PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Masalah kesehatan ditentukan oleh dua factor utama, yakni factor perilaku dan factor
non-perilaku (lingkungan dan pelayanan). Oleh sebab itu,upaya untuk memecahkan
masalah kesehatan juga ditujukan atau diarahkan kepada dua factor tersebut. Perbaikan
lingkungan fisik dan peningkatan lingkungan sosio-budaya, serta peningkatan pelayanan
kesehatan merupakan intervensi atau pendekatan (intervensi) terhadap factor perilaku.
Sedangkan pendekatan (intervensi) terhadap factor perilaku adalah promosi atau
pendidikan kesehatan.
Pendidikan kesehatan, yang dewasa ini lebih dikenal dengan Promosi Kesehatan
adalah sesuatu pedekatan untuk meningkatan kemauan dan kemampuan masyarakat untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan. Mengingat tujuan akhir promosi kesehatan
bukan standar masyarakat mau hidup sehat (Will Lingness), tetapi juga mampu (Obility)
untuk hidup sehat, maka promosi kesehatan bukan sekedar menyampaikan pesan-pesan
atau informasi-informasi kesehatan agar masyarakat mengetahui dan berprilaku hidup
sehat, tetapi juga bagaimana masyarakat mampu memelihara dan meningkatkan kesehatan.
Strategi promosi kesehatan dibagi menjadi dua yakni ada konsep dan bina suasana.
Advokasi secara harifah berarti pembelaan, sokongan atau hantuan erhada seseorang yang
mampunyai permasalahan. Sedangkan Bina suasana adalah upaya menciptakan opini atau
lingkungan sosial yang mendorong individu anggota masyarakat untuk mau melakukan
perilaku yang diperkenalkan.
B. Tujuan
1. Pembaca dapat memahami apa yang dimaksud dengan bina suasana dalam strategi
promosi kesehatan
2. Pembaca dapat mengetahui cara melakukan pendekatan bina suasana yang sudah
dipaparkan dalam teori.
C. Rumusan Masalah
Dari haris penulisan ini penulis mengharapkan makalah ini dapat menjadi salah satu sumber
untuk mengetahui bagaimana bina suasana dalam promosi kesetatan
BAB II
PEMBAHASAN
1.BINA USAHA
A. Pengertian Bina Suasana ( Dukungan Sosial )
Bina suasana adalah upaya menciptakan opini atau lingkungan sosial yang mendorong
individu anggota masyarakat untuk mau melakukan perilaku yang
diperkenalkan.Seseorang akan terdorong untuk mau melakukan sesuatu apabila
lingkungan sosial di mana pun ia berada (keluarga di rumah, orang-orang yang menjadi
panutan/idolanya, kelompok arisan, majelis agama, dan lain-lain, dan bahkan masyarakat
umum) memiliki opini yang positif terhadap perilaku tersebut.
Dukungan Sosi al (Socil suppor t)Strategi dukunngan sosial ini adalah suatu kegitan untuk
mencar i dukungan sosial melalui tokoh -tokoh masyarakat ( toma), baik tokoh
masyarakat formal maupun informal
Bina suasana adalah menjalin kemitraan untuk pembentukan opini publik dengan berbagai
kelompok opini yang ada di masyarakat seperti : tokoh masyarakat, tokoh agama,
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dunia usaha/swasta, media massa, organisasi
profesi pemerintah dan lain-lain. Bina suasana dilakukan untuk sasaran sekunder atau
petugas pelaksana diberbagai tingkat administrasi (dari pusat hingga desa).
Strategi bina suasana perlu ditetapkan untuk menciptakan norma-norma dan
kondisi/situasi kondusif di masyarakat dalam mendukung PHBS. Bina suasana sering
dikaitkan dengan pemasaran sosial dan kampanye, karena pembentukan opini memerlukan
kegiatan pemasaran sosial dan kampanye. Namun perlu diperhatikan bahwa bina suasana
dimaksud untuk menciptakan suasana yang mendukung, menggerakkan masyarakat secara
partisipatif dan kemitraan.
Dukungan sosial adalah ketersediaan sumber daya yang memberikan kenyamanan fisik
dan psikologis sehingga kita dapat melaksanakan kehidupan dengan baik, dukungan sosial
ini adalah orang lain yang berinteraksi dengan petugas. Contoh nyata adalah dukungan
sarana dan prasarana ketika kita akan melakukan promosi kesehatan atau informasi yang
memudahkan kita atau dukungan emosional dari masyarakat sehingga promosi yang
diberikan lebih diterima.
B. Tujuan Bina Suasana
Tujuan utama kegiatan ini adalah agar para t okoh masyarakat sebagai jemba tan antara
sector kesehatan sebagai pelaksana program kesehatan denganmasyarakat (penerima
program) kesehatan. Dengan kegiatan mencari dukungan sosial melaui toma pada
dasarnya adalah mensosi alisasikan program -program kesehatan,agar masyarakat mau
menerima dan mau berpartisi pasi terhadap program kesehatan tersebut Oleh sebab itu,
strategi ini juga dapat dikatakan sebagai upaya bina suasana,atau membina suasana yang
kondusif terhadap kesehatan. Bentuk kegiatan dukungansosial ini antara lain : pelatihan
pelatihan para toma, seminar, lokakarya, bimbingan kepada toma, dan sebagainya. Dengan
demikian maka sasaran utama dukungan social atau bina suasana adalah para tokoh
masyarakat di berbagai tingkat. (sasaran sekunder)
A. PENGERTIAN DASAR
Istilah fasilitasi dan fasilitator tidak muncul begitu saja. Fasilitasi menjadi bagian
penting dalam proses pembelajaran sosial dalam arena pemberdayaan masyarakat secara
luas. Kedua istilah itu mungkin baru populer selama satu dekade terakhir, yang terkait
dengan tiga isu besar.
Pertama, berkembangnya paradigma pembangunan yang berpusat pada rakyat (people
centered development) atau yang lebih populer sekarang adalah pemberdayaan
masyarakat. Dahulu dimasa Orde Pembangunanisme kerja-kerja pembangunan biasanya
membutuhkan pembinaan dan para aktor yang disebut pembina, penyuluh atau juru
penerang untuk melakukan transfer pengetahuan kepada masyarakat. Istilah aktor-aktor ini
sangat populer bagi masyarakat, apalagi bagi warga STPMD "APMD" yang terbiasa
melakukan kegiatan penyuluhan ketika mengemban darma pengabdian kepada
masyarakat. Sejak awal “kampus pembangunan” ini bercita-cita mencetak “kader-kader
pembangunan” yang kelak bertugas sebagai tenaga penyuluh atau juru penerang bagi
masyarakat. Karena itu mahasiswa perlu dibekali pengetahuan yang terkait dengan
penerangan atau penyuluhan.
Dahulu, dalam kehidupan sehari-sehari, orang bisa melihat para penyuluh berseragam
yang dimobilisir oleh sejumlah instansi pemerintah: Departemen Penerangan punya juru
penerang, kecamatan juga punya juru penerang, BKKBN punya PLKB, Departemen
Pertanian punya PPL, dan lain-lain. Mereka melakukan penerangan/penyuluhan ke seluruh
penjuru tanah air untuk memberi ceramah pada masyarakat, agar warga tahu, sadar dan
tunduk. Konon ada asumsi bahwa masyarakat itu bodoh dan kurang sadar, sehingga perlu
“dibina” atau “disuluh” oleh para orang-orang hebat yang dibayar oleh pemerintah.
Sekarang paradigma itu berbalik. Kini muncul ortodoksi baru bahwa masyarakat itu tidak
bodoh sehingga tidak perlu digurui, masyarakat itu punya kearifan lokal yang perlu
dikembangkan; masyarakat itu punya potensi dan kreativitas yang perlu dibangkitkan.
Karena itu yang dibutuhkan bukan para penyuluh atau pembina, tetapi para fasilitator atau
katalisator, pembelajar atau komunikator katalis. Oleh karena itu, sekarang banyak
program pembangunan yang digalakkan pemerintah telah mengintrosudir fasilitator.
Misalnya Program Pengembangan Kecamatan (PPK) yang difasilitasi oleh Fasilitator
Kecamatan dan Fasilitator Desa.
Fasilitasi dan mediasi sering dipertukarkan, tetapi keduanya berbeda. Mediasi sebenarnya
merupakan sebuah intervensi ke dalam pertikaian atau negosiasi oleh pihak ketiga yang
diterima dan netral, yang tidak mempunyai kewenangan mengambil keputusan. Fasilitasi
dan mediasi memiliki kesamaan bahwa keduanya memasukkan intervensi oleh pihak
ketiga yang diterima dan netral. Tetapi keduanya punya perbedaan pada tiga sisi.
Pertama, dari sisi tujuan. Tujuan mediasi adalah membantu pihak-pihak yang bernegosiasi
untuk mencari penyelesaian konflik. Fasilitasi bertujuan membantu kelompok
membicarakan dan menyelesaikan masalah dan pembuatan keputusan. Kedua, dari sisi
masuknya ke dalam proses. Mediator masuk atau diundang oleh pihak-pihak yang bertikai
ketika mereka mengalami kemandegan dalam bernegosiasi. Fasilitator bisa masuk kapan
saja.
Ketiga, dari sisi kontrol terhadap proses. Mediator melakukan kontrol terhadap proses
lebih besar ketimbang fasilitator. Mediator harus lebih ketat dalam memainkan peran
memediasi pihak-pihak yang bertikai, misalnya mengatur betul siapa yang berbicara dalam
forum. Sementara fasilitator dan peserta forum bersama-sama mengontrol kegiatan
fasilitasi.
Fasilitasi berkenaan dengan tiga hal penting yang harus diperhatikan oleh fasilitator:
Metode
Latar Belakang
Salah satu masalah yang memerlukan perhatian dalam kegiatan kepelatihan adalah
Metode dan Teknik Pelatihan. Pada awalnya metode dan teknik pelatihan ini kurang
mendapatkan perhatian, karena orang berpandangan bahwa pelatihan itu merupakan suatu
kegiatan yang sifatnya praktis, jadi tidak diperlukan pengetahuan (teori) yang ada sangkut
pautnya dengan kepelatihan. Orang sudah merasa mampu untuk melatih dan menjadi pelatif
atau fasilitator kalau sudah menguasai materi yang akan disampaikan.
Pandangan ini tidak benar. Fasilitator perlu pula mempelajari pengetahuan yang ada kaitannya
dengan kegiatan pelatihan, khusunya metode dan teknik pelatihan yang berguna
untuk “bagaimana memproses” terjadinya interaksi belajar.
Proses
Secara garis besar dalam suatu proses interaksi belajar menempuh 4 phase pokok yang meliputi:
1. Phase pendahuluan
Phase ini dimaksudkan untuk menyusun dan mempersiapkan mental set yang menguntungkan,
menyenangkan guna pembahasan materi pembelajaran. Dalam phase ini fasilitator dapat
melakukan kaji ulang (review) terhadap pembahasan sebelumnya dan menghubungkan dengan
pembahasan berikutnya.
2. Phase Pembahasan
Phase ini dimaksudkan untuk melakukan kajian, pembahasan dan penelaahan terhadap materi
pembelajaan. Dalam phase ini peserta mulai dikonsentrasikan perhatiannya kepada pokok
materi pembahasan. Dalam phase ini perlu dicari metode yang cocok dengan tujuan, sifat
materi, latar belakang peserta dan pelatih/fasilitator sendiri.
3. Phase menghasilkan
Phase ini yaitu tahap di mana seluruh hasil pembahasan ditarik suatu kesimpulan bersama
berdasarkan pada pengalaman dan teori yang mendukungnya.
4. Phase Penurunan
Phase ini dimaksudkan untuk menurunkan konsentrasi peserta secara berangsur-angsur.
Ketegangan perhatian peserta pelatihan terhadap materi perlu secara bertahap diturunkan
untuk memberi isyarat bahwa proses pelatihan akan berakhir.
Mengenal Macam-macam Metode
Banyak pilihan metode yang dapat dipergunakan oleh seorang fasilitator dalam
memproses interaksi belajar untuk mencapai tujuan tertentu. Tentu saja setiap metode
mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Banyak faktor yang perlu dipertimbangkan dalam memilih metode yang tepat yaitu
meliputi: tujuan pelatihan, sifat materi pelatihan, peserta, fasilitator dan waktu. Dan yang
paling penting juga adalah filosofi pendekatan. Hal ini penting karena kalau menggunakan
pendekatan konvensional (pedagogis) akan berbeda dengan kalau menggunakan pendekatan
andragogis. Dalam pendekatan andragogis keterlibatan aktif peserta menjadi mutlak adanya.
Untuk itu maka metode-metode yang bersifat satu arah hendaknya ditinggalkan.
Metode Ceramah
Metode ceramah seringkali disebut metode kuliah (The Lecture Method). Dapat pula disebut
dengan metode deskripsi. Metode ceramah merupakan metode yang memberikan penjelasan
atau memberi deskripsi lisan secara sepihak (oleh seorang fasilitator) tentang suatu materi
pembelajaran tertentu. Tujuannya adalah agar peserta pelatihan mengetahui dan memahami
materi pelatihan tertentu dengan jalan menyimak dan mendengarkan. Peranan fasilitator
dalam metode ini sangat aktif dan dominan, sedangkan peserta hanya duduk mendengarkan
saja. Metode kurang tepat untuk pelatihan orang dewasa, karena dalam pelatihan orang dewasa
mengehndaki keterlibatan aktif seluruh peserta.
Curah Pendapat (Brainstorming)
Adalah sebuah metode umum yang digunakan dalam suatu pelatihan orang dewasa untuk
membantu peserta pelatihan memikirkan sebanyak mungkin ide dan gagasan. Selama
berlangsungnya curah pendapat peserta didorong untuk menghasilkan pendapat, gagasan
secepat mungkin tanpa perlu memikirkan nilai-nilai dari pendapat itu. Tekanannya adalah
kuantitas, dan bukan kualitas.
Dalam curah pendapat tidak dibenarkan adanya kritik terhadap pendapat-pendapat, karena
orang-orang akan merasa lebih bebas untuk membiarkan imajinasi-imajinasi mereka berjalan
dan untuk memberikan sumbangsih secara bebas/leluasa jika mereka tidak harus merasa kuatir
tentang apa yang akan dipikirkan oleh orang lain tentang kontribusi mereka. Masing-masing
individu bebas untuk memberikan sebanyak mungkin saran seperti yang diinginkan. Seorang
juru catat mencatat setiap kontribusi pada sebuah papan tulis atau di atas lembaran kertas
plano/ koran dan semua peserta didorong untuk mengembangkan pendapat-pendapatorang
lain. Sangat sering terjadi bahwa sesuatu pendapat yang nampaknya tidak berguna atau lucu
akan memicu pendapat orang lain yang ternyata menjadi sangat bernilai tinggi.
Setelah dilakukan curah pendapat, seluruh peserta kemudian dapat mengadakan evaluasi
terhadap saran-saran tersebut dan melakukan pembahasan.
MetodeKelompok Nominal
Adalah hampir sama dengan curah pendapat, tetapi ini dirancang agar setiap pribadi peserta
pelatihan untuk memberikan sumbangsihnya dan untuk mencegah adanya dominasi peserta
tertentu.
Prosedur ini bisa dilakukan dengan cara seluruh peserta diminta hening selama 5 sampai 10
menit, saat ini dapat digunakan oleh peserta untuk menulis pendapat-pendapatnya sebanyak
mungkin. Pendapat-pendapat itu merupakan jawaban-jawaban terhadap suatu pertanyaan yang
spesifik yang diajukan oleh fasilitator atau pertanyaan yang sudah disetujui oleh peserta
pelatihan (seperti: “Apa yang seharusnya dilakukan untuk memperbaiki lembaga ini?).
Langkah berikutnya ialah para peserta mengambil giliran membaca pendapat-pendapat dari
daftar mereka. Hal ini dilakukan dengan cara bergilir, setiap anggota membacakan hanya satu
pendapat saja untuk satu kesempatan. Peserta-peserta didorong untuk menambahkan ke dalam
daftar-daftar mereka setiap saat selama berlangsungnya tahapan ini, dan saling
mengembangkan pendapat antara satu dengan yang lainnya. Seorang juru catat mencatat
pendapat-pendapat itu dalam kata-kata yang sama persis yang disampaikan oleh penyumbang
pendapat di atas sebuah daftar yang bisa dilihat oleh semua orang. Peserta pelatihan (anggota)
boleh mengatakan pas atau belum ada ide setiap kali mendapat giliran dan boleh
menyampaikan pendapat lagi pada giliran berikutnya.
Hanya setelah pendapat sudah dicacat, seluruh peserta mendiskusikan semuanya. Seluruh
peserta mengklarifikasi pendapat-pendapat dan jika para penyumbang pendapat setuju,
menggabungkan pendapat-pendapat yang sama atau hampir sama.
Setelah tahapan diskusi, salah satu cara untuk memprioritaskan item-item dari daftar itu ialah
dengan cara; bagi setiap peserta (anggota) menuliskan lima yang menurut dia adalah paling
penting, dan sesudah itu membuat ranking dari kelimanya. Si Juru catat membacakan setiap
item dari daftar itu dan menmbahkan poin-poin yang ditugaskan padanya. (Sebuah item
dibebankan lima poin untuk setiap satu kali ia didaftarkan ke dua kalinya, dan seterusnya).
Dengan cara ini kelompok dapat menentukan nilai-nilai apa yang sudah disarankan, setelah
pendapat-pendapat itu dihasilkan.
Adalah penting sekali bahwa sang juru catat menggunakan kata-kata yang tepat sama persis
seperti yang diganakan oleh penyumbang pendapat ketika menguraikan pendapatnya. Jika
kata-kata harus diubah, hal itu hanya akan bisa dilakukan dengan seijin si penyumbang
pendapat, barangkali dengan mengajukan pertanyaan seperti: “Dapatkah anda memikirkan
seatu cara yang lebih singkat dalam mengatakan hal itu?”
Metode Diskusi
Metode ini sering digunakan dalam pelatihan orang dewasa, karena mereka dapat berpartisipasi
aktif untuk menyumbangkan pemikiran, gagasan dalam kegiatan diskusi. Kalau dalam metode
ceramah hanya terjadi komunikasi satu arah, maka metode diskusi terjadi banyak arah.
Dengan demikian maka pada dasarnya metode diskusi adalah mengemukakan pendapat dan
gagasan dalam musyawarah untuk mencapai mufakat. Biasanya peserta diskusi dihadapkan
pada suatu atau sejumlah masalah yang mungkin disodorkan oleh fasilitator. Atau peserta
dapat pula menentukan sendiri topik yang perlu dipecahkan bersama. Tujuan diskusi pada
umumnya adalah mencari pemecahan permasalahan, dari sinilah muncul bermacam-macam
jawaban yang perlu dipilih satu atau dua jawaban yang logis dan tepat guna dari bermacam-
macam jawaban yang lain untuk mencapai mufakat/persetujuan.
4. Panel Diskusi
Panel diskusi juga dipergunakan untuk membahas suatu permasalahan tertentu di mana 2 atau
lebih orang dari luar atau dari peserta pelatihan itu sendiri diminta untuk menyajikan suatu
permasalahan atau pendapatnya tentang sesuatu, kemudian seluruh peserta diminta untuk
menanggapi dan terlibat untuk mendiskusikannya.
5. Syindicate Group
Suatu kelompok besar dibagi menjadi kelompok-kelomok kecil dengan anggota tidak
lebih dari 5 orang. Masing-masing kelompok kecil tersebut melakukan diskusi tertentu,
dan tugas ini bersifat sementara. Fasilitator memberikan penjelasan secara umum dan garis
besar permasalahan, kemudian tiap tiap kelompok kecil (syndicate) diberi tugas
mempelajari suatu praktek tertentu yang berbeda dengan kelompok kecil lainnya. Jika
kemungkinan fasilitator menyediakan referensi. Setelah kelompok bekerja sendiri-sendiri,
keudian masing-masing kelompok menyajikan hasil diskusinya dalam sidang pleno untuk
dibahas lebih jauh.
6. Debat Informal
Kelompok besar dibagi menjadi dua kelompok yang sama jumlah pesertanya dan
mendiskusikan materi yang cocok untuk diperdebatkan. Biasanya fasilitator memberikan
persoalan yang sama kepada dua kelompok tersebut dan memberikan tugas yang bertentangan,
yaitu bahwa satu kelompok “Pro” dan satu kelompok “Kontra”. Biasanya bahan yang
diperdebatkan merupakan suatu permasalahan dan merupakan sesuatu yang aktual.
10. Simulation (Simulasi)
Simulasi berasal dari bahasa Inggris “Simulation” artinya meniru perbuatan yang bersifat pura-
pura atau tidak dalam keadaan sesungguhnya. Tujan simulasi adalah menanmkan materi
pembahasan melalui pengalaman berbuat dalam proses simulasi. Sebenarnya simulasi lebih
tepat untuk meningkatkan ketrampilan tertentu dengan jalan “melakukan sesuatu” dalam
kondisi tidak nyata. Misalnya saja melakukan “Simulasi melatih petani”.
11. Demontration (Demontrasi)
Metode peragaan merupakan suatu metode yang yang digunakan oleh fasilitator “untuk
mempergakan” suatu proses untuk meningkatkan ketrampilan tertentu dengan
menggunakan alat yang sesuai dengan yang sesungguhnya. Misalkan “cara menyuntik
ayam”. Disini fasilitator atau salah satu peserta menunjukkan alat yang dipakai, proses
yang yang ditempuh dan teknik yang dipergunakan dalam menyuntik ayam.
a. TEKNIK BUZZ GROUPS (KELOMPOK LEBAH) :
Adalah teknik sederhana untuk menggali informasi dan perasaan dalam suasana orang bekerja
dalam kelompok kecil (2 – 3 orang. Disebut Buzz (lebah) karena dalam pelaksanaannya akan
terdengar suara seperti lebah akibat banyak orang yang berbicara.
TEKNIK BRAINSTORMING
KEKUATAN HAL-HAL YANG PERLU
DIPERHATIKAN
1. Partisipatoris. 1. Pertanyaan harus jelas.
2. Banyak ide. 2. Banjir ide.
3. Mengundang keberanian. 3. Dominasi oleh orang yang
4. Ide berkembang terus. berpikir cepat.
5. Mendukung cara pikir analitis. 4. Dominasi laki-laki.
5. Jika terlalu sering digunakan akan
membosankan.
6. Sulit dilakukan pada kelompok
yang besar.
7. Klarifikasi bisa sangat rumit,
terlebih bila telah ada klasifikasi dari
fasilitator sebelum masuk kelas..
8. Hasil perlu digunakan pada sesi-
sesi selanjutnya.
LANGKAH PERTAMA :
LANGKAH KEDUA :
LANGKAH KETIGA :
2. Bursa Informasi :
a. Tiap kelompok memperagakan di tempat masing-masing (misalnya dengan menempelkan
kertas plano hasil Disko).
b. Kelompok lain berkeliling, membaca dan mencatat untuk memberikan saran, kritik yang
membangun).
c. Diskusi pleno dengan kelompok lain memberikan umpan balik dan anggota kelompok
memberikan tanggapan.
LANGKAH KEEMPAT :
A. MENARIK KESIMPULAN/RINGKASAN.
B. PROSES DISKO : BAGAIMANA PESERTA MERASA SEBAGAI ANGGOTA DISKO
ATAU PLENO ? DAN BAGAIMANA KEAKTIFAN PESERTA / ANGGOTA KELOMPOK
?.