Anda di halaman 1dari 39

MATA KULIAH EKONOMI PEMBANGUNAN

MAKALAH

PEMBANGUNAN USAHA KECIL DAN KEMITRAAN USAHA

Disusun Oleh :

Muhammad Dicky

Hendrawan

Dosen Pengampu:

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MULAWARMAN

Disusun Oleh :

Kelompok VI

Muhammad Dicky (2001016112)


Hendrawan (2001016044)
Lucky Yoga Utama (2001016051)
Muhammad Mufid (2001016056)
Hana Firdha Izdihar ( 2001016002)
Nurul Izsati ( 2001016037)

1
Kata Pengantar

Puji Dan Syukur Kami Panjatkan Pada Allah Swt. Hanya Kepada-Nya Lah Kami Memuji Dan
Hanya Kepada-Nya Lah Kami Memohon Pertolongan. Tidak Lupa Shalawat Serta Salam Kami
Haturkan Pada Junjungan Nabi Agung Kita, Nabi Muhammad Saw. Risalah Beliau Lah Yang
Bermanfaat Bagi Kita Semua Sebagai Petunjuk Menjalani Kehidupan.

Dengan Ini Saya Dapat Menyelesaikan Makalah Pembelajaran Yang Diberikan . Pada Isi
Makalah Akan Diuraikan Materi pembangunan usaha kecil dan kemitraan usaha . Yang Dimana
Materi Ini Akan Berkaitan Dengan Mata Kuliah Ekonomi Pembangunan.

Makalah “Materi pembangunan usaha kecil dan kemitraan usaha” Disusun Guna Memenuhi
Tugas kelompok Mata Kuliah Ekonomi Pembangunan. Dengan Kerendahan Hati, Penyusun
Memohon Maaf Apabila Ada Kesalahan Penulisan. Demikian Kata Pengantar Ini Penulis
Sampaikan. Terima Kasih Atas Semua Materi yang Berikan Selama Perkuliahan Berlangsung
Saya Harap Itu Akan Berguna Untuk Saya Di Kemudian Hari.

Samarinda, 24 Mei 2022

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ….……………………………………………………………….. i

DAFTAR ISI ………………………………………………………………………….. ii

Dualisme industry Indonesia ………………………………………………………… 1

Profit dan sebaran usaha kecil …………………………………………………….. 10

Tantangan dan masalah……………… …………………………………………… 20

Strategi pemberdayaan yang tepat ……………………………………………… 21

Pola dan realitas kemitraan ………………………………………………………… 29

kseimpulan…………………………………………………………………………… 35

Daftar Pustaka ……………………………………………………………………………..36

3
4
PEMBANGUNAN USAHA DAN KEMITRAAN USAHA

A. Dualisme Industri di Indonesia

Pengertian Dualisme

Arti Dualisme dalam Metafisika adalah gagasan bahwa ada dua jenis realitas yaitu material
(fisik) dan non-materi (spiritual).
Dalam filsafat pikiran, Dualisme adalah posisi pikiran dan tubuh dalam beberapa kategoris
terpisah satu sama lain , dan bahwa fenomena mental dalam beberapa hal, bersifat non-fisik.
Dualisme menarik bagi intuisi yang masuk akal dari sebagian besar orang yang tidak terlatih
secara filosofis, dan bagi kebanyakan orang mental dan fisik tampaknya memiliki sifat yang
sangat berbeda , dan mungkin tidak dapat didamaikan.
Fenomena mental memiliki kualitas subjektif tertentu (dikenal sebagai qualia atau “cara
segala sesuatu tampak bagi kita”), sedangkan peristiwa fisik tidak.
Kritikus dualisme sering mempertanyakan bagaimana sesuatu yang sama sekali tidak material
dapat mempengaruhi sesuatu secara total material.

Dualisme Industri di Indonesia

Indonesia merupakan salah satu anggota kelompok negara-negara berkembang, serta dalam proses
pergerakan keatas dari seluruh sistem sosialnya, terutama sektor industrinya. Pembangunan sektor
industri, saat ini rupa-rupanya dianggap sebagai senjata paling ampuh guna menapaki tahapan
industrialisasi setelah sekian lama dihadapkan oleh kemunduran secara dramatis akan ekspor minyak
yang dimulai pada pertengahan tahun 1985. Akita (1991) telah mengidentifikasikan sumbersumber
pertumbuhan industri di Indonesia dengan menggunakan tabel input-output tahun 1970-1985

Beliau menemukan bahwa pertumbuhan sektor manufaktur ringan kebanyakan disumbang oleh
perluasan akan permintaan domestik. Beliau juga menyimpulkan bahwa sekitar 40%-50%
pertumbuhan total sektor manufaktur sebagian besarnya didorong oleh kekuatan permintaan
domestik. Sebagai tambahan, seperti yang dikatakan oleh Hulu (1993), teknologi masih
belum berperan secara signifikan terhadap pertumbuhan sektor manufaktur ringan.

1
Abimanyu (1996) menemukan hal yang hampir sama dengan Akita. Dengan menggunakan
tabel input-output tahun 1985-1990, beliau mengamati bahwa pertumbuhan nilai tambah
manufaktur yang tinggi telah dipimpin oleh empat kelompok industri utama (dalam level 2
digit International Standard Industrial Classification (ISIC)): industri tekstil, industri kayu,
industri kertas dan bubur kertas serta industri logam dasar. Industri-industri ini tumbuh
dengan cepat melalui dukungan permintaan domestik dan secara memuaskan menyumbang
sekitar 50% pertumbuhan sektor manufaktur. Penemuan tersebut rupa-rupanya ingin
menegaskan bahwa pertumbuhan dipimpin oleh pola konsumsi masyarakat di Indonesia yang
diamati pula oleh Abimanyu (1997).

Dalam rangka hubungannya dengan perdagangan dan pembaharuan kebijakan yang


dicanangkan sejak pertengahan tahun 1980-an, Osada (1994) menyelidiki secara ekonometris
pengaruh yang signifikan dari liberalisasi impor terhadap perubahan produktifitas. Studi
empirisnya berdasarkan pada asumsi bahwa liberalisasi impor yang dimulai pada bulan Maret
1985 dengan pemberlakuan penyederhanaan jenjang tarif serta penurunan yang tinggi pada
tingkat tarif. Beliau menunjukkan juga bahwa pertumbuhan sektor manufaktur setelah tahun
1985 disertai pula oleh peningkatan total factor productivity (TFP). Tingkat pertumbuhan
TFP yang tinggi pada sektor manufaktur merupakan orientasi ekspor selama periode awal;
kemudian pertumbuhan TFP menyebar begitu luasnya pada area perindustrian menjelang
1990. Hasil penelitiannya menyarankan juga agar liberalisasi impor akan jauh lebih
bermanfaat apabila ditujukan untuk meningkatkan efisiensi sektor manufaktur. Pradiptyo
(1996), disisi lain, telah menarik kesimpulan yang bertentangan dengan Osada, mengatakan
bahwa kebijakan perdagangan di Indonesia masih sangat protektif serta tidak menggunakan
pengaruh efisiensi industri dan persaingan.

Abimanyu et al. (1997) menguji pengaruh signifikan yang mungkin terjadi pada
liberalisasi perdagangan di Indonesia dengan mensimulasi keseimbangan umum 30 sektor.
Beliau mengusulkan empat kebijakan yang mungkin dapat dicanangkan pada liberalisasi
perdagangan ke dalam model, dan hasilnyapun diyakini akan mengejutkan. Keempat
kebijakan itu adalah: (1) 11% penurunan tarif, yang dibantu oleh input impor industri berat;
(2) 12% penurunan pajak ekspor untuk produk tradisional; (3) kombinasi (1) dan (2); (4)
kebijakan (3) ditambah penekanan inflasi sampai 5%. Studinya tersebut meramalkan bahwa
skenario (1) secara relatif, lebih unggul daripada skenario lainnya. Karena, kebijakan ini akan

2
menurunkan indeks harga konsumen sedangkan dilain pihak meningkatkan GDP. Selain itu,
kebijakan tersebut akan meningkatkan persaingan produk manufaktur.

Studi-studi sebelumnya tampaknya telah jelas dan sejalan dengan teori perdagangan tradisional.2
Seperti efektifitas deregulasi perdagangan yang telah diperkenalkan oleh pemerintah sejak tahun 1985,
terhadap kinerja manufaktur secara empiris telah teruji dengan studi-studi ini.

Analisis
1. Tabel 1 berikut menjelaskan pembedaan antara industri padat modal dan industri padat karya.

Tabel 1. Perkembangan Rasio Modal per Tenaga Kerja

No Sektor 1990 1995


01 Pertanian (1-6) 0,3379 LI 1,0085 LI
02 Perkebunan (7-17) 0,0421 LI 0,0322 LI
03 Peternakan (18-20) 0,0145 LI 0,2015 LI
04 Kehutanan (21-22) 0,0267 LI 0,8451 LI
05 Perikanan -0,0234 LI 0,0000 LI
06 Penambangan (24-26) 4,0063 CI 5,7416 CI
07 Industri pengolahan dan 0,1758 LI -0,1809 LI
pengawetan makanan
08 Industri minyak dan lemak 0,0000 LI -0,1872 LI
09 Industri penggilingan padi 0,0560 LI 2,2852 CI
10 Industri tepung, segala jenis -0,3190 LI 0,1271 LI
11 Industri gula 0,1422 LI 2,4256 CI
12 Industri makanan lainnya 0,0792 LI 0,3026 LI
13 Industri minuman -0,8667 LI 0,1436 LI
14 Industri rokok -0,2176 LI 0,3775 LI
15 Industri pemintalan -0,6445 LI 0,1106 LI
16 Industri tekstil, pakaian dan kulit -0,0111 LI 0,1701 LI
17 Industri bambu, kayu dan rotan -0,0377 LI 0,0807 LI
18 Industri kertas, barang dari 0,3381 LI 0,1820 LI
kertas
karton
19 Industri pupuk dan pestisida -2,5427 LI -2,2188 LI
20 Industri kimia -1,1859 LI -1,9365 LI
21 Pengilangan minyak 23,3589 CI 9,0437 CI
22 Industri barang karet dan plastik -1,0834 LI 1,1399 LI
23 Industri barang-barang dari 0,0479 LI 0,0913 LI
mineral bukan logam
24 Industri semen -0,4058 LI 0,0089 LI
25 Industri dasar besi dan baja -0,5112 LI 11,3761 CI
26 Industri logam dasar bukan besi -0,7903 LI -1,3753 LI
27 Industri barang dari logam 1,0435 LI 2,8503 CI
28 Industri mesin, alat-alat dan 15,2482 CI 15,6621 CI
perlengkapan listrik
29 Industri alat pengangkutan dan 3,2749 CI 8,9075 CI
perbaikannya
30 Industri barang lain yang belum -0,2687 LI 0,5872 LI
digolongkan di manapun
31 Listrik, gas dan air minum 0,0000 LI 0,0000 LI
32 Perdagangan, restoran dan hotel 0,3464 LI 0,3614 LI
(53-54)
33 Angkutan dan jasa penunjang 0,4414 LI 0,7877 LI
angkutan (55-59)
34 Komunikasi 0,0000 LI 0,0000 LI
35 Lembaga keuangan 0,0000 LI 0,0000 LI
36 Konstruksi dan jasa perusahaan 11,9298 CI 23,2831 CI
(52 & 62)
37 Jasa publik dan lainnya (63-66) 0,1076 LI 0,1525 LI
Rata-rata 1,41 2,23

3
Dengan klasifikasi seperti pada Tabel 1, menurut Ohno & Imaoka (1987) dan Yokoyama &
Itoga (1989) bisa ditentukan cut-off point (garis pemisah) antara industri yang padat modal
(capital-intensive atau CI) dan padat karya (labor-intensive atau LI). Beberapa industri dari
1990 hingga tahun 1995 yang tetap, pernah dan telah menjadi industri padat modal adalah:

No Sektor Jenis Industri 1990 1995

06 Penambangan (24-26) Primer CI CI

09 Industri penggilingan padi Ringan LI CI

11 Industri gula Ringan LI CI

19 Industri pupuk dan pestisida Berat LI LI

21 Pengilangan minyak Berat CI CI

25 Industri dasar besi dan baja Berat LI CI

27 Industri barang dari logam Berat LI CI

28 industri mesin dan alat – alat & P. listrik Berat CI CI

29 Industri alat pengangkutan dan perbaikannya Berat CI CI


30 Industri barang lain yang belum digolongkan di manapun Berat LI LI
36 Konstruksi dan jasa perusahaan (52 & 62) Jasa CI CI

Berdasarkan hasil penghitungan dari data yang tersedia serta merujuk metode dan
prosedur yang dipakai oleh Ohno & Imaoka (1987) dan Yokoyama & Itoga (1989), studi
ini pada derajad tertentu bisa menerima hipotesis 1, yakni bahwa industri padat karya
adalah industri ringan dan industri padat modal yang sebagian besar adalah industri berat.
Setidaknya ada 5 (lima) industri berat yang masuk dalam kelompok padat modal, yakni
(21) industri pengilangan minyak, (25) industri dasar besi & baja, (27) industri barang dari
logam, (28) industri mesin, alat-alat dan perlengkapan listrik, dan (29) industri alat
pengangkutan dan perbaikannya.
UJI HIPOTESIS 2. Hipotesis ini adalah untuk melihat pergeseran struktur di dalam
sektor manufaktur dan fenomena dualisme dalam sektor manufaktur Indonesia. Untuk
maksud tersebut, studi ini akan mengelompokkan 37 sektor (dari 66 sektor) menjadi 4
sektor, yakni sektor industri primer, ringan, berat, dan industri jasa. Pergeseran struktur
akan dilihat dari perkembangan kontribusi nilai tambah, ekspor, dan impor keempat sektor
industri tersebut. Sedangkan untuk menghasilkan indeks backwardforward linkage, 37

4
sektor akan ditentukan matriks koefisien, matriks identitas serta matriks Leontief-nya.
Perkembangan kontribusi nilai tambah keempat kelompok industri tersebut dilaporkan
pada Tabel 3.

Tabel 3. Kontribusi Nilai Tambah

No sector 1990 1995

1 dustri Primer 0,33 0,25


2 Industri Ringan 0,10 0,13
3 Industri Berat 0,10 0,11
4 Jasa 0,47 0,51

Sumber: Tabel Input-Output Edisi 1990 dan 1995, diolah.

Berdasarkan Tabel 3, kita bisa melihat adanya pergerakan yang hampir searah antara
kontribusi nilai tambah dari sektor industri berat dan sektor industri ringan. Terjadi
peningkatan kontribusi nilai tambah pada sektor industri ringan dari 0,10 pada tahun 1990,
menjadi 0,13 pada tahun 1995. Sektor industri berat juga mengalami peningkatan dari 0,10
pada tahun 1990, menjadi 0,11 pada tahun 1995. Namun demikian terjadi pergeseran di
antara keduanya, di mana sektor industri ringan mampu mengambil alih posisi sektor
industri berat di dalam sumbangannya terhadap nilai tambah. Hal itu nampaknya juga
terjadi di antara sektor industri primer dengan sektor industri lainnya.

Tabel 4. Kontribusi Ekspor

No Sektor 1990 1995

1 Industri Primer 0,30 0,20


2 Industri Ringan 0,28 0,35
3 Industri Berat 0,30 0,32
4 Jasa 0,12 0,13
Sumber: Tabel Input-Output Edisi 1990 dan 1995, diolah.

Berdasarkan Tabel 4, kita juga bisa melihat adanya pergerakan yang hampir searah antara

5
kontribusi ekspor dari sektor industri berat dan sektor industri ringan. Terjadi peningkatan pada sektor
industri ringan dari 0,28 pada tahun 1990 menjadi 0,35 pada tahun 1995. Demikian juga dari sektor
industri berat dari 0,30 pada tahun 1990 menjadi 0,32 pada tahun 1995. Tetapi juga terjadi pergeseran di
dalam kontribusi ekspor di mana sektor industri berat tergeser oleh posisi sektor industri ringan. Hal ini
nampaknya juga terjadi di antara sektor industri primer dengan sektor industri lainnya.
Perkembangan impor keempat sektor industri tersebut dilaporkan pada Tabel 5 berikut:

Tabel 5. Kontribusi Impor


No Sektor 1990 1995
1 Industri Primer 0,06 0,06
2 Industri Ringan 0,10 0,11
3 Industri Berat 0,71 0,66
4 Jasa 0,13 0,18
Sumber: Tabel Input-Output Edisi 1990 dan 1995, diolah.

Berdasarkan Tabel 5, kita bisa melihat dominasi impor yang masih dipegang oleh sektor
industri berat, walaupun terjadi penurunan kontribusi dari 0,71 pada tahun 1990 menjadi
0,66 pada tahun 1995.

Sedangkan terjadi peningkatan di sektor industri ringan dari 0,10 pada tahun 1990 menjadi
0,11 pada tahun 1995. Sehingga secara umum pergeseran struktur menurut kontribusi
impor secara relatif tidak terjadi. Pergeseran kelihatannya hanya terjadi di antara sektor
industri primer dengan sektor industri lainnya.
Perkembangan indeks backward-forward linkage 37 sektor tersebut dilaporkan pada Tabel 6.

Tabel 6. Perkembangan Indeks Backward-For- ward Linkage

No Sektor 1990 1995

Backward Forward Ket. Backward Forward Ket


01 Pertanian (1-6) 0,7069 1,6295 Become 0,7056 1,4864 Become
Input Input
02 Perkebunan (7- 0,7939 1,6878 Become 0,8013 1,6882 Become
17) Input Input
03 Peternakan (18- 1,1237 1,0423 Utilize 1,0839 0,9529 Utilize
20) Input Input
04 Kehutanan (21- 0,7515 0,8584 Become 0,7834 0,8822 Become
22) Input Input
05 Perikanan 0,8364 0,8723 Become 0,7862 0,7925 Become
Input Input
06 Penambangan 0,7058 1,9952 Become 0,7240 1,9738 Become
(24-26) Input Input

6
07 Industri 1,2839 0,6378 Utilize 1,2043 0,6498 Utilize
pengolahan dan Input Input
pengawetan
makanan
08 Industri minyak 1,1102 0,7409 Utilize 1,2053 0,7894 Utilize
dan lemak Input Input
09 Industri 1,2630 0,7221 Utilize 1,2296 0,7171 Utilize
penggilingan Input Input
padi
10 Industri tepung, 1,0789 0,7464 Utilize 1,1293 0,7727 Utilize
segala jenis Input Input
11 Industri gula 1,0816 0,7871 Utilize 1,0643 0,8426 Utilize
Input Input
12 Industri 1,0681 0,8330 Utilize 1,1730 0,8738 Utilize
makanan Input Input
lainnya
13 Industri 1,1333 0,6390 Utilize 1,1801 0,6290 Utilize
minuman Input Input
14 Industri rokok 0,9813 0,6996 Utilize 0,9427 0,6631 Utilize
Input Input
15 Industri 0,8300 0,8267 Utilize 0,9433 0,8830 Utilize
pemintalan Input Input
16 Industri tekstil, 1,1701 0,8031 Utilize 1,1751 0,8179 Utilize
pakaian dan Input Input
kulit
17 Industri bambu, 1,0708 0,7700 Utilize 1,1965 0,8221 Utilize
kayu dan rotan Input Input
18 Industri kertas, 1,1465 1,1279 Utilize 1,0927 1,0916 Utilize
barang dari Input Input
kertas karton
19 Industri pupuk 0,9848 0,8030 Utilize 0,8693 0,8023 Utilize
dan pestisida Input Input
20 Industri kimia 1,0043 1,1866 Become 1,0124 1,3157 Become
Input Input
21 Pengilangan 0,9863 1,5222 Become 0,9317 1,1944 Become
minyak Input Input
22 Industri barang 1,0756 0,8580 Utilize 1,1417 0,9168 Utilize
karet dan Input Input
plastik
23 Industri barang- 1,0165 0,6880 Utilize 1,0503 0,6778 Utilize
barang dari Input Input
mineral bukan
logam
24 Industri semen 1,2077 0,6635 Utilize 1,0874 0,6410 Utilize
Input Input
25 Industri dasar 1,0715 1,0150 Utilize 0,9785 0,8471 Utilize
besi dan baja Input Input
26 Industri logam 0,9627 0,8202 Utilize 1,0407 0,8133 Utilize
dasar bukan Input Input
Besi
27 Industri barang 1,0888 0,7864 Utilize 0,9935 0,7398 Utilize
dari logam Input Input
28 Industri mesin, 0,8228 0,9280 Become 0,9265 0,9970 Become
alat-alat dan Input Input
perlengkapan
Listrik
29 Industri alat 0,9221 0,7604 Utilize 0,8878 0,7626 Utilize

7
pengangkutan Input Input
dan
perbaikannya
30 Industri barang 1,0345 0,6456 Utilize 1,0725 0,6356 Utilize

lain yang belum Input Input


digolongkan di
manapun
31 Listrik, gas dan 1,2175 1,1022 Utilize 1,0575 0,9983 Utilize
air minum Input Input
32 Perdagangan, 0,8896 2,1260 Become 0,9412 1,9699 Become
restoran dan Input Input
hotel (53-54)
33 Angkutan dan 0,9644 1,4833 Become 0,9147 1,7719 Become
jasa penunjang Input Input
angkutan (55-
59)
34 Komunikasi 0,8706 0,7663 Utilize 0,8102 0,7513 Utilize
Input Input
35 Lembaga 0,8088 1,1842 Become 0,8579 1,2579 Become
keuangan Input Input
36 Konstruksi dan 1,0956 1,1702 Become 1,0599 1,5617 Become
jasa perusahaan Input Input
(52 & 62)

Tabel 6 memperlihatkan perkembangan indeks backward-forward linkage, di mana


backward linkage menunjukkan keterkaitan kegiatan industri di tahap mendahului (industri
hulu) sedangkan forward linkage menunjukkan keterkaitan kegiatan industri di tahap menyusul
(industri hilir). Apabila backward linkage suatu sektor lebih besar daripada forward linkage-
nya, artinya output sektor tersebut merupakan utilize input (output yang siap digunakan).
Sebaliknya, apabila forward linkage suatu sektor lebih besar daripada backward linkage-nya,
maka output sektor tersebut merupakan become input (input yang siap digunakan).

Berdasarkan Tabel 6 kita bisa melihat tidak adanya perubahan struktural. Hal ini
diketahui dari tidak adanya perubahan status dari sektor-sektor di dalamnya. Sektor-sektor
tersebut yang pada tahun 1990 menjadi utilize input, pada tahun 1995 juga tetap menjadi
utilize input. Demikian juga sektor-sektor yang pada tahun pada 1990 menjadi become input
pada tahun 1995 juga tetap saja menjadi become input

Perubahan yang terjadi hanyalah pada peningkatan dan penurunan besar indeks backward-
forward linkage saja.

Fenomena perdagangan bebas, utamanya impor (lihat Tabel 5), nampaknya


menguntungkan industri berat. Ada perbedaan yang sangat signifikan antara indeks

8
keunggulan komparatif kelompok industri padat karya dan kelompok industri padat modal (lihat
Tabel 7). Secara rerata, industri padat modal lebih banyak menderita comparative disadvantage
(kecuali industri pupuk dan pestisida, pengilangan minyak, industri barang karet dan plastik,
industri semen, dan industri logam dasar bukan besi) Ini berarti memper- kuat dugaan beberapa
kalangan bahwa industri padat modal lebih diuntungkan oleh kebijakan liberalisasi impor.

Berdasarkan analisis secara keseluruhan atas perkembangan kontribusi nilai tambah, ekspor,
impor, indeks backward-forward linkage, serta indeks comparative advantage dari sektor-
sektor industri tersebut, nampaknya hipotesis 2 sulit untuk kita tolak. Posisi sektor industri
berat masih terlalu kuat dominasinya. Perubahan/pergeseran “status” di dalam sektor-sektor
industri ternyata tidak terjadi, dilihat dari indeks backward-forward linkage-nya. Hal ini
disebabkan tidak adanya perubahan status dari sektor- sektor di dalamnya.

9
B. PROFIT DAN SEBARAN USAHA KECIL

Pengertian Usaha Kecil


Menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Usaha adalah kegian dengan
mengerahkan tenaga, pikiran atau badan untuk mencapai sesuatu maksud, pekerjaan,
(perbuatan, prakarsa, ikhtiar, daya upaya), ikhtiar untuk mencapai sesuatu.
“Usaha” menurut Tarsis Tarmudji berarti “berkemauan keras” memperoleh manfaat.2
Menurut Hughes dan Kapoor usaha atau bisnis adalah “Bussiness is the organized effort of
individuals to produce and self for a profit, the goods and services that satisfy society’s
needs. The general term business refers to all such efforts within a society or within an
industry.
”Maksudnya usaha atau bisnis adalah suatu kegiatan individu yang terorganisasi
untuk menghasilkan dan menjual barang dan jasa guna mendapatkan keuntungan dalam
memenuhi kebutuhan masyarakat.3
Usaha kecil berdasarkan Undang-Undang No. 9 Tahun 1995, memiliki pengertian,
“Segala kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih
atau hasil penjualan tahunan serta kepemilikan sebagaimana diatur dalam undang-undang
ini”.
Di dalam Undang-Undang No.20 Tahun 2008, usaha kecil di definisikan sebagai
usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau
badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang
dimiliki, dikuasai atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha
menengah atau Usaha besar yang memenuhi kriteria usaha kecil sebagaimana di maksud
dalam undang-undang ini.
Usaha kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang memenuhi kriteria sbb:
1. Memiliki kekayaan bersih paling banyak 200 juta rupiah tidak termasuk harga tanah dan
bangunan tempat usaha.
2. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak 1 miliar rupiah.
3. Usaha yang berdiri sendiri, bukan perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki,
dikuasai atau terafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha menengah atau
skala besar.
4. Berbentuk usaha yang dimiliki orang perorang, badan usaha yang tidak berbadan hukum,
atau badan usaha yang berbadan hukum.

10
Menteri Negara Koperasi dan UKM (Usaha Kecil dan Menengah) sebenarnya telah
mengelompokkan usaha kecil dan menengah itu kedalam tiga kriteria, yaitu seperti diatas,
serta satu lagi adalah apa yang disebut dengan usaha mikro. Usaha Mikro adalah kegiatan
ekonomi rakyat berskala kecil dan
bersifat tradisional dan informal, dalam arti belum terdaftar, belum tercatat dan belum
berbadan hukum.Hasil penjualan tahunan bisnis tersebut paling banyak 100 juta rupiah.
Usaha kecil mungkin beroperasi dalam bentuk perdagangan (trading) ataupun industri
pengolahan (manufacturing).
Menurut Prof. Dr. Buchari Alma dinyatakan sebuah definisi dari Ebert and Griffin
yang di kutip oleh Gouzali Saydam : “Small business as one that is independently owned and
managed and does not dominate its market. A small business then, cannot be part of another
busuness operator must be their own bosses, free to run their business as they please”. Bila
diartikan secara bebas, bisnis kecil atau usaha kecil adalah suatu usaha yang dimiliki dan
dikelola secara bebas, dan bisnis kecil ini tidak mendominasi pasar. Bisnis kecil ini bukan
merupakan bagian atau cabang dariperusahaan lain. Yang menjalankan bisnis adalah pemilik
sendiri, bekerja bebas sesuai dengan kesanggupan.
Dari hasil penelitian yang dilakukan Lembaga Manajemen FE UI tahun 1987 dapat
dirumuskan profil Usaha Kecil di Indonesia sebagai berikut :
1. Hampir setengah dari perusahaan kecil hanya mempergunakan kapasitas produksi 60%
atau kurang.
2. Lebih dari setengah perusahaan kecil didirikan sebagai pengembangan dari usaha kecil-
kecilan atau dari industri rumah tangga.
3. Usaha menurun karena kurang modal, kurang mampu memasarkan, kurang keterampilan
teknis, dan administrasi.
4. Mengharapkan bantuan pemerintah berupa modal, pemasaran dan pengadaan barang
5. 60% menggunakan teknologi tradisional.
6. 70% melakukan pemasaran langsung ke konsumen.
7. Untuk memperoleh bantuan perbankan, dokumen-dokumen yang harus disiapkan
dipandang terlalu rumit dan biasanya nonbankable.
A. Mengelola Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)
Empat aspek yang perlu diperhatikan dalam mengelola UMKM, yaitu:1
1
Partomo, Tiktik Sartika., Abd.Rachman Soejoedono, Ekonomi Skala Kecil/Menengah & Koperasi. Bogor :
Ghalia Indonesia, 2002.

11
1. Aspek Pengelolaan Keuangan
2. Aspek Pengelolaan SDM
3. Aspek Pengelolaan Operasional
4. Aspek Pengelolaan Pemasaran
a. Usaha Mikro Kecil
           Usaha Mikro sebagaimana dimaksud menurut Undang-Undang Republik Indonesia
No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yaitu usaha produktif milik
orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang. Adapun kriteria usaha Mikro menurut Undang-
Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah,
antara lain:
1. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50.000.000,00 tidak termasuk tanah dan
bangunan tempat usaha; atau
2. Memiliki hasil penjualan paling banyak Rp 300.000.000,00 (ket.: nilai nominal dapat
diubah sesuai dengan perkembangan perekonomian yang diatur oleh Peraturan
Presiden)
Ciri-ciri yang ada di usaha mikro, antara lain:
 Jenis barang/komoditi usahanya tidak selalu tetap, sewaktu-waktu dapat berganti;
 Tempat usahanya tidak selalu menetap, sewaktu-waktu dapat pindah tempat;
 Belum melakukan administrasi keuangan yang sederhana sekalipun, dan tidak
memisahkan keuangan keluarga dengan keuangan usaha;
        Dilihat dari kepentingan perbankan, usaha mikro adalah suatu segmen pasar yang cukup
potensial untuk dilayani dalam upaya meningkatkan fungsi intermediasi-nya karena usaha
mikro mempunyai karakteristik positif dan unik yang tidak selalu dimiliki oleh usaha non
mikro, antara lain :
 Perputaran usaha (turn over) cukup tinggi, kemampuannya menyerap dana yang
mahal dan dalam situasi krisis ekonomi kegiatan usaha masih tetap berjalan bahkan
terus berkembang;
 Tidak sensitif terhadap suku bunga;
 Tetap berkembang walau dalam situasi krisis ekonomi dan moneter;
 Pada umumnya berkarakter jujur, ulet, lugu dan dapat menerima bimbingan asal
dilakukan dengan pendekatan yang tepat.

12
         Namun demikian, disadari sepenuhnya bahwa masih banyak usaha mikro yang sulit
memperoleh layanan kredit perbankan karena berbagai kendala baik pada sisi usaha mikro
maupun pada sisi perbankan sendiri.
Profil usaha mikro yang selama ini berhubungan dengan Lembaga Keuangan, adalah:
1. Tenaga kerja, mempekerjakan 1-5 orang termasuk anggota keluarganya.
2. Aktiva Tetap, relatif kecil, karena labor-intensive.
3. Lokasi, di sekitar rumah, biasanya di luar pusat bisnis.
4. Pemasaran, tergantung pasar lokal dan jarang terlibat kegiatan ekspor-impor.
5. Manajemen, ditangani sendiri dengan teknik sederhana.
6. Aspek hukum: beroperasi di luar ketentuan yang diatur hukum: perijinan, pajak,
perburuhan, dll.
b. Usaha Kecil
           Usaha kecil merupakan usaha yang integral dalam dunia usaha nasional yang memiliki
kedudukan, potensi, dan peranan yang signifikan dalam mewujudkan tujuan pembangunan
nasional pada umumnya dan pembangunan ekonomi pada khususnya. Selain itu, usaha kecil
juga merupakan kegiatan usaha dalam memperluas lapangan pekerjaan dan memberikan
pelayanan ekonomi yang luas, agar dapat mempercepat proses pemerataan dan pendapatan
ekonomi masyarakat.
          Definisi usaha kecil menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2008
tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yaitu usaha ekonomi produktif yang berdiri
sendiri yang dilakukan oleh orang perorangan yang dilakukan atau badan usaha yang bukan
merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau
menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar
yang memenuhi kriteria usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam undang-undang.
Perbedaan usaha kecil dengan usaha lainnya, seperti usaha menengah dan usaha kecil, dapat
dilihat dari:
1. Usaha kecil tidak memiliki sistem pembukuan, yang menyebabkan pengusaha kecil
tidak memiliki akses yang cukup menunjang terhadap jasa perbankan.
2. Pengusaha kecil memiliki kesulitan dalam meningkatkan usahanya, karena teknologi
yang digunakan masih bersifat semi modern, bahkan masih dikerjakan secara
tradisional.
3. Terbatasnya kemampuan pengusaha kecil dalam mengembangkan usahanya, seperti:
untuk tujuan ekspor barangbarang hasil produksinya.
Sedangkan pada hakikatnya penggolongan usaha kecil, yaitu:

13
1. Industri kecil, seperti: industri kerajinan tangan, industri rumahan, industri logam, dan
lain sebagainya.
2. Perusahaan berskala kecil, seperti: toserba, mini market, koperasi, dan sebagainya.
3. Usaha informal, seperti: pedagang kaki lima yang menjual barang-barang kebutuhan
pokok.
Kekuatan dan kelemahan usaha kecil
kelemahan usaha kecil
 Modal terbatas
 Kredibilitas
 Permasalahan pegawai
Kekuatan usaha kecil
 Sentuhan pribadi
 Motivasi yang lebih tinggi
 Fleksibilitas yang tinggi
Faktor faktor yang mengakibatkan kelemahan usaha kecil
1. Keterbatasan Modal
              Menyeimbangkan “uang masuk” dan “uang keluar” adalah sebuah perjuangan,
terutama ketika mencoba melakukan perluasan usaha. Bukannya mendapatkan pelayanan
istimewa dari pemilik modal ketika mengajukan pinjaman, pelaku usaha kecil malah lebih
sering merasa diperlakukan seperti warganegara kelas dua. Perusahaan kecil tidak dapat
menggunakan sistem kredit sebagai cara menjual semudah yang dilakukan perusahaan besar.
Selain itu, kebanyakan usaha kecil memiliki masalah untuk tetap bertahan selama periode
menunggu produk mereka dapat diterima pasar.
2. Permasalahan Kepegawaian
              Usaha kecil tidak mampu membayar gaji yang besar, serta menyediakan kesempatan
dan status yang biasanya terdapat pada perusahaan besar. Pemilik usaha kecil harus
berkonsentrasi pada permasalahan sehari-hari dalam menjalankan bisnis dan biasanya
memiliki sedikit waktu untuk memikirkan tujuan atau rencana jangka panjang.
3. Biaya langsung yang tinggi
            Usaha kecil tidak dapat membeli bahan baku, mesin, atau persediaan semurah
perusahaan besar, atau mendapatkan diskon untuk volume pembelian yang lebih besar seperti
produsen besar. Jadi biaya produksi per unit biasanya lebih tinggi untuk usaha kecil, tetapi
pada umumnya biaya operasional (overhead) biasanya lebih rendah.
4.Keterbatasan varian usaha

14
            Sebuah perusahaan besar yang memiliki banyak sektor usaha dapat saja mengalami
hambatan di salah satu usahanya, tapi mereka tetap kuat. Hal ini tidak berlaku bagi usaha
kecil yang hanya memiliki sedikit produk. Usaha kecil sangat rentan jika produk baru mereka
tidak laku, atau jika salah satu pasarnya terkena resesi, atau jika produk lamanya tiba-tiba
menjadi ketinggalan zaman.
5. Rendahnya kredibilitas
         Masyarakat menerima produk perusahaan besar karena namanya dikenal dan biasanya
dipercaya. Usaha Kecil harus berjuang untuk membuktikan setiap kali menawarkan sebuah
produk baru atau memasuki pasar baru. Reputasi dan keberhasilannya di masa lalu di pasar
jarang diperhitungkan.
Ciri-ciri usaha menengah, antara lain:
 Pada umumnya telah memiliki manajemen dan organisasi yang lebih baik, lebih
teratur bahkan lebih modern, dengan pembagian tugas yang jelas antara lain, bagian
keuangan, bagian pemasaran dan bagian produksi;
 Telah melakukan manajemen keuangan dengan menerapkan sistem akuntansi dengan
teratur, sehingga memudahkan untuk auditing dan penilaian atau pemeriksaan
termasuk oleh perbankan;
 Telah melakukan aturan atau pengelolaan dan organisasi perburuhan, telah ada
Jamsostek, pemeliharaan kesehatan dll;
 Sudah memiliki segala persyaratan legalitas antara lain izin tetangga, izin usaha, izin
tempat, NPWP, upaya pengelolaan lingkungan dll;
           Jenis atau macam usaha menengah hampir menggarap komoditi dari hampir seluruh
sektor mungkin hampir secara merata, yaitu:
1. Usaha pertanian, perternakan, perkebunan, kehutanan skala menengah
2. Usaha perdagangan (grosir) termasuk expor dan impor
3. Usaha jasa EMKL (Ekspedisi Muatan Kapal Laut), garment dan jasa transportasi taxi
dan bus antar propinsi
4. Usaha industri makanan dan minuman, elektronik dan logam
5. Usaha pertambangan batu gunung untuk kontruksi dan marmer buatan.
C. Sasaran dan pembinaan UMKM 
o Meningkatnya jumlah pengusaha menengah dan terwujudnya usaha yang semakin
tangguh dan mandiri sehingga pelaku ekonomi tersebut dapat berperan dalam
perekonomian nasional.
o eningkatnya daya saing pengusaha nasional di pasar dunia.
15
o Seimbangnya persebaran investasi antar sektor dan antara golongan.
Dalam mengevaluasi pembinaan UMKM
1. Dimulai dengan proses peningkatan kemampuan mengelola (manajemen) dibidang
pemasaran, keuangan dan personalia.
2. Meningkatkan kemampuan kegiatan operasional.
3. Kemampuan dalam mengendalikan bisnis.
         Apabila UMKM sudah siap untuk bersaing terutama dalam perdagangan internasional,
UMKM harus mampu:
1. menerima dan mengadaptasi Teknologi
2. Mampu melaksanakan inovasi
          Apabila UMKM dapat mengadaptasi, menguasai dan mengembangkan teknologi serta
selalu menciptakan inovasi, maka hal tersebut akan memotivasi UMKM untuk mengekspor
produknya, maka UMKM agar dapat memanfaatkan peluang pasar di luar harus dibantu
kebijakan pemerintah, lembaga-lembaga pemerintah dan non pemerintah yang mendukung,
fasilitas infrastruktur yang memadai, kestabilan politik dan penegakan hukum yang adil dan
bersih. Disamping itu UMKM yang memerlukan suatu badan atu lembaga yang selalu
memerlukan informasi bisnis yang akurat dan terus-menerus. Perana BPEN sangat strategis
untuk membantu dan mendorong kegiatan ekspor bagi usaha mikro kecil dan menengah
(UMKM)

Mengapa Usaha Kecil Perlu Dikembangkan?

Sejak tahun 1983, pemerintah secara konsisten telah melakukan berbagai upaya
deregulasi sebagai upaya penyesuaian struktural dan restrukturisasi perekonomian. Kendati
demikian, banyak yang mensinyalir deregulasi di bidang perdagangan dan investasi tidak
memberi banyak keuntungan bagi perusahaan kecil dan menengah; bahkan justru perusahaan
besar dan konglomeratlah yang mendapat keuntungan. Studi empiris membuktikan bahwa
pertambahan nilai tambah ternyata tidak dinikmati oleh perusahaan skla kecil, sedang, dan
besar, namun justru perusahaan skala konglomerat, dengan tenaga kerja lebih dari 1000
orang, yang menikmati kenaikan nilai tambah secara absolut maupun per rata-rata perusahaan
(Kuncoro & Abimanyu, 1995).

Dalam konstelasi inilah, perhatian untuk menumbuhkembangkan industri kecil dan


rumah tangga (IKRT) setidaknya dilandasi oleh tiga alasan. Pertama, IKRT menyerap banyak

16
tenaga kerja. Kecenderungan menerap banyak tenaga kerja umumnya membuat banyak IKRT
juga intensif dalam menggunakan sumberdaya alam lokal. Apalagi karena lokasinya banyak
di pedesaan, pertumbuhan IKRT akan menimbulkan dampak positif terhadap peningkatan
jumlah tenaga kerja, pengurangan jumlah kemiskinan, pemerataan dalam distribusi
pendapatan, dan pembangunan ekonomi di pedesaan (Simatupang, et al., 1994; Kuncoro,
1996). Dari sisi kebijakan, IKRT jelas perlu mendapat perhatian karena tidak hanya
memberikan penghasilan bagi sebagian besar angkatan kerja Indonesia, namun juga
merupakan ujung tombak dalam upaya pengentasan kemiskinan. Di perdesaan, peran penting
IKRT memberikan tambahan pendapatan (Sandee et al., 1994), merupakan seedbed bagai
pengembangan industri dan sebagai pelengkap produksi pertanian bagi penduduk miskin
(Weijland, 1999). Boleh dikata, ia juga berfungsi sebagai strategi mempertahankan hidup
(survival strategy) di tengah krismon.

Kedua, IKRT memegang peranan penting dalam ekspor nonmigas, yang pada tahun
1990 mencapai US$ 1.031 juta atau menempati rangking kedua setelah ekspor dari kelompok
aneka industri. Ketiga, adanya urgensi untuk struktur ekonomi yang berbentuk piramida pada
PJPT I menjadi semacam "gunungan" pada PJPT II. Gambar 1 memperlihatkan bahwa pada
puncak piramida dipegang oleh usaha skala besar, dengan ciri: beroperasi dalam struktur
pasar quasi-monopoli oligopolistik, hambatan masuk tinggi (adanya bea masuk, nontariff,
modal, dll.), menikmati margin keuntungan yang tinggi, dan akumulasi modal cepat. Puncak
piramida ini (bagian yang diarsir) sejalan dengan hasil survei Warta Ekonomi (1993)
mengenai omset 200 konglomerat Indonesia. Pada dasar piramida didominasi oleh usaha
skala menengah dan kecil yang beroperasi dalam iklim yang sangat kompetitif, hambatan
masuk rendah, margin keuntungan rendah, dan tingkat drop-out tinggi. Struktur ekonomi
bentuk piramida terbukti telah mencuatkan isyu konsentrasi dan konglomerasi, serta banyak
dituding melestarikan dualisme perekonomian nasional.

17
PROFIT DAN SEBARAN USAHA KECIL

Ada dua definisi usaha kecil yang dikenal di Indonesia. Pertama, definisi usaha kecil
menurut Undang-Undang No. 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil adalah kegiatan ekonomi
rakyat yang memiliki hasil penjualan tahunan maksimal Rp 1 milyar dan memiliki kekayaan
bersih, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, paling banyak Rp 200 juta
(Sudisman & Sari, 1996: 5). Kedua, menurut kategori Biro Pusat Statistik (BPS), usaha kecil
identik dengan industri kecil dan industri rumah tangga. BPS mengklasifikasikan industri
berdasrakan jumlah pekerjanya, yaitu: (1) industri rumah tangga denganpekerja 1-4 orang; (2)
industri kecil dengan pekerja 5-19 orang; (3) industri menengah dengan pekerja 20-99 orang;
(4) industri besar dengan pekerja 100 orang atau lebih (BPS, 1999: 250).

Kendati beberapa definisi mengenai usaha kecil namun agaknya usahakecil


mempunyai karakteristik yang hampir seragam. Pertama, tidak adanya pembagian tugas yang
jelas antara bidang administrasi dan operasi. Kebanyakan industri kecil dikelola oleh
perorangan yang merangkap sebagai pemilik sekaligus pengelola perusahaan, serta
memanfaatkan tenaga kerja dari keluarga dan kerabat dekatnya. Data BPS (1994)
menunjukkan hingga saat ini jumlah pengusaha kecil telah mencapai 34,316 juta orang yang
meliputi 15, 635 juta pengusaha kecil mandiri (tanpa menggunakan tenaga kerja lain),18,227
juta orang pengusaha kecil yang menggunakan tenaga kerja anggota keluarga sendiri serta 54
ribu orang pengusaha kecil yang memiliki tenaga kerja tetap.

Kedua, rendahnya akses industri kecil terhadap lembaga-lembaga kredit formal


sehingga mereka cenderung menggantungkan pembiayaan usahanya dari modal sendiri atau
sumber-sumber lain seperti keluarga, kerabat, pedagang perantara, bahkan rentenir.

Ketiga, sebagian besar usaha kecil ditandai dengan belum dipunyainya status badan
hukum. Menurut catatan BPS (1994), dari jumlah perusahaan kecil sebanyak sebanyak
124.990, ternyata 90,6 persen merupakan perusahaan perorangan yang tidak berakta notaris;
4,7 persen tergolong perusahaan perorangan berakta notaris; dan hanya 1,7 persen yang sudah
mempunyai badanhukum (PT/NV, CV, Firma, atau Koperasi).

Keempat, dilihat menurut golongan industri tampak bahwa hampir sepertiga bagian
dari seluruh industri kecil bergerak pada kelompok usaha industri makanan, minuman dan

18
tembakau (ISIC31), diikuti oleh kelompok industri barang galian bukan logam (ISIC36),
industri tekstil (ISIC32), dan industri kayu,bambu, rotan, rumput dan sejenisnya termasuk
perabotan rumahtangga (ISIC33) masing-masing berkisar antara 21% hingga 22% dari
seluruh industri kecil yang ada. Sedangkan yang bergerak pada kelompok usaha industri
kertas (34) dan kimia (35) relatif masih sangat sedikit sekali yaitu kurang dari 1%.

Industri kecil dan rumah tangga (IKRT) memiliki peranan yang cukup besar dalam
industri manufaktur dilihat dari sisi jumlah unit usaha dan daya serap tenaga kerja, namun
lemah dalam menyumbang nilai tambah pada tahun 1990. Dari total unit usaha manufaktur di
Indonesia sebanyak 1,524 juta, ternyata 99,2 persen merupakan unit usaha IKRT. IKRT,
dengan jumlah tenaga kerja kurang dari 20orang, mampu menyediakan kesempatan kerja
sebesar 67,3 persen dari total kesempatan kerja. Kendati demikian, sumbangan nilai tambah
IKRT terhadap industri manufaktur hanya sebesar 17,8 persen. Banyaknya jumlah orang
yang bekerja pada IKRT memperlihatkan betapa pentingnya peranan IKRT dalam membantu
memecahkan masalah pengangguran dan pemerataan distribusi pendapatan

19
C. TANTANGAN DAN MASALAH

Secara garis besar, tantangan yang dihadapi pengusaha kecil dapat dibagi dalam dua
kategori: Pertama, bagi PK denganomset kurang dari Rp 50 juta umumnya tantangan yang
dihadapi adalah bagaimana menjaga kelangsungan hidup usahanya. Bagi mereka, umumnya
asal dapat berjualan dengan “aman” sudah cukup. Mereka umumnya tidak membutuhkan
modal yang besar untuk ekspansi produksi; biasanya modal yang diperlukan sekedar
membantu kelancaran cashflow saja. Bisa dipahami bila kredit dari BPR-BPR, BKK, TPSP
(Tempat Pelayanan Simpan Pinjam-KUD) amat membantu modal kerja mereka.

Kedua, bagi PK dengan omset antara Rp 50 juta hingga Rp 1 milyar, tantangan yang
dihadapi jauh lebih kompleks. Umumnya mereka mulai memikirkan untuk melakukan
ekspansi usaha lebih lanjut. Berdasarkan pengamatan Pusat Konsultasi Pengusaha Kecil
UGM, urutan prioritas permasalahan yang dihadapi oleh PK jenis ini adalah (Kuncoro, 1997):
(1) Masalah belum dipunyainya sistem administrasi keuangan dan manajemen yang baik
karena belum dipisahkannya kepemilikan dan pengelolaan perusahaan; (2) Masalah
bagaimana menyusun proposal dan membuat studi kelayakan untuk memperoleh pinjaman
baik dari bank maupun modal ventura karena kebanyakan PK mengeluh berbelitnya prosedur
mendapatkan kredit, agunan tidak memenuhi syarat, dan tingkat bunga dinilai terlalu tinggi;
(3) Masalah menyusun perencanaan bisnis karena persaingan dalam merebut pasar semakin
ketat; (4) Masalah akses terhadap teknologi terutama bila pasar dikuasai oleh
perusahaan/grup bisnis tertentu dan selera konsumen cepat berubah; (5) Masalah memperoleh
bahan baku terutama karena adanya persaingan yang ketat dalam mendapatkan bahan baku,
bahan baku berkulaitas rendah, dan tingginya harga bahan baku; (6) Masalah perbaikan
kualitas barang dan efisiensi terutama bagi yang sudah menggarap pasar ekspor karena selera
konsumen berubah cepat, pasar dikuasai perusahaan tertentu, dan banyak barang pengganti;
(7) Masalah tenaga kerja karena sulit mendapatkan tenaga kerja yang terampil.

20
D. STRATEGI PEMBERDAYAAN YANG TEPAT

Belum kokohnya fundamental perekonomian Indonesia saat ini, mengharuskan


pemerintah untuk terus memberdayakan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).
Sektor ini mampu menyerap tenaga kerja yang cukup besar dan memberi peluang bagi
para UMKM untuk berkembang dan bersaing dengan perusahaan yang lebih cenderung
menggunakan modal besar. Kehadiran UMKM memang tidak dapat diragukan lagi
karena terbukti mampu bertahan dan menjadi roda penggerak ekonomi, terutama pasca
krisis ekonomi. Disisi lain, UMKM juga menghadapi banyak sekali permasalahan, yaitu
terbatasnya modal kerja, SDM yang rendah, dan minimnya penguasaan ilmu pengetahuan
serta teknologi. Kendala lain yang dihadapi UMKM adalah keterkaitan dengan prospek
usaha yang kurang jelas serta perencanaan, visi dan misi yang belum mantap. Hal ini
terjadi karena umumnya UMKM bersifat income gathering yaitu menaikkan pendapatan,
dengan ciri-ciri sebagai berikut: merupakan usaha milik keluarga, menggunakan
teknologi yang masih relatif sederhana, kurang memiliki akses permodalan (bankable),
dan tidak ada pemisahan modal usaha dengan kebutuhan pribadi.

Pemberdayaan UMKM di tengah arus globalisasi dan tingginya persaingan


membuat UMKM harus mampu mengadapai tantangan global, seperti meningkatkan
inovasi produk dan jasa, pengembangan sumber daya manusia dan teknologi, serta
perluasan area pemasaran. Hal ini perlu dilakukan untuk menambah nilai jual UMKM itu
sendiri, utamanya agar dapat bersaing dengan produk-produk asing yang kian membanjiri
sentra industri dan manufaktur di Indonesia, mengingat UMKM adalah sektor ekonomi
yang mampu menyerap tenaga kerja terbesar di Indonesia (Sudaryanto, 2011). Pada tahun
2011 UMKM mampu berandil besar terhadap penerimaan negara dengan menyumbang
61,9 persen pemasukan produk domestik bruto (PDB) melalui pembayaran pajak, yang
diuraikan sebagai berikut : sektor usaha mikro menyumbang 36,28 persen PDB, sektor
usaha kecil 10,9 persen, dan sektor usaha menengah 14,7 persen melalui pembayaran
pajak. Sementara itu, sektor usaha besar hanya menyumbang 38,1 persen PDB melalui
pembayaran pajak (BPS, 2011).

Perhatian Pemerintah Indonesia terhadap pengembangan Usaha Kecil Menengah


(UKM) sebenarnya cukup besar yang telah dimulai sejak Pelita III, yakni ditunjukkan

21
dengan banyaknya program pembinaan USK baik yang berupa program bantuan
permodalan yakni Kredit Investasi Kecil (KIK) dan Kredit Modal Kerja Permanen
(KMKP) pada dekade 1970-1980 maupun gerakan nasional program kemitraan melalui
program bapak angkat pada tahun 1990 an. Program-program tersebut terus menerus
dikembangkan, dan dalam Pemerintahan Reformasi dicanangkan program ekonomi
kerakyatan dengan disertai sejumlah skim kredit. Namun, dalam realisasinya sampai
dengan tahun l997, tampaknya pemerintah masih berpihak pada usaha skala besar
(konglomerat) yang ditunjukkan adanya berbagai kemudahan yang diberikan kepada
mereka. Perhatian pemerintah yang mengutamakan pengembangan konglomerat
didasarkan pada trickle down effect, dengan harapan adanya perkembangan usaha skala
besar dapat mempercepat peningkatan pendapatan nasional (gross national product =
GNP) yang selanjutnya akan dapat memberikan sumbangan dalam pemerataan
pendapatan termasuk juga meningkatkan usaha kecil.

Perkembangan UMKM di Indonesia masih dihadapkan pada berbagai persoalan


sehingga menyebabkan lemahnya daya saing terhadap produk impor. Persoalan utama
yang dihadapi UMKM, antara lain keterbatasan infrastruktur dan akses pemerintah terkait
dengan perizinan dan birokrasi serta tingginya tingkat pungutan. Dengan segala persoalan
yang ada, potensi UMKM yang besar itu menjadi terhambat. Meskipun UMKM
dikatakan mampu bertahan dari adanya krisis global namun pada kenyataannya
permasalahan-permasalahan yang dihadapi sangat banyak dan lebih berat. Hal itu
dikarenakan selain dipengaruhi secara tidak langsung krisis global tadi, UMKM harus
pula menghadapi persoalan domestik yang tidak kunjung terselesaikan seperti masalah
upah buruh, ketenaga kerjaan dan pungutan liar, korupsi dan lain-lain.

Prinsip dan tujuan Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah sesuai UU
Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, yaitu:
Prinsip pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah:

1. Penumbuhan kemandirian, kebersamaan, dan kewirausahaan Usaha Mikro, Kecil,


menengah untuk berkarya dengan prakarsa sendiri.

2. Perwujudan kebijakan publik yang transparan, akuntabel, dan berkeadilan.

3. Pengembangan usaha berbasis potensi daerah dan berorientasi pasar sesuai dengan
kopetensi Usaha, Mikro, kecil dan menengah.

4. Peningkatan daya saing Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.

22
5. Penyelenggaraan perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian secara terpadu.

Tujuan pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah:

1. Mewujudkan struktur perekonomian nasional yang seimbang, berkembang, dan


berkeadilan.

2. Menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah


menjadi usaha yang tangguh dan mandiri.

3. Meningkatkan peran Usaha, Mikro, Kecil, dan Menengah dalam pembangunan


daerah, penciptaan lapangan kerja, pemerataan pendapatan, pertumbungan ekonomi,
dan pengentasan rakyat dari kemiskinan.

Proses dan Upaya Pemberdayaan

Pelaksanaan pemberdayaan masyarakat harus dilakukan melalui beberapa


kegiatan, pertama, menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi
masyarakat berkembang (enablimg). Kedua memperkuat potensi atau daya yang dimiliki
oleh ,asyarakat (empowering). Ketiga, hestanto.web.id memberdayakan mengandung pula
arti melingungi (protecting). Disinilah letak titik tolaknya yaitu bahwa pengenalan setiap
manusia, setiap anggota masyarakat, memilki suatu pengenalan setiap manusia, setiap
anggota masyarakat, memiliki suatu potensi yang selalu dapat terus dikembangkan.
Artinya, tidak ada masyarakat yang sama sekali tidak berdaya, karena kalau demikian
akan mudah punah.

Menurut Edi Suhuarto, pelaksanaan proses dan pencapaian tujuan pemberdayaan


dapat dicapai melalui penerapan pendekatan pemberdayaan yang disingkat 5P, yaitu:

1. Pemungkinan: menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi


masyarakat berkembangan secara optimal. Pemberdayaan harus mampu
membebaskan masyarakat dari sekat-sekat kurtural dan struktural yang menghambat.

2. Penguatan: memperkuat pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki masyarakat


dalam memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhan-kebutuhann. Pemberdayaan
harus mampu menumbuhkembangkan segenap kemampuan dan kepercayaan diri
masyarakat yang menunjang kemandirian.

3. Perlindungan, melindungi masyarakat terutama kelompok-kelompok lemah agar tidak


tertindas oleh kelompok yang kat, dan yang lemah dan mencegah terjadinya
persaingan yang tidak seimbang antara eksploitasi kelompok kuat terhadap kelompok
23
hestanto.web.id lemah. Pemberdayaan harus diarahkan pada penghapusan segala jenis
diskriminasi dan dominasi yang tidak menguntungkan rakyat kecil.

4. Penyokongan: memberikan bimbingan dan dukungan agar masyarakat mampu


menjalankan peranan dan tugas-tugas kehidupannya. Pemberdayaan harus mampu
menyokong masyarakat agar tidak terjatuh ke dalam posisi yang semakin lemah
terpinggirkan.

5. Pemeliharaan: memelihara kondisi yang kondusif agar terhadap terjadi keseimbangan


distribusi kekuasaan antara berbagai kelompok dalam masyarakat. Pemberdayaan
harus mampu menjamin keselarasan dan keseimbangan yang memungkinkan setiap
orang memperoleh kesempatan berusaha.

Pemberdayaan sangatlah penting untuk integral ekonomi rakyat yang mempunyai


kedudukan yang penting, sesuai amanat yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan
Rakyat Republik Indonesia Nomor XVI/MPR-RI/1998 tentang politik ekonomi dalam
rangka demokrasi ekonomi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah peran serta potensi
strategis untuk mewujudkan struktur perekonomian nasional yang makin seimbang,
berkembang, dan berkeadilan. Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
(UMKM) harus diselenggarakan secara menyeluruuh, optimal dan berkesinambungan
melalui pengembangan iklim yang kondusif, pemberian kesempatan berusaha, dukungan
perlindungan dan pengembangan usaha seluas-luasnya, agar dapat menigkatkan
kedudukan, peran, dan otensi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dalam
mewujudkan pertumbuhan ekonomi, dan dapat meningkatkan pendapatan rakyat, adanya
lapangan pekerjaan dan mengurangi kemiskinan. Maka di syahkannya Undang-Undang
Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil. Yang hanya mengatur Usaha Kecil, yaitu
usaha produktif milik orang perorangan atau badan usaha perorangan yang memenuhi
kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. Usaha kecil adalah
peluang usaha ekonomi produktif yang berdiri srndiri, yang dilakukan oleh orang
perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan hestanto.web.id anak perusahaan
atau bukan cabang perushaan yang dimiliki, dikuasai, atau mejadi bagian baik langsung
maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria
usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini. Usaha menengah adalah
usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorsngsn
atau badan usaha yang bukan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki atau
dikuasai atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil

24
atau Usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan
sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.

Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dapat diklarifikasikan menjadi 4 yaitu:

1. Livelihood Activites, merupakan UMKM yang digunakan sebagai kesempatan kerja


untuk mencari nafkah, yang lebih umum dikenal sebagai informal.

2. Micro Enterprose, merupakan UMKM yang memiliki sifat pengrajin terapi belum
memiliki sifat kewirausahaan.

3. Small Dynamic Enterprise, merupakan UMKM yang telah memiliki jiwa


kewirausahaan dan mampu menerima pekerjaan subkontrak dan ekspor.

4. Fast Moving Enterprise, merupakan UMKM yang memiliki jiwa kewirausahaan dan
akan melakukan transformasi menjadi Usaha Besar (UB).

5. Jenis Usaha Yang Dicadangkan Untuk Usaha Kecil

Usaha Kecil adalah suatu kegiatan ekonomi rakyat sebagai bagian integral dunia
usaha yang mempunyai kedudukan, potensi dan peran yang trategis untuk mewujudkan
struktur perekonomian yang semakin seimbang dan pemerayaan pembangunan
berdasarkan demokrasi ekonomi. Usaha kecil ini sangat perlu di budidayakan atau
diberdayakan dan harus diberikan peluang supaya mampu dan sejajar dengan pelaku
ekonomi lainnya. Beberapa bidang atau jenia usaha yang terkait sebagai mana di atur
dalam Keppres Nomor 12 Tahun 2011, yaitu:

a) Sektor Pertanian;
b) Sektor Kelautan dan Perikanan;
c) Sektor Kehutanan;
d) Sektor Energi dan Sumber Daya Mineral;
e) Sektor Industri dan Perdagangan;
f) Sektor Perhubungan;
g) Sektor Telekomunikasi;
h) Sektor Kesehatan;

Dengan mencermati permasalahan yang ada dalam Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah (UMKM), maka kedepannya perlu diupayakan melalui hal-hal sebagai berikut:

25
1. Penciptaan Iklim Usaha yang Kondusif
Pemerintahan perlu mengupayakan terciptanya iklim yang kondusif atara lain de ngan
mengusahakan ketentraman dan keamanan berusaha serta penyerderhanaan prosedur
perjanjian usaha, keringanan pajak dan sebagainya.

2. Bantuan Permodalan
Pemerintahan perlu memperluas skim kredit khusus dengan syarat-syarat yang tidak
memberatkan bagi UMKM, untuk membantu peningkatan permodalannya,
hestanto.web.id baik itu melalui sektor jasa finansial formal, sektor jasa finansial
informal, skema penjaminan, leasing dan dana modal ventura.

3. Perlindungan Usaha
Jenis-jenis usaha, tertentu terutama jenis usaha tradisional yang merupakan usaha
golongan ekonomi lemah, harus mendapatkan perlindungan dari pemerintah, naik itu
melalui undang-undang maupun peraturan pemerintah yang bermuara kepada saling
menguntungkan.

4. Pengembangan Kemitraan
Perlu dikembangkan kemitraan yang saling membantu antara UMKM, atau antara
UMKM dengan pengusaha besar di dalam negeri maupun luar negeri, untuk
menghindari terjadinya monopoli dalam usaha. Disamping itu juga untuk memperluas
pangsa pasar dan pengelolaam bisnis yang lebih efisien. Dengan demikian UMKM
akan mempunyai kekuatan dalam bersaing dengan pelaku bisnis lainnya, baik dari
dalam negeri maupun luar negeri.

5. Pelatihan
Pemerintah perlu meningkatkan pelatihan bagi UMKM baik dalam aspek
kewiraswastaan, manajemen, administrasi dan pengetahuan serta keterampilannya
dalam pengembangan usahanya. Disamping itu juga perlu diberi kesempatan untuk
menerapkan hasil pelatihan dilapangan untuk mempraktekkan teori melalui
pengembangan kemitraan rintisan.

6. Membentuk lembaga khusus


Perlu dibangun suatu lembaga yang khusus bertanggung hestanto.web.id jawab dalam
mengkoordinasi semua kegiatan yang berkaitan dengan upaya pernmbuhkembangan
UMKM dan juga berfungsi untuk mencari solusi dalam rangka mengatasi
permasalahan baik internal maupun eksternal yang dihadapi oleh UMKM.

26
7. Memantapkan Asosiasi
Asosiasi yang telah ada perlu diperkuat untuk meningkatkan perannya antara lain
dalam pengembangan jaringan informasi usaha yang sangat dibutuhkan untuk
pengembangan usaha bagi anggotanya.

8. Mengembangkan promosi
Guna lebih mempercepat proses kemitraan antara UMK dengan usaha besar
diperlukan media khusus dalam upaya mempromosikan produk-produk yang
dihasilkan. Disamping itu juga perlu juga diadakan talk show antara asosiasi dengan
mitra usahanya.

9. Mengembangkan kerjasama yang setara


Perlu adanya kerjasama atau koordinasi yang serasi antara pemerintah dengan dunia
usaha (UMKM) untuk menginventarisir berbagai isu-isu mutakhir yang terkait dengan
perkembangan usaha.

Dalam rangka pemberdayaan UMKM di Indonesia, Bank Indonesia (2011)


mengembangkan filosofi lima jari/ Five finger philosophy, maksudnya setiap jari
mempunyai peran masing-masing dan tidak dapat berdiri sendiri serta akan lebih kuat
jika digunakan secara bersamaan.

1. Jari jempol, mewakili peran lembaga keuangan yang berperan dalam intermediasi
keuangan, terutama untuk memberikan pinjaman/pembiayaan kepada nasabah mikro,
kecil dan menengah serta sebagai Agents of development (agen pembangunan).

2. Jari telunjuk, mewakiliregulator yakni Pemerintah dan Bank Indonesia yang berperan
dalam Regulator sektor riil dan fiskal, Menerbitkan ijin-ijin usaha, Mensertifikasi
tanah sehingga dapat digunakan oleh UMKM sebagai agunan, menciptakan iklim
yang kondusif dan sebagai sumber pembiayaan.

3. Jari tengah, mewakili katalisator yang berperan dalam mendukung perbankan dan
UMKM, termasuk Promoting Enterprise Access to Credit (PEAC) Units, perusahaan
penjamin kredit.

4. Jari manis, mewakili fasilitator yang berperan dalam mendampingi UMKM,


khususnya usaha mikro, membantu UMKM untuk memperoleh pembiayaan bank,
membantu bank dalam hal monitoring kredit dan konsultasi pengembangan UMKM.

5. Jari kelingking, mewakili UMKM yang berperan dalam pelaku usaha, pembayar pajak
dan pembukaan tenaga kerja.

27
Kebersamaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dan bank komersial
merupakan salah satu dari sekian banyak bentuk simbiosis mutualisme dalam ekonomi.
Kebersamaan tersebut bukan saja bermanfaat bagi keduanya, tetapi juga bagi masyarakat
dan pemerintah. Masyarakat menikmati ketersediaan lapangan kerja dan pemerintah
menikmati kinerja ekonomi berupa naiknya Pendapatan Domestik Bruto (PDB), yang
menyumbang lebih dari separuh PDB Indonesia. Namun demikian, kerja sama tersebut
tetap perlu memegang prinsip kehati-hatian untuk memastikan terwujudnya manfaat bagi
kedua pihak.

28
E. Pola dan Realitas Kemitraan

Kemitraan Usaha adalah jalinan kerjasama usaha yang saling menguntungkan


antara pengusaha kecil dengan pengusaha menengah/besar (Perusahaan Mitra) disertai
dengan pembinaan dan pengembangan oleh pengusaha besar, sehingga saling
memerlukan, menguntungkan dan memperkuat.

Kemitraan usaha akan menghasilkan efisiensi dan sinergi sumber daya yang
dimiliki oleh pihak-pihak yang bermitra dan karenanya menguntungkan semua pihak
yang bermitra.

Kemitraan juga memperkuat mekanisme pasar dan persaingan usaha yang efisien
dan produktif. Bagi usaha kecil kemitraan jelas menguntungkan karena dapat turut
mengambil manfaat dari pasar, modal, teknologi, manajemen, dan kewirausahaan yang
dikuasai oleh usaha besar. Usaha besar juga dapat mengambil keuntungan dari keluwesan
dan kelincahan usaha kecil.

Kemitraan hanya dapat berlangsung secara efektif dan berkesinambungan jika


kemitraan dijalankan dalam kerangka berfikir pembangunan ekonomi, dan bukan semata-
mata konsep sosial yang dilandasi motif belas kasihan atau kedermawanan.

 Alasan terjadi Kemitraan

Kemitraan usaha haruslah berdasarkan asas sukarela dan suka sama suka. Dalam
kemitraan harus dijauhkan “kawin paksa”. Oleh karena itu, pihak-pihak yang bermitra
harus sudah siap untuk bermitra, baik kesiapan budaya maupun kesiapan ekonomi. Jika
tidak, maka kemitraan akan berakhir sebagai penguasaan yang besar terhadap yang kecil
atau gagal karena tidak bisa jalan. Artinya, harapan yang satu terhadap yang lain tidak
terpenuhi, maka beberapa alasan terjadi kemitraan dikemukakan sebagai berikut: 

a.     Meningkatkan profit atau sales pihak-pihak yang bermitra

b.     Memperbaiki pengetahuan situasi pasar

c.      Memperoleh tambahan pelanggan atau para pemasok baru

d.     Meningkatkan pengembangan produk

e.     Memperbaiki proses produksi

f.      Memperbaiki kualitas

29
g.     Meningkatkan akses terhadap teknologi

 Analisis Kemitraan

Kemitraan adalah suatu sikap menjalankan bisnis yang diberi ciri dengan
hubungan jangka panjang, suatu kerjasama bertingkat tinggi, saling percaya, dimana
pemasok dan pelanggan berniaga satu sama lain untuk mencapai tujuan bisnis bersama.
Selama ini istilah kemitraan ini telah dikenal dengan sejumlah nama, diantaranya strategi
kerjasama dengan pelanggan (strategic customer alliance), strategi kerjasama dengan
pemasok (strategic supplier alliance) dan pemanfaatan sumber daya
kemitraan (partnership sourcing). Bertolak dari ha tersebut maka dapat di analisis kinerja
kemitraan sebagai berikut:

a.     Kurang transparasi dalam pelaksanaan Kepres 16

b.     Realisasi gelar kemitraan masih belum memuaskan

c.      Kemitraan tidak berkembang baik

d.     Waralaba dalam negeri belum banyak yang bermunculan.

Kendala umum Kemitraan

Kemitraan pada dasarnya menggabungkan aktivitas beberapa badan usaha bisnis, oleh
karena itu sangat dibutuhkan suatu organisasi yang memadai. Dengan pendekatan konsep
sistem, diketahui bahwa organisasi pada dasarnya terdiri dari sejumlah unit atau sub unit
yang saling berinteraksi dan interdepedensi. Performansi dan satu unit dapat
menyebabkan kerugian pada unit-unit lainnya. Tidak terlepas dari keterkaitan hal diatas
maka akan mengalami beberapa kendala antara lain:

a.     Perbedaan yang masih besar antara Usaha Besar dan Usaha Kecil

b.     Kualitas produksi belum terjamin

c.      Kerja sama kurang berkembang

d.     UB bersifat integrai vertical

e.     Belum terjadi alih teknologi dan manajemen dari UB dan UK

f.      Belum berkembangnya system dan pola kemitraan dan belumberkembangnya unsur


pendukung

30
 Syarat-syarat Kemitraan

Kemitraan usaha bukanlah penguasaan yang satu atas yang lain, khususnya yang
besar atas yang kecil, melainkan menjamin kemandirian pihak-pihak yang bermitra,
karena kemitraan bukanlah proses merger atau akuisisi. Kemitraan usaha yang kita
inginkan bukanlah kemitraan yang bebas nilai, melainkan kemitraan yang tetap dilandasi
oleh tanggung jawab moral dan etika bisnis yang sehat, yang sesuai dengan demokrasi
ekonomi. Adapun syarat-syarat kemitraan adalah sebagai berikut:

a.     Tujuan umum yang sama

b.     Kesetaraan

c.      Saling menghargai

d.     Saling memberi kontribusi

e.     Ada efek sinergi

f.      Saling menguntungkan

 KEBIJAKAN KEMITRAAN USAHA NASIONAL DAN IMPLEMENTASI

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 44 TAHUN 1997

1.   Kemitraan adalah kerjasama usaha antara Usaha Kecil dengan Usaha Menengah dan
atau dengan Usaha Besar disertai pembinaan dan pengembangan oleh Usaha
Menengah dan atau Usaha Besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan,
saling memperkuat dan saling menguntungkan.

2.   Usaha Kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat berskala kecil yang mempunyai kriteria
sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang
Usaha Kecil.

3.   Usaha Menengah dan atau Usaha Besar adalah kegiatan ekonomi yang memiliki
kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan lebih besar dari pada kekayaan
bersih atau hasil penjualan tahunan Usaha Kecil.

4.   Menteri Teknis adalah menteri yang secara teknis bertanggung jawab untuk
membina dan mengembangkan pelaksanaan kemitraan dalam sektor kegiatan yang
menjadi tugas dan tanggung jawabnya.

31
5.   Menteri adalah Menteri Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil.

6.   Pola kemitraan adalah bentuk-bentuk kemitraan yang sudah diatur dalam Undang-
undang Nomor 9 Tahun 1995.

Kemitraan merupakan salah satu instrumen yang strategis bagi pengembangan


usaha kecil, tetapi ini tidak berarti bahwa semua usaha kecil bisa segera secara efektif
dikembangkan melalui kemitraan. Bagi pengusaha informal atau yang sangat kecil skala
usahanya dan belum memiliki dasar kewirausahaan yang memadai, kemitraan dengan
usaha besar belum tentu efektif karena belum tercipta kondisi saling membutuhkan.
Yang terjadi adalah usaha kecil membutuhkan usaha besar sedangkan usaha besar tidak
merasa membutuhkan usaha kecil. Usaha kecil yang demikian barangkali perlu
dipersiapkan terlebih dahulu, misalnya dengan memperkuat posisi transaksi melalui
wadah koperasi atau kelompok usaha bersama (prakoperasi) dan pembinaan
kewirausahaan.

Sudut Pandang Sistem

Kemitraan dilihat dari sudut pandang sistem paling tidak, ada 3 tipe yaitu:

a.   Vertical Backward Linkage

      Adalah sitem kemitraan yang di dalamnya Usaha Besar (UB) bergerak dalam
produksi barang akhir (assembler) Usaha Kecil (UK) sebagai pemasok komponen
kepada UB.

b.    Vertical Forward Linkage

      Usaha Centernya/Besar menghasilkan bahan baku dan memasok untuk diproses
selanjutnya oleh Usaha Kecil.

c.     Horizontal Linkage

      Usaha Besar sebagai trader/exporter, Usaha Kecil menghasilkan produk yang akan
dipasok ke trader.

POLA KEMITRAAN

Banyak program pemerintah dan pola-pola kemitraan yang dibuat demi usaha
kecil. Hal ini bertujuan untuk mendorong dan menumbuhkan usaha kecil tangguh dan

32
modern. Usaha kecil sebagai kekuatan ekonomi rakyat dan berakar pada masyarakat dan
usaha kecil yang mampu memperkokoh struktur perekonomian nasional yang lebih
efisien. Pola-pola kemitraan tersebut antara lain:

1.     Kerjasama keterkaitan antar hulu-hilir

2.     Kerjasama keterkaitan antar hilir-hulu

3.     Kerjasama dalam pemilik usaha

4.     Kerjasama dalam bentuk bapak-anak angkat

5.     Kerjasama dalam bentuk bapak angkat sebagai modal ventura

6.     Intiplasma

7.     Subkontrak

8.     Dagang umum

9.     Waralaba

10.  Keagenan

33
kesimpulan

 A. Kesimpulan
        Di Indonesia, Usaha Mikro Kecil dan Menengah sering disingkat (UMKM), UMKM
saat ini dianggap sebagai cara yang efektif dalam pengentasan kemiskinan. UMKM
merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan terbukti
menjadi katup pengaman perekonomian nasional dalam masa krisis, serta menjadi
dinamisator pertumbuhan ekonomi pasca krisis ekonomi. Selain menjadi sektor usaha yang
paling besar kontribusinya terhadap pembangunan nasional, UMKM juga menciptakan
peluang kerja yang cukup besar bagi tenaga kerja dalam negeri, sehingga sangat membantu
upaya mengurangi pengangguran.
B. Saran
          Diharapkan bagi para pembaca, terutama mahasiswa untuk bisa mengerti lebih dalam
lagi mengenai Usaha kecil dan Menengah karena dengan adanya pemahaman yang lebih akan
mendorong kita untuk mengembangkan dan memajukan UMKM di Indonesia dengan
kemajuan UMKM di Indonesia dapat mengengurangi kemiskinan serta majunya
perekonomian di Indonesia.

34
DAFTAR PUSTAKA
https://www.academia.edu/36489807/MAKALAH_UKM_UMKM
https://repository.uir.ac.id/9394/1/153410026.pdf
Partomo, Tiktik Sartika., Abd.Rachman Soejoedono, Ekonomi Skala Kecil/Menengah & Koperasi.
Bogor : Ghalia Indonesia, 2002.
DR. H.B. Siswanto, M.Si. 2006. Pengantar Manajemen. Jakarta : Bumi Aksara.
http://www.kerjausaha.com/2013/01/mengenal-usaha-mikro-kecil-dan-menengah.html
https://docplayer.info/61261723-Usaha-kecil-di-indonesia-profil-masalah-dan-strategi-
pemberdayaan.html

35

Anda mungkin juga menyukai