbeda dalam pemakaian kata
administrasi pendidikan dan manajemen pendidikan, tetapi ketika ditinjau
pengertiannya hampir mirip. Walaupun pada dasarnya kedua istilah tersebut
tidak sama persis. Nanang Suhardan dan Nugraha Suharto dalam hal ini
mereka memakai istilah administrasi pendidikan yaitu ilmu yang membahas
pendidikan dari sudut pandang kerjasama dalam proses mencapai tujuan
pendidikan. Manajemen pendidikan menurut Made Pidarta yaitu aktifitas
memadukan sumber-sumber pendidikan agar terpusat dalam usaha mencapai
tujuan pendidikan yang telah ditentukan sebelumnya.
H.A.R. Tilaar, berpendapat bahwa manajemen pendidikan adalah
mobilisasi segala sumber daya pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan
yang telah ditetapkan. Djam‟an Satori memberikan pengertian manajemen
pendidikan sebagai keseluruhan proses kerja sama dengan memanfaatkan
semua sumber personil dan materi yang tersedia dan sesuai untuk mencapai
tujuan pendidikan yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien. Menurut
Sulistyorini, manajemen pendidikan adalah suatu kegiatan atau rangkaian
kegiatan yang berupa proses pengelolaan usaha kerjasama sekelompok
manusia yang tergabung dalam organisasi pendidikan, untuk mencapai tujuan
pendidikan yang telah ditetapkan sebelumnya agar lebih efektif dan efisien.
Manusia (manajer atau administrator) dimanapun berada tidak terlepas
dari wadah melakukan kegiatan yang disebut organisasi (lembaga pendidikan
baik formal, nonformal, maupun informal) Organisasi tidak akan ada tanpa
ada manusianya. Manusia dalam organisasi tidak luput dari sistem yang
dibuatnya sendiri (misal Sisdiknas).
Fungsi manajemen pendidikan adalah elemen-elemen dasar yang akan
selalu ada dan melekat di dalam proses manajemen yang akan dijadikan
acuan oleh manajer dalam melaksanakan kegiatan pendidikan untuk
mencapai tujuan yang efektif dan efisien. Dalam Manajemen terdapat fungsi-
fungsi manajemen yang terkait erat di dalamnya. Menurut George R. Terry,
fungsi manajemen ada empat yaitu fungsi perencanaan (planning), fungsi
pengorganisasian (organizing), fungsi pelaksanaan (actuating) dan fungsi
pengendalian (controlling). Menurut Luther Gullick , fungsi manajemen ada
tujuh yaitu fungsi fungsi perencanaan (planning), fungsi pengorganisasian
(organizing), fungsi pengaturan anggota (staffing), fungsi pengarahan
(directing), fungsi koordinasi (coordinating), fungsi pelaporan (reporting) dan
fungsi pencapaian tujuan (budgeting). Menurut hersey and Blanchard, fungsi
manajemen ada empat yaitu fungsi perencanaan (planning), fungsi
pengorganisasian (organizing), fungsi peningkatan semangat (motivating)
dan fungsi pengendalian (controlling).
Pada umumnya ada empat fungsi manajemen yang banyak dikenal
masyarakat yaitu fungsi perencanaan (planning), fungsi pengorganisasian
(organizing), fungsi pelaksanaan (actuating) dan fungsi pengendalian
(controlling). Untuk fungsi pengorganisasian terdapat pula fungsi staffing
(pembentukan staf). Para manajer dalam organisasi perusahaan bisnis
diharapkan mampu menguasai semua fungsi manajemen yang ada untuk
mendapatkan hasil manajemen yang maksimal.
1) Perencanaan (planning) adalah memikirkan apa yang akan dikerjakan
dengan sumber yang dimiliki. Perencanaan dilakukan untuk menentukan
tujuan perusahaan secara keseluruhan dan cara terbaik untuk memenuhi
tujuan itu. Perencanaan juga dapat didefinisikan sebagai
prosespenyusunan tujuan dan sasaran organisasi serta penyusunan “peta
kerja” yang memperlihatkan cara pencapaian tujuan dan sasaran tersebut.
2) Pengorganisasian (organizing) dilakukan dengan tujuan membagi suatu
kegiatan besar menjadi kegiatan-kegiatan yang lebih kecil.
Pengorganisasian mempermudah manajer dalam melakukan pengawasan
dan menentukan orang yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas yang
telah dibagi-bagi. Pengorganisasian adalah proses penghimpunan SDM,
modal dan peralatan, dengan cara yang paling efektif untuk mencapai
tujuan upaya pemaduan sumber daya.
3) Pelaksanaan (actuating) adalah suatu tindakan untuk mengusahakan agar
semua anggota kelompok berusaha untuk mencapai sasaran sesuai
dengan perencanaan manajerial dan usaha. Pelaksanaan adalah proses
penggerakan orang-orang untuk melakukan kegiatan pencapaian tujuan
sehingga terwujud efisiensi proses dan efektivitas hasil kerja.
4) Pengendalian (controlling) adalah suatu aktivitas menilai kinerja
berdasarkan standar yang telah dibuat untuk kemudian dibuat perubahan
atau perbaikan jika diperlukan. Proses yang dilakukan untuk memastikan
seluruh rangkaian kegiatan yang telah direncanakan,diorganisasikan dan
diimplementasikan dapat berjalan sesuai dengan target yang pendidikan
yang dihadapi. Pengendalian dapat didefinisikan sebagai proses
pemberian balikan dan tindak lanjut pembandingan antara hasil yang
dicapai dengan rencana yang telah ditetapkan dan tindakan penyesuaian
apabila terdapat penyimpangan
5. Pemahaman terhadap subyek didik dari sisi konsep utuh tentang manusia
Indonesia merupakan awal dan utama menjadi guru. Bagaimana peranan
LPTK untuk membekali para calon guru untuk mampu memiliki konsep-
konsep tersebut? Bagaimana peranan komponen-komponen pendidikan
lain terhadap pencapaian tujuan pendidikan? Jelaskan komponen-
komponennya dan peranannya masing-masing dalam kerangka
pendidikan persekolahan. (10)
Peranan LPTK untuk membekali para calon guru
Permasalahan yang perlu menjadi catatan bagi pemerintah ialah hampir tidak
terdapat pendidikan tenaga guru yang bebas secara terbuka untuk
mengoprasionalkan beberapa program studi, akan tetapi tidak memperhatikan
aspek kebutuhan lapangan. Hasil analisis yang perlu dijalankan ialah seluruh
universitas penyelenggara kependidikan, LPTK termasuk perguruan tinggi
pemilik Fakultas Kependidikan diminta untuk menjalin kerjasama yang intens
dan terus menerus dengan pemerintah daerah dalam pemetaan/perbaikan mutu
pendidikan dasar dan menengah. Peningkatan peran dan fungsi LPTK ini
sebenarnya bukan menjadi permasalahan, akan tetapi produk LPTK sebagai
penghasil guru tidak terencana secara baik oleh pemerintah dalam berbagai
jenjang pendidikan. Peningkatan tenaga.
Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal
39 ayat 2, menyatakan bahwa pendidik merupakan tenaga profesional yang
bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil
pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan serta melakukan
penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada
perguruan tinggi. Menurut Hamalik (2007) bahwa keberhasilan belajarmengajar
antara lain ditentukan oleh kemampuan profesional dan pribadi guru. Guru
sebagai orang yang berkewajiban merencanakan pembelajaran (instruction
planning) selalu mengacu kepada komponen-komponen kurikulum yang
berlaku.
Dengan demikian, bahwa Guru mempunyai tugas pokok : (a) menyelenggarakan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan; (b)
membina perkembangan peserta didik secara utuh sebagai makhluk Tuhan,
sebagai individu, dan sebagai anggota masyarakat; (c) melaksanakan tugas
profesional lain dan administratif rutin yang mendukung pelaksanaan dua tugas
utama tersebut.
Aktifitas proses pembelajaran merupakan inti dari proses pendidikan, dan guru
sebagai salah satu pemegang utama di dalam menggerakkan kemajuan dan
perkembangan dunia pendidikan. Tugas utama seseorang guru ialah mendidik,
mengajar, membimbing, melatih, oleh sebab itulah tanggung jawab keberhasilan
pendidikan berada di pundak guru Guru mempunyai fungsi, peran, dan
kedudukan yang sangat strategis dalam pembangunan nasional pada bidang
pendidikan sehingga perlu dikembangkan sebagai profesi yang bermartabat.
Mengingat pentingnya hal tersebut, maka profesionalisme dalam pencapaian
tujuan pendidikan utamanya pada skala tingkat institusional dan nasional perlu
adanya pelatihan dan profesionalisme guru khususnya dalam bidang agribisnis,
sehingga dapat diperoleh hasil penelitian yang bisa dijadikan masukan dalam
membuat dan melaksanakan kebijakan di bidang pendidikan terutama pada
tingkat sekolah dasar sampai menengah baik negeri maupun swasta.
Upaya-upaya yang dilakukan Lembaga Pendidikan Tenaga Keguruan (LPTK) di
lingkungan Universitas, IKIP, STKIP, Fakultas/Jurusan Tarbiyah dan atau
Keguruan pada UIN, IAIN, STAIN, PTAIS dan PTIS maupun organisasi-
organisasi keguruan seperti PGRI dan MGMP ialah untuk mendidik, membina,
melatih, mengorganisasikan agar lahir sosok guru yang professional mutlak
dilakukan. Dengan maksud tersebut maka perlu adanya upaya mewujudkan
pengembangan mutu akademik LPTK untuk melahirkan sosok guru SMK
profesional dalam bidang agribisnis secara kontinuitas. Standar pertama
menyangkut kualifikasi kependidikan guru . hal ini berkaitan langsung dengan
fungsi dan peran LPTK, yang senantiasa berupa untuk mengembangkan
keilmuan dan menyelenggarakan pendidikan dalam rangka mempersiapkan
calon guru dan calon tenaga kependidikan, serta memberikan layanan dalam
meningkatkan kualifikasi pendidikan bagi guru dan tenaga kependidikan yang
telah bekerja, hingga kualifikasi pendidikan minimal profesi terpenuhi.
6. Ada berbagai tokoh pendidikan dunia yang secara langsung atau tidak
langsung berpengaruh terhadap sistem pendidikan nasional Indonesia.
Coba anda pilih dan tentukan tokoh siapa dan apa gagasannya sehingga
berpengaruh terhadap pendidikan kita. Apa kritik anda sehingga hasil
pendidikannya seperti dewasa ini?(10)
Indonesia memiliki sejumlah tokoh yang berjasa dalam pendidikan di
Indonesia. Berkat perjuangan yang sangat berat dan tidak mengenal lelah para
tokoh pendidikan inilah, kita bisa merasakan kebebasan pendidikan. MEnurut
saya tokoh yang gagasannya berpengaruh terhadap pendidikan kita yaitu
Ki Hadjar Dewantara.
Raden Mas Soewardi Soejaningrat atau yang dikenal dengan nama Ki Hadjar
Dewantara, lahir di Pakualaman, 2 Mei 1889, wafat pada April 26, 1959 di
Yogyakarta. Ia di kenal sebagai Bapak Pendidikan Indonesia. Ajarannya pun
dipakai oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
sebagai jargon, yaitu tut wuri handayani, ing madya mangun karsa, ing ngarsa
sung tulada (di belakang memberi dorongan, di tengah menciptakan
membangkitkan semangat, di depan memberi contoh).
Dia mendirikan Perguruan Nasional Taman Siswa (National Onderwijs Institur
Taman Siswa) pada 3 Juli 1922. Pendidikan di Taman Siswa bertujuan
menanamkan rasa kebangsaan mencintai tanah air untuk berjuang memperoleh
kemerdekaan. Tokoh sederhana ini juga dianugerahi gelar Doktor Kehormatan
dari Universitas Gadjah Mada. Sepeninggal Ki Hajar Dewantara pada 26 April
1959, Ia diberikan gelar Pahlawan Nasional oleh Pemerintahan waktu itu.
Berikut ini 6 inspirasi pembelajaran dari konsep pendidikan Ki Hajar
Dewantara, di antaranya yaitu:
1. Menerapkan Teori TRIKON
Menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan merupakan suatu proses
pembudayaan sebagai usaha dalam memberikan nilai-nilai luhur kemanusiaan.
Upaya pendidikan yang dapat dilakukan dengan sikap dikenal dengan teori
trikon yaitu kontinu, konsentris dan konvergen.
Kontinu artinya pendidikan di Indonesia mesti dilakukan secara terus menerus
dan berkelanjutan. Konsentris artinya untuk mengembangkan pendidikan di
Indonesia harus sesuai dengan kebudayaan serta nilai luhur bangsa yang
ditanam dalam generasi muda. Konvergen artinya mengembangkan mutu
pendidikan Indonesia agar setara dengan kualitas pendidikan yang maju di
dunia barat.
Teori ini sendiri sudah dilakukan sejak menuntut ilmu di Belanda. Beliau
berhasil menyaring ilmu pendidikan ini untuk dimanfaatkan di Indonesia
dengan tetap berpijak pada akar budaya tanah air, sehingga konsep mengenai
pendidikan nasional berakar pada budaya Nusantara
2. Menumbuhkan Daya Cipta (Kognitif), Daya Rasa (Afektif) dan Daya Karsa
(Psikomotor)
Menurut Ki Hajar Dewantara pendidikan Harus bisa meningkatkan daya cipta
(kognitif), daya rasa (afektif) dan daya karsa (psikomotor). Ketiga daya tersebut
harus tumbuh secara bersamaan tanpa ada yang dikesampingkan, karena
menitik beratkan salah satu daya dapat menghambat perkembangan manusia.
Dengan menumbuhkan ketiga daya tersebut bersamaan maka proses humanisasi
atau memanusiakan manusia dalam pendidikan dapat tercapai. Artinya
mendidik manusia untuk mencapai kemanusiaan yang luhur tidak akan mudah
goyah, pendidik harus menjadikan dirinya sebagai role model bagi siswa. tanpa
adanya teladan yang baik maka proses humanisasi dalam pendidikan tidak akan
tercapai.
3. Metode Sistem Among
Ki Hajar Dewantara, mengajarkan metode pendidikan sistem among, yaitu
metode pengajaran sesuai dengan asih, asah dan asuh. hal ini sesuai dengan
pendidikan yang dilaksanakan langsung dalam berbagai tempat yang diberi
nama Tri Sentra Pendidikan, yaitu Alam Keluarga (Pendidikan Informal), Alam
Perguruan (Pendidikan Formal) dan Alam Pergerakan Pemuda (Pendidikan Non
Formal).
Pasalnya Tri sentra tersebut menjadi inspirasi pendidikan di Indonesia dan
ketiganya mempunyai pengaruh besar terhadap pertumbuhan, kepribadian dan
tingkah laku anak. Keluarga, pihak sekolah, pemerintah maupun masyarakat
merupakan stakeholder pendidikan yang memiliki peran penting dalam proses
pendidikan.
Tujuan pendidikan akan tercapai jika proses pendidikan dilakukan dengan
optimal dan stakeholder memposisikan dirinya sebagai teladan baik bagi anak
atau peserta didik. Sehingga tercapainya tujuan pendidikan menjadi
tanggungjawab bersama.
4. Membentuk Pribadi yang Mandiri
Inspirasi pembelajaran dari konsep Ki Hajar Dewantara selanjutnya yaitu
pendidikan dapat membentuk pribadi yang mandiri dengan tiga indikator yaitu
bisa berdiri sendiri, tidak bergantungan dengan orang lain, serta dapat mengatur
dirinya sendiri. Dengan begitu, seseorang dapat mengatasi permasalahan
hidupnya sendiri tanpa membawa orang lain masuk ke dalam permasalahan.
5. Pendidikan Harus Relevan dengan Kehidupan
Secara umum, konsep pendidikan harus relevan dengan garis hidup guna
mencerdaskan rakyat serta mengangkat martabat bangsa. Seseorang yang
berpendidikan harus bisa bekerjasama dengan baik untuk memajukan Indonesia
di antara negara-negara di dunia. Setiap individu harus bisa memaksimalkan
potensi yang dimiliki. Kecanggihan teknologi dapat dijadikan sarana
memperluas Network serta meningkatkan wawasan global.
6. Pengembangan Pendidikan Selaras dengan Nilai Budaya
Pengembangan pendidikan harus selaras dengan nilai budaya untuk
memperkuat dinamika pendidikan sebagai penguat bangsa. Ki Hajar Dewantara
memandang jika misi pendidikan nilai budaya masyarakat timur lebih cocok
digunakan. Maka taman siswa dibuat dengan pendekatan Momong, Among dan
Ngemong.
Kritikan saya sehingga hasil pendidikan seperti dewasa ini adalah jika sistem
pendidikan sesuai dengan nilai budaya lokal, guru dapat berperan kembali
sebagai insan yang membimbing serta memimpin anak didik dengan lembut,
untuk mengembangkan bakat, potensi dan karakteristik peserta didik dengan
memberi kemerdekaan kepada peserta didik sesuai dengan kodrat alam dan
kodrat jamannya serta karakteristik belajar dan lingkungan yang mendukung
untuk mengembangkan setinggi tinggi nya potensi siswa demi mencapai
kebahagiaan dan keselamatan.
7. Teori-teori apa saja yang anda temukan dan peroleh dari buku yang anda
pelajari yang dapat diadopsi dan selaras dengan nilai-nilai budaya
Indonesia? Coba jelaskan dan apa kontribusi teori tersebut terhadap
pendidikan Indonesia?(10)
a. Teori belajar behavioristik
Teori belajar behavioristik menyatakan bahwa belajar adalah perubahan
tingkah laku. Seseorang dianggap belajar jika ia telah mampu menunjukkan
perubahan tingkah laku. Pentingnya masukan atau input yang berupa
stimulus dan keluaran atau output yang berupa respons. Stimulus adalah
sesuatu apa saja yang diberikan oleh guru kepada peserta didik, dan respon
berupa reaksi atau tanggapan yang dihasilkan oleh peserta didik terhadap
stimulus yang diberikan oleh guru. Penguatan (reinforcement) adalah faktor
penting dalam belajar. Penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat
timbulnya respons. Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement)
maka respons akan semakin kuat. Demikian juga jika penguatan dikurangi
(negative reinforcement) maka respons juga akan menguat.
Aplikasi teori ini dalam pembelajaran, bahwa kegiatan belajar
ditekankan sebagai aktifitas “mimetic” yang menuntut peserta didik untuk
mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari. Penyajian
materi pelajaran mengikuti urutan dari bagian-bagian ke keseluruhan.
Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil, dan evaluasi menuntut
satu jawaban benar. Jawaban yang benar menunjukkan bahwa peserta didik
telah menyelesaikan tugas belajarnya.\
Teori belajar behavioristik sangat cocok untuk perolehan kemampaun
yang membutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur
seperti: Kecepatan, spontanitas, kelenturan, reflek, daya tahan dan
sebagainya sehingga model yang paling cocok adalah Drill dan Practice,
contohnya: dimanfaatkan di pendidikan anak usia dini, TK untuk melatih
kebiasaan baik, karena anak-anak sangat mudah meniru perilaku yang ada
dilingkungannya dan sangat suka dengan pujian dan penghargaan.
Sedangkan untuk pendidikan menengah dan pendidikan tinggi teori
behavioristik ini banyak digunakan antara lain untuk melatih percakapan
bahasa asing, mengetik, menari, menggunakan komputer, berenang,
olahraga dan sebagainya.
b. Teori Belajar kognitif
Pengertian belajar menurut teori belajar kognitif adalah perubahan
persepsi dan pemahaman, yang tidak selalu berbentuk tingkah laku yang
dapat diamati dan dapat diukur. Asumsi teori ini adalah bahwa setiap orang
memiliki pengetahuan dan pengalaman yang telah tertata dalam bentuk
struktur kognitif yang dimilikinya. Proses belajar akan berjalan dengan baik
jika materi pelajaran atau informasi baru beradaptasi dengan struktur
kognitif yang telah dimiliki seseorang. Menurut teori kognitif, ilmu
pengetahuan dibangun dalam diri seseorang melalui proses interaksi yang
berkesinambungan dengan lingkungan. Proses ini tidak terpatah-pata,
terpisah-pisah, tapi melalui proses yang mengalir, bersambung-sambung,
dan menyeluruh.
Selama kegiatan pembelajaran berlangsung, keterlibatan peserta didik
secara aktif amat dipentingkan. Untuk menarik minat dan meningkatkan
retensi belajar perlu mengkaitkan pengetahuan baru dengan setruktur
kognitif yang telah dimiliki peserta didik. Materi pelajaran disusun dengan
menggunakan pola atau logika tertentu, dari sederhana ke kompleks.
Perbedaan individual pada diri peserta didik perlu diperhatikan, karena
faktor ini sangat mempengaruhi keberhasilan belajar peserta didik.
Hakekat belajar menurut teori kognitif adalah suatu aktifitas belajar
yang berkaitan dengan penataan informasi, reorganisasi perseptual, dan
proses internal. Keterlibatan peserta didik secara aktif dalam belajar amat
dipentingkan, karena hanya dengan mengaktifkan peserta didik maka proses
asimilasi dan akomodasi pengetahuan dan pengalaman dapat terjadi dengan
baik.
c. Teori Belajar Konstruktivistik
Pandangan konstruktivistik yang mengemukakan bahwa belajar
merupakan usaha pemberian makna oleh peserta didik kepada
pengalamannya melalui asimilasi dan akomodasi yang menuju pada
pembentukan struktur kognitifnya, memungkinkan mengarah kepada tujuan
tersebut. Oleh karena itu pembelajaran diusahakan agar dapat memberikan
kondisi terjadinya proses pembentukan tersebut secara optimal pada diri
peserta didik. Peserta didik diberikan kesempatan untuk mengembangkan
ide-idenya secara luas.
Sementara peranan guru dalam belajar konstruktivistik adalah
membantu agar proses pengkonstruksian pengetahuan oleh peserta didik
berjalan lancar. Guru tak mentransfer pengetahuan yang telah dimilikinya,
melain kan membantu peserta didik untuk membentuk pengetahuannya
sendiri dan dituntut untuk lebih memahami jalan pikiran atau cara pandang
peserta didik dalam belajar.
Dalam pembelajaran konstruktivisme orientasi pembelajaran bergeser
dari berpusat pada guru mengajar ke pembelajaran berpusat pada siswa.
Siswa tidak lagi diposisikan bagaikan gelas kosong yang siap diisi. Dengan
sikap pasrah siswa disiapkan untuk dijejali informasi oleh gurunya. Atau
siswa dikondisikan sedemikian rupa untuk menerima pengatahuan dari
gurunya. Siswa kini diposisikan sebagai mitra belajar guru. Guru bukan
satu-satunya pusat informasi dan yang paling tahu. Guru hanya salah satu
sumber belajar atau sumber informasi. Sedangkan sumber belajar yang lain
bisa teman sebaya, perpustakaan, alam, laboratorium, televisi, koran dan
internet.
d. Teori Belajar Humanistik
Menurut teori humanistik tujuan belajar adalah untuk memanusiakan
manusia. Proses belajar dianggap berhasil jika siswa telah memahmai
lingkungan dan dirinya sendiri. Teori humanistik bersifat eleksitk,
maksudnya teori ini dapat memanfaatkan teori apa saja asal tujuannya
tercapai. Aplikasi teori humanistik dalam kegiatan pembelajaran cenderung
mendorong siswa untuk berpikir induktif. Teori ini juga amat
mementingkan faktor pengalaman dan keterlibatan siswa secara aktif dalam
belajar. Semua komponen pendidikan termasuk tujuan pendidikan
diarahkan pada terbentuknya manusia yang ideal, manusia yang dicita-
citakan, yaitu manusia yang mampu mencapai aktualisasi diri. Untuk itu,
sangat perlu diperhatikan bagaimana perkembangan peserta didik dalam
mengaktualisasikan dirinya, pemahaman terhadap dirinya, serta realisasi
diri.
Prinsip pembelajaran secara humanistik pada dasarnya bertumpu pada
faktor kebebasan dan perbedaan individu dalam pendidikan. Oleh sebab itu
peserta didik akan lebih mengenal dirinya, menerima dirinya, dan merasa
bebas dalam memilih dan berbuat menurut individualitas dengan penuh
tanggung jawab. Selain itu dalam kegiatan belajar guru sebagai tenaga
pendidik tidak boleh memaksakan materi yang tidak disukai oleh peserta
didik. Hal itu karena peserta didik belajar sesuai dengan apa yang
diinginkannya. Dengan demikian pembelajaran inovatif bertujuan untuk
merangsang keaktifan belajar yang difokuskan pada penerapan pengetahuan
dalam kehidupan peserta didik, sehingga pembelajaran terasa lebih
bermakna dan peserta didik belajar atas kemauannya sendiri.