Anda di halaman 1dari 30

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Pengendalian Kualitas

Supplier merupakan salah satu mitra bisnis yang memegang peranan dalam

menjamin ketersediaan barang pasokan yang dibutuhkan oleh perusahaan. Sebuah

perusahaan yang sehat ialah perusahaan yang tidak terlalu berpengaruh apabila

supplier yang dimiliki oleh perusahaan tersebut sedang mengalami masalah berupa

kualitas yang kurang maksimal maupun pengiriman yang terlambat. Maka dari itu

perusahan harus dengan cermat dalam memilih supplier-nya. Pemilihan supplier

sendiri merupakan salah satu kegiatan strategis bagi perusahaan dalam proses

bisnisnya. Hal ini juga menjadi suatu hal yang sangat penting bagi perusahaan apabila

supplier tersebut memasok barang yang penting bagi perusahaan dan dengan jangka

waktu yang panjang. Dalam pemilihan supplier, dibutuhkan berbagai kriteria guna

menggambarkan performa dari supplier sehingga dapat membantu pembuat

keputusan dalam menentukan keputusannya. Keputusan untuk memilih supplier pada

bahan non kritis pada perusahaan sangat mudah, namun untuk memilih beberapa

supplier pada bahan kritis bagi perusahaan dibutuhkan beberapa kriteria yang mampu

memastikan secara tepat pilihan supplier tersebut. Wisner et al (2009) memberikan

pendapat tentang beberapa kriteria antara lain, teknologi yang digunakan dalam

proses produksi, kemauan untuk membagi dan informasi, kualitas, harga, kehandalan,

sistim dan waktu pemesanan, kapasitas, kemampuan untuk berkomunikasi, lokasi,

dan pelayanan.

7
8

Ada beberapa pendapat dara para ahli tentang definisi supplier yaitu sebagai

berikut:

1. Menurut Sinamarta I (2013), definisi dari supplier atau pemasok adalah individu

atau perusahaan (baik dalam skala besar atau kecil) yang memiliki kemampuan

untuk menyediakan kebutuhan individu atau perusahaan lain.

2. Menurut Ligia R (2012), definisi supplier adalah perusahaan atau pihak yang

mengadakan atau menyediakan barang untuk dijual.

3. Menurut Win B (2016), definisi supplier atau pemasok adalah penyedia produk

untuk kebutuhan yang relatif banyak untuk dijual kembali oleh para pengusaha

kecil atau pedagang.

4. Menurut Pamrinpin (2016), definisi supplier adalah pihak yang menjual barang

dagang yang kita beli.

5. Menurut Setiawan N (2012), definisi supplier adalah seseorang yang menjalankan

usaha menyalurkan atau memasarkan dalam jangka waktu tertentu.

6. Menurut Vindy I (2014), definisi supplier adalah partner kerja dari perusahaan

yang siap memenuhi ketersediaan bahan baku, oleh karena itu kinerja perusahaan

juga sebagian tergantung pada kemampuan pemasok mengantarkan bahan baku

dengan tepat waktu.

7. Menurut Wirdianto (2008), supplier adalah salah satu mitra bisnis yang

memegang peranan sangat penting dalam menjamin ketersediaan barang yang

dibutuhkan oleh perusahaan.

Dalam lingkungan operasi yang kompetitif saat ini, sangat tidak

mungkin untuk bisa sukses berproduksi dengan biaya rendah, dan


9

menghasilkan produk yang berkualitas tanpa pemasok yang memuaskan.

Dengan begitu, salah satu keputusan pembelian paling penting adalah

pemilihan dan pemeliharaan hubungan dengan pemasok/supplier terpilih

yang kompeten. Jadi, pemilihan supplier yang kompeten adalah salah satu

fungsi paling penting yang harus dilakukan oleh departemen pembelian.

Proses pemilihan supplier ini bermula dari kebutuhan akan supplier,

menentukan dan merumuskan kriteria keputusan, pre-kualifikasi

(penyaringan awal dan menyiapkan sebuah shortlist supplier potensial dari

suatu daftar pemasok/supplier), pemilihan supplier akhir, dan monitoring

supplier terpilih, yaitu evaluasi dan penilaian berlanjut.

Kriteria-kriteria yang digunakan dalam pemilihan supplier dari beberapa

literatur:

1) Kriteria pemilihan supplier menurut Dickson berdasarkan

ranking/urutan tingkat kepentingannya adalah sebagai berikut (Weber et

al, 1991):

a. Kualitas (Quality)

b. Pengiriman (Delivery)

c. Kinerja masa lalu (Performance history)

d. Jaminan dan Kebijakan Klaim (Warranties & Claims Policies)

e. Fasilitas Produksi dan Kapasitas (Production Facilities and Capacity)

f. Harga (Price)

g. Kemampuan Teknis (Technical Capability)

h. Keadaan Finansial (Financial Position)


10

i. Pemenuhan procedural (Procedural Compliance)

j. Sistem Komunikasi (Communication System)

k. Reputasi dan Posisi dalam Industri (Reputation and Position in

Industi)

l. Hasrat Berbisnis (Desire for Business)

m. Manajemen dan Organisasi (Management and Organization)

n. Kontrol Operasi (Operating Controls)

o. Layanan Perbaikan (Repair Service)

p. Sikap (Attitude)

q. Kesan (Impression)

r. Kemampuan Mengepak (Packaging Ability)

s. Hubungan dengan Buruh (Labor Relations Record)

t. Lokasi Geografis (Geographical Location)

u. Nilai Bisnis Terdahulu (Amount of Past Business)

v. Training Aids

w. Pengaturan Hubungan Timbal Balik (Reciprocal Arrangements)

2) Kriteria pemilihan supplier menurut Nydick dan Hill (1992) yaitu sebagai

berikut:

a. Quality / kualitas

b. Price / harga

c. Service / layanan

d. Delivery / pengiriman
11

3) Surjasa dkk memberikan beberapa kriteria dan subkriteria dalam pemilihan

supplier, yaitu sebagai berikut:

a. Kriteria Harga

Yang termasuk subkriteria pada kriteria harga adalah:

1) Kepantasan harga dengan kualitas barang yang dihasilkan

2) Kemampuaan memberikan Diskon pada pesanan dalam jumlah tertentu

b. Kriteria Kualitas

1) Kesesuaian barang dengan spesifikasi yang telah ditetapkan

2) Penyediaan barang tanpa cacat

3) Kemampuan memberikan kualitas yang konsisten

c. Kriteria Ketepatan Pengiriman

1) Kemampuan untuk mengirimkan barang sesuai dengan tanggal yang telah

disepakati

2) Kemampuan dalam hal penanganan transportasi

d. Kriteria Ketepatan Jumlah

1) Ketepatan dan kesesuaian dalam jumlah pengiriman

2) Kesesuaian isi kemasan

e. Kriteria Costumer Care

1) Kemudahan Untuk dihubungi

2) Kemampuan untuk memberikan informasi secara jelas dan mudah untuk

dimengerti

3) Kecepatan dalam hal menanggapi permintaan pelanggan

4) Cepat tanggap dalam menyelesaikan keluhan pelanggan


12

2.2 Analytical Hierarchy Process (AHP)

AHP adalah sebuah metode memecah permasalahan yang komplek/ rumit

dalam situasi yang tidak terstruktur menjadi bagian-bagian komponen. Mengatur

bagian atau variabel ini menjadi suatu bentuk susunan hirarki, kemudian memberikan

nilai numerik untuk penilaian subjektif terhadap kepentingan relatif dari setiap

variabel dan mensintesis penilaian untuk variabel mana yang memiliki prioritas

tertinggi yang akan mempengaruhi penyelesaian dari situasi tersebut. AHP

menggabungkan pertimbangan dan penilaian pribadi dengan cara yang logis dan

dipengaruhi imajinasi, pengalaman, dan pengetahuan untuk menyusun hirarki dari

suatu masalah yang berdasarkan logika, intuisi dan juga pengalaman untuk

memberikan pertimbangan. AHP merupakan suatu proses mengidentifikasi, mengerti

dan memberikan perkiraan interaksi sistem secara keseluruhan. AHP dikembangkan

oleh Prof. Thomas L. Saaty tahun 1971 di Wharton School University, yang dapat

memecahkan masalah kompleks, di mana aspek atau kriteria yang diambil cukup

banyak, namun dapat membantu pengambil keputusan untuk mendapatkan keputusan

yang terbaik. Kompleksistas ini juga disebabkan oleh struktur masalah yang belum

jelas, ketidakpastian persepsi pengambil keputusan serta ketidakpastian tersedianya

data statistik yang akurat atau bahkan tidak ada sama sekali. Adakalanya timbul

masalah keputusan yang dirasakan dan diamati perlu diambil secepatnya, tetapi

variasinya rumit sehingga datanya tidak mungkin dapat dicatat secara numerik, hanya

secara kualitatif saja dapat diukur yaitu berdasarkan persepsi pengalaman dan intuisi

yang bersifat subyektif seperti pendapat, perasaan dan kepercayaan. Peralatan utama

AHP adalah sebuah hirarki fungsional dengan input utamanya persepsi manusia.
13

Dengan hirarki, suatu masalah kompleks dan tidak terstruktur dipecahkan ke dalam

kelompok-kelompoknya. Kemudian kelompok-kelompok tersebut diatur menjadi

suatu bentuk hirarki. Pada dasarnya formulasi matematis pada model AHP dilakukan

dengan menggunakan suatu matriks.

Suatu tujuan yang bersifat umum dapat dijabarkan dalam beberapa sub tujuan

yang lebih terperinci yang dapat menjelaskan apa yang dimaksud dalam tujuan

pertama. Penjabaran ini dapat dilakukan terus hingga akhirnya diperoleh tujuan yang

bersifat operasional. Pada hirarki terendah inilah dilakukan proses evaluasi atas

alternatif-alternatif, yang merupakan ukuran dari pencapaian tujuan utama. Analisis

ini pada dasarnya adalah mencoba melakukan pendekatan kuantitatif terhadap

permasalahan yang bersifat kualitatif dengan memperhatikan konsistensi dalam

melakukan kuantifikasi. Untuk itu dikenalkan satu rasio konsistensi yang dapat

digunakan sebagai acuan untuk menguji apakah kuantifikasi cukup konsisten.

Langkah-langkah metode AHP (Kadarsah Suryadi, M. Ali Ramdhani, (2000 :

131-132) :

1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan

2. membuat struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan

dengan sub tujuan, kriteria dan kemungkinan alternatif-alternatif pada

tingkatan kriteria yang paling bawah.


14

Gambar 2.1 Contoh Hirarki

3. Membuat matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan kontribusi

relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masingmasing tujuan atau

kriteria yang setingkat diatasnya. Perbandingan dilakukan berdasarkan

‘judgement’ dari pengambil keputusan dengan menilai tingkat kepentingan

suatu elemen dibandingkan elemen lainnya.

4. Melakukan perbandingan berpasangan sehingga diperoleh judgement

seluruhnya sebanyak n x [(n-1)/2] buah, n adalah banyaknya elemen yang

dibandingkan.

5. Menghitung nilai eigen dan menguji konsistensinya, jika tidak konsistensi

maka pengambilan data diulangi.

6. Mengulangi langkah 3, 4, dan 5 untuk seluruh tingkat hirarki

7. Menghitung vector eigen dari setiap matriks perbandingan berpasangan nilai

vector eigen merupakan bobot setiap elemen. Langkah ini untuk mensintesis

judgement dalam penentuan prioritas elemen-elemen pada tingkat hirarki

terendah sampai pencapaian tujuan

8. Memeriksa konsistensi hirarki, jika nilainya lebih dari 10 % (>0,1) maka

penilaian dari judgement harus diperbaiki. Pada dasarnya formulasi matematis


15

pada model AHP dilakukan dengan menggunakan suatu matriks.

Perbandingan berpasangan dimulai dari tingkat hirarki paling tinggi, dimana

suatu kriteria digunakan sebagai dasar pembuatan perbandingan matriks

tersebut dapat dituliskan pada tabel 2.1 sebagai berikut:

Tabel 2.1. Perbandingan Matriks Berpasangan


A1 A2 … An

A1 a11 a12 … a1n

A2 a21 a22 … a2n

. . . . .

An an1 an2 … ann

Sumber : Saaty, T. Lorie. 1993

Mengukur konsistensi dapat dilakukana dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Mengalikan nilai pada kolom pertama dengan prioritas relatif elemen pertama

2. Menjumlahkan setiap baris

3. Membagi hasil penjumlahan baris dengan elemen prioritas relatif

4. Menjumlahkan hasil pembagian di atas dengan jumlah elemen yang ada.

Hasilnya disebut λ maks

5. Menghitung Consistency Indeks CI menggunakan rumus:

max−n
CI = ……………………. (2.1)
n−1

Dimana:

n : menyatakan kriteria alternatif yang dibandingkan (jumlah elemen)

max: nilai eigen yang terbesar dari matrik perbandingan berpasangan orde n
16

6. Menghitung Rasio Konsistensi / Consistency Ratio (CR) menggunakan

rumus:

CI
CR= ……………………… (2.2)
RI
dimana :

CR : Consistency Ratio

CI : Consistency Index

RI : Random Consistency

Tabel 2.2. Indeks konsistensi Random


n 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

RI 0,00 0,00 0,58 0,98 1,12 1.24 1,32 1,41 1,45 1,49

Sumber: (Sylvia Hartati Siragi ; 2013 : 83)

Prinsip penilaian perbandingan berpasangan dilakukan dalam matriks

perbandingan yang membandingkan kriteria-kriteria dalam level yang sama. Untuk

menghitung skala dalam matriks perbandingan berpasangan agar valid dan konsisten,

TL.Saaty menggunakan skala nilai relatif yang disebut prioritas. Skala Fundamental

yang digunakan untuk membandingkan elemen homogen (dekat) ditunjukkan oleh

Tabel 2.2 berikut ini

Tabel 2.2. Skala Fundamental Bilangan Mutlak

Intensitas Definisi Penjelasan


Kepentingan
1 Kedua elemen sama pentingnya Dua elemen mempunyai pengaruh yang
sama besar terhadap tujuan
3 Elemen yang satu agak lebih Pengalaman dan penilaian sedikit
penting (sedikit lebih penting) menyokong satu elemen dibandingkan
17

daripada elemen yang lainnya elemen lainnya

Itensitas
Tabel 2.1. Skala FundamentalDefinisi
Bilangan Mutlak (Lanjutan) Penjelasan
Kepentingan

5 Elemen yang satu lebih penting Pengalaman dan penilaian kuat


(Cukup penting) daripada elemen menyokong satu elemen dibandingkan
yang lainnya elemen yang lainya

7 Satu elemen jelas lebih mutlak Satu elemen yang kuat disokong dan
penting (sangat penting) daripada dominan terlihat dalam praktek
elemen lainnya

9 Satu elemen ekstrim penting Bukti yang mendukung elemen yang


(mutlak penting) daripada elemen satu terhadap elemen lan memiliki
yang lainya tingkat penegasan tertinggi yang
mungkin menguatkan

2,4,6,8 Nilai tengah diantara dua nilai Nilai ini diberikan bila ada dua
pertimbangan yang saling kompromi diantara 2 pilihan
berdekatan
Sumber : Saaty (2008)

2.2.1 Prinsip AHP

Dalam menyelesaikan persoalan dengan AHP, Laode Muh. yasir yuyu (2007)

menyatakan ada beberapa prinsip yang harus dipahami, diantaranya adalah :

decompocition, comparative judgement, synthesis of priority, dan logical consistency.

a. Decompocition

Setelah permasalahan didefenisikan, maka perlu dilakukan decompocition

yaitu memecah permasalahan yang utuh menjadi unsur-unsurnya. Jika ingin

mendapatkan hasil yang akurat, pemecahan juga dilakukan terhadap unsur-


18

unsurnya sampai tidak mungkin dilakukan pemecahan lebih lanjut sehingga

didapatkan beberapa tingkatan dari persoalan tadi. Karena alasan ini, maka

proses analisis ini dinamakan hirarki (hierarclry). Ada dua jenis hirarki, yaitu

hirarki lengkap dan tidak lengkap. Dalam hirarki lengkap, semua elemen pada

suatu tingkat memeiliki semua elemen yang ada pada tingkat berikutnya. Jika

tidak demikian, dinamakan hirarki tidak lengkap.

b. Comparative Judgement

Tahap ini adalah membuat penilaian tentang kepentingan relatif dua

elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkat di atasnya.

Penilaian ini merupakan inti dari AHP, karena ia akan berpengaruh terhadap

prioritas elemen-elemen. Hasil dari penilaian ini akan tampak lebih enak bila

disajikan dalam bentuk matriks yang dinamakan matriks pairwase comparison

Pertanyaan yang biasa diajukan dalam penyusunan skala kepentingan adalah:

a) Elemen mana yang lebih (penting/disukai/mungkin/..) ? dan

b) Berapa kali lebih (penting/disukai/mungkin/..) ?

Agar diperoleh skala yang bermanfaat ketika membandingkan dua elemen,

seseorang yang akan memberikan jawaban perlu pengertian menyeluruh

tentang elemen-elemen yang dibandingkan dan relevansinya terhadap kriteria

atau tujuan yang ingin dicapai. Dalam penilaian kepentingan relatif dua

elemen berlaku aksioma reciprocal artinya jika elemen I dinilai 3 kali lebih

penting dibanding j, maka elemen j harus sama dengan l/3 kali pentingnya

dibanding elemen- i. Disamping itu, perbandingan dua angka yang sama akan

menghasilkan angka l, artinya sama penting. Dua elemen yang berlainan dapat
19

saja dinilai sama penting. Jika terdapat n elemen, maka akan diperoleh matriks

pairwise comparison berukuran n x n. Banyaknya penilaian yang diperlukan

dalam menyusun matriks ini adalah n (n-l /2 karena matriksnya reciprocal dan

elemen- elemen diagonal sama dengan l.

c. Synthesis of Priority

Dari setiap matriks pairwise comparison kemudian dicafi eigen vectornya

untuk mendapatkan local priority. Karena matriks pairwise comparison

terdapat pada setiap tingkat, maka untuk mendapatkan global priority harus

dilakukan sintesa diantara local priority. Prosedur melakukan sintesa berbeda

menurut bentuk hirarki. Pengurutan elemen-elemen menurut kepentingan

relatif melalui prosedur sintesa dinamakan priority setting.

d. Logical Consistency

Logical consistency menyatakan ukuran tentang konsisten tidaknya suatu

penilaian atau pembobotan perbandingan berpasangan. Pengujian ini

diperlukan, karena pada keadaan yang sebenarnya akan terjadi beberapa

penyimpangan dari hubungan tersebut sehingga matriks tersebut tidak

konsisten sempurna. Hal ini dapat terjadi karena ketidak konsistenan dalam

preferensi seseorang.

2.2.2 Kelebihan dan Kekurangan AHP

Layaknya sebuah metode analisis, AHP pun memiliki kelebihan dan

kelemahan dalam sistem analisisnya. Kelebihan-kelebihan analisis ini adalah:

1. Kesatuan (Unity)
20

AHP membuat permasalahan yang luas dan tidak terstruktur menjadi suatu

model yang fleksibel dan mudah dipahami

2. Kompleksitas (Complexity)

AHP memecahkan permasalahan yang kompleks melalui pendekatan sistem

dan pengintegrasian secara deduktif.

3. Saling ketergantungan (Interdependence)

AHP dapat digunakan pada elemen-elemen sistem yang saling bebas dan tidak

memerlukan hubungan linier.

4. Struktur Hirarki (Hierarchy Structuring)

AHP mewakili pemikiran alamiah yang cenderung mengelompokkan elemen

sistem ke level-level yang berbeda dari masing-masing level berisi elemen

serupa.

5. Pengukuran (Measurement)

AHP menyediakan skala pengukuran dan metode untuk mendapatkan

prioritas.

6. Sintesis (Synthesis)

AHP mengarah pada perkiraan keseluruhan mengenai seberapa diinginkannya

masingmasing alternatif.

7. Trade Off

AHP mempertimbangkan proritas relatif faktor-faktor pada sistem sehingga

orang mampu memilih alternatif terbaik berdasarkan tujuan mereka.

8. Penilaian dan Konsensus (Judgement and Consensus)


21

AHP tidak megharuskan adanya suatu consensus, tapi menggabungkan hasil

penilaian yang berbeda.

9. Pengulangan Proses (Process Repetition)

AHP mampu membuat orang menyaring definisi dari suatu permasalahan dan

mengembangkan penilaian serta pengertian mereka melalui proses

pengulangan.

Sedangkan kelemahan metode AHP adalah sebagai berikut:

1. Ketergantungan model AHP pada input utamanya. Input utama ini berupa

persepsi seorang ahli sehingga dalam hal ini melibatkan subyektifitas sang

ahli. Selain itu, model menjadi tidak berarti jika ahli tersebut memberikan

penilaian yang keliru.

2. Metode AHP ini hanya metode matematis tanpa ada pengujian secara statistik

sehingga tidak ada batas kepercayaan dari kebenaran model yang terbentuk.

2.3 Persediaan

2.3.1 Pengertian persediaan

Persediaan merupakan salah satu unsur yang paling aktif dalam operasi

perusahaan yang secara kontinyu diperoleh, diubah, yang kemudian dijual kembali.

Sebagian besar dari sumber-sumber perusahaan juga sering dikaitkan di dalam

persediaan yang akan digunakan dalam perusahaan manufaktur. Dengan tersedianya

persediaan maka diharapkan perusahaan dapat melakukan proses produksi sesuai

kebutuhan atau permintaan konsumen. Selain itu dengan adanya persediaan yang

cukup di gudang juga diharapkan dapat memperlancar kegiatan produksi/pelayanan


22

kepada konsumen. Perusahaan dapat menghindari terjadinya kekurangan barang,

keterlambatan jadwal pemenuhan produk yang dipesan konsumen dapat merugikan

perusahaan dalam hal ini image yang kurang baik. Berikut dijelaskan pengertian

persediaan menurut para ahli, diantaranya Eddy Herjanto, mengemukakan bahwa

“Persediaan adalah bahan atau barang yang disimpan yang akan digunakan untuk

memenuhi tujuan tertentu, misalnya untuk digunakan dalam proses produksi atau

perakitan, untuk dijual kembali, atau untuk suku cadang dari suatu perelatan atau

mesin.

Sofjan Assauri, mengemukakan bahwa “Persediaan adalah sebagai suatu

aktiva yang meliputi barang-barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual

dalam suatu periode usaha yang normal, atau persediaan barang-barang masih dalam

pengerjaan/ proses produksi, ataupun persediaan barang baku yang menunggu

penggunaannya dalam suatu proses produksi.

2.3.2 Jenis-jenis Persediaan

Persediaan sebagai cadangan bahan mentah yang dimiliki oleh perusahaan

memiliki beberapa macam karakteristik yang dibedakan berdasarkan fungsi dan

kegunaannya. Diketahui bahwa persediaan dapat dibedakan menurut fungsinya, tetapi

perlu kita ketahui bahwa persediaan itu merupakan cadangan dan karena itu harus

dapat digunakan secara efisien. Disamping perbedaan menurut fungsi, persediaan

dapat dibedakan atau dikelompokkan menurut jenis dan posisi barang tersebut

didalam urutan pengerjaan produk, setiap jenis mempunyai karakteristik khusus

tersendiri dan cara pengelolaannya yang berbeda.


23

Menurut T. Hani Handoko, jenis persediaan dapat dibedakan atas :

a. Persediaan bahan mentah (raw material), yaitu persediaan barangbarang

berujud seperti baja, kayu, dan komponen-komponen lainnya yang digunakan

dalam proses produksi

b. Persediaan komponen-komponen rakitan (purchased parts/ components),

yaitu persediaan barang-barang yang terdiri dari komponen-komponen yang

diperoleh dari perusahaan lain, dimana secara langsung dapat dirakit menjadi

suatu produk

c. Persediaan bahan pembantu atau penolong (supplies), yaitu persediaan

barang-barang yang diperlukan dalam proses produksi, tetapi tidak merupakan

bagian atau komponen barang jadi

d. Persediaan barang dalam proses (work in process), yaitu persediaan barang-

barang yang merupakan keluaran dari tiap-tiap bagian dalam proses produksi

atau yang telah diolah menjadi suatu bentuk, tetapi masih perlu diproses lebih

lanjut menjadi barang jadi

e. Persediaan barang jadi (finished goods), yaitu persediaan barang-barang yang

telah selesai diproses atau diolah dalam pabrik dan siap untuk dijual atau

dikirim kepada langganan.

2.4 Bahan Baku

Bahan baku adalah sejumlah barang-barang yang dibeli dari pemasok

(supplier) dan akan digunakan atau diolah menjadi produk yang akan dihasilkan oleh

perusahaan. Menurut Ristono (2009:5) terdapat dua macam kelompok bahan baku,

yaitu:
24

1. Bahan baku langsung yaitu bahan yang membentuk dan merupakan bagian

dari barang jadi yang biayanya dengan mudah ditelusuri dari biaya barang jadi

barang jadi tersebut. Jumlah bahan baku langsung bersifat variabel artinya

sangat tergantung atau dipengaruhi oleh besar kecilnya volume produksi atau

perubahan output

2. Bahan baku tidak langsung adalah bahan – bahan yang di pakai dalam proses

produksi, tetapi sulit menentukan biayanya pada setiap barang jadi.

Menurut Indrajit dan Djokopranoto (2007:78), bahan baku dapat digolongkan

berdasarkan beberapa hal diantaranya yaitu berdasarkan harga dan frekuensi

penggunaan. Klasifikasi bahan baku berdasarkan harga dibagi menjadi tiga bagian

yaitu:

1. Bahan baku berharga tinggi (high value items) Bahan baku yang biasanya

berjumlah ± 10% dari jumlah jenis persediaan, namun jumlah nilainya

mewakili sekitar 70% dari seluruh nilai persediaan, oleh karena itu

memerlukan tingkat pengawasan yang sangat tinggi.

2. Bahan baku berharga menengah (medium value items) Bahan baku yang

biasanya berjumlah ± 20% dari jumlah jenis persediaan, dan jumlah nilainya

juga sekitar 20% dari jumlah nilai persediaan, sehingga memerlukan tingkat

pengawasan yang cukup.

3. Bahan baku berharga rendah (low value items) Jenis bahan baku ini biasanya

berjumlah ±70% dari seluruh jenis persediaan, tetapi memiliki nilai atau harga

sekitar 10% dari seluruh nilai atau harga persediaan, sehingga tidak

memerlukan pengawasan yang tinggi.


25

2.5 Pengendalian Persediaan Bahan Baku

Pengertian pengendalian persediaan menurut Rangkuti (2007:37), merupakan

salah satu fungsi manajemen yang dapat dipecahkan dengan metode kuantitatif.

Sedangkan menurut Assauri (2005:180) pengendalian persediaan adalah merupakan

salah satu kegiatan dari urutan kegiatan– kegiatan yang berkaitan erat satu sama lain

dalam seluruh operasi produksi perusahaan sesuai dengan apa yang telah

direncanakan lebih dahulu baik waktu, jumlah, kualitas, dan biaya.

Selanjutnya menurut Kurniawan (2007:57), membagi fungsi pengendalian

persediaan menjadi tujuh bagian, yaitu:

1. Menyediakan informasi kepada manajemen mengenai keadaan persediaan,

2. Mempertahankan tingkat persediaan yang ekonomis

3. Menyediakan persediaan dalam jumlah yang secukupnya untuk menjaga

jangan sampai produksi terhenti bila suatu saat pen-supply tidak dapat

menyerahkan pesanan tepat waktu,

4. Mengalokasikan ruang penyimpanan barang yang diproses serta barang jadi

5. Memungkinkan bagian penjualan beroperasi dalam berbagai tingkatan melalui

penyediaan barang jadi.

6. Meningkatkan pemakaian bahan dengan tersedianya keuangan

7. Merencanakan penyediaan kontrak jangka panjang berdasarkan program

produksi. Suatu pengendalian persediaan yang dijalankan oleh suatu

perusahaan sudah tentu mempunyai tujuan–tujuan tertentu.

Tujuan pengendalian persediaan menurut Assauri (2005:185) adalah:


26

1. Menjaga jangan sampai perusahaan kehabisan persediaan sehingga dapat

mengakibatkan terhentinya proses produksi

2. Menjaga agar pembentukan persediaan oleh perusahaan tidak terlalu besar

atau berlebih–lebihan, sehingga biaya–biaya yang timbul dari persediaan tidak

terlalu besar

3. Menjaga agar pembelian kecil–kecilan dapat dihindari karena ini akan

berakibat biaya pemesanan menjadi besar

2.6 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Persediaan Bahan Baku

Menurut Ristono (2009:6) faktor yang menentukan besar kecilnya persediaan

bahan baku atau bahan penolong yaitu:

1. Volume atau jumlah yang dibutuhkan, yaitu yang dimaksudkan untuk

menjaga kelangsungan atau kontinuitas proses produksi

2. Kontinuitas produksi tidak terhenti, diperlukan tingkat persediaan bahan

baku yang tinggi dan sebaliknya

3. Sifat bahan baku atau bahan penolong, apakah cepat rusak (durable good)

atau tahan lama (undurable good)

Barang yang tidak tahan lama tidak dapat disimpan lama, oleh karena itu bila

bahan baku yang yang diperlukan tergolong barang yang tidak tahan lama maka tidak

perlu disimpan dalam jumlah yang banyak. Sedangkan untuk bahan baku yang

mempunyai sifat tahan lama, maka tidak ada salahnya perusahaan menyimpannya

dalam jumlah besar.

Menurut Ahyari (2005:14) faktor-faktor yang mempengaruhi pengendalian

persediaan bahan baku antara lain:


27

1. Perkiraan Pemakaian bahan baku Sebelum perusahaan mengadakan

pembelian bahan baku, maka selayaknya perusahaan mengadakan penyusunan

perkiraan bahan baku untuk kepentingan proses produksi

2. Harga bahan baku Sejumlah nominal yang dikeluarkan perusahaan untuk

membeli bahan baku

3. Biaya-biaya persediaan di dalam penyelenggaraan persediaan bahan baku,

maka perusahaan tentunya tidak akan lepas dari biaya-biaya persediaan yang

akan ditanggung

4. Kebijaksanaan Pembelian Seberapa besar dana yang dapat dipergunakan

untuk investasi di dalam persediaan dalam bahan baku ini dipengaruhi oleh

kebijaksanaan pembelanjaan yang dilaksanakan dalam perusahaan tersebut

5. Pemakaian bahan baku Pemakaian bahan baku dari perusahaan– perusahaan

pada peiode yang lalu untuk keperluan proses produksi akan dapat

dipergunakan sebagai salah satu dasar pertimbangan dalam penyelenggaraan

bahan baku

6. Waktu tunggu ( leadtime) Yang dimaksud dengan waktu tunggu adalah

merupakan tenggang waktu yang diperlukan antara saat pemesanan bahan

baku dengan datangnya bahan baku yang diselenggarakan

7. Model Pembelian bahan baku yang akan digunakan perusahaan disesuaikan

dengan situasi dan kondisi dari persediaan bahan baku yang bersangkutan

8. Persediaan pengaman (safety stock) Pada umumnya untuk menanggulangi

adanya kekurangan atau kehabisan bahan baku, maka perusahaan akan

mengadakan persediaan pengaman


28

9. Pembelian kembali di dalam penyelenggaraan persediaan bahan baku tidak

cukup dilaksanakan hanya sekali saja, tetapi akan dilaksanakan berulang

secara berkala

2.7 Economic Order Quantity (EOQ)

EOQ menurut Riyanto (2001) adalah jumlah kuantitas barang yang dapat

diperoleh dengan biaya yang minimal, atau sering dikatakan sebagai jumlah

pembelian yang optimal. Jumlah pembelian yang paling ekonomis Economic Order

Quantity adalah jumlah bahan mentah yang setiap kali dilakukan pembelian

menimbulkan biaya yang paling rendah, tetapi tidak mengakibatkan kekurangan

bahan (Adisaputro, 2007). Pada pendekatan Economic Order Quantity (EOQ), tingkat

ekonomis dicapai pada keseimbangan antara biaya pemesanan (setup cost) dan biaya

penyimpanan (holding cost). Jika ukuran lot besar maka biaya pemesanan akan turun

tetapi biaya penyimpanan naik. Sebaliknya, jika ukuran lot kecil maka biaya

pemesanan akan naik tetapi biaya penyimpanan turun. Model EOQ menyarankan

untuk memelihara lot pesanan yang menyeimbangkan biaya pemesanan dan biaya

penyimpanan (Haming, 2007).

Asumsi dasar dalam penggunaan metode EOQ menurut Haming dan

Nurnajamuddin (2013) sebagai berikut:

1. Permintaan selama satu tahun diketahui tetap dan tidak berubah

2. Harga sediaan diketahui tetap dan tidak berubah

3. Sediaan dianggap selalu tersedia sehingga dapat diperoleh setiap

dibutuhkan.

4. Biaya sediaan diketahui tetap dan tidak berubah


29

Berdasarkan asumsi diatas (ceteris paribus), maka faktor yang dianggap

berubah-ubah ialah kuantitas pemesanan yang tergantung pada nilai faktor:

Permintaan selama satu tahun, harga dan biaya-biaya sediaan.

Asumsi-asumsi ini menggambarkan keterbatasan model EOQ serta cara

bagaimana model tersebut dimodifikasi. Memahami keterbatasan dan asumsi model

EOQ (Economic Order Quantity) menjadi dasar yang penting bagi manajer untuk

membuat keputusan tentang persediaan.

Menurut Siswandi (2010) ada dua biaya yang digunakan sebagai dasar

perhitungan EOQ yaitu:

1. Ordering Cost (biaya pemesanan)

Biaya-biaya yang termasuk dalam kategori ini bersifat variabel terhadap

frekuensi pesanan. Artinya semakin tinggi frekuensi pesanan, semakin besar

biaya pesanan. Biaya-biaya yang termasuk kategori ini antara lain biaya

selama proses pesanan, biaya pengiriman permintaan, biaya penerimaan

barang, biaya penempatan barang kedalam gudang, biaya prosesing

pembayaran kepada supplier.

Rumus ordering cost (biaya pemesanan) menurut (Haizer dan Render

2010:94) yaitu:

D
Ordering Cost¿ x S……………….. (2.3)
Q

Keterangan:

D : Jumlah kebutuhan, unit/tahun

S : Biaya Pesanan Setiap kali pesan


30

Q : Jumlah barang tiap kali pesan

2. Craying Cost (Biaya penyimpanan)

Jenis biaya ini bersifat variabel terhadap jumlah inventori yang dibeli.

Biaya-biaya yang termasuk kategori ini yaitu:

a. Sewa gudang

b. Biaya penerimaan barang didalam gudang (penerangan, pemanasan,

pendinginan, dan lain sebagainya )

c. Biaya modal (bunga) yang tertanam dalam inventory

d. Pajak.

e. Asuransi

f. Biaya absolescence (keusangan)

Menurut (Heizer dan Render 2010:95) biaya penyimpanan dirumuskan

sebagi berikut:

Q
Biaya penyimpanan = x H …………………(2.4)
2

Keterangan:

Q= Jumlah barang setiap kali pesan

H= Biaya Penyimpanan, unit/tahun

3. Total Inventory Cost (TIC)

Total Inventory Cost (TIC) atau total biaya persediaan merupakan

penjumlahan dari biaya simpan dan biaya pesan. TIC minimum akan tercapai

pada saat biaya simpan sama dengan biaya pesan. Pada saat total biaya

persediaan minimum, maka jumlah pesanan tersebut dapat dikatakan sebagai


31

jumlah pesanan yang paling ekonomis atau EOQ. Untuk menentukan total

biaya persediaan digunakan rumus sebagai berikut (Heizer dan Render

2010:97):

D Q
TIC = s + H ………………….(2.5)
Q 2

Keterangan:

TIC = Total biaya persediaan

D = Jumlah kebutuhan pertahun (unit)

Q = Jumlah barang setiap kali pesan

S = Biaya pesanan setiap kali pesan

H = Biaya penyimpanan per unit

Kuantitas Pemesanan Ekonomis (Economic Order Quantity) adalah jumlah

persediaan yang dipesan pada suatu waktu yang meminimalkan biaya persediaan

tahunan. Perhitungan EOQ menurut Heizer, Render (2010:94), yaitu:

EOQ ¿
√ 2DS
H
……………………….(2.6)

Keterangan:

EOQ : Jumlah pesananan yang optimal

D : Permintaan tahunan dalam unit

S : biaya pemesanan/pesanan

H : biaya penyimpanan pertahun

2.7.1 Persediaan Pengaman (Safety Stock)


32

Pengertian persediaan pengaman (Safety Stock) menurut Rangkuti (2004:10)

adalah persediaan tambahan yang diadakan untuk melindungi atau menjaga

kemungkinan terjadinya kekurangan bahan (Stock Out). Sedangkan pengertian

menurut Assauri (2004:186) sama halnya dengan pengertian Rangkuti yaitu

persediaan tambahan yang diadakan untuk melindungi atau menjaga kemungkinan

terjadinya kekurangan bahan (Stock Out). Persediaan pengaman adalah persediaan

tambahan yang memungkinkan permintaan yamg tidak seragam; sebuah cadangan

(Heizer dan Render, 2005:76).

Untuk menentukan biaya persediaan pengaman digunakan analisa statistik

yaitu dengan mempertimbangkan penyimpangan-penyimpangan yang telah terjadi

antara perkiraan pemakaian bahan baku dengan pemakaian sebenarnya sehingga

diketahui standar deviasinya. Adapun rumus standar deviasi adalah sebagai berikut

(Purwanto dan Suharyadi 2007:136):

SD=√ ∑¿ ¿ ¿ …………. (2.7)

Keterangan :

SD = Standar Deviasi

x = Jumlah Permintaan

x̅ = Jumlah rata-rata permintaan

n = Jumlah data

Sedangkan untuk menghitung rumus persediaan pengaman ( Safety Stock )

adalah sebagai berikut:

SS = SD x Z ………. (2.8)

Keterangan :
33

SS = Persediaan pengaman ( Safety Stock )

SD = Standar Deviasi

Z = Faktor pengaman yang digunakan perusahaan

Faktor pengaman yang dimaksud adalah besar probabilitas yang digunakan

perusahaan terhadap terjadinya stock out. Misalnya, perusahaan menggunakan

probabilitas sebesar 5% terjadinya stock out, maka dengan menggunakan tabel

distribusi frekuensi normal didapat nilai Z0,05 = 1,65 (Heizer dan Render 2006).

̄ 2.7.2 Titik Pemesanan Kembali ( Reorder Point)

Selain memperhitungkan konsep EOQ (Economic Order Quantity),

perusahaan juga perlu memperhitungkan kapan harus dilakukan pemesanan kembali

(Re Order Point). Pengertian Re Order Point (ROP) menurut Rangkuti (2004:83)

adalah strategi operasi persediaan merupakan titik pemesanan yang harus dilakukan

suatu perusahaan sehubungan dengan adanya Lead Time dan Safety Stock. Sedangkan

menurut Riyanto (2001:83) ROP adalah saat atau titik dimana harus diadakan

pesanan lagi sedemikian rupa sehingga kedatangan atau penerimaan material yang

dipesan itu adalah tepat waktu dimana persediaan diatas Safety Stock sama dengan

nol. Menurut Assauri (1999:196) ROP (Re Order Point) adalah suatu titik atau batas

dari jumlah persediaan yang ada pada suatu saat dimana pemesanan harus diadakan

kembali.

Menurut Heizer dan Render (2010:99) ROP adalah tingkat persediaan dimana

ketika persediaan telah mencapai tingkat tersebut, pemesanan harus segera dilakukan

kembali. ROP dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:


34

ROP = ( d x L ) + SS …………. (2.9)

Keterangan :

ROP = Titik pemesanan kembali

d = Jumlah kebutuhan perhari

L = Lead Time

SS = Safety Stock
35

2.8 Posisi Penelitian

Posisi penelitian bermanfaat untuk merujuk terhadap referensi yang digunakan dalam melakukan penelitian, adapun

posisi penelitian dapat dilihat pada tabel 2.3 berikut.

Tabel 2.3. Posisi Penelitian

Metode Penelitian
Analytical Data Economic
Nama Re Order
Judul Penelitian Hierarchy Envelopmen Order Hasil Penelitian
(Tahun Penelitian) Point
Process t Analysis Quantity
(ROP)
(AHP) (DEA) (EOQ)
penerapan metode Hasil penelitiannya menyatakan bahwa output dari penelitiaan yang
Analytical Hierarchy dilakukan merupakan sistem yang dapat memberikan rekomendas
Agnia Process dalam sistem alternatif penerima mahasiswa berprestasi dengan nilai indeks konsisten
 - - -
Eva Munthafa pendukung keputusan sebesar 0,06, sehingga hierarki yang dibentuk dapat diterima.
(2017) penentuan mahasiswa
berprestasi

Hasil penelitiannya diperoleh bahwa PT Indomulti Jaya Steel merupakan


supplier pipa dengan urutan prioritas pertama dengan bobot 52,3% yang
mengungguli 2 supplier lainnya. Hasil analisis menunjukkan urutan
prioritas global dapat berubah jika ada perubahan bobot kriteria yakn
Cyrilla Usulan Pengambilan
kriteria cost diturunkan menjadi ≤ 0,0026 dan sisanya diberikan pada
Indri Parwati Keputusan Pemilihan  -  -
kriteria flexibility sehingga bobotnya ≥ 0,9362. Biaya total yang
(2017) Supplier Bahan Baku
diakibatkan oleh pengadaan dan pengelolaan bahan baku pipa selama
periode perencanaan Juli 2016-Juni 2017 yakni Rp17.333.517.148,70
hasil ini memiliki tingkat efisiensi sebesar 21,86% jika dibandingkan
dengan biaya total yang dikeluarkan perusahaan pada periode sebelumnya.
Desi Mayasari Hasil penelitiaannya diketahui bahwa menggunakan metode EOQ dapa
Tabel Analisis pengendalian
2.2. Posisi Penelitian (Lanjutan)
- -  -
(2016) persediaan bahan baku mengoptimalkan biaya persediaan, baik biaya pesanan maupun biaya
menggunakan metode penyimpanan , dan perusahaan juga dapat menghemat total biaya
36

EOQ (Economic Order persediaan pada tahun 2015 yaitu sebesar Rp. 437.586.674,-
Quantity) pada PT.
Suryamas lestari prima

Analytical Hierarchy Hasil Penelitiannya menyatakan bahwa ketiga metode yang digunakan
Process (AHP), Economic dapat mengatasi dalam menentukan waktu pengadaan barang yang tepat
Adrian Dicky Order Quantity (EOQ), pemilihan vendor yang sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan dan
Lukiman and Reorder Point (ROP)  -   jumlah item yang harus dipesan dalam satu periode waktu dapat ditentukan
(2020) in Inventory Management
System

analisis pengukuran Hasil penelitiannya diperoleh kriteria yang harus digunakan dalam
efisiensi supplier bahan penentuan supplier tetap yaitu kriteria harga, kualitas, pengiriman dan
baku kerupuk kulit sapi fleksibilitas dan untuk supplier yang efisien dengan nilai efisiensi relatif
Vidya Amalia
guna mengetahui supplier -  - - 100% diperoleh 3 supplier (Mas Malik, Mbak Yuli dan Mas Saipul) yang
(2020)
tetap pada umkm bagus efisien dari 4 supplier, dalam hal ini 3 supplier memenuhi kriteria yang
surya mojokerto diinginkan oleh UMKM Bagus Surya.

Pemilihan Supplier dan


Efesiensi Persediaan
Bahan Baku Produksi
M. Riansyah
menggunanakan metode  -   -
(2021)
AHP (Studi kasus di
UMKM SABENA
Kerupuk Jangek Asli)

Anda mungkin juga menyukai