“MANAJEMEN
INDIVIDUAL, KELOMPOK,
DAN EFEKTIVITAS
ORGANISASI”
1.1 Efektivitas Organisasi
Jadi dapat dikatakan bahwa efektivitas selalu berkait dengan tujuan. Efektivitas
merupakan salah satu dimensi dari produktivitas (hasil) yaitu mengarah pada pencapaian
unjuk kerja yang maksimal, yaitu pencapaian target yang berkaitan dengan kualitas,
kuantitas dan waktu. Efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh
target (kuantitas, kualitas dan waktu) telah dicapai. Di mana makin besar persentase
target yang dicapai, makin tinggi efektivitasnya.
Soekarno K. (1986: 42) menjelaskan bahwa efektif adalah mencapai tujuan atau
hasil yang diinginkan, dan tidak ada hubungannya dengan tenaga, waktu, biaya, dan alat.
Artinya konsep efektivitas hanyalah hasil atau tujuan yang diinginkan. Oleh karena itu
konsep efektivitas kinerja organisasi merupakan perwujudan tujuan atau hasil yang
dilaksanakan oleh setiap orang.
Bemard (1938:20) efektivitas organisasi merupakan kemahiran dalam sasaran
spesifik dari organisasi yang bersifat objektif. Efektivitas organisasi sebagai kemampuan
untuk bertahan, menyesuaikan diri, memelihara diri dan juga bertumbuh, lepas dari
fungsi- fungsi tertentu yang dimiliki oleh organisasi tersebut.
Efektivitas organisasi dipengaruhi oleh empat faktor di dalam budaya organisasi yaitu:
Keterlibatan (involvement)
Keterlibatan adalah suatu perlakuan yang membuat staf meras
diikutsertakan dalam kegiatan organisasi sehingga membuat staf bertanggung
jawab tentang tindakan yang dilakukannya (Casida, 2007). Keterlibatan
(involvement) adalah kebebasan atau independensi yang dipunyai setiap individu
dalam mengemukakan pendapat. Keterlibatan tersebut perlu dihargai oleh
kelompok atau pimpinan suatu organisasi sepanjang menyangkut ide untuk
memajukan dan mengembangkan organisasi/perusahaan. Keterlibatan terdiri dari
tiga indikator yaitu pemberdayaan (Empowerment), kerja tim (Team Orientation)
dan kemampuan berkembang (Capability Development) (Casida, 2007).
a) Pemberdayaan (empowerment)
Pemberdayaan (empowerment) adalah proses yang memungkinkan
staf untuk memiliki input dan kontrol atas pekerjaan mereka, serta
kemampuan untuk secara terbuka berbagi saran dan ide mengenai
pekerjaan mereka. Pemberdayaan akan membuat staf memiliki kekuasan
untuk mampu membuat pilihan dan berpartisipasi pada tingkat yang lebih
bertanggung jawab yang pada akhirnya akan menimbulkan perasaan
bahagia pada diri staf tersebut serta mengakibatkan staf akan berpikiran
positif terhadap lingkungannya.
b) Kerja tim (team orientation)
Kerja tim (Team Orientation) menunjukkan efektifnya kerja secara
tim dalam memberikan kontribusi pada organisasi yang mana proses di
dalam kerja tim merupakan usaha untuk memecahkan suatu masalah dan
meningkatkan inovasi anggotanya.
c) Kemampuan berkembang (capability development)
Kemampuan berkembang (Capability Development) adalah
kemampuan suatu organisasi untuk meningkatkan kemampuan stafnya
sehingga mampu berkompetisi dan mencapai tujuan organisasi.
Konsistensi (Consistency)
Konsistensi (Consistency) merupakan tingkat kesepakatan anggota
organisasi terhadap asumsi dasar dan nilai-nilai inti organisasi. Konsistensi
menekankan pada sistem keyakinan-keyakinan, nilai-nilai, dan simbol-simbol
yang dimengerti dan dianut bersama oleh para anggota organisasi serta
pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang terkoordinasi. Adanya konsistensi dalam
suatu organisasi ditandai oleh staf merasa terikat; ada nilai-nilai kunci; kejelasan
tentang tindakan yang dapat dilakukan dan tidak dapat dilakukan. Konsistensi di
dalam organisasi merupakan dimensi yang menjaga kekuatan dan stabilitas di
dalam organisasi. Denison dan Mirsha (1995) menyatakan bahwa konsistensi
dapat dilihat dari tiga indikator yaitu nilai inti (core value), kesepakatan
(Agreement), koordinasi dan integrasi (Coordination and Integration).
a) Nilai inti (core value)
Nilai inti (core value) adalah pedoman atau kepercayaan permanen
mengenai sesuatu tepat dan tidak tepat yang mengarahkan tindakan dan
perilaku staf dalam mencapai tujuan organisasi.
b) Kesepakatan (agreement)
Kesepakatan (Agreement) adalah suatu proses ketika staf di dalam
organisasi dapat mencapai kesamaan pendapat tentang masalah-masalah
yang terjadi atau suatu hal yag mendasari dan mampu menyelesaikan
perbedaan pendapat yang terjadi di dalam organisasi.
c) Koordinasi dan integrasi (coordination and integration)
Koordinasi dan integrasi (Coordination and Integration) adalah
berbagai fungsi serta unit di dalam organisasi yang bekerja sama untuk
mencapai tujuan organisasi tanpa mengganggu hak masing-masing.
Koordinasi dan integrasi sangat bermanfaat untuk meningkatkan efisiensi,
kualitas, dan pelayanan yang diberikan kepada publik.
Adaptasi (Adaptability)
Kemampuan adaptasi merupakan kemampuan organisasi untuk
menerjemahkan pengaruh lingkungan terhadap organisasi. Adaptasi merupakan
kemampuan organisasi dalam merespon perubahan-perubahan lingkungan
eksternal dengan melakukan perubahan internal organisasi. Denison dan Mirsha
(1995) dalam Casida (2007) menyatakan bahwa kemampuan adaptasi dapat
dilihat dari tiga indikator yaitu perubahan (Creating Change), berfokus pada
pasien (Customer Focus) dan keadaan organisasi (Organizational Learning).
a) Perubahan (creating change)
Perubahan (Creating Change) adalah kemampuan organisasi untuk
melakukan pembaharuan, mampu mengikuti perkembangan dan bereaksi
dengan cepat terhadap tren serta mengantisipasi dampak dari pembaharuan
tersebut.
b) Berfokus pada pelanggan (costumer focus)
Berfokus pada pasien (Customer Focus) adalah kemampuan
organisasi untuk mampu memberikan perhatian pada kepuasan pelanggan.
c) Keadaan organisasi (organizational learning)
Keadaan organisasi (Organizational Learning) adalah proses yang
mendukung organisasi untuk mampu beradaptasi terhadap perubahan,
serta mampu bertumbuh ke arah yang lebih baik melalui penciptaaan dan
pengaplikasian hal-hal baru seperti knowledge, kemampuan dan
kompetensi sekaligus mampu mentransformasikannya kepada anggota
lainnya Keadaan organisasi merupakan kemampuan organisasi menerima,
menerjemahkan, dan menginterpretasi dari lingkungan eksternal menjadi
suatu usaha untuk mendorong inovasi, memperoleh pengetahuan dan
meningkatkan pengetahuan.
Misi (Mission)
Misi merupakan dimensi budaya yang menunjukkan tujuan inti organisasi
yang menjadikan anggota organisasi teguh dan fokus terhadap apa yang dianggap
penting oleh organisasi. Sesuai dengan penelitian Denison (2006) yang
menunjukkan bahwa organisasi yang kurang dalam menerapkan misi akan
mengakibatkan staf tidak mengerti hasil yang akan dicapai dan tujuan jangka
panjang yang ditetapkan menjadi tidak jelas.
Denison dan Mirsha (1995) menyatakan bahwa kemampuan adaptasi
dapat dilihat dari tiga indikator yaitu strategi yang terarah dan tetap (Strategic
Direction and Intent), Tujuan dan objektivitas (Goals and Objectif), Visi (Vision)
(Casida, 2007).
a) Strategi yang terarah dan tetap (strategic direction and intent)
Strategi yang terarah dan tetap (Strategic Direction and Intent)
merupakan rencana yang jelas mengenai tujuan organisasi dan membuat
anggota organisasi memahami kontribusi dan fungsi mereka di dalam
organisasi. Manager tingkat pertama yang secara umum lebih dilibatkan
dalam penetapan strategi. Strategi merupakan elemen penting yang
memberikan penjelasan mengenai cara-cara untuk melaksanakan suatu
tindakan
b) Tujuan dan objektivitas (goals and objectivity)
Tujuan dan objektivitas (Goals and Objectivity) merupakan
merupakan hasil yang diinginkan melalui usaha yang terarah dapat diukur,
ambisius namun tetap realistis. Tujuan dan objektivitas merupakan
kumpulan sasaran yang dikaitkan dengan misi, visi, serta strategi dan
mampu memberikan arahan yang jelas bagi staf untuk bertindak.
c) Visi (vision)
Visi (Vision) merupakan pandangan bersama mengenai tujuan
yang akan dicapai yang terdiri dari nilai-nilai dan pemikiran bersama yang
mampu memberikan arahan bagi anggota organisasi. Visi merupakan
rangkaian kalimat yang menyatakan cita-cita atau impian sebuah
organisasi atau perusahaan yang ingin dicapai di masa depan atau dapat
dikatakan bahwa visi merupakan pernyataan “apa yang diinginkan”dari
organisasi atau perusahaan. Visi juga merupakan hal yang sangat krusial
bagi perusahaan untuk menjamin kelestarian dan kesuksesan jangka
panjang.
Menurut Rizky (2011), efektivitas kerja adalah suatu ukuran yang menyatakan
seberapa jauh target (kuantitas, kualitas dan waktu) telah tercapai.
Menurut Robbins (2003), efektivitas kerja adalah kemampuan untuk memilih
atau melakukan sesuatu yang paling sesuai atau tepat dan mampu memberikan manfaat
secara langsung.
Menurut Martani dan Lubis (1987), kriteria yang digunakan untuk mengukur
efektivitas kerja adalah sebagai berikut:
“DASAR-DASAR
PERILAKU INDIVIDU,
SIKAP, KEPUASAN KERJA
DAN NILAI”
2.1 Sikap dan Kepuasan Kerja
a) Pengertian (cognition) adalah segmen pendapat atau keyakinan akan suatu sikap.
b) Keharuan (affect) adalah segmen emosional atau perasaan dari suatu sikap.
c) Perilaku (behavior) adalah suatu maksud untuk berperilaku dengan suatu cara
tertentu terhadap seseorang atau sesuatu.
Berarti manusia dilahirkan tidak membawa sikap tertentu pada suatu objek. Oleh
karenanya maka sikap terbentuk selama perkembangan individu yang
bersangkutan. Karena terbentuk selama perkembangan maka sikap dapat berubah,
dapat dibentuk dan dipelajari. Namun kecenderungannya sikap bersifat tetap.
Bila seseorang memiliki sikap negatif pada satu orang maka ia akan menunjukkan
sikap yang negatif pada kelompok orang tersebut.
d) Sikap itu dapat berlangsung lama atau sebentar
Jika sikap sudah menjadi nilai dalam kehidupan seseorang maka akan
berlangsung lama bertahan, tetapi jika sikap belum mendalam dalam diri
seseorang maka sikap relaatif dapat berubah.
Sikap terhaadap sesuaatu akan diikuti oleh perasaan tertentu baik positif maupun
negatif. Sikap juga mengandung motivasi atau daya dorong untuk berperilaku.
a) Kepuasan kerja
Merupakan sikap umum seorang individu terhadap pekerjaannya. Seseorang
dengan tingkat kepuasan kerja tinggi menunjukkan sikap yang positif terhadap
kerja, sebaliknya seseorang yang tidak puas dengan pekerjaannya menunjukkan
sikap yang negatif terhadap perkerjaan tersebut.
b) Keterlibatan kerja
Mengukur derajat sejauh mana atau sampai tingkat mana seseorang memihak
pada pekerjaannya, berpartisipasi aktif didalamnya dan menganggap kinerjanya
penting bagi harga diri.
c) Komitmen pada organisasi
Suatu keadaan atau sampai sejauh mana seorang pegawai memihak pada suatu
organisasi tertentu dan tujuannya, dan berniat memelihara keanggotaan dalam
organisasi tersebut.
Kepuasan kerja yang tinggi merupakan tanda organisasi yang dikeloa dengan baik
dan pada dasarnya merupakan hasil manajemen perilaku yang efektif. Kepuasan keja
adalah ukuran proses pembangunan iklim manusia yang berkelanjutan dan suatu
organisasi.
Kepuasan kerja adalah seperangkat perasaan tentang menyenangkan atau tidaknya
pekerjaan mereka. Ada perbedaan yang penting antara perasaan ini dengan dua unsur
lainnya dari sikap pegawai. Kepuasan kerja adalah bagian dari kepuasan hidup. Sifat
lingkungan seseorang di luar pekerjaan mempengaruhi perasaan di dalam pekerjaan.
Demikian juga halnya, karena pekerjaan merupakan bagian penting kehidupan, kepuasan
kerja mempengaruhi kepuasan hidup seseorang.
a) Kerja yang secara mental menantang akan membuat karyawan lebih menyukai
pekerjaan yang dapat memberikan mereka kesempatan untuk menggunakan
keterampilan dan kemampuan mereka serta menawarkan beragam tugas,
kebebasan dan umpan balik.
b) Ganjaran yang pantas dalam hal ini yang dimaksud adalah karyawan
menginginkan sistem upah dan kebijakan promosi yang mereka persepsikan
sebagai adil dan sesuai dengan harapan mereka.
c) Kondisi kerja yang mendukung mempunyai arti karyawan yang peduli dengan
lingkungan kerja, baik untuk kenyamanan pribadi maupun untuk memudahkan
dalam melakukan pekerjaan yang baik.
d) Rekan kerja yang mendukung apabila karyawan mendapatkan lebih daripada
sekedar uang atau prestasi dalam pekerjaannya. Bagi kebanyakan karyawan, kerja
juga mengisi kebutuhan akan interaksi sosial.
e) Kesesuaian kepribadian dengan pekerjaan, Pada hakikatnya karyawan dengan tipe
kepribadian kongruen (sama dan sebangun) dengan pekerjaan yang mereka pilih
seharusnya akan menemukan bakat dan kemampuan yang tepat untuk memenuhi
tuntutan dari pekerjaan mereka.
2.2 Nilai
2.2.1 Definisi Nilai
Nilai sangat penting untuk mempelajari perilaku organisasi karena nilai menjadi
dasar untuk memahami sikap dan motivasi serta memahami persepsi kita, individu
memasuki organisasi berdasarkan yang dikonsepkan sebelumnya mengenai apa yang
seharusnya dan apa yang tidak seharusnya dilakukan. Sistem nilai adalah hirarki yang
didasarkan pada pemeringkatan nilai-nilai pribadi berdasarkan intensitas nilai tersebut.
2.3 Kerja
Pekerjaan dalam arti luas adalah aktivitas utama yang dilakukan oleh manusia. Dalam arti
sempit, istilah pekerjaan digunakan untuk suatu tugas atau kerja yang menghasilkan uang bagi
seseorang. Dalam pembicaraan sehari-hari istilah ini sering dianggap sinonim dengan profesi.
Pekerjaan yang dijalani seseorang dalam kurun waktu yang lama disebut sebagai
Karir.Seseorang mungkin bekerja pada beberapa perusahaan selama karirnya tapi tetap dengan
pekerjaan yang sama.
Kepuasan kerja merupakan respon afektif atau emosional dari sebuah pekerjaan
(Krieter & Kinicki, 2004). Salah seorang bisa merasakan kepuasan di satu aspek dan di
aspek yang lain. Robbins dan Judge (2007) menyatakan bahwa kepuasan kerja
merupakan perasaan positif tentang suatu pekerjaan yang merupakan hasil evaluasi dari
beberapa karakteristik.
Dari pengertian tersebut di atas, perasaan positif maupun negatif yang dialami
karyawan menyebabkan seorang dapat mengalami kepuasan maupun ketidakpuasan kerja
merupakan masalah yang kompleks, karena berasal dari berbagai elemen kerja, misalnya
terhadap pekerjaan mereka sendiri, gaji/upah, promosi, supervisi, rekan kerja, ataupun
secara keseluruhan.
Terdapat hubungan antara kepuasan kerja dengan kinerja, ketika data kepuasan
dan produktivitas dikumpulkan pada organisasi secara menyeluruh bukan pada
tingkat individu, akan tetapi pada organisasi yang mempunyai lebih sedikit
karyawan yang puas cenderung lebih efektif dalam pekerjaannya.
Kita menemukan hubungan timbal balik yang konsisten antara kepuasan dan
kehadiran dari pekerjaannya faktor-faktor yang lain mendapat dampak pada bulan
tersebut yang mengurangi koefisien hubungan.
2) Upah/gaji
Upah dan gaji merupakan hal yang signifikan, namun merupakan factor yang
kompleks dan multidimensi dalam kepuasan kerja.
3) Promosi
Kesempatan dipromosikan nampaknya memiliki pengaruh yang beragam terhadap
kepuasan kerja, karena promosi bisa dalam bentuk yang berbedabeda dan
bervariasi pula imbalannya.
4) Supervisi
Supervisi merupakan sumber kepuasan kerja lainnya yang cukup penting pula.
5) Kelompok kerja
Pada dasarnya, kelompok kerja akan berpengaruh pada kepuasan kerja. Rekan
kerja yang ramah dan kooperatif merupakan sumber kepuasan kerja bagi pegawai
individu.
Jika kondisi kerja bagus (lingkungan sekitar bersih dan menarik) misalnya, maka
pegawai akan lebih bersemangat mengerjakan pekerjaan mereka, namun bila
kondisi kerja rapuh (lingkungan sekitar panas dan berisik) misalnya, pegawai
akan lebih sulit menyelesaikan pekerjaan mereka.
BAB 3
“PERSEPSI DAN
KEPRIBADIAN”
3.1 Persepsi
Sedangkan dalam lingkup yang lebih luas, persepsi merupakan suatu proses yang
melibatkan pengetahuan-pengetahuan sebelumnya dalam memperoleh dan
menginterprestasikan stimulus yang ditunjukkan panca indera. Dengan kata lain, persepsi
merupakan kombinasi antara faktor utama dunia luar (stimulus visual) dan dari manusia
itu sendiri (pengetahuan-pengetahuan itu sebelumnya).
Kinichi dan Kreitner (2003 : 67), Persepsi pada hakekatnya adalah proses kognitif
yang dialami oleh setiap orang dalam memahami informasi tentang lingkungannya, baik
lewat penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan dan penciuman. Kunci untuk
memahami persepsi terletak pada pengenalan, bahwa persepsi merupakan suatu
penafsiran yang unik terhadap situasi, dan bukannya suatu pencatatan yang benar
terhadap situasi.
Mc Shane dan Von Glinow (2000: 166) berpendapat bahwa Persepsi adalah
proses penerimaan informasi dan pemahaman tentang lingkungan, termasuk penetapan
informasi unruk membentuk pengkategorian dan penafsirannya. Intinya persepsi
berkaitan dengan bagaimana seseorang menerima informasi dan menyesuaikan dengan
lingkungannya. Ini berarti adanya interpretasi dalam memahami informasi yang dapat
meningkatkan pengetahuan yang menerimanya atau adanya seleksi terhadap berbagai
ransangan yang ditangkap oleh panca indra. Hal ini nantinya akan mempengaruhi prilaku
masing-masing individu yang menerima informasi tersebut,
Schermerhorn, Hunt. Osborn (2005 : 100) Persepsi adalah proses dimana orang-
orang memilih, mengorganisir, menginterpretasikan, mendapat kembali dan merespon
terhadap informasi dari dunia di sekitarnya. Dengan kata lain persepsi berkaitan dengan
bagaimana seseorang dapat menginterpretasikan dan merespon informasi yang berasal
dari luar.
1) Pelaku Persepsi
Ketika seseorang yang melakukan persepsi (perceiver) melihat sesuatu
(target) yang harus diinterprestasi dan mencoba menginterprestasikan apa yang
dia lihat. Interprestasi sangat dipengaruhi :
Sikap si Pelaku Persepsi (Perceiver)
Seseorang dalam menginterprestasikan sesuatu pasti sangat terpengaruh
dengan sikap yang dimilikinya. Misalnya, mahasiswa A membeli pakaian
merek terkenal karena ingin agar pakaiannya yang dimilikinya tahan lama
sehingga tak perlu rajin membeli pakaian, sedangakan mahasiswa B
membeli pakaian merek terkenal karena ingin dilihat modis oleh teman-
temannya. Dari contoh tersebut dapat dilihat mahasiwa A memiliki sikap
yang efisien dalam memilih barang sedangkan mahasiswa B memiliki
sikap yang boros, sehingga dalam menginterprestasikan pembelian
pakaian merek terkenal mereka berbeda.
Motif si Pelaku Persepsi (Perceiver)
Motif yang dimaksud adalah alasan seseorang dalam melakukan sesuatu
hal biasanya bersifat tersembunyi. Misalnya, seorang murid mendekati
guru hendak mendapat pelajaran tambahan dari guru tersebut sedangkan
murid yang lain mendekati gurunya untuk mendapat tambahan nilai.
Minat si Pelaku Persepsi (Perceiver)
Minat merupakn keterkan seseorang terhadap sesuatu hal. Hubungannya
dengan persepsi, ketika seseorang menginterprestasikan sesuatu ia akan
berpatokan dengan apa yang ia minati. Misalnya seorang peminat film
akan membeli laptop karena kesukaannya menonton film, sedangkan
seseorang yang suka menulis membeli laptop untuk menulis karayanya.
Pengalaman si Pelaku Persepsi (Perceiver)
Pengalaman merupakan hal yang memengaruhi interprestasi seseorang
karena dengan apa yang sudah diketahuinya ia akan menentukan
penilaianya. Misalnya, nona A membeli di toko X karena ia pernah
membeli di toko tersebut dan ia puas dengan pelayanan toko tersebut
sehingga ia terus membeli di toko X tersebut.
2) Target
Karakterisitik sebuah/seorang target dapat mempengaruhi apa yang
dipersepsikan. Misalnya penampilan target, suara target, ukuran target atau faktor
lain yang ada dalam target. Hal ini pasti sangat memengaruhi karena target
merupakan objek yang harus dipersepsikan atau diinterprestasikan atau
diasumsikan maupun dinilai.
3) Situasi
Konteks dimana kita melihat objek atau peristiwa adalah sesuatu yang
penting. Unsur-unsur yang ada di sekililing lingkungan kita mempengaruhi
pengamatan kita. Misalnya, bagi kita tidak akan bertentangan atau lebih lazim
memakai celana pendek ketika kita keluar ke kedai atau sedang jalan-jalan tetapi
sangat berbeda situasinya apabila kita pergi ke kampus dengan celana pendek.
Tika Bisono mengatakan bahwa ambisius itu kata sifat dari ambisi. Yang
namanya kata sifat ada positif dan negatifnya. Ambisi yang positif dimiliki oleh orang
supaya bisa berprestasi dengan baik dan menghasilkan karya terbaik, sementara kalau
yang negatif itu sebuah ambisi yang tidak sebanding dengan potensi yang dimiliki,
sehingga dia akan memaksakan segala cara.
Ambisi adalah keinginan untuk mencapai sesuatu atau kemauan untuk mencapai
sukses. Di sini, arti ambisi jelas-jelas berkonotasi positif. Begitu pula dengan ambisius,
yang menunjuk pada orang yang berambisi. Ambisi ternyata penting dimiliki, karena
ambisilah yang menggerakkkan seseorang untuk mencapai tujuan-tujuan berkarier.Tanpa
ambisi, seseorang seolah-olah tidak melakukan apa pun. Jika tidak, kita akan menjadi
seorang yang ambisius. Patut dicatat, ambisius memiliki arti yang berbeda dengan ambisi.
Umumnya, mereka yang ambisius memiliki minat dan keinginan yang menggebu-gebu
pada suatu bidang. Dan biasanya mereka berperilaku egois dan menghalalkan segala cara
demi mencapai keinginannya.
c) Teori Hipocrates
Dalam aspek biologis, kepribadian ambisius dalam tubuhnya
dipengaruhi/didominasi oleh empedu kuning (choleris), yaitu orang yang
berorientasi pada pekerjaan dan tugas, dia adalah seseorang yang mempunyai
disiplin kerja yang sangat tinggi. Kelebihannya adalah dia dapat melaksanakan
tugas dengan setia dan akan bertanggungjawab denga tugas yang diembannya.
Kelemahannya adalah kurang mampu untuk merasakan persaan orang lain
(empati), belas kasihannya terhadap penderitaan orang lain juga agak minim.
Karena perasaannya kurang bermain.
Atribusi adalah sebuah teori yang membahas tentang upaya-upaya yang dilakukan
untuk memahami penyebab-penyebab perilaku kita dan orang lain. Definisi formalnya,
atribusi berarti upaya untuk memahami penyebab di balik perilaku orang lain, dan dalam
beberapa kasus juga penyebab di balik perilaku kita sendiri
Teori atribusi bermula dengan gagasan Fritz Heider bahwa setiap individu
mencoba untuk memahami perilaku mereka sendiri dan orang lain dengan mengamati
bagaimana sesungguhnya setiap individu berperilaku. Penyebab situasional (dipengaruhi
oleh lingkungan), pengaruh pribadi (mempengaruhi secara pribadi), kemampuan (dapat
melakukan sesuatu), usaha (mencoba melakukan sesuatu), hasrat (keinginan untuk
melakukannya), perasaan (merasa menyukainya), keterlibatan (setuju dengan sesuatu),
kewajiban (merasa harus), dan perizinan (telah diizinkan).
Brant Burleson menguatkan teori Atribusi yang sudah ada yaitu mengenai
interprestasi persuasif yang menghasilkan sebuah persepsi. Teori atribusi yang lain yang
dikemukakan oleh Kelley & Micella, 1980 yaitu teori atribusi internal dan ekstenal, teori
yang berfokus pada akal sehat.
Ada tiga teori yang berkaitan erat dengan teori atribusi ini, yakni teori yang
berkembang pada bidang psikologi antaralain sebagai berikut :
3) Covariation Model
Teori lain berkenaan dengan atribusi dikemukakan oleh Kelley (1967)
yang mencoba menjelaskan penilaian terhadap alasan (cause) tingkah laku
seseorang dengan lebih luas dibanding dengan apa yang diajukan Jones yang
hanya menitik beratkan pada intentionality.
Teori Harold Kelley merupakan perkembangan dari Heider. Focus teori
ini, apakah tindakan tertentu disebabkan oleh daya-daya internal atau daya-daya
eksternal. Kelley berpandangan bahwa suatu tindakan merupakan suatu akibat
atau efek yang terjadi Karena adanya sebab. Oleh karena itu, Kelley mengajukan
suatu cara untuk mengetahui ada atau tidaknya hal-hal yang menunjuk pada
penyebab tindakan, apakaha daya internal atau daya eksternal. Kelley mengajukan
tiga factor dasar yang dapat digunakan untuk memutuskan hal tersebut, yaitu:
Konsensus yaitu bagaimana seseorang bereaksi bila dibandingkan dengan
orang-orang lain terhadap stimulus tertentu. Misalnya bila seorang
mahasiswa melakukan perilaku tertentu sedangkan mahasiswa lain tidak
melakukan hal yang sama maka dapat dikatakan bahwa consensus
mahasiswa tersebut rendah.
Konsistensi yaitu bagaimana sesorang bereaksi terhadap stimulus yang
sma dalam situasi dan keadaan yang berbeda. Misalnya seorang
mahasiswa tidur saat kuliah dosen x dan berperilaku sama pada dosen
yang lain maka mahasiswa tersebut dikatakan mempunyai konsistensi
yang tinggi.
Kekhasan yaitu bagaimana seseorang bereaksi terhadap stimulus atau
situasi yang berbeda-beda, misalnya seorang mahasiswa yang tidur saat
kuliah dosen x, tetapi pada dosen-dosen yang lain dia tidak tidur, maka
dapat dikatakan bahwa mahasiswa tersebut mempunyai kekhasan yang
tinggi.
BAB 4
“ATRIBUT-ATRIBUT
SOSIAL”
4.1 Motivasi
Pendapat lain menurut Chung dan Megginson yang dikutip oleh Faustino Cardoso
Gomes (2002:177), menerangkan bahwa motivasi adalah : “Tingkat usaha yang
dilakukan oleh seseorang yang mengejar suatu tujuan dan berkaitan dengan kepuasan
kerja dan perfoman pekerjaan”. Motivasi adalah gejala psikologis dalam bentuk dorongan
yang timbul pada diri seseorang secara sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan
tujuan tertentu. Motivasi juga bisa dalam bentuk usaha - usaha yang dapat menyebabkan
seseorang atau kelompok orang tertentu tergerak melakukan sesuatu karena ingin
mencapai tujuan yang dikehendakinya atau mendapat kepuasan dengan perbuatannya.
Motivasi mempunyai peranan starategis dalam aktivitas belajar seseorang. Tidak ada
seorang pun yang belajar tanpa motivasi, tidak ada motivasi berarti tidak ada kegiatan
belajar. Agar peranan motivasi lebih optimal, maka prinsip-prinsip motivasi dalam
belajar tidak hanya diketahui, tetapi juga harus diterangkan dalam aktivitas sehari-hari.
2. Motivasi Ekstrinsik
Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsinya karena adanya
perangsang dari luar. Sebagai contoh itu seseorang itu belajar, karena tahu besok
paginya akan ujian dengan harapan akan mendapatkan nilai baik, sehingga akan
dipuji oleh pacarnya,atau temannya. Jadi yang penting bukan karena belajar ingin
mengetahui sesuatu, tetapi ingin mendapatkan nilai yang baik, atau agar mendapat
hadiah. Jadi kalau dilihat dari segi tujuan kegiatan yang dilakukannya, tidak secara
langsung bergayut dengan esensi apa yang dilakukannyn itu. Oleh karena itu motivasi
ekstrinsik dapat juga dikatakan sebagai bentuk motivasi yang didalamnya aktivitas
belajar dimulai dan diteruskan berdasarkan dorongan dari luar yang tidak secara
mutlak berkaitan dengan aktivitas belajar.
BAB 5
“PERILAKU KELOMPOK”
1) Kelompok kecil yang sesuai dengan sumberdaya yang dimilikinya dan akan
mengembangkan pola komunikasi yang menggabungkan beberapa struktur
jaringan komunikasi. Jaringan komunikasi ini kemudian merupakan sistem
komunikasi umum yang akan digunakan oleh kelompok dalam mengirimkan
pesan dari satu orang ke orang lainnya.
2) Jaringan komunikasi ini biasa di lihat sebagai struktur yang diciptakan oleh
organisasi sebagai sarana komunikasi organisasi.
Model Jaringan bersifat memusat dan menyebar jaringan personal yang memusat
(interlocking) mempunyai derajat integrasi yang tinggi, sementara suatu Jaringan personal
yang menyebar (radial) mempunyai derajat integrasi yang rendah, namun mempunyai sifat
keterbukaan terhadap lingkungannya.
Selanjutnya Rogers dan Kincaid menegaskan, bahwa individu yang terlibat dalam
Jaringan komunikasi interlocking terdiri dari individu-individu yang homopili, namun kurang
terbuka terhadap lingkungannya.
Konsep dasar tentang tingkah laku sosial dalam analisis jaringan komunikasi adalah:
1) Keterlibatan individu yang ada di dalam sistem tidak hanya seorang melainkan
melibatkan banyak pelaku yang berpartisipasi dalam sistem sosial tersebut.
2) Perlu diperhatikan berbagai tingkatan struktur dalam sistem I, sebab suatu struktur
sosial tertentu berisi keteraturan pola hubungan dari suatu keadaan kongkrit
(Knoke dan Kuklinski dalam Setyanto 1993).
Didalam setiap kegiatan komunikasi, sudah dapat dipastikan akan menghadapai berbagai
keterbatasan/hambatan. Keterbatasan dalam kegiatan komunikasi yang manapun tentu akan
mempengaruhi efektivitas proses komunikasi tersebut. Karena pada pada komunikasi massa jenis
hambatannya relatif lebih kompleks sejalan dengan kompleksitas komponen komunikasi massa.
Dan perlu diketahui juga, bahwa komunikasi harus bersifat heterogen. Oleh karena itu,
komunikator perlu memahami setiap keterbatasan komunikasi, agar ia dapat mengantisipasi
hambatan tersebut.
1) Hambatan Teknis
2) Hambatan Semantik
3) Hambatan Manusiawi
Terjadi karena adanya faktor, emosi dan prasangka pribadi, persepsi, kecakapan
atau ketidakcakapan, kemampuan atau ketidakmampuan alat-alat pancaindera seseorang,
dll. Menurut Cruden dan Sherman:
5.3.1 Koalisi
Koalisi adalah salah satu cara sebuah kelompok yang mencoba untuk
mempengaruhi orang-orang di luar kelompoknya dengan menggabungkan sumber daya
dan kekuatan kelompoknya sendiri (McShane & Von Glinow, 2010). Koalisi merupakan
salah satu taktik pengaruh yang digunakan untuk mengubah posisi orang lain. Contoh
dari hal tersebut adalah menjadikan seseorang lain menjadi berubah atau bahkan menjadi
lebih kuat. Koalisi termasuk ke dalam faktor pendukung untuk mempengaruhi seseorang.
Koalisi yaitu suatu kelompok informasi yang diikat bersama dengan sebuah isu
perjuangan yang sama. Cara alamiah untuk mendapatkan pengaruh adalah dengan
menjadi pemegang kekuasaan. Karena itu, orang-orang nyang menginginkan kekuasaan
akan berupaya membangun landasan kekuasaan pribadi. Tetapi, dalam banyak contoh,
hal ini mungkin sulit, beresiko, mahal, atau bahkan mustahil. Bila demikian, upaya akan
dilakukan untuk membentuk koalisi dari dua atau lebih. “ orang di luar kekuasaan” yang,
dengan bersatu, dapat menggabungkan sumber -sumber daya mereka guna meningkatkan
kekuasaan. Koalisi yang berhasil terdiri atas anggota-anggota yang sifatnya cair dab bisa
terbentuk secara cepat, menjangkau isu yang menjadi sasaran mereka, dan cepat pula
bubarnya”. Terakhir pembentukan koalisi akan dipengaruhi oleh tugas-tugas aktual yang
dijalankan oleh para pekerja. Semakin rutin tugas semua kelompok, semakin besar
kemungkinan akan terbentuk koalisi. Semakin besar pekerjaan yang orang lain lakukan,
semakin besar ketergantungan mereka. Untuk mengimbangi ketergantungan ini, mereka
perlu membangun koalisi.
5.3.2 Kerjasama
Kerjasama dilakukan atas dasar tujuan yang sama yang hendak dicapai, sehingga
kerjasama berbeda dengan ‘sama-sama kerja’ yang tidak mempunyai tujuan bersama.
Kerjasama didalam orgnisasi juga merupakan hal yan sangat penting. Dengan
kerjasama tugas-tugas organisasi yang di emban oleh masing-masing pengurus
dapat menjadi ringan dan cepat selesai dengan target yan telah diprogramkan
sebelumnya. Kerjasama juga dapat merangsang semangat para pengurus dan
anggota organisasi dalam acara-acara tertentu.
Agar terjalin kerjasama yang mantap dalam suatu kelompok dari masing-masing
anggota, sehingga mampu memecahkan masalah yang sedang dihadapi, perlu
diperhatikan beberapa hal yang dapat mendukung, antara lain :
1) Ada pihak yang selalu bersikap menyerahkan pekerjaan kepada orang lain
dan tidak bersedia bertanggung-jawab.
2) Ada pihak yang bersedia menampung semua pekerjaan meskipun jelas
tidak mampu mengerjakannya.
3) Tidak bersedia memberikan sebagian dari kemampuannya untuk
membantu pihak lain. Dalam pengertian, ini termasuk tidak bersedia
menyerahkan sebagian dari wewenangnya kepada pihak lain.
4) Lekas puas dengan hasil pekerjaannya sendiri, sehingga tidak
memperlihatkan dan tidak menaruh perhatian pada pihak yang masih
bekerja.
5) Hanya bersedia memberikan sesuatu yang dirasa tidak lagi diperlukan
dirinya, sehingga memberi tidak sesuai dengan kebutuhan yang dirasakan
oleh pihak lain.
6) Tidak bersedia memberi bantuan sesuai dengan kebutuhan dan masalah
yang dihadapi, hanya terus tekun dengan pekerjaannya sendiri.
7) Menutup diri, dan tidak mengundang pihak lain yang dapat memberi
bantuan, misal selain berusaha mengerjakan sesuatu dengan sempurna
sehingga sulit pihak lain dapat membantu.
8) Tidak bersedia berkorban, misalnya membongkar atau merubah kegiatan
yang sudah direncanakan, demi mencapai kerjasama dan hasil kegiatan
yang lebih baik.
9) Bersikap maha tahu, sehingga menutup diri untuk minta pendapat dan
bantuan pihak lain.
10) Tidak percaya kemampuan pihak lain sehingga tidak bersedia minta
bantuan atau pendapat kepadanya.
BAB 6
“DASAR-DASAR
PERILAKU KELOMPOK
DAN KELOMPOK KERJA”
6.1 Definisi Kelompok
Menurut Lewin (1951) dan Cartwright (1968) kelompok adalah kumpulan manusia, dua
orang atau lebih yang menunjukkan saling ketergantungan dengan pola interaksi yang nyata.
Slamet (2001) memberikan pengertian yang lebih tegas terhadap kelompok yang
mengatakan dua atau lebih orang yang berhimpun atas dasar adanya kesamaan, berinteraksi
melalui pola/struktur tertentu guna mencapai tujuan bersama, dan dalam kurun waktu yang
relatif panjang. Kesamaan- kesamaan tersebut harus menjadi landasan utama sehingga
kelompok dapat berfungsi dengan baik. Dalam suatu kelompok ada dinamika yang
menggerakkan kelompok. Bagi para ahli ilmu sosial konsep dinamika kelompok diartikan
sebagai bidang studi yang mempelajari gerak atau kekuatan dalam kelompok yang menentukan
perilaku kelompok atau anggotanya. Bagi para praktisi, konsep dinamika kelompok digunakan
untuk menunjukkan pada kualitas suatu kelompok dalam mencapai tujuannya, jadi cenderung
ditujukan untuk mengukur tingkat keefektifan kelompok dalam mencapai tujuannya.
Menurut Mustafa Sherif (Santosa 2004:36) kelompok sosial adalah suatu kesatuan sosial
yang terdiri dua atau lebih individu yang telah mengadakan interaksi sosial yang cukup intensif
dan teratur, sehingga diantara individu itu sudah terdapat pembagian tugas, struktur dan norma-
norma tertentu.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kelompok adalah golongan tertentu (profesi,
aliran, lapisan masyarakat, dan sebagainya). Kelompok merupakan kumpulan manusia yang
merupakan kesatuan beridentitas dengan adat istiadat dan sistem norma yang mengatur pola-pola
interaksi antara manusia itu.
Secara formal kelompok adalah suatu kumpulan dua atau lebih orang-orang yang bekerja
dengan yang lainnya secara teratur untuk mencapai satu atau lebih tujuan umum.
Adapun pengertian kelompok yang lain adalah sejumlah orang yang memiliki persamaan
ciri-ciri tertentu. Jadi kaum pria, orang tua, para jutawan, para pekerja yang pulang-pergi setiap
hari untuk bekerja, dan para perokok masing-masing dapat disebut kelompok.
Jadi, pengertian kelompok secara garis besar adalah himpunan orang- orang yang bekerja
sama, berinteraksi, berinteraksi dan menunjukkan saling ketergantungan dalam memenuhi suatu
tujuan bersama.
Menurut nama Sy Sukmadinata (1977 : 11) suatu kelompok entah itu kelompok
besar atau kelompok kecil mempunyai beberapa karakteristik (cirri – ciri) tertentu yaitu
sebagai berikut:
Berikut ini ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pada saat proses
pembentukan kelompok :
1. Persepsi
2. Motivasi
3. Tujuan
4. Organisasi
5. Independensi
Kebebasan merupakan hal penting dalam dinamika kelompok, yang dimaksud
kebebasan disini adalah kebebasan anggota kelompok dalam menyampaikan ide dan
pendapatnya. Kebebasan disesuaikan dengan aturan yang berlaku dalam kelompok,
sehingga tidak mengganggu proses kelompok.
6. Interaksi
Dalam suatu kegiatan kelompok terjadi interaksi social, yaitu suatu tipe hubungan
antara dua orang atau lebih dimana terdapat tingkah laku individu yang berbeda-beda.
Interaksi ini dapat berlangsung secara fisik (olahraga dan permainan) dan dapat juga
secara simbolis (komunikasi) baik melalui bahasa lisan atau tulisan, melalui isyarat,
lambing-lambang dan model. Dalam bimbingan kelompok, interaksi terutama
berlangsung secara simbolis melalui bahasa lisan.
1) Faktor-faktor pribadi
Norma adalah standard perilaku yang dapat diterima dan dibagikan oleh anggotanya yang
menyatakan bahwa mereka harus atau tidak harus tidak melakukan dalam situasi tersebut
(Remind dan Judge,2011:319).
Norma dapat menutupi semua aspek perilaku kelompok. Paling umum adalah :
a) Performance norms, memberikan isyarat secara eksplisit tentang seberapa keras anggota
harus bekerja,tingkat kelambanan yang sesuai dan sebagainya;
b) Appearance norms, menyangkut etika berpakaian,aturan yang tidak dibicarakan ketika
kelihatan sibuk;
c) Social arrangement norms, menyangkut dengan siapa makan siang bersama, bagaimana
jika membentuk persahabatan didalam dan diluar pekerjaan dan
d) Resource allocation norms, berkenaan dengan penugasan pada pekerjaan yang sulit,
distribusi sumber daya seperti pengupahan atau peralatan.
“Kekuasaan”
7.1 Pengertian Kekuasaan
Kekuasaan adalah kapasitas seseorang, tim, atau organisasi untuk mempengaruhi yang
lain. Kekuasaan tidak dimaksudkan untuk mengubah perilaku seseorang, melainkan potensi
untuk mengubah seseorang (Mc. Shane & Von Glnow, 2010: 300). Lebih jauh lagi, kedua ahli
ini menjelaskan bahwa kekuasaan mensyaratkan kebergantungan. Dengan kata lain, pihak yang
berkuasa memiliki hal yang dianggap penting oleh pihak lainnya sehingga pihak tersebut merasa
berada di bawah kendali pihak yang memiliki kekuasaan.
Seseorang dapat dikatakan memiliki kekuasaan terhadap orang lain jika ia dapat
mengontrol perilaku orang lain. Kekuasaan adalah hubungan nonresiprokal antara dua orang atau
lebih. Nonresiprokal di dalam konteks ini dapat diartikan sebagai ketidakseimbangan kuasa yang
dimiliki oleh individu yang satu dan individu yang lain. Dengan kata lain, dua pihak yang
memiliki hubungan nonresiprokal mungkin saja tidak memiliki kekuasaan yang sama di dalam
wilayah yang sama (Brown dan Gilman, 2003: 158).
1) Kedudukan
Sumber kekuasaan pertama ini bisa berupa jabatan saat ini. Misalnya, seseorang memiliki
jabatan sebagai ketua di sebuah organisasi, memiliki pangkat yang tinggi di bidang
kemiliteran, dan sebagainya. Sumber kekuasaan yang berasal dari kedudukan ini, jika ada
pada seseorang yang salah, maka akan memunculkan kerugian banyak orang.
2) Kekayaan
Kekayaan menjadi sumber kekuasaan kedua. Sudah menjadi hal umum, jika kekayaan
yang dimiliki oleh seseorang bisa menentukan apakah seseorang itu bisa berkuasa atau
tidak. Pada umumnya, seseorang yang kaya dapat menguasai seorang politikus.
3) Kepercayaan
Sumber kekuasaan yang terakhir adalah kepercayaan atau agama. Dalam hal ini,
seseorang yang sudah memiliki ilmu yang cukup tinggi dalam suatu agama akan
dianggap bisa membimbing para umatnya.
Dasar pengembangan faktor situasional ini berasal dari pendapat yang mengatakan bahwa
gaya kepemimpinan seseorang yang efektif harus cukup luwes untuk adaptasi dengan perbedaan
di antara bawahan dan situasi. Tiap-tiap organisasi memiliki ciri khusus atau unik. Bahkan
organisasi sejenispun akan menghadapi masalah yang berbeda, lingkungan yang berbeda, pejabat
dengan watak dan perilaku yang berbeda. Situasi yang berbeda harus dihadapi dengan perilaku
kepemimpinan yang berbeda pula. Oleh karena itu muncul pendekatan yang disebut
“Contingency Approach" yang apabila diterjemahkan secara harafiah berarti pendekatan
kemungkinan. Pendekatan ini disebut juga “Situational Approach" atau pendekatan situasional.
Interaksi antara pimpinan dan bawahan yang menimbulkan dimensi tingkah laku
kepemimpinan yang berorientasi tugas (otoriter) serta tingkah laku yang berorientasi hubungan
kerja yang manusiawi (demokratis) seperti telah diuraikan dalam teori tingkah laku. Ketiga
faktor tersebut adalah faktor-faktor yang menentukan tingkah laku kepemimpinan yang
dipedukan bagi seorang pemimpin.
Tingkah laku kepemimpinan adalah sesuatu yang dipelajari atau dapat dibentuk melalui
proses belajar. Oleh karena itu dapat diciptakan bentuk-bentuk latihan kepemimpinan yang
berhubungan dengan tiga faktor penentu tersebut. Dengan latihan-latihan tertentu calon
pemimpin dapat menemukan tingkah laku/gaya kepemimpinan yang efektif sesuai dengan
berbagai situasi khusus yang dihadapi oleh organisasi yang dipimpinnya.
Kekuasaan paksaan (coercive power) Kekuasaan paksaan adalah kekuasaan yang dimiliki
oleh seorang pemimpin karena pemimpin tersebut memiliki posisi yang sangat kuat. Kekuasaan
ini bertentangan dengan kekuasaan penghargaan karena kekuasaan penghargaan memberikan
hadiah atau penghargaan sedangkan kekuasaan paksaan memberikan hukuman (punishment) atas
kinerja yang buruk dari bawahannya. Setiap pemimpin tentu harus berhati-hati dalam
menggunakan kekuasaan ini karena pada prinsipnya tidak ada orang yang menginginkan
mendapatkan hukuman.
Coercive Power (kekuasaan paksa), yakni kekuasaan yang didasari karena kemampuan
seorang pemimpin untuk memberi hukuman dan melakukan pengendalian. Yang dipimpin juga
menyadari bahwa apabila dia tidak mematuhinya, akan ada efek negatif yang bisa timbul.
Pemimpin yang bijak adalah yang bisa menggunakan kekuasaan ini dalam konotasi pendidikan
dan arahan yang positif kepada anak buah. Bukan hanya karena rasa senang-tidak senang,
ataupun faktor-faktor subyektif lainnya.
7.6 Kekuasaan dan Bawahan
Konsep kekuasaan sangat penting untuk memahami bagaimana orang mampu saling
memengaruhi dalam organisasi (Mitzberg, 1983, Pfeffer, 1981, 1992 ). Kekuasaan melibatkan
kapasitas satu pihak (agen) untuk memengaruhi pihak lain (target). Kekuasaan adalah
kemampuan untuk mempengaruhi orang lain. Selain menggunakan kekuasaan, ada berbagai cara
yang dapat digunakan oleh orang yang berada dalam organisasi untuk mempengaruhi orang lain.
Taktik-taktik mempengaruhi (Influence Tactics) adalah cara-cara yang biasanya digunakan oleh
seseorang untuk mempengaruhi orang lain, baik orang yang merupakan atasan, setingkat, atau
bawahannya. Dengan mengetahui dan menggunakan hal ini, maka seseorang dapat
mempengaruhi orang lain, dengan tidak menggunakan kekuasaan yang dimilikinya
Dalam sebuah organisasi sangat diperlukan pemimpin yang mampu melindungi dan
mempengaruhi semua yang menjadi anggota organisasi tersebut. Robbins dan Judge (2017: 255)
mengatakan bahwa pemimpin yang berhasil akan bergantung pada pemilihan kekuasaan maupun
gaya kepemimpinan yang tepat terhadap kesiapan para pengikutnya. Pemimpin yang baik
seharusnya mampu mengayomi karyawan yang menjadi bawahannya. Mampu mencarikan jalan
keluar ketika bawahannya membutuhkan solusi ketika mendapat masalah sehingga masalah
tersebut dapat terselesaikan dan tidak sampai menimbulkan suatu konflik yang berkepanjangan.
Pemimpin yang baik mampu memberikan suasana organisasi dimana tidak ada perbedaan yang
jelas antara posisi pemimpin dan posisi karyawan.
Oleh karena itu peran kekuasaan ataupun gaya pemimpin berkaitan dengan tugas serta
tanggung jawabnya sebagai seorang pemimpin. Tugas serta tanggung jawab tersebut berkaitan
dengan organisasi maupun kepada bawahannya. Pemimpin seharusnya dapat bersikap adil
terhadap semua anggotanya, menjalin hubungan yang baik juga harus dilakukan untuk
menciptakan rasa percaya yang akan diberikan oleh bawahannya.
KISI-KISI UTS
Jawab :
Sikap adalah pernyataan-pernyataan evaluatif baik yang diinginkan atau yang
tidak diinginkan mengenai objek, orang, atau peristiwa. Sikap mencerminkan bagaimana
seseorang merasakan sesuatu. Untuk benar-benar memahami sikap, kita harus
mempertimbangkan karakteristik fundamental mereka.
Jawab :
a) Kepuasan kerja
Merupakan sikap umum seorang individu terhadap pekerjaannya. Seseorang
dengan tingkat kepuasan kerja tinggi menunjukkan sikap yang positif terhadap
kerja, sebaliknya seseorang yang tidak puas dengan pekerjaannya menunjukkan
sikap yang negatif terhadap perkerjaan tersebut.
b) Keterlibatan kerja
Mengukur derajat sejauh mana atau sampai tingkat mana seseorang memihak
pada pekerjaannya, berpartisipasi aktif didalamnya dan menganggap kinerjanya
penting bagi harga diri.
c) Komitmen pada organisasi
Suatu keadaan atau sampai sejauh mana seorang pegawai memihak pada suatu
organisasi tertentu dan tujuannya, dan berniat memelihara keanggotaan dalam
organisasi tersebut.
Nilai sangat penting untuk mempelajari perilaku organisasi karena nilai menjadi
dasar untuk memahami sikap dan motivasi serta memahami persepsi kita, individu
memasuki organisasi berdasarkan yang dikonsepkan sebelumnya mengenai apa yang
seharusnya dan apa yang tidak seharusnya dilakukan. Sistem nilai adalah hirarki yang
didasarkan pada pemeringkatan nilai-nilai pribadi berdasarkan intensitas nilai tersebut.
4. Jelaskan komponen kepuasan kerja menurut Robbins (1996) !
Jawab :
1) Kerja yang secara mental menantang akan membuat karyawan lebih menyukai
pekerjaan yang dapat memberikan mereka kesempatan untuk menggunakan
keterampilan dan kemampuan mereka serta menawarkan beragam tugas,
kebebasan dan umpan balik.
2) Ganjaran yang pantas dalam hal ini yang dimaksud adalah karyawan
menginginkan sistem upah dan kebijakan promosi yang mereka persepsikan
sebagai adil dan sesuai dengan harapan mereka.
3) Kondisi kerja yang mendukung mempunyai arti karyawan yang peduli dengan
lingkungan kerja, baik untuk kenyamanan pribadi maupun untuk memudahkan
dalam melakukan pekerjaan yang baik.
4) Rekan kerja yang mendukung apabila karyawan mendapatkan lebih daripada
sekedar uang atau prestasi dalam pekerjaannya. Bagi kebanyakan karyawan, kerja
juga mengisi kebutuhan akan interaksi sosial.
5) Kesesuaian kepribadian dengan pekerjaan, Pada hakikatnya karyawan dengan tipe
kepribadian kongruen (sama dan sebangun) dengan pekerjaan yang mereka pilih
seharusnya akan menemukan bakat dan kemampuan yang tepat untuk memenuhi
tuntutan dari pekerjaan mereka.
2) Upah/gaji
Upah dan gaji merupakan hal yang signifikan, namun merupakan factor yang
kompleks dan multidimensi dalam kepuasan kerja.
3) Promosi
4) Supervisi
Supervisi merupakan sumber kepuasan kerja lainnya yang cukup penting pula.
5) Kelompok kerja
Pada dasarnya, kelompok kerja akan berpengaruh pada kepuasan kerja. Rekan
kerja yang ramah dan kooperatif merupakan sumber kepuasan kerja bagi pegawai
individu.
Jika kondisi kerja bagus (lingkungan sekitar bersih dan menarik) misalnya, maka
pegawai akan lebih bersemangat mengerjakan pekerjaan mereka, namun bila
kondisi kerja rapuh (lingkungan sekitar panas dan berisik) misalnya, pegawai
akan lebih sulit menyelesaikan pekerjaan mereka.
Konsep dasar tentang tingkah laku sosial dalam analisis jaringan komunikasi adalah:
1) Keterlibatan individu yang ada di dalam sistem tidak hanya seorang melainkan
melibatkan banyak pelaku yang berpartisipasi dalam sistem sosial tersebut.
2) Perlu diperhatikan berbagai tingkatan struktur dalam sistem I, sebab suatu struktur
sosial tertentu berisi keteraturan pola hubungan dari suatu keadaan kongkrit
(Knoke dan Kuklinski dalam Setyanto 1993).
1) Kelompok kecil yang sesuai dengan sumberdaya yang dimilikinya dan akan
mengembangkan pola komunikasi yang menggabungkan beberapa struktur
jaringan komunikasi. Jaringan komunikasi ini kemudian merupakan sistem
komunikasi umum yang akan digunakan oleh kelompok dalam mengirimkan
pesan dari satu orang ke orang lainnya.
2) Jaringan komunikasi ini biasa di lihat sebagai struktur yang diciptakan oleh
organisasi sebagai sarana komunikasi organisasi.
Jawab :
Slamet (2001) memberikan pengertian yang lebih tegas terhadap kelompok yang
mengatakan dua atau lebih orang yang berhimpun atas dasar adanya kesamaan,
berinteraksi melalui pola/struktur tertentu guna mencapai tujuan bersama, dan dalam
kurun waktu yang relatif panjang. Kesamaan- kesamaan tersebut harus menjadi landasan
utama sehingga kelompok dapat berfungsi dengan baik. Dalam suatu kelompok ada
dinamika yang menggerakkan kelompok. Bagi para ahli ilmu sosial konsep dinamika
kelompok diartikan sebagai bidang studi yang mempelajari gerak atau kekuatan dalam
kelompok yang menentukan perilaku kelompok atau anggotanya. Bagi para praktisi,
konsep dinamika kelompok digunakan untuk menunjukkan pada kualitas suatu kelompok
dalam mencapai tujuannya, jadi cenderung ditujukan untuk mengukur tingkat keefektifan
kelompok dalam mencapai tujuannya.
Menurut Mustafa Sherif (Santosa 2004:36) kelompok sosial adalah suatu kesatuan
sosial yang terdiri dua atau lebih individu yang telah mengadakan interaksi sosial yang
cukup intensif dan teratur, sehingga diantara individu itu sudah terdapat pembagian tugas,
struktur dan norma-norma tertentu.
Jawab :
Jawab :
Menurut nama Sy Sukmadinata (1977 : 11) suatu kelompok entah itu kelompok
besar atau kelompok kecil mempunyai beberapa karakteristik (cirri – ciri) tertentu yaitu
sebagai berikut:
Jawab :
1) Faktor-faktor pribadi
Jawab :
Norma daalah standard perilaku yang dapat diterima dan dibagikan oleh
anggotanya yang menyatakan bahwa mereka harus atau tidak harus tidak melakukan
dalam situasi tersebut (Remind dan Judge,2011:319). Norma dapat menutupi semua
aspek perilaku kelompok. Paling umum adalah :
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2016. Efektivitas Organisasi
http://etheses.uin-malang.ac.id/587/5/07410150%20Bab%202.pdf . Di akses pada 20 Maret 2022