Anda di halaman 1dari 29

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Pemasok

Pemasok merupakan suatu perusahaan dan individu yang menyediakan sumber


daya yang dibutuhkan oleh perusahaan dan para pesaing untuk memproduksi
barang dan jasa tertentu. Pengertian pemasok menurut (Paramita ,2012) merupakan
salah satu bagian Supply Chain Management yang tak terpisahkan dan sangat
mempengaruhi kelangsungan operasional suatu perusahaan, dan pemilihan
pemasok dengan cara yang tepat dapat mengurangi biaya pembelian. Perusahaan
yang dimaksud tersebut merupakan pemasok, pabrik distributor, toko atau ritel,
serta perusahaan pendukung seperti perusahan jasa logistik. Untuk pengelolaan
supply chain, dibutuhkan suatu metode atau pendekatan yang tepat dikenal dengan
istilah Supply Chain Management (SCM).

2.2 Pengertian Evaluasi Kinerja Pemasok

Kinerja (performance) merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian


pelaksanaan suatu program kegiatan atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran,
tujuan, visi dan misi organisasi yang dituangkan melalui perencanaan strategis
suatu organisasi (Moeheriono, 2009). Melalui evaluasi, perusahaan berharap untuk
memperoleh pemahaman tentang pemasok dan kemampuan yang mereka miliki
dapat menguntungkan perusahaan (Corum. A, 2009). Menurut (Dharma, 2010),
evaluasi kinerja adalah dasar dari penilaian atas tiga elemen kunci suatu kinerja
yaitu: kontribusi, kompetensi dan pengembangan yang berkelanjutan. Kinerja
supplier perlu dimonitori secara berkelanjutan. Hal ini dikarenakan penilaian
kinerja merupakan aspek penting untuk melihat kinerja supplier atau sebagai bahan
pertimbangan mana kala nantinya perusahaan harus mencari alternatif supplier
lainnya. Hasil daripada evaluasi kinerja supplier ini nantinya dimasa depan juga
dapat dijadikan dasar dalam mengalokasikan pesanan. Kenapa suatu
perusahaan harus mengukur atau mengevaluasi kinerja pemasok karena :

6
7

a. Anda tidak bisa mengelola apa yang tidak anda ukur.


b. Jika anda mengukur kinerja pemasok, mereka akan melakukan perbaikan.
c. Anda dapat menemukan dan menghapus pemborosan yang tersembunyi dan
pemborosan biaya dalam rantai supply.
d. Anda dapat memfasilitasi peningkatan kinerja pemasok.
e. Anda dapat meningkatkan daya saing dengan mengecilkan waktu siklus
pesanan dan tingkat persediaan.
f. Anda dapat membuat keputusan bisnis yang berdampak bagi perusahaan.

Untuk memilih pemasok diperlukan suatu sistem evaluasi dan seleksi pemasok
dengan pertimbangan beberapa faktor yaitu quality, cost, delivery, flexibility dan
responsiveness. Secara umum banyak perusahaan yang menggunakan kriteria-
kriteria dasar seperti kualitas barang yang ditawarkan, harga, dan ketepatan waktu
pengiriman, namun seringkali pemilihan pemasok membutuhkan kriteria lain yang
dinggap penting oleh perusahaan.

Pada PT. NKG kriteria evaluasi pemasok menggunakan komponen : Kualitas,


Pengiriman, Harga, Kemampuan Produksi, Pelayanan, dan Karakteristik Pemasok

a. Kualitas
Kualitas produk dikembangkan menjadi beberapa sub kriteria antara lain
persentase reject, metode inspeksi, kesesuaian spesifikasi sistem kualitas
dan dukungan teknis.

b. Pengiriman
Sub kriteria pengiriman antara lain ketepatan waktu pengiriman,
kesesuaian jumlah dan spesifikasi material yang dikirim, kelengkapan
dokumen pengiriman, dan kapasitas pengiriman.

c. Harga
Kriteria harga kemudian dibagi menjadi beberapa sub kriteria seperti,harga
yang kompetitif, rincian harga dan jangka waktu pembayaran sesuai
dengan ketentuan perusahaan.
8

d. Kemampuan produksi
Kriteria kemampuan produksi kemudian dibagi menjadi beberapa sub
kriteria seperti lead time yang dibutuhkan, kemampuan dalam memenuhi
perubahan order, keragaman produk, minimum quantity order, dan
kapasitas produksi

e. Pelayanan
Pelayanan terdiri atas sub kriteria responsif terhadap order yang diterima,
rata-rata waktu penggantian material klaim, dan responsif dalam
perbaikan.

f. Karakteristik pemasok
Sub kriteria karakteristik pemasok antara lain stabilitas finansial, lokasi
geografis, reputasi, negotiability, dan profesionalisme.

2.3 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data adalah suatu rangkaian kegiatan mencari dan


mengumpulkan data-data yang dibutuhkan untuk suatu penelitian. Berikut ini
adalah beberapa metode-metode pengumpulan data.

a. Kuesioner
Kuesioner adalah daftar pertanyaan tertulis yang ditujukan kepada
responden. Jawaban responden atas semua pertanyaan dalam kuesioner
kemudian dicatat atau direkam berdasarkan skala likert seperti dibawah ini.
Tabel 2.1 Skala Likert yang Digunakan pada Kuesioner Tahap 1
Skala Likert Pengertian
Sangat penting kriteria/sub kriteria tersebut digunakan untuk
5
menilai kinerja pemasok
Penting kriteria/sub kriteria tersebut digunakan untuk menilai
4
kinerja pemasok
Ragu-ragu / Netral kriteria/sub kriteria tersebut digunakan untuk
3
menilai kinerja pemasok
Tidak penting kriteria/sub kriteria tersebut digunakan untuk
2
menilai kinerja pemasok
Sangat tidak penting kriteria/sub kriteria tersebut digunakan untuk
1
menilai kinerja pemasok
Sumber : Dwi Puspitasari (2009)
9

b. Observasi
Pengamatan yang melibatkan semua indera (penglihatan, pendengaran,
penciuman, pembau, perasa). Pencatatan hasil dapat dilakukan dengan
bantuan alat rekam elektronik.
c. Wawancara
Pengambilan data melalui wawancara atau secara lisan langsung denagn
sumber datanya, baik melalui tatap muka atau ewat telephone,
teleconference. Jawaban responden direkam dan dirangkum sendiri oleh
peneliti.
d. Dokumen
Pengambilan data melalui dokumen tertulis maupun elektronik dari
lembaga atau institudi. Dokumen diperlukan untuk mendukung
kelengkapan data yang lain.

2.4 Uji Validitas dan Uji Reliabilitas

2.4.1 Uji Validitas

Validitas menunjukkan sejauh mana skor/ nilai/ ukuran yang diperoleh benar –
benar menyatakan hasil pengukuran/ pengamatan yang ingin diukur (Ekawati,
2006). Validitas pada umumnya dipermasalahkan berkaitan dengan hasil
pengukuran psikologis atau non fisik. Berkaitan dengan karakteristik psikologis,
hasil pengukuran yang diperoleh sebenarnya diharapkan dapat menggambarkan
atau memberikan suatu nilai/ karakteristik lain yang menjadi perhatian utama.
Macam validitas umumnya digolongkan menjadi tiga kategori besar yaitu validitas
isi (content validity), validitas berdasarkan kriteria (criterion related validity) dan
validitas konstruk.

Uji validitas dilakukan dengan mengukur korelasi antara variabel/ item dengan
skor total variable. Cara mengukur validitas konstruk yaitu dengan mancari korelasi
antara masing – masing pertanyaan dengan skor total menggunakan rumus teknik
korelasi product moment, sebagai berikut:
10

..…………..…....(2.1)

di mana:

r : koefisien korelasi product moment

X : skor tiap pertanyaan/item

Y : skor total

N : jumlah responden

Setelah semua korelasi untuk setiap pertanyaan dengan skor total diperoleh,
nilai–nilai tersebut dibandingkan dengan nilai kritis. Selanjutnya, jika nilai
koefisien korelasi product moment dari suatu pertanyaan tersebut berada diatas nilai
kritis, maka pertanyaan tersebut signifikan (Susila, 2007).

2.4.2 Uji Reliabilitas

Reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur
dapat dipercaya atau dapat diandalkan (Ekawati, 2006). Setiap alat pengukur
seharusnya memiliki kemampuan untuk memberikan hasil pengukuran relatif
konsisten dari waktu ke waktu.

Pada penelitian ini untuk mencari reliabilitas instrumen menggunakan


rumus alpha, karena instrumen dalam penelitian ini berbentuk angket yang skornya
merupakan rentangan 1 sampai dengan 5 dan uji validitas menggunakan item total.
Keandalan pengukuran dengan menggunakan Alfa Cronbach adalah koefisien
keandalan yang menunjukan berapa baiknnya item butir dalam suatu kumpulan
secara positif berkolerasi satu sama lain (Noor, 2014), rumus yang digunakan
adalah sebagai berikut sebagai berikut :
11

 k   i  ………………….………………..……. (2.2)


2

r = 1  
 k  1 2 

Keterangan :

k = Banyaknya butir pertanyaan

∑ i 2 = Jumlah varian butir

2 = Nilai varian total

2.5 Dasar-dasar Pengambilan Keputusan

Pengambilan keputusan adalah proses memilih suatu alternatif cara bertindak


dengan metode yang efisien sesuai situasi.

2.5.1 Tingkat-tingkat Keputusan

Setiap keputusan mempunyai kadar kehebatan yang berbeda-beda. Ada


keputusan yang tidak mempunyai makna berarti, sebaliknya ada yang mempunyai
makna global yang luar biasa. Ada keputusan yang sangat sederhana, dan ada
keputusan yang sangat kompleks. Empat tingkat keputusan menurut Brinckle,
yaitu:

a. Automatic decisions
Keputusan otomatis dibuat dengan sangat sederhana. Meski sederhana,
informasi tetap diperlukan. Hanya informasi yang ada itu sekaligus
melahirkan suatu keputusan. Contohnya, seorang pengemudi mobil yang
memperoleh informasi di perempatan jalan berupa lampu merah, akan
membuat keputusan otomatis untuk berhenti. Informasi itu identik dengan
keputusan.

b. Expected information decisions


Tingkat informasi disini sudah mulai sedikit kompleks, artinya informasi
yang ada sudah memberi aba-aba untuk mengambil keputusan. Akan tetapi
keputusan belum segera dibuat, karena informasi itu masih perlu dipelajari.
Setelah hasil studi diketahui, keputusan langsung dibuat.
12

c. Factor weighting decisions


Keputusan berdasar berbagai pertimbangan, keputusan jenis ini lebih
kompleks lagi. Lebih banyak informasi yang diperlukan.
Informasiinformasi itu harus dikumpulkan dan dianalisis. Faktor-faktor
yang berperan dalam informasi itu dipertimbangkan dan diperhitungkan.
Antara informasi yang satu dan yang lain dibandingkan, kemudian dicari
yang paling banyak memberi keuntungan. Contohnya, seseorang yang
hendak membeli arloji akan membandingkan harga, kualitas, serta
modelnya.

d. Dual uncertainty decisions


Keputusan berdasar ketidakpastian ganda, merupakan keputusan yang
paling kompleks. Jumlah informasi yang diperlukan semakin bertambah
banyak. Selain itu, dalam setiap informasi yang sudah ada atau informasi
yang masih akan diharapkan terdapat ketidakpastian. Itulah sebabnya
dikatakan “dual uncertainty”, ketidakpastian ganda. Semakin luas ruang
lingkup dan semakin jauh dampak dari suatu keputusan, semakin banyak
informasi yang dibutuhkan dan semakin tinggi ketidakpastian itu. Oleh
karena itu keputusan-keputusan semacam itu sering mengandung resiko
yang jauh lebih besar daripada keputusan-keputusan tingkat dibawahnya.

2.5.2 Proses Pengambilan Keputusan

Proses pengambilan keputusan adalah suatu proses memilih alternatif tindakan


untuk mencapai tujuan. Pengambilan keputusan adalah transaksi inti organisasi.
Organisasi yang sukses mengalahkan pesaing mereka paling sedikit dengan 3 cara
yaitu membuat keputusan yang lebih baik, membuat keputusan lebih cepat, dan
mengimplementasikan keputusan tersebut lebih baik. Fungsi pengambilan
keputusan adalah sebagai berikut.

a. Menentukan tujuan manajerial


Pengambilan keputusan dimulai dengan menentukan tujuan dan siklus
keputusan selesai setelah tujuan tersebut selesai.
13

b. Mencari alternatif
Mencari alternatif dilakukan dengan mengamati lingkungan internal dan
eksternal untuk mendapatkan informasi yang relevan dalam mencari
alternatif yang mungkin mencapai tujuan.

c. Membandingkan dan mengevaluasi alternatif


Alternatif dibandingkan dan dievaluasi dengan menggunakan teknik
aplikatif dan kriteria yang berhubungan dengan tujuan.

d. Tindakan pemilihan
Pembuat keputusan memilih suatu tindakan dari suatu set alternatif.

e. Mengimplementasikan keputusan
Keputusan diimplementasikan dari abstraksi menjadi tindakan operasional.

f. Tindak lanjut dan kontrol

Fungsi ini memastikan keputusan yang sudah diimplementasikan


mempunyai hasil yang sesuai dengan tujuan. Proses pengambilan keputusan
dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut:

Gambar 2.1 Proses Pengambilan Keputusan Manajemen


Sumber : Dwi Puspitasari (2009)
14

2.6 Metode Analytical Hierarchy Process (AHP)

Metode AHP ini pertama kali dikemukan oleh Dr.Thomas L. Saaty dari
Wharton School of Business pada tahun 1970. AHP adalah metode yang digunakan
untuk merangking alternatif keputusan dan memilih satu alternatif keputusan yang
terbaik ketika pembuat keputusan memiliki berbagai kriteria. Dengan AHP
pembuat keputusan dapat memilih alternatif yang terbaik yang sesuai dengan
kriteria keputusannya, serta memberikan ranking untuk setiap alternatif keputusan
berdasarkan kelayakan setiap alternatif yang sesuai dengan kebutuhan mereka.

Di dalam AHP, kecenderungan diantara beberapa alternatif dijabarkan dengan


membuat perbandingan berpasangan. Para pembuat keputusan membandingkan
dua alternatif dengan mempertimbangkan satu kriteria dan menunjukkan
kecenderungan. Perbandingan ini dibuat menggunakan skala kecenderungan,
dengan menggunakan nilai numerik untuk level yang berbeda kecenderungan .
Standar skala kecenderungan yang digunakan dalam AHP adalah skala 1-9, antara
“equal importance” hingga “extreme importance” dimana terkadang perbedaan
skala evaluasi dapat digunakan seperti 1 sampai 5. Dalam matriks perbandingan
berpasangan, nilai 9 menandakan bahwa satu faktor mutlak sangat lebih penting
dibanding lainnya, dan nilai 1/9 menandakan bahwa satu faktor mutlak sangat tidak
lebih penting dibanding lainnya. Dan nilai 1 menunjukkan kedua faktor sama
pentingnya “equal importance”. Oleh karena itu, jika diketahui tingkat kepentingan
faktor pertama terhadap faktor kedua, maka tingkat kepentingan faktor kedua
terhadap faktor pertama adalah reciprocal. Skala rasio dan perbandingan verbal
digunakan untuk membobotkan elemen quantifiable dan non-quantifiable.

Sejak 1977, Saaty memperkenalkan AHP sebagai alat bantu pengambilan


keputusan untuk membantu memecahkan permasalahan ekonomi, sosial dan ilmu
manajemen. AHP telah digunakan dalam berbagai konteks: dari permasalahan
sederhana sehari-hari hingga ke permasalahan yang kompleks. AHP
memungkinkan pembuat keputusan untuk menyusun permasalahan kompleks
kedalam hirarki sederhana dan mengevaluasi faktor kuantitatif dan kualitatif dalam
aturan sistematik dari berbagai lingkungan kriteria yang terdapat dalam
permasalahan.
15

Struktur AHP sering digunakan sebagai metode pemecahan masalah dibanding


dengan metode lain karna alasan-alasan berikut:

1. Struktur yang behirarki, sebagai konsekuensi dari kriteria yang dipilih,


sampai pada subkriteria yang paling dalam.
2. Memperhitungkan validitas sampai dengan batas toleransi inkonsistensi
berbagai kriteria dan alternatif yang dipilih oleh pengambil keputusan.
3. Memperhitungkan daya tahan output analisis sensitivitas pengambilan
keputusan.

2.6.1 Prinsip Pemikiran Analitik

Dalam memecahkan persoalan dengan analisis logis eksplisit ada tiga prinsip:

a. Menyusun Hirarki
Manusia mempunyai kemampuan untuk mempersepsi benda dan gagasan,
mengidentifikasinya, dan mengkomunikasikan apa yang mereka amati.
Untuk memperoleh pengetahuan terinci, pikiran manusia menyusun realitas
yang kompleks ke dalam bagian yang menjadi elemen pokoknya, dan
kemudian menyusun bagian ini kedalam bagian-bagiannya lagi, dan
seterusnya secara hirarkis.

b. Menentukan Prioritas
Manusia mempunyai kemampuan untuk mempersepsi hubungan antara
halhal yang mereka amati, membandingkan sepasang benda atau hal yang
serupa berdasarkan kriteria tertentu, dan membedakan kedua anggota
pasangan itu dengan menimbang intensitas preferensi mereka terhadap hal
yang satu dibandingkan dengan yang lainnya. Lalu mereka mensintesis
penilaian mereka melalui imajinasi, atau dengan menggunakan AHP
melalui suatu proses logis sehingga diperoleh pengertian yang lebih baik
tentang keseluruhan sistem.

c. Konsistensi Logis
16

Manusia mempunyai kemampuan untuk menetapkan relasi antar obyek atau


antarpemikiran sedemikian sehingga koheren, yaitu obyek-obyek atau
pemikiran itu saling terkait dengan baik dan kaitan mereka menunjukkan
konsistensi. Konsistensi artinya pemikiran atau obyek yang serupa
dikelompokkan menurut homogenitas dan relevansinya. Intensitas relasi
antargagasan atau antar obyek yang didasarkan pada suatu kriteria tertentu
saling membenarkan secara logis.

2.6.2 Tahapan Penggunaan AHP

Penggunaan AHP untuk permasalahan yang kompleks biasanya meliputi


empat tahapan utama:

A. Break down permasalahan yang kompleks kedalam sejumlah elemen


pemilihan kecil yang kemudian menyusun elemen kedalam bentuk hirarki.
Persoalan yang akan diselesaikan diuraikan menjadi unsur-unsurnya, yaitu
kriteria dan alternatif, kemudian disusun menjadi struktur hirarki. Tahap ini
memperbolehkan sebuah keputusan yang komplek di strukturkan kedalam
hirarki dari keseluruhan tujuan ke berbagai kriteria/subkriteria, dan sampai
level terendah. Tujuan dari keputusan ditampilkan pada level teratas dari
hirarki. Kriteria dan subkriteria keputusan ditampilkan pada level tengah,
sedangkan alternatif keputusan tertera pada level terakhir dari hirarki.
Menurut Saaty sebuah hirarki dapat dibangun dengan pemikiran kreatif,
ingatan, dan menggunakan prespektif manusia. Lebih lanjut ia mencatat
bahwa tidak ada serangkaian prosedur untuk menghasilkan level untuk
dimasukkan kedalam hirarki.

Struktur hirarki evaluasi performa pemasok dapat dilihat pada Gambar 2.2
berikut.
17

Level 1

Level 2
Kriteria

Level 3
Sub Kriteria

Level 4
Sub Kriteria
Gambar 2.2 Struktur Hirearki Evaluasi Performa Pemasok
Sumber : Dwi Puspitasari (2009)
B. Membuat serangkaian perbandingan berpasangan antar elemen menurut
skala rasio. Jika hirarki sudah disusun, tahap selanjutnya adalah
menjabarkan prioritas dari setiap elemen di masing-masing level.
Serangkaian matriks perbandingan dari seluruh elemen dalam sebuah level
hirarki dengan mengacu pada sebuah elemen dari level yang lebih tinggi
dibangun sebagai prioritas dan merubah keputusan perbandingan individu
menjadi rasio skala pengukuran dengan menggunakan skala 9. Nilai dan
definisi pendapat kualitatif dari skala perbandingan Saaty dapat dilihat pada
Tabel 2.2 berikut:

Tabel 2.2 Skala Perbandingan Berpasangan

Intensitas
Keterangan Penjelasan
Kepentingan
Dua elemen mempunyai pengaruh yang sama besar
1 Kedua elemen sama pentingnya
terhadap tujuan
Element yang satu sedikit lebih Pengalaman dan penilaian sedikit mendukung satu
3
penting daripada elemen lainnya elemen dibandingkan elemen lainnya
Elemen yang satu lebih penting Pengalaman dan penilaian sangat kuat mendukung
5
daripada elemen yang lainnya satu elemen dibandingkan elemen lainnya
Satu elemen jelas lebih mutlak Satu element yang kuat didukung dan dominan
7
penting daripada elemen lainnya terlihat dalam praktek
Bukti yang mendukung elemen yang satu terhadap
Satu elemen mutlak penting
9 elemen lainnya memiliki tingkat penegasan
daripada elemen lainnya
tertinggi yang mungkin menguatkan
Nilai-nilai antara dua nilai Nilai ini yang diberikan bila ada dua kompromi
2,4,6,8
pertimbangan yang berdekatan diantara dua pilihan
Sumber : Dwi Puspitasari (2009)
18

Apabila responden lebih dari satu orang maka perlu menyatukan pendapat
para responden dengan persamaan rata-rata geometri:
𝑛
𝐺𝑀 = √(𝑋1 )(𝑋2 )(𝑋3 ) … . (𝑋𝑛 ) …………………. (2.3)

Dimana :

GM = Geometric Mean

X1 = Pakar ke-1

X2 = Pakar ke-2

X3 = Pakar ke-3

Xn = Pakar ke-n

C. Menggunakan metode eigenvalue untuk mengestimasi bobot relatif setiap


elemen.

Perbandingan berpasangan menghasilkan sebuah matriks relatif


rangking untuk setiap level hirarki. Jumlah matriks tergantung pada jumlah
elemen di setiap level. Susunan matriks di setiap level bergantung pada
jumlah elemen pada level terendah yang menghubungkannya. Setelah
seluruh matriks dibuat dan seluruh perbandingan berpasangan didapat,
bobot relatif (derajat kepentingan relatif diantara elemen), bobot
keseluruhan, dan maksimum eigenvalue (λmax) untuk setiap matriks yang
kemudian dijumlahkan. Prosedur untuk mendapatkan nilai eigen adalah:

a. Kuadratkan matriks tersebut


b. Hitung jumlah nilai dari setiap baris, kemudian lakukan
normalisasi
c. Hentikan proses ini, bila perbedaan antara jumlah dari dua
perhitungan berturut-turut lebih kecil dari suatu nilai batas
tertentu.

Nilai λmax adalah sebuah parameter validasi penting dalam AHP, yang
biasanya digunakan sebagai indeks acuan untuk menyaring informasi
dengan menjumlahkan rasio konsistensi CR dari vektor estimasi untuk
validasi apakah matriks perbandingan berpasangan menyediakan sebuah
19

kelengkapan evaluasi konsisten. Rasio konsistensi dijumlahkan seperti


langkah berikut:

a. Jumlahkan eigen vektor atau bobot relatif dan λmax untuk setiap
matriks dari n
b. Masukkan indeks konsistensi untuk setiap matriks dari n dengan
rumus: CI = (λmax – n)/(n-1). Perhitungan indeks konsistensi
(CI) dimaksudkan untuk mengetahui konsistensi jawaban yang
akan berpengaruh pada kesahihan hasil.

c. Rasio Konsistensi kemudian dijumlahkan menggunakan rumus:


CR = CI/RI ……………………… (2.4)

CR = Consistency Ratio (CR<0.1= Konsisten)

CI = Consistency Index

RI = Ratio Index
Consistency ratio (CR), merupakan parameter yang digunakan untuk
memeriksa apakah perbandingan berpasangan telah dilakukan dengan
konsekuen atau tidak. Nilai RI merupakan nilai random index yang
dikeluarkan oleh Oarkridge Laboratory yang berupa Tabel 2.3 berikut ini:

Tabel 2.3 Nilai Random Indeks


N 1 2 3 4 5 6 7 8
RI 0 0 0.58 0.90 1.12 1.24 1.32 1.41
Sumber : Dwi Puspitasari (2009)
d. Jumlahkan bobot relatif ini dan gabungkan untuk pengukuran
akhir dari alternatif keputusan yang diberikan. AHP sangat kuat
dan alat pengambilan keputusan berbagai kriteria yang fleksibel
untuk menyelesaikan permasalahan yang kompleks dimana
aspek kualitatif dan kuantitatif perlu untuk dipertimbangkan.
AHP membantu analisis untuk mengatur aspek kritis dari
permasalahan kedalam sebuah hirarki. Untuk membuat
perbandingan berpasangan ditampilkan pada level yang
20

diketahui, sebuah matriks A dibuat dengan meletakkan hasil


dari perbandingan berpasangan elemen i dengan elemen j
kedalam posisi aij seperti dibawah.

C1 C2 C3 C4 C5 C6 . Cn
C1 1 a12 a13 a14 a15 a16 . a1n
C2 a21 1 a23 a24 a25 a26 . a2n
C3 a31 a32 1 a34 a35 a36 . a3n
C a41 a42 a43 1 a45 a46 . a2n
A= 4
C5 a51 a52 a53 a54 1 a56 . a1n
C6 a61 a62 a63 a64 a65 1 . a2n
. . . . . . . 1 .
Cn an1 an2 an3 an4 an5 an6 an7 1

n = Jumlah kriteria yang akan dievaluasi


Ci = i, kriteria
aij = tingkat kepentingan dari i kriteria menurut j kriteria

Metode AHP dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, seorang ahli


matematika. Metode ini adalah sebuah kerangka untuk mengambil
keputusan dengan efektif atas persoalan yang kompleks dengan
menyederhanakan dan mempercepat proses pengambilan keputusan dengan
memecahkan persoalan tersebut kedalam bagian-bagiannya, menata bagian
atau variabel ini dalam suatu susunan hirarki, anggota nilai numerik pada
pertimbangan subjektif tentang pentingnya tiap variabel dan mensintesis
berbagai pertimbangan ini untuk menetapkan variabel yang memiliki
prioritas paling tinggi dan bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi
tersebut. Metode AHP ini membantu memecahkan persoalan yang
kompleks dengan menstruktur suatu hirarki kriteria, pihak yang
berkepentingan, hasil dan dengan menarik berbagai pertimbangan guna
mengembangkan bobot atau prioritas. Metode ini juga menggabungkan
kekuatan dari perasaan dan logika yang bersangkutan pada berbagai
persoalan, lalu mensintesis berbagai pertimbangan yang beragam menjadi
21

hasil yang cocok dengan perkiraan kita secara intuitif sebagaimana yang
dipresentasikan pada pertimbangan yang telah dibuat.

2.6.3 Kelebihan dan Kelemahan Metode AHP

Beberapa kelebihan yang diperoleh bila memecahkan persoalan dan mengambil


keputusan dengan menggunakan AHP adalah:

a. Kesatuan: AHP memberikan satu model tunggal yang mudah


dimengerti, luwes untuk aneka ragam persoalan tidak terstruktur.
b. Kompleksitas: AHP memadukan ancangan deduktif dan ancangan
berdasarkan sistem dalam memecahkan persoalan kompleks.
c. Saling ketergantungan: AHP dapat menangani saling
ketergantungan elemen-elemen dalam suatu sistem dan tidak
memaksakan pemikiran linear.
d. Penyusunan hirarki: AHP mencerminkan kecenderungan alami
pikiran untuk memilah-milah elemen-elemen suatu sistem dalam
berbagai tingkat berlainan dan mengelompokkan unsur yang serupa
dalam setiap tingkat.
e. Pengukuran: AHP memberi suatu skala untuk mengukur hal-hal dan
terwujud suatu metode untuk menetapkan prioritas
f. Konsistensi: AHP melacak konsistensi logis dari
pertimbanganpertimbangan yang digunakan untuk menetapkan
berbagai prioritas.
g. Sintesis: AHP menuntun ke suatu taksiran menyeluruh tentang
kebaikan setiap alternatif.
h. Tawar-menawar: AHP mempertimbangkan prioritas-prioritas relatif
dari berbagai faktor sistem dan memungkinkan organisasi memilih
alternatif terbaik berdasarkan tujuan-tujuan mereka.
i. Penilaian dan konsesus: AHP tidak memaksakan konsesus tetapi
mensintesis suatu hasil representative dari berbagai penilaian yang
berbeda.
22

j. Pengulangan proses: AHP memungkinkan organisasi memperhalus


definisi mereka pada suatu persoalan dan memperbaiki
pertimbangan dan pengertian mereka melalui pengulangan.

Sedangkan kelemahan metode AHP adalah sebagai berikut:

1. Ketergantungan model AHP pada input utamanya.


Input utama ini berupa persepsi sseorang ahli sehingga dalam hal ini
melibatkan subyektifitas sang ahli selain itu juga model menjadi tidak
berarti jika ahli tersebut memberikn penilaian yang keliru.
2. Tidak ada pengujian statistik pada AHP
Metode AHP ini hanya metode matematis tanpa ada pengujian secara
statistik sehingga tidak ada batas kepercayaan dari kebenaran model yang
terbentuk.

2.6.4 Tujuh Pilar AHP


a. Skala Rasio
Merupakan pusat untuk pembentukan dan sintesis prioritas, apakah di dalam
AHP atau di dalam metode multi kriteria yang perlu untuk menggabungkan
pengukuran skala rasio dengan skala turunannya. Skala rasio juga dapat
digunakan untuk membuat keputusan, bahkan untuk ruang lingkup yang
lebih umum meliputi beberapa hirarki keuntungan, biaya, peluang, dan
resiko. Skala rasio penting di dalam menentukan proporsi alokasi sumber
daya seperti di dalam linear programming. Skala rasio adalah suatu set
angka yang invariant dibawah suatu perubahan yang sama (penggandaan
oleh konstanta positif).

b. Perbandingan berpasangan reciprocal


Digunakan untuk menampilkan keputusan semantic otomatis yang
menghubungan mereka kesebuah skala penilaian dari nilai absolute. AHP
memiliki tiga cara untuk merangking alternatif:
23

i. Relatif
Mengurutkan beberapa alternatif dengan membandingkannya secara
berpasangan dengan alternatif-alternatif tersebut, dan terutama
digunakan dalam keputusan baru.

ii. Absolute
Mengurutkan alternatif yang jumlahnya tidak terbatas dengan suatu
skala intensitas untuk setiap kriteria.

iii. Benchmarking
Mengurutkan alternatif dengan mengikutsertakan alternatif yang
diketahui kedalam kelompok dan membandingkan alternatif lainnya
dengan alternatif tersebut.

c. Sensitivitas eigenvector
Memberikan batasan jumlah elemen di setiap set perbandingan dan
diharuskan homogenitas.

d. Homogenitas dan Pengelompokkan


Digunakan untuk memperluas skala fundamental dari kluster ke kluster
yang berdekatan, yang akhirnya memperluas skala dari 1-9 menjadi 1-%.

e. Sintesis
Digunakan untuk membuat skala rasio uni-dimensional untuk menampilkan
keseluruhan keluaran.

f. Mempertahankan dan merubah urutan


Untuk mempertahankan urutan digunakan ideal mode, sedangkan untuk
merubah urutan digunakan distributif mode.

g. Penilaian kelompok
Harus dilakukan secara hati-hati dan matematis, dengan
mempertimbangkan pengalaman, pengetahuan, dan kekuatan dari masing-
masing orang yang dilibatkan dalam keputusan, tanpa membutuhkan
persetujuan, atau menggunakan cara lain dari voting.
24

2.7 Penelitian Yang Relevan


Sebagai bahan referensi, penulis juga mengumpulkan informasi-informasi dari
penelitian-penelitan yang dianggap relevan dengan penelitian ini. Penelitian-
penelitian tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.4 dibawah ini.
25

Tabel 2.4 Penelitian yang relevan


No. Peneliti Judul Tahun Kesimpulan
1 Juwita Metrihayu Integrasi Metode 2011 Penggunaan AHP pembuatan kriteria untuk merancang proses
Rahmadani dan Analytical Hierarchy pemilihan pemasok menjadi lebih fokus dan mudah dalam proses
Udisubakti Process dan Goal kuantifikasi.
Ciptomulyono Programmming dalam
optimasi pemilihan
alternatif pemasok
2 Ngatwi dan Ira Analisis pemilihan supplier 2011 Berdasarkan pengolahan dan analisis data yang telah dilakukan pada
Setyaningsih menggunakan metode bagian sebelumnya maka kesimpulan yang dapat diambil adalah
Analytical Hierarchy menetapkan supplier “A” sebagai supplier yang terbaik. Hal tersebut
Process (AHP) bisa diketahui dengan adanya nilai akhir tertinggi pada perhitungan
akhir AHP yaitu dengan nilai sebesar 0,240.

3 Rahmawati Perbaikan evaluasi supplier 2011 Perbaikan evaluasi pemilihan supplier yang digunakan untuk alokasi
dengan menggunakan pembelian bahan baku
metode AHP-Goal
Programming
26

Tabel 2.4 Penelitian yang relevan (Lanjutan)


No. Peneliti Judul Tahun Kesimpulan
4 Irkha Insaatu Analisis Pemilihan 2016 Penerapan metode AHP untuk pemilihan supplier pada toko UD
Alifatin Supplier Dengan Mansur diketahui bahwa nilai untuk kriteria harga sebesar 0.3926,
Mengunakan Metode kriteria kualitas 0.2391, kriteria pelayanan 0.1058, kriteria ketepatan
Analisis Hirarki Proses jumlah 0.1786.
Pada Toko Pertanian dan
Bangunan UD Mansur
Jalan Raya Papar Pare
Kediri
5 Dino Rimantho, Pemilihan Supplier Rubber 2017 Faktor yang mempengaruhi keputusan pemilihan supplier pada
dkk Parts Dengan Metode komponen hose fuel ada tiga faktor yaitu kualitas dengan bobot 0.403,
Analytical Hierarchy faktor harga dengan bobot 0.116 dan faktor produksi dengan bobot
Process di PT. XYZ 0.481
6 Desti Kasmawati Evaluasi Kinerja Supplier 2015 Hasil dari perhitungan bobot alternatif supplier didapatkan bahwa
Menggunakan Metode supplier PT. I memiliki kinerja yang baik dalam hal memasok bahan
AHP pada PT. XYZ baku bagi perusahaan
7 Puji Astuti Pemilihan Supplier Bahan 2016 Metode AHP dalam pengambilan keputusan dapat digunakan untuk
Baku Dengan Metode menyelesaikan masalah dalam penentuan pemilihan supplier
27

Tabel 2.4 Penelitian yang relevan (Lanjutan)


No. Peneliti Judul Tahun Kesimpulan
AHP Study Kasus PT. Nara
Summit Industry, Cikarang

8 Miftakhul Pengambilan Keputusan 2011 Alternatif pemilihan Supplier yang tepat bagi perusahaan adalah
Jannah,Muhammad Untuk Pemilihan Suplier (daerah Madura 0,311, Tulungagung 0,234, Bondowoso 0,253 ,
Fakhry dan Bahan Baku Dengan Malang 0,202). Supplier dengan bobot yang paling besar adalah
Rakhmawati Pendekatan Analytical supplier terbaik.
Hierarchy Process Di PR
Pahala Sidoarjo
9 Lidya Merry, Lidya Pemilihan Supplier Buah 2014 Terdapat tujuh kriteria yang digunakan oleh PT Hero Supermarket,
Merry dan Budi Dengan Pendekatan Tbk dalam menentukan dan mengevaluasi supplier. Adapun kriteria
Marpaung Metode Analytical tersebut dengan bobotnya masing-masing adalah pengiriman (0,230),
Hierarchy Process (AHP) kualitas (0,168), pelayanan (0,154), profil supplier (0,138), harga
dan TOPSIS : Studi Kasus (0,130), kelengkapan dokumen (0,106), dan risiko (0,074). Adapun
Pada Perusahaan Retail evaluasi supplier dengan metode TOPSIS menghasilkan supplier
terbaik adalah alternatif A, selanjutnya berturut-turut alternatif C,
alternatif D dan alternatif B.
28

Tabel 2.4 Penelitian yang relevan (Lanjutan)


No. Peneliti Judul Tahun Kesimpulan
10 Suci Oktri Viarani, Analisis Pemilihan 2015 Penggunaan pemilihan aktual yang dilakukan Proyek Indarung VI
Hilma Raimona Pemasok dengan Metode merupakan metode yang telah sering digunakan dan menghasilkan
Zadry Analytical Hierarchy pemasok yang tepat, namun penggunaan metode ini akan memakan
Process Di Proyek waktu yang cukup lama. Penggunaan metode AHP merupakan
Indarung VI PT. Semen metode yang sistematis dan tidak membutuhkan waktu yang lama,
Padang dan dapat melihatkan bobot prioritas dari kriteria dan pemasok yang
terpilih.
11 Maria Felicya Pemilihan Supplier Produk 2013 Secara keseluruhan dapat disimpulkan sesuai dengan dua sistem
Liman Santoso Calista Dengan Metode penilaian yang ada bahwa dalam sistem penilaian sebelum melakukan
Analytical Hierarchy perubahan nilai prioritas kriteria, supplier P memiliki nilai tertinggi
Process (AHP) Pada PT. sebesar 0.250 pada sistem penilaian lama dan 0.258 pada sistem
Buana Tirta Utama-Gresik penilaian baru, hal ini menunjukkan bahwa supplier P memiliki
kinerja yang paling baik diantara supplier lainnya. Supplier Q pada
sistem penilaian lama memiliki nilai terendah sebesar 0.062, hal ini
menunjukkan bahwa supplier Q memiliki kinerja yang paling buruk,
sehingga supplier dengan kinerja yang buruk harus diseleksi kembali
oleh PT. Buana Tirta Utama. Sedangkan supplier L pada
29

Tabel 2.4 Penelitian yang relevan (Lanjutan)


No. Peneliti Judul Tahun Kesimpulan
sistem penilaian yang baru memiliki nilai terendah sebesar 0.065, hal
ini menunjukkan supplier L memiliki kinerja yang buruk sehingga
perusahaan perlu menyeleksi kembali supplier yang memiliki kinerja
paling buruk.
12 Raani Irma Pemilihan Supplier Bahan 2017 1. Berdasarkan pengolahan data dan analisa yang telah dilakukan
Handayani, Yuni Baku Bangunan Dengan oleh penulis, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
Darmianti Metode Analytical 2. Hasil analisis dari perhitungan Analytical Hierarchy Process
Hierarchy Process (AHP) menyatakan bahwa alternatif yang terpilih dan paling sesuai
Pada PT. Cipta Nuansa dengan kriteria adalah Supplier C. Dengan perhitungan AHP
Prima Tangerang yang diperoleh dari 4 responden yang memberikan
jawabannya dihitung dan didapat nilai akhir bahwa Supplier C
unggul dengan 49% berbanding dengan Supplier A 39% dan
juga Supplier B 12%.
3. Faktor utama yang paling di prioritaskan dalam pemilihan
supplier adalah Harga dengan nilai bobot 0.469 atau 46,9%.
dan Supplier yang paling diprioritaskan adalah Supplier C
Tabel 2.4 Penelitian yang relevan (Lanjutan)
30

No. Peneliti Judul Tahun Kesimpulan


dengan nilai bobot 49 %.
4. Metode Analytical Hierarchy Process dapat membantu
perusahaan khususnya untuk menentukan pemilihan Supplier
dengan menggunakan tools Expert Choice dan Ms. Excel.
inkonsistensi. Penelitian yang dilakukan ini berhubungan
dengan keperluan PT. Cipta Nuansa Prima Tangerang saat ini,
sehingga untuk waktu, kondisi dan tempat yang berbeda perlu
dilakukan penelitian lanjutan. Sistem pendukung keputusan
yang dibuat dapat dikembangkan lebih lanjut dengan
menggunakan metode lain seperti metode Simple Addituve
Weighting (SAW), Fuzzy atau Profile Matching sebagai
penelitian untuk hasil yang lebih baik lagi.
13 Ambar Harsono, Metode Pemilihan 2009 Berdasarkan hasil pengolahan data dengan metode AHP terhadap PT.
dkk Pemasok Sayuran Di Hero Supermarket Cabang Suci Bandung, kriteria kualitas mendapat
Supermarket dengan urutan tertinggi dengan bobot 0.349, disusul oleh harga dengan bobot
Metode AHP dan 0,262, dan terakhir pelayanan dengan bobot 0,20. Dari penentuan
PROMETHEE bobot sub kriteria, lima urutan tertinggi adalah
Tabel 2.4 Penelitian yang relevan (Lanjutan)
31

No. Peneliti Judul Tahun Kesimpulan


kesesuaian spesifikasi dengan bobot 0,130, kondisi pengepakan
dengan bobot 0,124, kemudahan dihubungi dengan bobot 0,122,
stabilitas harga dengan bobot 0,107 dan ketepatan waktu dengan
bobot 0,105. Urutan berikutnya dengan bobotnya adalah kemampuan
mengganti produk yang tidak sesuai (0,095), kemauan bernegosiasi
(0,086), kesesuaian jumlah (0,084), kecepatan menjawab surat
menyurat (0,078) dan kemudahan cara pembayaran (0,069).
Berdasarkan hasil penetapan nilai kriteria, ada 3 dari 10 kriteria yang
tidak dapat digunakan pada perhitungan PROMETHEE, karena tidak
memberikan perbedaan nilai yang signifikan di antara para pemasok
yang akan dinilai. Kriteria-kriteria tersebut adalah kondisi
pengepakan, kemudahan cara pembayaran dan kecepatan menjawab
surat menyurat. Walaupun sub kriteria kondisi pengepakan
mempunyai bobot yang cukup tinggi, akan tetapi tidak ada perbedaan
yang nyata dari nilai kelima pemasok untuk sub kriteria tersebut.
Berdasarkan kriteria-kriteria tersebut, maka urutan pemasok produk
sayuran yang baru dapat ditentukan melalui
Tabel 2.4 Penelitian yang relevan (Lanjutan)
32

No. Peneliti Judul Tahun Kesimpulan


PROMETHEE II dengan mempertimbangkan nilai net flow adalah
C→E→ D → A→B. Metode ini dapat memberikan cara penilaian
pemasok secara terstruktur dan transparan, dan tidak hanya
mempertimbangkan bobot dari kriteria akan tetapi juga jenis
keputusan yang harus diambil dari masing-masing kriteria. Akan
tetapi untuk menerapkan metode ini mungkin akan dijumpai kesulitan
dalam penentuan tipe keputusan dan penentuan parameter secara
tepat, karena untuk melakukan hal tersebut diperlukan pemahaman
yang cukup baik dari metode PROMETHEE
14 Tiena Gustina Pemilihan Pemasok 2012 Analisa Hierarki Proses dan langkah selanjutnya melakukan
Amran Komponen Otomotif benchmarking internal antara pemasok tersebut. Hasil yang
Dengan Analytical didapatkan sebagai berikut: Pemilihan pemasok komponen otomotif
Hierarchy Process Dan dari pembobotan AHP menunjukkan hasil sebagai berikut: kualitas
Brechmarking 41,2%, harga 36%, pelayanan (servis) 9,1%, fleksibilitas 8,1%, dan
pendiriman 5,7%. Secara kriteria dari keseluruhan kerangka mobil
mendapat pilihan 60 % untuk nilai kelima diatas dan ban mobil pilihan
kedua. Pilihan pemasok steering dan suspensi kebanyakan
Tabel 2.4 Penelitian yang relevan (Lanjutan)
33

No. Peneliti Judul Tahun Kesimpulan


berada pada pilihan keenam. Hasil dari pemilihan ke enam klasifikasi
pemasok dikuatkan dengan proses manufaktur yang dilakukan dalam
proses produksi pemasok. Proses benchmarking tidak semata mata
dilihat dari nilai akhir yang dicapai, tetapi dilihat dari proses yang
dilakukan untuk mencapai prestasi yang unggul. Hasil dari
benchmarking proses dapat dijadikan sebagai rujukan untuk
meningkatkan kualitas dari komponen dan part otomotif lebih cepat
dalam mencapai prestasi yang lebih baik.
15 Yanuar Angga Sistem Pendukung 2016 Kriteria yang digunakan dalam pengambilan keputusan pemilihan
Prayoga, Ellysa Keputusan Pemilihan supplier botol gallon baru di PT. Tirta Investama yaitu Kualitas,
Nursanti, Thomas Supplier Botol Galon Harga, Pengiriman, Fleksibilitas, Layana dan Garansi. Supplier Botol
Priyasmanu Menggunakan Metode Galon yang terpilih dengan performansi terbaik yaitu PT. Angkasa
Analytical Hierarchy dengan bobot prioritas 0,401. Ekspektasi penghematan biaya
Process (AHP) pengadaan botol gallon yang diperoleh PT. Tirta Investama sebesar
1,32% atau setara dengan Rp. 18.809.800,- perminggu.
Sumber: Pengumpulan data
34

2.8 Kerangka Pemikiran

Penilaian pemasok merupaka langkah yang umumnya diambil oleh setiap


perusahaan untuk mengetahui sejauh mana pencapaian kinerja pemasok terhadap
harapan perusahaan. Ada banyak metode untuk menilai kinerja pemasok, salah
satunya adalah Analytical Hirearchy Process (AHP). Untuk membuat suatu
penilaian kinerja pemasok menggunakan metode AHP, diperlukan beberapa
responden dengan tingkat kompetensi tertentu untuk dapat memberikan informasi
atau penilaian secara obyektif sesuai dengan kompetensi atau pengalamannya.
Selain itu juga perlu dipersiapkan item-item kriteria dan subkriteria sebagai item
penilaian pemasok yang nantinya akan dibuat perbandingan kinerja antara pemasok
yang satu dengan pemasok yang lainnya secara berpasangan. Setelah didapatkan
nilai kinerja masing-masing pemasok yang sudah dilakukan perbandingan
berpasangan dapat disimpulkan kinerja pemasok mana yang paling baik. Dan hal
itu dapat dijadikan bahan pertimbangan perusahaan terhadap keterlanjutan
hubungan kerjasama antara perusahaan dengan pemasok. Adapun bagan alur
kerangka pemikiran pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.3 dibawah ini.

Gambar 2.3 Kerangka pemikiran


Sumber: Pemikiran peneliti

Anda mungkin juga menyukai