Anda di halaman 1dari 33

NAMA : FITRI CAHYANI

NIM : 2114201083

KELOMPOK : 4

Artikel Jurnal 1 (B

Penulis/Author : Siti Aisah, Suhartini Ismail, Ani Margawati

1) Mahasiswa Doktor Ilmu Kedokteran dan Kesehatan FK UNDIP

2) Keperawatan Emergensi dan Kritis Departemen Ilmu Keperawatan FK UNDIP

3) Departemen Ilmu Gizi FK UNDIP

Tahun : Mei 2021

Judul : Edukasi Kesehatan dengan Media Video Animasi: Scoping Review

Nama Jurnal : Jurnal Perawat Indonesia

Vol./No. :5/1

Hasil Analisis:

Upaya peningkatan pengetahuan anemia pada remaja putri selama ini dilakukan melalui
pemberian edukasi kesehatan. Edukasi atau sering disebut juga dengan pendidikan merupakan segala
upaya yang dirancang untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok, atau masyarakat
sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan (Notoatmodjo, 2010), dalam
hal ini pendidikan yang diberikan untuk remaja putri adalah pendidikan terkait kesehatan. Pendidikan
kesehatan bertujuan meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat untuk memelihara serta
meningkatkan kesehatannya sendiri, Pendekatan yang tepat sesuai dengan tahap tumbuh kembang
dengan infromasi yang sesuai kebutuhan dapat meningkatkan pengetahuan remaja putri tentang
Kesehatan (Bond & Ramos, 2019). beberapa penelitian menunjukkan bahwa penggunaan leaflet, power
point, booklet dan lembar balik kurang efektif untuk meningkatkan pengetahuan (Li et al., 2019),
permainan atau video terlebih menarik bagi generasi 4.0 yang lebih dekat dan lebih menyukai
penggunaan teknologi canggih, terlebih video dengan karakter yang lucu dan unik (Szeszak et al., 2016).
Penelitian menunjukkan video khususnya video animasi lebih efektif dibanding menggunakan media
tradisional yang sarat akan tulisan dan membuat jenuh (Abdullah et al., 2020; Anggraeni et al., 2020).
Hasil studi lain menunjukkan terdapat peningkatan pengetahuan yang signifikan pada kelompok yang
diberikan pendidikan kesehatan menggunakan media video dibanding yang menggunakan simulasi
(Adha et al., 2016).

Berdasarkan latar belakang inilah peneliti ingin mengetahui pengaruh pemberian Pendidikan Kesehatan
menggunakan video baik animasi terhadap peningatakan pengetahuan kesehatan.

Desain Studi Review ini menggunakan pendekatan scoping riview untuk mengidentifikasi
Langkah-langkah Menyusun protocol penelitian. Desain penelitian scoping review dipilih karena sumber
referensi yang peneliti gunakan bervariatif berasal dari artikel jurnal dan official websites. Scoping
review merupakan metode yang digunakan untuk mengidentifikasi literatur secara mendalam dan
menyeluruh yang diperoleh melalui berbagai sumber dengan berbagai metode penelitian serta memiliki
keterkaitan dengan topik penelitian. Kriteria kelayakan Artikel yang digunakan dalam pembuatan
scoping review ini metode Pendidikan Kesehatan menggunakan media video, dimana video disini
mencakup video animasi. Literatur yang digunakan menggunakan bahasa Inggris. Partisipan dalam
artikel yang di review yaitu remaja dan dewasa yang menjalani perawatan di RS, rawat jalan maupun
kelompok resiko. Artikel dipilih berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi.

Inklusi artikel yang digunakan:

1) Penerapan video animasi

2) Penelitian melihat pengaruh dari intervensi terhadap pengetahuan atau respon setelah
menyaksikan vidieo animasi

3) Topik edukasi terkait kesehatan.

Kriteria ekslusi artikel yaitu:

1) Intervensi video edukasi dengan kombinasi intervensi non video

2) tidak mengukur pengetahuan secara spesifik

3) Intervensi menggabungkan topik Kesehatan dan non kesehatan.

Strategi pencarian literatur Pencarian literature terkait, artikel ini menggunakan data based dari
Sciencedirect, Scopus dan Pubmed dengan waktu penelitian Januar 2015 hingga Desember 2020. Dalam
pencarian literatur dengan menggunakan Booleon operators “OR/AND”. Kata kunci yang digunakan
dalam pencarian yaitu “video education” OR “video animation” AND “health animation” AND
“animation media” AND “animation for education”.

Identifikasi dan pemilihan literature Dalam melakukan scoping review ini pencarian literatur secara
independen melalui databased yang sudah terpercaya. Artikel yang sudah didapatkan dilakukan analisis,
perbedaan, dan duplikasi. Pada gambar 1 menjelaskan terkait proses mencari dan memilih artikel
sebagai literatur dengan menggunakan Preferred Reporting Items for Systematic Reviews and Meta-
analysis (PRISMA) (Moher et al., 2009).

Ekstraksi data dari literatur yang dipilih Artikel yang sudah didapatkan dilakukan ekstraksi data dalam
bentuk matrik di Microsoft word. Domain yang digunakan dalam ekstraksi data antara lain nama
peneliti, tahun, negara, judul artikel, desin, responden atau partisipan, dan hasil temuan lihat pada Tabel
1. Proses pemilihan data dilakukan melalui beberapa tahap, dimulai dari memilih artikel yang sesuai
dengan tujuan penelitian yaitu video edukasi dalam meningkatkan pengetahuan remaja melalui judul
artikel dan abstrak yang diperoleh dari berbagai search engine seperti google schoolar, Pubmed dan
Spingerlink. Artikel yang sesuai selanjutnya dianalisis lebih mendalam dengan membaca keseluruhan isi
artikel meliputi tahun publikasi, lokasi dan tahun penelitian, desain penelitian, karakteristik populasi,
standar prosedur intervensi, tipe dan format intervensi, frekuensi dan durasi edukasi, pengukuran
luaran hasil.

Keberhasilan sebuah edukasi dipengaruhi beberapa factor seperti pendidikan, lama waktu
paparan, jenis kelamin, sumber informasi/media edukasi, Pendidikan, stress psikologis, budaya dan
efikasi diri dan dukungan sosial (Hardan-Khalil, 2020; Oh, 2020). Media pendidikan kesehatan berperan
penting dalam membantu audien memahami dan menangkap informasi yang terkandung.

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk melihat media yang efektif dalam meningkatkan
pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat. Media yang cukup sering digunakan tenaga kesehatan
dalam penyuluhan atau edukasi adalah leaflet, namun jika dibanding media lain seperti video kurang
efektif (Beaujean et al., 2016; Cynthia Ayu Ramadhanti, Dea Amarilisa Adespin, 2019; Nindya Kurniawati,
2012). Pendekatan metode edukasi lainnya dikembangkan dengan menggunakan media sosial
“Facebook” dimana hasilnya menunjukkan media ini berkontribusi dalam pendidikan kesehatan
reproduksi yang interaktif, menyenangkan, praktis/sederhana, mengurangi rasa malu remaja untuk
berdiskusi terkait topik reproduksi, mendekatkan remaja dengan layanan kesehatan melalui
peningkatkan kesekatan remaja dan tenaga kesehatan(Joyce Mazza Nunes Aragão 1, Fabiane do Amaral
Gubert 2, Raimundo Augusto Martins Torres 2, Andréa Soares Rocha da Silva 3, 2018). Video edukasi
animasi terbukti dapat meningkatkan pengetahuan dan kepatuhan minum obat pada pasien epilepsy
dan meningkatkan pengetahuan menggosok gigi pada anak-anak (Saengow et al., 2018; Szeszak et al.,
2016).
O

Media video telah banyak digunakan dalam proses pembelajaran salah satunya dalam edukasi
Kesehatan. Penggunaan video baik animasi dalam pemberian edukasi terbukti signifikan meningkatkan
pengetahuan pasien pada berbagai kelompok usia dan kelompok penyakit.

Penggunaan video animasi ini disukai bukan karena hanya menarik dari segi tampilan tetapi juga
memiliki suara yang menarik sehingga responden merasa lebih mudah memahami informasi yang
diberikan dan merasa senang selama proses transfer ilmu. Selain itu, video animasi yang diberikan pada
jangka waktu tertentu dapat merubah sikap, perilaku hingga kebiasaan hidup sehat. Sebagai tenaga
kesehatan, penting untuk dapat melihat peluang dari video edukasi kesehatan sebagai intervensi yang
tepat dalam meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan pada berbagai kelompok usia.

Artikel Jurnal 2

Penulis/Author : Lastri Rosanna1 , Candra Saputra2 , Emmi Lestari3 , Indah Ayu Permatasari4 , Poppy
Elza Fitri5

Tahun : Januari 2021

Judul : COMMUNITY PROGRAM : IMPLEMENTATION OF COMPUTER BASED NURSING


DOCUMENTATION WITH ANNISA APPLICATION ( Program masyarakat : implementasi komputer
dokumentasi keperawatan berbasis aplikasi Annisa ).

Nama Jurnal : JCES (Journal of Character Education Society)

Vol./No. : 4/1

Hasil Analisis:

Kualitas pendokumentasian asuhan keperawatan sangat rendah. Kualitas pendokumentasian


asuhan keperawatan secara global juga tergolong sangat buruk. Siswanto, et al (2013) mengemukakan
kualitas dokumentasi keperawatan yang rendah sebesar 47 %. Dokumentasi keperawatan yang rendah
berdampak buruk terhadap kualitas pelayanan keperawatan dan pelayanan kesehatan. Identifikasi
masalah dilakukan di Puskesmas Rumbai Bukit Kota Pekanbaru didapatkan data bahwa dokumentasi
asuhan keperawatan di Puskesmas belum ada. Dari wawancara didapatkan 4 perawat belum memahami
menggunakan terminologi NNN Linkage. Dokumentasi keperawatan yang dilakukan masih berbasis
kertas dikarenakan belum adanya sistem informasi yang diterapkan di puskesmas. Tentunya ini menjadi
peluang bagi puskesmas untuk menerapkan dokumentasi keperawatan berbasis elektronik. Peluang
utama yang dapat dilakukan adalah melakukan transisi dari dokumentasi berbasis kertas ke
dokumentasi berbasis elektronik (Kim & Jung, 2016; Rakuom et al., 2016). Apabila proses tersebut dapat
dicapai maka proses dokumentasi keperawatan yang ada dipuskesmas akan bisa diterapkan melalui
pengembangan dokumentasi berbasis elektronik seperti menggunakan program aplikasi ANNISA
(Puskesmas Rumbai Bukit, 2019).

Salah satu bentuk system informasi keperawatan yang dapat diimplementasikan adalah ANNISA
(Andra’s Nursing Informatic System Application) (Saputra et al., 2020a, 2020b). ANNISA dikembangkan
untuk memudahkan dalam melakukan dokumentasi keperawtan berbasis NNN Linkage. Penggunaan
terminologi NNN Linkage akan memudahkan perawat dalam memahami asuhan keperawatan yang
dilakukan (Hariyati, et al, 2016). Penggunaan aplikasi ini dapat dilakukan dari tahap awal proses
keperawatan hingga tahap akhir proses keperawatan (Wu et al., 2015). Tahapan proses dokumentasi
keperawatan meliputi: tahap pengkajian, tahap diganosa, tahap intervensi, tahap implementasi dan
tahap evaluasi berdasarkan lima strategi intervensi keperawatan komunitas dan evaluasi (Joo & Huber,
2014). Pengembangan sistem ini akan berupaya meningkatkan kualitas pelayanan asuhan keperawatan
di masyarakat yang berorientasi pada terminologi yang sesuai standar (Nanda, 2014).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Saputra, Arif, & Yeni, (2019) didapatkan hasil bahwa
adaperbedaan antara faktor pengetahuan, beban kerja, pemanfaatan teknologi informasi dalam
pengukuran pretest, postest-1 dan postest-2 pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol
menggunakan aplikasi ANNISA (p Value =0,000 < α=0,05). Adanya hasil riset tersebut, tentunya penulis
dapat melakukan pengabdian masyarakat terhadap kelompok perawat di UPT.Puskesmas Rumbai Bukit
dengan Judul “PKM Pelaksanaan Dokumentasi Keperawatan Berbasis Komputerisasi dengan
Menggunakan Aplikasi ANNISA”.

Prgram Kegiatan PKM ini dilaksanakan selama 2 hari secara Online/ daring Via ZOOM dan Ruang
Tata Usaha UPT. Puskesmas Rumbai Bukit Kota Pekanbaru. Jumlah perawat yang mengiukuti yaitu
sebanyak 12 orang perawat.

Pelaksanaan Kegiatan PKM ini dilakukan melalui 3 bentuk kegiatan yang terdiri dari.

1) Teknik Penyuluhan

Tahap penyuluhan pengabdi melakukan kesepakatan dan ikatan kontrak dengan


kelompok mitra yaitu UPT Puskesmas Rumbai bukit. Selanjutnya pengambdi melakukan
persiapan surat izin pelaksanaan kegiatan PKM ini dan seterusnya pengabdi mempersiapkan
materi yang digunakan dalam kegiatan PKM. Penyuluhan yang dilakukan oleh tim pengampu
yaitu berupa presentasi materi tentang penggunaan aplikasi ANNISA. Presentasi juga dilengkapi
dengan Video Tutorial penggunaan aplikasi ANNISA untuk memudahkan perawat menggunakan
aplikasi pada saat pelatihan.

2) Pelatihan

Tahap pelatihan bertujuan untuk memberikan respon psikomotorik terhadap


perawat atau mitra dalam menggunakan teknologi informasi ANNISA yang dilaksanakan secara
terpemimpin oleh ketua pengusul bersama dosen pendamping tentang penggunaan applikasi
ANNISA dengan menggunakan modul/petunjuk teknis penggunaan applikasi ANNISA. Waktu
pelatihan dilaksanakan± 60 Menit.

a) Fase Awal

Tahap ini pengabdi melakukan pengumpulan data dengan menyebarkan


kuseioner pengetahuan perawat tentang dokumentasi keperawatan di UPT
Puskesmas Rumbai Bukit;

b) Fase Implementasi

Tahapan proses yang dilakukan antara lain:

1) memeperkenalkan diri dan tujuan dari kegiatan terhadap petugas kesehatan


di UPT Puskesmas Rumbai Bukit.

2) melaksanakan kegiatan presetasi materi pelatihan tentang penggunaan


aplikasi ANNISA dengan menggunakan modul/petunjuk

3) perawat langsung mempraktikkan cara penggunaan aplikasi ANNISA yang


telah ada dengan berpedoman pada pedoman yang sudah ada dan
video tutorial yang telah dipaparkan pada tahap penyuluhan.

c) Fase Monitoring

1) Melakukan identifikasi terhadap kemampuan perawat dalam menggunakan aplikasi


yang telah dilatih pada tahap supervise terakhir.

2) Memantau kemajuan dari kegiatan yang telah dilakukan baik dari segi pengetahuan
serta kemampuan perawat dalam menggunakan ANNISA
C

Hasil pelaksanaan kegiatan dapat berupa peningkatan Kemampuan Mitra dalam Melaksanakan
Dokumentasi Keperawatan. Adapun bentuk hasil kegiatan yang telah dilakukan diuraikan sebagai
berikut.

1) Pengetahuan Perawat tentang Dokumentasi Keperawatan

2) Keterampilan Perawat tentang Pelaksanaan Dokumentasi Keperawatan

3) Kualitas Dokumentasi Keperawatan

Hasil kegiatan ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Saputra et al., (2020b) yang menyatakan
bahwa peningkatan kualitas dan kelengkapan dokumentasi keperawatan akan terjadi apabila
penggunaan program ANNISA dilakukan secara baik dan sudah sesuai dengan pedoman atau petunjuk
penggunaan ANNISA, dimana dalam program ANNISA tersebut sudah didukung dengan Nomenklatur
NNN Lingkage yang menjadi standar nomenklatur nasional dan internasional. Adapun bentuk
pendampingan yang dilakukan berupa: Pendampingan iptek yang dilakukan tim berupa pembentukan
tim pengolahan data, perekrutan anggota sebagai tim pendamping, observasi jarak jauh, dan pendidikan
jarak jauh.

1) Tim Pengolahan data: Adapun teknik analisa data yang digunakan adalah dengan melakukan
uji peningkatan kemampuan yang meliputi 3 aspek yaitu, Pengetahuan perawat, keterampilan
perawat, dan kualitas dokumentasi keperawatan.

2) Observasi jarak jauh: Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu dengan menggunakan
lembar observasi tingkat kemampuan perawat dalam penggunaan ANNISA sebagai instrument
pendokumentasian keperawatan. Lembar observasi disusun oleh penulis dengan
mempertimbangkan aspek respon psikomotorik perawat. Adapun dimensi yang dilihat oleh
penulis selama proses penerapan teknologi terhadap praktik dokumentasi keperawatan yaitu
pengetahuan, keterampilan dan kualitas dokumentasi keperawatan

3) Pembentukan tim organisasi: bertujuan untuk menjaga keberlanjutan penggunaan program


system informatic ANNISA dan melakukan supervise pelaksanaan kegiatan.

4) Pendidikan jarak jauh: bertujuan untuk memantau mitra dalam penggunaan teknologi
informasi ANNISA, Serta memberi informasi yang dibutuhkan pada perawat dalam penggunaan
applikasi.
O

Pelaksanaan Kegiatan Pengabdian Masyarakat yang dilakukan bersama Mitra di UPT Puskesmas
Rumbai Bukit telah dilaksanakan sesuai dengan perencanaan kegiatan. Hasil pelaksanaan Kegiatan ini
menunjukkan terdapat peningkatan pengetahuan dan keterampilan perawat dalam menggunakan
aplikasi ANNISA dalam praktik dokumentasi Keperawatan. Diharapkan kepada stakeholder dan seluruh
perawat agar dapat memanfaatkan aplikasi ANNISA sebagai instrument dasar dalam pelaksanaan
kegiatan pendokumentasian asuhan keperawatan dan juga menyusun kebijakan terkait penggunaan
aplikasi ANNISA dalam praktik dokumentasi keperawatan.

Artikel Jurnal 3

Penulis/Author : Yulianti Katemba1 Riana Tangking Mangesa2 Abdul Muis Mappalotteng3

Tahun : 2020

Judul : EVALUASI PENERAPAN STANDARDIZED NURSING LANGUAGE (SNL) BERBASIS SISTEM


TEKNOLOGI INFORMASI DI RUMAH SAKIT

Nama Jurnal : Respository universitas Negeri Makassar

Vol./No. :-

Hasil Analisis:

Masyarakat banyak mengeluh dengan pelayanan kesehatan yang diberikan olah perawat,
sehingga perawat perlu meningkatkan kinerjanya dalam pelayanan asuhan keperawatan. Salah satu
ukuran berkualitas atau tidaknya suatu pelayanan kesehatan yang diberikan kepada masyarakat adalah
tingkat kepuasan bagi masyarakat itu sendiri (Maria, 2019). Sistem informasi merupakan sistem yang
digunakan dalam mengumpulkan, menyimpan, memproses, memperoleh kembali, menunjukkan,dan
mengkomunikasikan informasi yang dibutuhkan dalam praktik, pendidikan, administrasi dan penelitian
(Malliarou & Zega, 2009). Manfaat tersebut tidak hanya mengurangi kesalahan dan meningkatkan
kecepatan serta keakuratan dalam perawatan, tetapi juga menurunkan biaya kesehatan dengan
koordinasi dan peningkatan kualitas pelayanan. Dokumentasi yang sesuai dengan standarisasi bahasa
keperawatan masih menjadi masalah dalam profesi keperawatan.

Dokumentasi keperawatan menyita hampir 50% dari waktu perawat per shiftnya (Gugerty et al, 2007).
Sebagian besar perawat dalam tatanan klinis, tidak melakukan dokumentasi lengkap. Alasan mengapa
perawat tidak melakukan dokumentasi keperawatan adalah sebagian besar perawat lebih suka
menghabiskan waktu mereka untuk melakukan tindakan pada pasien dan tidak
mendokumentasikannya.

Sistem Informasi Kesehatan (SIK) bertujuan untuk mengatasi berkas yang tidak menempati ruang data
kesehatan, mempercepat proses pengolahan data, serta memperbaiki mekanisme pelaporan,
kelengkapan dan integrasi data pada tingkat administrasi yang lebih tinggi.

Sistem informasi keperawatan adalah kombinasi ilmu komputer, ilmu informasi dan ilmu keperawatan
yang disusun untuk memudahkan manajemen dan proses pengambilan informasi dan pengetahuan yang
digunakan untuk mendukung pelaksanaan asuhan keperawatan (Callie, 2010). Sistem informasi ini
diharapkan dapat meningkatkan kualitas pelayanan dalam mencapai standar mutu pelayanan. System
informasi berbasis komputer ini akan mengidentifikasi berbagai macam kebutuhan pasien, mulai dari
dokumentasi asuhan keperawatan, dokumentasi pengobatan, sampai perhitungan keuangan yang harus
dibayar oleh pasien terhadap perawatan yang telah diterima (Callie, 2010).

Dokumentasi yang cukup banyak mulai dari pencatatan data pasien, asuhan keperawatan, administrasi
keuangan, catatan medis, catatan data penunjang akan terasa ringan jika dikomputerisasikan.
Penerapan model-model pendokumentasian yang terkomputerisasi tentu saja dapat dilakukan di
Indonesia tergantung dari pengetahuan perawat, kemampuan perawat setelah mengetahui, dan
kemauan perawat untuk sama-sama bekerja keras mensukseskan program.

Penelitian ini adalah penelitian evaluasi, termasuk jenis pendekatan kuantitatif dengan
menggunakan model CIPP (Context, Input, Process, Product). Dengan pendekatan kuantitatif untuk
mengevaluasi penerapan Standardized Nursing Language (SNL) berbasis sistem teknologi informasi di
Rumah Sakit. Metode penelitian kuantitatif untuk mendeskripsikan data berupa kata-kata yang tertulis
atau dalam bentuk lisan serta perilaku dari orang-orang yang diamati. Penelitian ini dilaksanakan
diRumah Sakit Elim Rantepao, Kabupaten Toraja Utara, Provinsi Sulawesi Selatan. Waktu yang
dibutuhkan dalam pengambilan data diperkirakan 3 bulan.

Teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti yaitu:

1) Wawancara dilakukan peneliti terhadap orang-orang yang terlibat langsung dan bertanggung jawab,
seperti Kepala Perawat dan Perawat yang benar-benar mengetahui, menguasai dan terlibat dalam
penerapan SNL di Rumah Sakit. Serta wawancara juga dilakukan terhadap pasien sebagai penerima
layanan

2) Observasi dilakukan dengan menggunakan lembar observasi berupa daftar cek untuk mengetahui
kondisi atau situasi yang telah diamati dilapangan

3) Kuesioner untuk memperoleh data dari responden pengguna layanan medis di Rumah Sakit.

Deskripsi Penerapan Standardized Nursing Language (SNL) Berbasis Sistem Teknologi


Informasi di Rumah Sakit Elim Rantepao

Penelitian ini dilakukan secara langsung oleh peneliti ke rumah sakit dengan melihat perilaku dari orang-
orang yang diamati serta menyebarkan instrumen berupa kuesioner kepada 33 responden untuk
mendeskripsikan data berupa kata-kata yang tertulis. Hasil rangkuman dari observasi yang dilakukan di
Rumah sakit dimana pada setiap ruang keperawatan sudah dilengkapi dengan komputer disertai printer
untuk masing-masing ruangan, sehingga perawat dapat melakukan tugasnya dengan mudah.

hasil evaluasi penerapan Standardized Nursing Language (SNL) berbasis sistem teknologi informasi di
Rumah Sakit Elim Rantepao yaitu jumlah responden 33 orang. Ada 24 orang atau 73% dari responden
memberikan jawaban yang tergolong dalam kriteria sangat efektif, ada 3 orang atau 9% dari responden
memberikan jawaban yang tergolong dalam kriteria efektif dan ada 6 orang atau 18% dari responden
memberikan jawaban yang tergolong dalam kriteria kurang efektif.

Efektifitas Penerapan Standardized Nursing Language (SNL) Berbasis Sistem Teknologi Informasi di
Rumah Sakit Elim Rantepao

Efektifitas penerapan SNL berbasis sistem teknologi informasi yang dilakukan peneliti dengan
menggunakan kuesioner akan diuraiakan berdasarkan butir soal yang ada. ban responden berdasarkan
setiap butir soal maka yang termasuk dalam kriteria sangat efektif yaitu butir soal nomor 2 dengan
persentase 100%, nomor 3 dengan persentase 100%, nomor 5 dengan persentase 100%, nomor 6
dengan persentase 100%, nomor 8 dengan persentase 88% dan nomor 11 dengan persentase 100%.
Kemudian yang termasuk dalam kriteria efektif yaitu nomor 1 dengan persentase 79%, nomor 4 dengan
persentase 79%, nomor 7 dengan persentase 73%, nomor 9 dengan persentase 82% dan nomor 10
dengan persentase 79%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa 55 % dari jawaban butir soal tergolong
dalam kriteria sangat efektif dan 45% dari jawaban butir soal tergolong dalam kriteria efektif.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan melalui wawancara dengan beberapa pasien maka dapat
disimpulkan bahwa pelayanan yang diterima pasien selama dirawat di rumah sakit tidak memiliki
hambatan dan pelayanan yang diberikan cepat. Fasilitas dan peralatan yang digunakan di rumah sakit
sudah cukup memadai.
O

Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan oleh peneliti, maka kesimpulan dalam penelitian
ini adalah: Pertama, hasil evaluasi penerapan Standardized Nursing Language (SNL) berbasis sistem
teknologi informasi di Rumah Sakit Elim Rantepao hampir semua sudah diterapkan. Masih ada beberapa
pendokumentasian yang diisi secara manual akan tetapi menurut kepala keperawatan bahwa sistem
yang belum ada akan segera diterapkan. Adanya penerapan SNL dapat ditunjukkan pada hasil penelitian
dimana diperoleh 73% responden menjawab sangat efektif. Kedua, hasil evaluasi penerapan
Standardized Nursing Language (SNL) di Rumah Sakit Elim Rantepao sudah tergolong efektif digunakan
perawat, dalam mempermudah pekerjaan para perawat dan memberikan kepuasan pelayanan.

Penelitian ini memberikan beberapa rekomendasi antara lain: Pertama, bagi pihak Rumah Sakit, untuk
tetap mempertahankan dan bahkan lebih meningkatkan pelayanan pasien berbasis sistem teknologi
informasi agar mempermudah pekerjaan perawat secara khusus dalam pendokumentasien data pasien
dan dapat meningkatkan mutu pelayanan pasien dengan hasil yang efektif; Kedua, bagi perawat, untuk
tetap memberikan pelayanan yang baik kepada para pasien dan keluarga pasien. Selalu tepat dan cepat
dalam melakukan tindakan yang dibutuhkan oleh pasien.

Artikel Jurnal 4

Penulis/Author : Candra Saputra1 , Yulastri Arif2 , Fitra Yeni3 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Payung
Negeri Pekanbaru1 Universitas Andalas2,3

Tahun : Desember 2020

Judul : ANDRA’S NURSING INFORMATIC SYSTEM APPLICATION (ANNISA) DALAM UPAYA


MENINGKATKAN PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG DOKUMENTASI KEPERAWATAN

Nama Jurnal : Jurnal Keperawatan Silampari

Vol./No. : 4/1
Hasil Analisis:

Perawat memiliki peran penting dalam melakukan dokumentasi keperawatan. Di Korea Selatan
menunjukkan yang melakukan dokumentasi keperawatan terdiri dari perawat pelaksana sebesar 40,4%,
ketua tim perawat 38,0%, kepala keperawatan 16,6% dan perawat administrasi dan perawat ruang
infeksi masing-masing 2,5 % (Lee et al., 2019). Sedangkan di Indonesia dokumentasi keperawatan
dilakukan oleh perawat dimana 57,2% kegiatan perawat adalah melakukan dokumentasi keperawatan di
pelayanan primer dan 46,8% kegiatan di rumah sakit perawat melaksanakan dokumentasi keperawatan
(Saputra, 2018; Saputra et al., 2019). Pelaksanaan dokumentasi keperawatan yang dilakukan oleh
perawat disebabkan oleh berbagai faktor. Di Malaysia menunjukkan bahwa penggunaan teknologi
informasi sangat membantu dalam meningkatkan pengetahuan perawat tentang dokumentasi
keperawatan dan di Amerika menunjukkan bawah dokumentasi disebabkan oleh faktor pengetahuan
perawat sebesar 62% (Karp, et al, 2019; Rojjanasrirat, 2018).

Model sistem informasi keperawatan pada saat sekarang sudah banyak berkembang. Sistem informasi
keperawatan di tatanan pelayanan puskesmas yang dikembangkan adalah ANNISA. ANNISA merupakan
singkatan dari Andra’s Nursing Informatic System Application yaitu suatu model sistem informasi
keperawatan yang digunakan sebagai bentuk instrumen dokumentasi keperawatan ditatanan praktik
keperawatan komunitas yang berorientasi pada nomenklatur NNN Linkage. Pengembangan ini
digunakan pada semua tahapan dokumentasi asuhan keperawatan. Aspek dokumentasi asuhan
keperawatan meliputi: pengkajian, diganosa, intervensi, implementasi berdasarkan lima strategi
intervensi keperawatan komunitas dan evaluasi (Giacomo & Santin, 2019; Peltonen et al., 2019).

Adapun fokus lain dalam proses penelitian ini adalah agar perawat dapat menggunakan aplikasi ANNISA
sebagai salah satu model aplikasi dokumentasi berbasis elektronik dalam meningkatkan praktik
dokumentasi keperawatan sehingga dokumentasi keperawatan dapat berkualitas dapat tercapai sesuai
standar praktik dokumentasi keperawatan.

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian kuantatif dengan menggunakan desain
penelitian adalah Eksperimental Semu (Quasy eskperiment). Pendekatan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah dengan menggunakan rancangan penelitian Time Series Non Equevalent Control
Group Design. Penelitian ini dilaksanakan di seluruh puskesmas se-kota Pekanbaru pada tanggal 24
November 2018 sampai dengan 12 Maret 2019. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini
adalah proportional random sampling. Sampel dalam penelitian ini adalah perawat yang bekerja di
puskesmas seKota Pekanbaru dengan jumlah sampel yaitu sebanyak 48 perawat pada kelompok
intervensi dan 48 perawat pada kelompok kontrol.
Alat pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan kuesioner pertanyaan tertutup pada masing-
masing variabel. Alat ukur atau instrument yang digunakan adalah kuesioner pengetahuan perawat
tentng dokumentasi keperawatan. Langkah-langkah penelitian terdiri dari tahap persiapan, tahap
pelaksanaan yang terdiri dari tahap identifikasi kebutuhan, pengembangan model ANNISA dan tahap uji
coba dan tahap akhir yaitu tahap pengujian model ANNISA terhadap pengetahuan perawat tentang
dokumentasi keperawatan di tempat penelitian. Teknik analisa data yang digunakan adalah analisa data
univariat untuk mendeskripsikan distribusi variabel, analisa bivariat dengan menggunakan uji statistik
pair t test dan independent t test serta analisis multivariat dengan menggunakan uji statistik GLM-RM
(Generalized Linier ModelsRepeated Measure).

Perbedaan Pengetahuan Perawat tentang Dokumentasi Keperawatan Sebelum dan Sesudah


Penggunaan Aplikasi ANNISA

Pengembangan ANNISA ini menghasilkan prototipe terdiri dari model sistem, diagram alur, diagram
konteks, dan hierarki input, proses, dan output. Sistem ini memiliki dua dekomposisi, dokumentasi
asuhan keperawatan dan fungsi manajemen keperawatan. Sistem ini menghubungkan NANDA-I, NIC,
dan NOC untuk membantu perawat dalam melakukan proses keperawatan. Perawat menemukan
hubungan ini bermanfaat untuk memiliki dokumentasi keperawatan yang lengkap, berkelanjutan, dan
berkualitas. Terminologi keperawatan standar (SNT) memainkan peran penting dalam menggambarkan
dan mendefinisikan asuhan keperawatan.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Karp et al., 2019) dimana penggunaan
aplikasi elektronik health record (HER) dapat meningkatkan pengetahuan perawat tentang dokumentasi
keperawatan ( p Value = 0,001). Hal ini memberikan gambaran bahwa penggunaan model aplikasi pada
bentuk EHR dalam praktik dokumentasi keperawatan akan meningkatkan pengetahuan tentang
dokumentasi keperawatan baik di rumah sakit maupun di tingkat pelayanan primer. Peningkatan
pengetahuan tentang dokumentasi keperawatan setelah dilakukan ANNISA juga dapat disebabkan
karena adanya modul dan pedoman yang telah disusun sebagai referensi bagi perawat dalam melakukan
dokumentasi keperawatan.

Peneliti berasumsi bahwa kefektifan penggunaan Aplikasi ANNISA harus didukung dengan karakteristik
perawat yang memadai pula. Aspek peningkatan pengalaman perawat, pengetahuan perawat tentang
dokumentasi dan nomenklatur NNN Linkage, pengaturan beban kerja perawat lebih efisien akan
berdampak langsung terhadap penggunaan aplikasi ANNISA.

Penerapan NANDA-I, NIC, dan NOC dalam pendokumentasian proses keperawatan merupakan salah
satu bentuk penggunaan standar bahasa keperawatan (standard nursing language) dalam proses
keperawatan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada perbedaan tingkat pengetaahuan perawat
tentang dokumentasi sebelum dan sesudah penerapan standar bahasa keperawatan yang berbentuk
NANDA-I, NIC, dan NOC.
Perbedaan Pengetahuan Perawat tentang Dokumentasi Keperawatan Sebelum dan Sesudah
Penggunaan Aplikasi ANNISA pada Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol.

Faktor yang berkontribusi terhadap peningkatan pengetahuan perawat tentang dokumentasi


keperawatan terdiri dari karakteristik perawat, dukungan teknis, kebijakan, dan dukungan
kepemimpinan untuk menciptakan dan mempertahankan perubahan dari dokumentasi keperawatan
berbasis teknologi menjadi informasi.

Peneliti berasumsi bahwa perbedaan antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol terhadap
pengetahuan perawat tentang dokumentasi keperawatan disebabkan karena penggunaan sistem
aplikasi ANNISA sudah sangat membantu dalam proses dokumentasi keperawatan. Sedangkan
kelompok kontrol masih hanya menggunakan paper based sehingga puskesmas perlu
mempertimbangkan kesediaan sarana penunjang bagi kelompok kontrol juga untuk menyediakan
fasilitas penggunaan aplikasi ANNISA dalam pelaksanaan dokumentasi keperawatan.

Analisis Multivariat terhadap Pengetahuan Perawat pada Kelompok Kontrol dan Kelompok Intervensi
di Puskesmas Kota Pekanbaru

Hasil penelitian juga menggambarkan perawat merasa sangat terbantu dengan implementasi
dokumentasi EHR dan karenanya waktu yang dihabiskan untuk proses pencatatan mengurangi waktu
yang tersedia untuk prosedur perawatan pasien langsung. Temuan ini mengarah pada kesimpulan
bahwa tidak ada perubahan yang bermanfaat dalam prosedur perawatan pasien, alur kerja, dan waktu
yang dihabiskan untuk dokumentasi, dan akibatnya tidak ada perubahan dalam kualitas dokumentasi
sehingga menimbulkan kekhawatiran bagi perawat yang menggunakan dokumentasi berbasis kertas.
Proses inilah yang menghasilkan keinginan dari perawat untuk melakukan dokumentasi keperawatan
dengan metode aplikasi ANNISA.

Penelitian yang dilakukan oleh (Karp et al., 2019) menunjukkan ada peningkatan dari pengukuran
pengetahuan perawat tentang dokumentasi keperawatan dari pengukuran-1 ke pengukuran-2 dengan
nilai signifikan peningkatan p Value = 0,001. Peneliti berasumsi bahwa proses peningkatan dari waktu
pengukuran ke-1 dan ke-2 menjadi indikator bahwa, proses peningkatan pengetahuan perawat tentang
dokumentasi keperawatan dapat terlaksana apabila penggunaan aplikasi ANNISA dapat dilakukan secara
terus menerus.

Terdapat perbedaan pengetahuan perawat tentang dokumentasi keperawatan sebelum,


postest-1 dan postest-2 setelah dilakukan penggunaan aplikasi ANNISA di Puskesmas Kota Pekanbaru.
Selanjutnya terdapat perbedaan pengetahuan perawat tentang dokumentasi keperawatan sebelum,
postest-1 dan postest-2 setelah dilakukan penggunaan aplikasi ANNISA pada kelompok intervensi dan
kelompok kontrol di Puskesmas Kota Pekanbaru.
Artikel Jurnal 5

Penulis/Author : Meylona Verawaty Zendrato1,*, Rr. Tutik Sri Hariyati2

Tahun : Agustus 2017

Judul : OPTIMALISASI PENGELOLAAN ASUHAN KEPERAWATAN DI INSTALASI RAWAT JALAN


RUMAH SAKIT X

Nama Jurnal : Jurnal Persatuan Perawat Nasional Indonesia

Vol./No. :-

Hasil Analisis:

Rumah sakit merupakan salah satu bentuk organisasi pelayanan kesehatan yang memberikan
pelayanan kesehatan yang komprehensif mencakup aspek promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif
bagi seluruh lapisan masyarakat. Dalam rangka menjaga dan meningkatkan mutu pelayanan, salah satu
aspek yang perlu mendapat perhatian ialah kualitas pelayanan keperawatan. Keperawatan sebagai salah
satu bentuk pelayanan profesional merupakan bagian integral yang tidak dapat dipisahkan dari upaya
pelayanan kesehatan secara keseluruhan.

Pada pelayanan keperawatan, manajemen asuhan sangat diperlukan. Manajemen asuhan yang
dilakukan seorang manajer keperawatan mempunyai pengaruh paling kuat dalam keberlangsungan
keperawatan di pelayanan kesehatan (Marquis & Huston, 2012). Proses manajemen dimulai dari
perencanaan, pengorganisasian, ketenagaan, pengarahan, dan pengendalian terhadap faktor sumber
daya manusia, keuangan, material, metode, dan fasilitas (Marquis & Huston, 2015). Manajer
keperawatan akan memengaruhi kinerja staf keperawatan, menciptakan lingkungan kerja kondusif, dan
akan berdampak terhadap keselamatan pasien, keberlangsungan organisasi, dan kualitas asuhan
keperawatan (Manion, 2014; Miltner et al., 2015).

Perawat dalam melaksanakan pelayananannya menggunakan pendekatan asuhan keperawatan yang


bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan pasien dan keluarga dan memberikan perawatan yang
profesional. Dalam memberikan asuhan keperawatan, perawat menggunakan proses keperawatan
dengan lima tahapan karena dengan menggunakan proses keperawatan, asuhan menjadi komprehensif
(Hariyati, 2014).

Rumah Sakit X merupakan salah satu rumah sakit pemerintah yang berdiri sejak 2014. RS X berupaya
meningkatkan kualitas pelayanan dengan mengikuti standar ISO dan akreditasi versi 2012 yang
direncanakan Desember 2017. Saat ini RS X berupaya meningkatkan kualiats pelayanan sesuai dengan
visi misi RS dengan mengoptimalkan fasilitas yang ada baik rawat inap dan rawat jalan.

Pelayanan rawat jalan RS X merupakan pelayanan di rumah sakit yang diberikan kepada pasien dengan
kasus diagnosis yang masih bisa ditangani tanpa memerlukan perawatan dan pasien paska perawatan
sebagai kontrol kemajuan dari penyembuhan atas penyakit yang diderita oleh pasien tersebut.
Pemberian asuhan keperawatan di instalasi rawat jalan kurang optimal. Hal ini didukung oleh penjelasan
Kepala Seksi Asuhan Keperawatan RS X yang menyatakan bahwa jarang sekali perawat memberikan
asuhan keperawatan dengan pendekatan profesional menggunakan lima proses keperawatan yang
terintegrasi di instalasi rawat jalan.

Perawat tidak menjalankan peran pemberi asuhan, konselor, pendidik, kolaborator di instalasi rawat
jalan dan dilihat dari hasil pendokumentasian asuhan keperawatan juga sangat minim dalam
pelaksanaan hingga evaluasi. Kondisi ini juga dipengaruhi oleh fasilitas ruangan poliklinik yang terbatas,
budaya pendampingan dokter, sistem rekam medis yang belum optimal, pelaksanaan tugas yang belum
sesuai dengan uraian terlampir, prosedur operasional pemberian asuhan yang tidak tersedia, dan
pendokumentasian keperawatan yang belum dilakukan dengan baik.

Terdapat berbagai hal yang perlu dikelola dalam menciptakan pemberian asuhan keperawatan yang
optimal. Pengelolaan yang dilakukan seharusnya dimulai sejak pasien datang ke rawat jalan hingga
akhirnya pasien pulang ke rumah, ke rawat inap, maupun dirujuk ke fasilitas kesehatan/penunjang
lainnya.

Hal ini juga terjadi di instalasi rawat jalan RS X. Hasil observasi dan wawancara dengan kepala ruang dan
instalasi rawat juga menegaskan bahwa kualitas pelayanan belum memberi kepuasan kepada pasien,
terlebih pemberian asuhan keperawatan oleh perawat. Maka, sangat penting untuk melakukan
optimalisasi pengelolaan asuhan keperawatan di instalasi rawat jalan sehingga akan tercipta mutu
pelayanan yang berkualitas, prima, dan profesional.

Metode yang dilakukan ialah implementasi agen pembaharuan dengan menggunakan


pendekatan studi pilot di instalasi rawat jalan. Peneliti bertindak sebagai agen pembaharu terkait
optimalisasi pengelolaan asuhan keperawatan rawat jalan. Proyek ini diawali dengan melakukan analisis
situasi pendekatan SWOT (strength, weakness, opportunity, threat), identifikasi masalah, penentuan
prioritas masalah, analisis masalah dengan metode fish bone, dan penyelesaian masalah melalui
pendekatan PDCA (plan, do, check, action).

Pengkajian awal dilakukan melalui metode observasi, survei, dan wawancara terstruktur. Metode
pengumpulan data pada survei menggunakan dua jenis kuesioner tentang asuhan keperawatan.
Kuesioner terdiri atas 12 pertanyaan (peran kepala ruangan) dan 28 pertanyaan (persepsi perawat
tentang asuhan keperawatan di instalasi rawat jalan). Kuesioner dibagikan kepada seluruh perawat
pelaksana di instalasi rawat jalan (28 orang). Kuesioner dimodifikasi berdasarkan peran kepala ruang dan
perawat sebagai pemberi asuhan dan terkait uraian aktivias perawat rawat jalan sehari-hari.
Pengumpulan data dilakukan melalui metode observasi menggunakan lembar observasi kegiatan
perawat di instalasi rawat jalan. Pengumpulan data awal melalui wawancara yang dilakukan kepada
Kepala Bidang, Kepala Seksi Asuhan Keperawatan, Kepala Ruang rawat jalan menggunakan instrumen
panduan wawancara yang dibuat berdasarkan pendekatan fungsi manajemen Planning-Organizing-
Staffing-ActuatingControlling (POSAC).

PDCA merupakan metode ilmiah yang memungkinkan untuk melakukan semua aktivitas berkualitas
melalui perencanakan potensi penyebab dan resolusi setelah menentukan masalah (plan);
melaksanakan rencana aksi (do); memeriksa hasilnya (check); dan mengoreksi tindakantindakan yang
telah dilakukan, kemudian mengarahkannya kepada perencanaan selanjutnya (acting). Pengevaluasian
tindakan dilakukan dengan wawancara terstruktur kepada perawat terkait proses dan pelaksanaan
pemecahan masalah yang telah dilakukan, dan observasi dokumen rekam medis pasien. Kuesioner yang
juga dibagikan kepada perawat dianalisis dengan program statistik sehingga menghasilkan tabel
distribusi deskripsi. Hasil dari evaluasi dibentuklah rencana tindak lanjut yang telah disepakati oleh
Kepala Bidang, Kepala Seksi Asuhan Keperawatan, dan Kepala Ruang Rawat Jalan.

Setiap pasien berobat ke rawat jalan akan menjalani beberapa tahap. Prosesnya dimulai dengan
pengambilan nomor antrian, menunggu di ruang tunggu, pemeriksaan oleh perawat, pemeriksaan oleh
dokter, penyerahan berkas pasien setelah keluar dari ruang dokter (resep/ surat kontrol/ pemeriksaan
penunjang/rujukan), dan hingga tahap terakhir pasien pulang dengan membawa obat dari rawat jalan
atau ke rawat inap. Pengkajian yang dilakukan kepada pasien baru/lama maupun pasien rujukan juga
belum optimal. Data diperoleh 32,1% perawat menyatakan bahwa pelaksanaan pengkajian pasien di
instalasi rawat jalan jarang diisi dengan lengkap. Perawat hanya melakukan pengukuran tensi darah dan
jarang mengkaji keluhan dan berinteraksi melalui komunikasi terapeutik dengen pasien. Dalam hal
dokumentasi, 53,6% pengkajian keperawatan juga tidak dilakukan karena formulir pengkajian tidak
sistematis, tidak ada tersedia petunjuk teknik, dan tidak pernah dilakukan sosialisasi pentingnya
pengkajian pasien pada pelayanan keperawatan. Berdasarkan Tabel 1 didapati hasil bahwa perawat
jarang melakukan pengkajian keperawatan (46,4%). Perumusan diagnosis jarang dilakukan (28,6%) dan
tidak pernah (17,9%) melakukan penegakan diagnosis maupun masalah keperawatan dan SOAP jarang
diisi karena kurang memahami penulisan yang tepat dengan proses keperawatan. Didapati data 42,9%
perawat jarang melakukan intervensi keperawatan di instalasi rawat jalan.

Perencanaan (Plan)

Perencanaan (plan) diawali dengan menetapkan perancangan visi misi instalasi rawat jalan, uraian tugas
perawat, standar operasional prosedur yang mendukung asuhan keperawatan seperti penerimaan
pasien rawat jalan, pengkajian pasien, pengisian format pengkajian, pendokumentasian SOAP, dan
standar asuhan keperawatan di instalasi rawat jalan serta sosialisasi draf bila sudah disetujui oleh rumah
sakit. Perencanaan koordinasi dengan kepala bidang IT dan rekam medis juga dilakukan dan pada tahap
ini dilakukan koordinasi dan diskusi dengan Kabid Keperawatan, Kasie Askep, Ka Ins, dan Karu rawat
jalan. Persiapan alat, ruangan, ATK serta kajian literatur juga dilakukan dan dikoordinasikan sebelum
diintervensi.

Pelaksanaan (Do)

Pelaksanaan (do) diawali brainstorming telah dilakukan untuk visi misi dan uraian tugas perawat rawat
jalan. Penyusunan petunjuk pengkajian formulir keperawatan, SOP pengkajian, dan pendokumentasian
keperawatan sudah disosialisasikan. Hal ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan perawat terkait alur
dan format yang lebih sistematis dan mencakup komponen proses keperawatan.

Pengevaluasian (Control)

Evaluasi terkait pelaksanaan pengelolaan asuhan dilakukan dengan observasi dokumen, pemberian
pemicu contoh kasus, dan praktik pengisian formulir dan kuesioner persepsi perawat setelah sosialiasi.
Pada hasil sosialisasi yang dilakukan didapati beberapa kondisi serta data. Evaluasi hasil observasi di
lapangan sudah dilakukan dan dinilai ada perbaikan. Namun, implementasi seperti pemberian edukasi
masih minim (3 dari 22 orang perawat yang dinas pada shift yang sama setiap pagi). Pada hasil
wawancara dengan perawat, pemberian informasi penting untuk kembali diingatkan dan harapannya
ada informasi yang terus diberikan secara konsisten setiap pagi.

Pengelolaan asuhan keperawatan mencakup berbagai faktor. Faktor dari organisasi rumah sakit
berupa dukungan manajemen rumah sakit dalam penyediaan fasilitas sarana prasaran yang mendukung
pelayanan keperawatan, sistem/alur kerja bagian lainnya, serta sistem informasi rumah sakit. Faktor
yang berperan besar ialah tenaga keperawatan sebagai pemberi asuhan keperawatan kepada pasien.
Faktor tingkat pendidikan, keterampilan perawat, kepuasan kerja serta keseimbangan rasio perawat
dengan pasien harus dipertimbangkan. Berbagai hal ini memengaruhi kualitas asuhan keperawatan yang
berdampak pada mutu pelayanan dan keselamatan pasien. Oleh karena itu diperlukan peran manajer
dalam mengoptimalkan peran dan fungsi manajemen dalam pengelolaan asuhan keperawatan.
Rekomendasi manajer seharusnya merencanakan peningkatan kualitas asuhan keperawatan melalui
pengarahan pelayanan berdasarkan visi misi rumah sakit, peningkatan pendidikan staf, serta
peningkatan motivasi tenaga keperawatan, dan koordinasi dengan sektor lain dalam pengadaan fasilitas
dan sistem layanan guna efektivitas pelayanan keperawatan.
Artikel Jurnal 6

Penulis/Author : Ray J. Meyers, Karl Merkley, Timothy J. Tautges,

Tahun : 2011

Judul : Implementasi SNL dari Antarmuka Mesh TSTT  

Nama Jurnal : Konferensi InternasionaL

Vol./No. :-

Hasil Analisis :

Secara luas diyakini bahwa generasi mesh dan teknologi pra-pemrosesan lainnya membentuk
hambatan dalam proses simulasi, membatasi kecepatan simulasi dapat dilakukan untuk berbagai model
domain. Pada saat yang sama, banyak teknik canggih dalam analisis komputasi memerlukan alat
teknologi yang memungkinkan yang tidak tersedia dalam bentuk yang dapat dengan mudah
diintegrasikan ke dalam analisis yang bersangkutan. Saat ini, hambatan untuk memperkenalkan alat
baru dalam proses pra-pemrosesan atau analisis yang ada begitu besar sehingga mengembangkan alat
kustom lebih mudah daripada menggunakan yang sudah ada. Hambatan ini harus dikurangi sehingga
analisis ini dapat memanfaatkan alat teknologi yang memungkinkan paling canggih.  

Bentuk paling umum dari data yang dikomunikasikan selama berbagai titik dalam proses analisis adalah
representasi mesh. Mesh mewakili domain yang sedang dianalisis, dan menyediakan struktur untuk
mengatur dan menyimpan data analisis. Interaksi antara hampir semua dari berbagai komponen
teknologi yang memungkinkan akan memerlukan antarmuka umum untuk membuat dan mengakses
data mesh. Oleh karena itu, antarmuka mesh umum merupakan komponen penting dalam upaya TSTT.  

Akses ke data dalam database mesh disediakan menggunakan konsep pegangan sedapat
mungkin. Handle menyediakan cara implementasi independen bagi pengguna data mesh untuk merujuk
ke entitas mesh. Implementasi aktual dan 
interpretasi pegangan diserahkan kepada implementasi antarmuka mesh, memungkinkan fleksibilitas
dalam implementasi sambil mempertahankan pertukaran antar implementasi.  
Antarmuka Mesh TSTT adalah upaya yang relatif baru. Saat ini kelompok kerja berkonsentrasi pada
penyediaan spesifikasi antarmuka untuk bagian query dari antarmuka mesh. Pada saat penulisan ini,
spesifikasi ini masih sangat berubah karena anggota TSTT berusaha untuk menyediakan antarmuka yang
lengkap dan dapat digunakan. Antarmuka itu sendiri saat ini ditentukan sebagai kelas virtual murni C++.
Binding untuk bahasa lain (misalnya C dan Fortran) akan disediakan, mungkin melalui penggunaan
bahasa spesifikasi antarmuka untuk menyediakan dukungan interoperabilitas.

MDB (Mesh DataBase) adalah upaya untuk membuat database generasi berikutnya untuk upaya
elemen hingga Sandia yang lebih memenuhi persyaratan unik Sandia yang dibahas di atas. MDB
dijadwalkan menjadi komponen dari beberapa alat; di antara yang pertama adalah CUBIT[1], kode
generasi mesh, dan Verde [9], yang menganalisis kualitas elemen dan topologi mesh FE. MDB akan
memanfaatkan antarmuka mesh TSTT untuk membantu mengemas fungsionalitas MDB dengan cara
yang akan memaksimalkan penggunaan kembali dan meminimalkan pemeliharaan. MDB juga akan
digunakan bersama dengan modul lain seperti Modul Geometri Umum [10], untuk mendemonstrasikan
dan mengeksplorasi lebih lanjut interoperabilitas komponen, hierarki data, dll.  

Hasil kinerja konsisten dengan harapan. Perbedaan sekitar tiga persen antara versi mentah dan yang
disempurnakan sebagian besar merupakan ukuran tingkat ketidakcocokan antara database Verde asli
dan antarmuka TSTT. Inefisiensi ini tidak mengherankan mengingat database Verde dirancang tanpa
pengetahuan tentang antarmuka TSTT. Hilangnya empat hingga tujuh persen efisiensi antara versi asli
dan versi yang disempurnakan tampaknya.

Kami percaya bahwa, meskipun ada biaya yang terkait dengannya, antarmuka mesh formal seperti
antarmuka TSTT sangat penting untuk pengembangan lanjutan perangkat lunak terkait meshing di
Sandia National Laboratories. Kemampuan untuk memperbarui dan menyempurnakan implementasi
data mesh secara independen dari kode panggilan itu sendiri merupakan manfaat yang cukup untuk
membenarkan penggunaan antarmuka. Penggunaan kembali kode dalam banyak kode juga merupakan
manfaat besar. Saat ini kami berencana untuk menggunakan MDB setidaknya dalam tiga kode di Sandia
dalam waktu dekat.  

  

Artikel Jurnal 7

Penulis/Author : Reza Safdari, Zahra Azadmanjir

Tahun : 2014

Judul : Solusi dan strategi pengembangan informatika keperawatan  

Nama Jurnal : Jurnal Internasional Ilmu Keperawatan dan Kesehatan 


Vol./No. : 1/1

Hasil Analisis :

Informatika kesehatan berdasarkan model informatika kesehatan payung tradisional dan model
Shortlliffe mencakup berbagai subbidang terapan termasuk informatika medis, informatika kesehatan
konsumen, Bioinformatika, informatika keperawatan, informatika gigi dan informatika kesehatan
masyarakat . Informatika keperawatan (NI), bagian dari informatika kesehatan, telah mengalami
pertumbuhan yang cepat seperti informatika medis sejak pertama kali diusulkan pada tahun 1980.

Telah terbukti bahwa informatika keperawatan memiliki potensi yang sangat besar untuk meningkatkan
keselamatan dan efisiensi asuhan keperawatan, efektivitas pendidikan keperawatan dan memfasilitasi
pengambilan keputusan dalam manajemen keperawatan. Untuk mencapai potensi manfaat informatika
keperawatan, kita harus mengetahui tindakan apa yang diperlukan untuk mengembangkan informatika
keperawatan dan apa yang harus dilakukan terlebih dahulu. Dalam hal ini, tujuan dari penelitian ini
adalah untuk menguji status struktur administrasi, kebijakan pemerintah, dan infrastruktur pendidikan
dan informasi untuk mengembangkan informatika keperawatan dan aplikasinya khususnya sistem
informasi keperawatan, di beberapa negara, yang memiliki upaya dan pengalaman yang berhasil.
Hasilnya dapat digunakan di negara lain seperti Iran di mana masih belum ada upaya yang menonjol
atau dilaporkan dalam hal ini. 

Desain  
Penelitian Penelitian ini merupakan tinjauan sederhana yang dilakukan selama bulan Maret 2011
sampai Maret 2012. Dalam penelitian ini, kami mempelajari beberapa negara antara lain Kanada,
Inggris, Australia dan Taiwan. Topik yang dipelajari meliputi hal-hal sebagai berikut: 
1. Isu penting dan rencana aksi dalam rencana strategis nasional atau kerangka kerja
pengembangan informatika keperawatan  
2. Pendidikan informatika untuk perawat  
3. Infrastruktur, seperti kumpulan data minimum dan bahasa keperawatan standar  
4. Sistem Informasi Keperawatan  
Tentang tiga item pertama informasi yang diperlukan dikumpulkan dengan merujuk ke situs web
organisasi masing-masing, dokumen yang diterbitkan nasional yang relevan di negara-negara tertentu
dan mencari sumber daya elektronik seperti Google Scholar, PubMed, EBSCO, dan Elsevier. Dokumen
bahasa Inggris telah dipilih dan dipelajari. Selain itu, kami telah berkomunikasi dengan individu dan
organisasi yang kompeten di negara-negara tersebut jika diperlukan.  
Untuk item keempat, daftar periksa yang berisi fitur struktur dan konten sistem informatika
keperawatan (termasuk 16 fitur umum dan 8 kemampuan untuk mendukung keputusan)
dikembangkan dengan meninjau literatur yang ada.
Kriteria Seleksi  

Kami mempelajari beberapa negara antara lain Kanada, Inggris, Australia dan Taiwan.  
Mereka memilih dari setiap benua kecuali Afrika; karena terbatasnya akses ke  
sumber informasi yang dapat dipercaya tentang negara-negara Afrika dan kami belum menerima kerja
sama yang layak dari pihak berwenang untuk menyediakan informasi yang dibutuhkan. Negara-negara
ini dipilih berdasarkan alasan berikut:  
Di Amerika, Kanada dan Amerika Serikat aktif di bidang ini. Meskipun USA telah lebih berhasil
khususnya untuk mengembangkan bidang pendidikan khusus informatika keperawatan di tingkat
akademik, tidak ada bukti tentang rencana strategis nasional untuk informatika keperawatan di
Amerika Serikat. Namun, Kanada memiliki rencana nasional untuk informatika keperawatan. Oleh
karena itu, Kanada dipilih.  
Di Eropa, Finlandia, Belanda dan Inggris memiliki upaya yang berhasil. Tapi, tidak ada negara yang
memiliki rencana strategis. Namun, artikel, dokumen, dan sumber informasi terkait tentang Finlandia
dan Belanda menggunakan bahasa nasional, bukan bahasa Inggris. Selain itu, karena kurangnya
kerjasama dari otoritas terkait untuk menyediakan informasi yang dibutuhkan untuk penelitian ini,
negara-negara tersebut tidak dipilih. Oleh karena itu, Inggris telah dipilih.  
Di Oceania, Australia dipilih karena telah menyiapkan rencana strategis nasional untuk informatika
keperawatan dan tersedianya informasi lain yang diperlukan.  
Di Asia, negara-negara seperti Jepang, Korea Selatan dan Taiwan telah membuat beberapa
kemajuan dalam pengembangan informatika untuk domain keperawatan, tetapi sedikit sumber
informasi yang tersedia dalam bahasa Inggris di Jepang dan Korea. Sedangkan di Taiwan informasi
yang dibutuhkan di akses dalam bahasa Inggris. Oleh karena itu, Taiwan dipilih.  

C
Rencana Strategis Pengembangan  

Studi menunjukkan bahwa The Canadian Nurses Association (CAN) adalah salah satu pelopor di
Kanada untuk pengembangan kegiatan informatika keperawatan. Meskipun Asosiasi Informatika
Keperawatan Kanada (CNIA) secara resmi didirikan untuk menyelesaikan proyek dan rencana serta
mengkoordinasikan kegiatan dan upaya dalam hal ini, Asosiasi Perawat Kanada telah memainkan
peran utama dalam perencanaan proyek nasional tentang informatika keperawatan untuk
memberikan rencana strategis dalam hal ini.  
Pendidikan Informatika Keperawatan  
Pendidikan di semua negara, bahkan di Taiwan, adalah masalah mendasar. Menurut beberapa
pembuat kebijakan di Taiwan, pengembangan pendidikan informatika keperawatan merupakan
langkah awal. Oleh karena itu, mereka memulai beberapa rencana dalam hal ini melalui proyek
nasional kompetensi informatika keperawatan. Demikian pula, negara-negara lain yang diteliti
menetapkan kompetensi informatika keperawatan sebagai bagian dari rencana strategis mereka. Tabel
1 merangkum hasil rinci mereka.  

Strategi untuk mengembangkan pendidikan informatika keperawatan di Kanada meliputi bidang-


bidang berikut:

(1) integrasi pengetahuan dan keterampilan informatika keperawatan ke dalam kurikulum diploma
atau sarjana keperawatan.

(2) Program pascasarjana sebagai spesialisasi informatika keperawatan.

(3) Program pendidikan lanjutan formal bagi perawat  


berupa program sertifikat NI.

(4) Program pendidikan lanjutan informal informatika keperawatan atau program non sertifikat NI.
Kerangka Australia, secara tepat menyebutkan bahwa program pelatihan dan pembelajaran
informatika harus dimasukkan dalam kurikulum utama tingkat sarjana dan pascasarjana.

 Infrastruktur Informasi  
Data dan terminologi standar dan dianggap sebagai bagian dari infrastruktur informasi yang akan
menjamin interoperabilitas. Sebuah bahasa keperawatan standar memungkinkan manajemen
informasi keperawatan dan pertukaran informasi tentang memberikan asuhan keperawatan, analisis
dan 
perbandingan hasil asuhan keperawatan di seluruh pengaturan klinis dari waktu ke waktu dan
penelitian untuk asuhan keperawatan berbasis bukti. Pentingnya standar data dan bahasa
keperawatan di Kanada meningkat dengan pengembangan Discharge Abstract Database (DAD) dan
upaya yang terkait dengan catatan kesehatan elektronik (EHR). Sejalan dengan keprihatinan ini,
Asosiasi Perawat Kanada mencapai kesepakatan tentang kumpulan data minimum keperawatan
nasional (NMDS)  
setelah pembentukan informasi kesehatan: komponen keperawatan (HI:NC). Ini adalah langkah
pertama untuk mengintegrasikan informasi dan memfasilitasi penggunaan sistem informasi.

Sistem Informasi Keperawatan  


Dalam hal ini, satu atau dua sistem dipelajari dari masing-masing negara. Sistem ini termasuk:
sistem PCS NISS Kanada yang digunakan dalam berbagai perawatan jangka panjang dan pusat
perawatan akut di Saskatchewan Sistem ExcelCare yang telah digunakan secara konvensional selama
bertahun-tahun di Australia, sistem CareFree dan manajemen Keperawatan sistem informasi (NMIS) di
Inggris dan akhirnya sistem IQ-eNursing di Taiwan, yang telah diterapkan di beberapa rumah sakit
termasuk Rumah Sakit Umum Cathay. Hasilnya ditunjukkan pada Tabel 3. Kemampuan pendukung
keputusan, yang dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok termasuk aktif dan tidak aktif (pasif),
adalah kemampuan lain yang diperiksa dalam penelitian ini dan hasil terkait dirangkum dalam Tabel
4.  Selain itu, sistem yang diteliti dalam penelitian ini jarang menggunakan kemampuan pasif seperti
menyediakan akses ke sumber daya pengetahuan dan basis data berbasis bukti, mungkin karena
kebutuhan untuk terhubung ke web atau alasan lain, yang belum kami periksa.

O
Secara umum, ada beberapa upaya yang tersebar untuk mengembangkan informatika dalam
keperawatan daripada kedokteran untuk menyediakan minimum persyaratan, kondisi dan
infrastruktur seperti pendidikan dan peningkatan keterampilan dan informasi informatika serta
infrastruktur teknis. Dalam keadaan ini, dapat disimpulkan dari penelitian ini bahwa kemajuan
berkelanjutan di bidang pengembangan sistem informatika keperawatan akan tercapai hanya ketika
negara menetapkan target dan mengikuti rencana strategis, yang mencakup langkah-langkah menuju
penyediaan kompetensi, standar dan kebijakan pembangunan yang harmonis. Secara umum, kami
merekomendasikan prosedur berikut:
• Konsensus definisi informatika keperawatan
• Menentukan kompetensi informatika bagi perawat
• Memutuskan penyediaan tenaga yang berkualitas dan terampil orang untuk mengajar perawat
baik di tingkat akademik dan program pendidikan berkelanjutan
• Menentukan kumpulan data minimum keperawatan dan bahasa keperawatan terpadu sebagai
infrastruktur aplikasi informatika
• Mengembangkan dan menggunakan sistem informasi berbasis standar untuk perawat dalam
praktiknya
• Mengembangkan infrastruktur teknis yang diperlukan untuk penerapan teknologi seperti sistem
pendukung keputusan dan sistem nirkabel dalam asuhan keperawatan, manajemen, penelitian dan
pendidikan.

Artikel Jurnal 8

Penulis/Author : Hardiker, NR, Bakken, S dan Kim, TY

Tahun : 2011

Judul :  Pendekatan terminologi lanjutan dalam keperawatan 

Nama Jurnal : Esensial Informatika Keperawatan

Vol./No. :-
Hasil Analisis :

P
Motivasi utama untuk istilah standar dalam keperawatan adalah kebutuhan untuk valid, data
sebanding yang dapat digunakan di seluruh aplikasi sistem informasi untuk mendukung pengambilan
keputusan klinis dan evaluasi proses dan hasil perawatan. Penggunaan sekunder data untuk tujuan
seperti penelitian efektivitas klinis, translasi, dan komparatif, pengembangan pengetahuan
keperawatan berbasis praktik, dan pembuatan kebijakan perawatan kesehatan bergantung pada
pengumpulan awal dan representasi data. Mengingat pentingnya terminologi standar, orang mungkin
bertanya, "Mengapa, terlepas dari pekerjaan yang luas hingga saat ini, masalah kosa kata belum
terpecahkan?"  

I
Beberapa alasan untuk masalah kosakata telah dikemukakan dalam literatur informatika
kesehatan dan keperawatan. Pertama, pengembangan beberapa terminologi khusus
telah menghasilkan area konten yang tumpang tindih, area yang tidak ada kontennya, dan sejumlah
besar kode dan istilah (Chute, Cohn & Campbell, 1998; Cimino, 1998a). Kedua, terminologi yang ada
paling sering dikembangkan untuk menyediakan kumpulan istilah dan definisi konsep untuk
interpretasi manusia, dengan interpretasi komputer hanya sebagai tujuan sekunder (Rossi Mori,
Consorti & Galeazzi, 1998). Yang terakhir ini terutama berlaku untuk terminologi keperawatan yang
telah dirancang untuk digunakan langsung oleh perawat dalam perawatan klinis (Association of
Operating Room Nurses, 2007; Johnson, Bulechek, Butcher, Dochterman, Moorhead & Swanson, 2006;
Martin, 2005; Saba, 2006). Sayangnya, pengetahuan yang benar-benar dapat dipahami manusia sering
membingungkan, ambigu, atau tidak jelas bagi komputer, dan akibatnya, upaya saat ini sering
menghasilkan istilah yang tidak memadai dalam memenuhi kebutuhan data sistem perawatan
kesehatan saat ini. Bab ini berfokus pada penyediaan latar belakang yang diperlukan untuk memahami
pendekatan berorientasi konsep terkini untuk memecahkan masalah kosakata. Ini juga mencakup
contoh ilustratif dari pendekatan ini dari domain keperawatan. Perhatikan bahwa kata "terminologi"
digunakan di seluruh bab ini untuk merujuk pada kumpulan istilah yang mewakili sistem konsep.  

C
Apresiasi terhadap pendekatan yang dibahas dalam bab ini memiliki prasyarat pemahaman
tentang apa artinya terminologi berorientasi konsep. Laporan yang diterbitkan sebelumnya
memberikan kerangka kerja yang berkembang yang menyebutkan kriteria yang membuat terminologi
perawatan kesehatan cocok untuk implementasi dalam sistem berbasis komputer. Secara khusus, jelas
bahwa terminologi tersebut harus berorientasi pada konsep (dengan semantik eksplisit), daripada
berdasarkan linguistik permukaan (Chute, et al., 1998; Cimino, 1998b ; Cimino, Hripcsak, Johnson &
Clayton, 1989). Beberapa penelitian sebelumnya telah melaporkan bahwa banyak terminologi
keperawatan yang ada tidak memenuhi kriteria yang berkaitan dengan orientasi konsep

(Henry & Mead, 1997; Henry, Warren, Lange & Button, 1998). Untuk menghargai

pentingnya pendekatan berorientasi konsep, penting untuk terlebih dahulu memahami

definisi dan hubungan antara hal-hal di dunia (objek), pemikiran kita tentang hal-hal di

dunia (konsep), dan label yang kita gunakan untuk mewakili. dan  

mengkomunikasikan pemikiran kita tentang hal-hal di dunia (istilah). Hubungan ini

digambarkan dengan model yang biasa disebut segitiga semiotik (Gbr. 17.1) (Ogden &

Richards, 1923). Organisasi Internasional untuk Standardisasi (ISO) standar internasional

ISO 1087-1:2000 memberikan definisi untuk elemen yang sesuai dengan setiap titik

segitiga:  

Studi sebelumnya telah mendukung perlunya sistem terminologi berorientasi

konsep lanjutan yang

(a) menyediakan definisi konsep yang tidak ambigu,

(b) memfasilitasi komposisi konsep kompleks dari konsep yang lebih primitif, dan

(c) mendukung pemetaan antar terminologi ( Campbell et al., 1997; Cimino, Clayton,

Hripcsak, dan Johnson, 1994; Chute et al., 1996; Henry, Holzemer, Reilly & Campbell,

1994). Karena besarnya sumber daya dan kolaborasi yang dibutuhkan, pengembangan

sistem terminologi berorientasi konsep lanjutan adalah fenomena yang cukup baru.

Namun, sejumlah manfaat telah diusulkan:

(1) fasilitasi praktik berbasis bukti (misalnya, menghubungkan pedoman praktik klinis

dengan pasien yang sesuai selama pertemuan pasien-penyedia);


(2) pencocokan subyek penelitian potensial untuk protokol penelitian yang mereka

berpotensi memenuhi syarat;

(3) deteksi dan pencegahan potensi efek obat yang merugikan;

(4) menghubungkan sumber informasi online;

(5) peningkatan reliabilitas dan validitas data untuk evaluasi kualitas; dan

(6) penggalian data untuk tujuan seperti penelitian klinis, penelitian layanan kesehatan,

atau penemuan pengetahuan. 

Artikel Jurnal 9

Penulis/Author : Juve Udina E.

Tahun : 2012

Judul : Terminologi antarmuka keperawatan: evaluasi validitas wajah.  

Nama Jurnal : Jurnal Keperawatan Terbuka

Vol./No. : 2/3

Hasil Analisis :

Pekerjaan substansial telah dilakukan dalam pengembangan sistem bahasa keperawatan untuk
praktik keperawatan sejak awal 1970-an untuk menentukan identitas profesional disiplin dan untuk
memasukkan data keperawatan dalam sistem informasi perawatan kesehatan. Pengembang perintis
kosakata keperawatan umumnya tidak mempertimbangkan informatika dan semiotika dalam studi
mereka, dengan hasil bahwa beberapa fitur penting dari terminologi standar untuk digunakan dalam
sistem informasi berbasis komputer yang kurang.  
Pada tahun 1989, Graves dan Corcoran menerbitkan "Data, Informasi dan Pengetahuan Kerangka",
sebuah karya konseptual yang diakui secara luas di seluruh komunitas keperawatan internasional. Pada
tahun yang sama, Nelson dan Joos mengusulkan penambahan konsep “Kebijaksanaan” ke kontinum
ini. Kemudian, pada tahun 2008 American Nurses Association (ANA) memasukkan "Kebijaksanaan"
dalam mendefinisikan meta-struktur informatika keperawatan, memberikan dasar untuk
menghubungkan teori dan praktik.  
Saat ini, sepuluh terminologi keperawatan dan dua kumpulan data diakui oleh ANA untuk mendukung
praktik keperawatan: Taksonomi Internasional NANDA (NANDA-I), Klasifikasi Intervensi Keperawatan
(NIC), Klasifikasi Perawatan Klinis (CCC), sebelumnya Klasifikasi Perawatan Kesehatan Rumah , Sistem
Omaha, Klasifikasi Hasil Keperawatan (NOC), Kumpulan Data Minimum Manajemen Keperawatan
(NMMDS), Kumpulan Data Keperawatan Perioperatif (PNDS), Persyaratan Klinis SNOMED dari
Organisasi Pengembangan Standar Terminologi Kesehatan Internasional (IHTSDO), Keperawatan
Minimum Data Set (NMDS), International Classification for Nursing Practice (ICNP) dari International
Council of Nurses, ABCcodes dan Logical Observation Identifiers Names and Codes (LOINC).
beberapa masalah harus dipertimbangkan:

“Pertama, meskipun beberapa mungkin menginginkan satu terminologi dengan cakupan luas domain
perawatan kesehatan, jelas bahwa dalam waktu dekat beberapa terminologi akan terus ada.

Kedua, penerimaan terminologi keperawatan standar terus berkembang, tetapi penggunaannya belum
universal.

Ketiga, perawat secara rutin menggunakan istilah selain istilah standar keperawatan dalam proses
dokumentasi asuhan.

Keempat, tidak ada satu istilah pun yang dapat melayani semua tujuan dengan sama baiknya; tingkat
granularitas data yang diperlukan untuk pendukung keputusan sangat berbeda dari yang diperlukan
untuk penagihan atau untuk memeriksa pola penyakit dalam suatu populasi dari waktu ke waktu”.

Tujuan utama dari terminologi antarmuka ini adalah untuk menyederhanakan organisasi
pengetahuan keperawatan saat ini di EHR, untuk memfasilitasi entri data klinis yang sistematis dan
untuk mempromosikan pengambilan dan pertukaran informasi keperawatan untuk berkontribusi pada
generasi pengetahuan baru.

Informasi tentang status terminologi yang berkembang, landasan filosofis dan teoretisnya berdasarkan
konseptualisasi interpretatif dari konsep meta paradigmatik disiplin (individu, kesehatan, lingkungan dan
keperawatan), analisis kerangka konseptualnya, termasuk proses keperawatan, diagnosis , hasil dan
intervensi, dan beberapa penelitian lain telah dipublikasikan di tempat lain.
C

Kriteria untuk mengevaluasi validitas, reliabilitas dan penerapan kosakata yang dikontrol
kesehatan telah didefinisikan sebelumnya oleh Bakken et al. Müller-Staub dkk. ANA dan Trent
Rosenbloom et al. Kriteria ini diterapkan dalam kuesioner standar pendek yang dibuat untuk survei.
Survei tersebut mencakup 24 pertanyaan yang disusun dalam bidang topik berikut:

(1) Dasar teori


(2) Relevansi
(3) Orientasi terhadap fenomena keperawatan
(4) Konsistensi
(5) Koherensi
(6) Potensi elemen penghubung
( 7) Non-overlapping
(8) Non-redundancy
(9) Non-ambiguity
(10) Dapat dimengerti oleh perawat
(11) Multi-usability
(12) Potensi untuk pemetaan
(13) Simplicity
(14) Pengidentifikasi bebas konteks,
(15) Sinonim
(16) Atribut
(17) Konsep-orientasi dan
(18) Konsep permanen (Tabel 1). Setiap pertanyaan dalam survei dapat dijawab dalam skala dari 0
(Sangat tidak setuju) hingga 10 (Sangat setuju). Setiap pertanyaan dapat dijawab sebagai “tidak
berlaku”, “tidak ingin menjawab” atau “tidak diketahui”.  
Masalah etika yang terkait dengan anonimitas dan kerahasiaan data dijamin. Para peserta diberi tahu
dalam surat lamaran dan juga diberitahu tentang sifat penelitian dan metode untuk menanggapi
kuesioner. Subyek yang menyelesaikan dan mengembalikan kuesioner antara tanggal 1 oktober dan
30 desember 2011 dianggap telah setuju untuk mengikuti survei secara sukarela.

O  
Menurut survei para ahli, dalam hal validitas wajah, terminologi antarmuka keperawatan ini,
memenuhi kriteria untuk kosakata yang dikendalikan keperawatan, kecuali untuk "Sinonim" dan
"Redundansi". Secara keseluruhan, sisa kriteria yang dievaluasi memberikan skor tinggi.
Dimasukkannya terminologi antarmuka keperawatan ini dalam sistem catatan kesehatan elektronik
dapat berkontribusi untuk memfasilitasi entri data, mempromosikan keselamatan pasien dan
kesinambungan perawatan di seluruh sistem perawatan kesehatan dan memberikan data yang
berguna untuk memfasilitasi agregasi dan analisis informasi yang relevan untuk pengambilan
keputusan bagi dokter, manajer dan pembuat kebijakan. Terminologi entri keperawatan yang valid,
andal, komprehensif, mudah digunakan, diperlukan untuk praktik keperawatan di masa mendatang di
seluruh dunia.
Artikel Jurnal 10

Penulis/Author : Tejo Trisno, Nursalam Nursalam, Mira Triharini 

Tahun : 2020

Judul : Analisis Ketepatan Pelaksanaan Proses Asuhan Keperawatan 

Nama Jurnal : Jurnal Ners

Vol./No. : 15/2

Hasil Analisis :

Dokumentasi keperawatan adalah catatan asuhan keperawatan yang direncanakan dan


disampaikan kepada pasien individu oleh perawat yang memenuhi syarat atau pengasuh lain di bawah
arahan perawat yang berkualitas (Tasew, Mariye dan Teklay, 2019). Dokumentasi merupakan catatan
otentik dalam penerapan manajemen asuhan keperawatan profesional. Perawat profesional diharapkan
mampu menghadapi tuntutan tanggung jawab dan akuntabilitas atas segala tindakan yang dilakukan.
Kesadaran masyarakat terhadap hukum semakin meningkat sehingga diperlukan pendokumentasian
yang lengkap dan jelas (Nursalam, 2014). Dokumentasi keperawatan adalah sumber informasi klinis
utama untuk memenuhi persyaratan hukum dan profesional.

Pendokumentasian keperawatan menjadi prioritas dalam melaksanakan asuhan keperawatan


yang berkualitas. Perawat di Indonesia telah diajarkan untuk menyusun catatan keperawatan yang
tepat selama pendidikannya. Hal ini ditekankan kembali selama pelatihan klinis mereka. Di sisi lain,
meskipun ketersediaan bukti tentang dampak dokumentasi perawatan pasien yang tidak memadai,
masalah dokumentasi keperawatan dalam konteks ini ada. Publikasi nasional belakangan ini secara
gamblang menyatakan bahwa pendokumentasian keperawatan di sejumlah rumah sakit di Indonesia
masih jauh dari ideal (Kamil, Rachmah dan Wardani, 2018). Oleh karena itu, kualitas
pendokumentasian keperawatan di Indonesia masih dipertanyakan. Hal ini dapat dilihat dari
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sabila (2009) bahwa dari 300 sampel rekam medis
dokumentasi keperawatan, 69,3% berada pada kategori tidak lengkap serta hanya 41,3%
keperawatan.

Pendokumentasian keperawatan menurut standar bahasa keperawatan (Standardized Nursing


Language) masih menjadi permasalahan dalam profesi keperawatan terutama keseragaman
penggunaan bahasa diagnostik dan intervensi keperawatan. Diperlukan instrumen untuk
menghasilkan dokumentasi diagnosis dan intervensi yang baik (Diana Rachmania*, Nursalam*, no
date). Penggunaan bahasa keperawatan standar membantu perawat memahami kebutuhan pasien
dengan tepat dan cepat. Studi ini menilai pengetahuan bahasa keperawatan standar (SNL);
bagaimana perawat memahami dan memanfaatkan SNL. 

Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif untuk menggambarkan peristiwa secara
sistematis dan menekankan data faktual daripada kesimpulan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
Januari hingga Maret 2020 di sebuah rumah sakit swasta di Jawa Timur.
Penelitian ini  dilakukan dengan mengamati dan mewawancarai 100 perawat primer dalam
pendokumentasian asuhan keperawatan pada lembar rekam medis yang diperoleh secara total
sampling. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah :
1) Perawat primer yang bekerja lebih dari 2 (dua) tahun
2) bekerja di ruang rawat inap
3) pendidikan perawat.
Sedangkan kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah perawat primer yang tidak bekerja di unit
rawat inap. Peserta direkrut menggunakan teknik cluster sampling. Data dikumpulkan dengan
menggunakan kuesioner self-structured 5-bagian yang validitas dan reliabilitasnya telah dipastikan
sebelumnya (Olatubi et al., 2018). Studi ini menilai dokumentasi asuhan keperawatan sebelum,
selama dan setelah Program Pendidikan Berkelanjutan Bahasa Keperawatan Standar (SNLCEP). Ini
mengevaluasi perbedaan dalam dokumentasi asuhan keperawatan di bidang spesialisasi
keperawatan yang berbeda dan menilai pengaruh pengalaman kerja pada kualitas dokumentasi
asuhan keperawatan dengan maksud untuk memberikan informasi tentang dokumentasi asuhan
keperawatan. Instrumen yang digunakan adalah pedoman penilaian yang diadaptasi untuk diagnosis
keperawatan, intervensi keperawatan dan hasil keperawatan (Q-DIO) (Adubi, Olaogun dan Adejumo,
2018).  
Uji statistik menginformasikan hasil validitas dan reliabilitas berdasarkan Cronbach's alpha tentang
kesesuaian pengkajian asuhan keperawatan, keperawatan diagnosa, intervensi, implementasi,
evaluasi dan dokumentasi keperawatan rata-rata hasil 0,727 dan hasil implementasi nilai tertinggi
0,863, intervensi 0,784, dan evaluasi 0,736. Data diperoleh melalui lembar observasi yang dilakukan
peneliti pada lembar instrumen asuhan keperawatan di rekam medis pasien. Lembar observasi ini
untuk mengevaluasi instrumen asuhan keperawatan meliputi pengkajian keperawatan, diagnosis
keperawatan, perencanaan/intervensi keperawatan, pelaksanaan tindakan keperawatan, evaluasi
keperawatan dan dokumentasi keperawatan.

C
Evaluasi penerapan ketepatan standar asuhan keperawatan di rumah sakit swasta di Jawa
Timur diukur dengan menggunakan lembar observasi berdasarkan standar diagnosis, standar hasil
dan standar intervensi serta implementasi dan evaluasi yang telah ditetapkan oleh Ikatan Perawat
Nasional Indonesia (INNA atau dikenal dengan PPNI). Ketepatan asuhan keperawatan berdasarkan
standar PPNI sebagian besar sedang (69%), dengan rencana keperawatan 59% adekuat, 66%
implementasi keperawatan adekuat dan 60% evaluasi asuhan keperawatan dan dokumentasi asuhan
keperawatan 62%. Standar penerapan akurasi pada proses keperawatan adalah 100%. Undang-
undang Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan menegaskan bahwa praktik keperawatan harus
didasarkan pada kode etik, standar pelayanan, standar profesi, dan standar prosedur operasional.

O
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa ketepatan asuhan
keperawatan merupakan kompetensi perawat dalam memberikan pelayanan yang berkualitas.
Dalam melaksanakan standar asuhan keperawatan SDKI, SIKI dan SLKI harus sesuai dengan pedoman
asuhan keperawatan.
Aisah, S., Ismail, S., & Margawati, A. (2021). Edukasi Kesehatan dengan Media Video Animasi: Scoping
Review. Jurnal Perawat Indonesia, 5(1), 641–655. https://doi.org/10.32584/jpi.v5i1.926
Hardicker, N. R., Bakken, S., & Kim, T. Y. (2011). Advanced terminological approaches in nursing.
Essentials of Nursing Informatics, 191–201.
Katemba, Y., Mangesa, R. T., & Mappalotteng, A. M. (2019). Evaluasi Penerapan Standardized Nursing
Language ( Snl ) Berbasis Sistem Teknologi Informasi. 1–13. http://eprints.unm.ac.id/17103/
Meyers, R. J., Tautges, T. J., & Merkley, K. (2002). SNL Implementation of the TSTT Mesh Interface. 8th
International Conference on Numerical Grid Generation in Computational Field Simulations.
Rosanna, L., Saputra, C., Lestari, E., & ... (2021). Community Program: Implementation of Computer
Based Nursing Documentation With Annisa Application. JCES (Journal of …, 4(1), 87–97.
http://journal.ummat.ac.id/index.php/JCES/article/view/3263
Safdari, R., & Azadmanjir, Z. (2014). Reza Safdari, Zahra Azadmanjir. Solutions and Strategies for Nursing
Informatics Development. International Journal of Nursing and Health Science, 1(1), 4–12.
http://www.openscienceonline.com/journal/ijnhs
Saputra, C., Arif, Y., & Yeni, F. (2020). Andra’s Nursing Informatic System Application (Annisa) dalam
Upaya Meningkatkan Pengetahuan Perawat tentang Dokumentasi Keperawatan. Jurnal
Keperawatan Silampari, 4(1), 20–30. https://doi.org/10.31539/jks.v4i1.1281
Trisno, T., Nursalam, N., & Triharini, M. (2020). Analysis of Accuracy Nursing Care Process
Implementation. Jurnal Ners, 15(1Sp), 436–439. https://doi.org/10.20473/jn.v15i1sp.19784
Udina, M. E. J. (2012). A nursing interface terminology: Evaluation of face validity. Open Journal of
Nursing, 02(03), 196–203. https://doi.org/10.4236/ojn.2012.23030
Zendrato, M. V., & Sri Hariyati, R. T. (2018). Optimalisasi Pengelolaan Asuhan Keperawatan di Instalasi
Rawat Jalan Rumah Sakit X. Jurnal Persatuan Perawat Nasional Indonesia (JPPNI), 2(2), 85.
https://doi.org/10.32419/jppni.v2i2.86

Anda mungkin juga menyukai