Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI

DIABETES MILITUS DAN HIPERTENSI

Disusun Oleh : Kelompok II


Febby Amalia Sofiana : 1804015249
Hanindita Puspita Sari : 1804015184
Saffira Hersa K.H : 1804015068
Zahwa : 1804015279
Yosi Melina Gesti : 1804015242

Dosen Pengampu Praktikum : apt. Nora Wulandari, M. Farm


Tanggal diskusi kelompok : 01 Desember 2021
Tanggal presentasi kelompok : 01 Desember 2021

LABORATORIUM FARMAKOTERAPI
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS FARMASI DAN SAINS
JAKARTA
2021
BAB I
KASUS

A. Kasus
Anda Sebagai apoteker di Rumah Sakit sedang melakukan visite pada pasien diabetes
militus tipe 2
LEMBAR HASIL PENGUMPULAN DATA DAN INFORMASI PASIEN

Identitas Pasien
Nama : Tn Daniel
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 65 tahun
BB/TB : 70 kg/178 cm
Pekerjaan : Pensiunan
Pendidikan terakhir : S1
Alamat : Jalan Delima 2 Jakarta Timur

Riwayat Penyakit
Keluhan saat ini: Demam, pusing, lemas dan kadang gemetar setelah menggunakan obat.
Sejak semalam mengalami batuk yang tidak dapat ditoleransi dan meminta untuk diganti
obat.
Riwayat penyakit saat ini: Pasien dibawa ke rumah sakit (tanggal 28 Nov 2021) karena
sering merasa pusing beberapa hari sebelumnya, lalu disarankan untuk dirawat.
Diagnosa: DM tipe 2 dan Hipertensi
Riwayat penyakit terdahulu: Sejak tahun terakhir mengalami hipertensi dan diabetes 1
tahun yang lalu.
Riwayat Penyakit Keluarga: tidak ada
Riwayat pengobatan: Sejak 1 tahun yang lalu menggunakan Capropril 12,5 mg 1xsehari,
dan Metformin 80 mg 1xsehari.
Riwayat lingkungan, sosial dan gaya hidup: Pasien pensiunan, tidak merokok dan alkohol.
Sering lupa minum obat. Dalam Satu bulan terakhir hanya minum obat 1 minggu.
Riwayat Alergi: tidak ada

Laporan Hasil Pemeriksaan


Nama: Tn Dina
Usia: 65 tahun
Berat badan: 70 kg
Tinggi Badan: 175 cm
Alamat: Jalan Delima 2 Jakarta Timur
Hasil Pemeriksaan
Jenis pemeriksaan 28 Nov 2021 29 Nov 2021 Nilai Rujukan
Tanda Vital
Tekanan darah 160/100 mmg/dL 160/100 mmg/dL <140/80 mg/dL
Suhu 37oC 38.5oC 37oC
Darah
GDP 200 mg/dL 70 mg/dL 80-130 mg/dL
G2PP 250 mg/dL 150 mg/dL <180 mg/dL
GDS 250 mg/dL 140 mg/dL <200 mg/dL
Hb1C 9% 5% <7%
Kolesterol total 170 mg/dL 170 mg/dL <200 mg/dL
Catatan Pengobatan
24-10-2021 25-10-2021
No. Nama Obat Dosis Rute
P SI S M P SI S M
1. Captorpil 25 2xsehari Oral    
mg
2. Glimepiride 4 2xsehari Oral    
mg
3. Paracetamol  
500 mg
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. TEORI
Diabetes Mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada
seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa)
darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif. DM merupakan
penyakit yang menjadi masalah pada kesehatan masyarakat. Oleh karena itu DM
tercantum dalam urutan keempat prioritas penelitian nasional untuk penyakit
degeneratif setelah penyakit kardiovaskuler, serebrovaskuler, rheumatik dan
katarak.
Diabetes melitus adalah penyakit metabolisme yang merupakan suatu
kumpulan gejala yang timbul pada seseorang karena adanya peningkatan kadar
glukosa darah di atas nilai normal. Penyakit ini disebabkan gangguan metabolisme
glukosa akibat kekurangan insulin baik secara absolut maupun relatif.Ada tiga ciri
pada penderita diabetes melitus yaitu Polipagi (banyak makan), Polidipsi (banyak
minum) dan Poliuri (banyak kencing). Selain itu, sering pula muncul keluhan
penglihatan kabur, koordinasi gerak anggota tubuh terganggu, kesemutan pada
tangan atau kaki, timbul gatal-gatal yang seringkali sangat mengganggu (pruritus),
dan berat badan menurun tanpa sebab yang jelas.
 Pada DM Tipe 1: gejala klasik yang umum dikeluhkan adalah poliuria,
polidipsia, polifagia, penurunan berat badan, cepat merasa lelah (fatigue),
iritabilitas, dan pruritus (gatal-gatal pada kulit).
 Pada DM Tipe 2: gejala yang dikeluhkan umumnya hampir tidak ada. DM
Tipe 2 seringkali muncul tanpa diketahui, dan penanganan baru dimulai
beberapa tahun kemudian ketika penyakit sudah berkembang dan
komplikasi sudah terjadi. Penderita DM Tipe 2 umumnya lebih mudah
terkena infeksi, sukar sembuh dari luka, daya penglihatan makin buruk,
dan umumnya menderita hipertensi, hiperlipidemia, obesitas, dan juga
komplikasi pada pembuluh darah dan syaraf.
Diabetes melitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit atau gangguan
metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar
gula darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid, dan protein
sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi fungsi insulin dapat
disebabkan oleh gangguan atau defisiensi produksi insulin oleh sel-sel beta
Langerhans kelenjar pankreas, atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel
tubuh terhadap insulin (WHO, 1999)
Ada 2 tipe diabetes melitus yaitu diabetes tipe I/diabetes juvenile yaitu
akibat produksi insulin yang tidak ada akibat dari kelainan genetik yang terjadi
sejak usia muda sedangkanDiabetes tipe II yaitu terjadi resistensi insulin, dimana
ada produksi insulin yang optimal namun tidak seluruhnya berfunsi dengan
normal. Umumnya DM tipe II akan dimulai dengan obat-obatan oral, tapi bila
sudah mencapai titik resistensi insulin tinggi dan obat oral tidak membantu fungsi
insulin maka diberikan insulin sintetis ( FKUI, 2009). Penatalaksanaan diabetes
mellitus terdiri dari beberapa terapi, yaitu terapi non farmakologis dan terapi

4
farmakologis, yang salah satunyadengan terapi insulin (Abdulazeez dkk, 2014).

Beberapa tes bisa menentukan tingkat gula dalam darah. GDS (Gula Darah
Sewaktu) yaitu tes gula darah yang dilakukan pada saat kapanpun walaupun
sesudah makan. Jika hasil menunjukkan >200 mg/dl (11,1 mmol/L), maka sudah
pasti penderita gula darah. Ada juga istilah GDP (Gula Darah Puasa), biasanya tes
GDP dilakukan dengan sengaja dan untuk mengetahui kadar gula dalam darah
setelah 8 – 10 jam tidak makan. Dianjurkan untuk dilakukan di pagi hari. Nilai
GDP tidak boleh lebih dari 126 mg/dl (> 7.0 mmol/L) karena akan terindikasi
diabetes. Selain pengukuran melalui tes gula darah, Hemoglobin glikat atau
dikenal dengan nama (HbA1C) bisa menguji produksi selama 3 bulan terakhir.
Jika menunjukkan lebih dari 6,5 % maka bisa di identikkan dengan Diabetes. Lalu
ada juga metode pelitian TTGO ( Tes Toleransi Glukosa Oral). Walaupun berbeda
tes, namun akurasinya sama. Tes ini mengharuskan untuk puasa terlebih dahulu
dan 2 jam setelah minum, baru glukosa bisa diketahui. Jika nilai 2 jam setelah
minum glukosa mencapai lebih besar atau sama dengan 200 mg/DL (11,1
mmol/L) maka seseorang terkena Diabetes.
Adapun program penanggulangan Diabetes bisa dilakukan dengan
berbagai macam cara diantaranya:
a. Pemeriksaan kesehatan secara teratur
b. Menjalani pengobatan secara intensif
c. Aktif secara fisik
d. Memperbaiki kualitas makanan
e. Dukungan masyarakat

Hipertensi adalah kelainan sistem sirkulasi darah yang mengakibatkan


peningkatan tekanan darah diatas nilai normal atau tekanan darah ≥140/90 mmHg
(Kemenkes.RI, 2014). Hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala, dimana
tekanan yang abnormal tinggi di dalam arteri menyebabkan meningkatnya risiko
terhadap stroke, aneurisma, gagal jantung, serangan jantung dan
kerusakan(Aisyiyah Nur Farida, 2012). Menurut American Heart Association
(AHA), penduduk Amerika yang berusia diatas 20 tahun menderita hipertensi
telah mencapai angka hingga 74,5 juta jiwa, namun hampir sekitar 90-95% kasus
tidak diketahui penyebabnya. Hipertensi merupakan silent killer dimana gejala
dapat bervariasi pada masing-masing individu dan hampir sama dengan gejala
penyakit lainnya. Gejala penyakit hipertensi adalah sakit kepala/rasa berat di
tengkuk, mumet (vertigo), jantung berdebar-debar, mudah Ielah, penglihatan
kabur, telinga berdenging (tinnitus), dan mimisan(Kemenkes.RI, 2014) .

Klaisifkasi Hipertensi menururt JNC VII 2003

Klasifikasi Tekanan Tekanan Darah Sistolik Tekanan Darah


Darah Tekanan (mmHg) Diastolik (mmHg)
Normal <120 <80
Prehipertensi 120-139 80-89
Hipertensi Stage 1 140-159 90-99
Hipertensi Stage 2 ≥160 ≥100

5
Berbagai macam batasan tingginya tekanan darah yang dikatakan sebagai
hipertensi. Batasan yang digunakan oleh WHO adalah TDS > 160 mmHg atau
TDD >95 mmHg. Berdasarkan tingginya nilai tekanan darah, maka Hipertensi
dibedakan menjadi:
1. Hipertensi ringan : TDD 90-110
2. Hipertensi sedang : TDD 110-130
3. Hipertensi berat : >130

Seiring bertambahnya usia, seseorang akan memiliki kemungkinan yang


lebih tinggi untuk mengalami hipertensi. Beberapa faktor yang bisa meningkatkan
risiko hipertensi yaitu:
1. Berusia di atas 65 tahun.
2. Konsumsi makanan tinggi garam berlebihan.
3. Kelebihan berat badan atau obesitas.
4. Adanya riwayat keluarga dengan kondisi medis yang sama.
5. Kurang asupan buah dan sayuran.
6. Jarang berolahraga.
7. Mengonsumsi terlalu banyak makanan atau minuman yang mengandung
kafein.
8. Mengonsumsi minuman beralkohol.

Hipertensi terbagi menjadi dua jenis, yaitu hipertensi primer dan sekunder.
Masing-masing memiliki penyebab yang berbeda, seperti berikut ini.
 Hipertensi Primer
Penyebab terjadinya hipertensi pada kebanyakan orang dewasa tidak
diketahui. Hipertensi primer cenderung berkembang secara bertahap selama
bertahun-tahun.
 Hipertensi Sekunder
Beberapa orang memiliki tekanan darah tinggi karena kondisi kesehatan
yang mendasarinya. Hipertensi sekunder cenderung muncul tiba-tiba dan
menyebabkan tekanan darah lebih tinggi daripada hipertensi primer.Berbagai
kondisi yang dapat menyebabkan hipertensi sekunder, antara lain:
1. Obstruktif sleep apnea (OSA).
2. Masalah ginjal.
3. Tumor kelenjar adrenal.
4. Masalah tiroid.
5. Cacat bawaan di pembuluh darah.
6. Obat-obatan, seperti pil KB, obat flu, dekongestan, obat penghilang rasa
sakit yang dijual bebas.
7. Obat-obatan terlarang.

Obat-obatan yang umumnya diberikan kepada para pengidap hipertensi,


antara lain:
1. Obat untuk membuang kelebihan garam dan cairan di tubuh melalui urine.
Pasalnya, hipertensi membuat pengidapnya rentan terhadap kadar garam
tinggi dalam tubuh.
2. Obat untuk melebarkan pembuluh darah sehingga tekanan darah bisa
menurun. Perlu diketahui bahwa hipertensi membuat pengidapnya rentan

6
mengalami sumbatan pada pembuluh darah.
3. Obat yang bekerja untuk memperlambat detak jantung dan melebarkan
pembuluh darah.
4. Obat penurun tekanan darah yang berfungsi untuk membuat dinding
pembuluh darah lebih rileks.
5. Obat penghambat renin untuk menghambat kerja enzim yang berfungsi
menaikkan tekanan darah. Jika renin bekerja berlebihan, tekanan darah
akan naik tidak terkendali.

Selain konsumsi obat-obatan, pengobatan hipertensi juga bisa dilakukan


melalui terapi relaksasi, misalnya terapi meditasi atau terapi yoga. Namun,
pengobatan hipertensi tidak akan berjalan lancar jika tidak disertai dengan
perubahan gaya hidup, seperti menjalani pola makan dan hidup sehat, serta
olahraga teratur. Terdapat beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk mencegah
hipertensi, yaitu:
a. Mengonsumsi makanan sehat.
b. Batasi asupan garam.
c. Mengurangi konsumsi kafein yang berlebihan.
d. Berhenti merokok.
e. Berolahraga secara teratur.
f. Menjaga berat badan.
g. Mengurangi konsumsi minuman beralkohol.

B. ALGORITMA TERAPI

1. Algoritma Pengobatan Diabetes

7
2. Algoritma Pengobatan Hipertensi

8
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL

No RM : 006
Rumah Sakit UHAMKA Nama Pasien : Tn. Daniel
Jl. Delima 1 No 1, Jakarta Timur Tgl Lahir/Umur : 65 tahun
Telphone: (021) 0890909090 Jenis kelamin : Laki-laki

CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN TERINTEGRASI


KLINIK : Sejahtera
Tanggal/ Profesion Hasil Asesman Pasien dan Instruksi PPA Review dan
Jam al Pemberian Pelayanan verifikasi
Pemberi DPJP
Asuhan
(PPA)
01/12/21 Hanin, Berdasarkan SOAP: Plan: echa
febby, 1) Rekomendasi untuk
oci, Data Subjektif: mengganti captopril
zahwa Keluhan saat ini: Demam, dengan golongan ARB
pusing, lemas dan kadang karena ARB tidak
gemetar setelah menggunakan mencegah pemecahan
obat. Sejak semalam
bradikinin sehingga
mengalami batuk yang tidak
dapat ditoleransi dan meminta tidak memberikan efek
untuk diganti obat. samping batuk, yaitu
Candesartan dengan
Riwayat penyakit saat ini:
Pasien dibawa ke rumah sakit dosis awal 8 mg sekali
(tanggal 28 Nov 2021) karena sehari (ISO
sering merasa pusing beberapa FARMAKOTERAPI
hari sebelumnya, lalu Hal. 124 dan
disarankan untuk dirawat. http://pionas.pom.go.id/
Riwayat penyakit terdahulu: monografi/kandesartan-
Sejak tahun terakhir sileksetil)
mengalami hipertensi dan 2) Penyesuaian dosis
diabetes 1 tahun yang lalu. glimepirid dan pasien
Riwayat pengobatan: Sejak 1 dapat diberikan asupan
tahun yang lalu menggunakan gula untuk
Capropril 12,5 mg 1xsehari, meningkatkan kadar
dan Metformin 80 mg
gula darahnya sehingga
1xsehari.
tidak terjadi
Riwayat lingkungan, sosial hipoglikemia
dan gaya hidup: 9Pasien
3) Dosis glimeripid
pensiunan, tidak merokok dan diturunkan menjadi 1
alkohol. Sering lupa minum mg sekali sehari
obat. Dalam Satu bulan http://pionas.pom.go.id/
terakhir hanya minum obat 1
monografi/glimepirid
minggu.
4) Meningkatkan
Riwayat Alergi: tidak ada kepatuhan minum obat
pasien dengan
Data Objektif: memberikan konseling
kepada pasien
Berat badan : 70kg
Tinggi badan: 175cm
TD: 160/100 mmHg/dL Non-farmakologi:
1) Menjalankan pola
Suhu: 38C hidup sehat
GDP : 70 mg/dL 2) Tidak
mengkonsumsi
G2PP: 150 mg/dL minuman
GDS: 140 mg/dL beralkohol
3) Mengurangi asupan
HBA1C : 5%
natrium, makanan
Kolesterol total: 170 mg/dL mengandung
minyak, dan
memperbanyak
Assasment (DRP): konsumsi sayuran
1) Adverse drug event
(Kejadian obat yang Monitoring:
1) Menjaga tekanan
merugikan)
darah arteri
Penggunaan captopril dibawah 140/90
menimbulkan efek samping mmHg/dL
batuk, penggunaan 2) Pemantauan kadar
glimepiride dapat gula darah, baik
menimbulkan hipoglikemia GDP, G2PP, dan
(lemas) GDS.
3) Menilai perbaikan
http://pionas.pom.go.id/mo
gejala atau keluhan
nografi/kaptopril pasien
2) Drug interaction (interaksi 4) Meningkatkan
obat) kepatuhan minum
Penggunaan captopril obat
dengan glimepirid dapat
menyebabkan hipoglikemia
sehingga menimbulkan
gejala seperti sakit kepala,
pusing, mual
https://www.drugs.com/inte
ractions-
check.php?drug_list=493-
0,1176-0 10
3) Overdose
Pemberian glimepiride 4
mg 2x sehari melebihi
dosis yang dianjurkan,
seharusnya pada dosis awal
diberikan 1 mg sehari
http://pionas.pom.go.id/mo
nografi/glimepirid

4) Failure to receive drug


(gagal menerima obat)
- Pasien gagal
mendapatkan obat
karena kepatuhan
minum obatnya
rendah

1. Efek Samping Obat :


1) Captopril : Hipotensi, sakit kepala, mual, diare, batuk kering yang persisten,
stomatitis, dispepsia, nyeri perut, gangguan ginjal, hiperkalemia, angiodema, urtikaria,
ruam kulit, reaksi hipersensitivitas, gangguan darah (termasuk trombositopenia,
neutropenia, agranulositosis, anemia aplastik), hiponatremia, takikardia, palpitasi,
aritmia (PIONAS)
2) Glimepiride : gangguan gastrointestinal seperti mual, muntah, diare, dan konstipasi.
Gejala hematologik termasuk trombositopenia, agranulositosis, anemia plastik.
Hipoglikemia dapat terjadi bila dosis tidak tepat atau dien terlalu ketat (ISO
FARMAKOTERAPI Hal. 28)
3) Paracetamol : reaksi hipersensitivitas, ruam kulit, kelainan darah (termasuk
trombositopenia, leukopenia, neutropenia), hipotensi juga dilaporkan pada infus.
Penggunaan jangka panjang dan dosis berlebih dapat menyebabkan kerusakan hati
(PIONAS)

B. PEMBAHASAN

Jurnal 1 :
FAKTOR RISIKO KEJADIAN DIABETES MELLITUS

Penyakit Diabetes Mellitus merupakan ranking keenam penyebab kematian di


Dunia, hal ini diungkapkan oleh dunia World Health Organization (WHO)
(Wicaksono, 2015). Data yang didapatkan bahwa kematian yang disebabkan karena
diabetes ada sekitar 1,3 juta dan yang meninggal sebelum usia 70 tahun sebanyak 4
persen. Mayoritas kematian diabetes pada usia 45-54 tahun terjadi pada penduduk
kota dibandingkan pada penduduk yang tinggal di pedesaan (Kistianita, Yunus, &
Gayatri, 2018). IDF memprediksikan DM akan menepati urutan ketujuh kematian
dunia pada tahun 2030. Sejak Tahun 1980 terjadi peningkatan dua kali lipat
penderita diabetes di dunia yatu dari 4,7% menjadi 8,5% pada populasi orang
dewasa, hal ini juga merupakan indikator peningkatan obesitas pada beberapa
dekade ini (Ogurtsova et al., 2017). 11
Penelitian yang dilakukan di Talang Bakung Jambi menyatakan bahwa ada
hubungan usia dan riwayat keluarga dengan kejadian DM tipe II. pada Usia ≥45
tahun lebih banyak pertama kali didiagnosis DM dibandingkan orang yang berusia
< 45 tahun. Hasil penelitin ini juga menyatakan bahwa seseorang yang memiliki
riwayat keluarga DM akan mengalami resiko 4 kali lebih besar menderita DM tipe
II (Rini & Halim, 2018). Penelitian Kusnadi yang menyatakan seseorang dengan
riwayat keluaraga DM akan berisiko 6 kali lebih besar dibandingkan dengan
seseorang tanpa ada riwayat keluarga DM (Kusnadi, Murbawani, & Fitranti, 2017).
Faktor resiko lain yang dapat dimodifikasi adalah faktor pola makan,
kebiasaan merokok, obesitas, hipertensi, stress, aktifitas fisik, alcohol dan lain
sebaginya. Adanya kaitan obesitas dengan kadar glokosa darah dimana IMT > 23
dapat menyebabkan peningkatan glukosa darah (Tandra, 2017).
Faktor risiko terjadinya DM tipe II terdiri dari dua yaitu faktor yang tidak
dapat dimodifikasi dan faktor yang dapat dimodifikasi (Rovy, 2018). Faktor yang
tidak dapat dimodifikasi adalah umur, jenis kelamin, dan faktor keturunan (Ujani,
2016). Faktor risko DM akan sering muncul setelah usia ≥45 tahun. Sampai saat ini
memang belum ada mekanismes yang jelas tentang kaitan jenis kelamin dengan
DM, tetapi di Amerika Serikat banyak penderita DM berjenis kelamin perempuan.
DM bukan penyakit yang dapat ditularkan, tetapi penyakit ini dapat diturunkan pada
generasi berikutnya (Ramadhan, 2017). Seseorang yang keluarga kandungnya
seperti orang tua maupun saudara kandung yang memiliki riwayat penderita DM
akan berisiko lebih besar mengalami penyakit DM (Sukmaningsih, Heru
SubarisKasjono, & Werdani, 2016).

Jurnal 2 :

FAKTOR RISIKO HIPERTENSI PADA MASYARAKAT DI DESA PULAU


JAMBU UPTD BLUD KECAMATAN KUOK KABUPATEN KAMPAR

Hipertensi merupakan salah satu masalah kesehatan yang cukup berbahaya di


dunia, karena hipertensi merupakan faktor risiko utama yang mengarah kepada
penyakit kardiovaskuler seperti serangan jantung, gagal jantung, stroke dan
penyakit ginjal yang mana pada tahun 2016 penyakit jantung iskemik dan stroke
menjadi dua penyebab kematian utama di dunia (WHO, 2018).
Prevalensi kejadian hipertensi di Indonesia yang didapatkan dari hasil pengukuran
tekanan darah pada penduduk berusia ≥18 tahun mengalami peningkatan dari 25,8%
pada tahun 2013 menjadi 34,11%. Jawa Tengah menempati peringkat ke–empat
terjadinya hipertensi di Indonesia yaitu sebesar 37,57% (Kemenkes RI, 2018).
Hipertensi umumnya terjadi pada usia lanjut, tetapi beberapa penelitian
menunjukkan bahwa hipertensi dapat muncul sejak remaja dan prevalensinya
mengalami peningkatan selama beberapa dekade terakhir, namun banyak yang
belum menyadari sehingga menjadi penyebab munculnya hipertensi pada usia
dewasa dan lansia.
Mekanisme terjadinya hipertensi pada remaja dipengaruhi oleh beberapa faktor
yang berkaitan dengan gaya hidup. Faktor tersebut diantaranya adalah berat badan
lebih atau obesitas, riwayat hipertensi dalam keluarga atau faktor genetik, ras atau
etnik, jenis kelamin, berat lahir rendah, konsumsi garam yang tinggi, merokok,
aktivitas fisik atau olahraga dan pengetahuan rendah. Faktor risiko gaya hidup tidak
sehat pada remaja disebabkan oleh banyak faktor, salah satu diantaranya adalah
pengetahuan. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat
berpengaruh terhadap tindakan atau perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2012).
12 pada remaja, yang bisa dibedakan menjadi
Banyak faktor penyebab hipertensi
faktor risiko yang dapat diubah dan yang tidak dapat diubah. Upaya pencegahan dan
penanggulangan hipertensi didasarkan pada faktor risiko yang dapat diubah
diantaranya perubahan pola makan dan gaya hidup. Upaya pencegahan yang dapat
dilakukan meliputi: perubahan pola makan, pembatasan penggunaan garam hingga
4-6 gr per hari, makanan yang mengandung soda kue, bumbu penyedap dan
pengawet makanan, mengurangi makanan yang mengandung kolesterol tinggi
(jeroan, kuning telur, cumi-cumi, kerang, kepiting, coklat, mentega, dan margarin),
menghentikan kebiasaan merokok, minum alcohol, olah raga teratur dan
menghindari stress. Pendapat lain menyatakan bahwa faktor risiko yang dapat
diubah meliputi obesitas, asupan natrium berlebih, kebiasaan merokok, aktivitas
fisik, dan kualitas tidur. Sedangkan faktor risiko yang tidak dapat diubah meliputi
riwayat hipertensi keluarga, berat lahir rendah, dan jenis kelamin (Dharnidharka,
2015 & Nuraini, 2015).
Kejadian hipertensi pada remaja banyak yang diawali dengan kegemukan atau
obesitas yang berkaitan dengan gaya hidup. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa kejadian hipertensi lebih banyak dialami oleh responden perempuan (36,5%)
dibandingkan dengan responden laki-laki (30,1%). Hal ini bisa dikarenakan karena
gaya hidup terutama pola makan remaja perempuan yang lebih suka mengkonsumsi
makanan berlemak atau tinggi natrium.

Berdasarkan kasus yang ada pasien mengalami diabetes mellitus tipe 2.


Dengan rekomendasi obat yang tepat untuk pasien tersebut yaitu untuk mengganti
captopril dengan golongan ARB karena ARB tidak mencegah pemecahan
bradikinin sehingga tidak memberikan efek samping batuk, yaitu Candesartan
dengan dosis awal 8 mg sekali sehari, penyesuaian dosis glimepirid dan pasien
dapat diberikan asupan gula untuk meningkatkan kadar gula darahnya sehingga
tidak terjadi hipoglikemia, dosis glimeripid diturunkan menjadi 1 mg sekali sehari,
meningkatkan kepatuhan minum obat pasien dengan memberikan konseling kepada
pasien.

Dari jurnal yang telah diperoleh menyatakan bahwa faktor risiko terjadinya
DM tipe II terdiri dari dua yaitu faktor yang tidak dapat dimodifikasi dan faktor
yang dapat dimodifikasi (Rovy, 2018). Faktor yang tidak dapat dimodifikasi adalah
umur, jenis kelamin, dan faktor keturunan (Ujani, 2016). Faktor risko DM akan
sering muncul setelah usia ≥45 tahun. Sampai saat ini memang belum ada
mekanismes yang jelas tentang kaitan jenis kelamin dengan DM, tetapi di Amerika
Serikat banyak penderita DM berjenis kelamin perempuan. DM bukan penyakit
yang dapat ditularkan, tetapi penyakit ini dapat diturunkan pada generasi berikutnya
(Ramadhan, 2017). Seseorang yang keluarga kandungnya seperti orang tua maupun
saudara kandung yang memiliki riwayat penderita DM akan berisiko lebih besar
mengalami penyakit DM (Sukmaningsih, Heru SubarisKasjono, & Werdani, 2016).
Hipertensi sendiri bisa menyerang disegala usia tetapi umumnya terjadi pada
orang lanjut usia, tetapi beberapa penelitian menunjukkan bahwa hipertensi dapat
muncul sejak remaja dan prevalensinya mengalami peningkatan selama beberapa
dekade terakhir, namun banyak yang belum menyadari sehingga menjadi penyebab
munculnya hipertensi pada usia dewasa dan lansia.
Mekanisme terjadinya hipertensi pada remaja dipengaruhi oleh beberapa faktor
yang berkaitan dengan gaya hidup. Faktor tersebut diantaranya adalah berat badan
lebih atau obesitas, riwayat hipertensi dalam keluarga atau faktor genetik, ras atau
etnik, jenis kelamin, berat lahir rendah, konsumsi garam yang tinggi, merokok,
13
aktivitas fisik atau olahraga dan pengetahuan rendah. Faktor risiko gaya hidup tidak
sehat pada remaja disebabkan oleh banyak faktor, salah satu diantaranya adalah
pengetahuan. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat
berpengaruh terhadap tindakan atau perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2012).
Banyak faktor penyebab hipertensi pada remaja, yang bisa dibedakan menjadi
faktor risiko yang dapat diubah dan yang tidak dapat diubah. Upaya pencegahan
dan penanggulangan hipertensi didasarkan pada faktor risiko yang dapat diubah
diantaranya perubahan pola makan dan gaya hidup.

14
DAFTAR PUSTAKA

Kemenkes.RI. 2014. Pusdatin Hipertensi. Infodatin, (Hipertensi), Hal 1–7.

Aisyiyah Nur Farida. 2012. Faktor Risiko Hipertensi pada empat Kabupaten/Kota dengan
Prevalensi Hipertensi Tertinggi

Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2. 2015. Hal. 42

Pedoman Tata Laksana Hipertensi Pada Penyakit Kardiovaskular. 2015

Nasution Fitriana, Andilala, dan Ambali. 2021. Faktor risiko kejadian diabetes mellitus.
Jurnal Ilmu Kesehatan Vol. 9 No.2, Mei 2021
Siswanto Yuliaji, Sigit Ambar. 2020. Hipertensi pada Remaja di Kabupaten Semarang.
jurnal penelitian dan pengembangan kesehatan masyarakat indonesia

15
DOKUMENTASI

16
17

Anda mungkin juga menyukai