Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Masalah kesehatan ditentukan oleh dua factor utama, yakni factor perilaku dan factor
non-perilaku (lingkungan dan pelayanan). Oleh sebab itu,upaya untuk memecahkan
masalah kesehatan juga ditujukan atau diarahkan kepada dua factor tersebut. Perbaikan
lingkungan fisik dan peningkatan lingkungan sosio-budaya, serta peningkatan pelayanan
kesehatan merupakan intervensi atau pendekatan (intervensi) terhadap factor perilaku.
Sedangkan pendekatan (intervensi) terhadap factor perilaku adalah promosi atau
pendidikan kesehatan.
Pendidikan kesehatan, yang dewasa ini lebih dikenal dengan Promosi Kesehatan
adalah sesuatu pedekatan untuk meningkatan kemauan dan kemampuan masyarakat untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan. Mengingat tujuan akhir promosi kesehatan
bukan standar masyarakat mau hidup sehat (Will Lingness), tetapi juga mampu (Obility)
untuk hidup sehat, maka promosi kesehatan bukan sekedar menyampaikan pesan-pesan
atau informasi-informasi kesehatan agar masyarakat mengetahui dan berprilaku hidup
sehat, tetapi juga bagaimana masyarakat mampu memelihara dan meningkatkan kesehatan.
Strategi promosi kesehatan dibagi menjadi dua yakni ada konsep dan bina suasana.
Advokasi secara harifah berarti pembelaan, sokongan atau hantuan erhada seseorang yang
mampunyai permasalahan. Sedangkan Bina suasana adalah upaya menciptakan opini atau
lingkungan sosial yang mendorong individu anggota masyarakat untuk mau melakukan
perilaku yang diperkenalkan.

B. Tujuan
1. Pembaca dapat memahami apa yang dimaksud dengan bina suasana dalam strategi
promosi kesehatan
2. Pembaca dapat mengetahui cara melakukan pendekatan bina suasana yang sudah
dipaparkan dalam teori.
C. Rumusan Masalah

1. Pengertian Bina Suasana ?


2. Apa tujuan dari bina suasana ?
3. Bagaimana teori cara melakukan pendekatan bina suasana pada masyarakat ?

D. Manfaat Hasil Penulisan

Dari haris penulisan ini penulis mengharapkan makalah ini dapat menjadi salah satu sumber
untuk mengetahui bagaimana bina suasana dalam promosi kesetatan
BAB II
PEMBAHASAN

1.BINA USAHA
A. Pengertian Bina Suasana ( Dukungan Sosial )
Bina suasana adalah upaya menciptakan opini atau lingkungan sosial yang mendorong
individu anggota masyarakat untuk mau melakukan perilaku yang
diperkenalkan.Seseorang akan terdorong untuk mau melakukan sesuatu apabila
lingkungan sosial di mana pun ia berada (keluarga di rumah, orang-orang yang menjadi
panutan/idolanya, kelompok arisan, majelis agama, dan lain-lain, dan bahkan masyarakat
umum) memiliki opini yang positif terhadap perilaku tersebut.
Dukungan Sosi al (Socil suppor t)Strategi dukunngan sosial ini adalah suatu kegitan untuk
mencar i dukungan sosial melalui tokoh -tokoh masyarakat ( toma), baik tokoh
masyarakat formal maupun informal
Bina suasana adalah menjalin kemitraan untuk pembentukan opini publik dengan berbagai
kelompok opini yang ada di masyarakat seperti : tokoh masyarakat, tokoh agama,
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dunia usaha/swasta, media massa, organisasi
profesi pemerintah dan lain-lain. Bina suasana dilakukan untuk sasaran sekunder atau
petugas pelaksana diberbagai tingkat administrasi (dari pusat hingga desa).
Strategi bina suasana perlu ditetapkan untuk menciptakan norma-norma dan
kondisi/situasi kondusif di masyarakat dalam mendukung PHBS. Bina suasana sering
dikaitkan dengan pemasaran sosial dan kampanye, karena pembentukan opini memerlukan
kegiatan pemasaran sosial dan kampanye. Namun perlu diperhatikan bahwa bina suasana
dimaksud untuk menciptakan suasana yang mendukung, menggerakkan masyarakat secara
partisipatif dan kemitraan.
Dukungan sosial adalah ketersediaan sumber daya yang memberikan kenyamanan fisik
dan psikologis sehingga kita dapat melaksanakan kehidupan dengan baik, dukungan sosial
ini adalah orang lain yang berinteraksi dengan petugas. Contoh nyata adalah dukungan
sarana dan prasarana ketika kita akan melakukan promosi kesehatan atau informasi yang
memudahkan kita atau dukungan emosional dari masyarakat sehingga promosi yang
diberikan lebih diterima.
B. Tujuan Bina Suasana
Tujuan utama kegiatan ini adalah agar para t okoh masyarakat sebagai jemba tan antara
sector kesehatan sebagai pelaksana program kesehatan denganmasyarakat (penerima
program) kesehatan. Dengan kegiatan mencari dukungan sosial melaui toma pada
dasarnya adalah mensosi alisasikan program -program kesehatan,agar masyarakat mau
menerima dan mau berpartisi pasi terhadap program kesehatan tersebut Oleh sebab itu,
strategi ini juga dapat dikatakan sebagai upaya bina suasana,atau membina suasana yang
kondusif terhadap kesehatan. Bentuk kegiatan dukungansosial ini antara lain : pelatihan
pelatihan para toma, seminar, lokakarya, bimbingan kepada toma, dan sebagainya. Dengan
demikian maka sasaran utama dukungan social atau bina suasana adalah para tokoh
masyarakat di berbagai tingkat. (sasaran sekunder)

C. Teori Cara Melakukan Pendekatan Bina Suasana Pada Masyarakat


Bina suasana dilakukan melalui 3 pendekatan, yaitu :
1. Pendekatan Individu
Bina Suasana Individu ditujukan kepada individu-individu tokoh masyarakat. Dengan
pendekatan ini diharapkan :
a) Dapat menyebarluaskan opini yang positif terhadap perilaku yang sedang
diperkenalkan.
b) dapat menjadi individu-individu panutan dalam hal perilaku yang sedang
diperkenalkan.Yaitu dengan bersedia atau mau mempraktikkan perilaku yang sedang
diperkenalkan tersebut (misalnya seorang pemuka agama yang rajin melaksanakan 3 M
yaitu Menguras, Menutup dan Mengubur demi mencegah munculnya wabah demam
berdarah).
c) dapat diupayakan agar mereka bersedia menjadi kader dan turut menyebarluaskan
informasi guna menciptakan suasana yang kondusif bagi perubahan perilaku individu.
2. Pendekatan Kelompok
Bina Suasana Kelompok ditujukan kepada kelompok-kelompok dalam masyarakat, seperti
pengurus Rukun Tetangga (RT), pengurus Rukun Warga (RW), Majelis Pengajian,
Perkumpulan Seni, Organisasi Profesi, Orga-nisasi Wanita, Organisasi Siswa/Mahasiswa,
Organisasi Pemuda, dan lain-lain. Pendekatan ini dapat dilakukan oleh dan atau bersama-
sama dengan pemuka/tokoh masyarakat yang telah peduli.
Dengan pendekatan ini diharapkan kelompok-kelompok tersebut menjadi peduli terhadap
perilaku yang sedang diperkenalkan dan menyetujui atau mendukungnya. Bentuk
dukungan ini dapat berupa kelompok tersebut bersedia juga mempraktikkan perilaku yang
sedang diperkenalkan, mengadvokasi pihak-pihak yang terkait dan melakukan kontrol
sosial terhadap individu-individu anggotanya.
3. Pendekatan Masyarakat Umum
Bina Suasana Masyarakat Umum dilakukan terhadap masyarakat umum dengan membina
dan memanfaatkan media-media komunikasi, seperti radio, televisi, koran, majalah, situs
internet, dan lain-lain, sehingga dapat tercipta pendapat umum yang positif tentang
perilaku tersebut.
Dengan pendekatan ini diharapkan :
a) Media-media massa tersebut menjadi peduli dan mendukung perilaku yang sedang
diperkenalkan.
b) Media-media massa tersebut lalu bersedia menjadi mitra dalam rangka menyebar-
luaskan informasi tentang perilaku yang sedang diperkenalkan dan menciptakan pendapat
umum (opini publik) yang positif tentang perilaku tersebut.
c) Suasana atau pendapat umum yang positif ini akan dirasakan pula sebagai
pendukung atau “penekan” (social pressure) oleh individu-individu anggota masyarakat,
sehingga akhirnya mereka mau melaksanakan perilaku yang sedang diperkenalkan.
Metode bina suasana dapat berupa :
1) Pelatiha
2) Konferensi pers
3) Dialog terbuka
4) Penyuluhan
5) Pendidikan
6) Pertunjukkan tradisional.
7) Diskusi meja bundar (Round table discussiaon)
8) Pertemuan berkala di desa
9) Kunjungan lapangan
10) Studi banding
11) Traveling seminar.
Kemitraan dalam kesehatan berarti menggalang partisipasi semua sektor untuk
meningkatkan harkat hidup dan derajat kesehatan, semua sektor, kelompok masyarakat,
lembaga pemerintah dan non pemerintah bekerjasama berdasarkan kesepakatan dan fungsi
masing-masing.
Untuk menjaga kelanggengan dan keseimbangan bina suasana diperlukan :
a) forum komunikasi
b) dokumen dan data yang up to date (selalu baru)
c) mengikuti perkembangan kebutuhan masyarakat
d) hubungan yang terbuka, serasi dan dinamis dengan mitra
e) menumbuhkan kecintaan terhadap kesehatan
f) memanfaatkan kegiatan dan sumber-sumber dana yang mendukung upaya
pembudayaan perilaku hidup bersih dan sehat
g) adanya umpan balik dan penghargaan

D. Hubungan Bina Suasana Dengna Partisipasi Masyarakat


Bina suasana yang baik sangat berguna untuk petugas puskesmas dalam membina
partisipasi masyarakat melalui UKBM (Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat
Melaksanakan program UKBM gampang-gampang susah. Kalau partisipasi
masyarakatnya baik maka semua pekerjaan jadi mudah. Bahkan UKBM-UKBM akan
menjadi semacam saluran pemasaran bagi program kesehatan yang kita tawarkan. Tetapi
bila situasi yang terjadi sebaliknya, dimana partisipasi masyarakat rendah maka semuanya
harus kita lakukan sendiri. Bukan saja program kesehatan tidak terbantu, tetapi UKBM-
nya itu sendiri akan menjadi beban tersendiri bagi petugas lapangan untuk menghidupinya.
semua orang kesehatan pada umumnya sepakat bahwa paritisipasi masyarakat adalah
kunci keberhasilan UKM (upaya kesehatan masyarakat) di puskesmas. Tetapi justru
partisipasi inilah yang paling sering dikeluhkan sulit oleh orang puskesmas. Banyak
diantara tamu dari berbagai daerah yang pernah studi banding di tempat saya juga
mengeluhkan hal yang sama. Beberapa alasan dikemukakan, mulai dari tingkat ekonomi
rendah, pendidikan rendah, geografi luas dan terpencil, transportasi sulit, jumlah penduduk
yang terlalu banyak bahkan menyebut etnis tertentu sebagai etnis yang memang tidak bisa
diajak berubah
Mungkin sederet alasan yang dikemukakan tersebut ada benarnya. Tetapi anehnya kondisi
kebalikannya sering dengar juga menjadi alasan pembenar mengapa partisipasi
masyarakat tidak seperti yang diharapkan. Ternyata beberapa orang mengeluhkan bahwa
mereka sulit menarik partisipasi karena masyarakatnya adalah orang-orang elit yang kaya
sehingga sulit diajak kerja sama, pinter-pinter sehingga sulit diberi tahu, desanya sudah
maju sehingga sulit diajak gotong royong untuk misalnya membentuk desa siaga. Jadi
aneh karena kondisi dan situasi apapun menjadi (baca: dianggap) hambatan. Dan yang
disalahkan selalu masyarakat. Kondisi masyarakatlah yang dianggap menyebabkan
program yang berbasis masyarakat tidak berhasil. Pertanyaannya adalah: Apakah sudah
dicoba menggarap satu dusun saja bila desanya luas, menggarap satu komunitas kecil saja
dulu bila penduduknya sangat banyak, biarkan mereka yang bicara dan bukan kita yang
pidato kalau masyarakatnya pinter-pinter. Kalau suatu entis tertentu sulit difasilitasi lalu
mengapa di tempat lain berhasil menggarap etnis yang sama?
Akan lebih baik bila penyebab kegagalan menggerakkan masyarakat lebih diarahkan ke
diri petugas sendiri. Masyarakat mana saja ada kecenderungan tidak mau repot, tidak mau
ruwet, tapi mau enak. Makanya perlu ada petugas yang harus melayani dan memfasilitasi
mereka. Di tempat yang sekarang partisipasi masyarakatnya baik sebenarnya juga pernah
memiliki masa-masa sulit di awalnya. Kemudahan tidak tiba-tiba datang dari langit dan
semua orang menurut saja pada petugas. Sama saja, di tempat manapun perlu proses untuk
mencapai keadaan seperti yang diinginkan. Kalau kita datang ke orang lain hanya saat
butuh saja dan setelah itu tidak acuh lagi, tentunya sulit berharap terlalu banyak partisipasi
dari orang tersebut
Sekarang sudah jaman demokrasi, tidak mudah petugas mendikte apalagi memaksa
masyarakat mengikutinya. Pada umumnya orang hanya akan melakukan apa yang mereka
sukai dan yang mereka pikir menguntungkan. Mudah dipahami bahwa esensi bina suasana
sebenarnya berada pada area perang opini. Dan kita hanya bisa menang kalau kita tahu apa
yang ada di benak mereka. Itu hanya bisa dicapai kalau benar-nenar mengenali masyarakat
dengan segala aspeknya secara cermat dan menguasai medannya. Menang berarti
masyarakat telah berpikir atau berpendapat sebagaimana arah opini atau pendapat yang
kita bangun. Ingat bukan, orang hanya akan melakukan apa yang menurut benak mereka
baik atau menguntungkan.
Tapi jangan salah, perang opini yang dimaksud bukan untuk menang-menangan.
Bagaimanapun kita tetap harus responsive terhadap aspirasi yang bergulir. Yang kita
lakukan adalah pemberdayaan masyarakat. Yang kita tuju adalah kemandirian masyarakat.
Kita memfasilitasi mereka untuk memahami masalah mereka sendiri, mencari dan
menjalankan pemecahannya dan untuk kehidupan mereka sendiri. Perang opini dalam
pemberdayaan tidak identik dengan mendominasi keinginan masyarakat.
Salah satu bagian tidak terpisahkan dalam bina suasana adalah citra diri petugas. Yaitu
bagaimana kita menilai diri kita sebagaimana orang lain menilai. Citra diri bisa
dikembangkan dan tentu akan berpengaruh positif terhadappersonal branding. Selanjutnya
Image dan merek diri amat berpengaruh pada penerimaan masyarakat terhadap apa saja
yang kita bawa untuk mereka. Jadi mereka mau atau tidak sangat tergantung kita juga.
Jangan mengajak orang jadi donatur bila kita dikenal tidak terbuka masalah uang. Jangan
mengajak orang lain berperilaku hidup sehat kalau kita suka merokok di tempat umum.
Jangan mengajak orang optimis pada suatu hal kalau kita selalu gagal akan hal itu. Dan
jangan… jangan … dan seterusnya.
2.TEKNIK FASILITASI

A. PENGERTIAN DASAR

Istilah fasilitasi dan fasilitator tidak muncul begitu saja. Fasilitasi menjadi bagian
penting dalam proses pembelajaran sosial dalam arena pemberdayaan masyarakat secara
luas. Kedua istilah itu mungkin baru populer selama satu dekade terakhir, yang terkait
dengan tiga isu besar.
Pertama, berkembangnya paradigma pembangunan yang berpusat pada rakyat (people
centered development) atau yang lebih populer sekarang adalah pemberdayaan
masyarakat. Dahulu dimasa Orde Pembangunanisme kerja-kerja pembangunan biasanya
membutuhkan pembinaan dan para aktor yang disebut pembina, penyuluh atau juru
penerang untuk melakukan transfer pengetahuan kepada masyarakat. Istilah aktor-aktor ini
sangat populer bagi masyarakat, apalagi bagi warga STPMD "APMD" yang terbiasa
melakukan kegiatan penyuluhan ketika mengemban darma pengabdian kepada
masyarakat. Sejak awal “kampus pembangunan” ini bercita-cita mencetak “kader-kader
pembangunan” yang kelak bertugas sebagai tenaga penyuluh atau juru penerang bagi
masyarakat. Karena itu mahasiswa perlu dibekali pengetahuan yang terkait dengan
penerangan atau penyuluhan.
Dahulu, dalam kehidupan sehari-sehari, orang bisa melihat para penyuluh berseragam
yang dimobilisir oleh sejumlah instansi pemerintah: Departemen Penerangan punya juru
penerang, kecamatan juga punya juru penerang, BKKBN punya PLKB, Departemen
Pertanian punya PPL, dan lain-lain. Mereka melakukan penerangan/penyuluhan ke seluruh
penjuru tanah air untuk memberi ceramah pada masyarakat, agar warga tahu, sadar dan
tunduk. Konon ada asumsi bahwa masyarakat itu bodoh dan kurang sadar, sehingga perlu
“dibina” atau “disuluh” oleh para orang-orang hebat yang dibayar oleh pemerintah.
Sekarang paradigma itu berbalik. Kini muncul ortodoksi baru bahwa masyarakat itu tidak
bodoh sehingga tidak perlu digurui, masyarakat itu punya kearifan lokal yang perlu
dikembangkan; masyarakat itu punya potensi dan kreativitas yang perlu dibangkitkan.
Karena itu yang dibutuhkan bukan para penyuluh atau pembina, tetapi para fasilitator atau
katalisator, pembelajar atau komunikator katalis. Oleh karena itu, sekarang banyak
program pembangunan yang digalakkan pemerintah telah mengintrosudir fasilitator.
Misalnya Program Pengembangan Kecamatan (PPK) yang difasilitasi oleh Fasilitator
Kecamatan dan Fasilitator Desa.

Fasilitasi dan mediasi sering dipertukarkan, tetapi keduanya berbeda. Mediasi sebenarnya
merupakan sebuah intervensi ke dalam pertikaian atau negosiasi oleh pihak ketiga yang
diterima dan netral, yang tidak mempunyai kewenangan mengambil keputusan. Fasilitasi
dan mediasi memiliki kesamaan bahwa keduanya memasukkan intervensi oleh pihak
ketiga yang diterima dan netral. Tetapi keduanya punya perbedaan pada tiga sisi.
Pertama, dari sisi tujuan. Tujuan mediasi adalah membantu pihak-pihak yang bernegosiasi
untuk mencari penyelesaian konflik. Fasilitasi bertujuan membantu kelompok
membicarakan dan menyelesaikan masalah dan pembuatan keputusan. Kedua, dari sisi
masuknya ke dalam proses. Mediator masuk atau diundang oleh pihak-pihak yang bertikai
ketika mereka mengalami kemandegan dalam bernegosiasi. Fasilitator bisa masuk kapan
saja.
Ketiga, dari sisi kontrol terhadap proses. Mediator melakukan kontrol terhadap proses
lebih besar ketimbang fasilitator. Mediator harus lebih ketat dalam memainkan peran
memediasi pihak-pihak yang bertikai, misalnya mengatur betul siapa yang berbicara dalam
forum. Sementara fasilitator dan peserta forum bersama-sama mengontrol kegiatan
fasilitasi.
Fasilitasi berkenaan dengan tiga hal penting yang harus diperhatikan oleh fasilitator:

1. SUBSTANSI: berkenaan dengan “apa yang dibicarakan” dalam kelompok atau


forum, seperti konsep, pengalaman, pandangan dll.
2. PROSES: berkenaan dengan “bagaimana melakukan atau membicarakan”, yaitu
bagaimana metode yang diterapkan oleh fasilitator, bagaimana partisipasi peserta dalam
kelompok, bagaimana mereka mengungkapnya gagasannya, bagaimana mereka membuat
kesepakatan dan lain-lain. Proses tidak kalah pentingnya dibanding substansi. Jika
prosesnya jelek, maka tujuan fasilitasi kelompok (forum) akan gagal juga. Proses fasilitasi
yang baik akan kita bahas dalam konteks metode diskusi dan petunjuk untuk fasilitator.
3. HUBUNGAN: berkenaan dengan hubungan antarpeserta, antara peserta dengan
fasilitator, antara peserta dengan panitia dan lain-lain. Fasilitasi yang baik membutuhkan
kedekatan hubungan antarapeserta dan antara peserta dengan fasilitator, hubungan yang
setara (tidak dominatif), terbuka, akrab, informal, saling menghormati, dll.
B. METODE, PROSES DAN TEKNIK

Metode
Latar Belakang
            Salah satu masalah yang memerlukan perhatian dalam kegiatan kepelatihan adalah
Metode dan Teknik Pelatihan. Pada awalnya metode dan teknik pelatihan ini kurang
mendapatkan perhatian, karena orang berpandangan bahwa pelatihan itu merupakan suatu
kegiatan yang sifatnya praktis, jadi tidak diperlukan pengetahuan (teori) yang ada sangkut
pautnya dengan kepelatihan. Orang sudah merasa mampu untuk melatih  dan menjadi pelatif
atau fasilitator kalau sudah menguasai materi yang akan disampaikan.
Pandangan ini tidak benar. Fasilitator perlu pula mempelajari pengetahuan yang ada kaitannya
dengan kegiatan pelatihan, khusunya metode dan teknik pelatihan yang berguna
untuk  “bagaimana memproses” terjadinya interaksi belajar.

Pengertian Metode Pelatihan


Metode merupakan salah satu “sub-sistem” dalam “sistem pelatihan”, yang tidak bisa
dilepaskan begitu saja. Metode adalah cara atau prosedur yang dipergunakan oleh fasilitator
dalam interaksi belajar dengan memperhatikan keseluruhan sistem untuk mencapai suatu
tujuan  pelatihan.

Proses
Secara garis besar dalam suatu proses interaksi belajar menempuh 4 phase pokok yang meliputi:

1.      Phase pendahuluan
Phase ini dimaksudkan untuk menyusun dan mempersiapkan  mental set yang menguntungkan,
menyenangkan guna pembahasan materi pembelajaran. Dalam phase ini fasilitator dapat
melakukan kaji ulang (review) terhadap pembahasan sebelumnya dan menghubungkan dengan
pembahasan berikutnya.

2.      Phase Pembahasan
Phase ini dimaksudkan untuk melakukan kajian, pembahasan dan penelaahan terhadap materi
pembelajaan. Dalam phase ini peserta mulai dikonsentrasikan  perhatiannya kepada pokok
materi pembahasan. Dalam phase ini perlu dicari metode yang cocok dengan tujuan, sifat
materi, latar belakang peserta dan pelatih/fasilitator sendiri.

3.      Phase menghasilkan
Phase ini yaitu tahap di mana seluruh hasil pembahasan ditarik suatu kesimpulan bersama
berdasarkan pada pengalaman dan teori yang mendukungnya.

4.      Phase Penurunan
      Phase ini dimaksudkan untuk menurunkan konsentrasi peserta secara berangsur-angsur.
Ketegangan perhatian peserta pelatihan terhadap materi perlu secara bertahap diturunkan
untuk memberi isyarat bahwa proses pelatihan akan berakhir.
Mengenal Macam-macam Metode

            Banyak pilihan metode yang dapat dipergunakan oleh seorang fasilitator dalam
memproses interaksi belajar untuk mencapai tujuan tertentu. Tentu saja setiap metode
mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing.
            Banyak faktor yang perlu dipertimbangkan dalam memilih  metode yang tepat yaitu
meliputi: tujuan pelatihan, sifat materi pelatihan, peserta, fasilitator dan waktu. Dan yang
paling penting juga adalah filosofi pendekatan. Hal ini penting karena kalau menggunakan
pendekatan konvensional (pedagogis) akan berbeda dengan kalau menggunakan pendekatan
andragogis. Dalam pendekatan andragogis keterlibatan aktif peserta menjadi mutlak adanya.
Untuk itu maka metode-metode yang bersifat satu arah hendaknya ditinggalkan.

Metode Ceramah
Metode ceramah seringkali disebut metode kuliah (The Lecture Method). Dapat pula disebut
dengan metode deskripsi. Metode ceramah merupakan metode yang memberikan penjelasan
atau memberi deskripsi lisan secara sepihak (oleh seorang fasilitator) tentang suatu materi
pembelajaran tertentu. Tujuannya adalah agar peserta pelatihan mengetahui  dan memahami
materi pelatihan tertentu  dengan jalan menyimak dan mendengarkan. Peranan fasilitator
dalam metode ini sangat aktif dan dominan, sedangkan peserta hanya duduk mendengarkan
saja. Metode kurang tepat untuk pelatihan orang dewasa, karena dalam pelatihan orang dewasa
mengehndaki keterlibatan aktif seluruh peserta.

Curah Pendapat (Brainstorming)
Adalah sebuah metode umum yang digunakan dalam suatu pelatihan orang dewasa untuk
membantu peserta pelatihan memikirkan sebanyak mungkin ide dan gagasan. Selama
berlangsungnya curah pendapat peserta didorong untuk menghasilkan pendapat, gagasan
secepat mungkin tanpa perlu memikirkan nilai-nilai dari pendapat itu. Tekanannya adalah
kuantitas, dan bukan kualitas.
Dalam curah pendapat tidak dibenarkan adanya kritik terhadap pendapat-pendapat, karena
orang-orang akan merasa lebih bebas untuk membiarkan imajinasi-imajinasi mereka berjalan
dan untuk memberikan sumbangsih secara bebas/leluasa jika mereka tidak harus merasa kuatir
tentang apa yang akan dipikirkan oleh orang lain tentang kontribusi mereka. Masing-masing
individu bebas untuk memberikan sebanyak mungkin saran seperti yang diinginkan. Seorang
juru catat mencatat setiap kontribusi pada sebuah papan tulis atau di atas lembaran kertas
plano/ koran dan semua peserta didorong untuk mengembangkan pendapat-pendapatorang
lain. Sangat sering terjadi bahwa sesuatu pendapat yang nampaknya tidak berguna atau lucu
akan memicu pendapat orang lain yang ternyata menjadi sangat bernilai tinggi.
Setelah dilakukan curah pendapat, seluruh peserta kemudian dapat mengadakan evaluasi
terhadap saran-saran tersebut dan melakukan pembahasan.

MetodeKelompok Nominal
Adalah hampir sama dengan curah pendapat, tetapi ini dirancang agar setiap pribadi peserta
pelatihan untuk memberikan sumbangsihnya dan untuk mencegah adanya dominasi peserta
tertentu.
Prosedur ini bisa dilakukan dengan cara seluruh peserta diminta hening selama 5 sampai 10
menit, saat ini dapat digunakan oleh peserta untuk menulis pendapat-pendapatnya sebanyak
mungkin. Pendapat-pendapat itu merupakan jawaban-jawaban terhadap suatu pertanyaan yang
spesifik yang diajukan oleh fasilitator atau pertanyaan yang sudah disetujui oleh peserta
pelatihan (seperti: “Apa yang seharusnya dilakukan untuk memperbaiki lembaga ini?).
Langkah berikutnya ialah para peserta mengambil giliran membaca pendapat-pendapat dari
daftar mereka. Hal ini dilakukan dengan cara bergilir, setiap anggota membacakan hanya satu
pendapat saja untuk satu kesempatan. Peserta-peserta didorong untuk menambahkan ke dalam
daftar-daftar mereka setiap saat selama berlangsungnya tahapan  ini, dan saling
mengembangkan pendapat antara satu dengan yang lainnya. Seorang juru catat mencatat
pendapat-pendapat itu dalam kata-kata yang sama persis yang disampaikan oleh penyumbang
pendapat di atas sebuah daftar yang bisa dilihat oleh semua orang. Peserta pelatihan (anggota)
boleh  mengatakan pas atau belum ada ide setiap kali mendapat giliran dan boleh
menyampaikan pendapat lagi pada giliran berikutnya.
Hanya setelah pendapat sudah dicacat, seluruh peserta mendiskusikan semuanya. Seluruh
peserta mengklarifikasi pendapat-pendapat dan jika para penyumbang  pendapat setuju,
menggabungkan pendapat-pendapat yang sama atau hampir sama.
Setelah tahapan diskusi, salah satu cara untuk memprioritaskan item-item dari daftar itu  ialah
dengan cara; bagi setiap peserta (anggota) menuliskan lima yang menurut dia adalah paling
penting, dan sesudah itu membuat ranking dari kelimanya. Si Juru catat membacakan setiap
item dari daftar itu dan menmbahkan poin-poin yang ditugaskan padanya. (Sebuah item
dibebankan lima poin untuk setiap satu kali ia didaftarkan ke dua kalinya, dan seterusnya).
Dengan cara ini kelompok dapat menentukan nilai-nilai apa yang sudah disarankan, setelah
pendapat-pendapat itu dihasilkan.
Adalah penting sekali bahwa sang juru catat menggunakan kata-kata yang tepat sama persis
seperti yang diganakan oleh penyumbang pendapat ketika menguraikan pendapatnya. Jika
kata-kata harus diubah, hal itu hanya akan bisa dilakukan dengan seijin si penyumbang
pendapat, barangkali dengan mengajukan pertanyaan seperti: “Dapatkah anda memikirkan
seatu cara yang lebih singkat dalam mengatakan hal itu?”

Metode Diskusi
Metode ini sering digunakan dalam pelatihan orang dewasa, karena mereka dapat berpartisipasi
aktif untuk menyumbangkan pemikiran, gagasan dalam kegiatan diskusi. Kalau dalam metode
ceramah hanya terjadi komunikasi satu arah, maka metode diskusi terjadi banyak arah.
Dengan demikian maka pada dasarnya metode diskusi adalah mengemukakan pendapat dan
gagasan dalam musyawarah untuk mencapai mufakat. Biasanya peserta diskusi dihadapkan
pada suatu atau sejumlah masalah yang mungkin disodorkan oleh fasilitator. Atau peserta
dapat pula menentukan sendiri topik yang perlu dipecahkan bersama. Tujuan diskusi pada
umumnya adalah mencari pemecahan permasalahan, dari sinilah muncul bermacam-macam
jawaban yang perlu dipilih satu atau dua jawaban yang logis dan tepat guna dari bermacam-
macam jawaban yang lain untuk mencapai mufakat/persetujuan.

Macam-macam Metode Diskusi Kelompok


Selama ini, dalam pelatihan orang dewasa, dikenal banyak macam metode diskusi dan
seorang fasilitator  dapat memilih salah satu atau gabungan dari berbagai teknik ini
sehingga dapat memberikan berbagai variasi bagi peserta pelatihan dan tidak
menimbulkan kebosanan peserta. Macam teknik diskusi tersebut antara lain:

1.      Whole Group (Seluruh Peserta)


Seluruh kelompok dan seluruh peserta duduk dalam satu formasi setengah lingkaran atau
berbentuk “U” yang  dipimpin oleh fasilitator atau moderator yang diminta dari
peserta.  Diskusi seluruh kelompok ini biasanya membicarakan topik tertentu dengan
fasilitator/moderator sebagai pemandunya. Digunakan untuk mengenal dan mengelola
permasalahan, membuat permasalahan yang menarik, menciptakan suasana informal,
membantu peserta mengemukakan pendapat. Peserta diskusi hendaknya tidak lebih 20 orang.

2.      Group Discussion (Diskusi Kelompok)


Diskusi kelompok adalah upaya percakapan atau pembahasan yang dipersiapkan di antara tiga
atau lebih tentang topik tertentu dengan seorang fasilitator. Ditujukan untuk memberikan
kesempatan kepada peserta untuk saling mengemukakan pendapat dalam mengenal  dan
memecahkan  suatu permasalahan. Diskusi kelompok  akan membantu peserta pelatihan yang
malu berbicara di dalam kelompok besar  dalam mengemukakan pendapatnya. Jumlah peserta
dalam diskusi kelompok idealnya tidak lebih dari 5 orang.

3.   Focus Group Discassion (Diskusi Kelompok Fokus)


Diskusi Kelompok Fokus ini tidak jauh dengan diskusi kelompok seperti yang sudah kita
kemukakan, namun materi pembahasan diskusi ini lebih difokuskan pada bidang tertentu.
Peserta diskusi kelompok fokus bisanya bersifat homogen atau yang mempunyai pengalaman
atau pengetahuan sejenis atau sama.

4.   Panel Diskusi
Panel diskusi juga dipergunakan untuk membahas suatu permasalahan tertentu di mana 2 atau
lebih orang dari luar atau dari peserta pelatihan itu sendiri diminta untuk menyajikan suatu
permasalahan atau pendapatnya tentang sesuatu, kemudian seluruh peserta diminta untuk
menanggapi dan terlibat untuk mendiskusikannya.

5.      Syindicate Group

      Suatu kelompok besar dibagi menjadi kelompok-kelomok kecil dengan anggota tidak
lebih dari 5 orang. Masing-masing kelompok kecil tersebut melakukan diskusi tertentu,
dan tugas ini bersifat sementara. Fasilitator memberikan penjelasan secara umum dan garis
besar permasalahan, kemudian tiap tiap kelompok kecil (syndicate) diberi tugas
mempelajari suatu praktek tertentu yang berbeda dengan kelompok kecil lainnya. Jika
kemungkinan fasilitator menyediakan referensi. Setelah kelompok bekerja sendiri-sendiri,
keudian masing-masing kelompok menyajikan hasil diskusinya dalam sidang pleno untuk
dibahas lebih jauh.

6.   Debat Informal
Kelompok besar dibagi menjadi dua kelompok yang sama jumlah pesertanya dan
mendiskusikan  materi yang cocok untuk diperdebatkan. Biasanya fasilitator memberikan
persoalan yang sama kepada dua kelompok tersebut dan memberikan tugas yang bertentangan,
yaitu bahwa satu kelompok “Pro” dan satu kelompok “Kontra”. Biasanya bahan yang
diperdebatkan merupakan suatu permasalahan dan merupakan sesuatu yang aktual.

7.   Buzz Group (Kelompok Dengung)


Peserta dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil (2 - 3) orang   untuk mendiskusi-kan “sesuatu
topik” terlepas dari bantuan fasilitator. Tempat duduk diatur sedemikian rupa hingga peserta
dapat berhadap muka. Teknik ini memberikan kesematan kepada individu-individu untuk
menguji dan memperdalam pemikiran-pemikirannya atau mempertajam suatu upaya
pemecahan masalah dan mendapatkan kepercayaan dirinya sendiri.

8.      Fish Bowl (Diskusi “Lingkaran Dalam lingkaran”)


Para peserta pelatihan dibagi menjadi beberapa kelompok; salah satu kelompok, yang dapat
disebut “kelompok dalam” mendiskusikan suatu masalahtertentu dan “kelomok luar”
(kelompok lainnya) sebagai pendengar. Sebagai contoh, kelompok dalam dapat merupakan
“Kelompok Panitia Pelaksana (OC) sedangkan kelompok luarnya adalah “Kelompok Panitia
Pengarah (SC) yang tugasnya mendengarkan, menganalisis serta menterjemhkan apa yang
dibahas, didiskusikan dan dibicarakan menjadi tindakan nyata.

9.   Role Play (Bermain Peran)


Peserta pelatihan dimintauntuk melakukan peran tertentu dan menyajikan”permainan peran”
dan melakukan “dialog-dialog” tertentu yang menekankan pada karakter, sifat atau sikap yang
perlu dianalisis. Bermain peran haruslah mengungkapkan suatu masalah atau kondisi nayata
yang akan dipergunakan bahan diskusi atau pembahasan materi.
Dengan demikian, setelah selesai melakukan peran, langkah penting adalah analisis dari
bermain peran tersebut. Para pemain diminta untuk mengemukakan peran dan perasaan
mereka tentang peran yang dimainkan, demikian pula dengan peserta lainnya. Untuk itu
fasilitator harus mempersiapkan skenario dan cerita tertentu dan mempersiapkan “peserta”
yang akan memainkan peran tertentu tersebut, serta kelengkapan lain sebagai bahan analisis
yang diperlukan.

10.  Simulation (Simulasi)
Simulasi berasal dari bahasa Inggris “Simulation” artinya meniru perbuatan yang bersifat pura-
pura atau tidak dalam keadaan sesungguhnya. Tujan simulasi adalah menanmkan materi
pembahasan melalui pengalaman berbuat dalam proses simulasi. Sebenarnya simulasi lebih
tepat untuk meningkatkan ketrampilan tertentu dengan jalan “melakukan sesuatu” dalam
kondisi tidak nyata. Misalnya saja melakukan “Simulasi melatih petani”.
11. Demontration (Demontrasi)

Metode peragaan  merupakan suatu metode yang yang digunakan oleh fasilitator “untuk
mempergakan”  suatu proses untuk meningkatkan ketrampilan tertentu dengan
menggunakan alat yang sesuai dengan yang sesungguhnya. Misalkan “cara menyuntik
ayam”. Disini fasilitator  atau salah satu peserta menunjukkan alat yang dipakai, proses
yang yang ditempuh dan teknik yang dipergunakan dalam menyuntik ayam.

PENJELASAN PRAKTIS TEKNIK FASILITASI

 
a. TEKNIK BUZZ GROUPS (KELOMPOK LEBAH) :
Adalah teknik sederhana untuk menggali informasi dan perasaan dalam suasana orang bekerja
dalam kelompok kecil (2 – 3 orang. Disebut Buzz (lebah) karena dalam pelaksanaannya akan
terdengar suara seperti lebah akibat banyak orang yang berbicara.

TEKNIK BUZZ GROUPS


KEKUATAN HAL-HAL YANG PERLU
DIPERHATIKAN
1.      Sangat partsipatif 1.      Memakai waktu yang singkat (3 – 5
2.      Efektif terhadap kelompok yang malu menit).
3.      Mudah mengukur tingkat partisipasi 2.      Pertanyaan harus jelas / sederhana.
4.      Dapat digunakan dengan kelompok 3.      Hasil perlu digunakan.
besar
5.      Menciptakan rasa aman
LANGKAH-LANGKAH DALAM BUZZ GROUPS :
1.      Memperkenalkan topik yang akan dibahas.
2.      Menyampaikan pertanyaan secara tertulis karena akan membantu orang terfokus pada
pertanyaan.
3.      Memberikan kesempatan berpikir sejenak (berefleksi 2 – 3 menit).
4.      Peserta bergabung dengan “tetangga” (rekan yang duduk di samping/dekatnya), kemudian
membahas topik (jangan lama-lama, sekitar 5 menit saja).
5.      Menulis pendapat di kertas sendiri, kertas plano atau lainnya.
6.      Kesimpulan.

b. TEKNIK ROUND ROBBIN (GILIRAN)

TEKNIK ROUND ROBBIN


KEKUATAN HAL-HAL YANG PERLU
DIPERHATIKAN
1. Partsisipasi tinggi. 1. Menghindari pidato.
2. Menghargai pendapat orang 2. Dapat membosankan.
lain. 3. Perlu waktu agak lama.
3. Cepat.
4. Banyak ide.

LANGKAH-LANGKAH DALAM ROUND ROBBIN :


1.            Memperkenalkan topik yang akan dibahas.
2.            Menyampaikan pertanyaan secara tertulis karena kan membantu orang terfokus pada
pertanyaan.
3.            Memberikan kesempatan berpikir sejenak (berefleksi 2 – 3 menit).
4.            Mulai giliran dengan satu orang dan memberikan kesempatan tiap orang secara berurutan
(boleh “pas” tapi kemudian harus dicek kembali).
5.            Menulis pendapat di kertas plano.
6.            Dilanjutkan sesuai tujuan semula (berkaitan dengan topik).
7.            Kesimpulan.

 c.  TEKNIK BRAINSTORMING (CURAH PENDAPAT)


                                                                                                                                            Adalah
teknik untuk memperoleh ide, analisis dan partisipasi. Kegunaannya adalah mencari ide
semaksimal mungkin dari peserta.

TEKNIK BRAINSTORMING
KEKUATAN HAL-HAL YANG PERLU
DIPERHATIKAN
1. Partisipatoris. 1. Pertanyaan harus jelas.
2. Banyak ide. 2. Banjir ide.
3. Mengundang keberanian. 3. Dominasi oleh orang yang
4. Ide berkembang terus. berpikir cepat.
5. Mendukung cara pikir analitis. 4. Dominasi laki-laki.
5. Jika terlalu sering digunakan akan
membosankan.
6. Sulit dilakukan pada kelompok
yang besar.
7. Klarifikasi bisa sangat rumit,
terlebih bila telah ada klasifikasi dari
fasilitator sebelum masuk kelas..
8. Hasil perlu digunakan pada sesi-
sesi selanjutnya.

LANGKAH-LANGKAH DALAM BRAINSTORMING :

LANGKAH PERTAMA (PENGEMBANGAN IDE) :


1.      Memperkenalkan topik.
2.      Menjelaskan aturan main (ide sebanyak mungkin, tidak boleh ada kritik karena bukan
perdebatan, bisa menggunakan ide orang lain, bebas dalam beride bahkan ide yang aneh
adalah baik, siapa saja dapat bicara).
3.      Mengutarakan pertanyaan selalu secara tertulis.
4.      Menulis semua ide di kertas plano, jika terlalu panjang bisa minta istilah lain pada pemberi
ide.
5.      Setelah selesai orang mengutarakan ide, maka selalu menanyakan : “ada ide lain ?”.

LANGKAH KEDUA (KLARIFIKASI) :


1.      Menjelaskan proses klarifikasi (belum mengkritik).
2.      Membaca ide satu per satu, jika belum jelas maka diklarifikasi pada si pemberi ide.
3.      Klarifikasi diupayakan selalu tuntas.

LANGKAH KETIGA (MENGUMPULKAN / KLASIFIKASI) :


1.      Menjelaskan langkah klasifikasi.
2.      Meminta peserta mengelompokkan ide-ide yang sama/mirip/serupa.
3.      Memberi nama untuk tiap kelompok dengan nama yang mencerminkan/mewakili seluruh
ide.
4.      Cek ulang apakah ada ide-ide dalam kelompok yang kurang cocok atau bahkan salah
dimasukkan dalam kelompok tersebut.

LANGKAH KEEMPAT (ANALISIS MASALAH/ MENGAMBIL KEPUTUSAN) :


1.      Mengajak peserta membahas hasil dari tiap kelompok.
2.      Mencatat hasil.
3.      Menentukan bersama apa yang yang menjadi prioritas yang harus ditindaklanjuti.

d. TEKNIK META PLAN :


Adalah : teknik untuk mengumpulkan ide yang menyerupai dengan teknik brainstorming,
namun dengan menggunakan kartu. Kegunaannya adalah curah pendapat, menghasilkan ide,
pengorganisasian ide dan mencari konsesnsus.

TEKNIK META PLAN


KEKUATAN HAL-HAL YANG PERLU
DIPERHATIKAN
1. Partsipasi tinggi. 1. Terlalu banyak kartu.
2. Mudah diperagakan. 2. Proses penyortiran kartu
3. membantu bagi orang yang malu bisa rumit.
berpendapat secara lisan. 3. Jika terlalu sering
4. Memudahkan refleksi. digunakan akan membosankan.
5. Mudah disortir. 4. Tulisan jangan terlalu
6. Tersedia waktu agak banyak untuk kecil (satu kartu satu ide).
berpikir. 5. Membutuhkan tempat
7. Portable, karena hasil bisa dibawa agak luas.
ke mana-mana. 6. Perlu perlengkapan
khusus.
7. Dominasi
dalampengorganisasian.

LANGKAH-LANGKAH DALAM META PLAN :


1.      Menyiapakan tempat dan peralatan pendukung (kartu, plastik/kain untuk menempelkan
kartu, ATK).
2.      Menyajikan topik yang akan dibahas dalam wujud pertanyaan / pernyataan secara tertulis.
3.      Menjelaskan aturan main danproses :
a.       Satu ide satu kartu.
b.      Tulisan dibuat besar.
c.       Kalimat singkat (maksimal 6 kata) namun sedetil mungkin.
d.      Semua kartu yang dibagikan sebisa mungkin digunakan (ide sebanyak mungkin sesuai kartu
yang dimiliki).
4.      Cukup waktu (sekitar 5 menit) untuk brainstorming bagi diri sendiri.
5.      Memberi waktu menulis kartu.
6.      Mengumpulkan kartu dan memasangkannya di tempat yang mudah dilihat semua peserta
(Tips : jika menggunakan papan tulis atau dinding, maka perlu dipasangi kertas dahulu agar
mudah dipindahkan).
7.      Dilanjutkan seperti langkah-langkah dalam Teknik Brainstroming (Klarifikasi, Klasifikasi,
Analisis Masalah/Mengambil Keputusan).

e.TEKNIK DISKUSI KELOMPOK (DISKO) :


METODE DISKUSI KELOMPOK
KEKUATAN HAL-HAL YANG PERLU
DIPERHATIKAN
1. Mendorong partsipasi 1. Pertanyaan / topik harus jelas.
2. Komunikasi dan pembahasan 2. Perlu waktu lama unt.
lebih intensif Pemecahan masalah karena ada
3. Fokus lebih terjaga proses analisis yg dalam, serta butuh
waktu presentasi
4. Mudah dan ada peluang untuk
mengemukakan pendapat 3. Bisa ada dominasi dalam
kelompok
4. Kehilangan arah karena ada
kemungkinan pembicaraan dalam
kelompok kemana-mana / tidak
terfokus.
5. Fasilitator harus mengunjungi
Disko, karena mungkin perlu
bantuan, klarifikasi dan intervensi
tertentu; di samping untuk
mengingatkan batasan waktu.

LANGKAH-LANGKAH DALAM DISKO :

LANGKAH PERTAMA :

A.  JELASKAN TOPIK DISKUSI DENGAN PERTANYAAN YANG JELAS DAN


TERTULIS :
01.    Menentukan Fasilitator dan notulis dalam kelompok.
02.    Mempersamakan persepsi.
03.    Mernyusun agenda dan waktu.
04.    Melakukan diskusi.
05.    Mengambil kesimpulan.
06.    Mencatat hasil dalam kertas plano, transparansi (OHT), diketik atasu lainnya.

B.  MEMBAGI PESERTA DALAM KELOMPOK KECIL (IDEALNYA 4 – 5 ORANG),


DENGAN CARA :
01.        Random (berhitung berdasar nomer/angka atau nama buah dan lainnya).
02.        Cluster (berdasar wilayah, jenis kelamin, umur, tempat duduk).
03.        Kesesuaian topik (pilih berdasar minat).
04.        Berikan batasan waktu dengan sedikit perkiraan molor.
05.        Kerangka laporan harus jelas formatnya.

LANGKAH KEDUA :

A.    MENAJALANI DISKUSI KELOMPOK.


B.     KUNJUNGAN FASILITATOR (MEMBANTU, MENJELASKAN, KLARIFIKASI,
ATAU MENGEMBALIKAN ARAH).

LANGKAH KETIGA :

A. PRESENTASI HASIL DISKO


1.      Membagi hasil dari masing-masing diskusi.
2.       Menarik ringkasan atau kesimpulan seluruh Disko, mana yang sama dan mana yang
berbeda.
3.       Menentukan langkah selanjutnya.

C.    BAGAIMANA PRESENTASI ? (METODE PRESENTASI) :


1.                                                                                                                                                      Presentasi dari hasil Disko tiap
kelompok :
a.       Wakil kelompok yang presentasi.
b.       Tanya jawab dan klarifikasi (tanggapan setelah presentasi satu-per-satu atau setelah
semuanya selesai presentasi).
c.       Menarik suatu kesimpulan.

2.      Bursa Informasi :
a.       Tiap kelompok memperagakan di tempat masing-masing (misalnya dengan menempelkan
kertas plano hasil Disko).
b.       Kelompok lain berkeliling,  membaca dan mencatat untuk memberikan saran, kritik yang
membangun).
c.       Diskusi pleno dengan kelompok lain memberikan umpan balik dan anggota kelompok
memberikan tanggapan.

     3.   Presentasi oleh Fasilitator Kelompok :


a.       Sama dengan carapresentasi I, tetapi dilakukan oleh fasilitator.
b.       Fasilitator bisa langsung menjawab atau mengembalikannya kepada kelompok atas
tanggapan kelompok lain.

LANGKAH KEEMPAT :

A.   MENARIK KESIMPULAN/RINGKASAN.
B.   PROSES DISKO : BAGAIMANA PESERTA MERASA SEBAGAI ANGGOTA DISKO
ATAU PLENO ? DAN BAGAIMANA KEAKTIFAN PESERTA / ANGGOTA KELOMPOK
?.

f.   TEKNIK BERMAIN PERAN (Role Playing)

Anda mungkin juga menyukai