Anda di halaman 1dari 87

TUGAS

MODUL BAB 1-7


UTS PERILAKU ORGANISASI

Nama : Sandhy Aditya Putra


Nim : 2034021139
Kelas : R.207 (Manajemen)
Waktu : Rabu 13.00 WIB
Drs. Arief Syah Safrianto SE., MM
UNIVERSITAS KRISNADWIPAYANA
12/05/2022
BAB 1

“MANAJEMEN
INDIVIDUAL, KELOMPOK,
DAN EFEKTIVITAS
ORGANISASI”
1.1 Efektivitas Organisasi

1.1.1 Pengertian Efektivitas Organisasi

Efektivitas adalah keberhasilan mencapai tujuan organisasi. Organisasi yang


efektif adalah organisasi yang mencapai tujuan. Efektivitas sebagai tingkat pencapaian
organisasi dalam jangka pendek dan jangka panjang.

Jadi dapat dikatakan bahwa efektivitas selalu berkait dengan tujuan. Efektivitas
merupakan salah satu dimensi dari produktivitas (hasil) yaitu mengarah pada pencapaian
unjuk kerja yang maksimal, yaitu pencapaian target yang berkaitan dengan kualitas,
kuantitas dan waktu. Efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh
target (kuantitas, kualitas dan waktu) telah dicapai. Di mana makin besar persentase
target yang dicapai, makin tinggi efektivitasnya.

Menurut para ahli pengertian Efektivitas Organisasi antara lain :

Gibson (1984:28) mendefinisikan efektivitas adalah latar belakang perilaku


organisasi, hubungan antara sifat produksi, kualitas, efisiensi, fleksibilitas, kepuasan,
kesempurnaan dan pengembangan.

Emiten Ezioni (1982:54) menyatakan bahwa efektivitas organisasi dapat


dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan organisasi yang berusaha mencapai tujuan.

Komaruddin (1994: 294) menyebutkan efektivitas adalah suatu kondisi yang


menunjukkan bahwa kegiatan manajemen berhasil mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.

Liang G (2000: 24) menyatakan bahwa efektivitas adalah keadaan atau


kemampuan manusia untuk menyediakan penggunaan yang diinginkan.

Soekarno K. (1986: 42) menjelaskan bahwa efektif adalah mencapai tujuan atau
hasil yang diinginkan, dan tidak ada hubungannya dengan tenaga, waktu, biaya, dan alat.
Artinya konsep efektivitas hanyalah hasil atau tujuan yang diinginkan. Oleh karena itu
konsep efektivitas kinerja organisasi merupakan perwujudan tujuan atau hasil yang
dilaksanakan oleh setiap orang.
Bemard (1938:20) efektivitas organisasi merupakan kemahiran dalam sasaran
spesifik dari organisasi yang bersifat objektif. Efektivitas organisasi sebagai kemampuan
untuk bertahan, menyesuaikan diri, memelihara diri dan juga bertumbuh, lepas dari
fungsi- fungsi tertentu yang dimiliki oleh organisasi tersebut.

1.1.2 Faktor Yang Mempengaruhi Efektivitas Organisasi

Efektivitas organisasi dipengaruhi oleh empat faktor di dalam budaya organisasi yaitu:

 Keterlibatan (involvement)
Keterlibatan adalah suatu perlakuan yang membuat staf meras
diikutsertakan dalam kegiatan organisasi sehingga membuat staf bertanggung
jawab tentang tindakan yang dilakukannya (Casida, 2007). Keterlibatan
(involvement) adalah kebebasan atau independensi yang dipunyai setiap individu
dalam mengemukakan pendapat. Keterlibatan tersebut perlu dihargai oleh
kelompok atau pimpinan suatu organisasi sepanjang menyangkut ide untuk
memajukan dan mengembangkan organisasi/perusahaan. Keterlibatan terdiri dari
tiga indikator yaitu pemberdayaan (Empowerment), kerja tim (Team Orientation)
dan kemampuan berkembang (Capability Development) (Casida, 2007).
a) Pemberdayaan (empowerment)
Pemberdayaan (empowerment) adalah proses yang memungkinkan
staf untuk memiliki input dan kontrol atas pekerjaan mereka, serta
kemampuan untuk secara terbuka berbagi saran dan ide mengenai
pekerjaan mereka. Pemberdayaan akan membuat staf memiliki kekuasan
untuk mampu membuat pilihan dan berpartisipasi pada tingkat yang lebih
bertanggung jawab yang pada akhirnya akan menimbulkan perasaan
bahagia pada diri staf tersebut serta mengakibatkan staf akan berpikiran
positif terhadap lingkungannya.
b) Kerja tim (team orientation)
Kerja tim (Team Orientation) menunjukkan efektifnya kerja secara
tim dalam memberikan kontribusi pada organisasi yang mana proses di
dalam kerja tim merupakan usaha untuk memecahkan suatu masalah dan
meningkatkan inovasi anggotanya.
c) Kemampuan berkembang (capability development)
Kemampuan berkembang (Capability Development) adalah
kemampuan suatu organisasi untuk meningkatkan kemampuan stafnya
sehingga mampu berkompetisi dan mencapai tujuan organisasi.

 Konsistensi (Consistency)
Konsistensi (Consistency) merupakan tingkat kesepakatan anggota
organisasi terhadap asumsi dasar dan nilai-nilai inti organisasi. Konsistensi
menekankan pada sistem keyakinan-keyakinan, nilai-nilai, dan simbol-simbol
yang dimengerti dan dianut bersama oleh para anggota organisasi serta
pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang terkoordinasi. Adanya konsistensi dalam
suatu organisasi ditandai oleh staf merasa terikat; ada nilai-nilai kunci; kejelasan
tentang tindakan yang dapat dilakukan dan tidak dapat dilakukan. Konsistensi di
dalam organisasi merupakan dimensi yang menjaga kekuatan dan stabilitas di
dalam organisasi. Denison dan Mirsha (1995) menyatakan bahwa konsistensi
dapat dilihat dari tiga indikator yaitu nilai inti (core value), kesepakatan
(Agreement), koordinasi dan integrasi (Coordination and Integration).
a) Nilai inti (core value)
Nilai inti (core value) adalah pedoman atau kepercayaan permanen
mengenai sesuatu tepat dan tidak tepat yang mengarahkan tindakan dan
perilaku staf dalam mencapai tujuan organisasi.
b) Kesepakatan (agreement)
Kesepakatan (Agreement) adalah suatu proses ketika staf di dalam
organisasi dapat mencapai kesamaan pendapat tentang masalah-masalah
yang terjadi atau suatu hal yag mendasari dan mampu menyelesaikan
perbedaan pendapat yang terjadi di dalam organisasi.
c) Koordinasi dan integrasi (coordination and integration)
Koordinasi dan integrasi (Coordination and Integration) adalah
berbagai fungsi serta unit di dalam organisasi yang bekerja sama untuk
mencapai tujuan organisasi tanpa mengganggu hak masing-masing.
Koordinasi dan integrasi sangat bermanfaat untuk meningkatkan efisiensi,
kualitas, dan pelayanan yang diberikan kepada publik.

 Adaptasi (Adaptability)
Kemampuan adaptasi merupakan kemampuan organisasi untuk
menerjemahkan pengaruh lingkungan terhadap organisasi. Adaptasi merupakan
kemampuan organisasi dalam merespon perubahan-perubahan lingkungan
eksternal dengan melakukan perubahan internal organisasi. Denison dan Mirsha
(1995) dalam Casida (2007) menyatakan bahwa kemampuan adaptasi dapat
dilihat dari tiga indikator yaitu perubahan (Creating Change), berfokus pada
pasien (Customer Focus) dan keadaan organisasi (Organizational Learning).
a) Perubahan (creating change)
Perubahan (Creating Change) adalah kemampuan organisasi untuk
melakukan pembaharuan, mampu mengikuti perkembangan dan bereaksi
dengan cepat terhadap tren serta mengantisipasi dampak dari pembaharuan
tersebut.
b) Berfokus pada pelanggan (costumer focus)
Berfokus pada pasien (Customer Focus) adalah kemampuan
organisasi untuk mampu memberikan perhatian pada kepuasan pelanggan.
c) Keadaan organisasi (organizational learning)
Keadaan organisasi (Organizational Learning) adalah proses yang
mendukung organisasi untuk mampu beradaptasi terhadap perubahan,
serta mampu bertumbuh ke arah yang lebih baik melalui penciptaaan dan
pengaplikasian hal-hal baru seperti knowledge, kemampuan dan
kompetensi sekaligus mampu mentransformasikannya kepada anggota
lainnya  Keadaan organisasi merupakan kemampuan organisasi menerima,
menerjemahkan, dan menginterpretasi dari lingkungan eksternal menjadi
suatu usaha untuk mendorong inovasi, memperoleh pengetahuan dan
meningkatkan pengetahuan.
 Misi (Mission)
Misi merupakan dimensi budaya yang menunjukkan tujuan inti organisasi
yang menjadikan anggota organisasi teguh dan fokus terhadap apa yang dianggap
penting oleh organisasi. Sesuai dengan penelitian Denison (2006) yang
menunjukkan bahwa organisasi yang kurang dalam menerapkan misi akan
mengakibatkan staf tidak mengerti hasil yang akan dicapai dan tujuan jangka
panjang yang ditetapkan menjadi tidak jelas.
Denison dan Mirsha (1995) menyatakan bahwa kemampuan adaptasi
dapat dilihat dari tiga indikator yaitu strategi yang terarah dan tetap (Strategic
Direction and Intent), Tujuan dan objektivitas (Goals and Objectif), Visi (Vision)
(Casida, 2007).
a) Strategi yang terarah dan tetap (strategic direction and intent)
Strategi yang terarah dan tetap (Strategic Direction and Intent)
merupakan rencana yang jelas mengenai tujuan organisasi dan membuat
anggota organisasi memahami kontribusi dan fungsi mereka di dalam
organisasi. Manager tingkat pertama yang secara umum lebih dilibatkan
dalam penetapan strategi. Strategi merupakan elemen penting yang
memberikan penjelasan mengenai cara-cara untuk melaksanakan suatu
tindakan
b) Tujuan dan objektivitas (goals and objectivity)
Tujuan dan objektivitas (Goals and Objectivity) merupakan
merupakan hasil yang diinginkan melalui usaha yang terarah dapat diukur,
ambisius namun tetap realistis. Tujuan dan objektivitas merupakan
kumpulan sasaran yang dikaitkan dengan misi, visi, serta strategi dan
mampu memberikan arahan yang jelas bagi staf untuk bertindak.
c) Visi (vision)
Visi (Vision) merupakan pandangan bersama mengenai tujuan
yang akan dicapai yang terdiri dari nilai-nilai dan pemikiran bersama yang
mampu memberikan arahan bagi anggota organisasi. Visi merupakan
rangkaian kalimat yang menyatakan cita-cita atau impian sebuah
organisasi atau perusahaan yang ingin dicapai di masa depan atau dapat
dikatakan bahwa visi merupakan pernyataan “apa yang diinginkan”dari
organisasi atau perusahaan. Visi juga merupakan hal yang sangat krusial
bagi perusahaan untuk menjamin kelestarian dan kesuksesan jangka
panjang.

1.2 Efektivitas Kerja

1.2.1 Pengertian Efektivitas Kerja

Efektivitas kerja adalah suatu ukuran dan kemampuan dalam melaksanakan


fungsi, tugas, program atau misi dari suatu organisasi sesuai dengan target yang telah
ditetapkan. Efektivitas kerjaan merupakan hubungan antara output dengan tujuan,
semakin besar kontribusi (sumbangan) output terhadap pencapaian tujuan, maka semakin
efektif organisasi, program atau kegiatan.

Efektivitas kerja adalah kemampuan untuk melakukan sesuatu yang tepat


didasarkanpada tujuan yang telah ditetapkan atau direncanakan. Pelaksanaan suatu
program sesuai dengan tujuan yang direncanakan menunjukkan efektivitas program
tersebut dapat terlaksana dengan baik. Sebaliknya, ketidaksesuaian pelaksanaan program
dengan tujuan yang ditetapkan memperlihatkan program yang dilaksanakan belum
efektif.

Menurut para ahli pengertian Efektivitas Kerja antara lain :

Menurut Kurniawan (2005), efektivitas kerja adalah kemampuan melaksanakan


tugas, fungsi (operasi kegiatan program atau misi) dari pada suatu organisasi atau
sejenisnya yang tidak adanya tekanan atau ketegangan diantara pelaksanaannya. 

Menurut Mahmudi (2005), efektivitas kerja adalah hubungan antara output


dengan tujuan, semakin besar kontribusi (sumbangan) output terhadap pencapaian tujuan,
maka semakin efektif organisasi, program atau kegiatan. 

Menurut Rizky (2011), efektivitas kerja adalah suatu ukuran yang menyatakan
seberapa jauh target (kuantitas, kualitas dan waktu) telah tercapai. 
Menurut Robbins (2003), efektivitas kerja adalah kemampuan untuk memilih
atau melakukan sesuatu yang paling sesuai atau tepat dan mampu memberikan manfaat
secara langsung.

1.2.2 Indikator Efektivitas Kerja


Adapun beberapa indikator untuk mengukur efektivitas kerja menurut Hasibuan
(2003) yaitu:
1) Kualitas Kerja
Kualitas kerja merupakan sikap yang ditunjukkan oleh karyawan berupa hasil
kerja dalam bentuk kerapian, ketelitian, dan keterkaitan hasil dengan tidak
mengabaikan volume pekerjaan di dalam mengerjakan pekerjaan.
2) Kuantitas Kerja
Kuantitas kerja merupakan volume kerja yang dihasilkan di bawah kondisi
normal. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya beban kerja dan keadaan yang
didapat atau dialaminya selama bekerja.
3) Pemanfaatan Waktu
Pemanfaatan waktu adalah penggunaan masa kerja yang disesuaikan dengan
kebijakan perusahaan agar pekerjaan selesai tepat pada waktu yang ditetapkan.

1.2.3 Kriteria Efektivitas Kerja

Menurut Martani dan Lubis (1987), kriteria yang digunakan untuk mengukur
efektivitas kerja adalah sebagai berikut:

1) Pendekatan Sumber (resource approach), yakni mengukur efektivitas dari


input. Pendekatan mengutamakan adanya keberhasilan organisasi untuk
memperoleh sumber daya, baik fisik maupun non fisik yang sesuai dengan
kebutuhan organisasi.
2) Pendekatan Proses (process approach), adalah untuk melihat sejauh mana
efektivitas pelaksanaan program dari semua kegiatan proses internal atau
mekanisme organisasi.
3) Pendekatan Sasaran (goals approach), dimana pusat perhatian pada output,
mengukur keberhasilan organisasi untuk mencapai hasil (output) yang sesuai
dengan rencana.

1.3 Faktor Yang Mempengaruhi Efektivitas Kerja


Adapun faktor – faktor yang mempengaruhi efektivitas kerja menurut Richard M. Steers
(1985), yaitu:
a. Karakteristik Organisasi
Karakteristik organisasi mempengaruhi efektivitas kerja karena menggambarkan
struktur yang harus dilalui oleh karyawan dalam melakukan pekerjaannya. Struktur
organisasi merupakan cara untuk menempatkan manusia sebagai bagian dari pada suatu
hubungan yang relatif tetap yang akan menentukan pola – pola interaksi dan tingkah laku
yang berorientasi pada tugas.
b. Karakteristik Lingkungan
Secara keseluruhan berada dalam lingkungan organisasi seperti peralatan,
perlengkapan, hubungan antara pegawai dan kondisi kerja. Ciri lingkungan ini selalu
mengalami perubahan yang artinya memiliki sifat ketidakpastian karena selalu terjadi
proses dinamisasi.
c. Karakteristik Pekerja
Faktor ini yang paling mempengaruhi efektivitas kerja karena meskipun sarana
dan prasarana begitu lengkap, baiknya mekanisme kerja, namun apabila tidak ada
dukungan kualitas sumber daya manusia yang mengisinya tidak akan ada artinya.
d. Karakteristik Kebijakan dan Praktek Manajemen
Praktek manajemen adalah strategi dan mekanisme kerja yang dirancang dalam
mengkondisikan semua hal yang ada di dalam organisasi. Kebijakan dan praktek
manajemen ini harus memperhatikan juga unsur manusia sebagai individu yang memiliki
perbedaan bukan hanya mementingkan strategi mekanisme kerja saja. Mekanisme kerja
ini meliputi penetapan tujuan strategis, pencarian dan pemanfaatan sumber daya dan
menciptakan lingkungan prestasi, proses komunikasi, kepemimpinan, dan pengambilan
keputusan yang bijaksana, serta adaptasi terhadap perubahan lingkungan dan inovasi
organisasi.
BAB 2

“DASAR-DASAR
PERILAKU INDIVIDU,
SIKAP, KEPUASAN KERJA
DAN NILAI”
2.1 Sikap dan Kepuasan Kerja

2.1.1 Definisi Sikap

Sikap adalah pernyataan-pernyataan evaluatif baik yang diinginkan atau yang


tidak diinginkan mengenai objek, orang, atau peristiwa. Sikap mencerminkan bagaimana
seseorang merasakan sesuatu. Untuk benar-benar memahami sikap, kita harus
mempertimbangkan karakteristik fundamental mereka. Terdapat tiga komponen sikap
yaitu :

a) Pengertian (cognition) adalah segmen pendapat atau keyakinan akan suatu sikap.
b) Keharuan (affect) adalah segmen emosional atau perasaan dari suatu sikap.
c) Perilaku (behavior) adalah suatu maksud untuk berperilaku dengan suatu cara
tertentu terhadap seseorang atau sesuatu.

2.1.2 Ciri-ciri Sikap

Sikap memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

a) Sikap tidak dibawa sejak lahir

Berarti manusia dilahirkan tidak membawa sikap tertentu pada suatu objek. Oleh
karenanya maka sikap terbentuk selama perkembangan individu yang
bersangkutan. Karena terbentuk selama perkembangan maka sikap dapat berubah,
dapat dibentuk dan dipelajari. Namun kecenderungannya sikap bersifat tetap.

b) Sikap selalu berhubungan dengan objek

Sikap terbentuk karena hubungan dengan objek-objek tertentu, melalui persepsi


terhadap objek tersebut.

c) Sikap dapat tertuju pada satu objek dan sekumpulan objek

Bila seseorang memiliki sikap negatif pada satu orang maka ia akan menunjukkan
sikap yang negatif pada kelompok orang tersebut.
d) Sikap itu dapat berlangsung lama atau sebentar

Jika sikap sudah menjadi nilai dalam kehidupan seseorang maka akan
berlangsung lama bertahan, tetapi jika sikap belum mendalam dalam diri
seseorang maka sikap relaatif dapat berubah.

e) Sikap mengandung perasaan atau motivasi

Sikap terhaadap sesuaatu akan diikuti oleh perasaan tertentu baik positif maupun
negatif. Sikap juga mengandung motivasi atau daya dorong untuk berperilaku.

2.1.3 Tipe-tipe Sikap

a) Kepuasan kerja
Merupakan sikap umum seorang individu terhadap pekerjaannya. Seseorang
dengan tingkat kepuasan kerja tinggi menunjukkan sikap yang positif terhadap
kerja, sebaliknya seseorang yang tidak puas dengan pekerjaannya menunjukkan
sikap yang negatif terhadap perkerjaan tersebut.
b) Keterlibatan kerja
Mengukur derajat sejauh mana atau sampai tingkat mana seseorang memihak
pada pekerjaannya, berpartisipasi aktif didalamnya dan menganggap kinerjanya
penting bagi harga diri.
c) Komitmen pada organisasi
Suatu keadaan atau sampai sejauh mana seorang pegawai memihak pada suatu
organisasi tertentu dan tujuannya, dan berniat memelihara keanggotaan dalam
organisasi tersebut.

2.1.4 Definisi Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja yang tinggi merupakan tanda organisasi yang dikeloa dengan baik
dan pada dasarnya merupakan hasil manajemen perilaku yang efektif. Kepuasan keja
adalah ukuran proses pembangunan iklim manusia yang berkelanjutan dan suatu
organisasi.
Kepuasan kerja adalah seperangkat perasaan tentang menyenangkan atau tidaknya
pekerjaan mereka. Ada perbedaan yang penting antara perasaan ini dengan dua unsur
lainnya dari sikap pegawai. Kepuasan kerja adalah bagian dari kepuasan hidup. Sifat
lingkungan seseorang di luar pekerjaan mempengaruhi perasaan di dalam pekerjaan.
Demikian juga halnya, karena pekerjaan merupakan bagian penting kehidupan, kepuasan
kerja mempengaruhi kepuasan hidup seseorang.

2.1.5 Komponen Kepuasan Kerja

Dalam penelitian oleh Robbins (1996) menyebutkan bahwa komponen-komponen


yang menentukan kepuasan kerja adalah:

a) Kerja yang secara mental menantang akan membuat karyawan lebih menyukai
pekerjaan yang dapat memberikan mereka kesempatan untuk menggunakan
keterampilan dan kemampuan mereka serta menawarkan beragam tugas,
kebebasan dan umpan balik.
b) Ganjaran yang pantas dalam hal ini yang dimaksud adalah karyawan
menginginkan sistem upah dan kebijakan promosi yang mereka persepsikan
sebagai adil dan sesuai dengan harapan mereka.
c) Kondisi kerja yang mendukung mempunyai arti karyawan yang peduli dengan
lingkungan kerja, baik untuk kenyamanan pribadi maupun untuk memudahkan
dalam melakukan  pekerjaan yang baik.
d) Rekan kerja yang mendukung apabila karyawan mendapatkan lebih daripada
sekedar uang atau prestasi dalam pekerjaannya. Bagi kebanyakan karyawan, kerja
juga mengisi kebutuhan akan interaksi sosial.
e) Kesesuaian kepribadian dengan pekerjaan, Pada hakikatnya karyawan dengan tipe
kepribadian kongruen (sama dan sebangun) dengan pekerjaan yang mereka pilih
seharusnya akan menemukan bakat dan kemampuan yang tepat untuk memenuhi
tuntutan dari  pekerjaan mereka.

2.2 Nilai
2.2.1 Definisi Nilai

Nilai mencerminkan keyakinan-keyakinan dasar bahwa “bentuk khusus perilaku


atau bentuk akhir keberadaan secara pribadi atau sosial lebih dipilih dibandingkan dengan
bentuk perilaku atau bentuk akhir keberadaan perlawanan atau kebaikan.” Nilai
mengandung unsur pertimbangan yang mengemban gagasan-gagasan seorang individu
mengenai apa yang benar, baik, dan diinginkan. Nilai mempunyai baik atribut isi maupun
intensitas. Atribut isi mengatakan bahwa bentuk perilaku atau bentuk-akhir
keberadaannya adalah penting. Atribut intensitas menjelaskan seberapa penting hal itu.
Ketika kita memperingatkan nilai-nilai individu berdasarkan intensitasnya, kita peroleh
sistem nilai orang tersebut. Secara umum dapat dikatakan nilai itu relatif stabil dan
kokoh.

2.2.2 Pentingnya Nilai

Nilai sangat penting untuk mempelajari perilaku organisasi karena nilai menjadi
dasar untuk memahami sikap dan motivasi serta memahami persepsi kita, individu
memasuki organisasi berdasarkan yang dikonsepkan sebelumnya mengenai apa yang
seharusnya dan apa yang tidak seharusnya dilakukan. Sistem nilai adalah hirarki yang
didasarkan pada pemeringkatan nilai-nilai pribadi berdasarkan intensitas nilai tersebut.

Contoh : Anda memasuki suatu organisasi dengan pandangan bahwa menentukan


gaji atas dasar kinerja adalah benar, karena orang berusaha meningkatkan kinerja dan ada
organisasi yang menentukan gaji atas dasar senioritas. Bagaimana persepsi anda atas
persepsi tersebut ? Karena anda baru bergabung, maka kemungkinan besar anda akan
kecewa, sehingga dapat membawa akibat tidak adanya kepuasan kerja dan tidak
mendorong/ memotivasi meningkatkan kinerja seseorang.

2.3 Kerja
Pekerjaan dalam arti luas adalah aktivitas utama yang dilakukan oleh manusia. Dalam arti
sempit, istilah pekerjaan digunakan untuk suatu tugas atau kerja yang menghasilkan uang bagi
seseorang. Dalam pembicaraan sehari-hari istilah ini sering dianggap sinonim dengan profesi.

Pekerjaan yang dijalani seseorang dalam kurun waktu yang lama disebut sebagai
Karir.Seseorang mungkin bekerja pada beberapa perusahaan selama karirnya tapi tetap dengan
pekerjaan yang sama.

2.4 Kepuasan Kerja

2.4.1 Definisi Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja lebih umum didefinisikan sebagai kepuasan individu terhadap


pekerjaannya. Kepuasan kerja seseorang pada dasarnya tergantung kepada selisih antara
harapan, kebutuhan atau nilai dengan apa yang menurut perasaan atau persepsi telah
diperoleh atau dicapai melalui pekerjaan. Seseorang akan merasa puas jika tidak ada
perbedaan antara yang diinginkan dengan persepsinya atas kenyataan.

Kepuasan kerja merupakan respon afektif atau emosional dari sebuah pekerjaan
(Krieter & Kinicki, 2004). Salah seorang bisa merasakan kepuasan di satu aspek dan di
aspek yang lain. Robbins dan Judge (2007) menyatakan bahwa kepuasan kerja
merupakan perasaan positif tentang suatu pekerjaan yang merupakan hasil evaluasi dari
beberapa karakteristik.

Dari pengertian tersebut di atas, perasaan positif maupun negatif yang dialami
karyawan menyebabkan seorang dapat mengalami kepuasan maupun ketidakpuasan kerja
merupakan masalah yang kompleks, karena berasal dari berbagai elemen kerja, misalnya
terhadap  pekerjaan mereka sendiri, gaji/upah, promosi, supervisi, rekan kerja, ataupun
secara keseluruhan.

 Dampak kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan

Terdapat hubungan antara kepuasan kerja dengan kinerja, ketika data kepuasan
dan produktivitas dikumpulkan pada organisasi secara menyeluruh bukan pada
tingkat individu, akan tetapi pada organisasi yang mempunyai lebih sedikit
karyawan yang puas cenderung lebih efektif dalam pekerjaannya.

 Kepuasan dan Kehadiran

Kita menemukan hubungan timbal balik yang konsisten antara kepuasan dan
kehadiran dari pekerjaannya faktor-faktor yang lain mendapat dampak pada bulan
tersebut yang mengurangi koefisien hubungan.

 Kepuasan dan pengunduran diri

Kepuasan kerja lebih penting dalam mempengaruhi karyawan dari pada


mempertahankan karyawan buruk untuk tetap bertahan, karena kemungkinan
karyawan yang mempunyai kinerja yang baik akan lebih bertahan dibandingkan
dengan karyawan yang berkinerja buruk karena dapat menerima pengakuan,
pujian, dan hadiah lain yang memberi mereka alasan untuk lebih bertahan.

2.4.2 Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja

Menurut Luthans (2005), faktor-faktor utama yang mempengaruhi kepuasan kerja


seperti diuraikan berikut ini :

1) Pekerjaan itu sendiri

Yang termasuk pekerjaan yang memberikan kepuasan adalah pekerjaan yang


menarik dan menantang, pekerjaan yang tidak membosankan, serta pekerjaan
yang dapat memberikan status.

2) Upah/gaji

Upah dan gaji merupakan hal yang signifikan, namun merupakan factor yang
kompleks dan multidimensi dalam kepuasan kerja.

3) Promosi
Kesempatan dipromosikan nampaknya memiliki pengaruh yang beragam terhadap
kepuasan kerja, karena promosi bisa dalam bentuk yang berbedabeda dan
bervariasi pula imbalannya.

4) Supervisi

Supervisi merupakan sumber kepuasan kerja lainnya yang cukup penting pula.

5) Kelompok kerja

Pada dasarnya, kelompok kerja akan berpengaruh pada kepuasan kerja. Rekan
kerja yang ramah dan kooperatif merupakan sumber kepuasan kerja bagi pegawai
individu.

6) Kondisi kerja/lingkungan kerja

Jika kondisi kerja bagus (lingkungan sekitar bersih dan menarik) misalnya, maka
pegawai akan lebih bersemangat mengerjakan pekerjaan mereka, namun bila
kondisi kerja rapuh (lingkungan sekitar panas dan berisik) misalnya, pegawai
akan lebih sulit menyelesaikan pekerjaan mereka.

BAB 3
“PERSEPSI DAN
KEPRIBADIAN”

3.1 Persepsi

3.1.1 Definisi Persepsi


Persepsi adalah proses dengan mana seorang memilih, berusaha dan
mengiterprestasikan rangsangan ke dalam suatu gambaran yang terpadu dan berarti.
Persepsi tidak lain adalah proses pemberian arti terhadap suatu kenyataan melalui alat
indera. Sebenarnya persepsi mulai tumbuh secara perlahan-lahan sejak kecil dan
seterusnya melalui interaksi dengan orang lain. Hal ini berarti persepsi dapat tumbuh dan
berkembang, karena adanya pengaruh interaksi dengan belajar pada orang.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995) mendefinisikan persepsi sebagai


tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu atau proses seseorang mengetahui
beberapa hal melalui panca indera.

Sedangkan dalam lingkup yang lebih luas, persepsi merupakan suatu proses yang
melibatkan pengetahuan-pengetahuan sebelumnya dalam memperoleh dan
menginterprestasikan stimulus yang ditunjukkan panca indera. Dengan kata lain, persepsi
merupakan kombinasi antara faktor utama dunia luar (stimulus visual) dan dari manusia
itu sendiri (pengetahuan-pengetahuan itu sebelumnya).

Menurut para ahli definisi Persepsi diantara lain :

Stephen P. Robbins (2005) mendefinisikan, Persepsi sebagai suatu proses yang


ditempuh individu untuk mengorganisasikan dan menafsirkan atau menginterpretasikan
kesan-kesan indera mereka agar memberikan makna bagi lingkungan mereka.

Kinichi dan Kreitner (2003 : 67), Persepsi pada hakekatnya adalah proses kognitif
yang dialami oleh setiap orang dalam memahami informasi tentang lingkungannya, baik
lewat penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan dan penciuman. Kunci untuk
memahami persepsi terletak pada pengenalan, bahwa persepsi merupakan suatu
penafsiran yang unik terhadap situasi, dan bukannya suatu pencatatan yang benar
terhadap situasi.

Krech menekankan bahwa persepsi berkaitan dengan peta kognitif individu


bukanlah penyajian fotografik dari suatu kenyataan fisik, melainkan agak bersifat
konstruksi pribadi yang kurang sempuma mengenai objek tertentu, diseleksi sesuai
dengan kepentingan utamanya dan dipahami menurut kebiasaan-kebiasaannya. Intinya
persepsi adalah suatu proses kognitif yang kompleks dan yang menghasilkan suatu
gambar unik tentang kenyataan yang barangkali sangat berbeda dari kenyataannya.

Mc Shane dan Von Glinow (2000: 166) berpendapat bahwa Persepsi adalah
proses penerimaan informasi dan pemahaman tentang lingkungan, termasuk penetapan
informasi unruk membentuk pengkategorian dan penafsirannya. Intinya persepsi
berkaitan dengan bagaimana seseorang menerima informasi dan menyesuaikan dengan
lingkungannya. Ini berarti adanya interpretasi dalam memahami informasi yang dapat
meningkatkan pengetahuan yang menerimanya atau adanya seleksi terhadap berbagai
ransangan yang ditangkap oleh panca indra. Hal ini nantinya akan mempengaruhi prilaku
masing-masing individu yang menerima informasi tersebut,

Schermerhorn, Hunt. Osborn (2005 : 100) Persepsi adalah proses dimana orang-
orang memilih, mengorganisir, menginterpretasikan, mendapat kembali dan merespon
terhadap informasi dari dunia di sekitarnya. Dengan kata lain persepsi berkaitan dengan
bagaimana seseorang dapat menginterpretasikan dan merespon informasi yang berasal
dari luar.

3.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi

1) Pelaku Persepsi
Ketika seseorang yang melakukan persepsi (perceiver) melihat sesuatu
(target) yang harus diinterprestasi dan mencoba menginterprestasikan apa yang
dia lihat. Interprestasi sangat dipengaruhi :
 Sikap si Pelaku Persepsi (Perceiver)
Seseorang dalam menginterprestasikan sesuatu pasti sangat terpengaruh
dengan sikap yang dimilikinya. Misalnya, mahasiswa A membeli pakaian
merek terkenal karena ingin agar pakaiannya yang dimilikinya tahan lama
sehingga tak perlu rajin membeli pakaian, sedangakan mahasiswa B
membeli pakaian merek terkenal karena ingin dilihat modis oleh teman-
temannya. Dari contoh tersebut dapat dilihat mahasiwa A memiliki sikap
yang efisien dalam memilih barang sedangkan mahasiswa B memiliki
sikap yang boros, sehingga dalam menginterprestasikan pembelian
pakaian merek terkenal mereka berbeda.
 Motif si Pelaku Persepsi (Perceiver)
Motif yang dimaksud adalah alasan seseorang dalam melakukan sesuatu
hal biasanya bersifat tersembunyi. Misalnya, seorang murid mendekati
guru hendak mendapat pelajaran tambahan dari guru tersebut sedangkan
murid yang lain mendekati gurunya untuk mendapat tambahan nilai.
 Minat si Pelaku Persepsi (Perceiver)
Minat merupakn keterkan seseorang terhadap sesuatu hal. Hubungannya
dengan persepsi, ketika seseorang menginterprestasikan sesuatu ia akan
berpatokan dengan apa yang ia minati. Misalnya seorang peminat film
akan membeli laptop karena kesukaannya menonton film, sedangkan
seseorang yang suka menulis membeli laptop untuk menulis karayanya.
 Pengalaman si Pelaku Persepsi (Perceiver)
Pengalaman merupakan hal yang memengaruhi interprestasi seseorang
karena dengan apa yang sudah diketahuinya ia akan menentukan
penilaianya. Misalnya, nona A membeli di toko X karena ia pernah
membeli di toko tersebut dan ia puas dengan pelayanan toko tersebut
sehingga ia terus membeli di toko X tersebut.

2) Target
Karakterisitik sebuah/seorang target dapat mempengaruhi apa yang
dipersepsikan. Misalnya penampilan target, suara target, ukuran target atau faktor
lain yang ada dalam target. Hal ini pasti sangat memengaruhi karena target
merupakan objek yang harus dipersepsikan atau diinterprestasikan atau
diasumsikan maupun dinilai.

3) Situasi
Konteks dimana kita melihat objek atau peristiwa adalah sesuatu yang
penting. Unsur-unsur yang ada di sekililing lingkungan kita mempengaruhi
pengamatan kita. Misalnya, bagi kita tidak akan bertentangan atau lebih lazim
memakai celana pendek ketika kita keluar ke kedai atau sedang jalan-jalan tetapi
sangat berbeda situasinya apabila kita pergi ke kampus dengan celana pendek.

3.1.3 Keterkaitan Persepsi bagi Para Majaer


Para manajer dapat menerapkan pengetahuan persepsi terhadap banyak aktivitas
organisasi. Misalnya saja, dalam evaluasi kinerja, cara penilaian atas seseorang mungkin
dipengaruhi oleh ketelitian persepsi si penyelia. Seringkali kesalahan persepsi disebabkan
oleh permasalahan komunikasi dalam suatu organisasi. Kesalahan persepsi dapat juga
mendorong ke arah ketegangan hubungan antara pribadi karyawan. Ketika interaksi
dilihat sebagai sesuatu yang menegangkan, seorang penyelia perlu menetukan penyebab
terjadinya peristiwa bisnis yang dipandang secara berbeda oleh orangng-orang yang
berbeda.

3.2 Teori Ambisi

3.2.1 Definisi Ambisi

Tika Bisono mengatakan bahwa ambisius itu kata sifat dari ambisi. Yang
namanya kata sifat ada positif dan negatifnya. Ambisi yang positif dimiliki oleh orang
supaya bisa berprestasi dengan baik dan menghasilkan karya terbaik, sementara kalau
yang negatif itu sebuah ambisi yang tidak sebanding dengan potensi yang dimiliki,
sehingga dia akan memaksakan segala cara.

Ambisi adalah keinginan untuk mencapai sesuatu atau kemauan untuk mencapai
sukses. Di sini, arti ambisi jelas-jelas berkonotasi positif. Begitu pula dengan ambisius,
yang menunjuk pada orang yang berambisi. Ambisi ternyata penting dimiliki, karena
ambisilah yang menggerakkkan seseorang untuk mencapai tujuan-tujuan berkarier.Tanpa
ambisi, seseorang seolah-olah tidak melakukan apa pun. Jika tidak, kita akan menjadi
seorang yang ambisius. Patut dicatat, ambisius memiliki arti yang berbeda dengan ambisi.
Umumnya, mereka yang ambisius memiliki minat dan keinginan yang menggebu-gebu
pada suatu bidang. Dan biasanya mereka berperilaku egois dan menghalalkan segala cara
demi mencapai keinginannya.

Ambisius merupakan individu yang sangat bergairah dan mempunyai keinginan


atau hasrat yang kuat dalam mencapai penghargaan atau prestasi dalam satu lingkungan
tertentu, dan mengarah pada gangguan spectrum bipolar.  Orang yang berisiko mania
menunjukkan peningkatan kepercayaan diri dibandingkan dengan kontrol sehat. (Gruber,
J., & Johnson, S. L. ;2009).

3.2.2 Teori Ambisi

a) Teori Alfred Adler


Ciri-ciri orang yang ambisius menurut Adler, yaitu:
1. Merendahkan (depreciation) adalah kecenderungan menilai rendah
prestasi orang lain dan menilai tinggi prestasi diri sendiri. Maksud dibalik
depresiasi adalah untuk mengecilkan orang lain sehingga kalau
dibandingkan penderita akan lebih baik.
2. Menuduh (accusation) adalah kecenderungan menyalahkan orang lain atas
kegagalan yang dilakukannya sendiri, dan kecenderungan untuk mencari
pembalasan dendam, sehingga mengamankan kelemahan harga dirinya.
3. Menuduh diri sendiri (self accusation) ditandai oleh menyiksa diri. Dalam
aktualisasi diri penderita neurotik menilai diri rendah, dengan tujuan
membebankan penderitaan orang lain kepada dirinya, untuk melindungi
harga dirinya.

b) Teori Karen Horney


Manusia untuk mendapat lingkungan yang disiplin dan hangat, akan
mengembangkan  perasaan aman dan percaya diri, dan kecenderungan untuk
bergerak menuju realisasi diri. Pengaruh negatif pada awal perkembangan sering
merusak, sehingga membuat orang merasa terisolir inferior, dan asing dengan
dirinya  sendiri.  Kemudian mereka ingin memperoleh perasaan diri yang ideal.
Tiga aspek diri ideal neurotik, yaitu :
1. Pencarian keagungan neurotic
2. Penuntut yang neurotic
3. Kebanggaan neurotik

c) Teori Hipocrates
Dalam aspek biologis, kepribadian ambisius dalam tubuhnya
dipengaruhi/didominasi oleh empedu kuning (choleris), yaitu orang yang
berorientasi pada pekerjaan dan tugas, dia adalah seseorang yang mempunyai
disiplin kerja yang sangat tinggi. Kelebihannya adalah dia dapat melaksanakan
tugas dengan setia dan akan bertanggungjawab denga tugas yang diembannya.
Kelemahannya adalah kurang mampu untuk merasakan persaan orang lain
(empati), belas kasihannya terhadap penderitaan orang lain juga agak minim.
Karena perasaannya kurang bermain.

d) Teori Sigmunt Freud


Menurut insting mati atau thanatos insting yang mendorong seseorang
untuk merusak diri sendiri dengan mengarahkan energinya secara berlebihan
tanpa memikirkan diri sendiri.

3.3 Menilai Orang Lain (Teori Atribusi)

3.3.1 Definisi Teori Atribusi

Atribusi adalah sebuah teori yang membahas tentang upaya-upaya yang dilakukan
untuk memahami penyebab-penyebab perilaku kita dan orang lain. Definisi formalnya,
atribusi berarti upaya untuk memahami penyebab di balik perilaku orang lain, dan dalam
beberapa kasus juga penyebab di balik perilaku kita sendiri
Teori atribusi bermula dengan gagasan Fritz Heider bahwa setiap individu
mencoba untuk memahami perilaku mereka sendiri dan orang lain dengan mengamati
bagaimana sesungguhnya setiap individu berperilaku. Penyebab situasional (dipengaruhi
oleh lingkungan), pengaruh pribadi (mempengaruhi secara pribadi), kemampuan (dapat
melakukan sesuatu), usaha (mencoba melakukan sesuatu), hasrat (keinginan untuk
melakukannya), perasaan (merasa menyukainya), keterlibatan (setuju dengan sesuatu),
kewajiban (merasa harus), dan perizinan (telah diizinkan).

Brant Burleson menguatkan teori Atribusi yang sudah ada yaitu mengenai
interprestasi persuasif yang menghasilkan sebuah persepsi. Teori  atribusi yang lain yang
dikemukakan oleh Kelley & Micella, 1980 yaitu teori atribusi internal dan ekstenal, teori
yang berfokus pada akal sehat.

Sementara menurut Weiner atribusi adalah teori kontemporer yang paling


berpengaruh dengan implikasi untuk motivasi akademik. Hal ini dapat diartikan bahwa
teori ini mencakup modifikasi perilaku dalam arti bahwa ia menekankan gagasan bahwa
peserta didik sangat termotivasi dengan hasil yang menyenangkan untuk dapat merasa
baik tentang diri mereka sendiri.

Ada tiga teori yang berkaitan erat dengan teori atribusi ini, yakni teori yang
berkembang pada bidang psikologi antaralain sebagai berikut :

1) Atribusi Sebagai Naïve Psychology


Teori ini dibahas pada awalnya dalam psikologi yang disebut naïve
psychology, suatu kajian psikologi yang mencoba mendiskrifsi bagaimana
masyakarat pada umumnya bertindak. Menurut aliran ini tindakan kebanyakan
orang berdasarkan pada penilaian dan penyimpulan terhadap suatu tingkah-laku
yang ada disekelilingnya tanpa berpikir secara mendalam, sehingga menimbulkan
pendapat umum tentang tindakan tersebut. Yakni dengan mencoba menduga-duga
penyebab dari suatu tindakan dilakukan oleh seseorang dan langsung disimpulkan
tanpa melalui proses pengumpulan data dan analisis yang serius, hal ini diebut
juga folk psychology.
Menurut Fritz Heider (1958) jika anda melihat seseorang berbuat sesuatu,
maka secara langsung anda membuat suatu penilaian tentang apa yang
menyebabkan orang tersebut melakukan hal itu. Dan penilaian tersebut bisa
terjadi dengan melihat faktor disposisional (dispositional) atau faktor situasional.
Disposisional adalah faktor internal dan individual seperti kepribadian, karakter
atau faktor biologis. Sedangkan situasional adalah faktor external seperti
lingkungan atau keadaan.
Berkomunikasi dengan pendekatan attribution berarti orang tersebut akan
menyampaikan pesan kepada lawan komunikasinya dengan bersandarkan pada
hasil penilaiannya (persepsinya) terhadap tingkah-laku lawan bicaranya.
Kita  mengatribusi suatu  tindakan disebabkan daya personal, hanya jika
orang yang kita persepsi tersebut mempunyai kemampuan untuk bertindak,
berniat untuk melakukan dan berusaha untuk menyelesaikan tindakannya. Jika
demikian, kita beranggapan bahwa atribusi tersebut berhubungan dengan sifatnya,
sehingga dapat kita gunakan untukmeramalkan tindakan-tindakan di masa yang
akan dating. Disisi lain, jika kita mengatribusi sebagai daya lingkungan, hal ini
tidak ada hubungannya dengan sifat orang yang kita persepsi, sehingga tidak
dapat digunakan untuk meramalkan tindakan-tindakan di msa yang akan datang.

2) Teori Correspondent Inference


Masih tentang atribusi (menyifati atau menialai tingkah laku seseorang)
Edward E. Jones and Keith Davis (1965) mengajukan teori Correspondent
Inference, menurutnya ketika seseorang menilai tingkah laku orang lain (actor)
sebagai akibat dari faktor disposisi (dorongan internal dirinya) maka sebenarnya
telah menilai rencana (intention) apa yang ada pada diri orang tersebut sebagai
kesimpulan yang selaras dengan tingkah laku sang aktor.
Tapi untuk menentukan rencana apa yang terkandung dalam diri seseorang
untuk melakukan suatu tindakan bukanlah hal yang mudah. Menentukan apakah
si A melakukan tindakan B karena tujuan Z. Ada beberapa faktor sebagai bahan
pertimbangan dalam menentukan penilaian terhadap rencana (intention) prilaku
sang pelaku:  Seperti pilihan (choice) mengapa si pelaku melakukan itu?
Kemudian kebutuhan sosial pelaku (sosial desirability), aturan sosial (sosial role),
gambaran sebelumnya tentang pelaku (prior expectation) atau pengetahuan
tentang latar belakangnya, kesenangan (hedonic relevance) dan atau gambaran
tentang sifat pribadi pelaku (personalisme). Mempertimbangkan enam hal
tersebut bisa membantu dalam menilai rencana tindakan sang aktor, tapi  terlalu
bersandar pada sebagian hal tersebut bisa juga melahirkan bias dalam penilaian
dimensi internal (disposition) prilaku sang actor.

3) Covariation Model
Teori lain berkenaan dengan atribusi dikemukakan oleh Kelley (1967)
yang mencoba menjelaskan penilaian terhadap alasan (cause) tingkah laku
seseorang dengan lebih luas dibanding dengan apa yang diajukan Jones yang
hanya menitik beratkan pada intentionality.
Teori Harold Kelley merupakan perkembangan dari Heider. Focus teori
ini, apakah tindakan tertentu disebabkan oleh daya-daya internal atau daya-daya
eksternal. Kelley berpandangan bahwa suatu tindakan merupakan suatu akibat
atau efek yang terjadi Karena adanya sebab. Oleh karena itu, Kelley mengajukan
suatu cara untuk mengetahui ada atau tidaknya hal-hal yang menunjuk pada
penyebab tindakan, apakaha daya internal atau daya eksternal. Kelley mengajukan
tiga factor dasar yang dapat digunakan untuk memutuskan hal tersebut, yaitu:
 Konsensus yaitu bagaimana seseorang bereaksi bila dibandingkan dengan
orang-orang lain terhadap stimulus tertentu. Misalnya bila seorang
mahasiswa melakukan perilaku tertentu sedangkan mahasiswa lain tidak
melakukan hal yang sama maka dapat dikatakan bahwa consensus
mahasiswa tersebut rendah.
 Konsistensi yaitu bagaimana sesorang bereaksi terhadap stimulus yang
sma dalam situasi dan keadaan yang berbeda. Misalnya seorang
mahasiswa tidur saat kuliah dosen x dan berperilaku sama pada dosen
yang lain maka mahasiswa tersebut dikatakan mempunyai konsistensi
yang tinggi.
 Kekhasan yaitu bagaimana seseorang bereaksi terhadap stimulus atau
situasi yang berbeda-beda, misalnya seorang mahasiswa yang tidur saat
kuliah dosen x, tetapi pada dosen-dosen yang lain dia tidak tidur, maka
dapat dikatakan bahwa mahasiswa tersebut mempunyai kekhasan yang
tinggi.

3.3.2 Ruang Lingkup Teori Atribusi


Atribusi Teori telah digunakan untuk menjelaskan perbedaan dalam motivasi
berprestasi antara tinggi dan rendah. Menurut teori atribusi, berprestasi tinggi akan
mendekati daripada menghindari tugas-tugas terkait untuk berhasil, karena mereka
percaya bahwa kesuksesan adalah karena kemampuan yang tinggi dan usaha yang
mereka yakin. Kegagalan dianggap disebabkan oleh nasib buruk atau ujian yang miskin
dan bukan kesalahan mereka. Jadi, kegagalan tidak mempengaruhi harga diri mereka
tetapi sukses membangun kebanggaan dan kepercayaan diri.
Di sisi lain, berprestasi rendah menghindari tugas yang berhubungan dengan
keberhasilan karena mereka cenderung untuk (a) meragukan kemampuan mereka dan/
atau (b) menganggap kesuksesan adalah berkaitan dengan keberuntungan atau untuk
“siapa yang Anda tahu” atau faktor-faktor lain di luar kendali mereka. Jadi, bahkan ketika
sukses, adalah tidak bermanfaat untuk yang berprestasi rendah karena dia/dia tidak
merasa bertanggung jawab, tidak meningkatkan harganya dan kepercayaan diri.

BAB 4
“ATRIBUT-ATRIBUT
SOSIAL”

4.1 Motivasi

4.1.1 Pengertian Motivasi


Secara etimologi, motif atau dalam bahasa Inggris motive, berasal dari motion
yang berarti “gerakan” atau “sesuatu yang bergerak”. Jadi istilah motif erat berkaitan
dengan gerak yakni gerakan yang dilakukan oleh manusia atau disebut juga  perbuatan
atau tingkah laku. Motif disini psikologi berarti rangsangan, dorongan, atau  pembangkit
tenagauntuk terjadinya suatu tingkah laku. Sebenarnya, motivasi merupakan istilah yang
lebih umum yang menunjuk pada seluruh proses gerakan termasuk situasi yang
mendorong, dorongan yang timbul dari dalam diri individu, tingkah laku yang
ditimbulkannya, dan tujuan atau akhir dari gerakan atau perbuatan.

Motivasi adalah proses yang menjelaskan intensitas, arah dan ketekunan


seseorang individu untuk mencapai tujuannya. Tujuan-tujuan yang mendasari motivasi
ditentukan sendiri oleh individu yang melakukannya, individu dianggap tergerak untuk
mencapau tujuan karena motivasi intrinsik (keinginan beraktivitas atau meraih
pencapaian tertentu semata-mata demi kesenangan atau kepuasan dari melakukan
aktivitas tersebut), atau karena motivasi ekstrinsik (keinginan untuk mengejar suatu
tujuan yang diakibatkan oleh imbalan-imbalan eksternal).

Untuk lebih jelasnya mengenai pembahasan tenteng motivasi, berikut pengertian


motivasi menurut beberapa para ahli manajemen sumber daya manusia diantaranya : T.
Hani Handoko ( 2003:252), mengemukakan bahwa motivasi adalah : “Keadaan pribadi
seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan tertentu guna
mencapai tujuan”. Menurut H. Hadari Nawawi (2003:351), pengertian dari motivasi
adalah : “Suatu keadaan yang mendorong atau menjadi sebab seseorang melakukan
sesuatu perbuatan atau kegiatan yang berlangsung secara sadar”. Menurut A. Anwar
Prabu Mangkunegara (2002:95), mengatakan mengenai motivasi adalah : “kondisi yang
berpengaruh membangkitkan, mengarahkan dan memelihara prilaku yang berubungan
dengan lingkungan kerja”. Sedangkan menurut Henry Simamora (2004:510), devinisi
dari motivasi adalah : “Sebuah fungsi dari pengharapan individu bahwa upaya tertentu
akan menghasilkan tingkat kinerja yang pada gilirannya akan membuahkan imbalan atau
hasil yang dikehendaki”.

Pendapat lain menurut Chung dan Megginson yang dikutip oleh Faustino Cardoso
Gomes (2002:177), menerangkan bahwa motivasi adalah : “Tingkat usaha yang
dilakukan oleh seseorang yang mengejar suatu tujuan dan berkaitan dengan kepuasan
kerja dan perfoman pekerjaan”. Motivasi adalah gejala psikologis dalam bentuk dorongan
yang timbul pada diri seseorang secara sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan
tujuan tertentu. Motivasi juga bisa dalam bentuk usaha - usaha yang dapat menyebabkan
seseorang atau kelompok orang tertentu tergerak melakukan sesuatu karena ingin
mencapai tujuan yang dikehendakinya atau mendapat kepuasan dengan perbuatannya.
Motivasi mempunyai peranan starategis dalam aktivitas belajar seseorang. Tidak ada
seorang pun yang belajar tanpa motivasi, tidak ada motivasi berarti tidak ada kegiatan
belajar. Agar peranan motivasi lebih optimal, maka prinsip-prinsip motivasi dalam
belajar tidak hanya diketahui, tetapi juga harus diterangkan dalam aktivitas sehari-hari.

Dari pengertian-pengertian motivasi diatas maka dapat disimpulkan bahwa


motivasi merupakan suatu keadaan atau kondisi yang mendorong, merangsang atau
menggerakan seseorang untuk melakukan sesuatu atau kegiatan yang dilakukannya
sehingga ia dapat mencapai tujuannya.

4.1.2 Jenis Motivasi


1. Motivasi Intrinsik
Yang dimaksud dengan motivasi intrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif
atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam diri setiap individu
sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Sebagai contoh seseorang yang senang
membaca, tidak usah ada yang menyuruh atau mendorongnya, ia sudah rajin mencari
buku-buku untuk dibacanya. Kemudian kalau dilihat dari segi tujuan kegiatan yang
dilakukannya (misalnya kegiatan belajar), maka yang dimaksud dengan motivasi
intrinsik ini adalah ingin mencapai tujuan yang terkandung didalam perbuatan belajar
itu sendiri.
Sebagai contoh konkrit, seorang siswa itu melakukan belajar, karena betul-betul
ingin mendapat pengetahuan, nilai atau keterampilan agar dapat berubah tingkah
lakunya secara konstruktif, tidak karena tujuan yang lainlain. “intrinsik motivations
are inherent in the learning situations and meet pupil-needs and purposes”. Itulah
sebabnya motivasi intrinsik dapat juga dikatakan sebagai bentuk motivasi yang di
dalamnya aktivitas belajar dimulai dan diteruskan berdasarkan suatu dorongan dari
dalam diri dan secara mutlak berkait dengan aktivitas belajarnya. Seperti tadi
dicontohkan bahwa seorang belajar, memang benar-benar ingin mengetahui segala
sesuatunya, bukan karena ingin pujian atau ganjaran.

2. Motivasi Ekstrinsik
Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsinya karena adanya
perangsang dari luar. Sebagai contoh itu seseorang itu belajar, karena tahu besok
paginya akan ujian dengan harapan akan mendapatkan nilai baik, sehingga akan
dipuji oleh pacarnya,atau temannya. Jadi yang penting bukan karena belajar ingin
mengetahui sesuatu, tetapi ingin mendapatkan nilai yang baik, atau agar mendapat
hadiah. Jadi kalau dilihat dari segi tujuan kegiatan yang dilakukannya, tidak secara
langsung bergayut dengan esensi apa yang dilakukannyn itu. Oleh karena itu motivasi
ekstrinsik dapat juga dikatakan sebagai bentuk motivasi yang didalamnya aktivitas
belajar dimulai dan diteruskan berdasarkan dorongan dari luar yang tidak secara
mutlak berkaitan dengan aktivitas belajar.

4.2 Konsep Motivasi Dasar


Konsep motivasi yang dijelaskan oleh suwanto adalah sebagai berikut
1) Model Tradisional
Untuk memotivasi pegawai agar gairah kerja meningkat perlu diterapkan sistem
insentif dalam bentuk uang atau barang kepada pegawai yang berprestasi.
2) Model Hubungan Manusia
Untuk memotivasi pegawai agar gairah kerjanya meningkat adalah dengan
mengakui kebutuhan sosial mereka dan membuat mereka merasa berguna dan
penting.
3) Model Sumber Daya Manusia
Pegawai dimotivasi oleh banyak faktor, bukan hanya uang atau barang tetapi juga
kebutuhan akan pencapaian dan pekerjaan yang berarti.

4.3 Teori Motivasi


1. Teori Motivasi ABRAHAM MASLOW (Teori Kebutuhan)
Abraham Maslow (1943;1970) mengemukakan bahwa pada dasarnya semua
manusia memiliki kebutuhan pokok. Ia menunjukkannya dalam 5 tingkatan yang
berbentuk piramid, orang memulai dorongan dari tingkatan terbawah. Lima tingkat
kebutuhan itu dikenal dengan sebutan Hirarki Kebutuhan Maslow, dimulai dari
kebutuhan biologis dasar sampai motif psikologis yang lebih kompleks; yang hanya akan
penting setelah kebutuhan dasar terpenuhi. Kebutuhan pada suatu peringkat paling tidak
harus terpenuhi sebagian sebelum kebutuhan pada peringkat berikutnya menjadi penentu
tindakan yang penting;
 Kebutuhan fisiologis (rasa lapar, rasa haus, dan sebagainya)
 Kebutuhan rasa aman (merasa aman dan terlindung, jauh dari bahaya)
 Kebutuhan akan rasa cinta dan rasa memiliki (berafiliasi dengan orang lain,
diterima, memiliki)
 Kebutuhan akan penghargaan (berprestasi, berkompetensi, dan mendapatkan
dukungan serta pengakuan)
 Kebutuhan aktualisasi diri (kebutuhan kognitif: mengetahui, memahami, dan
menjelajahi; kebutuhan estetik: keserasian, keteraturan, dan keindahan; kebutuhan
aktualisasi diri: mendapatkan kepuasan diri dan menyadari potensinya).

2. Teori Motivasi HERZBERG (Teori dua faktor)


Menurut Herzberg (1966), ada dua jenis faktor yang mendorong seseorang untuk
berusaha mencapai kepuasan dan menjauhkan diri dari ketidakpuasan. Dua faktor itu
disebutnya faktor higiene (faktor ekstrinsik) dan faktor motivator (faktor intrinsik).
1) Faktor higiene memotivasi seseorang untuk keluar dari ketidakpuasan, termasuk
didalamnya adalah hubungan antar manusia, imbalan, kondisi lingkungan, dan
sebagainya (faktor ekstrinsik),
2) Faktor motivator memotivasi seseorang untuk berusaha mencapai kepuasan, yang
termasuk didalamnya adalah achievement, pengakuan, kemajuan tingkat
kehidupan, dsb (faktor intrinsik).

3. Teori Motivasi VROOM (Teori Harapan )


Teori dari Vroom (1964) tentang cognitive theory of motivation menjelaskan
mengapa seseorang tidak akan melakukan sesuatu yang ia yakini ia tidak dapat
melakukannya, sekalipun hasil dari pekerjaan itu sangat dapat ia inginkan. Menurut
Vroom, tinggi rendahnya motivasi seseorang ditentukan oleh tiga komponen, yaitu:
 Ekspektasi (harapan) keberhasilan pada suatu tugas
 Instrumentalis, yaitu penilaian tentang apa yang akan terjadi jika berhasil dalam
melakukan suatu tugas (keberhasilan tugas untuk mendapatkan outcome tertentu).
 Valensi, yaitu respon terhadap outcome seperti perasaan posistif, netral, atau
negatif. Motivasi tinggi jika usaha menghasilkan sesuatu yang melebihi harapan.
Motivasi rendah jika usahanya menghasilkan kurang dari yang diharapkan.

4. Teori Motivasi ACHIEVEMENT Mc CLELLAND (Teori Kebutuhan Berprestasi)


Teori yang dikemukakan oleh Mc Clelland (1961), menyatakan bahwa ada tiga
hal penting yang menjadi kebutuhan manusia, yaitu:
 Need for achievement (kebutuhan akan prestasi)
 Need for afiliation (kebutuhan akan hubungan sosial/hampir sama dengan
soscialneed-nya Maslow)
 Need for Power (dorongan untuk mengatur).

5. Teori Motivasi CLAYTON ALDERFER (Teori “ERG)


Clayton Alderfer mengetengahkan teori motivasi ERG yang didasarkan pada
kebutuhan manusia akan keberadaan (exsistence), hubungan (relatedness), dan
pertumbuhan (growth). Teori ini sedikit berbeda dengan teori maslow. Disini Alfeder
mngemukakan bahwa jika kebutuhan yang lebih tinggi tidak atau belum dapat dipenuhi
maka manusia akan kembali pada gerakk yang fleksibel dari pemenuhan kebutuhan dari
waktu kewaktu dan dari situasi ke situasi.

6. Teori Penetapan Tujuan (goal setting theory)


Edwin Locke mengemukakan bahwa dalam penetapan tujuan memiliki tiga
macam mekanisme motivasional yakni :
a) tujuan-tujuan mengarahkan perhatian;
b) tujuan-tujuan mengatur upaya;
c) tujuan-tujuan menunjang strategi-strategi dan rencana-rencana kegiatan.

7. Teori Penguatan dan Modifikasi Perilaku


Berbagai teori atau model motivasi yang telah dibahas di muka dapat digolongkan
sebagai model kognitif motivasi karena didasarkan pada kebutuhan seseorang
berdasarkan persepsi orang yang bersangkutan berarti sifatnya sangat subyektif.
Perilakunya pun ditentukan oleh persepsi tersebut.
Padahal dalam kehidupan organisasional disadari dan diakui bahwa kehendak
seseorang ditentukan pula oleh berbagai konsekwensi ekstrernal dari perilaku dan
tindakannya. Artinya, dari berbagai faktor di luar diri seseorang turut berperan sebagai
penentu dan pengubah perilaku.
Dalam hal ini berlakulah apaya yang dikenal dengan “hukum pengaruh” yang
menyatakan bahwa manusia cenderung untuk mengulangi perilaku yang mempunyai
konsekwensi yang menguntungkan dirinya dan mengelakkan perilaku yang mengibatkan
perilaku yang mengakibatkan timbulnya konsekwensi yang merugikan. Contoh yang
sangat sederhana ialah seorang juru tik yang mampu menyelesaikan tugasnya dengan
baik dalam waktu singkat. Juru tik tersebut mendapat pujian dari atasannya. Pujian
tersebut berakibat pada kenaikan gaji yang dipercepat. Karena juru tik tersebut
menyenangi konsekwensi perilakunya itu, ia lalu terdorong bukan hanya bekerja lebih
tekun dan lebih teliti, akan tetapi bahkan berusaha meningkatkan keterampilannya,
misalnya dengan belajar menggunakan komputer sehingga kemampuannya semakin
bertambah, yang pada gilirannya diharapkan mempunyai konsekwensi positif lagi di
kemudian hari.
Contoh sebaliknya ialah seorang pegawai yang datang terlambat berulang kali
mendapat teguran dari atasannya, mungkin disertai ancaman akan dikenakan sanksi
indisipliner. Teguran dan kemungkinan dikenakan sanksi sebagi konsekwensi negatif
perilaku pegawai tersebut berakibat pada modifikasi perilakunya, yaitu datang tepat pada
waktunya di tempat tugas. Penting untuk diperhatikan bahwa agar cara-cara yang
digunakan untuk modifikasi perilaku tetap memperhitungkan harkat dan martabat
manusia yang harus selalu diakui dan dihormati, cara-cara tersebut ditempuh dengan
“gaya” yang manusiawi pula.

BAB 5
“PERILAKU KELOMPOK”

5.1 Jaringan Komunikasi

5.1.1 Definisi Jaringan Komunikasi


Saluran yang digunakan untuk meneruskan pesan dari satu orang ke orang lainnya
disebut sebagai jaringan (DeVito, 1997). Jaringan dapat dilihat dari dua perspektif, yaitu:

1) Kelompok kecil yang sesuai dengan sumberdaya yang dimilikinya dan akan
mengembangkan pola komunikasi yang menggabungkan beberapa struktur
jaringan komunikasi. Jaringan komunikasi ini kemudian merupakan sistem
komunikasi umum yang akan digunakan oleh kelompok dalam mengirimkan
pesan dari satu orang ke orang lainnya.
2) Jaringan komunikasi ini biasa di lihat sebagai struktur yang diciptakan oleh
organisasi sebagai sarana komunikasi organisasi.

Cara-cara jaringan bekerja dalam satu organisasi adalah:

1) Mengatur arus informasi


2) Menyatukan orang-orang dengan minat yang sama
3) Membentuk penafsiran yang sama
4) Meningkatkan pengaruh sosial
5) Memungkinkan adanya pertukaran sumberdaya.

Rogers dan Kincaid (1981), membedakan model Jaringan komunikasi ke dalam


Jaringan Personal Jari-jari (Radial Personal Network), dan Jaringan Personal Saling
mengunci (Interlocking Personal Network).

Model Jaringan bersifat memusat dan menyebar jaringan personal yang memusat
(interlocking) mempunyai derajat integrasi yang tinggi, sementara suatu Jaringan personal
yang menyebar (radial) mempunyai derajat integrasi yang rendah, namun mempunyai sifat
keterbukaan terhadap lingkungannya.

Selanjutnya Rogers dan Kincaid menegaskan, bahwa individu yang terlibat dalam
Jaringan komunikasi interlocking terdiri dari individu-individu yang homopili, namun kurang
terbuka terhadap lingkungannya.

5.1.2 Struktur Jaringan Komunikasi


Struktur jaringan menurut Hoppe dan Reinelt (2010) dapat dibagi dalam dua
lapisan yakni struktur inti (core) dan lingkar luar (periphery) jaringan. lapisan inti
diduduki oleh individy yang relatif sering dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan
individu lainnya dalam sistem. Sedangkan individu yang menempati lingkar luar adalah
individu yang sedikit melakukan komunikasi di dalam sistem. Jaringan dapat terbentuk
apabila terjalin hubungan antara aktor dalam masyarakat. Bentuk jaringan akan berbeda
jika dasar hubungan sosial berbeda juga.

DeVito (1997) menjelaskan kelima struktur sebagai berikut:

1) Struktur Lingkaran, adalah struktur yang tidak memiliki pemimpin, semua


anggota menempati posisi yang sama. Setiap individu dalam jaringan lingkaran
memiliki wewenang atau kekuatan yang sama untuk memengaruhi kelompok.
2) Struktur Roda, adalah struktur yang memiliki pemimpin yang kelas dan posisinya
berada di pusat. Mengirim dan menerima pesan dari semua anggota hanya bisa
dilakukan oleh orang ini.
3) Struktur Y, adalah struktur yang memiliki pemimpin yang jelas namun relatif
kurang tersentralisasi jika dibandingkan dengan struktur roda
4) Struktur Rantai, memiliki kesamaan dengan struktur lingkaran, dimana oang yang
berada di posisi tengah lebih dianggap sebagai pemimpin dibandingkan dengan
orang yang berada di posisi lainnya.
5) Struktur Semua Saluran, adallah struktur jaringan yang semua anggota memiliki
kekuatan yang sama untuk memengaruhi anggota lainnya dan semua anggota
dapat berkomunikasi dengan anggota lainnya.

5.1.3 Analisis Jaringan Komunikasi

Memahami peranan individu dalam jaringan menjadi bagian penting dalam


analisis jaringan komunikasi. Hasil analisis jaringan komunikasi adalah teridentifikasinya
individu-individu yang dianggap paling penting dalam jaringan. Struktur komunikasi
dalam satu sistem dapat diidentifikasi menggunakan analisis jaringan komunikasi yang
memanfaatkan data hubungan mengenai arus komunikasi pada tipe hubungan
interpersonal. Menurut Rogers dan Kincaid, 1981), dalam melakukan analisis jaringan
komunikasi, hal yang dapat dilakukan adalah:

1) Mengidentifikasi klik, yaitu mengidentifikasi anggota yang sering berinteraksi


dengan anggota lainnya
2) Mengidentifikasi peranan khusus sesorang dalam jaringan
3) Mengukur berbagai indikator )indeks) struktur komunikasi

Konsep dasar tentang tingkah laku sosial dalam analisis jaringan komunikasi adalah:

1) Keterlibatan individu yang ada di dalam sistem tidak hanya seorang melainkan
melibatkan banyak pelaku yang berpartisipasi dalam sistem sosial tersebut.
2) Perlu diperhatikan berbagai tingkatan struktur dalam sistem I, sebab suatu struktur
sosial tertentu berisi keteraturan pola hubungan dari suatu keadaan kongkrit
(Knoke dan Kuklinski dalam Setyanto 1993).

5.2 Keterbatasan Jaringan (Spam Of Nets)

Didalam setiap kegiatan komunikasi, sudah dapat dipastikan akan menghadapai berbagai
keterbatasan/hambatan. Keterbatasan dalam kegiatan komunikasi yang manapun tentu akan
mempengaruhi efektivitas proses komunikasi tersebut. Karena pada pada komunikasi massa jenis
hambatannya relatif lebih kompleks sejalan dengan kompleksitas komponen komunikasi massa.
Dan perlu diketahui juga, bahwa komunikasi harus bersifat heterogen. Oleh karena itu,
komunikator perlu memahami setiap keterbatasan komunikasi, agar ia dapat mengantisipasi
hambatan tersebut.

Adapun keterbatasan komunikasi dalam organisasi antara lain :

1) Hambatan Teknis

Keterbatasan fasilitas dan peralatan komunikasi. Dari sisi teknologi, semakin


berkurang dengan adanya temuan baru dibidang kemajuan teknologi komunikasi dan
informasi, sehingga saluran komunikasi dapat diandalkan dan efesien sebagai media
komunikasi. Menurut dalam bukunya, 1976, Cruden dan Sherman Personel management
jenis hambatan teknis dari komunikasi :

 Tidak adanya rencana atau prosedur kerja yang jelas


 Kurangnya informasi atau penjelasan
 Kurangnya ketrampilan membaca
 Pemilihan media [saluran] yang kurang tepat.

2) Hambatan Semantik

Gangguan semantik menjadi hambatan dalam proses penyampaian pengertian


atau secara secara efektif. Definisi semantik sebagai studi idea atas pengertian, yang
diungkapkan lewat bahasa. Kata-kata membantu proses pertukaran timbal balik arti dan
pengertian (komunikator dan komunikan), tetapi seringkali proses penafsirannya keliru.
Tidak adanya hubungan antara Simbol (kata) dan apa yang disimbolkan (arti atau
penafsiran), dapat mengakibatkan kata yang dipakai ditafsirkan sangat berbeda dari apa
yang dimaksudkan sebenarnya. Untuk menghindari mis komunikasi semacam ini,
seorang komunikator harus memilih kata-kata yang tepat sesuai dengan karakteristik
komunikannya, dan melihat kemungkinan penafsiran terhadap kata-kata yang dipakainya.

3) Hambatan Manusiawi

Terjadi karena adanya faktor, emosi dan prasangka pribadi, persepsi, kecakapan
atau ketidakcakapan, kemampuan atau ketidakmampuan alat-alat pancaindera seseorang,
dll. Menurut Cruden dan Sherman:

a) Hambatan yang berasal dari perbedaan individual manusia. Perbedaan persepsi,


perbedaan umur, perbedaan keadaan emosi, ketrampilan mendengarkan,
perbedaan status, pencairan informasi, penyaringan informasi.
b) Hambatan yang ditimbulkan oleh iklim psikologis dalam organisasi. Suasana
iklim kerja dapat mempengaruhi sikap dan perilaku staf dan efektifitas
komunikasi organisasi.
5.3 Koalisi dan Kerja Sama

5.3.1 Koalisi

Koalisi adalah salah satu cara sebuah kelompok yang mencoba untuk
mempengaruhi orang-orang di luar kelompoknya dengan menggabungkan sumber daya
dan kekuatan kelompoknya sendiri (McShane & Von Glinow, 2010). Koalisi merupakan
salah satu taktik pengaruh yang digunakan untuk mengubah posisi orang lain. Contoh
dari hal tersebut adalah menjadikan seseorang lain menjadi berubah atau bahkan menjadi
lebih kuat. Koalisi termasuk ke dalam faktor pendukung untuk mempengaruhi seseorang.

Koalisi yaitu suatu kelompok informasi yang diikat bersama dengan sebuah isu
perjuangan yang sama. Cara alamiah untuk mendapatkan pengaruh adalah dengan
menjadi pemegang kekuasaan. Karena itu, orang-orang nyang menginginkan kekuasaan
akan berupaya membangun landasan kekuasaan pribadi. Tetapi, dalam  banyak contoh,
hal ini mungkin sulit, beresiko, mahal, atau bahkan mustahil. Bila demikian, upaya akan
dilakukan untuk membentuk koalisi dari dua atau lebih. “ orang di luar kekuasaan” yang,
dengan bersatu, dapat menggabungkan sumber -sumber daya mereka guna meningkatkan
kekuasaan. Koalisi yang berhasil terdiri atas anggota-anggota yang sifatnya cair dab bisa
terbentuk secara cepat, menjangkau isu yang menjadi sasaran mereka, dan cepat pula
bubarnya”. Terakhir pembentukan koalisi akan dipengaruhi oleh tugas-tugas aktual yang
dijalankan oleh para pekerja. Semakin rutin tugas semua kelompok, semakin besar
kemungkinan akan terbentuk koalisi. Semakin  besar pekerjaan yang orang lain lakukan,
semakin besar ketergantungan mereka. Untuk mengimbangi ketergantungan ini, mereka
perlu membangun koalisi.

5.3.2 Kerjasama

Kerjasama dilakukan atas dasar tujuan yang sama yang hendak dicapai, sehingga
kerjasama berbeda dengan ‘sama-sama kerja’ yang tidak mempunyai tujuan bersama.

a) Beberapa keuntungan yang dapat dipetik dari kerjasama antara lain:


1) Memperingan tugas yang harus dipikul oleh masing-masing pihak;
2) Menghemat tenaga, pikiran dan dana yang biasanya sangat terbatas dalam
setiap kegiatan;
3) Dengan dana, tenaga, pikiran yang tersedia, dapat menghasilkan lebih
banyak;
4) Lebih memberi kemungkinan pada seluruh pihak untuk mengembangkan
kemampuan dalam rangka menuju terbangunnya kemanusiaannya.

b) Fungsi dari kerjasama

Kerjasama didalam orgnisasi juga merupakan hal yan sangat penting. Dengan
kerjasama tugas-tugas organisasi yang di emban oleh masing-masing pengurus
dapat menjadi ringan dan cepat selesai dengan target yan telah diprogramkan
sebelumnya. Kerjasama juga dapat merangsang semangat para pengurus dan
anggota organisasi dalam acara-acara tertentu.

c) Ada beberapa hal yang dapat mendukung terjalinnya kerjasama yaitu:

Agar terjalin kerjasama yang mantap dalam suatu kelompok dari masing-masing
anggota, sehingga mampu memecahkan masalah yang sedang dihadapi, perlu
diperhatikan beberapa hal yang dapat mendukung, antara lain :

1) Masing-masing pihak harus sadar dan mengakui kemampuan masing-


masing. Masing-masing pihak yang akan kerjasama harus mengerti dan
memahami akan masalah yang dihadapi.
2) Masing-masing pihak yang bekerjasama perlu berkomunikasi.
3) Pihak yang bekerjasama perlu peka terhadap pihak lain dalam arti
mengerti kesulitan dan kelemahan orang lain.
4) Meskipun semua pihak harus memberi sesuai dengan kemampuan, tetapi
agar semuanya itu dapat berdaya hasil dan berhasil guna, perlu ada
pengaturan, yaitu koordinasi yang mantap.
5) Keterbukaan dan Melibatkan orang lain

d) Ada beberapa hal yang dapat mengganggu kerjasama yaitu:

1) Ada pihak yang selalu bersikap menyerahkan pekerjaan kepada orang lain
dan tidak bersedia bertanggung-jawab.
2) Ada pihak yang bersedia menampung semua pekerjaan meskipun jelas
tidak mampu mengerjakannya.
3) Tidak bersedia memberikan sebagian dari kemampuannya untuk
membantu pihak lain. Dalam pengertian, ini termasuk tidak bersedia
menyerahkan sebagian dari wewenangnya kepada pihak lain.
4) Lekas puas dengan hasil pekerjaannya sendiri, sehingga tidak
memperlihatkan dan tidak menaruh perhatian pada pihak yang masih
bekerja.
5) Hanya bersedia memberikan sesuatu yang dirasa tidak lagi diperlukan
dirinya, sehingga memberi tidak sesuai dengan kebutuhan yang dirasakan
oleh pihak lain.
6) Tidak bersedia memberi bantuan sesuai dengan kebutuhan dan masalah
yang dihadapi, hanya terus tekun dengan pekerjaannya sendiri.
7) Menutup diri, dan tidak mengundang pihak lain yang dapat memberi
bantuan, misal selain berusaha mengerjakan sesuatu dengan sempurna
sehingga sulit pihak lain dapat membantu.
8) Tidak bersedia berkorban, misalnya membongkar atau merubah kegiatan
yang sudah direncanakan, demi mencapai kerjasama dan hasil kegiatan
yang lebih baik.
9) Bersikap maha tahu, sehingga menutup diri untuk minta pendapat dan
bantuan pihak lain.
10) Tidak percaya kemampuan pihak lain sehingga tidak bersedia minta
bantuan atau pendapat kepadanya.
BAB 6

“DASAR-DASAR
PERILAKU KELOMPOK
DAN KELOMPOK KERJA”
6.1 Definisi Kelompok

Menurut Lewin (1951) dan Cartwright (1968) kelompok  adalah kumpulan manusia, dua
orang atau lebih yang menunjukkan saling ketergantungan dengan pola interaksi yang nyata.

Slamet (2001) memberikan pengertian yang lebih tegas terhadap kelompok yang
mengatakan dua atau lebih orang yang berhimpun atas dasar adanya kesamaan, berinteraksi
melalui pola/struktur tertentu guna mencapai tujuan bersama, dan dalam kurun waktu yang
relatif panjang. Kesamaan- kesamaan tersebut harus menjadi landasan  utama sehingga
kelompok dapat berfungsi dengan baik. Dalam suatu kelompok ada dinamika yang
menggerakkan kelompok. Bagi para ahli ilmu sosial konsep dinamika kelompok diartikan
sebagai bidang studi yang mempelajari gerak atau kekuatan dalam kelompok yang menentukan
perilaku kelompok atau anggotanya. Bagi para praktisi, konsep dinamika kelompok digunakan
untuk menunjukkan pada kualitas suatu kelompok dalam mencapai tujuannya, jadi cenderung
ditujukan untuk mengukur tingkat keefektifan kelompok dalam mencapai tujuannya.

Menurut Mustafa Sherif (Santosa 2004:36) kelompok sosial adalah suatu kesatuan sosial
yang terdiri dua atau lebih individu yang telah mengadakan interaksi sosial yang cukup intensif
dan teratur, sehingga diantara individu itu sudah terdapat pembagian tugas, struktur dan norma-
norma tertentu.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kelompok adalah golongan tertentu (profesi,
aliran, lapisan masyarakat, dan sebagainya). Kelompok merupakan kumpulan manusia yang
merupakan kesatuan beridentitas dengan adat istiadat dan sistem norma yang mengatur pola-pola
interaksi antara manusia itu.

Secara formal kelompok adalah suatu kumpulan dua atau lebih orang-orang yang bekerja
dengan yang lainnya secara teratur untuk mencapai satu atau lebih tujuan umum.

Adapun pengertian kelompok yang lain adalah  sejumlah orang yang memiliki persamaan
ciri-ciri tertentu. Jadi kaum pria, orang tua, para jutawan, para pekerja yang pulang-pergi setiap
hari untuk bekerja, dan para perokok masing-masing dapat disebut kelompok.

Jadi, pengertian kelompok secara garis besar adalah himpunan orang- orang yang bekerja
sama, berinteraksi, berinteraksi dan menunjukkan saling ketergantungan dalam memenuhi suatu
tujuan bersama.

6.2 Konsep Dasar Kelompok

6.2.1 Tipe-Tipe Kelompok

Kelompok sendiri diklasifikasikan menjadi kelompok formal dan kelompok


informal. Kelompok formal didefinisikan sebagai kelompok yang sengaja dibentuk dalam
organisasi dengan tujuan-tujuan tertentu. Kelompok formal, pada umumunya mempunyai
peraturan kerja yang jelas, pembagian tugas yang jelas dan secara resmi diakui oleh
organisasi. Sedangkan kelompok informal adalah kelompok yang tidak terstruktur secara
formal dan tidak ditetapkan secara organisasi. Kelompok informal dibentuk karena
adanya kebutuhan akan kontak sosial.

Kelompok formal sendiri terdiri dari :

a) Command groups (kelompok komando) ditentukan oleh struktur organisasi.


Kelompok ini terdiri dari para bawahan yang melapor langsung kepada seorang
atasan tertentu. Contoh : seorang sales supervisor bersama para tenaga penjual
membentuk suatu kelompok komando.
b) Task forces, merupakan kelompok yang didalamnya terdiri dari orang-orang yang
bekerja bersama-sama untuk menyelesaikan suatu tugas yang spesifik. Contoh :
kelompok  yang ditugaskan mengakhiri diskriminasi ras di suatu perusahaan.
c) Tim adalah sebuah kelompok formal yang terdiri dari orang-orang yang bekerja
bersama-sama dengan sungguh-sungguh untuk mencapai tujuan, misalnya : Tim
boeing yang dibentuk untuk membuat sebuah pesawat terbang.
d) Self managed work team adalah sebuah kelompok formal yang terdiri dari oramg-
orang yang mempunyai tanggung jawab untuk memastikan bahwa timnya dapat
menyelesaikan tujuannya dan mereka dapat memimpin dirinya sendiri.

Selanjutnya kelompok informal terdiri dari kelompok interest group maupun


friendship group. Interest group merupakan kelompok pekerja yang berhimpun bersama
untuk memuaskan minat atau kepentingan bersama. Sedangkan friendship group
merupakan kelompok informal yang berkembang karena anggotanya adalah teman,
sering saling melihat diluar organisasi.

6.2.2 Karakteristik Kelompok

Menurut nama Sy Sukmadinata (1977 : 11) suatu kelompok entah itu kelompok
besar atau kelompok kecil mempunyai beberapa karakteristik (cirri – ciri) tertentu yaitu
sebagai berikut:

1) Individu – individu mempengaruhi kelompok.

Kelompok adalah suatu persatuan yang terbentuk dari individu – individu,


sifat – sifat, sikap, kemampuan, kematangan, perkembangan, tujuan dan minat.
Individu yang membentuk kelompok terwsebut banyak mempengaruhi dan
mewarnai kelompoknya.

Fungsi kelompok banyak ditentukan oleh variasi kombinasi sifat – sifat


diatas. Salah satu sifat individu adalah selalu berbah dan berkembagn.
(changeable – becoming). Hal tersebut memberikan karakteristik yang sama pula
terhadap kelompok. Dengan kata lain kelompok juga akan berubah dan
berkembang sesuai dengan dinamika individu – individu dalam kelompok
tersebut.

2) Kelompok Mengembangkan Struktur.

Dalam suatu kelompok berkembang suatu pengaturan tertentu bagaimana


seseorang berbuat, siapa yang perlu diikuti, siapa yang bertanggung jawab atas
sesuatu dan sebagainya.

Dalam kelangsungan kelompok, terjadi diferensiasi kekuatan dan


pengaruh para anggota terhadap kelompoknya. Berkenaan dengan status dalam
kelompok, masing – masing anggota mengembangkan peranan – peranan tertentu
baik yang menjadi harapan kelompok maupun tidak.

3) Kelompok Mengembangkan Standart Nilai – nilai.

Kehidupan suatu kelompok mengembangkan standart nilai tertentu.


Standart berkenaan dengan produktifitas kelompok, pola –pola komunikasi, cara
dan prosedur kerja kelompok. Juga kelompok sering kali memberikan suatu
tekanan agar terjadi conformity (kesamaan) dari anggota – anggotanya.

4) Kelompok Berbeda dalam Kekohesifannya, Keaktraktifannya, dan


Emosionalitasnya.

Kekohesifannya (cohesiveness) merupakan kekuatan ikatan pertalian


diantara anggota – anggota suatu kelompok. Semakin kuat ikatan pertalian
diantara anggota kelompok, maka kelompok itu akan semakin kuat, demikian pula
sebaliknya.

Keaktratifan (attractiveness) adalah ketertarikan (daya tarik) kelompok


terhadap para anggotanya. Keatraktifan kelompok ini tergantung kepada tujuan
kelompok, besarnya program, jenis organisasi, posesi kelompok dalam
msasyarakt, serta keputusan – keputusan lain yang diperoleh anggota dari
kelompok. Jika sesuatu kelompok mempunyai daya tarik yang baik, maka
kelompok itu semakinn menatik untuk digeluti oleh setiap ornga yang menjadi
anggota kelompok itu.

5) Kelompok Membentuk Tujuan Kelompok.

Kelompok terbentuk karena adanya tujuan bersama. Kegiatan kelompok


diarahkan untuk mencapai hasil kelompok setinggi – tingginya. Kegiatan
kelompok juga ditujukan untuk memenuhi kebutuhan individu yang sejalan
dengan tujuan kelompok. Tujuan kelompok dapat memelihara kesatuan
kelompok, membentuk hubungan yang harmonis dan mencegah perpecahan
diantara anggota kelompok.

2.2.3 Tahap dan Proses Pembentukan Kelompok

Pengembangan kelompok pada umumnya dilakukan melalui lima tahapan


sehingga dinamakan The Five-Stage Group Development Model. (Robbinsn dan
Judges,2011:313). Tahapan-tahapan tersebut diantaranya adalah :

1) Tahap forming ditandai oleh banyaknya ketidakpastian tentang maksud, struktur


dan kepemimpinan kelompok. Anggota mempertimbangkan tipe perilaku apa
yang dapat diterima. Tahapan ini selesai apabila anggota mulai berpikir diri
mereka sebagai bagian dari kelompok.
2) Tahap storming adalah tentang konflik dalam kelompok. Anggota menerima
keberadaan kelompok, tetapi menolak memaksa pada individualitas. Selanjutnya
terjadi konflik tentang siapa yang akan mengawasi kelompok. Ketika tahap ini
selesai, akan terdapat hierarki kepemimpinan yang relative jelas dalam kelompok.
3) Tahap norming,hubungan dekat berkembang dan kelompok menunjukkan
kepaduan atau kohevisitas. Karenanya timbul perasaan kuat atas identitas dan
persahabatan. Tahap ini selesai ketika struktur kelompok menguat dan kelompok
telah mensimulasikan harapan bersama tentang apa yang menjadi perilaku
anggota yang benar.
4) Tahap performing, struktur pada titik ini adalah fungsional dan dapat diterima
sepenuhnya. Energi kelompok berpindah dari sekedar untuk saling mengetahui
dan memahami, menjadi untuk mewujudkan tugas

Untuk kelompok kerja yang bersifat permanen, performing merupakan tahapan


akhir dalam pengembangan. Tetapi untuk komite,tim, gugus tugas  dan kelompok yang
bersifat temporer yang mempunyai tugas terbatas, tahap adjourning yang merupakan
persiapan untuk pembubaran.

Berikut ini ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pada saat proses
pembentukan kelompok :

1. Persepsi

Pembagian kelompok diharapkan mempunyai kemampuan yang berimbang, apabila


ada anggota yang mempunyai tingkat intelegensi rendah, maka anggota yang
mempunyai tingkat intelegensi tinggi mampu menginduksi anggota yang lain,
sehingga tidak terjadi ketimpangan yang mencolok

2. Motivasi

Pembagian kekuatan yang berimbang akan memotivasi setiap anggota kelompok


untuk berkompetisi secara sehat, dalam mencapai tujuan kelompok.

3. Tujuan

Pembentukan kelompok diantaranya adalah untuk menyelesaikan tugas-tugas


kelompok atau individu dengan menggunakan metode diskusi ataupun kerjasama,
seahingga di sini suatu kelompok memiliki tujuan yang sama dengan tujuan
anggotanya.

4. Organisasi

Pengorganisasian dimaksudkan untuk mempermudah koordinasi, sehingga


penyelesaian masalah kelompok menjadi lebih efektif dan efisien.

5. Independensi
Kebebasan merupakan hal penting dalam dinamika kelompok, yang dimaksud
kebebasan disini adalah kebebasan anggota kelompok dalam menyampaikan ide dan
pendapatnya. Kebebasan disesuaikan dengan aturan yang berlaku dalam kelompok,
sehingga tidak mengganggu proses kelompok.

6. Interaksi

Interaksi/hubungan timbal balik antar anggota kelompok merupakan syarat yang


penting dalam kelompok, karena dengan adanya interaksi/hubungan timbal balik akan
ada proses memberi dan menerima ilmu pengetahuan dari satu anggota ke anggota
yang lain, sehingga transfer ilmu dapat berjalan (kebutuhan akan informasi
terpenuhi).

6.2.3 Interaksi Kelompok

Dalam suatu kegiatan kelompok terjadi interaksi social, yaitu suatu tipe hubungan
antara dua orang atau lebih dimana terdapat tingkah laku individu yang berbeda-beda.
Interaksi ini dapat berlangsung secara fisik (olahraga dan permainan) dan dapat juga
secara simbolis (komunikasi) baik melalui bahasa lisan atau tulisan, melalui isyarat,
lambing-lambang dan model. Dalam bimbingan kelompok, interaksi terutama
berlangsung secara simbolis melalui bahasa lisan.

Interaksi sosial dalam kelompok dipengaruhi beberapa faktor, yaitu:

1) Faktor-faktor pribadi

a) Kekayaan informasi yang dimiliki oleh individu


b) Kemampuan berpikir individu
c) Kemampuan dan keterampilan berbahasa dan berkomunikasi secara verbal
dari individu.
d) Kecenderungan pribadi individu seperti kecenderungan menguasai atau
patuh, bersahabat ataubermusuhan dan lain-lain.

2) Kekayaan Kelompok dan Faktor Situasi


a) Tugas dan tujuan kelompok
b) Jenis kelompok
c) Kualitas kelompok
d) Besarnya kelompok
e) Kecocokan waktu diskusi
f) Lingkungan fisik dan penempatan anggota
g) Tipe kepemimpinan dan penerimaan kepemimpinan tersebut oleh anggota.

Hubungan interpersonal, merupakan salah satu aspek dari interaksi yang


menunjukan cara individu mereaksi terhadap individu laindalam kelompok. Ada
beberapa dimensi hubungan interpersonal, yaitu:

a) Dimensi suka-tidak suka


b) Dimensi sensitifitas social (kepekaan terhadap reaksi orang lain)
c) Dimensi ancaman-tantangan. Seberapa jauh orang lain memberi tantangan
merupakan ancaman bagi dirinya.
d) Dimensi koperasi dan kompetisi. Kesediaan dan bekerjasama dengan orang lain
dan kebutuhan untuk bersaing dengan orang lain.

6.3 Norma Kelompok

Norma adalah standard perilaku yang dapat diterima dan dibagikan oleh anggotanya yang
menyatakan bahwa mereka harus atau tidak harus tidak melakukan dalam situasi tersebut
(Remind dan Judge,2011:319).

Norma dapat menutupi semua aspek perilaku kelompok. Paling umum adalah :

a) Performance norms, memberikan isyarat secara eksplisit tentang seberapa keras anggota
harus bekerja,tingkat kelambanan yang sesuai dan sebagainya;
b) Appearance norms, menyangkut etika berpakaian,aturan yang tidak dibicarakan ketika
kelihatan sibuk;
c) Social arrangement norms, menyangkut dengan siapa makan siang bersama, bagaimana
jika membentuk persahabatan didalam dan diluar pekerjaan dan
d) Resource allocation norms, berkenaan dengan penugasan pada pekerjaan yang sulit,
distribusi sumber daya seperti pengupahan atau peralatan.

Norma berkembang secara informal apabila kelompok atau organisasi


mempertimbangkan apa yang harus dilakukan untuk menjadi efektif. Pada umumnya norma
berkembang dengan kombinasi dan  cara sebagai berikut :

a) Explict statement by supervisors or coworkers, pernyataan secara eksplisit oleh penyelia


atau rekan kerja. Misalnya, pemimpin kelompok dapat secara eksplisit  menetapkan
norma untuk tidak menentukan harapan kelompok. Jika rapat pertama kelompok ditandai
oleh interaksi sangat formal antara penyelia dan pekerja, maka kelompok sering
mengharapkan rapat selanjutnya dilakukan dengan cara yang sama.
b) Carryover behaviors from past situations, perilaku terbawa dari situasi masa lalu.
Perilaku individual yang merupakan bawaan dari situasi masa lalu dapat meningkatkan
dan dapat diprediksi perilaku anggota kelompok dalam tatanan baru dan memfasilitasi
penyelesaian tugas.
BAB 7

“Kekuasaan”
7.1 Pengertian Kekuasaan

Gilbert W. Fairholm mendefinisikan kekuasaan sebagai kemampuan individu untuk


mencapai tujuannya saat berhubungan dengan orang lain, bahkan ketika dihadapkan pada
penolakan mereka. Fairholm lalu merinci sejumlah gagasan penting dalam penggunaan
kekuasaan secara sistematik dengan menakankan bahwa kapasitas personal-lah yang membuat
pengguna kekuasaan bisa melakukan persaingan dengan orang lain.

Richard L. Daft mengidentifikasi bahwa kekuasaan sebagai kekuatan di dalam organisasi


sulit untuk dicerap, tidak bisa dilihat, tetapi efeknya dapat dirasakan. Daft kemudian juga
menyatakan kekuasaan sebagai kemampuan potensial seseorang (atau departemen) untuk
mempengaruhi orang (atau departemen) lain untuk menjalankan perintah atau melakukan sesuatu
yang tidak bisa mereka tolak.

Kekuasaan adalah kapasitas seseorang, tim, atau organisasi untuk mempengaruhi yang
lain. Kekuasaan tidak dimaksudkan untuk mengubah perilaku seseorang, melainkan potensi
untuk mengubah seseorang (Mc. Shane & Von Glnow, 2010: 300). Lebih jauh lagi, kedua ahli
ini menjelaskan bahwa kekuasaan mensyaratkan kebergantungan. Dengan kata lain, pihak yang
berkuasa memiliki hal yang dianggap penting oleh pihak lainnya sehingga pihak tersebut merasa
berada di bawah kendali pihak yang memiliki kekuasaan.

Seseorang dapat dikatakan memiliki kekuasaan terhadap orang lain jika ia dapat
mengontrol perilaku orang lain. Kekuasaan adalah hubungan nonresiprokal antara dua orang atau
lebih. Nonresiprokal di dalam konteks ini dapat diartikan sebagai ketidakseimbangan kuasa yang
dimiliki oleh individu yang satu dan individu yang lain. Dengan kata lain, dua pihak yang
memiliki hubungan nonresiprokal mungkin saja tidak memiliki kekuasaan yang sama di dalam
wilayah yang sama (Brown dan Gilman, 2003: 158).

7.2 Sumber Kekuasaan

1) Kedudukan
Sumber kekuasaan pertama ini bisa berupa jabatan saat ini. Misalnya, seseorang memiliki
jabatan sebagai ketua di sebuah organisasi, memiliki pangkat yang tinggi di bidang
kemiliteran, dan sebagainya. Sumber kekuasaan yang berasal dari kedudukan ini, jika ada
pada seseorang yang salah, maka akan memunculkan kerugian banyak orang.
2) Kekayaan
Kekayaan menjadi sumber kekuasaan kedua. Sudah menjadi hal umum, jika kekayaan
yang dimiliki oleh seseorang bisa menentukan apakah seseorang itu bisa berkuasa atau
tidak. Pada umumnya, seseorang yang kaya dapat menguasai seorang politikus.
3) Kepercayaan
Sumber kekuasaan yang terakhir adalah kepercayaan atau agama. Dalam hal ini,
seseorang yang sudah memiliki ilmu yang cukup tinggi dalam suatu agama akan
dianggap bisa membimbing para umatnya.

7.3 Karakteristik Bawahan

Bawahan memainkan peranan penting dalam memengaruhi gaya kepemimpinan manajer.


Karakteristik bawahan memengaruhi gaya kepemimpinan manajer dengan beberapa cara.
Pertama, ketrampilan dan pelatihan bawahan memengaruhi pilihan gaya manajer. Karyawan
yang terampil biasanya kurang memerlukan pendekatan yang bersifat perintah. Kedua, sikap
bawahan juga akan menjadi sebuah faktor yang berpengaruh. Tipe karyawan tertentu mungkin
lebih menyukai pemimpin yang otoriter sedangkan tipe karyawan yang lain mungkin lebih suka
diberi tanggung jawab penuh atas pekerjaannya sendiri. Harapan bawahan adalah faktor lain
yang menentukan apakah suatu gaya tertentu akan cocok. Bawahan yang dimasa lampau pernah
mempunyai seorang manajer yang berorientasi pada karyawan mengharapkan manajer baru yang
mempunyai gaya yang sama dan mungkin akan memberikan reaksi negatif terhadap pemimpin
yang otoriter. Demikian juga karyawan yang sangat terampil dan termotivasi mungkin
mengharapkan agar manajer tidak terlalu ikut campur. Sebaliknya, karyawan yang dihadapkan
dengan tugas baru yang menantang mungkin mengharapkan instruksi manajer dan mungkin
kecewa jika ternyata hal itu tidak kunjung tiba. Saat bawahan memiliki pengalaman atau
pelatihan yang cukup luas sebelumnya, hanya diperlukan sedikit arahan karena mereka telah
memiliki keterampilan dan pengetahuan untuk mengetahui apa yang harus dilakukan dan
bagaimana melakukanya.

7.4 Faktor Situasi

Dasar pengembangan faktor situasional ini berasal dari pendapat yang mengatakan bahwa
gaya kepemimpinan seseorang yang efektif harus cukup luwes untuk adaptasi dengan perbedaan
di antara bawahan dan situasi. Tiap-tiap organisasi memiliki ciri khusus atau unik. Bahkan
organisasi sejenispun akan menghadapi masalah yang berbeda, lingkungan yang berbeda, pejabat
dengan watak dan perilaku yang berbeda. Situasi yang berbeda harus dihadapi dengan perilaku
kepemimpinan yang berbeda pula. Oleh karena itu muncul pendekatan yang disebut
“Contingency Approach" yang apabila diterjemahkan secara harafiah berarti pendekatan
kemungkinan. Pendekatan ini disebut juga “Situational Approach" atau pendekatan situasional.

Kebutuhan untuk memaharni kepemimpinan yang dipertautkan dengan situasi lertentu,


pada hakikatnya telah dilakukan dari usaha-usaha penetitian yang terdahulu Eeperti Universitas
Ohio dan juga tiga dimensi Reddin. Robert Tannenbaum dan Warren H. Schmidt mempelajari
faktor-faktor yang mempengaruhi gaya kepemimpinan. Mereka menyatakan bahwa pemimpin
haruslah mempertimbangkan tiga kekuatan sebelum mereka memilih suatu gaya kepemimpinan.
Faktor kekuatan tersebut adalah:

1) Faktor pemimpin itu sendiri.


Misalnya pengalamannya, latar belakang pendidikannya, pengetahuan tentang nila-nilai
yang dianut.
2) Faktor bawahan.
Misalnya seberapa jauh bawahan bisa mengidentifikasikan diri dengan tujuan organisasi,
keinginan mereka untuk ikut mengambil keputusan, mempunyai kebebasan, pengalaman,
dan ketrampilan dalam pekerjaan.
3) Faktor situasi.
Unsur situasi merupakan bentuk dari keadaan yang ditimbulkan oleh lingkungan yang
dimiliki atau dihadapi oleh organisasi yang dipimpinnya, baik lingkungan fisik (kekayaan
alam, iklim, suhu udara, curah hujan, kelembaban dsb) maupun lingkungan sosial
(Jumlah penduduk, gaya hidup, kebudayaan, kepribadian, kegotongroyongan dsb).
Lingkungan yang berbeda maka situasi bisa berbeda, situasi yang berbeda menuntut
penanganan sikap dan tingkah laku kepemimpinan yang berbeda pula.

Interaksi antara pimpinan dan bawahan yang menimbulkan dimensi tingkah laku
kepemimpinan yang berorientasi tugas (otoriter) serta tingkah laku yang berorientasi hubungan
kerja yang manusiawi (demokratis) seperti telah diuraikan dalam teori tingkah laku. Ketiga
faktor tersebut adalah faktor-faktor yang menentukan tingkah laku kepemimpinan yang
dipedukan bagi seorang pemimpin.

Tingkah laku kepemimpinan adalah sesuatu yang dipelajari atau dapat dibentuk melalui
proses belajar. Oleh karena itu dapat diciptakan bentuk-bentuk latihan kepemimpinan yang
berhubungan dengan tiga faktor penentu tersebut. Dengan latihan-latihan tertentu calon
pemimpin dapat menemukan tingkah laku/gaya kepemimpinan yang efektif sesuai dengan
berbagai situasi khusus yang dihadapi oleh organisasi yang dipimpinnya.

7.5 Kekuasaan Paksaan

Kekuasaan paksaan (coercive power) Kekuasaan paksaan adalah kekuasaan yang dimiliki
oleh seorang pemimpin karena pemimpin tersebut memiliki posisi yang sangat kuat. Kekuasaan
ini bertentangan dengan kekuasaan penghargaan karena kekuasaan penghargaan memberikan
hadiah atau penghargaan sedangkan kekuasaan paksaan memberikan hukuman (punishment) atas
kinerja yang buruk dari bawahannya. Setiap pemimpin tentu harus berhati-hati dalam
menggunakan kekuasaan ini karena pada prinsipnya tidak ada orang yang menginginkan
mendapatkan hukuman.

Coercive Power (kekuasaan paksa), yakni kekuasaan yang didasari karena kemampuan
seorang pemimpin untuk memberi hukuman dan melakukan pengendalian. Yang dipimpin juga
menyadari bahwa apabila dia tidak mematuhinya, akan ada efek negatif yang bisa timbul.
Pemimpin yang bijak adalah yang bisa menggunakan kekuasaan ini dalam konotasi pendidikan
dan arahan yang positif kepada anak buah. Bukan hanya karena rasa senang-tidak senang,
ataupun faktor-faktor subyektif lainnya.
7.6 Kekuasaan dan Bawahan

Konsep kekuasaan sangat penting untuk memahami bagaimana orang mampu saling
memengaruhi dalam organisasi (Mitzberg, 1983, Pfeffer, 1981, 1992 ). Kekuasaan melibatkan
kapasitas satu pihak (agen) untuk memengaruhi pihak lain (target). Kekuasaan adalah
kemampuan untuk mempengaruhi orang lain. Selain menggunakan kekuasaan, ada berbagai cara
yang dapat digunakan oleh orang yang berada dalam organisasi untuk mempengaruhi orang lain.
Taktik-taktik mempengaruhi (Influence Tactics) adalah cara-cara yang biasanya digunakan oleh
seseorang untuk mempengaruhi orang lain, baik orang yang merupakan atasan, setingkat, atau
bawahannya. Dengan mengetahui dan menggunakan hal ini, maka seseorang dapat
mempengaruhi orang lain, dengan tidak menggunakan kekuasaan yang dimilikinya

Dalam sebuah organisasi sangat diperlukan pemimpin yang mampu melindungi dan
mempengaruhi semua yang menjadi anggota organisasi tersebut. Robbins dan Judge (2017: 255)
mengatakan bahwa pemimpin yang berhasil akan bergantung pada pemilihan kekuasaan maupun
gaya kepemimpinan yang tepat terhadap kesiapan para pengikutnya. Pemimpin yang baik
seharusnya mampu mengayomi karyawan yang menjadi bawahannya. Mampu mencarikan jalan
keluar ketika bawahannya membutuhkan solusi ketika mendapat masalah sehingga masalah
tersebut dapat terselesaikan dan tidak sampai menimbulkan suatu konflik yang berkepanjangan.
Pemimpin yang baik mampu memberikan suasana organisasi dimana tidak ada perbedaan yang
jelas antara posisi pemimpin dan posisi karyawan.

Kekuasaan maupun kepemimpinan juga sangat berpengaruh terhadap kemampuan


karyawan. Kepercayaan yang diberikan pemimpin kepada bawahan memberikan dampak yang
positif bagi karyawannya. Oleh karena itu, pemimpin yang memiliki gaya kepemimpinan
maupun kekuasaan tertentu akan tercermin pada diri pemimpin tersebut. Bawahan juga akan
memandang sosok pemimpin berdasarkan bagaimana pemimpin tersebut bersikap dan
mencerminkan perilaku yang dapat menimbulkan respon dari bawahan. Bawahan akan menilai
pemimpin tersebut memang patut dipercaya atau tidak berdasarkan kekuasaan maupun gaya
kepemimpinan yang dimilikinya. Pemimpin yang baik bisa memberikan kepercayaan pada
karyawannya untuk bekerja. Hal ini juga berguna untuk meningkatkan rasa kepercayaan diri
karyawan. Sebaliknya, pemimpin yang buruk tidak mampu memberikan kepercayaan kepada
karyawannya. Dampaknya, karyawan akan merasa tidak percaya kepada atasannya begitu pula
atasan juga tidak akan mendapat kepercayaan dari bawahannya.

Oleh karena itu peran kekuasaan ataupun gaya pemimpin berkaitan dengan tugas serta
tanggung jawabnya sebagai seorang pemimpin. Tugas serta tanggung jawab tersebut berkaitan
dengan organisasi maupun kepada bawahannya. Pemimpin seharusnya dapat bersikap adil
terhadap semua anggotanya, menjalin hubungan yang baik juga harus dilakukan untuk
menciptakan rasa percaya yang akan diberikan oleh bawahannya.
KISI-KISI UTS

Soal Pertanyaan Bab 1

1. Jelaskan mengapa factor konsistensi mempengaruhi Efektivitas Organisasi !


Jawab :
Karena, Konsistensi (Consistency) merupakan tingkat kesepakatan anggota
organisasi terhadap asumsi dasar dan nilai-nilai inti organisasi. Konsistensi menekankan
pada sistem keyakinan-keyakinan, nilai-nilai, dan simbol-simbol yang dimengerti dan
dianut bersama oleh para anggota organisasi serta pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang
terkoordinasi. Adanya konsistensi dalam suatu organisasi staf merasa terikat, ada nilai-
nilai kunci kejelasan tentang tindakan yang dapat dilakukan dan tidak dapat dilakukan.
Konsistensi di dalam organisasi merupakan dimensi yang menjaga kekuatan dan stabilitas
di dalam organisasi.
2. Jelaskan pengertian Efektivitas Organisasi menurut Emiten Ezioni dan
Komaruddin !
Jawab :
Emiten Ezioni (1982:54) menyatakan bahwa efektivitas organisasi dapat
dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan organisasi yang berusaha mencapai tujuan.
Komaruddin (1994: 294) menyebutkan efektivitas adalah suatu kondisi yang
menunjukkan bahwa kegiatan manajemen berhasil mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.

3. Jelaskan indikator Efektivitas Kerja !


Jawab :
Adapun beberapa indikator untuk mengukur efektivitas kerja menurut Hasibuan
(2003) yaitu:
1) Kualitas Kerja
Kualitas kerja merupakan sikap yang ditunjukkan oleh karyawan berupa
hasil kerja dalam bentuk kerapian, ketelitian, dan keterkaitan hasil dengan tidak
mengabaikan volume pekerjaan di dalam mengerjakan pekerjaan.
2) Kuantitas Kerja
Kuantitas kerja merupakan volume kerja yang dihasilkan di bawah kondisi
normal. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya beban kerja dan keadaan yang
didapat atau dialaminya selama bekerja.
3) Pemanfaatan Waktu
Pemanfaatan waktu adalah penggunaan masa kerja yang disesuaikan
dengan kebijakan perusahaan agar pekerjaan selesai tepat pada waktu yang
ditetapkan.

4. Jelaskan kriteria Efektivitas Kerja !


Jawab :
Menurut Martani dan Lubis (1987), kriteria yang digunakan untuk mengukur
efektivitas kerja adalah sebagai berikut:
1) Pendekatan Sumber (resource approach), yakni mengukur efektivitas dari
input. Pendekatan mengutamakan adanya keberhasilan organisasi untuk
memperoleh sumber daya, baik fisik maupun non fisik yang sesuai dengan
kebutuhan organisasi.
2) Pendekatan Proses (process approach), adalah untuk melihat sejauh mana
efektivitas pelaksanaan program dari semua kegiatan proses internal atau
mekanisme organisasi.
3) Pendekatan Sasaran (goals approach), dimana pusat perhatian pada output,
mengukur keberhasilan organisasi untuk mencapai hasil (output) yang sesuai
dengan rencana
5. Jelaskan factor yang mempengaruhi Efektivitas Kerja !
Jawab :
Adapun faktor – faktor yang mempengaruhi efektivitas kerja menurut Richard M.
Steers (1985), yaitu:
1) Karakteristik Organisasi
Karakteristik organisasi mempengaruhi efektivitas kerja karena
menggambarkan struktur yang harus dilalui oleh karyawan dalam melakukan
pekerjaannya. Struktur organisasi merupakan cara untuk menempatkan manusia
sebagai bagian dari pada suatu hubungan yang relatif tetap yang akan menentukan
pola – pola interaksi dan tingkah laku yang berorientasi pada tugas.
2) Karakteristik Lingkungan
Secara keseluruhan berada dalam lingkungan organisasi seperti peralatan,
perlengkapan, hubungan antara pegawai dan kondisi kerja. Ciri lingkungan ini
selalu mengalami perubahan yang artinya memiliki sifat ketidakpastian karena
selalu terjadi proses dinamisasi.
3) Karakteristik Pekerja
Faktor ini yang paling mempengaruhi efektivitas kerja karena meskipun
sarana dan prasarana begitu lengkap, baiknya mekanisme kerja, namun apabila
tidak ada dukungan kualitas sumber daya manusia yang mengisinya tidak akan
ada artinya.
4) Karakteristik Kebijakan dan Praktek Manajemen
Praktek manajemen adalah strategi dan mekanisme kerja yang dirancang
dalam mengkondisikan semua hal yang ada di dalam organisasi. Kebijakan dan
praktek manajemen ini harus memperhatikan juga unsur manusia sebagai individu
yang memiliki perbedaan bukan hanya mementingkan strategi mekanisme kerja
saja.

Soal Pertanyaan Bab 2

1. Jelaskan definisi sikap !

Jawab :
Sikap adalah pernyataan-pernyataan evaluatif baik yang diinginkan atau yang
tidak diinginkan mengenai objek, orang, atau peristiwa. Sikap mencerminkan bagaimana
seseorang merasakan sesuatu. Untuk benar-benar memahami sikap, kita harus
mempertimbangkan karakteristik fundamental mereka.

2. Jelaskan tipe-tipe sikap !

Jawab :

a) Kepuasan kerja
Merupakan sikap umum seorang individu terhadap pekerjaannya. Seseorang
dengan tingkat kepuasan kerja tinggi menunjukkan sikap yang positif terhadap
kerja, sebaliknya seseorang yang tidak puas dengan pekerjaannya menunjukkan
sikap yang negatif terhadap perkerjaan tersebut.
b) Keterlibatan kerja
Mengukur derajat sejauh mana atau sampai tingkat mana seseorang memihak
pada pekerjaannya, berpartisipasi aktif didalamnya dan menganggap kinerjanya
penting bagi harga diri.
c) Komitmen pada organisasi
Suatu keadaan atau sampai sejauh mana seorang pegawai memihak pada suatu
organisasi tertentu dan tujuannya, dan berniat memelihara keanggotaan dalam
organisasi tersebut.

3. Mengapa Nilai itu penting !


Jawab :

Nilai sangat penting untuk mempelajari perilaku organisasi karena nilai menjadi
dasar untuk memahami sikap dan motivasi serta memahami persepsi kita, individu
memasuki organisasi berdasarkan yang dikonsepkan sebelumnya mengenai apa yang
seharusnya dan apa yang tidak seharusnya dilakukan. Sistem nilai adalah hirarki yang
didasarkan pada pemeringkatan nilai-nilai pribadi berdasarkan intensitas nilai tersebut.
4. Jelaskan komponen kepuasan kerja menurut Robbins (1996) !
Jawab :

Dalam penelitian oleh Robbins (1996) menyebutkan bahwa komponen-komponen


yang menentukan kepuasan kerja adalah:

1) Kerja yang secara mental menantang akan membuat karyawan lebih menyukai
pekerjaan yang dapat memberikan mereka kesempatan untuk menggunakan
keterampilan dan kemampuan mereka serta menawarkan beragam tugas,
kebebasan dan umpan balik.
2) Ganjaran yang pantas dalam hal ini yang dimaksud adalah karyawan
menginginkan sistem upah dan kebijakan promosi yang mereka persepsikan
sebagai adil dan sesuai dengan harapan mereka.
3) Kondisi kerja yang mendukung mempunyai arti karyawan yang peduli dengan
lingkungan kerja, baik untuk kenyamanan pribadi maupun untuk memudahkan
dalam melakukan  pekerjaan yang baik.
4) Rekan kerja yang mendukung apabila karyawan mendapatkan lebih daripada
sekedar uang atau prestasi dalam pekerjaannya. Bagi kebanyakan karyawan, kerja
juga mengisi kebutuhan akan interaksi sosial.
5) Kesesuaian kepribadian dengan pekerjaan, Pada hakikatnya karyawan dengan tipe
kepribadian kongruen (sama dan sebangun) dengan pekerjaan yang mereka pilih
seharusnya akan menemukan bakat dan kemampuan yang tepat untuk memenuhi
tuntutan dari  pekerjaan mereka.

5. Jelaskan factor yang mempengaruhi kepuasan kerja !


Jawab :

Menurut Luthans (2005), faktor-faktor utama yang mempengaruhi kepuasan kerja


seperti diuraikan berikut ini :

1) Pekerjaan itu sendiri


Yang termasuk pekerjaan yang memberikan kepuasan adalah pekerjaan yang
menarik dan menantang, pekerjaan yang tidak membosankan, serta pekerjaan
yang dapat memberikan status.

2) Upah/gaji

Upah dan gaji merupakan hal yang signifikan, namun merupakan factor yang
kompleks dan multidimensi dalam kepuasan kerja.

3) Promosi

Kesempatan dipromosikan nampaknya memiliki pengaruh yang beragam terhadap


kepuasan kerja, karena promosi bisa dalam bentuk yang berbedabeda dan
bervariasi pula imbalannya.

4) Supervisi

Supervisi merupakan sumber kepuasan kerja lainnya yang cukup penting pula.

5) Kelompok kerja

Pada dasarnya, kelompok kerja akan berpengaruh pada kepuasan kerja. Rekan
kerja yang ramah dan kooperatif merupakan sumber kepuasan kerja bagi pegawai
individu.

6) Kondisi kerja/lingkungan kerja

Jika kondisi kerja bagus (lingkungan sekitar bersih dan menarik) misalnya, maka
pegawai akan lebih bersemangat mengerjakan pekerjaan mereka, namun bila
kondisi kerja rapuh (lingkungan sekitar panas dan berisik) misalnya, pegawai
akan lebih sulit menyelesaikan pekerjaan mereka.

Soal Pertanyaan Bab 3

1. Jelaskan factor yang mempengaruhi persepsi !


Jawab :
a) Pelaku Persepsi
Ketika seseorang yang melakukan persepsi (perceiver) melihat sesuatu
(target) yang harus diinterprestasi dan mencoba menginterprestasikan apa yang
dia lihat. Interprestasi sangat dipengaruhi :
 Sikap si Pelaku Persepsi (Perceiver)
Seseorang dalam menginterprestasikan sesuatu pasti sangat terpengaruh
dengan sikap yang dimilikinya. Misalnya, mahasiswa A membeli pakaian
merek terkenal karena ingin agar pakaiannya yang dimilikinya tahan lama
sehingga tak perlu rajin membeli pakaian, sedangakan mahasiswa B
membeli pakaian merek terkenal karena ingin dilihat modis oleh teman-
temannya. Dari contoh tersebut dapat dilihat mahasiwa A memiliki sikap
yang efisien dalam memilih barang sedangkan mahasiswa B memiliki
sikap yang boros, sehingga dalam menginterprestasikan pembelian
pakaian merek terkenal mereka berbeda.
 Motif si Pelaku Persepsi (Perceiver)
Motif yang dimaksud adalah alasan seseorang dalam melakukan sesuatu
hal biasanya bersifat tersembunyi. Misalnya, seorang murid mendekati
guru hendak mendapat pelajaran tambahan dari guru tersebut sedangkan
murid yang lain mendekati gurunya untuk mendapat tambahan nilai.
 Minat si Pelaku Persepsi (Perceiver)
Minat merupakn keterkan seseorang terhadap sesuatu hal. Hubungannya
dengan persepsi, ketika seseorang menginterprestasikan sesuatu ia akan
berpatokan dengan apa yang ia minati. Misalnya seorang peminat film
akan membeli laptop karena kesukaannya menonton film, sedangkan
seseorang yang suka menulis membeli laptop untuk menulis karayanya.
 Pengalaman si Pelaku Persepsi (Perceiver)
Pengalaman merupakan hal yang memengaruhi interprestasi seseorang
karena dengan apa yang sudah diketahuinya ia akan menentukan
penilaianya. Misalnya, nona A membeli di toko X karena ia pernah
membeli di toko tersebut dan ia puas dengan pelayanan toko tersebut
sehingga ia terus membeli di toko X tersebut.
b) Target
Karakterisitik sebuah/seorang target dapat mempengaruhi apa yang dipersepsikan.
Misalnya penampilan target, suara target, ukuran target atau faktor lain yang ada
dalam target. Hal ini pasti sangat memengaruhi karena target merupakan objek
yang harus dipersepsikan atau diinterprestasikan atau diasumsikan maupun
dinilai.
c) Situasi
Konteks dimana kita melihat objek atau peristiwa adalah sesuatu yang penting.
Unsur-unsur yang ada di sekililing lingkungan kita mempengaruhi pengamatan
kita. Misalnya, bagi kita tidak akan bertentangan atau lebih lazim memakai celana
pendek ketika kita keluar ke kedai atau sedang jalan-jalan tetapi sangat berbeda
situasinya apabila kita pergi ke kampus dengan celana pendek.
2. Jelaskan bagaimana keterkaitan persepsi bagi para manajer !
Jawab :
Para manajer dapat menerapkan pengetahuan persepsi terhadap banyak aktivitas
organisasi. Misalnya saja, dalam evaluasi kinerja, cara penilaian atas seseorang mungkin
dipengaruhi oleh ketelitian persepsi si penyelia. Seringkali kesalahan persepsi disebabkan
oleh permasalahan komunikasi dalam suatu organisasi. Kesalahan persepsi dapat juga
mendorong ke arah ketegangan hubungan antara pribadi karyawan. Ketika interaksi
dilihat sebagai sesuatu yang menegangkan, seorang penyelia perlu menetukan penyebab
terjadinya peristiwa bisnis yang dipandang secara berbeda oleh orangng-orang yang
berbeda.
3. Jelaskan definisi ambisi dan pentingnya ambisi !
Jawab :
Ambisi adalah keinginan untuk mencapai sesuatu atau kemauan untuk mencapai
sukses. Di sini, arti ambisi jelas-jelas berkonotasi positif. Begitu pula dengan ambisius,
yang menunjuk pada orang yang berambisi. Ambisi ternyata penting dimiliki, karena
ambisilah yang menggerakkkan seseorang untuk mencapai tujuan-tujuan berkarier.Tanpa
ambisi, seseorang seolah-olah tidak melakukan apa pun. Jika tidak, kita akan menjadi
seorang yang ambisius. Patut dicatat, ambisius memiliki arti yang berbeda dengan ambisi.
Umumnya, mereka yang ambisius memiliki minat dan keinginan yang menggebu-gebu
pada suatu bidang. Dan biasanya mereka berperilaku egois dan menghalalkan segala cara
demi mencapai keinginannya.
4. Jelaskan definisi Menilai Orang Lain ( Teori Atribusi) !
Jawab :
Atribusi adalah sebuah teori yang membahas tentang upaya-upaya yang dilakukan
untuk memahami penyebab-penyebab perilaku kita dan orang lain. Definisi formalnya,
atribusi berarti upaya untuk memahami penyebab di balik perilaku orang lain, dan dalam
beberapa kasus juga penyebab di balik perilaku kita sendiri
Teori atribusi bermula dengan gagasan Fritz Heider bahwa setiap individu
mencoba untuk memahami perilaku mereka sendiri dan orang lain dengan mengamati
bagaimana sesungguhnya setiap individu berperilaku. Penyebab situasional (dipengaruhi
oleh lingkungan), pengaruh pribadi (mempengaruhi secara pribadi), kemampuan (dapat
melakukan sesuatu), usaha (mencoba melakukan sesuatu), hasrat (keinginan untuk
melakukannya), perasaan (merasa menyukainya), keterlibatan (setuju dengan sesuatu),
kewajiban (merasa harus), dan perizinan (telah diizinkan).
5. Bagaimana ruang lingkup teori atribusi !
Jawab :
Atribusi Teori telah digunakan untuk menjelaskan perbedaan dalam motivasi
berprestasi antara tinggi dan rendah. Menurut teori atribusi, berprestasi tinggi akan
mendekati daripada menghindari tugas-tugas terkait untuk berhasil, karena mereka
percaya bahwa kesuksesan adalah karena kemampuan yang tinggi dan usaha yang
mereka yakin. Kegagalan dianggap disebabkan oleh nasib buruk atau ujian yang miskin
dan bukan kesalahan mereka. Jadi, kegagalan tidak mempengaruhi harga diri mereka
tetapi sukses membangun kebanggaan dan kepercayaan diri.
Di sisi lain, berprestasi rendah menghindari tugas yang berhubungan dengan
keberhasilan karena mereka cenderung untuk (a) meragukan kemampuan mereka dan/
atau (b) menganggap kesuksesan adalah berkaitan dengan keberuntungan atau untuk
“siapa yang Anda tahu” atau faktor-faktor lain di luar kendali mereka. Jadi, bahkan ketika
sukses, adalah tidak bermanfaat untuk yang berprestasi rendah karena dia/dia tidak
merasa bertanggung jawab, tidak meningkatkan harganya dan kepercayaan diri.
Soal Pertanyaan Bab 4

1. Jelaskan definisi motivasi !


Jawaban :
Secara etimologi, motif atau dalam bahasa Inggris motive, berasal dari motion
yang berarti “gerakan” atau “sesuatu yang bergerak”. Jadi istilah motif erat berkaitan
dengan gerak yakni gerakan yang dilakukan oleh manusia atau disebut juga  perbuatan
atau tingkah laku. Motif disini psikologi berarti rangsangan, dorongan, atau  pembangkit
tenagauntuk terjadinya suatu tingkah laku. Sebenarnya, motivasi merupakan istilah yang
lebih umum yang menunjuk pada seluruh proses gerakan termasuk situasi yang
mendorong, dorongan yang timbul dari dalam diri individu, tingkah laku yang
ditimbulkannya, dan tujuan atau akhir dari gerakan atau perbuatan.
Motivasi adalah proses yang menjelaskan intensitas, arah dan ketekunan
seseorang individu untuk mencapai tujuannya. Tujuan-tujuan yang mendasari motivasi
ditentukan sendiri oleh individu yang melakukannya, individu dianggap tergerak untuk
mencapau tujuan karena motivasi intrinsik (keinginan beraktivitas atau meraih
pencapaian tertentu semata-mata demi kesenangan atau kepuasan dari melakukan
aktivitas tersebut), atau karena motivasi ekstrinsik (keinginan untuk mengejar suatu
tujuan yang diakibatkan oleh imbalan-imbalan eksternal).
2. Jelaskan yang dimaksud motivasi intrinsic !
Jawaban :
Yang dimaksud dengan motivasi intrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif
atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam diri setiap individu
sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Sebagai contoh seseorang yang senang
membaca, tidak usah ada yang menyuruh atau mendorongnya, ia sudah rajin mencari
buku-buku untuk dibacanya. Kemudian kalau dilihat dari segi tujuan kegiatan yang
dilakukannya (misalnya kegiatan belajar), maka yang dimaksud dengan motivasi intrinsik
ini adalah ingin mencapai tujuan yang terkandung didalam perbuatan belajar itu sendiri.
Sebagai contoh konkrit, seorang siswa itu melakukan belajar, karena betul-betul
ingin mendapat pengetahuan, nilai atau keterampilan agar dapat berubah tingkah lakunya
secara konstruktif, tidak karena tujuan yang lainlain. “intrinsik motivations are inherent
in the learning situations and meet pupil-needs and purposes”. Itulah sebabnya motivasi
intrinsik dapat juga dikatakan sebagai bentuk motivasi yang di dalamnya aktivitas belajar
dimulai dan diteruskan berdasarkan suatu dorongan dari dalam diri dan secara mutlak
berkait dengan aktivitas belajarnya. Seperti tadi dicontohkan bahwa seorang belajar,
memang benar-benar ingin mengetahui segala sesuatunya, bukan karena ingin pujian atau
ganjaran.
3. Jelaskan yang dimaksud motivasi ekstrinsic !
Jawaban :
Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsinya karena adanya
perangsang dari luar. Sebagai contoh itu seseorang itu belajar, karena tahu besok paginya
akan ujian dengan harapan akan mendapatkan nilai baik, sehingga akan dipuji oleh
pacarnya,atau temannya. Jadi yang penting bukan karena belajar ingin mengetahui
sesuatu, tetapi ingin mendapatkan nilai yang baik, atau agar mendapat hadiah. Jadi kalau
dilihat dari segi tujuan kegiatan yang dilakukannya, tidak secara langsung bergayut
dengan esensi apa yang dilakukannyn itu. Oleh karena itu motivasi ekstrinsik dapat juga
dikatakan sebagai bentuk motivasi yang didalamnya aktivitas belajar dimulai dan
diteruskan berdasarkan dorongan dari luar yang tidak secara mutlak berkaitan dengan
aktivitas belajar.
4. Bagaimana konsep motivasi dasar !
Jawaban :
Konsep motivasi yang dijelaskan oleh suwanto adalah sebagai berikut
1. Model Tradisional
Untuk memotivasi pegawai agar gairah kerja meningkat perlu diterapkan sistem
insentif dalam bentuk uang atau barang kepada pegawai yang berprestasi.
2. Model Hubungan Manusia
Untuk memotivasi pegawai agar gairah kerjanya meningkat adalah dengan
mengakui kebutuhan sosial mereka dan membuat mereka merasa berguna dan
penting.
3. Model Sumber Daya Manusia
Pegawai dimotivasi oleh banyak faktor, bukan hanya uang atau barang tetapi juga
kebutuhan akan pencapaian dan pekerjaan yang berarti.
5. Jelaskan Teori Motivasi Harapan !
Jawaban :
Teori dari Vroom (1964) tentang cognitive theory of motivation menjelaskan
mengapa seseorang tidak akan melakukan sesuatu yang ia yakini ia tidak dapat
melakukannya, sekalipun hasil dari pekerjaan itu sangat dapat ia inginkan. Menurut
Vroom, tinggi rendahnya motivasi seseorang ditentukan oleh tiga komponen, yaitu:
 Ekspektasi (harapan) keberhasilan pada suatu tugas
 Instrumentalis, yaitu penilaian tentang apa yang akan terjadi jika berhasil dalam
melakukan suatu tugas (keberhasilan tugas untuk mendapatkan outcome tertentu).
 Valensi, yaitu respon terhadap outcome seperti perasaan posistif, netral, atau
negatif. Motivasi tinggi jika usaha menghasilkan sesuatu yang melebihi harapan.
Motivasi rendah jika usahanya menghasilkan kurang dari yang diharapkan.

Soal Pertanyaan Bab 5

1. Jelaskan struktur jaringan menurut Hoppe dan Reinelt !


Jawab :
Struktur jaringan menurut Hoppe dan Reinelt (2010) dapat dibagi dalam dua lapisan
yakni struktur inti (core) dan lingkar luar (periphery) jaringan. lapisan inti diduduki oleh
individy yang relatif sering dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan individu
lainnya dalam sistem. Sedangkan individu yang menempati lingkar luar adalah individu
yang sedikit melakukan komunikasi di dalam sistem. Jaringan dapat terbentuk apabila
terjalin hubungan antara aktor dalam masyarakat. Bentuk jaringan akan berbeda jika
dasar hubungan sosial berbeda juga.
2. Bagaimana analisis jaringan komunikasi !
Jawab :
Memahami peranan individu dalam jaringan menjadi bagian penting dalam analisis
jaringan komunikasi. Hasil analisis jaringan komunikasi adalah teridentifikasinya
individu-individu yang dianggap paling penting dalam jaringan. Struktur komunikasi
dalam satu sistem dapat diidentifikasi menggunakan analisis jaringan komunikasi yang
memanfaatkan data hubungan mengenai arus komunikasi pada tipe hubungan
interpersonal. Menurut Rogers dan Kincaid, 1981), dalam melakukan analisis jaringan
komunikasi, hal yang dapat dilakukan adalah:

1) Mengidentifikasi klik, yaitu mengidentifikasi anggota yang sering berinteraksi


dengan anggota lainnya
2) Mengidentifikasi peranan khusus sesorang dalam jaringan
3) Mengukur berbagai indikator )indeks) struktur komunikasi

Konsep dasar tentang tingkah laku sosial dalam analisis jaringan komunikasi adalah:

1) Keterlibatan individu yang ada di dalam sistem tidak hanya seorang melainkan
melibatkan banyak pelaku yang berpartisipasi dalam sistem sosial tersebut.
2) Perlu diperhatikan berbagai tingkatan struktur dalam sistem I, sebab suatu struktur
sosial tertentu berisi keteraturan pola hubungan dari suatu keadaan kongkrit
(Knoke dan Kuklinski dalam Setyanto 1993).

3. Jelaskan perspektif jaringan !


Jawab :
Jaringan dapat dilihat dari dua perspektif, yaitu:

1) Kelompok kecil yang sesuai dengan sumberdaya yang dimilikinya dan akan
mengembangkan pola komunikasi yang menggabungkan beberapa struktur
jaringan komunikasi. Jaringan komunikasi ini kemudian merupakan sistem
komunikasi umum yang akan digunakan oleh kelompok dalam mengirimkan
pesan dari satu orang ke orang lainnya.
2) Jaringan komunikasi ini biasa di lihat sebagai struktur yang diciptakan oleh
organisasi sebagai sarana komunikasi organisasi.

4. Jelaskan apa itu koalisi !


Jawab :
Koalisi adalah salah satu cara sebuah kelompok yang mencoba untuk mempengaruhi
orang-orang di luar kelompoknya dengan menggabungkan sumber daya dan kekuatan
kelompoknya sendiri (McShane & Von Glinow, 2010). Koalisi merupakan salah satu
taktik pengaruh yang digunakan untuk mengubah posisi orang lain. Contoh dari hal
tersebut adalah menjadikan seseorang lain menjadi berubah atau bahkan menjadi lebih
kuat. Koalisi termasuk ke dalam faktor pendukung untuk mempengaruhi seseorang.
5. Jelaskan bagaimana keterbatasan jaringan !
Jawab :
Didalam setiap kegiatan komunikasi, sudah dapat dipastikan akan menghadapai berbagai
keterbatasan/hambatan. Keterbatasan dalam kegiatan komunikasi yang manapun tentu
akan mempengaruhi efektivitas proses komunikasi tersebut. Karena pada pada
komunikasi massa jenis hambatannya relatif lebih kompleks sejalan dengan kompleksitas
komponen komunikasi massa. Dan perlu diketahui juga, bahwa komunikasi harus bersifat
heterogen. Oleh karena itu, komunikator perlu memahami setiap keterbatasan
komunikasi, agar ia dapat mengantisipasi hambatan tersebut.

Soal Pertanyaan Bab 6

1. Jelaskan definisi kelompok menurut para ahli !

Jawab :

Menurut Lewin (1951) dan Cartwright (1968) kelompok  adalah kumpulan


manusia, dua orang atau lebih yang menunjukkan saling ketergantungan dengan pola
interaksi yang nyata.

Slamet (2001) memberikan pengertian yang lebih tegas terhadap kelompok yang
mengatakan dua atau lebih orang yang berhimpun atas dasar adanya kesamaan,
berinteraksi melalui pola/struktur tertentu guna mencapai tujuan bersama, dan dalam
kurun waktu yang relatif panjang. Kesamaan- kesamaan tersebut harus menjadi landasan 
utama sehingga kelompok dapat berfungsi dengan baik. Dalam suatu kelompok ada
dinamika yang menggerakkan kelompok. Bagi para ahli ilmu sosial konsep dinamika
kelompok diartikan sebagai bidang studi yang mempelajari gerak atau kekuatan dalam
kelompok yang menentukan perilaku kelompok atau anggotanya. Bagi para praktisi,
konsep dinamika kelompok digunakan untuk menunjukkan pada kualitas suatu kelompok
dalam mencapai tujuannya, jadi cenderung ditujukan untuk mengukur tingkat keefektifan
kelompok dalam mencapai tujuannya.

Menurut Mustafa Sherif (Santosa 2004:36) kelompok sosial adalah suatu kesatuan
sosial yang terdiri dua atau lebih individu yang telah mengadakan interaksi sosial yang
cukup intensif dan teratur, sehingga diantara individu itu sudah terdapat pembagian tugas,
struktur dan norma-norma tertentu.

2. Bagaimana tahap dan proses pembentukan kelompok !

Jawab :

Pengembangan kelompok pada umumnya dilakukan melalui lima tahapan


sehingga dinamakan The Five-Stage Group Development Model. (Robbinsn dan
Judges,2011:313). Tahapan-tahapan tersebut diantaranya adalah :

1) Tahap forming ditandai oleh banyaknya ketidakpastian tentang maksud, struktur


dan kepemimpinan kelompok. Anggota mempertimbangkan tipe perilaku apa
yang dapat diterima. Tahapan ini selesai apabila anggota mulai berpikir diri
mereka sebagai bagian dari kelompok.
2) Tahap storming adalah tentang konflik dalam kelompok. Anggota menerima
keberadaan kelompok, tetapi menolak memaksa pada individualitas. Selanjutnya
terjadi konflik tentang siapa yang akan mengawasi kelompok. Ketika tahap ini
selesai, akan terdapat hierarki kepemimpinan yang relative jelas dalam kelompok.
3) Tahap norming,hubungan dekat berkembang dan kelompok menunjukkan
kepaduan atau kohevisitas. Karenanya timbul perasaan kuat atas identitas dan
persahabatan. Tahap ini selesai ketika struktur kelompok menguat dan kelompok
telah mensimulasikan harapan bersama tentang apa yang menjadi perilaku
anggota yang benar.
4) Tahap performing, struktur pada titik ini adalah fungsional dan dapat diterima
sepenuhnya. Energi kelompok berpindah dari sekedar untuk saling mengetahui
dan memahami, menjadi untuk mewujudkan tugas
Untuk kelompok kerja yang bersifat permanen, performing merupakan tahapan
akhir dalam pengembangan. Tetapi untuk komite,tim, gugus tugas  dan kelompok yang
bersifat temporer yang mempunyai tugas terbatas, tahap adjourning yang merupakan
persiapan untuk pembubaran.

3. Jelaskan apa saja karakteristik kelompok !

Jawab :

Menurut nama Sy Sukmadinata (1977 : 11) suatu kelompok entah itu kelompok
besar atau kelompok kecil mempunyai beberapa karakteristik (cirri – ciri) tertentu yaitu
sebagai berikut:

1) Individu – individu mempengaruhi kelompok.

Kelompok adalah suatu persatuan yang terbentuk dari individu – individu,


sifat – sifat, sikap, kemampuan, kematangan, perkembangan, tujuan dan minat.
Individu yang membentuk kelompok terwsebut banyak mempengaruhi dan
mewarnai kelompoknya.

Fungsi kelompok banyak ditentukan oleh variasi kombinasi sifat – sifat


diatas. Salah satu sifat individu adalah selalu berbah dan berkembagn.
(changeable – becoming). Hal tersebut memberikan karakteristik yang sama pula
terhadap kelompok. Dengan kata lain kelompok juga akan berubah dan
berkembang sesuai dengan dinamika individu – individu dalam kelompok
tersebut.

2) Kelompok Mengembangkan Struktur.

Dalam suatu kelompok berkembang suatu pengaturan tertentu bagaimana


seseorang berbuat, siapa yang perlu diikuti, siapa yang bertanggung jawab atas
sesuatu dan sebagainya.

Dalam kelangsungan kelompok, terjadi diferensiasi kekuatan dan


pengaruh para anggota terhadap kelompoknya. Berkenaan dengan status dalam
kelompok, masing – masing anggota mengembangkan peranan – peranan tertentu
baik yang menjadi harapan kelompok maupun tidak.

3) Kelompok Mengembangkan Standart Nilai – nilai.

Kehidupan suatu kelompok mengembangkan standart nilai tertentu.


Standart berkenaan dengan produktifitas kelompok, pola –pola komunikasi, cara
dan prosedur kerja kelompok. Juga kelompok sering kali memberikan suatu
tekanan agar terjadi conformity (kesamaan) dari anggota – anggotanya.

4) Kelompok Berbeda dalam Kekohesifannya, Keaktraktifannya, dan


Emosionalitasnya.

Kekohesifannya (cohesiveness) merupakan kekuatan ikatan pertalian


diantara anggota – anggota suatu kelompok. Semakin kuat ikatan pertalian
diantara anggota kelompok, maka kelompok itu akan semakin kuat, demikian pula
sebaliknya.

Keaktratifan (attractiveness) adalah ketertarikan (daya tarik) kelompok


terhadap para anggotanya. Keatraktifan kelompok ini tergantung kepada tujuan
kelompok, besarnya program, jenis organisasi, posesi kelompok dalam
msasyarakt, serta keputusan – keputusan lain yang diperoleh anggota dari
kelompok. Jika sesuatu kelompok mempunyai daya tarik yang baik, maka
kelompok itu semakinn menatik untuk digeluti oleh setiap ornga yang menjadi
anggota kelompok itu.

5) Kelompok Membentuk Tujuan Kelompok.

Kelompok terbentuk karena adanya tujuan bersama. Kegiatan kelompok


diarahkan untuk mencapai hasil kelompok setinggi – tingginya. Kegiatan
kelompok juga ditujukan untuk memenuhi kebutuhan individu yang sejalan
dengan tujuan kelompok. Tujuan kelompok dapat memelihara kesatuan
kelompok, membentuk hubungan yang harmonis dan mencegah perpecahan
diantara anggota kelompok.
4. Jelaskan factor yang mempengaruhi interaksi social dalam kelompok !

Jawab :

Interaksi sosial dalam kelompok dipengaruhi beberapa faktor, yaitu:

1) Faktor-faktor pribadi

a) Kekayaan informasi yang dimiliki oleh individu


b) Kemampuan berpikir individu
c) Kemampuan dan keterampilan berbahasa dan berkomunikasi secara verbal
dari individu.
d) Kecenderungan pribadi individu seperti kecenderungan menguasai atau
patuh, bersahabat ataubermusuhan dan lain-lain.

2) Kekayaan Kelompok dan Faktor Situasi

a) Tugas dan tujuan kelompok


b) Jenis kelompok
c) Kualitas kelompok
d) Besarnya kelompok
e) Kecocokan waktu diskusi
f) Lingkungan fisik dan penempatan anggota
g) Tipe kepemimpinan dan penerimaan kepemimpinan tersebut oleh anggota.

5. Jelaskan bagaimana norma dalam suatu kelompok

Jawab :

Norma daalah standard perilaku yang dapat diterima dan dibagikan oleh
anggotanya yang menyatakan bahwa mereka harus atau tidak harus tidak melakukan
dalam situasi tersebut (Remind dan Judge,2011:319). Norma dapat menutupi semua
aspek perilaku kelompok. Paling umum adalah :

a) Performance norms, memberikan isyarat secara eksplisit tentang seberapa keras


anggota harus bekerja,tingkat kelambanan yang sesuai dan sebagainya;
b) Appearance norms, menyangkut etika berpakaian,aturan yang tidak dibicarakan
ketika kelihatan sibuk;
c) Social arrangement norms, menyangkut dengan siapa makan siang bersama,
bagaimana jika membentuk persahabatan didalam dan diluar pekerjaan dan
d) Resource allocation norms, berkenaan dengan penugasan pada pekerjaan yang
sulit, distribusi sumber daya seperti pengupahan atau peralatan.

Norma berkembang secara informal apabila kelompok atau organisasi


mempertimbangkan apa yang harus dilakukan untuk menjadi efektif.

Soal Pertanyaan Bab 7

1. Jelaskan pengertian kekuasaan !


Jawaban :
Gilbert W. Fairholm mendefinisikan kekuasaan sebagai kemampuan individu
untuk mencapai tujuannya saat berhubungan dengan orang lain, bahkan ketika
dihadapkan pada penolakan mereka. Fairholm lalu merinci sejumlah gagasan penting
dalam penggunaan kekuasaan secara sistematik dengan menakankan bahwa kapasitas
personal-lah yang membuat pengguna kekuasaan bisa melakukan persaingan dengan
orang lain.
Richard L. Daft mengidentifikasi bahwa kekuasaan sebagai kekuatan di dalam
organisasi sulit untuk dicerap, tidak bisa dilihat, tetapi efeknya dapat dirasakan. Daft
kemudian juga menyatakan kekuasaan sebagai kemampuan potensial seseorang (atau
departemen) untuk mempengaruhi orang (atau departemen) lain untuk menjalankan
perintah atau melakukan sesuatu yang tidak bisa mereka tolak.
2. Jelaskan apa saja sumber kekuasaan !
Jawab :
a) Kedudukan
Sumber kekuasaan pertama ini bisa berupa jabatan saat ini. Misalnya, seseorang
memiliki jabatan sebagai ketua di sebuah organisasi, memiliki pangkat yang
tinggi di bidang kemiliteran, dan sebagainya. Sumber kekuasaan yang berasal dari
kedudukan ini, jika ada pada seseorang yang salah, maka akan memunculkan
kerugian banyak orang.
b) Kekayaan
Kekayaan menjadi sumber kekuasaan kedua. Sudah menjadi hal umum, jika
kekayaan yang dimiliki oleh seseorang bisa menentukan apakah seseorang itu bisa
berkuasa atau tidak. Pada umumnya, seseorang yang kaya dapat menguasai
seorang politikus.
c) Kepercayaan
Sumber kekuasaan yang terakhir adalah kepercayaan atau agama. Dalam hal ini,
seseorang yang sudah memiliki ilmu yang cukup tinggi dalam suatu agama akan
dianggap bisa membimbing para umatnya.
3. Bagaimana karakteristik bawahan !
Jawab :
Bawahan memainkan peranan penting dalam memengaruhi gaya kepemimpinan
manajer. Karakteristik bawahan memengaruhi gaya kepemimpinan manajer dengan
beberapa cara. Pertama, ketrampilan dan pelatihan bawahan memengaruhi pilihan gaya
manajer. Karyawan yang terampil biasanya kurang memerlukan pendekatan yang bersifat
perintah. Kedua, sikap bawahan juga akan menjadi sebuah faktor yang berpengaruh. Tipe
karyawan tertentu mungkin lebih menyukai pemimpin yang otoriter sedangkan tipe
karyawan yang lain mungkin lebih suka diberi tanggung jawab penuh atas pekerjaannya
sendiri. Harapan bawahan adalah faktor lain yang menentukan apakah suatu gaya tertentu
akan cocok. Bawahan yang dimasa lampau pernah mempunyai seorang manajer yang
berorientasi pada karyawan mengharapkan manajer baru yang mempunyai gaya yang
sama dan mungkin akan memberikan reaksi negatif terhadap pemimpin yang otoriter.
Demikian juga karyawan yang sangat terampil dan termotivasi mungkin mengharapkan
agar manajer tidak terlalu ikut campur. Sebaliknya, karyawan yang dihadapkan dengan
tugas baru yang menantang mungkin mengharapkan instruksi manajer dan mungkin
kecewa jika ternyata hal itu tidak kunjung tiba. Saat bawahan memiliki pengalaman atau
pelatihan yang cukup luas sebelumnya, hanya diperlukan sedikit arahan karena mereka
telah memiliki keterampilan dan pengetahuan untuk mengetahui apa yang harus
dilakukan dan bagaimana melakukanya.
4. Jelaskan apa itu kekuasaan paksaan !
Jawab :
Kekuasaan paksaan (coercive power) Kekuasaan paksaan adalah kekuasaan yang
dimiliki oleh seorang pemimpin karena pemimpin tersebut memiliki posisi yang sangat
kuat. Kekuasaan ini bertentangan dengan kekuasaan penghargaan karena kekuasaan
penghargaan memberikan hadiah atau penghargaan sedangkan kekuasaan paksaan
memberikan hukuman (punishment) atas kinerja yang buruk dari bawahannya. Setiap
pemimpin tentu harus berhati-hati dalam menggunakan kekuasaan ini karena pada
prinsipnya tidak ada orang yang menginginkan mendapatkan hukuman.
5. Jelaskan faktor situasi !
Jawab :
Unsur situasi merupakan bentuk dari keadaan yang ditimbulkan oleh lingkungan
yang dimiliki atau dihadapi oleh organisasi yang dipimpinnya, baik lingkungan fisik
(kekayaan alam, iklim, suhu udara, curah hujan, kelembaban dsb) maupun lingkungan
sosial (Jumlah penduduk, gaya hidup, kebudayaan, kepribadian, kegotongroyongan dsb).
Lingkungan yang berbeda maka situasi bisa berbeda, situasi yang berbeda menuntut
penanganan sikap dan tingkah laku kepemimpinan yang berbeda pula.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2016. Efektivitas Organisasi
http://etheses.uin-malang.ac.id/587/5/07410150%20Bab%202.pdf . Di akses pada 20 Maret 2022

Anonim, 2018. BAB II http://repository.stiedewantara.ac.id/2004/4/BAB%20II.pdf . Di


akses pada 20 Maret 2022

Ardy B, 2015. BAB III http://repository.uin-suska.ac.id/6730/4/BAB%20III.pdf . Di


akses pada 20 Maret 2022

Ellena N, 2014. Efektivitas Organisasi Kelompok 1


https://www.academia.edu/30081635/EFEKTIVITAS_ORGANISASI_kelompok_1 . Di akses
pada 20 Maret 2022

Famila F, 2014. Efektivitas Organisasi. https://pdfcoffee.com/efektivitas-organisasi-5-


pdf-free.html . Di akses pada 20 Maret 2022

Silvi Y, 2016. Prilaku Organisasi. https://studylibid.com/doc/3951404/management-


individual--kelompok--efektifitas-organisasi . Di akses pada 20 Maret 2022

Muchlisin R, 2020. Efektivitas Kerja.


https://www.kajianpustaka.com/2020/03/efektivitas-kerja.html . Di akses pada 20 Maret 2022

Aksan F, 2012. Makalah Nilai, Sikap, dan Kepuasan Kerja


https://123dok.com/document/q0x8ovlq-makalah-nilai-sikap-kepuasan-kerja.html . Di akses 25
Maret 2022

Anonim, 2015. Makalah Nilai Sikap dan Kepuasan Kerja https://pdfcoffee.com/makalah-


nilai-sikap-dan-kepuasan-kerja-pdf-free.html . Di akses 25 Maret 2022

Sasha A, 2015. Makalah Kepuasan Kerja


http://sashaannisa18.blogspot.com/2015/03/makalah-kepuasan-kerja.html . Di akses 25 Maret
2022

Sri Y, 2017. Perilaku Organisasi


https://www.academia.edu/31592155/Makalah_Perilaku_Organisasi_Sikap_dan_Kepuasan_Kerj
a . Di akses 25 Maret 2022
Winda E, 2015. Makalah Kepuasan Kerja
https://www.academia.edu/30253696/Makalah_Kepuasan_Kerja . Di akses 25 Maret 2022

Zuliaden, 2014. Makalah Kerja http://zuliaden-jayus.blogspot.com/2014/08/makalah-


kerja.html . Di akses 25 Maret 2022

Anonim, 2014. Persepsi Emosi dan Kepribadian https://www.scribd.com/upload-


document?archive_doc=346309451&escape=false&metadata=%7B%22context%22%3A
%22archive_view_restricted%22%2C%22page%22%3A%22read%22%2C%22action%22%3A
%22download%22%2C%22logged_in%22%3Atrue%2C%22platform%22%3A%22web
%22%7D . Di akses 1 April 2022

Anonim, 2014. Makalah Ambisius


http://makalahlaporanterbaru1.blogspot.com/2012/09/makalah-ambisius.html . Di akses 1 April
2022

Anonim, 2015. Bab I Persepsi http://digilib.uinsgd.ac.id/22648/4/4_bab1.pdf . Di akses 1


April 2022

Anonim, 2018. Makalah Teori Atribusi Dalam Pembelajaran


http://tepbersatu.blogspot.com/2018/01/makalah-teori-atribusi-dalam.html . Di akses 1 April
2022

Maropen S, 2008. Persepsi dan Kepribadian


https://core.ac.uk/download/pdf/229966898.pdf . Di akses 1 April 2022

Rinaldo P, 2015. Persepsi, Kepribadian, dan Sikap


https://www.scribd.com/doc/261021943/Persepsi-Kepribadian-Dan-Sikap . Di akses 1 April
2022

Sylvia A, 2016. 4 Persepsi dan Kepribadian


https://www.academia.edu/5000225/4_persepsi_dan_kepribadian . Di akses 1 April 2022

Agis S, 2013. Tugas Makalah Individual Motivasi


https://www.scribd.com/document_downloads/direct/141350569?
extension=pdf&ft=1649315914&lt=1649319524&user_id=530766522&uahk=8y-
N2hJCGFnO_zsHHXrrYnxAuNw . Di askes 7 April 2022
Bayu S, 2014. Makalah Motivasi
https://www.academia.edu/36214308/MAKALAH_MOTIVASI_docx . Di akses 7 April 2022
Isti Y, 2014. Atribusi Sosial https://www.slideshare.net/istiyuliawati/makalah-atribusi-
sosial-36436608 . Di akses 7 April 2022
Kresna N, 2015. Atribusi Sosial
https://www.academia.edu/6672799/psikologi_sosial_atribusi_sosial . Di akses 7 April 2022
Miftah, 2010, Perilaku Organisasi
https://dspace.uii.ac.id/bitstream/handle/123456789/172/05.2%20bab%202.pdf?
sequence=8&isAllowed=y . Di akses 7 April 2022
Anonim, 2015. Bab II Jaringan Komunikasi http://eprints.umm.ac.id/43229/3/Bab
%20II.pdf . Di akses 14 April 2022

Asbib, 2017. Makalah Kelompok Perilaku Organisasi


https://muhhasbib.blogspot.com/2017/10/makalah-perilaku-kelompok-dalam.html . Di akses 14
April 2022

Devi L, 2017. Perilaku Kelompok http://deviluthfiana.blogspot.com/2017/05/perilaku-


kelompok.html . Di akses 14 April 2022

Kirana Z, 2016. Makalah Kerja Sama


https://www.academia.edu/33122944/Makalah_tentang_kerja_sama . Di akses 14 April 2022

Rismayanti, 2014. Hambatan Komunikasi


https://jurnal.pancabudi.ac.id/index.php/alhadi/article/download/384/363/ . Di akses 14 April
2022

Windy A, 2019. Makalah Kekuasaan dan Politik


https://www.academia.edu/38937256/Kelompok_2_Kekuasaan_dan_Politik . Di akses 14 April
2022

Addin A, 2019. Dasar-Dasar Perilaku Kelompok dan Memahami Tim Kerja


http://repository.iainkediri.ac.id/311/1/Dasar-Dasar%20Perilaku%20Kelompok%20dan
%20Memahami%20Tim%20Kerja%20dalam%20Lembaga%20Pendidikan%20Islam.pdf . Di
akses 21 April 2022
Ani S, 2017. Makalah Dasar-Dasar Perilaku Kelompok
https://anisusanti1982.blogspot.com/2017/12/makalah-dasar-dasar-perilaku-kelompok.html . Di
akses 21 April 2022

Anonim, 2016. Konsep Dasar Kelompok


http://nanditooverbeek.blogspot.com/2016/06/konsep-dasar-kelompok.html . Di akses 21 April
2022

Diyah A L, 2018. Makalah Dasar-Dasar Perilaku Kelompok


http://fatimanurazizia15.blogspot.com/2018/10/makalah-dasar-dasar-perilaku-kelompok.html .
Di akses 21 April 2022

Anonim, 2012. Modul Kepemimpinan


http://staffnew.uny.ac.id/upload/131655982/pendidikan/modul-kepemimpinan-iv.pdf . Di akses
28 April 2022

Anonim, 2010. Bab I Kepemimpinan http://eprints.umg.ac.id/295/2/BAB%20I.pdf . Di


akses 28 April 2022

Djaja K, 2010. Konsep Kepemimpinan dan Kekuasaan https://adoc.pub/bab-i-


pendahuluan-i1-latar-belakang15169048946862.html . Di akses 28 April 2022

Restu, 2018. Teori Kekuasaan https://www.gramedia.com/literasi/teori-kekuasaan/ . Di


akses 28 April 2022

Seta B, 2012. Pengertian Kekuasaan dan Politik


https://www.setabasri.com/2011/01/kekuasaan-dan-politik-dalam-organisasi.html . Di akses 28
April 2022

Yuni S, 2021. Kekuasaan dan Kepemimpinan


https://www.studocu.com/id/document/universitas-pembangunan-nasional-veteran-yogyakarta/
manajemen/kel-1-kekuasaan-dan-wewenang/16315550 . Di akses 28 April 2022

Anda mungkin juga menyukai